Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

PEMBIMBING:

Dr. Hj Khomimmah, Sp.PD-KEMD

DISUSUN OLEH:

Try Marzela Perdana Ayu

2014730092

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC
Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand
dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun
dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.

Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas
bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita
rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita
rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara
20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat per tahun.
BAB I

IDENTITAS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. E

Tanggal lahir : 04 September 1952

Usia : 67 Tahun

Alamat : Bintara, Bekasi Barat

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan :

Masuk RS : 29 oktober 2019

Keluar RS : 02 November 2019

Ruangan : An- Nas II, 203-5

Nomor RM: 00.01.84.34

DPJP : dr. Hj Khomimah, SpPD-KEMB

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama:

Pasien datang dengan keluhan demam 3 hari SMRS


b. Keluhan Tambahan:

Pusing (+), batuk berdahak (+), mual (+), lemas (+), tidak nafsu makan sejak 1 minggu
SMRS. saat ini rahang bawah terasa sakit saat berbicara, makan, dan minum. Nyeri saat
menelan. Belum BAB, BAK dalam batas normal.

c. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang diantar oleh istrinya ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan demam sejak 3
Hari SMRS, demam dirasa naik turun (tidak menentu). Keluhan ini disertai dengan mual,
pusing, dan lemas, dada terasa sesak disangkal, batuk berdahak + (namun tidak dapat
dikeluarkan), pasien mengatakan tidak nafsu makan sejak 1 minggu SMRS. Keluhan ini
disertai dengan rahang bawah terasa sakit saat berbicara, makan, dan minum, serta nyeri
saat menelan. Belum BAB, BAK dalam batas normal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu:

• Pasien belum pernah mengeluh keluhan yang sama sebelumnya

• RIwayat BAB berdarah 1 minggu SMRS (merah segar +- 1 sendok)

• Riwayat penyakit Hipertensi terkontrol (+) th 2009

• Riwayat penyakit Stroke (+) th 2008 dan th 2012

• Riwayat penyakit Diabetes Melitus tipe II terkontrol (+) th 2010

• Riwayat penyakit TB (-)

• Riwayat penyakit jantung (-)

e. Riwayat Pengobatan :

Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk keluhannya saat ini.

Mengkonsumsi obat untuk Diabetes Melitus tipe II dan obat hipertensi, namun pasien
lupa nama obat.
f. Riwayat Penyakit Keluarga:

• Tidak ada yang mengeluh keluhan yang sama

• Riwayat penyakit Hipertensi (+)

• Riwayat penyakit Stroke (-)

• Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)

• Riwayat penyakit TB (-)

• Riwayat penyakit jantung (-)

g. Riwayat Alergi:

pasien tidak memiliki alergi obat, makanan, cuaca atau debu.

h. Riwayat Kebiasaan:

pasien tidak nafsu makan , karena terasa sakit saat menggerakkan mulut.

Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6 = 15

Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg RR :22 x/ menit

Nadi : 84 x/ menit S : 38,30 C

Status Antopometri : BB Sebelum sakit : pasien tidak tahu TB :168 cm

BB sesudah sakit : 70 kg IMT: 25 kg/m2 (overweight)

Status Generalisata :
Kepala : normocephal

Mata : CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+

Hidung : pernapasan cuping hidung –, sekret -/-, epitaksis -/-

Telinga : Normotia +/+, serumen -/-, sekret, hiperemis -/-

Mulut : bibir sianosis -, mukosa bibir kering +, stomatitis -, hiperemis dan


edema pada mukosa mulut sinistra

Leher : pembesaran KGB -, pembesaran tiroid -, JVP tidak meningkat

Thorax

Paru

Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, retraksi otot bantu pernapasan –

Palpasi : vocal fremitus di kedua lapang paru simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : rhonki di pulmo apex dextra dan sinistra +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung kanan di ICS IV linea sternalis dextra

batas jantung kiri atas di ICS II linea parasternalis sinistra

batas jantung kiri bawah di ICS IV linea midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I- II regular, murmur - , gallop –

Abdomen :
Inspeksi : cembung, tidak tampak massa, tidak ada bekas luka, distensi -

Auskultasi : bising usus normal, bruit –

Palpasi : supel, nyeri tekan pada regio epigastrium, turgor normal, tidak
teraba massa, hepatomegali -, splenomegali -

Perkusi : timpani di 4 kuadran

Ekstremitas Superior Inferior

Akral hangat (+/ +) (+/ +)

CRT < 2 detik (+/ +) (+/ +)

Sianosis (-/-) (-/-)

Edema (-/-) (-/-)

Genitalia :

palpasi : nyeri tekan suprapubik (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Tanggal 29 Oktober 2019

Jenis Hasil Nilai Normal

Hematologi Rutin

Hemoglobin 10.2 L 13.5 – 17.5 mg/Dl


RDW-CV 13.0 12.2 - 14.8 %

MCH 29 27 - 33 pg

MCV 84 82 - 98 fL

MCHC 34 31- 37 g/dL

Eritrosit 3.5 L 4.5 - 5.8 10^6/uL

Leukosit 6.9 5000 – 10000 / uL

Hematokrit 30 L 40-50 %

Trombosit 240000 150000 – 440000 / uL

ESR 65.00 H 0.00 - 10.49/mm

Diff Count

Basofil 0.3 0.0 - 1.49 %

Eosinofil 0.1 L 1.5 - 4.49 %

Neutrofil 50.6 49.5 - 70.49 %

Limfosit 33.2 19.5 - 40.49 %

Monosit 15.8 H 1.5 - 8.49 %

Immature Granulocyte 0.02 0 - 0.06 10^3/uL


Absolute NRBC 0.0 0.0 - 0.01 10^3/uL

Laboratorium Tanggal 29 Oktober 2019

Jenis Hasil Nilai Normal

Liver Function

AST (SGOT) 21.7 <40.0 U/L

ALT (SGPT) 14.20 <41.00U/L

Albumin 4.41 3.97 - 4.94 g/dL

Diabetes

GDS 177.0 70.0 - 200 mg/dL

GDS 16.00 272.0 H 70.0 - 200 mg/dL

GDS 22.00 177.0 70.0 - 200 mg/dL

Renal Function

Ureum 86.70 H 16.65 - 48.54 mg/dL

Kreatinin 2.9 H 0.75 - 1.24 mg/dL

Elektrolit
Natrium 139 136 - 145 mmol/L

Kalium 4.3 3.5 - 5.1 mmol/L

Klorida 104 98 - 107 mmol/L

Laboratorium Tanggal 29 Oktober 2019

Jenis Hasil Nilai Normal

Fecal Analysis

Konsistensi Soft

Warna Brown

Mukus Negative Negative

pH 7.0

Glukosa Negative

Serat Positive Negative

Leukosit 2-4 0 - 5/ HPF

Eritrosit 1-2 0 - 1 /HPF

Epitel 1-2
Bakteri Positive Negative

Parasit Not found Negative

Amoeba Not found Negative

Yeast Positive Negative

Fecal fat Negative Negative

Fecal occult blood Positive Negative

Pemeriksaan Rontgen THORAX 29 Oktober 2019

• Kesan : Pulmo dengan tanda bronkopenumonia

Laboraturium 30 Oktober 2019

Jenis Hasil Nilai Normal

Diabetes

GDS 06.00 152 70.0 - 200 mg/dL

Laboraturium 31 Oktober 2019


Jenis Hasil Nilai Normal

GDS

GDS 06.00 192.0 70.0 - 200 mg/dL

GDS 11.00 198.0 70.0 - 200 mg/dL

GDS 14.00 130.0 70.0 - 200 mg/dL

GDS 16.00 327.0 H 70.0 - 200 mg/dL

Hematologi Rutin

Hemoglobin 14.7 13.5 – 17.5 mg/Dl

Leukosit 18.8 H 5000 – 10000 / uL

Hematokrit 45 40-50 %

Trombosit 280000 150000 – 440000 / uL

Renal Function

Ureum 43.40 16.65 - 48.54 mg/dL

Kreatinin 2.0 H 0.75 - 1.24 mg/dL

Laboraturium 31 oktober 2019


Jenis Hasil Nilai Normal

Urinalysis

Color Pale yellow Yellow

Clarity Slightly cloudy Clear

pH 6.0 4.8 - 7.4

Spesific gravity 1.020 1.0160 - 1.0220

Urobilinogen Normal Negative

Bilirubin Negative Negative

Albumin urine 1 Negative

Glucose urine Negative Negative

Ketone Negative Negative

Leucocyte esterase Negative Negative

Nitrite Negative Negative

Blood 3 Negative

Leucocyte 1-2 0 - 5 /HPF

Erythrocyte 13-17 /HPF


Epithelium Positive Positive

Crytsal urine Negative Negative

Bacterial Negative Negative /LPF

Cast Positive Negative /HPF

S. Hyalin 2-3

Oval fat bodies Negative Negative

Others ..

Laboraturium tanggal 01 november 2019

Jenis Hasil Nilai Normal

Diabetes

GDS 06.00 237.0 H 70.0 - 200 mg/dL

V. Resume

Laki-laki 67 tahun, Pasien datang diantar oleh istrinya ke RSIJ Pondok Kopi dengan
keluhan demam sejak 3 Hari SMRS, demam naik turun (tidak menentu). Keluhan ini
disertai dengan mual, pusing, dan lemas, pasien mengatakan tidak nafsu makan sejak 1
minggu SMRS. Keluhan ini disertai dengan rahang bawah terasa sakit saat berbicara,
makan, dan minum, serta nyeri saat menelan. Dada terasa sesak disangkal, batuk

berdahak + (namun tidak dapat dikeluarkan). Belum BAB, BAK dalam batas normal. Pasien
memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II dan hipertensi terkontrol. Pasien mengkonsumsi
obat rutin namun lupa nama obat.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6 = 15

TD : TD : 120/80 mmHg RR :22 x/ menit

Nadi : 84 x/ menit S : 38,30 C

Status Antopometri : IMT 25 kg/m2 (overweight)

Thorax (paru) : ronkhi di pulmo apex dextra dan sinistra +/+

Mulut : hiperemis dan edema pada mukosa mulut sinistra

Abdomen : nyeri tekan pada regio epigastrium


Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium :
o Hb menurun
o Eritrosit menurun
o Hematokrit menurun
o ESR meningkat
o Eosinofil menurun
o Monosit meningkat
o Ureum meningkat
o Kreatinin meningkat
o GDS meningkat
- Rontegn Thorax
o kardiomegali konfigurasi aorta
o Pulmo dengan tanda bronkopenumonia

VI. Daftar Masalah

 Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/ infeksi fungal

 Susp abses mandibula -> konsul tht

 DM tipe 2

 Dyspepsia

 Anemia ec AKI

VII. Assesment

I. Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/ infeksi fungal

Subjektif :

• demam 3 Hari SMRS, demam naik turun (tidak menentu).


Objektif :

✓ Pemeriksaan fisik :
• Suhu 38.3

• Thorax (paru) : ronkhi di pulmo apex dextra dan sinistra +/+

✓ Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
▪ ESR meningkat
▪ Eosinofil menurun
▪ Monosit meningkat
Rontegn Thorax :
Pulmo dengan tanda bronkopenumonia
Assessment : Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/ infeksi fungal

Pentalaksanaan:

Rencana pemeriksaan :

Terapi Farmakologis :

▪ IVFD RL/ 8 jam


▪ Erdostein 3 x 1
▪ Cefoporazone 2 x 1 gr
▪ Moxifloxacin 1 x 1
▪ Sanmol 4 x 500 mg

Terapi Non-farmakologis :

Edukasi :

Tirah baring

Mengkonsumsi obat secara teratur dan kontrol tepat waktu


II. Susp abses mandibula -> konsul tht

Subyektif

• rahang bawah terasa sakit saat berbicara, makan, dan minum

• nyeri saat menelan

Obyektif : mulut : hiperemis dan edema pada mukosa mulut sinistra

Assesment : Susp Abses Mandibula

Penatalaksanaan

planning konsul tht

terapi farmakologis

▪ Fg Throces 3 x 1
▪ Aloclair 1 x 1

III. DM tipe 2

Subyektif

• Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II, terkontrol

Obyektif :

Laboratorium :

• GDS meningkat

Assesment : DM tipe II

Penatalaksanaan :

planning :
- HbA1c

Terapi farmakologis

Novorapide 3 x 7 IU

Terapi Non-farmakologis :

Diet rendah glukosa

Mengkonsumsi obat secara teratur dan kontrol tepat waktu

IV. Dyspepsia

Subyektif : mual

Abdomen : nyeri tekan pada regio epigastrium

Assesment : Dyspepsia

Penatalaksanaan :

Farmakologis :

• Sucralfat 3 x 15 ml

• Omeprazole 1 x 1

Non farmakologis :

• Makan dengan jumlah sedikit namun sering

• Hindari makanan pedas, asam dan minuman berkafein dan soda

V. Anemia ec AKI

Subyektif : -

Obyektif :

o Hb menurun
o Eritrosit menurun
o Hematokrit menurun
o Ureum meningkat
o Kreatinin meningkat
Assesment : Anemia ec CKD

Penatalaksanaan :

Planning

• Hindari konsumsi metformin dan sulfonilurea

• Hindari pemakaian ace inhibitor dan angiotensin 2

• Cek ulang ureum dan kreatinin

VIII. Prognosis

Ad Vitam: Dubia Ad bonam

Ad Funtionam : Dubia Ad malam

Ad Sanationam : Dubia Ad malam

FOLLOW UP

TANGGA 30/09/2019 31/09/2019


L

S demam menurun, mual (+), pusing (+), Sesak (-), lemas(+), nyeri saat menelan
dan lemas(+), tidak nafsu makan, berkurang, batuk berdahak + (namun
rahang bawah terasa sakit (+), nyeri tidak dapat dikeluarkan), nafsu makan
menelan(+). batuk berdahak + (namun Masih rendah.
tidak dapat dikeluarkan).
O TD : 120/80 mmhg TD : 130/80 mmhg
S : 37,3 oC S : 36,8 oC
RR : 18x/menit RR : 18 x/menit
N : 98 x / menit N : 82 x / menit
Rhonki +/+ Rhonki +/+
Nyeri tekan epigastrium (+) Nyeri tekan epigastrium (-)
hiperemis dan edema pada mukosa hiperemis dan edema pada mukosa
mulut sinistra mulut sinistra

A Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/ Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/
infeksi fungal infeksi fungal
Susp abses mandibula -> konsul tht Susp abses mandibula -> konsul tht
DM tipe 2 DM tipe 2
Dyspepsia Dyspepsia
Anemia ec CKD Anemia ec CKD

P ▪ SC tiap 6 jam ▪ SC tiap 6 jam


▪ IVFD RL/ 8 jam ▪ IVFD RL/ 8 jam
▪ Fg Throces 3 x 1 ▪ Fg Throces 3 x 1
▪ Erdobat 3 x 1 ▪ Erdobat 3 x 1
▪ Aloclair 1 x 1 ▪ Inpepsia 3 x 15 ml
▪ Inpepsia 3 x 15 ml ▪ Pycostatin drop 3 x 10 tetes
▪ Cefoporazine 2 x 1 gr ▪ Fluconazole 1 x 1 150 mg
▪ Moxifloxacin 1 x 1 ▪ Cefoporazine 2 x 1 gr
▪ Sanmol 4 x 500 mg ▪ Moxifloxacin 1 x 1
▪ Omeprazole 1 x 1 ▪ Sanmol 4 x 500 mg
▪ Omeprazole 1 x 1
▪ Novorapide 3 x 7 IU
Lab GDS 06.00 152 Serial Curve :
06.00 : 192 mg/dl
11.00 : 198 mg/dl
14.00 : 130 mg/dl
16.00 : 327 mg/dl
Leukosit meningkat
Kreatinin meningkat

TANGGA 01/11/2019 02/11/2019


L

S Sesak (-), nyeri saat menelan Sesak (-), batuk berdahak + (namun
berkurang, batuk berdahak + (namun tidak dapat dikeluarkan)
tidak dapat dikeluarkan), nafsu makan
membaik

O TD : 130/90 mmhg TD : 120/80 mmhg


S : 36,5 oC S : 36,7 oC
RR : 18 x/menit RR : 18x/menit
N : 80 x / menit N : 88 x / menit
Rhonki +/+ Rhonki +/+
hiperemis (-) dan edema (-) pada hiperemis (-) dan edema (-) pada
mukosa mulut sinistra mukosa mulut sinistra
A Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/ Pneumonia ec susp infeksi bakteri dd/
infeksi fungal infeksi fungal
Susp abses mandibula -> konsul tht Susp abses mandibula -> konsul tht
DM tipe 2 DM tipe 2
Dyspepsia Dyspepsia
Anemia ec CKD Anemia ec CKD

P ▪ SC tiap 6 jam ▪ SC tiap 6 jam


▪ IVFD RL/ 8 jam ▪ IVFD RL/ 8 jam
▪ Fg Throces 3 x 1 ▪ Fg Throces 3 x 1
▪ Erdobat 3 x 1 ▪ Erdobat 3 x 1
▪ Inpepsia 3 x 15 ml ▪ Inpepsia 3 x 15 ml
▪ Pycostatin drop 3 x 10 tetes ▪ Pycostatin drop 3 x 10 tetes
▪ Fluconazole 1 x 1 150 mg ▪ Fluconazole 1 x 1 150 mg
▪ Cefoporazine 2 x 1 gr ▪ Cefoporazine 2 x 1 gr
▪ Moxifloxacin 1 x 1 ▪ Moxifloxacin 1 x 1
▪ Sanmol 4 x 500 mg ▪ Sanmol 4 x 500 mg
▪ Omeprazole 1 x 1 ▪ Omeprazole 1 x 1
▪ Novorapide 3 x 7 IU ▪ Novorapide 3 x 10 IU

Lab GDS 06.00 : 237


mg/dl
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PNEUMONIA

1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
lain) disebut pneumonitis. Meskipun pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, pneumonia sering kali salah didiagnosis, serta salah ditangani dan
juga diremehkan.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa.
2. Patofisiologi
Aspirasi dari oropharing adalah rute yang paling sering dari infeksi saluran nafas bagian
bawah seperti pada pneumonia. Rute lain yang dapat menyebabkan pneumonia adalah
inhalasi dari mikroorganisme yang dilepaskan ke udara oleh seorang penderita yang
terinfeksi ketika penderita tersebut batuk, bersin dan bahakan berbicara atau bisa juga
berasal dari air yang telah terkontaminasi oleh peralatan yang digunakan untuk terapi
penyakit respirasi. Pneumonia juga dapat terjadi ketika terjadi penyebaran bakteri di dalam
paru-paru melalui darah yang mengalami bakterimia oleh sebab suatu infeksi di bagian
organ tubuh yang lain atau berasal dari penggunaan obat-obatan intravenous.
Pada individu yang sehat, patogen yang masuk ke dalam paru-paru dapat dikeluarkan oleh
sistem mekanisme pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme dapat melalui sistem pertahanan
tubuh pada saluran nafas bagian atas, seperti refleks batuk dan pembersihan oleh
mukosiliari, maka sistem pertahanan tubuh selanjutnya adalah makrofag di alveolar.
Kemampuan makrofag untuk memfagositosis dapat menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme tanpa adanya proses inflamasi yang signifikan atau respon imun. Apabila
mikroorganisme tersebut memiliki daya virulen yang tinggi atau terdapat dalam jumlah
yang banyak dapat menyebabkan makrofag alveolar kewalahan sehingga mengakibatkan
perangsangan sistem pertahanan tubuh yang maksimal, seperti pelepasan dari mediator
inflamasi yang multiple, infiltrasi seluler dan aktivasi dari sistem imun. Mediator inflamsi
dan kompleks imun ini dapat meyebabkan kerusakan dari membran mukosa bronkial dan
membran alveollokapiler, sehingga acini dan bronkiolus terminalis terisi oleh debris dan
eksudat. Terdapat beberapa mikroorganisme yang melepaskan toksin dari dinding selnya
yang dapat memperparah kerusakan dari paru-paru. Akumulasi dari eksudat dalam acinus
dapat menyebakan terjadinya sesak nafas dan V/Q missmatching dan hipoksemia.

Pneumonia dihasilkan dari proliferasi pathogen mikroba pada tingkat alveolar dan respons
inang terhadap pathogen tersebut. Mikroorganisme mendapatkan akses ke saluran
pernapasan bagian bawah dengan beberapa cara. Yang tersering adalah dengan aspirasi
dari orofaring. Aspirasi dengan volume yang kecil sering terjadi selama tidur (terutama
pada orang tua) dan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. Banyak pathogen
yang dihirup yang telah terkontaminasi droplet. Jarang pneumonia terjadi melalui
penyebaran hematogen.
Faktor mekanik sangat penting dalam pertahanan host. Rambut-rambut dan turbinet dari
nares menangkap partikel yang lebih besar sebelum partikel tersebut mencapai saluran
pernapasan bawah. Percabangan pohon trakeobronkial menjebak mikroba di saluran udara,
dimana pembersihan mukosiliar dan faktor antibakteri baik yang membersihkan atau
membunuh pathogen potensial. Reflex Gag dan mekanisme batuk merupakan bentuk
perlindungan dari aspirasi. Selain itu, flora normal yang menempel pada sel mukosa
orofaring, yang komponennya sangat konstan, mencegah bakteri pathogen untuk mengikat
dan dengan demikian mengurangi risiko pneumonia yang disebabkan oleh bakteri yang
lebih ganas ini.

3. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab

A. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

B. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

C. Pneumonia virus

D. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada


penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang
tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan

b. Bronkopneumonia. Bronkopenumonia adalah peradangan umum dari paru - paru,


juga disebut sebagai penumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan
dimulai dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke
alveoli peribronchiolar dan saluran alveolar. Penyakit bronkopneumonia ini
seringkali bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam
pada infeksi spesifik ddan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh.
Pada bayi dan orang - orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai
infeksi primer. Bronkopneumonia sering disebabkan Oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bakteri pada
bronkopneumonia biasanya didapatkan pada usia lanjut. Ditandai dengan bercak-
bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus

c. Pneumonia interstisial

a. Community Acquired Pneumonia (CAP)


Epidemiologi
Lebih dari 5 juta kasus CAP terjadi di Amerika Serikat; seringkali, 80% dari pasien
yang terkena dirawat sebagai pasien rawat jalan dan 20% sebagai pasien rawat inap.
Mortalitas dari pasien rawat jalan biasanya ≤ 1%, sedangkan pasien yang dirawat di
rumah sakit berkisar 12% sampai 40%, tergantung pada apakah pengobatan disediakan
di dalam atau di luar unit perawatan intensif (ICU). CAP menghasilkan lebih dari 1,2
juta rawat inap dan lebih dari 55.000 kematian setiap tahun. Tingkat kejadian
pneumonia tertinggi pada usia ekstrem. Angka kejadian di Amerika serikat
pertahunnya 12 kasus/1000 orang, tetapi angkanya meningkat menjadi 12-18
kasus/1000 di antara anak-anak usia <4 tahun dan 20kasus/1000 di antara pasien usia
>60 tahun. Faktor risiko CAP yakni alkoholisme, asma, imunosupresi, dan usia 70
tahun.

Etiologi
Etiologi dari CAP termasuk bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Pathogen yang baru
diidentifikasi termasuk metapneumoviruse, koronavirus yang bertanggung jawab atas
sindrom pernafasan akut yang parah dan sindom pernafasan di Timur Tengan, dan
strain yang diperoleh dari komunitas methicillin-resis Staphylococcus aureus (MRSA).
Bagaimanapun, CAP disebabkan oleh beberapa pathogen namun yang tersering yakni
Streptococcus pneumoniae, penyebab pneumonia bergantung pada faktor risiko dari
pasien dan keparahan penyakitnya.
Diketahui berbagai pathogen yang cenderung dijumpai pada faktor risiko tertentu
misalnya H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram
negative pada rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopulmunal/jamak, atau paska terapi antibiotika sprektrum luas.

Diagnostik
1) Anamnesa
Pneumonia seringkali menunjukkan gejala seperti penyakit sistemik akut seperti
demam, lemas, gemetar, dan muntah. Nafsu makan menghilang dan sakit kepala.
Gejala pulmonal seperti sesak napas dan batuk, dimana pada karakteristik awal
batuk pendek, terasa nyeri dan kering, namun lama kelamaan diikuti dengan sputum
mukopurulen. Sputum berwarna rust (kuning tua) mungkin dapat terlihat pada
pasien dengan infeksi Strep. Pneumonia, dan beberapa pasien dapat mengeluhkan
hemoptisis. Nyeri dada pleuritic dapat ditemukan dan dapat menjalar ke pundak
atau dinding anterior abdomen. Abdomen bagian atas teraba lunak kadangkala
terjadi pada pasien dengan pneumonia lobus bagian bawah atau jika terdapat
hubungan dengan hepatitis.
Riwayat penyakit pasien harus fokus pada mendeteksi gejala yang berhubungan
dengan CAP. Seseorang dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) memiliki
insidensi yang tinggi pada CAP. Pasien harus ditanyakan terkait pekerjaannya,
paparan terhadap binatang, dan riwayat seksual untuk mengidentifikasi agen
penyebab infeksi. Riwayat bepergian (dalam 2 minggu) dapat membantu
mengidentifikasi pneumonia Legionella, yang berkaitan dengan menginap di hotel
ataupun di kapal.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, pekak pada perkusi paru, egofoni,
takikardi, dan takipnea. Suara nafas asimetris, pleural rub, egofoni dan fremitus
yang meningkat secara relative jarang ditemukan, namun sangat spesifik pada
pneumonia; tanda-tanda ini membantu menegakkan diagnose pneumonia jika
ditemukan namun tidak membantu jika tidak ada. Rales ataupun suara napas
bronkial juga dapat membantu, namun tidak lebih akurat dari rontgen dada.
Takipnea sering ditemukan pada pasien tua dengan CAP, mencapai 70% pada
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Skrining dengan pulse oximetry harus
dilakukan pada seluruh pasien dengan suspek CAP.

3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran infiltrat paru, pada rontgen thoraks, diperlukan untuk mendiagnosis
CAP, oleh karena itu, di pemeriksaan harus terlihat gambaran tersebut pada pasien
dengan klinis suspek CAP. Luasnya gambaran infiltrate pada pemeriksaan
radiografi dapat mengidentifikasi keparahan penyakit dan dapat membantu
memutuskan perawatan penyakit. Konsolidasi lobus, kavitas, dan efusi pleura
mengarahkan etiologi pada bakteri. Parenkim diffuse sering kali berhubungan
dengan Legionella atau viral pneumonia. Karena penggunaan antibiotik pada
penatalaksanaan infeksi respiratori bagian atas mengarahkan pada resistensi obat
dan dapat memiliki efek buruk maka mengidentifikasi pasien yang akan
diuntungkan dalam pemberian terapi antimikrobia sangat penting.

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat
sehingga tidak terjadi respons leukosit. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas,
misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negative atau S. aureus pada pasien
dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.

Investigasi mikrobiologis pada pasien dengan CAP

Semua Pasien

 Sputum: Apusan langsung dengan pewarnaan Gram dan Ziehl-


Neelsen. Kultur dan uji sensitifitas antimikroba.
 Kultur darah: Sering positif pada pneumonia pneumokokus
 Serologi: Mendeteksi antigen pneumokokus dalam serum ataupun urin
 PCR: Mycoplasma dapat dideteksi dari swab ataupun orofaring.
4) Diagnosis Banding
Diagnosis banding infeksi saluran napas bawah itu luas dan mencakup infeksi
saluran pernapasan atas, penyakit saluran napas reaktif, gagal jantung, pneumonitis
kriptogenik, kanker paru, vasculitis paru, penyakit tromboemboli paru, dan
atelectasis.
Tingkat Keparahan

Terapi
Komplikasi
Seperti pada infeksi berat lainnya, komplikasi umum dari CAP yang parah meliputi gagal
napas, syok dan kegagalan multiorgan, kuagulopati, dan eksaserbasi penyakit penyerta.
Tiga kondisi yang sangat penting adalah infeksi metastasis, abses paru, dan efusi pleura.
Infeksi metastasis (mis., Abses otak atau endokartidit) sangat tidak biasa dan akan
membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi serta pemeriksaan yang terperinci untuk
mendapatkan perawatan yang tepat. Abses paru dapat terjadi, berhubungan dengan aspirasi
atau infeksi yang disebabkan oleh pathogen CAP tunggal, seperti CA-MRSA, P.
aeruginosa, atau (jarang) S. pneumonia. Pneumonia aspirasi biasanya merupakan infeksi
polimikroba yang melibatkan aerob dan anaerob.
Pencegahan
Di luar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influensza dan pneumokokus pada orang
dengan risiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru
kronik, hati, ginjal dan jantung. Di samping itu vaksinasi juga perlu diberikan untuk
penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia di atas 65
tahun.
Prognosis
Kejadian CAP di USA adalah 3.4 – 4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengna kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian
sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut usia. Mortalitas pada pasien CAP yang
dirawat di ICU adalah sebesar 20%.

b. Hospital-Acquired Pneumonia (Pneumonia Nosokomial)


Pneumonia nosocomial yang didapat di rumah sakit mengacu pada episode baru
pneumonia yang terjadi setidaknya 2 hari setelah masuk ke rumah sakit. Ini adalah
infeksi yang didapat di rumah sakit kedua yang paling sering dan menjadi penyebab
utama kematian. Orang tua (lansia) sangat berisiko, seperti halnya pasien di unit
perawatan intensif, terutama ketika berhubungan dengan ventilasi mekanis, dimana
diistilahkan dengan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). HAP mengacu pada
pasien yang telah menghabiskan setidaknya 2 hari di rumah sakit dalam 90 hari
terakhit, menghadiri unit hemodialisa, menerima antibiotik intravena, atau telah
menetap di panti jompo atau fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.

Etiologi
Ketika HAP terjadi dalam 4-5 hari sejak masuknya kuma (onset dini), organisme yang
terlibat serupa dengan yang terlibat pada CAP, namun onset lambat HAP lebih sering
dikaitkan dengan bakteri Gram negative (seperti Eschericia, Pseudomonas dan
Klebsiella spesies), Staph. Aureus (termasuk methicillin-resistant Staph. Aureus
(MRSA)) dan anaerob.
Diagnostik
1) Anamnesis
Gejala dan tanda yang berkaitan dengan HAP tidak spesifik, namun HAP harus
dipertimbangkan pada pasien rawat inap atau yang mengeluhkan dahak purulent
(atau sekresi endotrakeal). Penting juga digali informasi dari pasien terkait faktor
risiko HAP yaitu konsumsi antibotik dalam 90 hari sebelumnya, melakukan terapi
hemodialisa dalam 30 hari terakhir, tinggal di panti jompo atau fasilitas kesehatan
lainnya, adanya anggota keluarga dengan infeksi yang melibatkan beberapa
pathogen yang resisten terhadap obat, dan pasien yang memiliki penyakit
immunosupresan.
2) Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda yang berkaitan dengan HAP tidak spesifik, namun 2 atau lebih
temuan klinis dapat berupa demam, dan sputum purulent.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan HAP dapat ditemukan leukositosis ataupun leukopenia.
Evaluasi diagnostik pada suspek HAP meliputi kultur darah dari dua lokasi yang
berbeda. Biakan darah dapat mengidentifikasi patogen hingga 20% dari semua
pasien dengan HAP; hasil positif dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi
dan tempat terjadinya infeksi. Blood count dan uji kimia klinis tidak dapat
menegakkan diagnosis HAP secara spesifik; namun dapat membantu menentukan
tingkat keparahan penyakit dan mengidentifikasi komplikasi.
Pemeriksaan sputum dengan pewarnaan gram ataupun biakan, keduanya tidak
sensitive dan tidak spesifik dalam diagnosis HAP.
Pemeriksaan Radiologi
Temuan radiografi dalam HAP / VAP tidak spesifik dan sering dikacaukan oleh
proses lain yang pada awalnya mengarah ke rawat inap atau masuk ICU. Pada
pemeriskaan radiografi dapat ditemukan adanya gambaran infiltrate.

4) Diagnosis Banding
Diagnosis banding HAP yakni gagal jantung, atelectasis, ARDS, pulmonary
thromboembolism, perdarahan paru, dan reaksi obat.

Terapi
DAFTAR PUSTAKA

1. McPhee, Stephen J. 2015. Current Medical Diagnosis & Treatment International Edition.
Lange.

2. Colledge, N.R., Walker, B.R. and Ralston, S.H. 2011. Davidson’s Principles and Practise
of Medicine. 21th Ed. Edinburgh : Churchill Livingstone

3. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, dkk. 2015. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 19th Edition. United States of America: Mcgraw-hill; 2015

4. Watkins, Richar. 2011. Diagnosis and Management of Community-Acquired Pneumonia


in Adults

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

Anda mungkin juga menyukai