Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

Pembimbing :
Kolonel Kes. Keman Turnip, dr.
Omar Akbar, dr.

Disusun oleh :
Nurul Haq Sari, dr.

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSAU DR. M. SALAMUN
KOTA BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang mengambil topik “Karsinoma Ovarium” uretitis
gonore merupakan salah satu kasus dibidang kulit dan kelamin, dipandang perlu untuk
mendapatkan perhatian, karena jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan dapat
meningkatkan kejadian PMS.
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani Program Internsip Dokter Indonesia
(PIDI) periode 2019 s/d 2020 di RSAU dr. M. Salamun. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan responsi kasus ini,
terutama kepada dr. Omar Akbar dan Kolonel Kes. dr. Keman Turnip, selaku dokter
pendamping yang telah memberikan bimbingan kepada saya dalam penyusunan dan
penyempurnaan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan
ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya Bagian Kulit dan Kelamin.

Bandung, September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki – laki
Usia : 19 th
Alamat : Ponorogo
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Kontraktor
Suku bangsa : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 7 september 2019

2.2. Anamnesis
Primary Survey
1. Airway
• Pasien tidak menggunakan otot bantu pernapasan
• Tidak ada hambatan jalan napas
• Pasien tidak terlihat cyanosis
2. Breathing
• Pasien terlihat bernafas dengan kecepatan normal
3. Ciculation
• Temperatur pasien 36,70 C
4. Disability
• GCS 15 (E4 M6 V5)
5. Exposure
Pasien menggunakan baju dan celana

Keluhan utama
Keluar nanah dari lubang kemaluan sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RS Salamun dengan keluhan keluar nanah dari lubang kemaluan
sejak 1 hari yll. Keluhan ini disertai dengan nyeri saat BAK yang sudah dirasakan 3 hari
terakhir, BAK keruh seperti bercampur nanah, tidak disertai darah dan tidak berpasir. Demam
disangkal, nyeri atau panas pada daerah kemaluan disangkal.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Perilaku Seksual
Pasien melakukan hubungan seksual dengan wanita pekerja seks komersial 5 hari yang
lalu, ini merupakan hubungan seksual pertamanya dengan wanita, pasien tidak menggunakan
alat kontrasepsi kondom saat berhubungan seksual, pasien tidak pernah berhubungan seksual
dengan sesame jenis.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Psikososial
Pasien merupakan seorang kontraktor yang merantau dari ponorogo, yang tinggal di
bandung selama 2 bulan terakhir. Pasien mengkonsumsi alcohol.
Riwayat alergi
Sebelumnya pasien tidak memilki riwayat alergi obat, makanan atau lainnya.
Riwayat obat
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat – obat yang rutin, sebelumnya idak pernah
menggunakan obat terlarang

2.3. Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130 / 80 mmHg
Nadi : 89 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,7 º C
Status General
Mata : Anemis -/- , ikterus -/-
THT : Dalam batas normal
Thoraks :
Paru :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-/-).
Palpasi : Fremitus raba (D=S), nyeri (-/-).
Perkusi : Sonor (+/+), nyeri ketok (-/-).
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas kanan à parasternal line dextra.
Batas kiri ICS V 2 jari lateral MCL sinistra.
Auskultasi : S1 S2 murni regular, bising jantung (-).
Ekstremitas : akral hangat, udema (-), eritema (-)
Status lokalis
Pemerksaan pada genital
Preputium : pasien telah disirkumsisi
Glans penis : tidak ditemukan kelainan
OUE : tidak ditemukan kelainan
Scrotum : tidak ditemukan kelainan
Discharge : purulen, berwarna putih kekuningan regio OUE, milking (+)
Effloresensi : tampak duh tubuh berwarna putih kekuningan, purulen, yang keluar dari
Orificium uretra eksternum (OUE), edema (-), eritem (-), vesikel (-), ulkus(-)
KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di daerah inguinal dan tidak
didapatkan nyeri di bagian yang lain.

2.4. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan Darah Rutin
Hematologi
Hemoglobin 12.9 12 – 16
Leukosit 7.200 5000 – 10000
Hematokrit 35,1 35 – 45
Trombosit 362.000 150.000 – 400.000

2.5. Diagnosis
Uretritis Gonore

2.6. Diagnosis Banding


Uretritis Non Gonore

2.7. Penatalaksanaan
 Inj ceftriaxone 1 x 250 mg IM single dose
 Cefixime 1 x 400 mg single dose
 Azitromicine 1 x 1 gram
 Paracetamol 3 x 1 tab
 Edukasi :
o Untuk tidak melakukan seks bebas dan bergonta-ganti pasangan atau
menggunakan alat kontrasepsi kondom sebagai pelindung.
o Bila teman atau keluarga memiliki keluhan yang sama beri tahu untuk diterapi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Definisi
Uretritis akut gonore adalah peradangan pada uretra yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae atau diplokokus Gram negatif yang reservoir alaminya adalah manusia, ditandai
dengan adanya pus yang keluar dari orifisium uretra eksternum. Infeksi ini hampir selalu
menular melalui aktivitas seksual. (The CDC. 2002)

3.2.Etiologi
Penyebab uretritis gonore akut adalah Neisseria Gonorrhoeae, adalah bakteri diplokokus
Gram negatif. Gonokok ini ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada
tahun 1882. Kuman tersebut dimasukkan dalam kelompok Neisseria, sebagai Neisseria
gonorrhoeae. Selain spesies itu, terdapat 3 spesies lain, yaitu N.meningitidis, dan 2 lainnya
yang bersifat komensal N.catarrhalis serta N.pharyngi sicca. Keempat spesies ini sukar
dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.( FKUI. 2013).

Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk bji kopi berukuran lebar 0,8 u dan
panjang 1,6 u bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarna gram bersifat gram
negatif , terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam
keadaan kering , tidak tahan suhu di atas 39°C dan tidak tahan zat disinfektan. Secara marfalogi
gonogok terdiri atas 4 tipe ,yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang yang bersifat virulen
dan bersifat nonvirulen pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi
radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau
lapis gepeng yang belum berkembang. Organisme ini menyerang membran mukosa yang
terdapat pada uretra, serviks uteri dan konjungtiva (FKUI. 2013).

3.3. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia secara endemik, termasuk di Indonesia. Pada
umumnya diderita oleh laki-laki muda usia 20 sampai 24 tahun dan wanita muda usia 15 sampai
19 tahun. Infeksi gonokokal 1,5 kali lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita, dan lebih
sering terjadi pada pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. Infeksi ini
prevalensinya lebih tinggi pada kelompok usia 15 sampai 35 tahun (Barakah, 2005).
Di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun terdapat 1 juta penduduk terinfeksi gonore. Di
Hong Kong 36 persen, Filipina 54 persen. Tahun 2002, QRNG di California mencapai 10%
dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 30 persen.
Di Sumatera Selatan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Palembang bekerjasama dengan
Klinik Khusus Infeksi Menular Seksual (IMS) Lembaga Graha Sriwijaya Palembang
melakukan survey Kultur dan Resistensi N. gonorrhoeae terhadap 1000 wanita pekerja seks
(WPS) di wilayah Sumatera Selatan (Palembang, Prabumulih, Lubuk Linggau dan Sungai Lilin
MUBA) pada tahun 2006. Dari 1000 WPS yang dilakukan kultur swab endoserviks 20,3 persen
positif N. Gonorrhoeae. Persentase resistensi penisilin adalah 94,1 persen, tetracycline 98
persen, ciprofloxacine 68,5 persen, ofloxacine 61,6 persen, ceftriaxone 52,7 persen,
kanamycine 33,5 persen (Daili, S.F., 2009).

3.4. Faktor resiko


 Adanya sumber penularan penyakit
 Bergonta – ganti pasangan seksual
 Penularan melalui hubungan seksual yang tidak menggunakan kondom, penggunaan
kondom hanya sebagai pencegah kehamilan bukan sebagai pencegah penularan
penyakit gonore, prostitusi, kebebasan individu dan ketidaktahuan individu.
 Penularan umumnya melalui hubungan kelamin yaitu secara genitor-genital, orogenital,
dan anogenital. Tetapi, disamping itu dapat juga terjadi secara manual melalui alat-alat,
pakaian, handuk, thermometer, dan sebagainya. (FKUI, 2013).

3.5. Patogenesis
Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata, rectum
dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang akut yang mengarah ke invaginasi jaringan, hal
yang diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra
(uretritis), nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika kencing (Larry dan
Lutwick, 2009).

3.6. Gejala klinis


Masa inkubasi gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2 – 5 hari
biasanya bisa lebih lama berkisar 1 – 14 hari. Pada wanita masa inkubasi sulit ditentukan karena
pada umumnya asimtomatis.
Gejala klinis yang didapatkan pada laki – laki :
 Keluhan (sakit) waktu kencing
 Orifisium yang uretra yang edema dan eritematus
 Sekret uretra yang purulen
Sedangkan pada wanita, sebagian besar wanita yang menderita gonore asimtomatik.
Gonore pada wanita sering mengenai serviks sehingga terjadi servisitis dengan gejala
keputihan. Bila terjadi uretritis memberikan disuria yang ringan. Mungkin juga disertai
peradangan kandung seni dengan gejala polakisuri, nyeri perut bagian bawah dan terminal
hematuri (Barakbah, 2005).

3.7. Pemeriksaan penunjang


 Sediaan langsung
Sediaan diwarnai dengan pewarnaan gram untuk melihat adanya kuman diplokokus gram
negatif, berbentuk biji kopi yang terletak intra dan ekstra seluler. Bahan pemeriksaan di ambil
dari pus di uretra yang keluar spontan maupun melalui pemijitan, sedimen urin, sekret dari
masase prostat (pada pria), muara uretra, muara kelenjar bartholin, serviks, rektum (pada
wanita) dan sekret mata (FKUI, 2013).
 Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang dapat
digunakan yaitu media transpor (media stuart, media transgrow) dan media pertumbuhan
(mcleod’s chocolate agar, media thayer martin, modified thayer martin agar).
Media Transpor
- Media Stuart : Hanya untuk transpor saja, sehingga perlu di tanam kembali pada
media pertumbuhan.
- Media Transgrow: Media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan
N.meningitidis, dalam perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan
gabungan media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu di tanam
pada media pertumbuhan.
Media Pertumbuhan
- Mc Leod’s chocolate agar : Berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain
kuman gonokok, kuman – kuman yang lain juga dapat tumbuh.
- Media Thayer Martin : Media ini selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung
vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif, kolestrimetat untuk
menekan pertumbuhan kuman gram negatif, dan nistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur.
- Modified Thayer Martin agar : Isinya di tambah dengan trimetoprim untuk
mencegah pertumbuhan kuman proteus spp (FKUI, 2013).
 Tes Definitif
Ada 2 macam yaitu tes oksidase dan tes fermentasi
- Tes oksidasi : Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-
fenilendiamin hidroklorida 1% ditambahkan pada kolono gonokok tersangka.
Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang
semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
- Tes fermentasi : Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kumann gonokok hanya meragikan glukosa (FKUI,
2013).
 Tes Beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961192
yang mengandung chorogenic cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna dari
kuning menjadi merah apabila kuman mengandung beta-laktamase (FKUI, 2013).
 Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengatahui sampai di mana infeksi sudah berlangsung. Pada tes
ini ada syarat yang perlu diperhatikan:
- Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
- Urin di bagi dalam dua gelas
- Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II (FKUI, 2013).
Hasil:
Gelas I Gelas II Arti
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungkin

3.8. Komplikasi
 Pada pria
- Uretritis
Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan dapat menjalar ke
proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi local, ascenden, dan diseminata.
Keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas dibagian distal uretra di sekitar orifisuum
uretra eskternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari
ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada
waktu ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa,
edematosa, dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukoporulen dan pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral
atau bilateral. (FKUI, 2008).
- Tysonitis
Kelenjar Tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma, infeksi biasanya terjadi
pada penderita dengan prepuitium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang
baik. Bila duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten
(FKUI, 2013).
- Parauretritis
Pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia. Infeksi pada
duktus ditandai dengn butir pus pada kedua muara parauretra (FKUI, 2013).
- Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan
suprapubis, malese, demam, nyeri kencing, sampai hematuri, spasme otot uretra
sehingga terjadi retensi urin tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi. Pada
pemeriksaan teraba pembesaran prostate dengan konsistensi kenyal nyeri kalau
ditekan, bila prostatistik menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermiten, tetapi
kadang-kadang menetap (FKUI, 2013).
- Vesikulitis
Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus
ejakulatoris, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimis akut. Gejala
subjektif menyerupai gejala protstatitis akut berupa demam, polakisuria, hematuria
terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah.
Pada pemeriksaan melalui rectum dapat diraba vesikula seminalis yang
membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat (FKUI, 2013).
- Vas deferentitis atau funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang
sama (FKUI, 2013).
- Epididimitis
Epididirmis akut biasanya unilateral dan setiap epididirmitis biasanya disertai
deferentitis. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang terlalu
sering dilakukan, cairan irrigator terlalu panas atau terlalu pekat, instrumentasi yang
kasar, pengurutan prostate yang berlebihan, dan aktivitas seksual yang berlebihan.
Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididirmis dapat
mengakibatkan sterilitas (FKUI, 2013).
- Trigononitis.
Infeksi asendens dari uretra posterior mengenai trigonom vesika urinaria,
menimbulkan gejala polluria, disuroa terminal, dan hematuria (FKUI, 2013).
- Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang – benang atau butir –
butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular. Di diagnosis
dengan uretroskopi (FKUI, 2013).
- Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Jika infeksi terjadi pada
kelenjar cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan
pada daerah perineum dan disertai rasa nyeri serta panas, nyeri pada waktu defekasi
dan disuria (FKUI, 2013).
 Pada wanita
- Uretritis
Gejala utama ialah disuria, kadang – kadang poliuria. Pada pemeriksaan orifisium
uretra eksternum tampak merah, edematosa dan ada sekret mukopurulen (FKUI,
2013).
- Parauretritis/Skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi (FKUI, 2013).
- Servisitis
Dapat asimtomatik, kadang – kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung
bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau
disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis (FKUI, 2013).
- Bartholinitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan.
Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penerita berjalan dan
penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat
pecah melalui mukosa atau kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren atau
menjadi kista (FKUI, 2013).
- Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut, atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi, yaitu: masa puerperium (nifas), dilatasi setelah kuretase, pemakaian
IUD dan tindakan AKDR (FKUI, 2013).
 Selain mengenai alat – alat genital, gonore juga menyebabkan infeksi nongenital yang
akan diuraikan berikut ini:
- Proktitis
Pada pria dan wanita umumnya asimtomatik. Pada wanita dapat terjadi karena
kontaminasi dari vagina dan kadang – kadang karena hubungan genitoanal seperti
pada pria. Keluhan pada wanita biasanya lebih ringan daripada pada pria, terasa
seperti terbakar pada daerah anus dan pada pemeriksaan tampak mukosa
edematosa, eritematatosa dan tertutup pus mukopurulen (FKUI, 2013).
- Orofaringitis
Cara infeksi melalui kontak secara orogenital. Faringitis dan tonsilitis gonore lebih
sering daripada gingivitis, stomatitis, atau laringitis. Keluhan sering bersifat
asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan kuman lain. Pada pemeriksaan daerah orofaring tampak eksudat
mukopurulen yang ringan atau sedang (FKUI, 2013).
- Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita servisitis
gonore. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva
melalui tangan atau alat – alat. Keluhannya berupa fotofobi, konjungtiva bengkak
dan keluar eksudat mukopurulen (FKUI, 2013).
- Gonore diseminata
Kira – kira 1% gonore akan berlanjut menjadi gonore diseminata. Penyakit ini
banyak di dapat pada penderita dengan gonore asimtomatik sebelumnya, terutama
pada wanita. Gejala yang timbul dapat berupa artritis (terutama monoartritis),
miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis (FKUI, 2013).

3.9. Penatalaksanaan
 Gonore tanpa komplikasi (cervks, uretra, rectum, dan faring)
1. Ciprofloxacin 500mg PO dosis tunggal
2. Ofloxacine 400 mg PO dosis tunggal
3. Cefixime 400 mg PO dosis tunggal
4. Ceftriakson 250 im dosis tunggal
5. Kanamycin 2 gram im dosis tunggal
Bila ada infeksi campuran dengan chlamidia bisa diberi eritromicin 500 mg 4 dd 1
selama 7 hari, Doksisiklin 100mg/sehari 2 kali 1 selama 7 hari, azitromicyn 1 dd 1
gram.
 Gonore dengan komplikasi sistemik
1. Meningitis dan endocarditis : cefriakson 1-2 g iv setiap 12 jam, untuk meningitis
dilanjutkan 10-14 haru dan untuk endocarditis diteruskan paling sedikit 4 minggu
2. Arthritis, tenosynovitis dan dermatitis
- Ciprofloksasin 500mg iv tiap 12 jam
- Ofloksasin 400 mg tiap 12 jam
- Cefotaxim 1 g iv tiap 8 jam
- Cefriakson 1 g im/iv tiap 24 jam
 Gonore pada bayi dan anak
1. Sepsis, arthritis, meningitis atau absen kulit kepala pada bayi
- Cefriakson 25-50 mg/kg/hari/im 1 kali sehari selama 7 hari
- Cefotaxime 25 mg/kg/iv/im tiap 12 jam selama 7 hari
2. Vulvovaginitis, cervisitis, uretritis, faringitis atau proctitis
- Cefriakson 125 mg im single dose
3. Bakteremia atau arthritis pada anak
- Cefriakson 50 mg/kg im/iv 1 kali sehari selama 7 hari
 Gonore pada wanita hamil
1. Cefriakson 250 mg dosis tunggal
2. Amoksisilin 3 g + probenesid 1 g
3. Cefixime 400 mg dosis tunggal (FKUI, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

1. Barakbah J, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. 2005.
2. Daili, S.F., 2013. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI, 369-379.
3. Fitzpatrick. 2008. The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Dermatology
in General Medicine, 7th ed., edited by IM Freedberg et al. The McGraw-Hill
Companies.
4. Malik SR, dkk. Dalam Jawas FA, Dwi M. 2008 Penderita Gonore di Divisi PMS Unit
Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Soetomo Surabaya Tahun
2002 – 2006. FK UNAIR. Surabaya
5. The CDC. 2002. Guidelines For The Treatment Of Sexually Tramsmitted Diseases
:Implication For Women’s Health Care. J of Midwifery and Women’s Health.
2003;48:96-104
6. Wong B. 2011. Gonococcal Infections. Di akses 2 mei 2015 dari
http://emedicine.medscape.com/article/218059-overview
7. World Health Organization, 2001. Global Prevalence and Incidence of Selected
Curable Sexually Transmitted Infections Overview and Estimates. Geneva: World
Health Organization.
8. World Health Organization, 2007. Sexually Transmitted Infections. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/

Anda mungkin juga menyukai