Anda di halaman 1dari 32

NAMA : AMELIA M SYAHUTAMI

NPM : 1102009024

1. Memahami dan menjelaskan gangguan kesadaran


KLASIFIKASI
Kesadaran merupakan keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan
eferen.
Gangguankesadaran, yaitu keadaan dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun
diransang secara kasar.
Tingkat kesadaran :
 Kompos mentis: sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada
kompos mentis ini aksi dan reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai.
 Apatis: keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungan.
 Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun
yang terganggu. Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta.
 Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia): mengantuk yang masih dapat
dipulihkan bila diberi ransangan tapi saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi.
Pada somnolen jumlah jam tidur meningkat dan reaksi psikologis lambat.
 Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan
dengan ransangan kuat tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
memberijawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor reflek kornea dan pupil
baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral
organic difus.
 Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan
verbal dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih
baik.
 Koma: penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respon terhadap nyeri.

Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam :
 Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang
mengakibatkan destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang
menimbulkan koma.
Koma supratentorial diensephalik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
- Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial
supratentorial secara akut.
- Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus.
- Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal
terhadap batang otak.
 Koma infratentorial diensefalik, disini terdapat 2 macam proses patologik yang
menimbulkan koma :
- Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis.
- Proses diluar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia
retikularis.
Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon
mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat

1
perdarahan.Dimana perdarahan di batang otak sering merusak tegmentum pontis dari
pada mesensefalon.
 Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium
terganggu secara difus. Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis,
hemihiperestesia, kejang epileptic, afasia, disatria, dan ataksia, serta gangguan
kualitas kesadaran.

Derajat kesadaran lainnya yaitu tidur.


Gangguan tidur terdiri atas hipersomnia dan insomnia :
a) Hipersomnia (kebanyakan tidur) merupakan gejala keadaan patologik yang dibedakan
dalam :
- Hipersomnia karena proses patologik diotak, seperti ensefalitis dan tumor
serebri.
- Hipersomnia karena proses patologik sistemik, seperti hiperglikemia atau
uremia.

b) Insomnia (tidak bisa tidur) merupakan gejala sekunder beberapa jenis psikoneurosis
yang dapat timbul sebagai :
- Insomnia primer, yaitu penderita tidur tapi tidak merasa tidur.
- Insomnia sekunder akibat psikoneurosis yang umumnya punya banyak
keluhan non organic, sakit kepala, perut kembung, badan pegal, dll.
- Insomnia sekunder akibat penyakit organic, yaitu penderita tidak bisa tidur
karena saat tertidur, ia diganggu oleh penderitaan organic. Misalnya
seperti penderita diabetes mellitus yang sering terbangun karena sering
kencing, atau penderita ulkus duodeni yang sering terbangun karena mules
dan lapar pada tengah malam, atau penderita arthritis reumatika yang
mudah terbangun oleh nyeri yang timbul pada setiap perubahan sikap
badan.

ETIOLOGI

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah
(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan,
alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena
perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

PATOFISIOLOGI
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya
pada gangguan metabolic, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak,
terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat menggangu interaksi ARAS dengan korteks serebri, lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolic akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
a. Gangguan metabolic toksik
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan oksigen.
Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya kompensasi
2
dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah
lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi
karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan
ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran.
Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu
oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolic melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan
kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolic primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan
glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolic sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan.
Pada koma metabolic ini biasanya ditandai dengan gangguan system motorik simetris dan
tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien memperguanakan glutethmide atau atropine), juga
utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien memperguanakan barbiturate).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan
koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak
menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan metabolic
terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri.

b. Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi structural formasio retikularis di
daerah mesensefalon dan diensefalon ( pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik.
Secara anatomic, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi
supratentorial dan lesi infratentorial.
1. Koma supratentorial
1.a. Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang otak tetap
normal.
b. Lesi structural supratentorial (hemisfer)
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri) beserta edema
sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran
structural disekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial dan herniasi
unkus.

 Herniasi girus singuli


Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral menyebabkan tekanan pada
pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemia dan edema.

3
 Herniasi transtentorial/sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang rostrokaudal
dan kedua hemisfer serebri dan nuclei basalis, secara berurutan menekan diensefalon,
mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium.

 Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus
temporalis, lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan
ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.

2. Koma Infratentorial

Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma :


a. Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/
serta merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemik, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
b. Proses di laur batang otak yang menekan ARAS
 Langsung menekan pons
 Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui
celah tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
 Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen
magnum dan menekan medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebellum, perdarahan serebelum dan sebagainya.
Ditentukan lateralisasi ( pupil anisokor, hemiparesis) dan dibantu dengan pemeriksaan
penunjang.
DIAGNOSIS
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas :
A. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut didapat,
biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu berada bersama penderita.
Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit, riwayat trauma, riwayat penyakit, riwayat
penggunaan obat-obatan, riwayat kelainan kejiwaan. Dari anamnesis sering kali menjadi
kunci utama mendiagnosis penderita dengan kesadaran menurun.

B. Pemeriksaan Fisik Umum


Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati :

 Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital : perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang
sirkulasi yang meliputi : tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.

 Bau nafas
Pemeriksaan harus dapat mengidentifikasi factor breath hepatic yang disebabkan penyakit
hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity smell yang disebabkan
karena ketoasidosis.

4
 Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati dan
stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita trauma kepala
pemeriksaan leher harus dilakukan dengan sangat hati-hati atau tidak boleh dilakukan jika
diduga adanya fraktur servical. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan
kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.

 Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.

 Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).

 Toraks /abdomen dan ekstremitas


Perhatikan ada tidaknya fraktur
C. Pemeriksaan fisik neurologis

Pemeriksaan fisik neurologist bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan
kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologist meliputi derajat
kesadaran dan pemeriksaan motorik.

 Umum
- Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
- Deviasi kepala dan lirikan menunjukan lesi hemisfer ipsilateral
- Perhatikan mioklonus ( proses metabolic), twitching otot berirama (aktivitas seizure) atau
tetani (spontan, spasmus otot lama).
 Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kauntitatif
- kualitatif ( apatis, somnolen, delirium, sporo dan koma)
- kuantitatif (menggunakan GCS)
 Pupil
Diperiksa : ukuran, reaktivitas cahaya
- Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik. Pupil
reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-),dicurigai suatu koma metabolic.
- Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
- Pupil reaktif pin-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiate kolinergik.
- Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
- Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemik global, keracunan
barbiturate.
 Funduskopi
 Refleks okulosefalik (dolls eye manuvere)
 Refleks okulo vestibular
 Refleks kornea
 Refleks muntah
 Refleks fisiologik dan patologik
5
D. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga untuk
melihat gangguan keseimbangan asam basa.
 Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati, faal ginjal dan
elektrolit.
 Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung.
 Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT Scan kepala, EEG, EKG, foto toraks dan
foto kepala.

E. Diagnosis banding penurunan kesadaran karena metabolic dan structural

Menentukan kelainan neurology perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada
penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibat kelainan struktur,
toksik, atau metabolic. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS
langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan kumpulan neuron polisinaptik yang terletak
pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan
metabolic terjadi karena mempengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membrane
neuronal atau multifactor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan
pernafasan, pergerakan spontan, evaluasi saraf cranial dan respon motorik terhadap stimuli.

 Pola pernafasan
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis
gangguan.
 Respirasi Cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi apnue.
Keadaaan ini seperti dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan batang otak masih
baik. Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi transtentorial. Selang itu, pola
pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolic dan gangguan jantung.
 Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi biasanya
pada tegmentum batang otak (antara mensenfalon dan pons ). Ambang respirasi rendah, pada
pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah, Ph meningkat dan ada
hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan
pada infark mesensefalon, pontin,anoksia atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan
kompresi mesensefalon karena herniasi transtentorial.
 Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apneu saat ekspirasi dengan frekuensi 1- 1 ½ per menit
kemudian diikuti oleh pernfasan kluster.
 Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apneu. Biasanya terjadi pada kerusakan pons varolii.
 Respirasi ataksik (irregular)

6
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya. Kerusakan
terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu
umum dan khusus.
II.6.1 Umum
 Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi
bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial
yang meningkat.
 Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
 Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
 Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
 Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis
opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai
kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
II.6.2 Khusus
- Pada herniasi
 Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30
mmHg.
 Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-
20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
 Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10
mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
 Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
 Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
 Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan
pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang
sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.

7
2. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi Nervus
kranialis

Nomor Nama Jenis Fungsi


Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya
I Olfaktori Sensori
ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke
II Optik Sensori
otak untuk diproses sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklear Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses
V Trigeminal Gabungan di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
VII Fasial Gabungan
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
VIII Vestibulokoklear Sensori Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di
otak sebagai suara
Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah
IX Glosofaringeal Gabungan untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
X Vagus Gabungan
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
8
XI Aksesori Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglosal Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)

Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang


menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa
olfaktorius pada bagian atas kavum nasal,
fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi
medial lobus orbitalis.

Saraf ini merupakan saraf sensorik murni


yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus
area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal
dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah
menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan
stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke
serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

SARAF OPTIKUS (N. II)

Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf
ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari
sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-
serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal


(separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal
tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya
yang berasal dari kiasma optikum berakhir di
kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan
kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang
meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus
menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini
serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan
berakhir di korteks visual lobus oksipital.

9
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.

SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan


substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan
sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-


otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus
inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat
sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli


inferior di depan substansia grisea periakuaduktal
dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf
ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi
dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari


serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik.
Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus
dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf
oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah,
mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah
bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius
serta bagian membran timpani.

SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons


bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah
ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

10
SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan


fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal
dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis
yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus,
otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi
pengecapan bagian anterior lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari


dua komponen yaitu serabut-serabut
aferen yang mengurusi pendengaran
dan vestibuler yang mengandung
serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-
serabut untuk pendengaran berasal
dari organ corti dan berjalan menuju
inti koklea di pons, dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian
menuju girus superior lobus
temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis
semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis.
Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati
batang dan serebelum.

11
SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus


dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui
foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf
berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion


superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum,
keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf
vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan
paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)

Saraf asesorius
mempunyai radiks
spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat
neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus
dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar
kepala ke samping dan otot trapezius memutar
skapula bila lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata


pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat
dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf

12
hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

a.Saraf Olfaktorius (N. I)


Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah.

b.Saraf Optikus (N. II)


 Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity): Kartu Snellen, jari tangan, dan
gerakan tangan.
 Pemeriksaan Penglihatan Perifer : Tes konfrontasi atau dengan perimetri /
kompimetri.
 Refleks Pupil Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari
saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil:
- Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, N : pupil yang disinari akan
mengecil.
- Respon cahaya konsensual Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak
pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
 Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke
arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak)
dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih
dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis
yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
 Tes warna Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

c.Saraf okulomotoris (N. III)


 Ptosis : kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal seperti mata normal
ketika memandang lurus ke depan (Drooping eye lid).
 Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan
dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada
keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu
sisi.
 Pupil
-Bentuk dan ukuran pupil
-Perbandingan pupil kanan dan kiri. Perbedaan  pupil sebesar 1mm masih dianggap
normal
-Refleks pupil

d.Saraf Troklearis (N. IV)


 Gerak mata ke lateral bawah
 Strabismus konvergen
 Diplopia

e.Saraf Trigeminus (N. V)


 Sensibilitas
13
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan
pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang
lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien
menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya
apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan
terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan
pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa
tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam.
Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika
cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.
Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena
hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap
menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru
dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan
sentuhan kapas pada kulitnya.
 Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan
masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya
kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya
(otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha
menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi
kearah sisi yang lemah (yang terkena).
 Refleks
-Refleks kornea
a.Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas
disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka
kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain.
Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf
aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b.Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata
kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan
refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau
eferen).
-Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa
diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada
penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada
lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.

f.Saraf abdusens (N. VI)


Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-
tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul
letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.

g.Saraf fasialis (N. VII)


Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot)
saat pasien diam diperhatikan:
14
 Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan
kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus
fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus
tremor dan seterusnya ).
 Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
 Tes kekuatan otot
1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka
kedua mata
tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3.Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6.Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi
lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang
diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.

h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)


 Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau
perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik
arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan
tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
-Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus,
dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut
sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih
terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada
meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
-Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi
akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga
yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang
abnormal.
 Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus
dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes
untuk postural nistagmus.

i.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)


 Anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan
disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan
inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula,

15
kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini
menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik
kearah sisi yang sehat.
 Tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus
X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan
spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan
spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi
kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya
utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh
berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren
unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya
posterior lidah (N. IX).

j.Saraf Asesorius (N. XI)


Meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan
usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus.

k.Saraf Hipoglosus (N. XII)


Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika
terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.

PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK


Sistem saraf mengkoordinasi aktivitas otot :
Upper neuron motorik, berasal dari korteks serebri dan menjulur ke bawah, satu bagian
(kortikobulbaris) akan berakhir di batang otak dan bagian lain di (kortikospinalis) menyilang
bagian bawah medula oblongata dan terus turun ke dalam medula spinalis. Nuklei nervus
kranialis merupakan ujung akhir traktus kortikobulbaris, sedangkan traktus kortiko spinlais
berakhir di kornu anterior medula spinalis servikal sampai skral.
Lower neuron motorik, mencakup sel-sel motorik nuklei nervus kranialis dan aksonnya serta
sel-sel kornu anterior medula spinalis dan aksonnya. Serabut2 motorik keluar melalui radiks
anterior atau motorik medula spinalis dan mempersarafi otot-otot.
Kelainan fungsi motorik :
a. Distonia  gangguan ekstrapiramidal  posisi tubuh bertahan dalam keadaan
abnormal dengan sedikit tahanan sewaktu dilakukan gerakan pasif.
b. Paratonia  penyakit lobus frontal  tahanan terhadap gerkan pasif pada seluruh
tahanan
c. Kekakuan deserebrasi  cedera otak di atas pons  ekstensi dan pronasi lengan serta
ekstensi dari tungkai.
d. Hipotonia  gangguan serebelar  peningkatan macam gerakan sendi
e. Hemibalismus  penyempitan pembuluh darah otak mengenai mukleus subtalamikus
 gerakan unilateral mengenai bagian yg berlawanan dengan lesi
f. Tremor  lesi pada jaras serebelar  ritmik involunter (istirahat dan intensional)
Pemeriksaan fungsi motorik :
16
1. Koordinasi dan gaya berjalan
Mencakup jalan tendem (penderita dperintahkan untuk berjalan pada satu garis
dengan tumit d tempelkan pada ujung jari kaki yang lainnya), kemampuan
penderita untuk meniru gerakan sedrhana yang cepat, kemampuan meletakkan
tumi kaki kiri pada lutut kaki kanan kemudian menggesernya sepanjang kaki
bagian depan. Jika ad gangguan serebelar akan menyebabkan gerakan lambat dan
tidak ritmik.
Selain itu dapat di nilai gaya berjalan, dilihat jarak kaki,gerakan tangan.
2. Tonus dan kekuatan otot
Tonus otot adalah resistensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan
sendi secara pasif. Gangguan UMN meningkatkan tonus otot dan sebaliknya.
Yg pelu diamati,kelemahan,fasikulasi dan kontraktur. Dengan membandingkan
sisi satu dan yg lain.
3. Refleks
Refleks tendon disebut juga refleks tegang otot. Refleks superfisial dengan menggoreskan
benda keras pada kulit. Refleks plantar ditimbulkan dengan menggores permukaan lateral
telapak kaki, dari tumit sampai ke bantalan kaki dan melengkung ke medial melintasi
bantalan kaki.

3. Memahami dan menjelaskan Bell’s palsy

DEFINISI
Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan dampak yang kuat
pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan lahir
(kongenital), neoplasma, trauma, infeksi., paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang
paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bell’s palsy.

EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di
dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun
sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy
rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29%
lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan
terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan
trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy
lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat .

ETIOLOGI
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi)
pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan.
Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan
jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi,
sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV
pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan
tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy
berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini
diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion,
17
pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan
local pada myelin

PATOFISIOLOGI

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori
menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui
kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar
sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik
yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,
nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik
primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan
daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.4
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu
nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di
os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis
LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab
utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang
menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf
melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa
ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. 1

Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah
seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada
usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak
bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-
18
gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang
terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan
serabut yang mensyarafi muskulus stapedius. 4

MANIFESTASI KLINIS

Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi
akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah
sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan. 5,6
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
 Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
 Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur
masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis)
Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum
Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum
Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan
kelenjar air mata (lakrimasi)
e. Lesi di porus akustikus internus
Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus
dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan
setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.5

DIAGNOSIS
Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari
nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan adanya
rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan
antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN. 1
A. Pemeriksaan Fisis
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang
harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan
kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus
19
fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga atas nervus
fasialis normal, sedangkan dua pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan
nervus kranialis yang lain dalam batas normal. 1
B. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s
palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk
mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar
serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana
virus tersebut berasal.

C. Pemeriksaan Radiologi
Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Berll’s palsy
maka pemeriksaan radiologi tidak dip[erlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bell’s
palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan
ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin
dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma).
Bila pasien ada riwayat trauma CT Scan harus dilakukan.
DIAGNOSIS BANDING

Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya


tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom), penyakit
Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah, Guillen Barre
syndrome.

PENATALAKSANAAN

Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat
otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian bawah wajah merupakan
kondisi yang dapat dikelola secara umum
Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus
fasialis, bahkan kemungkinan besar dapat membahayakan.
Pemberian kortikosteroid (prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1
mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana
pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan
peluang kesembuhan pasien.1,2,3
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya
kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di
dalam kanal fasialis yang sempit.
Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen
antivirus pada penatalaksanaan Bell’s palsy. Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau
dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi
prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset
penyakit untuk mencegah replikasi virus.1,2,3

KOMPLIKASI

Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi
motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi
yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik

20
dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi
dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya (crocodile tears).1

PROGNOSIS

Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko
yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:1
(1) Usia di atas 60 tahun
(2) Paralisis komplit
(3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
(4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan
(5) Berkurangnya air mata.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam
waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun
atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala
sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15
persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu
4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile
tears dan kadang spasme hemifasial. 1
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik
dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells
palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar
30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.

4. Memahami dan menjelaskan stroke

DEFINISI

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok
Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

FAKTOR RESIKO

 Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi),
Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung,
diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain.
 Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat
(junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral,
Narkoba, Obesitas.
 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93%
pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah
tinggi.
 Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-
marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi
makanan yang berlemak.

ETIOLOGI
21
1. Trombosis
Trombosis merupakan penyebab utama dari stroke, sering terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami arterosktesosis. Terbentuknya trombosis biasanya
dipercabangan arteri dan umumnya pada permukaan antara arteri karetis internal dan
arteri vertebra atau antara arteri vertebra dan arteri basiler. Trombus sering terjadi
pada usia dan jantung asterosklerosis. Stroke karena trombosis akan lebih berat bila
didahului TIA.
2. Emboli Serebral
Emboli yang terjadi berupa bekuan darah, lemak, bakteri, tumor dan udara sehingga
menyebabkan sumbatan. Tempat disangkutnya/berhentinya embelus umumnya di
pembuluh darah kecil. Emboli berasal dari jantung kiri atau plaqe di arteri karotis
yang mengalami arterosklerosis. Daerah yang mengalami stroke adalah daerah yang
dialiri oleh arteri serebral medials.
3. Iskemia/TIA
Iskemia yang terjadi karena trombus atau ploqi arteresklerosis yang terlepas
sehingga menggangu aliran darah atau menyumbat. TIA merupakan keadaan awal
atau serangan sebelum stroke atau sering disebut anginaserebral stroke yang terkena
iskemia dapat terjadi 6 bulan setelah menderita TIA atau mengalami TIA secara
berulang.
4. Perdarahan Serebral
Berdasarkan serebral merupakan penyebab stroke yang paling total pembuluh darah
yang pecah menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak atau area sekitarnya.
a. Perdarahan ekstradural (perdarahan epidural)
Terjadi karena fraktur tengkorak dan sobekan pada arteri serebral media
b. Perdarahan Subdusal (antara durameter dan subarakhnoid)
Pada dasarnya sama dengan perdarahan epidual, tapi pembuluh darah yang
pecah adalah vena, terjadi dalam periode yang lama sehingga terjadi hemator
menyebabkan di dalam otak meningkat.
c. Perdarahan Intraserebral
Terjadi karena klien dengan hipertensi atau arterosklerosis serebral terjadi juga karena
perubahan degeneratif penyakit yang biasanya ruptur pembuluh darah

EPIDEMIOLOGI

Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food
telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus
stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu
orang di Amerika yang terkena serangan stroke.

Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah


penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang
generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat
produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik
dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di
seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.

22
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan
kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS
Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya
bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita
terus menerus di kasur.

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain
dari itu.

KLASIFIKASI

1. Menurut etiologinya :
a. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya terjadi saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat
(pendarahan intraserebral, pecahnya aneunisme dan tomur otak yang mengalami
pendarahan).
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke ini biasanya dapat berupa iskemik, trombosis dan emboli serebral,
biasanya terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru bangun tidur atau
dipagi hari. Tidak terjadi askemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.

2. Sroke menurut perjalanan penyakitnya


a. TIA (Transient Ischemic Attoks)
Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang dalam beberapa detik sampai beberapan jam. Gejala hilang < 24
jam
b. RIND (Reversible Iskemic Neurologik Defisit)
Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang < 24 jam tapi tidak lebih dari 1
minggu.
c. Progesif Stroke Inevaluation
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya gejala makin lama
semakin buruk proses pregresif berupa jam sampai beberapa hari.
d. Stroke Lengkap
Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit memperlihatkan
perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke inevaluatior. Bentuk kelainan
sudah menetap, gangguan neurologis sudah maksimal/berat sejak awal
serangan.

23
GEJALA HEMORAGIK ISKEMIK
Onset sangat akut subakut/akut
saat terjadinya waktu aktif tidak aktif
nyeri kepala hebat ringan/tak ada
Muntah pd awal sering tak ada
kaku kuduk jarang/biasa ada tak ada
Kejang bisa ada tak ada
Kesadaran biasa hilang dapat hilang
PATOFISIOLOGI

Proses Penyakit
Trombosis serebral yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami akluis
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak adalah
ateroskerosis (mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas dinding
pembuluh darah) dan hiper kuagulasi pada policytemia.

Stroke juga dapat terjadi karena adanya emboli yang merupakan penyumbat
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri
cerebral.Emboli dapat terjadi karena katup-katup jantung yang rusak akibat RHD,
MCI, hibrilaasi dan endokarditis

Perdarahan intra cranial dan intra cerebral juga merupakan salah satu penyebab
stroke. Perdarahan dapat terjadi karena arteriosclerosis dan hipertensi, akibat
pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam
parenchim yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan sehingga menyebabkan infark otak, edema dan
mungkin herniasis otak.

Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh rupture arteri serebri ekstravasasi


darah terjadi didaerah otak dan atau sub arachnoid, sehingga jaringan yang terletak
didekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar tempat bekuan darah yang
semula lunak dan menyerupai sel merah akhirnya akan terlarut dan semakin
mengecil. Otak terletak disekitar tempat bekuan mungkin akan membengkak dan
mengalami nekrosia karena kerja enzyim akan terjadi proses pencairan sehingga
terbentuk suatu rongga. Akibat dari perdarahan intra serebri akan menyebabkan
edema pada otak. Peningkatan tekanan intrakranial dan vasi spsme. Bila hal ini
terjadi pada otak akan mengkibatkan parise gangguan bicara, bahkan sampai koma.
Penyebab-penyebab lain dari stroke adalah hipoksia umum dan hipoksia setempat

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
24
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis,
peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh
radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

patofisiologi
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila,
rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas

Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral

Gangguan aliran darah ke otak Pecahnya pembuluh darah otak

Kerusakan neuromotorik Perdarahan Intra Kranial

Transmisi impuls UMN Darah merembes ke dalam fungsi otak menurun


ke LMN terganggu parenkim otak

Kerusakan pada lobus frontael/area broca Penekanan pada


Dan Kelemahan otot progresif jaringan otak
lobus temporalo/area weriek

Mobilitas terganggu
Peningkatan TIK apasia global
GANGGUAN MOBILITAS
FISIK
GANGGUAN KOMUNIKASI GANGGUAN PERFUSI
VERBAL JARINGAN OTAK

ADL dibantu Pasien bedrest

DEFISIT PERAWATAN DIRI penekanan lama pada daerah punggung dan bokong

Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan berkurang

RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

MANIFESTASI KLINIS

25
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.

DIAGNOSIS

 Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak.


 Dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus
stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu
Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
 CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan
relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang
sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.
 Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.
Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari
stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu
penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau
fluoroskopi.

Diagnosis serangan mendadak


Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS)
Menurut suatu studi oleh University of North Carolina, tiga perintah-perintah mungkin
digunakan untuk menilai apakah seseorang mungkin mengalami suatu stroke. Orang-orang
awam dapat memerintahkan seorang korban stroke yang berpotensi untuk:
1. Senyum
2. Mengangkat kedua tangan
3. Mengucapkan suatu kalimat sederhana
Jika seseorang mempunyai kesulitan dengan salah satu dari perintah-perintah sederhana ini,
pelayanan-pelayanan darurat (911) harus segera dipanggil dengan suatu penjelasan situasi,
memberitahukan bahwa anda mencurigai orang itu sedang mendapat suatu stroke.

Pemeriksaan

 Computerized tomography:
Digunakan untuk mencari perdarahan atau massa didalam otak.
 MRI scan: ]Magnetic resonance imaging (MRI)
 MRA (magnetic resonance angiogram)
Suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara khusus melihat pembuluh-
pembuluh darah secara non-invasif (tanpa menggunakan tabung-tabung atau
suntikan-suntikan), suatu prosedur yang disebut suatu MRA (magnetic resonance
angiogram).
 Diffusion weighted imaging (DWI).

26
Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke
suatu bagian dari otak telah berhenti.
 Computerized tomography dengan angiography:
Menggunakan dye yang disuntikan kedalam suatu vena di tangan, gambar-gambar
dari pembuluh-pembuluh darah didalam otak dapat memberikan informasi tentang
aneurysms atau arteriovenous malformations. Begitu juga, kelainan-kelainan lain
dari aliran darah otak mungkin dievaluasi.Dengan peningkatan teknologi yang
canggih, CT angiography telah menggantikan angiogram-angiogram konvensional.
 Angiogram Konvensional:
Suatu angiogram adalah tes lain yang adakalanya digunakan untuk melihat
pembuluh-pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan
kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-
rays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari
gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah
suatu prosedur invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak.
 Carotid Doppler ultrasound:
Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang
menggunakan gelombang-gelombang suara untuk menyaring/melihat
penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran darah pada arteri karotid (arteri
utama pada leher yang mensuplai darah ke otak).
 Tes-Tes Jantung:
 Tes-Tes Darah:
 Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan C-reactive
protein dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat
menyarankan arteri-arteri yang meradang.Protein-protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan kesempatan stroke dengan menebalkan atau mengentalkan darah
diukur.Tes-tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab stroke
yang dapat dirawat atau untuk membantu mencegah luka yang lebih jauh.Tes-tes
penyaringan darah yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan
kelainan-kelainan elektrolit mungkin juga dipertimbangkan.

Diagnosis banding

Diagnossis banding antara stroke iskemik dan stroke hemoragik yaitu pada stroke iskemik
ada nyeri kepala ringan, gangguan kesadaran ringan atau tidak ada, dan defisit neurologis
atau kelumpuhan berat. Sedangkan pada stroke hemoragik ada nyeri kepala yang berat,
gangguan kesadaran sedang sampai berat, dan defisit neurologis ada yang ringan dan ada
yang berat (Junaidi, 2006)
Tapi jika lebih spesifik lagi, diagnosa banding penyebab stroke non hemoragik, yaitu
thrombosis dan emboli menurut Chusid (1993) yaitu onset yang relatif lambat menyokong
diagnosa thrombosis. Sedang endocarditis infeksiosa, fibrilasi atrium dan infark myocard
menyokong diagnosa emboli.
Ada beberapa penyakit yang memiliki tanda dan gejala yang menyerupai penyakit stroke,
misalnya trauma kepala, tumor intracranial (massa, hematoma, edema), meningitis atau
virus.

PENATALAKSANAAN


 Tissue plasminogen activator (TPA)

27
Suatu obat penghancur bekuan atau gumpalan untuk memecahkan bekuan darah
yang menyebabkan stroke. Ada suatu jendela yang sempit dari kesempatan untuk
menggunakan obat ini. Lebih awal ia diberikan, lebih baik hasilnya dan lebih
kurang berpotensi untk komplikasi perdarahan kedalam otak.
 Heparin dan aspirin
Obat-obat untuk pengencer darah (anticoagulation; contohnya, heparin) juga
adakalanya digunakan dalam merawat pasien-pasien stroke dalam harapan untuk
memperbaiki kesembuhan atau kepulihan pasien.
 Mengendalikan Persoalan-Persoalan Medis Lain
 Kontrol tekanan darah dan Kolestrol
 Kontol gula darah (pasien DM)
 Rehabilitasi
 terapi kemampuan berbicara
 terapi pekerjaan
 terapi fisik
pendidikan keluarga untuk mengorientasikan mereka pada perawatan untuk orang yang
dicintai mereka di rumah dan tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi

PENCEGAHAN

Rekomendasi American Stroke Association tentang pencegahan stroke skunder adalah


sebagai berikut:
a. Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit
vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita
stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat
ditetapkan; yang penting adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg.
Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya penurunan
tekanan darah secara komprehensif
Obat‐obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian
pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristika masing‐masing individu.

b. Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi
dapat lebih dari 1 (satu) macxam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus
gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan
sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi
komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular.
Sementara itu kadar Hb A1c harus lebih rendah dari 7%.

c.Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri
koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka penderita harus dikelola secara komprehensif
meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan (dalam hal ini
direkomndasikan pemberian statis). Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai
berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko
multipel.

28
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi
tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau
tidak ada bukti aterosklerosis) beralasan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko
gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.

d. Merokok
Setiap penderita stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi
jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.

e. Obesitas
Bagi seriap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas / opverweight sangat
dianjurkan untuk mempertahanakn body‐mass index (BMI) antara 18,5–24,9 Kg/m2 dan
lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (laki‐laki).
Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas
fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat

f. Aktivitas fisik
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan
aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit /
hari. Untuk penderita yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk
melakukan latihan dengan bantuan / supervisi orang yang sudah terlatih.

g. Fibrilasi atrial
Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan fibrilasi atrial persisten atau paroksismal
(intermiten) perlu diberi warfarin dengan penyesuaian dosis (target international normalized
ratio / INR 2,5, dengan rentang 2,0 – 3,0.
Bagi penderita yang tidak mungkin diberi antikoagulan maka dapat diberi aspirin 325
mg / hari

h.Infark miokardia akut dan trombus venrikel kiri


Bagi penderita stroke iskemik atau TIA yang disebabkan oleh miokardia infark akut
dan diketahui ada trombus mural (dengan echocardiography atau imaging lainnya) maka
pemberian antikoagulan sungguh beralasan, untuk mencapai INR 2,0‐3,0 selama paling tidak
3 bulan sampai 1 tahun.
Aspirin perlu ditambahkan bagi penderita yang mengalami penyakit arteri koroner
iskemik, selama pemberian antikoagulan, dengan dosis sampai 162 mg / hari

i. Kardiomiopati
Bagi penderita stroke iskemik atau TIA yang mengalami dilated cardiomyopathy
perlu diberikan warfarin (INR 2,0‐3,0) atau antiplatelet

j. Penyakit katup mitral rematik


Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan penyakit katup mitral rematik, apakah
dengan atau tanpa fibrilasi atrial, perlu diberi warfarin untuk jangka lama dengan target INR
2,5 (rentang 2,0‐3,0). Dalam hal ini tidak perlu ditambahkan antiplatelet untuk mencegah
terjadinya perdarahan
29
Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan penyakit katup mitral rematik, apakah
dengan atau tanpa firbrilasi atrial, yang mengalami emboli berulang selama pemberian
warfarin, disarankan untuk diberi aspirin dengan dosis 81 mg / hari

k. Hiperhomosistinemia
Bagi penderita stroke iskemik atau TIA dengan hiperhomositinemia (kadar lebih dari
10 umol/liter) perlu diberi multivitamin standar dengan vitamin B6 yang cukup (1,7 mg/hari),
vitamin B12 (2,4 ug/hari) dan folat (400 ug/hari). Obat ini cukup murah harganya. Namun
demikian, penurunan kadar homositein tidak serta merta menurunkan risiko terjadinya stroke
ulang karena masih ada faktor lainnya yang berpengaruh.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat penanganan yang baik.
Komplikasi yang dapat muncul antara lain (Suyono, 1992):

 Abnormal tonus
Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas. Serta dapat menggangu gerak dan
menghambat terjadinya keseimbangan.
 Sindrom bahu
Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien. Pasien
merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi.
 Deep vein trombosis
Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus terbentuk di
pembuluh darah balik pada bagian yang lesi. Hal ini menyebabkan oedem pada tungkai
bawah.
 Orthostatic hypotension
Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak. Penurunan
tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah.
 Kontraktur
Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan dalam waktu
yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek

PROGNOSIS

Pada anak, prognosa stroke tergantung pada jenis stroke, lokasi lesi, usia penderita dan proses
patologis yang mendasarinya. Stroke hemoragik lebih sering menimbulkan kematian daripada
stroke iskemik. Setelah 1 bulan sejak terjadinya stroke, 60-80% penderita stroke hemoragik
dapat bertahan, sedangkan penderita stroke iskemik 85-95%. Pada stroke iskemik dapat
terjadi late death, dalam waktu 2 tahun setelah terjadinya stroke, sering diakibatkan oleh
intractable seizure. Defisit neurologis, dalam berbagai derajat, dijumpai pada 75% penderita
infark serebri. Gejala sisa pasca stroke, baik hemoragik atau iskemik, dapat berupa parese,
gangguan pergerakan, kejang, hemianopsia, gangguan berbahasa, gangguan perilaku atau
retardasi mental. Bila terjadi kejang pada saat mengalami serangan stroke akut, maka
prognosanya lebih jelek dan gangguan intelektual serta perilaku yang terjadi lebih berat.

5. Memahami dan menjelaskan Birrul Walidain

HUKUM BIRRUL WALIDAIN

30
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua
hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh
pengamalan) nya.

Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah merahmatinya: "Birul Walidain adalah fardhu
(wajib bagi masing-masing individu). Berkat beliau dalam kitab Al Adabul Kubra: Berkata
Al Qodli Iyyad: "Birrul walidain adalah wajib pada selain perkara yang haram." (Ghdzaul Al
Baab 1/382)

Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka gunakan banyak sekali , diantaranya:

1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya): "Sembahlah Allah dan jangan kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu
Bapak". (An Nisa’ : 36).

Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini
menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan
meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat
dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434).

2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya): "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya". (QS. Al Isra’: 23).

Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al


Qurthubiy : yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy:
"Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah
untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar haq
mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah
perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul Qodiir 3/218).

3. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya): "Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." (QS.
Luqman : 14).

Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua "Tiga ayat dalam Al
Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian
Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu", Berkata beliau. "Maka,
barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu
Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu." (Al Kabaair milik Imam
Adz Dzahabi hal 40).

Berkaitan dengan ini, Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassallam bersabda (artinya) :


"Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada
pada kemurkaan orang tua"  (Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/ 346), Hadits ini Shohih,
lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).

4. Hadits Al Mughirah bin Syu’bah - mudah-mudahan Allah meridhainya, dari Nabi


31
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda (artinya): "Sesungguhnya Allah mengharamkan
atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau
memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan)
katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak
bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta".  (Diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Shahihnya No. 1757).

KEUTAMAAN BIRRUL WALIDAIN

Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling Mulia

Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dos

Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga

Keempat : Merupakan Sebab keridhoan Allah

Sebagaiman hadits yang terdahulu "Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua
dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua".

Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya Umur

Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah
meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Barangsiapa
yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia
menyambung silaturrahim"

Keenam : Merupakan Sebab Barokahnya Rizki

32

Anda mungkin juga menyukai