Dengan kemuliaan tersebut manusia harus diperlakukan secara terhormat dan adil,
baik saat hidup maupun mati, seperti ditegaskan pada Q.S. an-Nisa (4):58.
Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman pada
sejumlah hadits yang menganjurkan untuk berobat dan juga mengembangkan ilmu
Kesehatan dan Kedokteran, setiap penyakit ada obatnya. Bedah mayat termasuk
sala satu segi praktik dalam ilmu tersebut, karena salah satu tujuannya untuk
mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Nabi
menyatakan:
Bedah mayat untuk membuktikan kebenaran suatu fakta juga dapat dibenarkan,
sebab alat bukti merupakan salah satu unsur perkara pengadilan yang dibenarkan
menurut syarak.
Hasanain Muhammad Makhluf, ahli fikih dari Mesir, menjelaskan tentang
hukum bedah mayat mengaitkannya dengan hukum belajar ilmu kedokteran itu
sendiri. Dia menyatakan, karena belajar ilmu kedokteran hukumnya wardu
kifayah, maka segala ilmu yang dapat menuju kepada kesempurnaannya menjadi
wajib pula.
PENDAPAT ULAMA KLASIK
TENTANG BEDAH MAYAT
Ulama klasik dari berbagai mazhab berbeda pendapat tentang hukum bedah mayat.
Mayoritas ulama seperti Imam Abu Hanafiah, Imam Syafii, MUhammad bin Hasan
al-Syaibani membolehkannya. Syaikh Jad al Haqq Ali Jad al-Haqq juga
membolehkan memanfaatkan sebagian tubuh mayat yang tidak diketahui
identitasnya untuk pengobatan atau praktikum asal kemashlahatannya jelas.
Abu Ishaq asy-syirazi dan Sayyid Abu Bakar dari Mazhab Syafii mengatakan "jika
janin dalam perut mayat masih hidup maka boleh dibedah karena alasan darurat"
pembolehan karena darurat tersebut sesuai dengan kaidah islam
PENDAPAT ULAMA
KONTEMPORER TENTANG
Nuruddin Atr (ahli hadits dariBEDAH
Suriah) menyatakan, jika sekedar mengeluarkan koin
dari perut saja dibolehkan, maka membedah mayat untuk mengetahui sebab
kematiannya lebih diutamakan lagi karena kepentingannya jauh lebih besar.
Syeikh Jad al Haqq dari Mesir membolehkan memanfaatkan sebagian tubuh mayat
yang tidak diketahui identitasnya untuk pengobatan atau praktikum bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran dengan alasan kemashlahatannya jelas.
Dalil yang dijadikan sebagai acuan adalah ayat Al-Quran yang menerangkan
bahwa manusia merupakan makhluk yang dimuliakan (QS Al-Isra 17:70),
Pertimbangan yang dijadikan acuan MPKS adanya Mashlahah 'Ammah
(kemashlahatan umum)
BEDAH MAYAT PENDIDIKAN
DAN OTOPSI
Mpks berfatwa no.7/1957 mengenai mayat pendidikan dengan syarat