Anda di halaman 1dari 18

Bedah mayat menurut tinjauan islam

■ Putri Camila Rasyid (1102016171)


■ Putri Medita Rachmayanti (1102016173)
■ Rania Ghozi (1102016176)
PENGERTIAN
Bedah disebut juga operasi, bedel (untuk mengobati
penyakit). Secara bahasa bedah berarti pengobatan dengan
jala memotong atau mengiris bagian tubuh seorang. Dalam
bahasa Arab disebut al-Tasyrih, al-Jirahah atau al-Amaliyyah
bi al-Jirahah (melukai atau operasi pembedahan). Bedah
mayat yang dimaksud disini adalah suatu upaya tim dokter
ahli untuk membedah mayat karena dilandasi maksud atau
kepentingan tertentu.
PEMBAGIAN
Berdasarkan tujuannya dibagi empat :

1. Bedah mayat anatomis (otopsi anatomis)


2. Bedah mayat keilmuan (otopsi klinis)
3. Bedah mayat kehakiman (otopsi forensik)
4. Bedah mayat untuk menyelamatkan bayi di janin
HUKUM YANG TERKAIT
Tidak ada nash yang sharih dalam Al-Qur’an maupun Hadits tentang hukum
bedah mayat. Fukuha masa lalu belum membahasnya secara detail, kecuali
sekedar batasan tentang membelah perut mayat ibu untuk mengeluarkan janin
hidup, atau karena sewaktu hidupnya menelan benda berharga tertentu.
Pada Q.S. Fushshilat (41):53 menjelaskan bahwa didalam tubuh manusia ada
nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti. Ayat ini dapat dijadikan
acuan perintah untuk melakukan penelitian secara mendalam tentang struktur
tubuh manusia, jaringan, otot, tulang dan semua bagian tubuh manusia, baik
luar maupun dalam.
Al-Qur’an juga menegaskan ‘manusia adalah makhluk yang mulia’ pada Q.S. al-
Isra’ (17):70

Dengan kemuliaan tersebut manusia harus diperlakukan secara terhormat dan adil,
baik saat hidup maupun mati, seperti ditegaskan pada Q.S. an-Nisa (4):58.
Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman pada
sejumlah hadits yang menganjurkan untuk berobat dan juga mengembangkan ilmu
Kesehatan dan Kedokteran, setiap penyakit ada obatnya. Bedah mayat termasuk
sala satu segi praktik dalam ilmu tersebut, karena salah satu tujuannya untuk
mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Nabi
menyatakan:
Bedah mayat untuk membuktikan kebenaran suatu fakta juga dapat dibenarkan,
sebab alat bukti merupakan salah satu unsur perkara pengadilan yang dibenarkan
menurut syarak.
Hasanain Muhammad Makhluf, ahli fikih dari Mesir, menjelaskan tentang
hukum bedah mayat mengaitkannya dengan hukum belajar ilmu kedokteran itu
sendiri. Dia menyatakan, karena belajar ilmu kedokteran hukumnya wardu
kifayah, maka segala ilmu yang dapat menuju kepada kesempurnaannya menjadi
wajib pula.
PENDAPAT ULAMA KLASIK
TENTANG BEDAH MAYAT
Ulama klasik dari berbagai mazhab berbeda pendapat tentang hukum bedah mayat.
Mayoritas ulama seperti Imam Abu Hanafiah, Imam Syafii, MUhammad bin Hasan
al-Syaibani membolehkannya. Syaikh Jad al Haqq Ali Jad al-Haqq juga
membolehkan memanfaatkan sebagian tubuh mayat yang tidak diketahui
identitasnya untuk pengobatan atau praktikum asal kemashlahatannya jelas.
Abu Ishaq asy-syirazi dan Sayyid Abu Bakar dari Mazhab Syafii mengatakan "jika
janin dalam perut mayat masih hidup maka boleh dibedah karena alasan darurat"
pembolehan karena darurat tersebut sesuai dengan kaidah islam
PENDAPAT ULAMA
KONTEMPORER TENTANG
Nuruddin Atr (ahli hadits dariBEDAH
Suriah) menyatakan, jika sekedar mengeluarkan koin
dari perut saja dibolehkan, maka membedah mayat untuk mengetahui sebab
kematiannya lebih diutamakan lagi karena kepentingannya jauh lebih besar.

Syeikh Jad al Haqq dari Mesir membolehkan memanfaatkan sebagian tubuh mayat
yang tidak diketahui identitasnya untuk pengobatan atau praktikum bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran dengan alasan kemashlahatannya jelas.

Muhammad Bukhait al-Muthi'i al-Arabi Bu Iyad al-Thabkhi, Syeikh Muhammad


Burhan al-Din al-Sambuhli, dll tidak setuju/mengharamkan pembedahan mayat.
Dalil yang digunakan antara lain ayat Al-Quran yang mengharuskan menghormati
Bani Adam dan Hadits tentang larangan mematahkan tulang belulang mayat.
FATWA LEMBAGA FATWA
TENTANG TRANSPLANTASI
Fatwa-fatwa yang ada bersumber kepada satu prinsip yaitu mafsadah dan
mashlahah, menolak mafsadah lebih didahulukan daripada mengambil
mashlahah. Dasar dalil untuk menetapkan hukumnya merujuk pada sejumlah
kaidah hukum islam yang berhubungan dengan kedaruratan seperti Dlarar
(bahaya), Dlarar tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan dlarar pula,
tidak boleh membuat dlalar pada diri sendiri dan orang lain, jika terjadi
kontradiksi antara dua mafsadah, maka dipelihara yang lebih besar dengan
melaksanakan yang lebih ringan, dan lain-lain
PENDAPAT ULAMA INDONESIA
TENTANG BEDAH MAYAT
Fatwa pertama datang dari Bahtsul Masail, Pada MUktamar ke-6 di
Pekalongan Tahun 1931. Mereka sepakat mengharamkan segala tindakan
yang berkonotasi menghilangkan kehormatan jenazah (seperti suntik mayat).
Pada tahun 1951 Kementrian Agama menyelenggarakan konferensi Alim-
ulama di Jakarta. dari konferensi tersebut lahir beberapa kesepakatan, yaitu:
1. Bahwa miltpuncture (suntikan mayat) hanya dibolehkan dalam keadaan
darurat. keadaan darurat itu ditetapkan oleh ahli-ahli kesehatan yang
bersangkutan dan ahli-ahli agama di daerah yang bersangkutan
2.Menganjurkan kepada pemerintah supaya:
A. Membatasi pelaksanaan suntikan mayat kepada batas yang seminimal-
minimalnya dan bila segala jalan lain tak ada
B. Menjaga dengan cara bijaksana, jangan samoai melakukan suntikan mayat itu
sehingga terjadi hal-hal yang menambah keberatan atas praktik suntikan
(seperti melambatkan suntikan)
C. Senantiasa berusaha mencari jalan lain selain suntikan mayat dalam
mengetahui penyakit pes
D. Memajukan segala daya untuk menyempurnakan usaha pemberantasan
penyakit pes dan dalam memajukan kesehatan rakyat

Intinya Para Ulama Indonesia mengharamkan suntik mayat karena dianggap


menganggu kehormatan mayat dan menyakiti perasaan keluarga. Namun dalam
kondisi darudat dihalalkan
MPKS pernah mengeluarkan fatwa khusus tentang bedah mayat yang berisi:
1. Bedah mayat itu mubah/boleh untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
pendidikan dokter dan penegakan keadilan diantara manusia
2. Membatasi kemubahan ini sekedar darurat saja menurut kadar tidak boleh
atau tidak harus dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut

Dalil yang dijadikan sebagai acuan adalah ayat Al-Quran yang menerangkan
bahwa manusia merupakan makhluk yang dimuliakan (QS Al-Isra 17:70),
Pertimbangan yang dijadikan acuan MPKS adanya Mashlahah 'Ammah
(kemashlahatan umum)
BEDAH MAYAT PENDIDIKAN
DAN OTOPSI
Mpks berfatwa no.7/1957 mengenai mayat pendidikan dengan syarat

1. Mayat-mayat yang dikumpulkan harus di selubungi dengan kain bersih sehingga


kehormatannya terpelihara
2. Mayat muslim sebelum dikirimkan ke ruang anatomi harus disuntikan obat pengawet
kemudian dilakukan segala upacara terhadap mayat tersebut
(mewudhukan,memandikan,menyelubungi dengan kain putih,dan menyembayangi)
3. Setelah memasuki ruang anatomi badan mayat diperlakukan dan di pergunakan oleh
mahasiswa kedokteran sekedar hajat keperluannya
4. Bila mayat selesai dipergunakan maka segeralah susun kembali bagian tubuh yang
telah tercerai-berai untuk dikafani
5. Segera dikuburkan seperti mayat muslim biasanya dengan menghadap kearah kiblat
6. Waktu di sembayangkan dengan di kuburkan dibatasi dengan sesingkat mungkin
MUI membolehkan otopsi atas dasar darurat dan kemaslahatan namun harus
mengehormati jenazah, seperti:

1. Hukum mengubur mayat muslim wajib


2. Dalam penyelidikan thpd mayat tdk dilarang oleh islam
3. Setelah penyelidikan mayat harus dikubur
4. Waktu di sembayangkan dengan di kuburkan dibatasi dengan sesingkat mungkin
5. Untuk mefiksasikan/ memusiumkan MUI tidak membenarkan
• Menurut Bahtsul Masail ttg otopsi hukumnya sama dengan trasplantasi organ
dan tubuh jenazah yaitu mengharamkannya (1962)
Namun mulai mempertimbangkan dan kemungkinan dibolehkan (1981).
• Team fatwa majlis tarjih muhamadiyah (1987) mengharam kan otopsi namun,
jika darurat untuk tujuan keperluan pendidikan kedokteran,praktik
anatomi,keperluan kehakiman maka dibolehkan
AGAMA MAYAT
• DONOR
Sebagian ulama membolehkan bedah mayat dari sisi agama si
mayat.menurut Muhammad Al-Mukhtar larangan mayat muslim maka
mayat non muslim dibolehkan.
• Menurut Seikh Muhammad Shalih Al-Munajid bahwa kekafiran dan
keimanan seseorang tidak terletak pada fisik dan organ tubuh seseorang.
• Dari 2 pendapat diatas yang kuat adalah tanpa membedakan agama
muslin/non-muslim.sejumlah prinsip dalam agama islam lebih
mementingkan kemaslahatan yang lebih luas,bermanfaat, dan lebih
mementingkan kemaslahatan orang hidup daripada orang mati,memliki
kadar mafsadah yang lebih ringan
Sesuai dengan pernyataan ulama bahwa memilih yang lebih bermaslahah
adalah wajib.
KESIMPULAN
• Hukum asal bedah mayat adalah haram. Namun, untuk tujuan
kemaslahatan yang lebih luas ulama cenderung mengahalalkan
membedah mayat (otopsi anatomis,klinis,forensik,serta bedah mayat
untuk menyelamatkan janin pada kandungan) karena darurat menolak
mafsadah dan lebih mendahulukan kepentingan orang hidup daripada
kemaslahatan mayat).
• Karena pembolehannnya maka dalam praktik pembedahan mayat
dilakukan hanya seperlunya, tidak berlebihan dan tetap menghormati
mayat. Setelah selesai jika jenazah muslim maka wajib merawatnya
sesuai ketetapan dan batasan syariat islam jika jenazah non-muslim harus
di kafani dan di kuburkan.

Anda mungkin juga menyukai