Anda di halaman 1dari 20

Nama : M Rizky Setiawan

NIM : 2015730093

Pembimbing : dr. Heryanto Syamsuddin, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
 Tuberkulosis kutis diklasifikasikan menjadi
- Tuberkulosis Kutis Sejati
- Tuberkulid.

 Tuberkulosis kutis sejati terdiri atas


- tb kutis primer :
inokulasi tuberkulosis primer
tb kutis miliaris
- tb kutis sekunder :
skrofuloderma, tb kutis verukosa,
tb kutis gumosa, tb kutis orifisialis dan lupus
vulgaris.
Tuberkulosis Kutis terutama terdapat pada
orang dengan keadaan sosial ekonomi
rendah, umumnya anak dan dewasa muda,
wanita agak lebih sering menderita daripada
pria.

Penyebab utama Tuberkulosis Kutis di Rumah


Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah
Mycobacterium tuberculosis kisaran 91,5%
Skrofuloderma
adalah salah satu bentuk tuberkulosis kutis
yang paling sering ditemukan di Indonesia,
terjadi akibat penjalaran per kontinuitatum
dari organ di bawah kulit yang telah terkena
penyakit tuberkulosis, misalnya kelenjar
getah bening (KGB), sendi atau tulang.
 Mycobacterium tuberculosis kisaran 91,5%.
Lainnya: Mycobacterium scrofulaceum,
Mycobacterium bovis, Mycobacterium avium.

 Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat


sebagai berikut:
berbentuk batang, panjang 2-4/µ dan lebar
0,3-1,5/µ, tahan asam, tidak bergerak, tidak
membentuk spora, aerob dan suhu optimal
pertumbuhan pada 370C.
 Pada tempat-tempat yang banyak kelenjar
getah bening superfisialis.
 Lokasi tersering di leher, diduga merupakan
penjalaran dari KGB servikal, sedangkan
lokasi lain yang cukup sering adalah aksila
dan inguinal.
 Porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher
adalah pada tonsil atau paru. Jika di ketiak
kemungkinan porte d’entrée pada apeks
pleura, jika di lipat paha pada ekstremitas
bawah.
Kadang-kadang tiga tempat predileksi
tersebut diserang sekaligus, yakni pada leher,
ketiak dan lipat paha. Pada kejadian tersebut
kemungkinan besar terjadi penyebaran secara
hematogen.
 Bervariasi, tergantung durasi penyakit

 Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis


tuberkulosis, berupa pembesaran kelenjar getah
bening dengan besar yang berbeda-beda, tanpa
tanda-tanda radang akut, selain tumor.

 Mula-mula hanya beberapa kelenjar yang diserang,


lalu makin banyak dan sebagian konfluensi.

 terdapat periadenitis yang menyebabkan


perlekatan kelenjar tersebut dengan jaringan
sekitarnya.
 Kelenjar-kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak, 
konsistensi bermacam-macam : keras, kenyal dan lunak
(abses dingin)

 Terbentuk abses  fistel  ulkus :sifat khas yaitu bentuk


memanjang, serpiginosa, tidak teratur, sekitarnya livid,
dinding bergaung, jaringan granulasi tertutup pus
seropurulen, jika kering berwarna kekuningan

 Ulkus dapat sembuh menjadi jaringan sikatriks memanjang


dan tidak teratur, terkadang di atas sikatriks tersebut terdapat
jembatan kulit (skin bridge), bentuknya seperti tali, yang
kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut, sehingga
dapat dimasukkan sonde.
 Pembesaran banyak kelenjar getah bening
dengan konsistensi yang bermacam-macam
 Tanda-tanda radang akut tidak ada, selain
tumor, periadenitis, abses dan fistel yang
multipel
 Ulkus-ulkus dengan sifat khas
 Sikatriks-sikatriks memanjang dan tidak
teratur
 Ada jembatan kulit
 (1)Plak dan nodul dengan ulkus ditengah disertai
sikatrik.
 (2)Dua ulkus pada dinding dada midklavikularis
dan aksila dengan sinus di bawah ulkus
 (1)Skrofuloderma pada regio parotis.
(2)Skrofuloderma pada regio aksila1.
(3)Skrofuloderma pada regio klavikula.
Bentuk abses, ulkus dan ekstrusi purulen dan
material caseous.
 Semua fistel dan ulkus sudah menutup
 Seluruh kelenjar getah bening sudah
mengecil (<1 cm), konsistensi keras
 Sikatriks tidak eritema lagi
 LED turun atau normal
 LED meningkat
 Tes Tuberkulin; mempunyai arti bila usia >5
tahun, hasil (+) berarti pernah atau sedang
menderita penyakit tuberkulosis
 Pemeriksaan Radiologis (Rontgen Foto)
 Pemeriksaan Histopatologis
 Pemeriksaan Bakteriologis
 Limfadenitis piogenik
 Aktinomikosis
 Sporotrikosis
 Ditemukan tuberkuloid infiltrat seperti sel
epiteloid dikelilingi monosit, giant sel,
nekrose
 Gambaran ini tidak dapat digunakan untuk
memastikan diagnosis oleh karena mungkin
terdapat juga pada penyakit lain seperti
mikosis dalam, lepra dll
 Perbaiki keadaan umum
 Teratur, jangan sampai putus.
 Dalam bentuk kombinasi INH + 2 atau 3
macam bakterisidal lain.
 Insisi dan eksisi pada abses tidak diperlukan,
jika eksisi tetap dilakukan, dua jenis obat
bakterisidal diberikan untuk terapi seperti
INH dan Rifampicin selama sembilan bulan
 Obat Lini I  sangat efektif untuk digunakan
terutama untuk fase inisial :
- Isoniazid, Rifampicin, Aminoglikosid dan
Ethambutol

 Obat Lini II biasanya digunakan pada pasien


yang resisten terhadap Mycobacterium :
- Pirazinamid, Etionamid, Viomycin,
Kanamycin, Capreomycin.
 Isoniazid
 bersifat bakteriostatik dan bakterisidal
 Dosis: 5 mg/kg BB, max 300 mg
 ES: demam, erupsi kulit, neuritis perifer, hepatotoksis, kelainan
darah (agranulositosis, eosinofilia, anemia, trombositopenia)

 Pirazinamid
 Dosis: 15-30 mg.kg BB, max 2 gr/hari
 ES: gangguan hepar

 Etambutol
 Bersifat bakteriostatik
 Dosis: 15-25 mg/kgBB
 Tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 13 tahun

 Rifampicin
 Dosis: 10 mg.kgBB, 600 mg/hr
 ES: gangguan hepar, hypersensitifitas, trombositopenia

 Fase I ( Intensif/Inisial )
INH, Rifampicin, Pirazinamid
- selama 8 minggu setiap hari
- Tujuan : membunuh kuman aktif,
membelah secepat-cepatnya
dan sebanyak2nya.

 Fase II (Lanjut /continous)


INH, Rifampicin :
- setiap hari atau 2-3x/minggu ,16 minggu
- Tujuan : kegiatan sterilisasi, membunuh
kuman yang tumbuh lambat

Anda mungkin juga menyukai