Secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan sebagai berikut
1. hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson
2. diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)
Jenis- jenis gerakan involuntar
1. Tics, gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak
berirama dapat merupakan bagian dari kepribadian normal.
2. Tremor, Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan
biasanya dalam satu bidang tertentu.
3. Miokionus, Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak,
megakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.
4. Khorea sydenham, Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi
streptokokus atau demam reumatik.
5. Atetosis dobel, Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.
6. Hemibalismus, Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular,
infeksi, trauma, dan tumor.
7. Distonia, Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang
terbatas pada sistem saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.
Kelainan klinis neurologis gangguan fungsi motorik
1. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman
sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral
sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-
sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar
di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls
penciuman akan mengakibatkan anosmia. Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan
penciuman berupa:
a. Agenesis traktus olfaktorius
b. Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya rhinitis berarti juga
pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik
penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
c. Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
d. Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan
karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan
satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
e. Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius
(fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
f. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
g. Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik). Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk
merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2. Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan
dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau
terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi
langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum,
traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan. Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah
untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka
buta semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang
pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus
dapat disebabkan oleh:
1. Trauma Kepala
2. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3. Kelainan pembuluh darah, misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4. Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a. Papiledema (khususnya stadium dini). Papiledema ialah sembab pupil yang si dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain
hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis
retina.
b. Atrofi optik, dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
c. Neuritis optik.
3. Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi
parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga
menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan
jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap akan memberikan gambara dibawah ini:
a. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja
otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh nervus fasialis.
b. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral karena tidak adanya perlawanan
dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c. Dilatasi pupil, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah
dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi
daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi
pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan
sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral,
ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke
lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas
karena predominannya ototoblikusinferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya
terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil
melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-
otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah
ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan
tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes
posterior, fraktur basis kranialis.
6. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada
bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah
sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia
trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan
saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus.
Penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh
arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak
bermielin.Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada
otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
a. Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
b. Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,
mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap
unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda
timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak
mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara
lain:
a. Gangguan pendengaran, berupa : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor.
b. Degenerasi misal presbiaksis.
c. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
d. Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
e. Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler. Pada labirin meliputi
penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.
f. Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
g. Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
h. Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult
respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan
nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh.
Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung
ke paru-paru. Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX
dan N. X), Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata). Pasca operasi trepansi
serebelu dan pasca operasi di daerah kranioservikal.
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat
leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut
saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh
darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses
pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan
dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu
apabila lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan,
menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang
sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
3. M&M Jaras motorik dan sensorik
Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur
oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis,
dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang
disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus
piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
a) Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
Ganglia basalis à tractus corticostriata
Di-encephalonà tractus cortico-diencephalon
Batang otakà cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai
Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axon neuron pertama turun melalui corona
radiata masuk crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons, medulla
oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior
subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama
1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis
b) Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)
Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal)à tractus corticospinalis. Letak
columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix
anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan
akhirnya pergi ke efektor sadar
Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
a) Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis
pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis :
traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
Tractus Tectospinalis
Asal : Colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan :
Menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde
kedua dan ketiga
Fungsi :
Terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
Terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
Tractus Rubrospinalis
Asal : Nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum
mes-encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : Axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun
kebawah melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior
meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : Memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi
otot ekstensorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
Tractus vestibulospinalis
Asal : Nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : Memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksorà berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
Tractus olivospinalis
Asal : Nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : Cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi :Mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat diklasifikasikan sebagai
stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan) (Wahjoepramono 2005). Pada stroke iskemik, aliran
darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
1) Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya kejadian yang
menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya
terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran
darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel
(Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini (Misbach
& Kalim 2007). Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya
mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung hingga
melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki
segera, kerusakan dapat diminimalisir (Wahjoepramono 2005). Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara
garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke
iskemik diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan
secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak
dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah akan
mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya
arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada
arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada
vena serebralis dan sinus venosus (Wahjoepramono 2005).
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic attack). Gejala yang
terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang mengalami gangguan aliran darah
adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat
yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan
secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami
serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau
lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini
kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang berasal dari
jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah
otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya
karena 85% aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada
bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung mencapai taraf
maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli,
gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke
iskemik karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu. Endapan
lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang kemudian menyumbat arteri
yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena
adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam
ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli
lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik. Pada strok
hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di
antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural,
yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke
hemoragik:
Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim yang
disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi
memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia
lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan
yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries).
Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan
arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan
dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun
memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena
adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang menumpuk pada
arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan
perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada
ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral ini
merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang
luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi
otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia
mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang
paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh
menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang
serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan
luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan
subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika
perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Perdarahan spontan biasanya
diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada
daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma
kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan
darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma
sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan
pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan
ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah
terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan
pecah
LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke
A. Perdarahan Hemmoragic
Perdarahan intraserebral (PIS)
a. Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum
b. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
c. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
d. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
e. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi.
Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti
abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan terjadi
afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala hemi-
inattention.
Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan
putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan muntah
yang diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan leher dan
berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka
pendek.
Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya area perdarahan
dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa yang timbul sangat besar maka perluasan
dapat mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun sakit kepala jarang.
Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom hemisensorik berupa
penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada perdarahan
talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas,
paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi asimetris.
Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi yang dapat muncul
diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda
dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak berkaitan dengan hipertk berkaitan
dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan
lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan kesadaran. Sedangkan keluhan sakit kepala dan
kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan
hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas
serta kelemahan kaki dan wajah.
Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari cabang
distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul pada saat pasien melakukan aktifitas.
Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati rasa pada wajah
dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan
daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.
Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan perdarahan biasanya
berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala yang
ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga
hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain
berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal yang
menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan masuknya darah
keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang hebat di daerah
oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem otonom.
Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan
kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.
Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang dibandingkan
pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah, sakit kepala,
diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam waktu singkat dan
ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
Perdarahan subarachnoid (PSA)
a. Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
b. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam
1 – 2 detik sampai 1 menit.
c. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
d. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
e. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
f. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
g. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyakkeringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya :
1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal.
Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari
kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan
tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa kontraksi
(kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan
cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang
serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh,
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.
B. Stroke Non-Hemoragik
Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi dasar
neuroanatomik dari defisit klinis. Berikut adalah korelasi klinik anatomik dari stroke iskemik.
1. Arteri serebral anterior
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang termasuk bagian dari korteks
motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki kontralateral dan juga disebut sebagai pusat
inhibisi dan mikturisi kandung kemih. Stroke akibat oklusi arteri serebral anterior jarang dijumpai bila
dibandingkan dengan stroke akibat oklusi arteri cerebral medial yang menerima aliran darah serebral
dalam jumlah besar. Dapat dijumpai paralisis lengan dan tungkai kontralateral, grasp reflex
kontralateral, rigiditas gegenhalten, abulia, gangguan gait, prespirasi dan inkontinensia urin.
2. Arteri serebral media
Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur subkortikal dalam. Cabang
kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi superior mensuplai seluruh area korteks motorik
dan sensorik dari wajah, tangan, dan lengan Berta area berbahasa ekspresif (Broca) dari hemisfer
dominan. Devisi inferior mensuplai radiasi visual, area berbahasa reseptif (Wernicke) dari hemisfer
dominan. Arteri lentikulostriata yang merupakan cabang dari bagian proksimal arteri cerebral medial
mensuplai daerah basal ganglia dan juga serabut motorik untuk wajah, lengan, tangan, kaki pada genu
dan krus posterior kapsula interna.Arteri serebralis medial adalah arteri yang paling Bering terkena
dalam stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang terlibat, bermacam-macam gambaran klinis dapat
terlihat.
1. Stroke devisi superior
Hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi tidak pada kaki;
hemisensori kontralateral pada area yang sama; tanpa hemianopia homonim. Kalau area hemisfer
dominan terlibat maka selain gambaran diatas juga disertai dengan afasi broca.
2. Stroke devisi inferior
Hemianopsia homonim kontralateral; gangguan fungsi sensoris kortikal yang bermakna seperti
grafastesia dan stereognosis pada kontralateral tubuh, anosognosia, dressing apraxia,
konstruksional apraxia. Kalau hemisfer dominan juga ikut terkena maka dijumpai aplasia
Wernicke.
Arteri karotis interna
Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung pada adekuat tidaknya
sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat asimptomatik, sedang yang simptomatik
memberikan gejala yang mirip dengan stroke arteri cerebralis medial walaupun gejala lain mungkin
juga timbul.
Arteri serebralis posterior
Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi suplai darah pada korteks
cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan rostral otak tengah. Gambaran klinis berupa
hemianopia homonym yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Kalau oklusi terjadi pada level
otak tengah, abnormalitas ocular yang meliputi kelumpuhan pandangan vertical, kelumpuhan nervus
okulomotor. Kalau oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital hemisfer dominan, maka pasien akan
mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan visual agnosia.
Arteri Basiler
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri basiler berjalan melalui
permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level otak tengah, kemudian bercabang menjadi
arteri serebralis posterior. Cabang-cabang arteri basiler mensuplai lobus oksipital dan temporal
medial, thalamus medial, krus posterior dari kapsula interna dan keseluruhan batang otak dan
serebellum.
Gambar oklusi thrombus dan emboli pada arteri basiler
Di klinis sehari-hari, factor predisposisi pasien dengan gangguan serebrovaskuler harus cari, yang
paling memungkinkan adalah TIA, hipertensi dan diabetes mellitus. Kondisi medis lain seperti,
penyakit jantung iskemik atau penyakit katup jantung atau aritmia jantung juga harus dicari. Dari
gambaran klinis yang ada, harus dapat menentukan kira-kira stroke ini disebabkan oleh suatu proses
thrombosis atau emboli. Pasien dengan thrombosis biasanya mempunyai gambaran klinis defisiensi
neurologic yang bertambah secara bertahap dan biasanya sebelumnya didahului oleh episode TIA.
Sedang stroke yang disebabkan oleh emboli biasanya memberikan gambaran defisit neurologic
yang muncul secara tiba-tiba taanpa ada tanda-tanda peringatan dan gejalanya maksimal saat
onsetnya.
Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis inferior posterior,
sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior. Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri
sereberalis inferior posterior mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome).
Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi
arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan
menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.
Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai
lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari permukaan ventral
hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras
sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi. Oklusi pada
mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis
nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang
paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis
dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral batang otak dan
memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris
yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah
paresis nervus kranialis ipsilateral.
Infark lacunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%, nukleus
kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark
lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-
clumsy hand.
LO.3.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding Stroke
Anamnesis
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien,
keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat herbal.Allergi (alergi
obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di
rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma
dan riwayat penyakit yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD, asthma,
emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB, hepatitis dan penyakit
menular seksual. Pada pasien anak-anak: mencakup riwayat prenatal dan kelahiran, makanan,
intoleransi makana, riwayat imunisasi, temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm waktu
bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga (tanya
apakah ada yang menderita kanker terutama payudara, kolon dan prostat), TB, asma, infark
miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma,
degenerasi makular dan depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema
keluarga (pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah, kesehatan) dan dukungan
(keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan
kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien
(mencakup status pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya,
dukungan finansial dan asurasi, pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal),
untuk veteran mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan
kebiasaan tidur dan bermain.
Pemeriksaan fisik nervus cranialis :
a. N.I : olfaktorius (daya penciuman)
Pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)
b. N.II : optikus (tajam penglihatan)
Dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang pandang.
c. N.III : okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
Tes putaran bola mata, menggerakkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak
mata.
d. N.IV : trochearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam)
Sama seperti N.III
e. N.V : trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks
kedip) :
Menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi
dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas
dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f. N.VI : abducend (deviasi mata ke lateral)
Sama seperti N.III.
g. N.VII : facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah)
Senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis maja, menutup kelopak mata dengan
tahanan, menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
h. N.VIII : vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan)
Tes webber dan rinne.
i. N.IX : glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah)
Membedakan rasa manis dan asam (gula dan garam).
j. N.X : vagus (refleks muntah dan menelan)
Menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah / air, disuruh mengucap “ah…!”.
k. N.XI : accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus,
suruh pasien memutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : hipoglosus (gerakan lidah)
Pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakkan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi
bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
Skor yang dapat digunakan oleh tenaga medis untuk mengarahkan diagnosis diantaranya :
A. Skor Siriraj
1. Kesadaran ( x 2,5 )
siaga 0
Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2. Muntah ( x 2 )
No 0
Yes 1
3. Nyeri kepala dalam 2 jam ( x2)
No 0
Yes 1
4. Tekanan Diastolik ( DBP )
DBP x 0,1
5. Atheroma markers ( x -3 )
Done 0
Diabetes, angina, claudicatio intermitten 1
6. Konstanta – 12
Siriraj Stroke Score (SSS): ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x
tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12
Interpretasi score : Skor ≤ -1 = Infark, ≥ 1 = Hemoragik
Poin-poin pada masing-masih gejala klinis tersebut ditambahkan, dan ditemukan hasil dengan
interpretasi < -1 adalah kemungkinan strok non-hemorrhagic, sedangkan pada skor >1 maka
kemungkinan strok hemorrhagic.
Pemeriksaan radiologis
a. CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru,
diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada
kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan
daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan
beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi
spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan
lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat
mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu
pendengaran.
Diagnosis Banding
Terdapat bebrapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik akibat
perdarahan subarakhnoid, yaitu:
1. Stroke akibat perdarahan intrakranial
2. Stroke akibat malformasi arteriovena
3. Meningitis aseptic
4. Meningitis meningokokus
5. Trombosis arteri basilaris
6. Perdarahan serebelar
7. Aneurisma serebral
8. Thrombosis vena serebral
9. Hematoma epidural
10. Hidrosefalus
11. Migraine
12. Encephalitis
13. Transient Iskemik Attack
14. Temporal arteritis