Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

Ulkus Durum pada Sifilis Primer

Disusun oleh :

Nurul Islami Putri (1102016164)

Pembimbing :
dr. Hadi Firmansyah, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PEMBELAJARAN JARAK JAUH
PERIODE 1 FEBRUARI – 14 FEBRUARI 2021
BAB I
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.X
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 tahun
Alamat : Cempaka Putih
Pekerjaan : Sopir angkutan umum
Status pernikahan : Menikah
Suku : Betawi
Tanggal pemeriksaan : 3 Februari 2021

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Luka pada kelamin sejak 1 minggu.

B. Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit Islam Jakarta dengan keluhan luka pada
kelamin sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan 4 minggu sebelum muncul
luka, terdapat riwayat coitus dengan wanita pekerja seks komersial.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit serupa.
F. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan keluhannya belum pernah diobati sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/85 mmHg
Frekuensi Nadi : 80x/menit
Frekuensi Napas : 24x/menit
Suhu : 36.2 o C
Kepala : Normocephal, alopesia (-), wajah simetris
Mata : Isokor, ko njungtiva anemis (-)/(-), Sklera ikterik (-)/(-),
RCL +/+, RCTL +/+
Hidung : Sekret (-), deformitas (-)
Telinga : Sekret (-), deformitas (-)
Mulut : Arcus faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : Lesi (-), edema (-)
b. Status Dermatologi
Tidak ditemukan kelainan
c. Status Venereologi

Lokasi: Genitalia
Effloresensi: Ulkus, soliter, lentikular, lateral, sirkumskrip, dasar jaringan
granulasi berwarna merah bersih, tepi kemerahan, terdapat indurasi.

IV. RESUME
Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit Islam Jakarta dengan keluhan luka pada
kelamin sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan 4 minggu sebelum muncul
luka, terdapat riwayat coitus dengan wanita pekerja seks komersial. Pada genital
ditemukan Ulkus, soliter, lentikular, lateral, sirkumskrip, dasar jaringan granulasi
berwarna merah bersih, tepi kemerahan, terdapat indurasi.

V. DIAGNOSIS KERJA
Ulkus durum pada sifilis primer

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Ulkus mole
 Herpes simplex
 Granuloma inguinale
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan serologi untuk sifilis :
- Tes non-treponemal (VDRL (Venereal Disease Research Laboratories) dan RPR
(Rapid Plasma Reagin))
- Tes treponemal (TPHA (Treponemal palidum Haemoglutination Assay))
- Histopatologi

VIII. TATALAKSANA
Terapi non-farmakologi:
• Abstinensia / tidak boleh berhubungan seksual sampai terbukti sembuh.
• Konseling tentang sifilis, kemungkinan komplikasi, dan cara penularan.
• Obati pasangan seksualnya.
• Anjuran untuk melakukan skrining HIV.
• Datang tiga bulan setelah pengobatan selesai untuk pemantauan serologic.

Terapi farmakologi:
Benzil benzatin penicillin G 2,4 juta IU secara intra muscular, dosis tunggal

IX. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Functionam : bonam
Quo Ad Sanactionam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema palidum, sangat
kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh,
dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu
ke janin (Djuanda A, 2016).

2.2 EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang
menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak buah
Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada abad ke-18
penularan sifilis dan gonore diketahahui melalui coitus. lnsidens sifilis di berbagai negeri
di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04- 0,52%. lnsidens yang terendah di
Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61 %. Di
bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, di susul sifilis stadium I yang
jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II (Djuanda A, 2016).

2.3 ETIOLOGI & KLASIFIKASI


Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae,
dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um,
lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa
rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Perkembangbiakan pada
umunya tidak dapat dilakukan diluar tubuh. Diluar tubuh, kuman ini mudah mati.
Sedangkan dalam darah untuk transfuse dapat hidup selama 72 jam (Djuanda A, 2016).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari
ibu ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan
melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah yang tercemar).
 Sifilis yang didapat
Sifilis dini mudah menular dan merespon pengobatan dengan baik
- Sifilis stadium primer
- Sifilis stadium sekunder
- Sifilis laten dini (diderita selama kurang dari 1 tahun)
Sifilis Lanjut
- Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun)
- Sifilis tersier: gumma, neurosifilis, dan sifilis kardiovaskular.
 Sifilis kongenital Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim.
- Sifilis kongenital dini Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi
- Sifilis kongenital lanjut Berlanjut sampai setelah usia 2 tahun
Klasifikasi sifilis dibagi menjadi tiga stadium: stadium I (S I), stadium II (S II), dan
stadium III (S III). Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi:
1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas Stadium I,
Stadium II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.
2. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium
laten lanjut dan Stadium III

2.4 PATOGENESIS
 Stadium dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak,
jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan selsel
plasma, terutama di perivaskular, pembuluhpembuluh darah kecil berproliferasi di
kelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di
antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh
darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan
obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak
sebagai Stadium I. Sebelum Stadium I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran
hematogen dan menyebar ke semua tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh
reaksi jaringan sebagai Stadium II, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah
Stadium I. Stadium I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh
berupa sikatriks. Stadium II juga mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih
terdapat (Djuanda A, 2016).
 Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat tiba-tiba berubah, sebabnya belum
jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah
Stadium III berbentuk guma. Dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi
gejala (Djuanda A, 2016).

Gambar. Stadium pada sifilis


2.5 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Manifestasi klinis
 Sifilis Primer
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu. Kelainan kulit dimulai sebagai
papul lentikular yang permukaannya segera menjadi erosi, umumnya kemudian
menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, solitar, dasamya ialah jaringan granulasi
berwama merah dan bersih, di atasnya hanya tampak serum. Dindingnya tak bergaung,
kulit di sekitamya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.
Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus
durum. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada
wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di
lidah, tonsil, dan anus. Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh
minggu (Djuanda A, 2016).
 Sifilis Sekunder
Biasanya Stadium II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak Stadium I
dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai Stadium I. Lama Stadium II dapat sampai
sembilan bulan. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat
badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia. Kelainan kulit
yang membasah (eksudatif) pada Stadium II sangat menular, kelainan yang kering
kurang menular. Kondilomata lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat
menular (Djuanda A, 2016).
 Sifilis Tersier
Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah Stadium I.
Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak,
dan destruktif. Selain guma, kelainan yang lain pada Sadium III ialah nodus. Mula-
mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa
minggu/bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Warnanya merah
kecoklatan (Djuanda A, 2016).
Pemeriksaan Penunjang
 Darkfield microscopy
Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat
bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan
tiga hari berturut-turut. Jika hasil pada hari I dan II negatif. Treponema tampak
berwama putih pada latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap
sumbunya, bergerak perlahan-lahan melintasi lapang pandang (Djuanda A, 2016).

Gambar 2. Treponema pada darkfield microscopy


 Tes serologis
Tes non-treponemal
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat memberi Reaksi
Biologik Semu (RBS). Contoh tes non-treponemal:
1. Tes fiksasi komplemen: Wasserman (WR), Kolmer.
2. Tes flokulasi: VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid
Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).
Di antara tes-tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR secara kuantitatif,
karena teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih
sensitif daripada tes Kolmer/Wasserman, dan baik untuk menilai terapi. (Djuanda A,
2016).
Tes treponemal
Tes ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema. dan dapat digolongkan
menjadi empat kelompok:
a. Tes imobilisasi: TPI (Treponemal pallidum /mobilization Test). TPI merupakan tes
yang paling spesifik. Kekurangan; biayanya mahal, teknis sulit, membutuhkan waktu
banyak, dan tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan.
b. Tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test). Digunakan
untuk tes screening karena biayanya murah.
c. Tes lmunofluoresen: FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test)
dan FTA-Abs DS (Fluorescent Treponemal Antibody-Absorption Double Staining).
FTA-Abs paling sensitif (90%).
d. Tes hemoglutisasi: TPHA (Treponemal palidum Haemoglutination Assay).
Merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan hasilnya
mudah, cukup spesifik dan sensitif, menjadi reaktifnya cukup dini. Kekuranga; tidak
dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap reaktif dalam waktu yang lama
(Djuanda A, 2016).
 Tes histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri
atas infiltrat perivaskular tersusun oleh sel-sel limfoid dan sel-sel plasma. Pada Stadium
II Ianjut dan Stadium III juga terdapat infiltrat granulomatosa terdiri atas epiteloid dan
sel-sel raksasa (Djuanda A, 2016).

DIAGNOSIS BANDING
 Sifilis primer
 Ulkus mole
 Granuloma inguinale
 Herpes simplex
 Basal cell carcinoma
 Squamous cell carcinoma
 Sifilis sekunder
 Pityriasis rosea
 Psoriasis
 Viral eruption
 Sifilis tersier
 Karsinoma metastasis
 Psoriasis
 Sarkoma
 Vaskulitis
(Clark & Gudjonsson, 2019).

2.6 TATALAKSANA
 Penisilin
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat
kerja singkat.
b. Penislin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama kerja
tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam serum dua
sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak
dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cema kurang dibandingkan dengan suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang
pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu. Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat dalam
serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap
hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua (Djuanda A, 2016).
Gambar Tatalaksana penicillin
 Antibiotik lain
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
eritromisin 4 x 500 mg/hari, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari
bagi Stadium I dan Stadium II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang
hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya 90-100%, sedangkan
tetrasiklin hanya 60-80%. Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya
sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis
tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari (Djuanda A, 2016).

Terapi dan monitoring pasien sifilis


Pasien dengan sifilis dini dan telah diterapi dengan adekuat harus dievaluasi secara
klinis dan serologis tiap 3 bulan selama satu tahun pertama (bulan ke 3, 6, 9, 12) dan
setiap 6 bulan di tahun kedua (bulan ke 18, dan 24).
Tes TPHA dan titer RPR harus dilakukan pada:
 Tiga bulan setelah terapi untuk sifilis primer dan sekunder, titer RPR diperlukan
untuk mengevaluasi keberhasilan terapi dan mendeteksi infeksi ulang (reinfeksi).
Terapi dianggap berhasil jika titer RPR turun. Jika titer tidak turun atau malah
naik, kemungkinan terjadi reinfeksi dan ulangi terapi.
 3, 6, 9, 12, 18 dan 24 bulan setelah terapi: Jika titer RPR tetap sama atau bahkan
turun, terapi dianggap berhasil dan pasien cukup di observasi. Jika titer RPR
meningkat, obati pasien sebagai infeksi baru dan ulangi terapi
 Jika RPR non reaktif atau reaktif lemah(serofast) maka pasien dianggap sembuh

Pada semua stadium, ulangi terapi jika:


 Terdapat gejala klinis sifilis;
 Terdapat peningkatan titer RPR (misal dari 1:4 menjadi 1:8)

2.7 PROGNOSIS
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Jika
sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S
III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neuro sifilis pada pria 9% dan pada wanita
5%, 23% akan meninggal. Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai
95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening
akan menetap berminggu-minggu (Djuanda A, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, 2016 . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. h.455-474.

Kemenkes RI, 2013. Pedoman Tatalaksana Sifilis Untuk Pengendalian Sifilis di Layanan
Kesehatan Dasar. Jakarta

Tuddenham SA., et al 2019. Syphilis. Fitzpatrick's Dermatology. 9th ed. Elsevier: 2019.
h. 3145-3172.

Anda mungkin juga menyukai