Anda di halaman 1dari 48

Nurul Islami Putri

1. M&M anatomi saraf cranial dan capsula interna


Nervus Cranialis
SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian
berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum
nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial
lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-
serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus
olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir
di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa
dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi
serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom
adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan
olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem
limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di
dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus
masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina
ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian
nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari
lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk
indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di
kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei
saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus
optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-
serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri
sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus
parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di
lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan
substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian
lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot
rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan
otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di


depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah
Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf
kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot
masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi
menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan
mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah,
mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa
kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius
serta bagian membran timpani.
SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan
terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli,
otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari
sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum
SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada
waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara
arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di
antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior
atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera
toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial
adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron
dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi
otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk
lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglosus.
Fisiologi Nervus Cranialis
Reaksi motorik yang tepat. Lebih dari 99% dari semua informasi
sensoris terus dibuang karena tidak penting, misal: orang menyadari bagian tubuh yang bersentuhan
dengan pakaian dan tidak menyadari tekanan pada tempat duduk ketika sedang duduk. Perhatian
ditujukan pada suatu objek khusus dalam lapangan penglihatan dan bunyi yang terus menerus, biasanya
dipindahkan ke latar belakang bila informasi sensoris penting telah dipilih maka selanjutnya disalurkan
ke dalam daerah motorik otak yang tepat unntuk menimbulkan reksi yang diinginkan. Dalam hal ini
sinaps berperan dalam mengolah informasi. Sinaps berfungsi sebagai tempat hubungan satu neuron
dengan neuron berikutnya untuk mengatur penghantaran isyarat dan menentukan arah penyebaran isyarat
saraf di dalam sistem saraf.
Biasanya sinaps neuron ke neuron yang lain melibatkan suatu pertautan antara Hampir semua
fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh sistem saraf. Secara umum sistem saraf mengendlikan
aktivitas tubuh yang cepat seperti kontraksi otot. Daya kepekan dan daya hantaran merupakan sifat utama
dari makhluk hidup dalam bereaksi terhadap perubahan sekitarnya. Rangsangan ini disebut
dengan stimulus. Reaksi yang dihasilkan dinamakan respons. Dengan perantaraan zat kimia yang aktif
atau melalui hormon melalui tonjolan protoplasma dari satu sel berupa benang atau serabut. Sel ini
dinamakan neuron.
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang disebut perikarion berisi nukleus. Di dalam sel
plasma perikarion, terdapat badan-badan yang disebut dengan subtansia nissel. Dari badan sel keluar dua
macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf,
sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat
panjang dan sebaliknya dendrit berukuran pendek. Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan
minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel.
Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak yang disebut mielin yang merupakan
kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk
selubung lemak di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilema.
Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus
mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls. Sususnan saraf terdiri
atas susunan saraf sentral atau sitem saraf pusat, terdiri atas otak besar, otak kecil, batang otak dan
medulla spinalis, saraf perifer yaitu saraf somatis dan saraf otonom.
Neuron dikhususkan untuk menghasilkan sinyal listrik dan biokimia cepat. Neuron juga mampu
mengolah, memulai, mengkode, dan menghantarkan perubahan-perubahan pada potensial membrannya
sebagai suatu cara untuk menyalurkan pesan dengan cepat melintasi panjangnya. Selain itu, neuron telah
mengembangkan perantara kimiawi untuk menyampaikan informasi melalui jalur-jalur saraf  yang
berbeit-belit dari neuron ke neuron serta ke otot dan kelenjar.
Sel saraf menurut jenis rangsangannya meliputi sel saraf (sel ganglion) dan serabut saraf(neurit)
atau akson. Sel saraf (neuron) besarnya bermacam-macam dilihat dari geriginya satu, dua, dan banyak.
Gerigi yang banyak bercabang menghubungkan sel itu dengan sesamanya, gerigi ini disebut dendrite.
Alat penghubung disebut neuron. Serabut saraf  (neurit) atau akson adalah bagian utama serabut saraf, yang
disebut sumbu toraks, dan di bagian tengah disebut juga benang saraf. Sumbu saraf mempunyai benang
saraf yang terdiri atas zat lemak dinamakan myelin. Sumbu toraks yang tidak mempunyai selaput
kehilangankeabu-abuan atau serabut saraf gaib (saraf sulung) sekeliling serabut saraf ini ada selaput
bening yang disebut dengan selaput schwan.
Sistem saraf tersusun oleh 3 kelas neuron yaitu neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron.
Sistem Saraf Aferen terdiri dari neuron aferen yang memiliki reseptor sensorik yang menghasilakan
potensial aksi sebagai respons terhadap rangsangan spesifik. Potensial aksi dimulai di ujung reseptor
perifer sebagai respons terhadap rangsangan dan menjalar di sepanjang akson perifer dan akson sentral
ke arah medula spinalis. Neuron eferen  berada pada sistem saraf perifer. Badan sel neuron eferen berada
pada SSP, tempat banyak masukan prasinaps yang berlokasi sentral berkonvergensi pada neuron tersebut
untuk mempengaruhi keluaran ke organ efektor. Akson-akson pada eferen meninggalkan sistem saraf
pusat untuk berjalan menuju ke otot dan kelenjar  yang mereka persarafi, menyampaikan keluaran
terintegrasi agar melaksanakan perintah yang diinginkan. 
Antarneuron atau interneuron terl
etak seluruhnya di dalam SSP. Neuron jenis ini
memiliki dua fungsi utama yaitu
menghubungkan neuron aferen dengan neuron
eferen dan bertanggung jawab atas
fenomena abstrak yang berkaitan dengan
jiwa, misalnya berfikir, emosi, ingatan,
kreativitas, intelektual dan
motivasi. Kema mpuan khusus yang dimiliki oleh
sel saraf  seperti iritabilita, sensitivitas terhadap stimulus, konduktivitas, dan kemampuan mentranmisi
suatu respon terhadap stimulus diatur oleh sistem saraf melalui 3 cara yaitu:
1. Input sensoris yaitu menerima sensasi atau stimulus melalui respor yang terletak di tubuh, baik
eksterneal maupun internal.
2. Akivitas intergratif yaitu respons mengubah stimulus mnjdi impuls listrik yang mejalar sepanjang
saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, kemudian menginterpretasikan stimulus sehingga respons
terhadap informasi dapat terjadi.
3. Out put  yaitu impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respons yang sesuai dari otak dan
kelenjar yang disebut dengan efektor. 
Sistem saraf memiliki tugas pokok yang meliputi 1) kontraksi otot seluruh tubuh, 2) kontraksi otot polos
dalam organ internal, 3) sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam tubuh. Kegitan tersebut secara bersama-
sama disebut dengan fungsi motorik.
Pengolahan Informasi pada Sistem Saraf
Informasi yang masuk diolah sedemikian rupa sehingga terjadi sebuah terminal akson di satu neuron
dan dendrit atau badan sel saraf yang lain. terminal akson yaitu, yang menghantaran potensial aksi menuju ke
sinaps, berakhir di sebuah ujung yang sedikit menggelembung, yang disebut kepala sinaps (synaptic knob).
Kepala sinaps mengandungvesikel sinaps, yang menyimpan zat perantara kimiawi spesifik, yaitu
suatu neurotransmitter, yang telah disentesis dan dikemas oleh neuron prasinaps . Kepala sinaps berada sangat
dekat , tetapi tidak berkontak langsung dengan neuron pascasinaps, yaitu neuron yang potensial aksinya
menjalar menjauhi sinaps. Ruang antara neuron prasinaps dan pascasinaps yaitu celah sinaps yang terlalu lebar
untuk penyebran langsung arus dari satu sel ke sel lain dan dengan demikian mencegah potensial aksi lewat
secara elektris antar neuron. Bagian dari membrane pascasinaps yang tepat berada di bawah kepala sinaps
disebut sebagai membrane subsinaps. Sinaps hanya beroprasi dalam satu arah. Proses hantaran impuls melalui
sinaps harus melalui serentetan peristiwa fisika dan kimia yang mengalami sederetan proses sebelumnya
sehingga dapat menimbulkan potensial aksi di sel pascasinaps. Penghantaran impuls melalu sinaps mudah
dipengaruhi oleh obat-obatan dan zat kimia .
Neuron prasinaps mempengaruhi neuron pascasinaps tetapi neuron pasca sinaps tidak mempengaruhi
neuron prasinaps. Ketika suatu potensial aksi di neuron prasinaps telah merambat sampai ke terminal akson
perubahn potensial ini akan mencetuskan pembukaan saluran-saluran Ca ++ ke gerbang voltase. Melalui proses
eksositosis ion Ca++ menginduksi pelepasan suatu neurotransmiter dari sebagian vesikel sinaps ke dalam celah
sinaps. Neurotransmiter yang dibebaskan akan berdifusi melewati celah dan berikatan dengan reseptor protein
spesifik di membrane subsinaps. Karena hanya terminal prasinaps yang mengeluarkan neurrotransmiter dan
hanya membrane subsinaps yang di neuron pascasinaps yang memiliki reseptor untuk neurotransmiter, sinaps
hanya dapat beroprasi dengan satu arah, yaitu arah dari neuron prasinaps ke neuron pascasinaps.
Ada beberapa jenis hubungan sinaps diantaranya: 1) sinaps interneuronal yaitu hubungan kontak
fungsional antara dua neuron, 2) sinaps neuromuskular yaitu hubungan kontak fungsional antara satu neuron
dengan satu sel otot atau satu serat otot, 3) sinaps neuroglandular yaitu hubungan kontak antara satu neuron
dengan satu kelenjar.
Setiap saat terdapat perubahan potensial pada membrane sel. Potensial ini disebut dengan potensial
pascasinaps (post-sinaptic potensial/PSP) yang tergantung pada jenis potensialnya. Pada sel dapat
terjadi Excitatory Post Sinaptic Potensial (EPSP) atau Inhibitory Post Synaptic Potensial (IPSP). Eksitasi
pascasinaptic, yaitu potensial yang terdapat dalam sel pascasinaps berupa depolarisasi, yaitu proses netralisasi
keadaan polar yang besar dan sangat dipengaruhi oleh jumlah neurotransmiter yang dilepas oleh sinaps. Inhibisi
pascasinaptik merupakan zat yang terdapat pada pascca sinaps berupa hiperpolarisasi yang besarnya sangat
dipengaruhi oleh jumlah neurotransmiter yang dilepas oleh prasinaps.
Hasil dari olahan informasi tersebut hanya sebagian kecil informasi sensoris penting yang menyebabkan
reaksi motorik segera. Sebagian besar disimpan untuk kegiatan motorik di masa yang akan datang dan
digunakan dalam proses berpikir. Penyimpanan ini terjadi dalam korteks serebri, tetapi tidak semuanya karena
daerah basal otak dan medula spinalis dapat menyimpan sejumlah kecil informasi. Penyimpanan
informasi  merupakan proses daya ingat dan fungsi sinaps. Setiap kali suatu saraf sensoris tertentu melalui
serangkaian sinaps maka sinaps yang bersangkutan menghatarkan isyarat yang sama pada kesempatan
berikutnya. Proses ini disebut dengan fasilitasi.
Kapsula Interna
Capsula interna adalah berkas serabut syaraf berbentuk pita lebar substansia alba yang
memisahkan nucleus lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Pada penampang lintang
membentuk huruf V, di mana titik sudutnya disebut : genu, menghadap ke medial dan kaki-kakinya
disebut crus anterior dan crus posterior.

Crus anterior capsula interna


Terdapat di antara nucleus caudatus dan nucleus lenticularis di dalamnya terdapat :
a) Serabut corticopetal (serabut aferen) mengandung serabut radiatio anterior thalamus
b) Serabut corticofugal (serabut eferen) mengandung tractus frontopontin yang datang dari cortex
lobus frontalis menuju nuclei pontis
Crus posterior capsula interna
Terdapat di antara thalamus dengan nucleus
lenticularis, di dalamnya ada :
a) Pars lenticulothalamicus : Mengandung
serabut radiatio thalamicus yang
bercampus dengan tractus eferen utama
yang turun dari cortex cerebri antara
lain :
Tractus corticobulbaris : menuju
nuclei motorik nn.craniales.
Terletak pada genu.
Tractus corticospinalis : menuju
nuclei motorik nn.spinales. Di
belakang tractus ini terdapat serabut yang menghubungkan thalamus ke cortex gyrus
centralis posterior yang merupakan pusat somathesia.
Tractus corticotubralis : menuju ke nucleus ruber pada mesencephalon.
b) Pars retrolenticularis : Terletak pada lateral dari thalamus dan di belakang nucleus
lenticularis. Mengandung radiatio thalamicus posterior
c) Pars sublenticularis : Letak : ventralis dari ujung posterior nucleus lenticularis, mengandung :
Tractus temporopontin : dari cortex lobus temporalis ke nucleus pontin
Tractus geniculocalcarina : dari corpus geniculatum lateral ke cortex fissura calcarina
Radiatio auditorius : dari corpus geniculatum medial ke gyrus temporalis transversa
2. M&M pemeriksaan saraf cranial dan pemeriksaan fungsi motorik
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
1. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya
rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau
dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf
olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-
rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut
sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta
untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan
bahan yang di hidu.
2. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks
pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
A. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity), Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu
snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
a. Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel,
jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin.
Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap
mata (visus 6/6)
b. Jari tangan, Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2
meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
c. Gerakan tangan, Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada
jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
B. Pemeriksaan Penglihatan Perifer, dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa
dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
a. Tes Konfrontasi
1. Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
2. Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
3. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan
mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
4. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
b. Perimetri / kompimetri
1. Lebih teliti dari tes konfrontasi
2. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
C. Refleks Pupil, Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil.
 Respon cahaya langsung, Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien
tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat
reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada
keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
 Respon cahaya konsensual, Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil
lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
D. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi), Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O
dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya
adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena
ini keluar dari diskus optikus.
E. Tes warna, Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
3. Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
 Ptosis, Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata
memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke
belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
pula.
 Gerakan bola mata, Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke
arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat
ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah
dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
 Pupil, Pemeriksaan pupil meliputi :
a. Bentuk dan ukuran pupil
b. Perbandingan pupil kanan dan kiri
c. Perbedaan diameter pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
d. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan :
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan
berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata
tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh
memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak ± 15 cm
didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek
akomodasi.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1. gerak mata ke lateral bawah
2. strabismus konvergen
3. diplopia
5. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
a. Sensibilitas, Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan
pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-
mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan
jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi
yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul
menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang
terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika
cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur
tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur
terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes
untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya”
setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
b. Motorik, Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas
mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan
tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
c. Refleks, Pemeriksaan refleks meliputi :
1. Refleks kornea
 Langsung, Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan
pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada
kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan
kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip)
berasal dari N.VII.
 Tak langsung (konsensual), Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup
mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan
refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
2. Refleks bersin (nasal refleks)
3. Refleks masseter, Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk
mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau
positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan
mulut yang kuat dan cepat.
6. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut
maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan
sejajar satu sama lain.
7. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien
diam diperhatikan :
 Asimetri wajah, Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral
dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
 Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan
seterusnya ).
 Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
 Tes kekuatan otot
a. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka
kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c. Memperlihatkan gigi (asimetri)
d. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f. Menarik sudut mulut ke bawah.
 Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah), Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam,
asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
 Hiperakusis, Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara
yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
8. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler
A. Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya
dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes
pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan
untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
 Tes Rinne, Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus,
dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan
meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus
eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini
disebut Rinne negatif.
 Tes Weber, Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi
akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal
pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
B. Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata
tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
9. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-
sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas
bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter
perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak
ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula
tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan
nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula,
jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali
dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya
tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh
berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian
disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah
massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar
kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus.
11. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan
adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat
unilateral atau bilateral. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya
bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII
disebut kelumpuhan pseudobulbar.
Pemeriksaan Fungsi Sistem Motorik
Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin
kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan.
a. Gaya berjalan dan tingkah laku.
b. Simetri tubuh dan ektremitas.
c. Kelumpuhan badan dan anggota gerak.
2. Gerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya: mengangkat kedua
tangan pada sendi bahu, fleksi dan ekstensi artikulus kubiti, mengepal dan membuka jari-jari
tangan mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul, fleksi dan ekstensi artikulus genu, plantar
fleksi dan dorso fleksi kaki, gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot
Pengukuran besar otot,nyeri tekan, kontraktur, konsistensi ( kekenyalan ). Konsistensi otot yang
meningkat terdapat pada :
a. Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
b. Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
c. Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
d. Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :
a. Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
b. Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.
4. Perkusi otot.
a. Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya
1 atau 2 detik saja.
b. Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien
mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
c. Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi
otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
a. Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut
kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat
tahanan yang wajar.
b. Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
c. Hipotoni : tahanan berkurang.
d. Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan
UMN.
e. Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
a. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan
gerakan ini.
b. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Cara menilai kekuatan otot : Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi).
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan
yang diberikan.
5 Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
Anggota gerak atas.
a. Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
b. Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
c. Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
d. Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
e. Pemeriksaan abduksi ibu jari.
f. Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
g. Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
h. Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
i. Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
j. Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
k. Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
l. Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
m. Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
Anggota gerak bawah.
a. Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
b. Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
c. Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).
d. Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
e. Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis).
7. Gerakan involunter.
a) Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol
akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra,
nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.
b) Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum
( nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya
kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.
c) Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan
mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan
ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
d) Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat
berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur.
Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
e) Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang
agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada
sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di
nukleus kaudatus.
f) Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga
menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan
lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.
g) Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat
pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten
keduten dibawah kulit.
h) Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung
lebih lama dari fasikulasi.
i) Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik,
dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu,
waktu bergerak maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling
penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus
dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi
ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau
sering disebut “Cerebellar sign “. Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
1) Test telunjuk hidung.
2) Test jari – jari tangan.
3) Test tumit – lutut.
4) Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.
5) Test fenomena rebound.
6) Test mempertahankan sikap.
7) Test nistagmus.
8) Test disgrafia.
9) Test romberg.
Test romberg positif :
a. baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi
setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang – goyang ).
b. Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala
jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “
c. Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai
dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
Gait dan Station.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan
adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang
cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan
tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan : Jalan diatas tumit, jalan diatas jari
kaki, tandem walking, jalan lurus lalu putar, jalan mundur, hopping, berdiri dengan satu kaki.
Macam macam Gait:
a. Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
b. Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik
paraparese.
c. Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
d. Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n.
Peroneus.
e. Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk
kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
f. Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai
berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan
jangkauan yang pendek-pendek.
Gerakan involuntar
Gerakan yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal. Bercirikan terjadinya
diluar kehendak, tidak bertujuan, tidak terkoordinasi dan tidak dapat dikendalikan. Karena itu gerakan
involuntar digolongkan sebagai gerakan abnormal, bisa sebagai gejala ataupun sebagai suatu
diagnosis penyakit/ sindrom sendiri.
Adapun tiga jenis gerakan involunter meliputi
1. Gangguan gerakan hiperkinetik (hiperkinesia)
a) Tremor, dan mioklonus
b) Khorea, atetosis, balismus dan distonia
c) Gangguan gerakan karena obat- obatan
2. Gangguan gerakan hipokinetik (hipokinesia)
a) Sindrom parkinson
b) Paralisis supranuklear progresif
c) Gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral

Secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan sebagai berikut
1. hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson
2. diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)
Jenis- jenis gerakan involuntar
1. Tics, gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak
berirama dapat merupakan bagian dari kepribadian normal.
2. Tremor, Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan
biasanya dalam satu bidang tertentu.
3. Miokionus, Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak,
megakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.
4. Khorea sydenham, Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi
streptokokus atau demam reumatik.
5. Atetosis dobel, Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.
6. Hemibalismus, Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular,
infeksi, trauma, dan tumor.
7. Distonia, Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang
terbatas pada sistem saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.
Kelainan klinis neurologis gangguan fungsi motorik
1. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman
sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral
sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-
sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar
di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls
penciuman akan mengakibatkan anosmia. Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan
penciuman berupa:
a. Agenesis traktus olfaktorius
b. Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya rhinitis berarti juga
pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik
penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
c. Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
d. Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan
karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan
satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
e. Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius
(fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
f. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
g. Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik). Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk
merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2. Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan
dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau
terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi
langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum,
traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan. Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah
untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka
buta semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang
pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus
dapat disebabkan oleh:
1. Trauma Kepala
2. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3. Kelainan pembuluh darah, misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4. Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a. Papiledema (khususnya stadium dini). Papiledema ialah sembab pupil yang si dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain
hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis
retina.
b. Atrofi optik, dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
c. Neuritis optik.
3. Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi
parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga
menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan
jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap akan memberikan gambara dibawah ini:
a. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja
otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh nervus fasialis.
b. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral karena tidak adanya perlawanan
dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c. Dilatasi pupil, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah
dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi
daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi
pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan
sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral,
ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke
lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas
karena predominannya ototoblikusinferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya
terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil
melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-
otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah
ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan
tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes
posterior, fraktur basis kranialis.
6. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada
bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah
sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia
trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan
saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus.
Penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh
arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak
bermielin.Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada
otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
a. Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
b. Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,
mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap
unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda
timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak
mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara
lain:
a. Gangguan pendengaran, berupa : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor.
b. Degenerasi misal presbiaksis.
c. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
d. Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
e. Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler. Pada labirin meliputi
penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.
f. Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
g. Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
h. Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult
respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan
nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh.
Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung
ke paru-paru. Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX
dan N. X), Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata). Pasca operasi trepansi
serebelu dan pasca operasi di daerah kranioservikal.
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat
leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut
saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh
darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses
pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan
dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu
apabila lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan,
menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang
sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
3. M&M Jaras motorik dan sensorik
Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur
oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis,
dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang
disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus
piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
a) Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
Ganglia basalis à tractus corticostriata
Di-encephalonà tractus cortico-diencephalon
Batang otakà cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai
Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axon neuron pertama turun melalui corona
radiata  masuk crus posterior capsula interna  mes-encephalon, pons, medulla
oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior
subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama
1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis
b) Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)
Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal)à tractus corticospinalis. Letak
columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
Neuron orde ketiga  axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix
anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan
akhirnya pergi ke efektor sadar
Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
a) Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis
pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis :
traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
Tractus Tectospinalis
Asal : Colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan :
Menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde
kedua dan ketiga
Fungsi :
Terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
Terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

Tractus Rubrospinalis
Asal : Nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum
mes-encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : Axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun
kebawah melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior
meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : Memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi
otot ekstensorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

Tractus vestibulospinalis
Asal : Nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : Cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : Memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksorà berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
Tractus olivospinalis
Asal : Nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : Cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi :Mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


a) Tractus Corticothalamus
Asal : Area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : Nucleus medialis thalami
Asal : Area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
Asal : Area brodmann 9
Tujuan : Nucleus medialis et lateralis thalami
Asal : Area brodmann 6
Tujuan : Nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal : Area brodmann 4
Tujuan : Nuclei lateralis thalami
b) Tractus corticohypothalamicus
Asal : Cortec hypocampi
Tujuan : Hypothalamus
c) Tractus corticosubthalamicus
Asal : Area brodman 6
Tujuan : Subthalamus
d) Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
e) Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)
Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini
sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap
reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke
dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
a) Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
b) Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
c) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :
a) Mekanoreseptor : Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan,
memonitor tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di
kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk
rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
b) Thermoreseptor : Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus
Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
c) Nociseptor : Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh
reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk
tekanan).
d) Chemoreseptor : Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan
yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel
reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi
oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
e) Photoreseptor : Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
a) Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu menyilang ke sisi
lain medulla spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus
→ menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju korteks
somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
b) Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo : Sinyal diterima
reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla spinalis → lalu naik sebagai
funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di nucleus Goll → berganti menjadi
neusron sensoris ke-2 → menyilang ke sisi lain medulla spinalis → menuju thalamus di otak
→ berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks somatosensorik di girus
postsentralis (lobus parietalis).
4. M&M stroke
LO.3.1. Memahami dan Menjelaskan definisi
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah
otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian. Secara umum, stroke
digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di
Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak
(GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack),
merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).
LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi
(sistem pembuluh darah). 
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke iskemik
1. Transient Ischemic Attack (TIA) : Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Trombosis serebri : Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah
yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
3. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa
mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
b. Stroke hemoragik
1. Perdarahan intraserebral : Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia,
leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak
yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular
2. Perdarahan subarakhnoid : Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi
karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%),
berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
B. Berdasarkan stadium:
a. Transient Ischemic Attack (TIA) : Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Stroke in evolution
c. Completed stroke
C. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
1. Tipe karotis
2. Tipe vertebrobasiler
LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Stroke
Biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :
1. Trombosis serebral, Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien
dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang
tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum,
trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia,
atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam
atau hari.
2. Embolisme serebral, Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya,
yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau
tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral, Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorrhagi serebral
a. Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.
b. Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan
hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada
pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang
terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Faktor Resiko
Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut ditanggulangi /
diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi
Pengenalan faktor‐faktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor resiko lebih dari
1 (satu) faktor atau bahkan kadang‐kadang faktor resiko ini diabaikan. Setelah mengetahui maka
perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau penghindaran faktor ‐faktor resiko dan cara ‐cara
pemeriksaan faktor.
A. Faktor Resiko Yang Tak Dapat Diubah
Umur ,Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga
makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistik faktor ini menjadi
2 x lipat setelah usia 55 tahun.
Jenis, Stroke diketahui lebih banyak laki‐laki dibanding perempuan. Kecuali umur 35 – 44 tahun dan
diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian obat ‐obat
kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding laki ‐laki.
Berat Lahir Yang Rendah , Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan berat bayi lahir rendah
menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi dibanding orang yang lahir dengan berat normal.
Namun apa hubungan antara keduanya belum diketahui secara pasti.
Ras, Penduduk Afrika ‐ Amerika dan Hispanic ‐ Amerika berpotensi stroke lebih tinggi dibanding
Eropa ‐ Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat bahwapenduduk kulit hitam
mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding kulit putih.
Faktor Keturunan , Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke. Hal ini
diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain :
a) Faktor genetik
b) Faktor life style
c) Penyakit‐penyakit yang ditemukan
d) Interaksi antara yang tersebut diatas
Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi strokE
B. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah
Banyak data menunjukkan bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan bahwa penderita
stroke yang pertama kali menunjukkan angka penurunan terjadinya stroke setelah penanggulangan
faktor resikonya, terutama pengatasan faktor resiko artherosklerosis.
Hypertensi/tekanan darah tinggi , Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya
stroke, baik perdarahan maupun bukan.
Merokok, Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya stroke,
terutama dalam kombinasi dengan faktor resiko yang lain misal pada kombinasi merokok dan
pemakaian obat kontrasepsi . Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok meningkatkan
terjadinya thombus, karena terjadinya artherosklerosis.
Diabetes ,Penderita diabetes cenderung menderita artherosklerosis dan meningkat kan terjadinya
hypertensi, kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hypertensi dan diabetes sangat
menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat menurunkan terjadinya
stroke.
Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah, Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada
pasien dengan kadar cholesterol diatas 240 mg % Setiap kenaikan 38,7 mg % menaikkan angka stroke
25 %. Sedangkan kenaikan HDL 1 m mol (38,7 mg %) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47 %.
Demikian juga kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya stroke. Pemberian obat ‐obat anti
cholesterol jenis statin sangat menurunkan terjadinya stroke.
Penyempitan Pembuluh darah Carotis, Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah
jantung yang menuju ke otak dan dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadang‐
kadang tak menimbulkan gejala dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50 %
ditemukan pada 7 % pasien laki‐laki dan 5 % pada perempuan pada umur diatas 65 tahun. Pemberian
obat‐obat aspirin dapat mengurangi incidence terjadinya stroke, namun pada beberapa pasien
dianjurkan dikerjakan carotid endarterectomy.
Gejala Sickle cel, Penyakit ini diturunkan, kadang‐kadang tanpa gejala apapun. Beberapa
menunjukkan gejala anemia hemolytic dengan episode nyeri pada aanggota badan, penyumbatan‐
penyumbatan pembuluh darah termasuk stroke.
Penggunaan terapi sulih hormon, Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah
terjadinya stroke dan penyakit jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian 6
bulan berturut‐turut meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian sulih
hormon untuk mencegah stroke tidak dianjurkan.
Diet dan Nutrisi, Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya
stroke. Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadianya stroke. Mungkin ini dikaitkan
dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik Kegiatan fisik yang teratur dapat mengurangi
terjadinya stroke (≥ 30 menit gerakan moderate tiap hari)
Kegemukan, BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 – 29,9 dikategorikan berat
berlebih (over weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas. Central Obesitas/Gemuk perut:
Dihitung jika lingkar perut > 102 cm pad alaki ‐laki dan > 88 cm pada perempuan. Kegemukan
meningkatkan terjadnya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun perdarahan. Penurunan berat badan
akan menurunkan juga tekanan darah.
C. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah
Metabolik Sindrom, Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejala ‐gejala sebagai
berikut:
a) Gemuk perut
b) Trigliceride > 150 mg %
c) HDL < 40 mg %
d) Tensi ≥ 130 / ≥85 mm Hg
e) Gula puasa ≥ 110 mg %
f) Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang akan menurunkan
terjadinya stroke.
Pemakaian alkohol berlebihan, Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian
jumlah sedikit dapat menaikkan HDL cholesterol dan mengurangi perlengketan trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen. Alkohol berlebihan akan menyebabkan peningkatan tensi darah, darah
gampang menjendal, penurunan aliran darah dan juga atrium fibrilasi.
Drug Abuse/narkoba, Pemakaian obat‐obat terlarang seperti cocain, auphetamine, heroin dsb
meningkatkanterjadinya stroke. Obat‐obat ini dapat mempengaruhi tensi darahsecara tiba ‐tiba,
menyebabkan terjadinya emboli, karena adanya endocarditis dan menaikkan kekentalan darah dan
perlengketan thrombosit.
Pemakaian obat‐obat kontrasepsi (OC), Resiko stroke meningkat jika memakai OC dengan dosis
obstradial ≥ 50 ug. Umumnya resiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi dengan adanya
usia >35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan migrain.
Gangguan Pola Tidur,Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya stroke.
Pola tidur ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak hanya berpotensi menyebabkan stroke tapi
juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak, kenaikan tensi dsb.
Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat dengan mencari penyebabnya.
Kenaikan homocystein ,Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan diet
yang mengandung methirin. Kenaikan homocystein meningkatkan artheriosclerosis. Diet kaya sayur
dan buah akan menurunkan homocystein.
Kenaikan lipoprotein (a), Lipid protein komplex yang meningkat merupakan resiko terjadinya
penyakit jantungdan stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan
meningkatkan terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen aktivator.
Pengobatan dengan niacin akan menurunkan lp (a)
Hypercoagubility, Ada kecenderungan darah mudah menggumpal di karenakan adanya
autiphospolipid antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan
anticoagulant lypus.
LO.3.4. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Stroke
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru
per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari
700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan
4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita
adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada
kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.
LO.3.5. Memahami dan Menjelaksan Patofisiologi Stroke

Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat diklasifikasikan sebagai
stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan) (Wahjoepramono 2005). Pada stroke iskemik, aliran
darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
1) Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya kejadian yang
menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya
terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran
darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel
(Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini (Misbach
& Kalim 2007). Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya
mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung hingga
melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki
segera, kerusakan dapat diminimalisir (Wahjoepramono 2005). Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara
garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke
iskemik diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan
secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak
dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah akan
mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya
arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada
arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada
vena serebralis dan sinus venosus (Wahjoepramono 2005).
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic attack). Gejala yang
terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang mengalami gangguan aliran darah
adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat
yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan
secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami
serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau
lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini
kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang berasal dari
jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah
otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya
karena 85% aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada
bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung mencapai taraf
maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli,
gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke
iskemik karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu. Endapan
lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang kemudian menyumbat arteri
yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena
adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam
ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli
lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik. Pada strok
hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di
antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural,
yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke
hemoragik:
Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim yang
disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi
memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia
lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan
yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries).
Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan
arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan
dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun
memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena
adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang menumpuk pada
arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan
perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada
ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral ini
merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang
luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi
otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia
mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang
paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh
menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang
serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan
luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan
subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika
perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Perdarahan spontan biasanya
diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada
daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma
kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan
darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma
sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan
pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan
ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah
terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan
pecah
LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke
A. Perdarahan Hemmoragic
 Perdarahan intraserebral (PIS)
a. Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum
b. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
c. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
d. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
e. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi.
Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti
abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan terjadi
afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala hemi-
inattention.
Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan
putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan muntah
yang diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan leher dan
berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka
pendek.
Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya area perdarahan
dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa yang timbul sangat besar maka perluasan
dapat mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun sakit kepala jarang.
Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom hemisensorik berupa
penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada perdarahan
talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas,
paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi asimetris.
Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi yang dapat muncul
diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda
dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak berkaitan dengan hipertk berkaitan
dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan
lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan kesadaran. Sedangkan keluhan sakit kepala dan
kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan
hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas
serta kelemahan kaki dan wajah.
Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari cabang
distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul pada saat pasien melakukan aktifitas.
Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati rasa pada wajah
dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan
daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.
Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan perdarahan biasanya
berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala yang
ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga
hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain
berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal yang
menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan masuknya darah
keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang hebat di daerah
oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem otonom.
Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan
kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.
Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang dibandingkan
pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah, sakit kepala,
diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam waktu singkat dan
ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
 Perdarahan subarachnoid (PSA)
a. Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
b. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam
1 – 2 detik sampai 1 menit.
c. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
d. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
e. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
f. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
g. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyakkeringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya :
1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal.
Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari
kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan
tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa kontraksi
(kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan
cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang
serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh,
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.
B. Stroke Non-Hemoragik
Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi dasar
neuroanatomik dari defisit klinis. Berikut adalah korelasi klinik anatomik dari stroke iskemik.
1. Arteri serebral anterior
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang termasuk bagian dari korteks
motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki kontralateral dan juga disebut sebagai pusat
inhibisi dan mikturisi kandung kemih. Stroke akibat oklusi arteri serebral anterior jarang dijumpai bila
dibandingkan dengan stroke akibat oklusi arteri cerebral medial yang menerima aliran darah serebral
dalam jumlah besar. Dapat dijumpai paralisis lengan dan tungkai kontralateral, grasp reflex
kontralateral, rigiditas gegenhalten, abulia, gangguan gait, prespirasi dan inkontinensia urin.
2. Arteri serebral media
Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur subkortikal dalam. Cabang
kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi superior mensuplai seluruh area korteks motorik
dan sensorik dari wajah, tangan, dan lengan Berta area berbahasa ekspresif (Broca) dari hemisfer
dominan. Devisi inferior mensuplai radiasi visual, area berbahasa reseptif (Wernicke) dari hemisfer
dominan. Arteri lentikulostriata yang merupakan cabang dari bagian proksimal arteri cerebral medial
mensuplai daerah basal ganglia dan juga serabut motorik untuk wajah, lengan, tangan, kaki pada genu
dan krus posterior kapsula interna.Arteri serebralis medial adalah arteri yang paling Bering terkena
dalam stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang terlibat, bermacam-macam gambaran klinis dapat
terlihat.
1. Stroke devisi superior
Hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi tidak pada kaki;
hemisensori kontralateral pada area yang sama; tanpa hemianopia homonim. Kalau area hemisfer
dominan terlibat maka selain gambaran diatas juga disertai dengan afasi broca.
2. Stroke devisi inferior
Hemianopsia homonim kontralateral; gangguan fungsi sensoris kortikal yang bermakna seperti
grafastesia dan stereognosis pada kontralateral tubuh, anosognosia, dressing apraxia,
konstruksional apraxia. Kalau hemisfer dominan juga ikut terkena maka dijumpai aplasia
Wernicke.
 Arteri karotis interna
Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung pada adekuat tidaknya
sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat asimptomatik, sedang yang simptomatik
memberikan gejala yang mirip dengan stroke arteri cerebralis medial walaupun gejala lain mungkin
juga timbul.
 Arteri serebralis posterior
Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi suplai darah pada korteks
cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan rostral otak tengah. Gambaran klinis berupa
hemianopia homonym yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Kalau oklusi terjadi pada level
otak tengah, abnormalitas ocular yang meliputi kelumpuhan pandangan vertical, kelumpuhan nervus
okulomotor. Kalau oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital hemisfer dominan, maka pasien akan
mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan visual agnosia.
 Arteri Basiler
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri basiler berjalan melalui
permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level otak tengah, kemudian bercabang menjadi
arteri serebralis posterior. Cabang-cabang arteri basiler mensuplai lobus oksipital dan temporal
medial, thalamus medial, krus posterior dari kapsula interna dan keseluruhan batang otak dan
serebellum.
Gambar oklusi thrombus dan emboli pada arteri basiler
Di klinis sehari-hari, factor predisposisi pasien dengan gangguan serebrovaskuler harus cari, yang
paling memungkinkan adalah TIA, hipertensi dan diabetes mellitus. Kondisi medis lain seperti,
penyakit jantung iskemik atau penyakit katup jantung atau aritmia jantung juga harus dicari. Dari
gambaran klinis yang ada, harus dapat menentukan kira-kira stroke ini disebabkan oleh suatu proses
thrombosis atau emboli. Pasien dengan thrombosis biasanya mempunyai gambaran klinis defisiensi
neurologic yang bertambah secara bertahap dan biasanya sebelumnya didahului oleh episode TIA.
Sedang stroke yang disebabkan oleh emboli biasanya memberikan gambaran defisit neurologic
yang muncul secara tiba-tiba taanpa ada tanda-tanda peringatan dan gejalanya maksimal saat
onsetnya.
 Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis inferior posterior,
sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior. Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri
sereberalis inferior posterior mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome).
Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi
arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan
menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.
Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai
lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
 Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari permukaan ventral
hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras
sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi. Oklusi pada
mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis
nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang
paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis
dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
 Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral batang otak dan
memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris
yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah
paresis nervus kranialis ipsilateral.
 Infark lacunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%, nukleus
kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark
lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-
clumsy hand.
LO.3.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding Stroke
Anamnesis
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien,
keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat herbal.Allergi (alergi
obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di
rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma
dan riwayat penyakit yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD, asthma,
emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB, hepatitis dan penyakit
menular seksual. Pada pasien anak-anak: mencakup riwayat prenatal dan kelahiran, makanan,
intoleransi makana, riwayat imunisasi, temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm waktu
bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga (tanya
apakah ada yang menderita kanker terutama payudara, kolon dan prostat), TB, asma, infark
miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma,
degenerasi makular dan depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema
keluarga (pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah, kesehatan) dan dukungan
(keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan
kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien
(mencakup status pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya,
dukungan finansial dan asurasi, pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal),
untuk veteran mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan
kebiasaan tidur dan bermain.
Pemeriksaan fisik nervus cranialis :
a. N.I : olfaktorius (daya penciuman)
Pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)
b. N.II : optikus (tajam penglihatan)
Dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang pandang.
c. N.III : okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
Tes putaran bola mata, menggerakkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak
mata.
d. N.IV : trochearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam)
Sama seperti N.III
e. N.V : trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks
kedip) :
Menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi
dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas
dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f. N.VI : abducend (deviasi mata ke lateral)
Sama seperti N.III.
g. N.VII : facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah)
Senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis maja, menutup kelopak mata dengan
tahanan, menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
h. N.VIII : vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan)
Tes webber dan rinne.
i. N.IX : glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah)
Membedakan rasa manis dan asam (gula dan garam).
j. N.X : vagus (refleks muntah dan menelan)
Menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah / air, disuruh mengucap “ah…!”.
k. N.XI : accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus,
suruh pasien memutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : hipoglosus (gerakan lidah)
Pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakkan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi
bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

Skor yang dapat digunakan oleh tenaga medis untuk mengarahkan diagnosis diantaranya :
A. Skor Siriraj
1. Kesadaran ( x 2,5 )
siaga 0
Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2. Muntah ( x 2 )
No 0
Yes 1
3. Nyeri kepala dalam 2 jam ( x2)
No 0
Yes 1
4. Tekanan Diastolik ( DBP )
DBP x 0,1
5. Atheroma markers ( x -3 )
Done 0
Diabetes, angina, claudicatio intermitten 1
6. Konstanta – 12
Siriraj Stroke Score (SSS): ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x
tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12
Interpretasi score : Skor ≤ -1 = Infark, ≥ 1 = Hemoragik
Poin-poin pada masing-masih gejala klinis tersebut ditambahkan, dan ditemukan hasil dengan
interpretasi < -1 adalah kemungkinan strok non-hemorrhagic, sedangkan pada skor >1 maka
kemungkinan strok hemorrhagic.
Pemeriksaan radiologis
a. CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru,
diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada
kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan
daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan
beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi
spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan
lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat
mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu
pendengaran.
Diagnosis Banding
Terdapat bebrapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik akibat
perdarahan subarakhnoid, yaitu:
1. Stroke akibat perdarahan intrakranial
2. Stroke akibat malformasi arteriovena
3. Meningitis aseptic
4. Meningitis meningokokus
5. Trombosis arteri basilaris
6. Perdarahan serebelar
7. Aneurisma serebral
8. Thrombosis vena serebral
9. Hematoma epidural
10. Hidrosefalus
11. Migraine
12. Encephalitis
13. Transient Iskemik Attack
14. Temporal arteritis

LO.3.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Stroke


Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela terapinya
hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya
ditekankan pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :
1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam.
Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat memperhebat
edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah:
a. Darah perifer lengkap dan hitung trombosit
b. Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit)
c. PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
7 Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
a. Kadar alcohol
b. Fungsi hepar
c. Analisa gas darah
d. Skrining toksikologi
8. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
9. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal nafas
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan.
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan kematian.
Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas dengan
perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga penyebab
kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus diperlakukan
sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark
miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami komplikasi ini.
I. STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi
serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini,
pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar
tetap tenang.
II. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan
pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap
pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 30 0, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit
sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per
oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan
darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120
mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal
ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9%
250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg,
dapat diberi dopamin 2-20μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang,
diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan
pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai
1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan
osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum :
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg,
diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg
per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30 0, posisi kepala
dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi
(pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi
saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan
subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi,
embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
III. STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2. Penatalaksanaan komplikasi
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi
4. Prevensi sekunder
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Penanganan Oedem Otak
Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya oedem otak. Udem
otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Udema
otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat
oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan oedema
otak,dilakukan sebagai berikut:
a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25 gr/kg
BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena 10ml/kg
BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-35 mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan
pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena disamping
menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing, Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain, Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan
funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan
Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood, Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan
menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel, Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
5. Bladder, Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
1. Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan
ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi. 
2. Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat.
Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis
dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
3. Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
4. Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
5. Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
6. Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting
untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin
30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
1. Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku
segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3
kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin
dengan protamin sulfat 10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
2. Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan
darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit ulangi  40-80 mg
intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2
mg/menit dan dirasi atau penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis
kalsium (nifedipin oral 4x 10 mg).
3. Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau
volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut
atau kliping aneurisma.
4. Pertimbangkan angiografi  untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi arteriovenosa.
5. Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti efektif
pada perdarahan intraserebral.
6. Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya anti
konvulsan diberikan bila terdapat kejang.
7. Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.
8. Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK, beri
neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien dengan
perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi
Pada TIK yang meninggi :
1. Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-0,5g/kgBB tiap 6 jam
smpai maksimal 48 jam.
2. Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/kgBB
dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan-sedang).
3. Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
4. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
5. Penggunaan steroid masih kontroversial.
6. Kraniotomi dekompresif.
Perdarahan subaraknoid
1. Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
2. Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat
pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik
Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses patologik
mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada daerah yang
secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau menurunkan edema.
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta gejala-gejala
dari TIA dan stroke ringan. 
3. Intervensi-Bedah
a. Endarterektomi karotis ( Cea) : Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah. Pasien yang
direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang mengoklusi > 70% dari aliran
darah pada arteri karotis. Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya
setelah dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur. Endarterektomi vertebra umumnya
tidak lagi digunakan.
b. Angioplasti balon 
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang mengalami
stenose  Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai
risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau otak.
c. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil baja tahan-
karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari arteri; saat
ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin 
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi pelepasan
substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel siklooksigenase-platelet;
dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko
stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA
sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
i. Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya
efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
ii. Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding
sejumlah kecil perempuan pada studi lain. 
iii. Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase
platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol pada
iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid) 
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi platelet
yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan diperpanjang. d)
Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang telah
mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya
dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen
antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan gangguan
serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
3. Obat Antihipertensi Pada Stroke
Golongan/Obat Mekanisme Dosis Interaksi Obat Efek Samping
Tiazid
Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50- Awitan < 5 Retensi cairan dan
sensitive K- 100 mg; IV menit garam,
channels infus; 15-30 hiperglikemia berat,
mg/menit durasi lama (1-12
jam).
ACEI
Enalaprit ACE inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan < 15 Durasi lama (6 jam),
IV selama 15 menit. disfungsi renal.
menit.
Calcium Channel Blocker
Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV, Awitan cepat Bradikardia,
kalsium 2.5 mg/jam tiap (1-5 menit), hipotensi, durasi
Clevidipin
15 menit, tidak terjadi lama (4-6 jam).
Verapamil sampai 15 rebound.
mg/jam. Eliminasi tidak
Diltiazem
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.
Beta Blocker
Labetalol Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
reseptor α1, β1, tiap 10 menit (5-10 menit). hipoglikemia, durasi
β2 sampai 300 lama (2-12 jam).
mg/hari; infus Gagal jantung
0,5-2 mg/menit. kongestif,
bronkospasme.
Esmolol Antagonis 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, Bradikardia, gagal
selektif reseptor IV bolus disusul durasi singkat jantung kongestif.
β1. dosis < 15 menit.
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV. Awitan cepat Takikardia, aritmia.
reseptor α1, α2. (2 menit),
durasi singkat
(10-15 menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum sickness-like,
dengan mobilisasi bolus (sampai drug-induced lupus,
kalsium dalam 40 mg). durasi jam (3-4
otot polos. jam), awitan lambat
(15-30 menit)
Thiopental Aktivasi reseptor 30-60 mg IV. Awitan cepat Depresi miokardial
GABA (2 menit),
durasi singkat
(5-10 menit).
Blockade Awitan segera, Bronkospasme,
Trimetafan ganglionik. 1-5 mg/ menit durasi singkat retensi urin,
IV (5-10 menit) siklopegia, midriasis
Hipokalemia,
takikardia,
bradikardia.

Agonis DA-1 dan Awitan < 15 Keracunan sianid,


Fenoldipam reseptor alfa 2 menit, durasi vasodilator serebral
0,001- 1,6 10-20 menit. (dapat
µg/kg/ menit IV; mengakibatkan
Sodium Nitrovasodilator tanpa bolus Awitan segera, peningkatan tekanan
Nitroprusid durasi singkat intracranial) refleks
0,25-10µ/ kg/ (2-3 menit) takikardi.
menit IV.
Nitrovasodilator Awitan 1-2 Produksi
Nitrogliserin menit, durasi 3- methemoglobin,
5-1000 5 menit. reflek takikardia.
µg/kg/menit IV

Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut


A. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase Mekanisme:
mengaktifkan plasmin dan menyebabkan melisiskan tromboemboli. Penggunaan t-PA sudah
terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut. Catatan: tetapi harus
digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko perdarahan.
B. Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin yang masih
merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-aspirin,
jika alergi atau gagal maka diberikan clopidogrel, dan jika gagal juga : tiklopidin
C. Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial Agen:
heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids
warfarin
Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke
A. Terapi Antiplatelet
i. Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses
pembekuan darah)
ii. Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol – Aspirin
iii. Tiklopidin dan klopidogrel digunakan jika terapi aspirin gagal
iv. Silostazol
B. Terapi Antikoagulan
Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke
C. Terapi hormon estrogen
Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden terjadinya stroke
D. Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke iskemik dan 60%
pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak
dan aliran darah perifer 􀃆 menjaga fungsi serebral
E. Obat pilihan : golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh : candesartan
golongan ACE inhibitor
F.Terapi memulihkan metabolisme otak
Tujuan:
1. meningkatkan kemampuan kognitif
2. Meningkatkan kewaspadaan dan mood
3. Meningkatkan fungsi memori
4. Menghilangkan kelesuan
5. Menghilangkan dizziness (citicholin, codergocrin mesilate, piracetal)
G. Terapi rehabilitasi
misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.
LO.3.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Stroke
Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam sampai 48 jam
pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1. Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian kejang
umumnya memperberat defisit neurologik
2. Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan
analgetik dan kadang antiemetik
3. Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke batang
otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
4. Transformasi hemoragik dari infark
5. Hidrosefalus obstruktif
6. Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari kemudian.
7. Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada infeksi
umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.
8. Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien menderita
juga trombosis vena dalam (DVT).
9. Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat
stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi gangguan ritme
jantung.
10. Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64%
penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia kemungkinan
tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
11. Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama terjadi pada
pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab menurunnya fungsi neurologis,
disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas metabolisme tulang.
12. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau gangguan
fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.
13. Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan
antagonis H2 pada pasien stroke ini.
14. Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.
15. Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
16. Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus
sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.
17. Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.
LO.3.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Stroke
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran. Hanya 1/3
pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3-
nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam
setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan
stroke hemoragik  (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma  hematoma > 3 cm
umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal. Jika infark terjadi pada
spinal cord  prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis jika kontrol motorik dan
sensasi nyeri terganggu  prognosis buruk.
LO.3.11. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Stroke
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.
a. Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular lainnya.
Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target
absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa
tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap
upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif. Obat ‐obat yang dianjurkan adalah diuretika dan
ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing‐
masing individu.
b. Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu memperoleh
perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1
macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus.
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai dengan
mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular
dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih
rendah dari 7%.
c. Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner, atau
adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya
hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut:
LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel. Penderita
stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa indikasi pemberian
statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis)
dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular. Penderita stroke iskemik
atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat dipertimbangkan untuk diberi niasin atau
gemfibrozil.
d. Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian merokok
dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara
bertahap.
e. Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan untuk
mempertahankan body‐mass index (BMI) antara 18,5–24,9 kg/m 2 dan lingkat panggul kurang dari 35
inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (laki ‐laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui
keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat.
f. Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat dianjurkan
untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu
melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang yang sudah
terlatih.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah kekambuhan stroke.
Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan memakai obat antiagregat
antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti
efektif untuk mencegah stroke sekunder.
LI.4. Memahami dan menjelaskan Kewajiban Suami & Istri dalam berumahtangga Menurut Islam
Lima hal hak istri yang harus ditunaikan oleh suami :
1. Suami tidak membiarkan istrinya keluar rumah tanpa ada hal penting, karena istri merupakan aurat
dan keluarnya dihadapan orang banyak menyebabkan dosa dan merusak kesopanan.
2. Suami harus mengajarkan ilmu agama, terutama ilmu dalam beribadah yang wajib seperti cara
beruwudhu, sholat, puasa dan lainya.
3. Memberikannya makanan yang halal, karena makanan yang haram akan menjadikan daging yang
tumbuh karenanya menjadi bahan bakar api neraka. Memberikannya pun akan diganjar pahala oleh
allah SWT, Rosullulah Muhammad SAW bersabda, “ Dinar itu ada empat macam, yakni yang kamu
nafkahkan di jalan allah, dinar yang kamu berikan untuk orang miskin, dinar yang kamu belanjakan
untuk memerdekakan budak, dan dinar yang kamu nafkahkan untuk keluiargamu. Yang paling banyak
pahalanya adalah dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu .”
4. Tidak boleh menganiaya nya, karena istri adalah amanat baginya. Dari Abu Hurairah RA, rosullullah
SAW bersabda,“ Barang siapa mengawini seorang perempuan dengan mas kawin yang telah
ditentukan, sedangkan ia berniat untuk tidak memenuhinya maka ia berbuat zina dan barangsiapa
yang mempunyai hutang sedangkan ia berniat untuk tidak mengembalikannya maka ia adalah
pencuri.” Dari abul Qasim asy-syananadzi dengan sanad dari Al-hasan al-bashri dari rosullullah SAW
,” Berpesan pesanlah yang baik dengan para istri karena sesungguhnya mereka tidak memiliki apa-apa
atas diri mereka sendiri di sisimu, dan sesungguhnya kamu mengambil mereka dengan amanat allah
dan kamu menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah SWT .”
5. Bila timbul perasaan yang tidak baik, hendaklah bersabar dan anggaplah sebagai peringatkan baginya,
jangan sampai terjadi yang lebih berbahaya dari yang telah terjadi.” Yang paling penting dan harus
selalu di ingat oleh para suami adalah bahwa mereka adalah pemimpin dalam rumah tangga, suatu
saat apa yang dilakukan terhadap istri mereka di dunia kelak akan diminta pertanggung jawaban nya
di hadapan Allah SWT.
Hak Bersama Suami Istri
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19
– Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)Adab Suami Kepada Istri
5. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-
aubah: 24)
6. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-
Taghabun: 14)
7. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
8. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan,
pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(AI-Ghazali)
9. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a)
Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-
Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai