Anda di halaman 1dari 159

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KONSEP CORPORATE GOVERNANCE DALAM


UNDANG-UNDANG RUMAH SAKIT DAN PENERAPANNYA
PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA

TESIS

Nama: Gunawan Widjaya


NPM: 1406521642

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK
AGUSTUS 2015

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KONSEP CORPORATE GOVERNANCE DALAM


UNDANG-UNDANG RUMAH SAKIT DAN PENERAPANNYA
PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS)

Nama: Gunawan Widjaya


NPM: 1406521642

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK
AGUSTUS 2015

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


HALAMAN PERI\TYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Gunawan Widjaya

NPM :1406521642

Tandatangan :
7-
Tanggal : 12 Agustus 2015

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


ST]RAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah rm, saya:

Nama : Gunawan Widjaya

NPM :1406521642

Mahasiswa Program : 52 - Kajian Administrasi Rumah Sakit

Peminatan : Kajian Adminrstrasi Rumah Sakit

TahunAkademik :2074-2015

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Tesis
saya yang berjudul:

Analisis Konseq Co4mratu GovernanceDalam Undang-Undang Rumah Sakit


Dan Penerapannya Pada Rumah Sakit Di Indonesia

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.

Demrkian surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya.

Depok, 12 Agustus 2015

(Gunawan Widjaya)

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


HALAMANPENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama Gunawan Widjaya

NPM 1406521642

Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit

Peminatan Kajian Administrasi Rumah Sakit

Judul Tesis Analisis Konsep Corporate Governance Dalam


Undang-Undang Rumah Sakit Dan Penerapannya
Pada Rumah Sakit Di Indonesra

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar MagisGr Administrasi Rumah
Sakit pada program studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia

DEWANPENGUJI

Pembimbing: Vetty Yulianti Permanasari, SSi, MPH

Penguj i : dr. Suprijanto Rijadi, MP{ PhD

Penguj i : dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc

Penguj i Prof dr. Budi Sampuma, DFM, SH,


SpF(K), SpKP

Penguji : dr. Liman Harijono, MARS, MH ,/h@,


Ditetapkan di: Depok

Tanggal: 12 Agustus 2015

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Sang Hyang Adi Buddha, Tuhan Yang
Maha Esa. Hanya karena berkat dan rahmatNya, tesis yang berjudul Analisis
Konsep Corporate Governance Dalam Undang-Undang Rumah Sakit Dan
Penerapannya Pada Rumah Sakit Di Indonesia ini dapat saya selesaikan pada
waktunya dan dapat dipertahankan di hadapan Majelis Penguji dengan baik. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Administrasi
Rumah Sakit (MARS) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas
Indonesia, Depok.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya


kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met selaku Rektor Universitas
Indonesia (UI);
2. Ibu dr. Agustin Kusumayati, MSc, PhD selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM) UI;
3. Ibu Dr. dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS selaku Ketua Program Studi Kajian
Administrasi Rumah Sakit (KARS) FKM UI;
4. Ibu Vetty Yulianty Permanasari, SSi, MPH selaku Pembimbing Akademis dan
pembimbing tesis;
5. Bapak dr. Supriyanto Rijadi, MPA, PhD selaku Pembimbing Akademis,
pembimbing tesis sampai dengan beliau pensiun pada bulan Mei 2015 dan
selaku penguji tesis ini setelah beliau pensiun;
6. Bapak dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc sebagai dosen metode penelitian dan
penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam tesis ini;
7. Bapak Prof. dr. Budi Sampurna, DFM, SH, SpF(K), SpKP sebagai penguji yang
telah memberikan banyak masukan dalam tesis ini

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


8. Bapak dr. Liman Harijono, MARS, MH dari Rumah Sakit Royal Taruma
sebagai penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam tesis ini;
9. Ananda Vajiro Dhammo.

Selain itu ucapan terima kasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada seluruh
Staf Pengajar pada program studi KARS FKM UI yang telah berbagi ilmunya,
seluruh karyawan dan karyawati dalam lingkungan KARS FKM UI, dan rekan-rekan
se-angkatan yang sudah banyak membantu sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan pada waktunya.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan dari
semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan maupun doa dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini, dan semoga makalah ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 12 Agustus 2015

Gunawan Widjaja

vi

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama GUNAWANWIDJAYA

NPM 1406521642

Progran Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Jenis Karya Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Noz-exc tusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul Analisis Konsep Corporate
Governance Dalam Undang-Undang Rumah Sakit Dan penerapannya pada
Rumah Sakit Di Indonesia beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan
Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengglih--malia-lformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Depok

Pada tanggal: 12 Agustus 201 5

Yang menyatakan

Y----
(Gunawan Widj aya)

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


ABSTRAK

Nama : Gunawan Widjaya

Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit

Judul : Analisis Konsep Corporate Governance Dalam Undang-Undang


Rumah Sakit Dan Penerapannya Pada Rumah Sakit Di
Indonesia
Setiap negara memiliki sejarah perkembangan rumah sakitnya, meskipun dewasa ini,
dengan berbagai alasan semua negara membicarakan tata kelola rumah sakit. Di
Indonesia dewasa ini Undang-Undang Rumah Sakit (UURS) tidak secara tegas
merujuk istilah corporate governance, namun demikian dalam Penjelasan Pasal 29
ayat (1) butir r UURS, secara tersirat diketahui bahwa corporate governance adalah
bagian dari hospital governance. Sedangkan konsepsi dan terminologi corporate
govenance di Indonesia mengacu pada perseroan terbatas, khususnya perseroan
terbatas terbuka. Dalam konsepsi tersebut, semua perseroan terbatas harus taat pada
Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), termasuk perseroan terbatas dengan
bidang usaha rumah sakit. Penelitian ini bertujuan membuktikan telah terjadi
mispersepsi penggunaan istilah corporate governance dalam manajemen rumah
sakit. Penelitian ini membandingkan corporate governance dalam UURS dengan
UUPT. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data sekunder.
Triangulasi dilakukan untuk mempertahankan validitas hasil. Penelitian ini juga
menggunakan metoda perbandingan hukum untuk memahami konsep korporasi dan
corporate governance dalam rangka menjelaskan pelaksanaan corporate governance
di rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UURS telah salah
menginterpretasikan status rumah sakit. UURS telah meletakkan fungsi rumah sakit
secara kurang tepat, yang seharusnya dilihat sebagai kegiatan (usaha) dari perseroan
terbatas. Artinya rumah sakit harus dipandang sebagai bagian perseroan terbatas dan
bukan sebaliknya. Kesalahan interpretasi ini telah menyebabkan terjadinya
miskonsepsi dan kesalahan penggunaan istilah corporate governance dalam UURS.
Peneliti menyarankan untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan
dalam UURS agar sejalan dengan konsep yang berlaku dan dapat diterapkan secara
konsisten. (xvii + 129)

Kepustakaan: 127

Kata kunci: corporate governance, korporasi, tata kelola rumah sakit, rumah sakit

viii

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


ABSTRACT

Name : Gunawan Widjaya

Major : Hospital Administration

Title : Analisys of Corporate Governance Concept in Hospital Law and


Its Implementation in Indonesian Hospital
Each state has its own history on the development of hospital, eventhough nowadays
for many different reason, all countries in the world is talking about governance in
hospital. In Indonesia cuurent situation, Indonesian Hospital Law does not
specifically refer to corporate governance, however in the Elucidation of Article 29
para (1) point r of the Hospital Law, it is implied that corporate governance was
part of hospital governance. Meanwhile the conception and terminology of corporate
govenance in Indonesia belongs to corporation, especially public corporation. In
such conception, all corporations must comply with Corporate Law, including all
corporations with line of business of hospital. The aim of this research is to prove
that there has been a misconception of corporate governance terminology in hospital
management. This research tries to contrast the conception of corporate governance
used in Hospital Law against the Corporate Law. This research uses qualitative
research. This reseacrh uses secondary data, with triangulation to maintain validity
of result. This research also uses comparative legal method to understand the
concept of corporation and corporate governance in order to explain the application
of corporate governance in hospital. Result of the research shows that Hospital Law
has misinterpreted the status of hospital. It has mislead the function of hospital,
which shall be seen as a line of business of a corporation. It means that hospital must
be seen as part of the corporation as organisation and not vice versa. Researcher
recommends to make amendments to some articles of the Hospital Act in order to
make it inline with the prevailing concept and can be consistently applied. (xvii +
129)

Bibliography: 127

Key Words: corporate governance, corporation, governance in hospital, hospital

ix

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... ii

SURAT PERNYATAAN............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iv

KATA PENGANTAR.................................................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................ vii

ABSTRAK....................................................................................................... viii

ABSTRACT..................................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................... x

DAFTAR TABEL........................................................................................... xv

DAFTAR DIAGRAM..................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvii

I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
I.1. LATAR BELAKANG............................................................... 1
I.2. PERUMUSAN MASALAH...................................................... 11
I.3. PERTANYAAN PENELITIAN............................................... 12
I.4. TUJUAN PENELITIAN........................................................... 13
I.5. MANFAAT PENELITIAN....................................................... 13

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 15
II.1. SEJARAH CORPORATE GOVERNANCE DAN
PERKEMBANGANNYA......................................................... 15
II.2. PENGERTIAN DAN KONSEP CORPORATE
GOVERNANCE......................................................................... 20
II.3. PRINSIP CORPORATE GOVERNANCE MENURUT
OECD.......................................................................................... 23
II.4. TEORI TENTANG CORPORATE GOVERNANCE............. 25
II.5. PILAR-PILAR YANG MENJADI PRINSIP DALAM
CORPORATE GOVERNANCE................................................ 27
II.6. IMPLEMENTASI CORPORATE GOVERNANCE................ 29
II.6.1. CORPORATE GOVERNANCE DI INGGRIS............. 30
II.6.2. CORPORATE GOVERNANCE DI AMERIKA
SERIKAT....................................................................... 31
II.6.3. CORPORATE GOVERNANCE DI JERMAN............. 34
II.6.4. CORPORATE GOVERNANCE DI BELANDA.......... 36
II.6.5. CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA........ 37
II.7. RUMAH SAKIT PRIVAT YANG BERBENTUK
PERSEROAN TERBATAS...................................................... . 42

III. PROFIL RUMAH SAKIT.................................................................... 44


IV.1. RUMAH SAKIT MMC............................................................. 44
IV.2. RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA..................................... 47
IV.3. RUMAH SAKIT GADING PLUIT......................................... 48
IV.4. RUMAH SAKIT MAYAPADA TANGERANG..................... 50
IV.5. RUMAH SAKIT SILOAM....................................................... 54

IV. KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL..................................... 59

xi

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


IV.1. KERANGKA TEORI................................................................ 59
IV.2. KERANGKA KONSEPTUAL................................................. 61
IV.3. DEFINISI ISTILAH YANG DIGUNAKAN........................... 61

V. METODE PENELITIAN..................................................................... 64
V.1. DESAIN PENELITIAN............................................................ 64
V.1.1. JENIS PENELITIAN..................................................... 64
V.1.2. RANCANGAN PENELITIAN...................................... 65
V.1.3. ALASAN PEMILIHAN DESAIN................................. 65
V.2. DATA PENELITIAN................................................................ 65
V.2.1. SUMBER DATA............................................................. 65
V.2.2. INFORMAN.................................................................... 66
V.3. TAHAPAN PENELITIAN....................................................... 68
V.4. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN................................. 69
V.5. CARA PENGUMPULAN DATA............................................ 69
V.6. ANALISIS DATA...................................................................... 69
V.7. VALIDITAS DATA................................................................. 70
V.8. ETIKA........................................................................................ 71

VI. HASIL PENELITIAN........................................................................... 72


VI.1. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE DI INDONESIA............................................ 72
VI.2. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE PADA RUMAH SAKIT DI
INDONESIA............................................................................... 82
VI.3. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE PADA RUMAH SAKIT DI LUAR
INDONESIA.............................................................................. 87
VI.3.1. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH

xii

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


SAKIT DI INGGRIS.................................................... 88
VI.3.2. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH
SAKIT DI AMERIKA SERIKAT............................... 92
VI.3.3. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH
SAKIT DI JERMAN.................................................... 95
VI.3.4. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH
SAKIT DI BELANDA.................................................. 95

VII. PEMBAHASAN.................................................................................... 97
VII.1. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE DI INDONESIA............................................ 97
VII.2. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE DALAM RUMAH SAKIT DI
INDONESIA DEWASA INI..................................................... 99
VII.3. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE DALAM RUMAH SAKIT DI
INDONESIA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-
UNDANG PERSEROAN TERBATAS................................... 103
VII.4. PENATALAKSANAAN PENGATURAN CORPORATE
GOVERNANCE DALAM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DI BIDANG RUMAH SAKIT........................ 111

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 116


VIII.1. KESIMPULAN.......................................................................... 116
VIII.2. SARAN....................................................................................... 118

KEPUSTAKAAN........................................................................................... 120

LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA

xiii

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


RINGKASAN HASIL PENELITIAN
CURRICULUM VITAE

xiv

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


DAFTAR TABEL

hlmn

TABEL 1.1 EVOLUSI RUMAH SAKIT....................................................... 2


TABEL 1.2 JUMLAH RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2011-
2013............................................................................................. 9
TABEL 4.1 DAFTAR INFORMAN............................................................... 68
TABEL 7.1 KBLI RUMAH SAKIT............................................................... 111

xv

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


DAFTAR DIAGRAM

hlmn

DIAGRAM 4.1. KERANGKA KONSEPTUAL......................................... 61

xvi

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


DAFTAR GAMBAR

hlmn

GAMBAR 3.1 STRUKTUR ORGANISASI PT SEJAHTERARAYA


ANUGRAHJAYA, TBK................................................................. 52

GAMBAR 3.2 STRUKTUR ORGANISASI PT SILOAM INTERNATIONAL


HOSPITALS, TBK.......................................................................... 56

GAMBAR 6.1 HEALTHCARE GOVERNANCE............................................ 90

xvii

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Dari sisi semantik, kata rumah sakit berasal dari Bahasa Inggris, hospital.
Kata hospital sendiri berasal kata Latin hospes, yang menunjukkan orang asing
atau orang yang tidak dikenal, sebagai tamu. Kata lainnya yang diturunkan dari
kata Latin hospes tersebut adalah hospitium yang menunjukkan keramahan
(hospitality), suatu hubungan antara tamu dan tuan rumah. Hospes menjadi akar
kata dalam bahasa Inggris host (dengan menghilangkan huruf p untuk
memudahkan pengucapan) hospitality, hospice, hostel dan hotel. Kata Latin
hospes tersebut juga dipergunakan oleh bahasa roman Perancis kuno, yaitu hostel,
dengan menambahkan huruf s, yang selanjutnya dihilangkan kembali hingga
menjadi kata htel (Harper: 2001)

Sejarah dunia menunjukkan bahwa rumah sakit memiliki berbagai macam


fungsi, bergantung pada zaman di mana rumah sakit tersebut didirikan. McKee
and Healy (2002) mencatat evolusi perkembangan rumah sakit, berdasarkan pada
peran rumah sakit mulai dari abad ke-7 Masehi sampai tahun 1990an. Dalam
catatan tersebut sekurangnya ditemukan sekurangnya sepuluh peran rumah sakit
selama itu. Masing-masing peran tersebut ditandai dengan karakteristik khusus
yang membentuk rumah sakit pada waktu itu.

Berikut di bawah ini disajikan tabel evolusi rumah sakit yang dihubungkan
dengan peran dan karakteristik rumah sakit pada tiap-tiap periode.

1
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


TABEL 1.1.
EVOLUSI RUMAH SAKIT

Peran Rumah Sakit Waktu Karakteristik


Pelayanan Kesehatan Abad ke-7 Kekaisaran Byzantium, Yunani
dan Teori Arab tentang Penyakit
Asuhan Keperawatan dan Abad ke-10 Rumah Sakit merupakan bagian
spiritual sampai ke-17 dari Tempat Ibadah
Isolasi penyakit infeksi Abad ke-11 Mulai berkembangnya penyakit
yang menular lepra
Asuhan Medis Akhir abad ke-19 Asuhan medis dan pembedahan,
tingkat kematian yang tinggi
Pusat Bedah Awal abad ke-20 Transformasi teknis rumah sakit,
masuknya pasien kelas menengah;
perluasan bagian outpatient
Sistem Kesehatan yang 1950an Rumah Sakit besar dengan
terpusat pada Rumah teknologi
Sakit
Rumah Sakit Umum 1970an Munculnya Rumah Sakit Umum
Daerah Daerah, rumah sakit lokal,
sekunder dan tersier
Asuhan Penyakir Akut 1990an Asuhan dengan waktu tinggal
yang singkat
Pusat Bedah Ambulatori 1990an Penambahan jumlah hari masuk
pasien, perluasan bedah invasif
kecil

Sumber: McKee dan Healy: 2002


Ragamnya peran yang dijalankan oleh rumah sakit dari dulu hingga
sekarang mengakibatkan tidak adanya suatu bentuk organisasi resmi rumah sakit
yang diikuti. Organisasi rumah sakit berkembang sesuai dengan kebutuhan yang
berkembang pada suatu waktu tertentu dan pada wilayah tertentu. Rumah sakit
berkembang dari waktu ke waktu sebagai respon terhadap kepentingan agama,
politis dan sosial (Porter: 1997).

Perkembangan rumah sakit dunia tidak dapat dipisahkan dari masa


renaisance, di mana kristianiti turut mengambil peran yang besar bagi keberadaan

2
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


rumah sakit waktu. Monastery pertama khususnya yang didirikan oleh Pachomius
di Tabennesi di tahun 325 dapat diperhitungkan sebagai rumah sakit kristen
pertama. Monastery itu sendiri terletak di Mesir. Meskipun berfungsi sebagai
rumah sakit, namun monastery tersebut bukanlah rumah sakit umum seperti
dikenal sekarang ini Model rumah sakit umum diduga ditemukan di Turki yang
didirikan oleh Leontius dari Antoich antara tahun 344-358. Leontius adalah
seorang pendeta (Horden, 2005). Dapat dikatakan bahwa pada masa itu rumah
sakit lebih banyak dimanfaatkan sebagai bagian dari kegiatan pelayanan
keagamaan.

Perkembangan rumah sakit selanjutnya bergeser dari mediteranian ke


eropa barat dan afrika utara. Pada masa tersebut, rumah sakit lebih banyak
berfungsi sebagai badan amal (Horden, 2005). Di timur tengah sendiri, pada abad
keduabelas, rumah sakit kecil mulai dibangun di semua kota-kota di Arab dan
rumah sakit besarpun didirikan di Kairo pada tahun 1283. Semua rumah sakit
tersebut dibangun dengan satu tujuan. Yaitu untuk mengobati mereka yang luka
karena perang crusader yang terjadi pada abad kesebelas di timur tengah
(Porter: 1997). Hingga abad keduabelas, hampir jarang ditemukan rumah sakit
besar yang dibuat dengan tujuan pengobatan murni. Sebagian besar didirikan
untuk melayani para pengungsi yang miskin dengan memberikan mereka tempat
perlindungan sekaligus pengobatan bagi mereka yang sakit. Beberapa justru
dibuat khusus dengan tujuan untuk melakukan isolasi penyakit menular yang
diderita para pengungsi agar tidak menyebar luas (Granshaw: 1993).

Di Eropa, revolusi Perancis yang terjadi pada abad kedelapanbelas


memberikan nuansa baru bagi rumah sakit. Sekularisme yang berkembang
melahirkan pembangunan rumah sakit yang tidak lagi terkait dengan kegiatan
keagamaan. Rumah sakit besar yang didanai oleh dana milik perorangan yang
tidak tekait sama sekali dengan kegiatan keagamaan maupun kenegaraan mulai
didirikan. Walau demikian perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa rumah
sakit swasta ini didirikan masih untuk didedikasikan bagi kepentingan sosial bagi
kaum tidak mampu. Justru dokter pribadi dan rumah sakit kecil yang memberikan

3
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


pelayanan kepada orang-orang yang lebih mampu. Pada saat itu rumah sakit mulai
melakukan diferensiasi pasien berdasarkan pada kemungkinan kesembuhan pasien
(Trohler dan Prull: 1997).

Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam bidang kesehatan,


beberapa rumah sakit kemudian memulai sistem pendaftaran pasien berdasarkan
pada jenis penyakit yang diderita di bandingkan dengan strata sosial pasien,
seperti yang dilakukan sebelumnya. Pencatatan pasien juga mulai dilakukan
berdasarkan pada dokter yang melakukan pengobatan dan bukan lagi berdasarkan
pada nama hospital benefactors1 (Trohler dan Prull: 1997).

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa rumah sakit mulai


dikembangkan menjadi pusat penelitian. Kegiatan penelitian ini pada akhirnya
memberikan dampak dan warna yang mengubah makna penyakit dengan
memperhatikan berbagai aspek ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, serta
perkembangan teknologi (Wall, 1998). Hal ini kemudian memunculkan kelahiran
rumah sakit yang dimodali oleh investor privat (privatisasi), yang dikelola dengan
maksud dan tujuan untuk mencari keuntungan (European Observatory on Health
System and Policies, 2000). Salah satu bentuk privatisasi adalah korporatisasi.
Korporatisasi dipilih karena korporatisasi digambarkan sebagai strategi untuk
melaksanakan governance yang mencoba mencari keseimbangan antara
kebutuhan terhadap equity dan eficiency (Harding dan Preker: 2000).

Rumah sakit di Inggris pada abad ke delapan belas adalah rumah sakit
yang didirikan dari dana-dana sumbangan (filantropis). Para penyumbang ini
memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pasien untuk dirawat di rumah
sakit tersebut. Mereka adalah orang-orang yang pada umumnya memiliki hak
suara dalam rapat dewan gubernur rumah sakit, meskipun keputusan kritis tetap
diambil oleh dewan manajemen eksekutif. Pasien sendiri, di rumah sakit yang
pengobatannya dilakukan dan diberikan secara cuma-cuma hampir tidak memiliki

1
Semacam penyandang dana bagi rumah sakit; mereka yang memerlukan jasa rumah sakit yang
dibawa masuk mereka dicatatkan atas nama dan kepentingan dari benefactor ini.

4
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


hak. Perkembangan selanjutnya menunjukkan munculnya rumah sakit pendidikan
di kota-kota besar di Inggris seperti London (Cherry: 1998).

Di Inggris, tahun 1948 didirikanlah NHS dalam rangka pemberian


pelayanan jasa kesehatan secara komprehensif kepada seluruh rakyat, yang
didasarkan pada kebutuhan dan bukan pada kemampuan untuk membayar.
Setengah abad kemudian NHS berkembang menjadi selah satu lembaga di Inggris
yang luar biasa besar besar. Di tahun 1994, seiring dengan respon pemerintah
untuk memperkenalkan corporate governance, sebagai suatu sistem dalam
manejemen risiko dan pembiayaan yang dilaksanakan berdasarkan pada perilaku
yang terdiri dari prinsip akuntabilitas, probitas dan keterbukaan; corporate
governance telah menjadi bagian pokok dari NHS. NHS mewajibkan setiap rumah
sakit yang berada di bawah pengawasannya untuk melaksanakan Corporate
governance. Sejalan dengan perkembangan dalam bidang non-klinis melalui
corporate governance, NHS juga melakukan pembenahan aspek klinis dalam
bentuk clinical governance (Pratt et.al: n.d.)

Di Amerika Serikat, meskipun rumah sakit adalah salah satu kelembagaan


yang paling dikenal dan paling dihargai, namun demikian ternyata rumah sakit
juga merupakan salah satu lembaga yang paling tidak dipahami. Di Amerika
Serikat, rumah sakit menjalankan berbagai fungsi, mulai dari pelayanan terhadap
orang yang terluka atau yang sakit, sebagai laboratorium penelitian, institusi
pendidikan, ternyata juga merupakan organisasi pemberi kerja terbesar bagi
masyarakat (www.jblearning.com).

Sejarah Amerika menunjukkan bahwa rumah sakit pada mulanya dibuat


sebagai rumah bagi orang-orang tua, mereka yang sudah diambang kematian, para
anak yatim piatu dan mereka yang tidak punya rumah guna mencegah
terjangkitnya penyakit berbahaya pada suatu masyarakat tertentu. Dengan
berkembanganya kompleksitas kehidupan masyarakat, muncul masalah baru,
yaitu masalah gangguan kejiwaan. Masalah ini kemudian menjadikan rumah sakit
sebagai tempat penampungan dan isolasi dari mereka yang terganggu kejiwaannya

5
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


ini dari masyarakat (asylum = rumah sakit jiwa). Di New York rumah sakit lebih
banyak berfungsi sebagai tempat penampungan para tuna wisma. Pada tahun 1789
didirikanlah Public Hospital of Baltimore yang didedikasikan untuk kepentingan
rakyat miskin dan mereka yang terkena gangguan jiwa. Rumah sakit ini seratus
tahun kemudian dikenal sebagai John Hopkins Hospital (www.jblearning.com).

Banyak rumah sakit di Amerika Serikat pada abad 19 sangatlah buruk


pelayannnya. Jauh dari standar minimum yang dibutuhkan dan diperlukan pasien.
Kotor, tidak berventilasi, terkontaminasi dan penuh dengan kuman-kuman.
Kumuh dengan jumlah penghuni yang demikian banyak dan hampir sama sekali
tidak ada pelayanan medis. Yang ada hanya perawat dan para wanita yang tidak
memiliki pekerjaan. Akibatnya yang terjadi justru menjadi pusat menjalarnya
penyakit. Keadaan ini mulai berubah dengan hadirnya asuransi kesehatan yang
diiringi dengan perubahan fungsi rumah sakit. Program Medicare dan Medicaid
boleh dikatakan mengubah total fungsi dan wadah perumahsakitan di Amerika
Serikat. Saat ini rumah sakit di Amerika Serikat, selain yang dikelola oleh badan
hukum non-profit juga ada yang dimiiliki dan dikelola oleh korporasi
(corporation) yang mencari keuntungan, dan rumah sakit yang merupakan
fasilitas yang didukung dan dikelola oleh pemerintah (www.jblearning.com).
Meskipun berangkat dari berbagai latar belakang yang berbeda, pada akhirnya
fakta menunjukkan bahwa pada akhirnya proses privatisasi dan korporatisasi
terjadi juga terhadap rumah sakit di Amerika Serikat.

Proses korporatisasi atau proses menjadikan rumah sakit berbentuk


perseroan terbatas ternyata juga menerbitkan masalah di Amerika Serikat. Pada
tahun 1968, Dr. Thomas Frist, Sr., Jack C. Massey dan Dr. Thomas First, Jr.,
mendirikan Hospital Corporation of America (HCA) untuk melakukan
pengelolaan Park View Hospital di Nashville, Tennessee. HCA kemudan
membesar dan di tahun 1997 tumbuh menjadi perusahaan raksasa, pemberi
layanan kesehatan yang paling besar di Amerika Serikat, yang bertujuan mencari
keuntungan. HCA mengelola 343 rumah sakit di 37 negara bagian. Di tahun 1997
itu juga HCA diindikasikan melakukan penyelewengan dalam praktik bisnisnya

6
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


yang berujung pada kewajiban membayar ganti rugi lebih dari 1,7 billiun dolar
Amerika, meskipun tidak ada top manajemen dari HCA yang dikenakan sanksi
pidana. Hal ini membuat perhatian besar, dan menjadi pembelajaran bagi
perusahaan yang bergerak dalam pemberian jasa layanan kesehatan
(http:/danielsethics.mgt.unm.edu). Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa
maka dikembangkanlah konsep tata kelola perusahaan yang baik dalam suatu
organisasi usaha yang berbentuk perseroan terbatas, termasuk dalam rangka
pengeolaan rumah sakit yang berbentuk perseroan terbatas. Di Amerika Serikat
pentingnya tata kelola perusahaan yang baik ini (good corporate governance) ini
sangat terasa pada perusahaan publik, dengan dikeluarkannya Sarbanes-Oxley Act
di tahun 2002, tepatnya pada tanggal 30 Juli 2002 oleh Presiden Amerika Serikat
pada waktu itu, George Bush.

Di Indonesia sendiri, sejarah menunjukkan bahwa perkembangan rumah


sakit di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari masa pendudukan atau penjajahan
Belanda di Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa rumah sakit pertama di
Hindia Belanda waktu itu didirikan oleh Verenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) pada tahun 1626. Pendirian tersebut pada dasarnya terutama ditujukan
untuk melayani tentara Belanda beserta keluarganya, dan masyarakat pribumi
yang memerlukan pertolongan2. Kepada mereka ini diberikan pelayanan gratis.
Rumah sakit lainnya yang selanjutnya didirikan adalah yang dibangun oleh
kelompok agama. Beberapa dibangun oleh yayasan-yayasan sosial atau
perkumpulan. Rumah sakit tersebut lebih berfungsi sosial dan tidak memungut
bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan.
Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat
pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka
tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah
sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai
VOC . Keberadaan rumah sakit setelah kemerdekaan juga tidak banyak bedanya.

2
Rumah Sakit tersebut dinamakan CBZ (Central Burgerlijke Zeikenhuis) yang sekarang dikenal
dengan nama RSCM.

7
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Hanya saja rumah sakit yang dibangun pada masa Hindia Belanda oleh VOC atau
pemerintah Hinda Belanda waktu itu kemudian diambil alih dan dikelola oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Terhitung sejak dikeluarkannya Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1986 tentang Daftar Skala Prioritas
Bidang-Bidang Usaha Penanaman Modal, industri usaha rumah sakit
dimungkinkan untuk dibuka bagi penanaman modal asing dengan persyaratan
untuk membentuk usaha patungan dengan pemilik modal dalam negeri. Adapun
bentuk usaha patungan tersebut adalah dalam bentuk perseroan terbatas3. Di
Indonesia ketentuan yang mengatur mengenai perseroan terbatas dan tata
kelolanya (corporate governance) diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 106 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756)
(UUPT). Adapun rumah sakit dengan penanaman modal asing yang pertama kali
didirikan di Indonesia adalah Rumah Sakit Siloam Gleneagles yang terletak di
Lippo Karawaci Tangerang.

Tabel 1.2 di bawah ini memperlihatkan bahwa selama kurun waktu 2011-
2013 telah terjadi pertumbuhan yang besar pada rumah sakit swasta di Indonesia
dewasa ini. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara 2009 No.153, Tambahan
Lembaran Negara No.5072) (UURS), rumah sakit swasta ini, tidak memiliki
pilihan lain selain membentuk wadah rumah sakitnya dalam bentuk perseroan
terbatas4. Terkait dengan hal tersebut maka pelaksanaan good corporate
governance di rumah sakit swasta menjadi penting di Indonesia.

3
Ketentuan ini diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2818), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2943) (selanjutnya disebut dengan UUPMA); maupun Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) (selanjutnya disebut dengan
UUPM) yang menggantikan UUPMA tersebut.
4
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UURS yang menyatakan dengan tegas bahwa Rumah
Sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas
atau Persero.

8
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Berikut disajikan tabel perkembangan jumlah rumah sakit di Indonesia tahun 2011
sampai 2013 berdasarkan pada pengolola atau pemiliknya.

TABEL 1.2
JUMLAH RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2011-2013

Sumber:Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI:2014

UURS dalam rumusan pasal-pasalnya tidak ada satupun yang mengatur


mengenai corporate governance. Yang menarik justru pernyataan yang
dituangkan dalam penjelasan ketentuan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS, yang
menyatakan bahwa:

Yang dimaksud dengan peraturan internal rumah sakit (Hospital by laws)


adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate by laws) dan
peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff by laws) yang disusun
dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical

9
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


governance). Dalam peraturan staf medis rumah sakit (medical staff by
laws) antara lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).

Sedangkan rumusan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS sendiri tidak mengatur
tentang corporate governance. Rumusan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS justru
mengatakan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk menyusun
dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws). Peraturan
internal rumah sakit itu disusun dalam rangka penyelenggaraan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang
baik (good clinical governance).

Jika ketentuan tersebut dikilas balik, akan tampak bahwa rumusan Pasal 29
ayat (1) butir r UURS tersebut merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan R.I
nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit
(hospital by laws) (KMK772)5 yang menyatakan bahwa hospital by laws terdiri
dari corporate by laws dan medical staff by laws. Ketentuan tersebut yang
dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS jelas
mengindikasikan bahwa good corporate governance berpadanan dengan
corporate by laws. Dengan membuat corporate by laws maka akan tercapailah
good corporate governance. Lebih jauh lagi ketentuan tersebut mengimplikasikan
bahwa corporate governance adalah bagian dari hospital governance. Hal tersebut
perlu mendapat perhatian mengingat bahwa selain rumah sakit swasta yang
didirikan oleh badan hukum suatu perseroan terbatas, juga dikenal rumah yang
didirikan oleh perkumpulan atau yayasan. Di samping itu masih ada lagi rumah
sakit yang didirikan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah dalam bentuk BLU/ BLUD, yang mengambil bentuk hukum yang sangat
jauh berbeda dengan perseroan terbatas. Bahkan justru rumah sakit yang didirikan
oleh bukan perseroan terbatas jumlahnya jauh lebih banyak dari rumah sakit yang
didirikan oleh perseroan terbatas.

5
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 631/Menkes/Sk/IV/2005
Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit, ketentuan
Medical Staff Bylaws yang diatur dalam KMK772 ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.

10
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Dengan pernyataan bahwa peraturan internal rumah sakit (Hospital by
laws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate by laws) dan peraturan
staf medis Rumah Sakit (medical staff by laws) yang disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance), maka pertanyaan
yang muncul adalah apakah memang corporate governance adalah bagian dari
rumah sakit dan karenanya juga berlaku pada rumah sakit publik? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, maka diperlukanlah penelitian tentang makna dan
konsep corporate governance itu sendiri, sejarah dan perkembangan corporate
governance di berbagai negara di dunia ini, dan penerapan corporate governance
di rumah sakit pada beberapa negara di dunia ini, yang dalam penelitian ini dipilih
negara Inggris, Amerika Serikat, Jerman dan Belanda.

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Seperti dijelaskan di muka, pada mulanya, rumah sakit adalah suatu


kelembagaan yang dianggap nobel atau mulia. Rumah sakit secara umum
menjalankan kegiatannya tanpa tujuan unuk mencari keuntungan. Rumah sakit
dikelola oleh pemerintah maupun oleh sekelompok golongan masyarakat atau
dalam bentuk organisasi sosial, atau keagamaan untuk kepentingan kaum tidak
mampu. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan,
yang memerlukan modal yang relatif besar mulai terjadilah perubahan paradigma
dalam pengelolaan rumah sakit. Berbagai penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah sakit yang semula menjalankan rumah
sakit dengan tujuan non-profit pada akhirnya mau tidak mau juga menjalankan
rumah sakit dengan pola pencarian keuntungan (Bales, Tiberio dan Tesch: n.d.).

Ini berarti sebagai institusi khusus yang memberikan jasa pemberian


pelayanan kesehatan bagi masyarakat, fungsi pelayanan umum rumah sakit
dewasa ini sudah tidak dapat dipisahkan lagi dari fungsi rumah sakit sebagai
kegiatan usaha bisnis yang juga harus mencari keuntungan. Salah satu pilhan yang
diambil adalah dengan melakukan proses korporatisasi rumah sakit, sebagai salah

11
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


satu bentuk privatisasi (yang secara tidak langsung menjadikan rumah sakit
sebagai suatu korporasi) oleh pihak swasta yang mengambil alih rumah sakit
tersebut dari pihak pemerintah atau komunitas yang tidak lagi mampu untuk
melanjutkan kegiatan operasional rumah sakit tersebut (Harding dan Preker:
2000).

Selanjutnya perkembangan korporasi juga menunjukkan bahwa perseroan


terbatas juga dapat disalahgunakan bahkan dimanipulasi untuk kepentingan pihak-
pihak tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka itu diciptakanlah tata kelola
perusahaan (perseroan) yang baik (good corporate governance). Hal itu dilakukan
agar semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) mendapat perlindungan
yang layak dan tidak dirugikan. Tata kelola tersebut di Indonesia di atur dalam
UUPT.

Dengan demikian jelas bahwa rumah sakit yang berbentuk perseroan


terbatas juga wajib untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) agar kepentingan semua pihak yang berhubungan dengan
rumah sakit privat tersebut juga dapat dijaga dengan baik. Ketentuan UURS tidak
ada satupun yang memberikan kejelasan tentang pelaksanaan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) pada rumah sakit. Keberadaan
KMK772 justru menimbulkan permasalahan dalam interpretasi dan kemungkinan
pelaksanaan corporate governance pada rumah sakit pada umumnya. Hal ini
terjadi justru karena ternyata jumlah rumah sakit privat jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan rumah sakit publik. Sedangkan korporasi hanya berkaitan
dengan rumah sakit privat dan bukan rumah sakit publik

I.3. PERTANYAAN PENELITIAN

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan di atas,
dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan dan pelaksanaan corporate governance di Indonesia?

12
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


2. Bagaimana pengaturan dan pelaksanaan corporate governance dalam rumah
sakit di Indonesia dewasa ini?
3. Bagaimana seharusnya pengaturan dan pelaksanaan corporate governance
dalam Undang-Undang Rumah Sakit dikaitkan dengan Undang-Undang
Perseroan Terbatas?
4. Bagaimana penatalaksanaan pengaturan corporate governance dalam
peraturan perundang-undangan di bidang rumah sakit di Indonesia?

I.4. TUJUAN PENELITIAN

Adapun secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu
bagaimana seharusnya pengaturan dan pelaksanaan corporate governance dalam
rumah sakit di Indonesia, sehingga di harapkan rumah sakit-rumah sakit yang ada
di Indonesia dapat dikelola secara profesional dengan memperhatikan kepentingan
dari semua pihak yang terkait dan terlibat di dalamnya.

Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk:


1. Menjelaskan konsep corporate governance;
2. Menjelaskan cara implementasi corprate governance;
3. Menunjukkan keberadaan konsep corporate governance di Indonesia;
4. Menjelaskan pelaksanaan corporate governance di Indonesia;
5. Menganalisis pelaksanaan corporate governance di rumah sakit di Indonesia;
6. Menganalisis dan merumuskan pengaturan konsep corporate governance di
rumah sakit di Indonesia secara tepat dan benar.

I.5. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang dibuat untuk memberikan manfaat:

1. Secara akademis atau teoritis, untuk dimuat pada jurnal ilmiah, dan dijadikan
rujukan untuk melakukan seminar, simposium atau temu ilmiah, yang
dijadikan rujukan bagi dan dikembangkan dalam penelitian-penelitian

13
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


selanjutnya lain tentang corporate governance pada umumnya dan penerapan
corporate governance di rumah sakit untuk penyempurnaan organisasi rumah
sakit, dan pedoman bagi penyusunan naskah akademik untuk memperbaiki
Undang-Undang Rumah Sakit yang berlaku sekarang ini, yaitu Undang-
Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Secara metodologis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi model atau
contoh penerapan metode penelitian hukum kualitatif ke dalam analisis
kebijakan rumah sakit, dan memperkaya desain penelitian kualitatif berbasis
dokumen hukum dengan studi perbandingan hukum;
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk
merumuskan secara tepat pengaturan corporate governance dalam Undang-
Undang Rumah Sakit bagi Pemerintah, Kementerian Kesehatan dan instansi
terkait lainnya dalam membuat peraturan tentang penerapan corporate
governance; serta pedoman bagi direksi dan pengurus perseroan terbatas yang
memiliki bidang usaha rumah sakit dalam menerapkan corporate governance
pada masing-masing rumah sakit.

14
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. SEJARAH CORPORATE GOVERNANCE DAN


PERKEMBANGANNYA

Sejarah corporate governance menunjukkan bahwa siklus krisis dan


reformasi yang berhubungan dengan tata kelola perusahaan pada mulanya hanya
merupakan persoalan bagi orang Inggris dan Amerika. Perkembangan
kompleksitas bisnis dan globalisasi telah membuat tata kelola perusahaan menjadi
fenomena yang mendunia. Tata kelola perusahaan mulai menjadi perhatian di
berbagai negara di belahan dunia (Clarke, 2007).

Bangkrutnya Barings Bank di tahun 1995 yang merupakan salah satu bank
tertua di Inggris merupakan salah satu contoh buruknya tata kelola perusahaan
yang tidak dilakukan dengan baik. Kejadian tersebut bukanlah yang pertama dan
bukan juga yang terakhir. Setelah kejadian Barings Bank, tuntutan hukum yang
dialami oleh Enron, sebagai salah satu perusahaan yang sempat masuk ke dalam
sepuluh besar perusahaan menurut US Fortune juga merupakan contoh utama
kegagalan perseroan terbatas tanpa tata kelola yang baik. Kegagalan pembayaran
utang oleh Parmalat, salah satu perusahaan susu, dengan kisah sukses yang luar
biasa di Italia, sebagai akibat penyalahgunaan dana adalah contoh berikutnya.
Skandal yang melanda Royal Bank of Scotland dan beberapa bank besar di Inggris
pada tahun 2008, manipulasi yang dilakukan oleh manajemen China Forestry di
tahun 2008 dan 2009 turut menambah panjang cerita kelamnya sejarah
penyalahgunaan perseroan terbatas oleh orang-orang yang berkepentingan dan
memiliki akses dan kontrol terhadap perseroan terbatas (Mallin: 2013).

Secara etimologi istilah corporate governance diturunkan dari bahasa


Yunani Kuno dan Latin, yang memang seringkali sama dan memiliki arti yang
serupa dalam perkembangan kedua bahasa tersebut. Kata corporate berasal
corpus dalam bahasa Latin yang berarti body atau badan. Sedangkan corporare

15
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


sebagai kata kerja, berarti membentuk satu badan. Ini artinya corporation atau
korporasi adalah badan hukum yang berarti sekelompok orang yang diberikan
kewenangan untuk melakukan tindakan hukum sebagaimana layaknya seorang
manusia biasa (Clarke: 2007).

Sedangkan governance berasal dari bahasa Yunani yang dilatinkan,


gubernatio. Gubernatio berarti pengelolaan, manajemen atau pemerintahan. Kata
gubernatio itu sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kybernao yang
berarti menyetir, mengendarai, mengarahkan, melakukan tindakan sebagai pilot
(Clarke: 2007).

Dengan demikian jelaslah jika corporate adalah suatu istilah yang merujuk
pada sifat badan hukum dari suatu perseroan terbatas. Di Indonesia, istilah
corporation atau korporasi dirujuk dan diterjemahkan ke dalam pengertian
perseroan terbatas. Dalam konsep corporation, sebagai suatu badan hukum terjadi
pemisahan antara fungsi pemilik modal atau pemilik (saham) dengan pengurusan
atau pengelolaan terhadap corporation atau korporasi atau perseroan terbatas itu
sendiri. Pemisahan fungsi pemilikan modal atau saham ini dengan fungsi
pengurusan atau pengelolaan dalam suatu perseroan terbatas disebut dengan nama
corporate veil atau tabir perseroan. Setiap bentuk pelanggaran yang
mengakibatkan bersatunya fungsi pemilik modal atau saham dengan pengurusan
atau pengelolaan perseroan terbatas menerbitkan akibat yang dinamakan piercing
the corporate veil atau proses menembus tabir perseroan. Hal ini membawa
konsekwensi hukum bahwa pemilik modal adalah juga pengurus yang tidak
terpisahkan sebagai satu kesatuan. Hal ini merujuk pada berlakunya konsep firma
dalam suatu persekutuan6. Rusaknya tabir perseroan karena adanya tembusan
tersebut mengakibatkan pemilik modal ikut bertanggung jawab atas kerugian
perusahaan. Dalam konteks yang demikian maka pertanggungjawaban yang tidak
lagi terbatas (sebagaimana konsep perseroan terbatas itu sendiri) bagi para pemilik
modal sebagai pemegang saham dalam perseroan. Dalam kata lain pemberian

6
Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, secara tegas menyatakan bahwa para sekutu
dalam persekutuan firma bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian firma.

16
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


kedudukan pemegang saham kepada pemilik modal dalam suatu perseroan
terbatas membuat pemilik modal tersebut lepas dari kegiatan pengurusan dan
pengelolaan perseroan terbatas. Hal ini dilakukan dengan meletakkan tabir di
antara keduanya (Widjaja: 2008).

Kilas balik sejarah menunjukkan di Inggris bahwa, pemahaman mengenai


perlunya konsep corporate governance sudah di mulai sejak tahun 1991 dengan
dibentuknya "The Committee on the Financial Aspects of Corporate Governance"
yang populer dengan nama "The Cadbury Committee". Komite ini diberi nama
Komite Cadbury oleh karena Komite ini dipimpin oleh Adrian Cadbury. Hasil
kerja komite ini yang diberi nama The Cadbury Report, yang berjudul Financial
Aspects of Corporate Governance memberikan serangkaian rekomendasi dalam
kerangka pengaturan organ dalam perseroan dan sistem akuntansi dalam rangka
melakukan mitigasi terhadap risko dan kegagalan yang terbit dalam pelaksanaan
jalannya pengurusan dan pengelolaan perusahaan. Laporan ini diterbitkan dalam
versi draft di bulan Mei 1992 (http://www.jbs.cam.ac.uk/cadbury/report/).

Cadbury report tahun 1992 yang dilakukan untuk memberikan laporan


kegagalan dan skandal yang terjadi di perusahaan-perusahaan besar di Inggris
bukanlah satu-satunya laporan yang menjadi dasar bagi perkembangan tata kelola
perusahaan yang baik. Selain Cadbury Report diketahui juga serangkaian laporan
lainnya, seperti:

a. Greenbury Report tahun 1995 yang dihasilkan oleh Greenbury Committee


yang didirikan khusus untuk memberikan respon terhadap perhatian yang
diberikan kepada besarnya remunerasi yang diberikan kepada Direksi
perseroan terbatas dan kegagalan Direksi untuk menyajikan laporan tahunan
yang lengkap dan konsisten.
b. Hampel Report tahun 1998 yang dihasilkan oleh Hampel Committee yang
dibentuk tahun 1995 untuk melakukan review terhadap pelaksanaan Cadbury
Report; dan rekomendasi Greenbury Report. Dalam Hampel Report dikatakan
bahwa direksi sebagai dewan juga bertanggung jawab dalam hubungannya

17
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


dengan stakeholders (pemangku kepentingan), dan tidak hanya bertanggung
jawab (accountable) kepada pemegang saham.
c. Hasil selanjutnya adalah Combined Code yang menggabungkan rekomendasi
dari Cadbury Report, Greenbury Report dan Hampel Report. Combined Code
ini terdiri dari 2 bagian, yang pertama ditujukan pada perusahaan dan kedua
kepada investor institusional.
d. Nigel Turnbull pada tahun 1999 kemudian ditunjuk oleh Chartered
Accountants in England and Wales (ICAEW) untuk memimpin Turnbull
Committee untuk memberikan pedoman pelaksanaan pengawasan internal
yang diperlukan. Turnbull Report menyatakan bahwa direksi wajib
memastikan efektifitas pengawasan internal dan melaporkannya dalam
laporan tahunan yang disajikan setiap tahunnya (Mallin: 2013).

Setelah itu masih banyak lagi komite yang dibentuk dan laporan yang
disajikan, antara lain Myners tahun 2001 dan 2008, Higgs tahun 2003, Smith
tahun 2003, dan Walker tahun 2009. Selain itu terhadap laporan yang ada,
termasuk Combined Code juga dilakukan perubahan, revisi dan perbaikan. Secara
berturut-turut Combined Code sudah diubah mulai tahun 2003, 2006, 2008,
hingga pada akhirnya dikeluarkanlah UK Corporate Governance Code di tahun
2010 dan Guidance on the Implementation of the UK Corporate Governance
Code pada tahun yang sama.

Agak berbeda dari perkembangan yang terjadi di Inggris, perkembangan


tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di Amerika lebih
dipengaruhi pada konsep kapitalisme. Hal ini ditandai dengan praktik perseroan di
awal abad ke duapuluh satu di Amerika Serikat yang melibatkan penyalahgunaan
wewenang oleh CEO (Chief Excutive Director) suatu korporasi. Keadaan ini
membuat para investor pemilik modal hampir tidak memiliki kewenangan apapun
juga termasuk untuk melakukan kontrol dan kendali, khususnya dalam rangka
melindungi modal yang sudah ditanamkan pada perseroan terbatas tersebut
(Morck dan Steier: 2005). Hal ini menyebabkan diundangkannya Sarbanes-Oxley
Act di bulan Juli tahun 2002.

18
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Kritik terhadap pengundangan Sarbanes-Oxley Act dalam kaitannya
dengan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik pernah dikemukakan oleh
Professor Roberta Romano dalam salah satu tulisannya di Yale Law Jurnal
(2005). Menurut Romano, pembuatan dan pengundangan Sarbanes-Oxley Act
dilakukan secara terburu-buru dan tidak didukung oleh data empiris yang cukup.
Dikatakan bahwa Sarbanes-Oxley Act ini dibuat untuk kepentingan pasar modal
yang memiliki aturan yang berbeda dari ketentuan mengenai tata kelola
perusahaan yang sesungguhnya. Sarbanes-Oxley Act ada di bidang pasar modal
sedangkan good corporate governance adalah bidang perseroan terbatas.
Perbedaan ini menjadi penting di Amerika Serikat karena pengaturan tentang
Pasar Modal diatur oleh Negara Federal USA sedangkan aturan tentang perseroan
terbatas dapat diatur secara berbeda oleh tiap-tiap negara bagian. Namun demikian
dalam berbagai pembelaan, termasuk yang dikemukakan oleh Prentice dan Spence
(2007) dikatakan bahwa terlepas dari pengundangan Sarbanes-Oxley Act yang
berada dalam lapangan hukum pasar modal, fakta menunjukkan bahwa dengan
keberadaan Sarbanes-Oxley Act ini terjadi perubahan cukup besar dalam
penerapan peran Direksi dalam perseroan terbatas, yang menjadi lebih independen
dengan kinerja yang diharapkan menjadi lebih baik.

Di samping itu, secara kelembagaan internasional, masalah tata kelola


perusahaan yang baik juga telah menjadi perhatian dari OECD (Organisation for
Economic Co-operation and Development) serta World Bank. OECD telah
mengeluarkan berbagai terbitan yang berhubungan dengan pelaksanaan good
corporate governance tersebut. Terbitan yang pertama adalah OECD Principles of
Corporate Governance yang diterbitkan di tahun 2004. Sejak saat itu berbagai
macam terbitan lainnya berupa pedoman atau pembahasan yang berhubungan
dengan implementasi good corporate governance dilahirkan dari waktu ke waktu.
Beberapa penerbitan tersebut antara lain Board Practice: Incentives and
Governing Risks (2011), The Role of Institusional Investors in Promoting Good
Corporate Governance (2012), Related Party Transaction and Minority
Shareholders Rights (2012), Supervision and Enforcement in Corporate

19
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Governance (2013), Corporate Governance Factbook (2014) dan Risk
Management and Corporate Governance (2014).

Dewasa ini corporate governance telah menjadi dan diterapkan sebagai


salah satu dari dua belas best-practice standards oleh komunitas pembiayaan
nasional. Bank Dunia sebagai asesor dari pelaksanaan OECD Principles of
Corporate Governance telah melakukan berbagai penilaian pelaksanaan tata
kelola perusahaan bersama-sama dengan International Monetary Fund (IMF).
Hasil penilaian tersebut dituangkan dalam laporan-laporan yang berkala atau
insidentil yang dinamakan ROSC (Reports on the Observance of Standards and
Codes).

II.2. PENGERTIAN DAN KONSEP CORPORATE GOVERNANCE

Komite Cadbury yang dibentuk di Inggris memberikan pengertian


Corporate Governance secara sederhana sebagai the system by which
companies are directed and controlled. The basic objective of corporate
governance is to enhance and maximize shareholder value and protect the interest
of other stakeholders. Dikatakan lebih lanjut bahwa corporate governance dapat
juga diartikan sebagai:

a system of structuring, operating and controlling a company with the


following specific aims:
1. Fulfilling long-term strategic goals of owners;
2. Taking care of the interests of employees;
3. A consideration for the environment and local community;
4. Maintaining excellent relations with customers and suppliers;
5. Proper compliance with all the applicable legal and regulatory
requirements.

Dalam penerbitannya tersebut Adrian Cadbury sendiri ternyata mengutip


pernyataan Cicero dalam upaya memberikan atau menyampaikan arti orisinal dari
konsep corporate governance, sebagai berikut:

20
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Governance is a word with a pedigree that dated back to Chaucer and in
his day the word carried with it the connotation wise and responsible,
which is appropriate. It means either the action of governing or the
method of governing and it is in the latter sense it is used with reference to
companies... A quotation which is worth keeping in mind in this context is:
He that governs sits quietly at the stern and scarce is seen to stir.
(Cadbury: 2002)

Konsep mengenai corporate governance ini selanjutnya dipopulerkan oleh


Organisation For Economic Co-Operation and Development (OECD) pada tahun
1999. Dalam OECD Principles of Corporate Governance (2004) dikatakan
bahwa:

"Corporate governance is the system by which business corporations are


directed and controlled 7. The corporate governance structure specifies the
distribution of rights and responsibilities among different participants in
the corporation, such as, the board, managers, shareholders and other
stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions
on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through
which the company objectives are set, and the means of attaining those
objectives and monitoring performance.

Sesuai dengan definisi di atas, dalam pandangan OECD, corporate


governance adalah sistem di mana perusahaan bisnis diarahkan dan dikendalikan.
Struktur corporate governance menentukan pembagian hak dan tanggung jawab
antara berbagai pihak dalam perseroan, seperti direksi dan dewan komisaris, para
manajer dan karyawan perseroan, pemegang saham perseroan dan pihak-pihak
lainnya yang berhubungan hukum dengan perseroan seperti pemasok, pelanggan,
termasuk kreditor perseroan, yang memiliki kepentingan terhadap perseroan
terbatas tersebut. Corporate governance yang baik menentukan aturan-aturan dan

7
Pernyataan tersebut pertama kali dikemukakan dalam UK Report of the Commitee on the
Financial Aspects of Corporate Governance di tahun 1992.

21
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


prosedur untuk membuat keputusan tentang urusan perusahaan. Corporate
governance juga akan menyediakan struktur melalui mana tujuan perusahaan
ditetapkan, dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan pemantauan
kinerja ditentukan. Dalam perusahaan yang tata kelola perusahaan yang baik,
pemimpin pada umumnya hanya tinggal duduk duduk saja dan boleh dikatakan
hampir sama sekali tidak menggunakan kekerasan dalam memimpin jalannya
pengurusan perseroan terbatas itu sendiri (Cadbury: 2002).

Pengertian dan pemahaman corporate governance tersebut di atas tidak


dapat dipisahkan dari pemahaman tentang keberadaan dari stakeholders yang
tidak semata-mata hanya terdiri dari pemegang saham dan pengurus perseroan
saja (Widjaja: 2009). Jika diperhatikan hubungan yang terjadi antara perseroan
dengan semua pihak dengan siapa perseroan melakukan hubungan hukum, maka
hubungan hukum tersebut dapat digolongkan ke dalam:
1. Hubungan yang lama (long term) yang berhubungan dengan hal check and
balances, insentif, komunikasi, pertanggungjawaban (akuntabilitas) dan lain-
lain;
2. Hubungan yang singkat (short term) yang berhubungan dengan masalah
keterbukaan (transparansi) dan kewenangan.

Semua pihak-pihak yang berhubungan hukum ini memiliki kepentingan


terhadap perseroan, sebagai suatu perusahaan yang going concern yang
sustain. Untuk itulah maka perseroan, sebagai suatu subjek hukum haruslah
memperhatikan semua kepentingan tersebut secara proporsional dan tidak
merugikan salah satunya. Kepentingan inilah yang muncul dalam Laporan
Cadbury yang dengan detail menjelaskan mengapa Direksi yang melakukan
fungsi pengurusan dan perwakilan bagi perseroan harus bertindak secara konsisten
dan terbuka.

Perkembangan selanjutnya di Amerika Serikat adalah lahirnya Sarbanes-


Oxley Act yang mengembangkan Cadbury Report ke dalam aturan hukum dalam
bidang pasar modal, yang setidaknya membentuk perkembangan corporate

22
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


governance di Amerika Serikat hingga saat ini. Beberapa hal yang dalam
pandangan Cadbury harus ada dan dimiliki oleh Direksi adalah:
1. Rencana strategis jangka panjang;
2. Karyawan sebagai sumber daya manusia;
3. Lingkungan sosial dan alam;
4. Pelanggan dan pemasok;
5. Ketaatan pada aturan dan ketentuan yang berlaku.

Salah satu kunci utama dalam Cadbury Report yang juga telah disinggung
di atas adalah pemisahan antara kepemilikan saham dengan pengurusan. Dalam
konteks ini, korporasi dibedakan dari jenis perusahaan lain seperti suatu
persekutuan perdata, firma atau persekutuan komanditer. Dalam ketiga jenis
persekutuan tersebut sama sekali tidak ada pemisahan antara kepemilikan modal
dan pengurusan. Semua pemilik modal terlibat secara langsung dalam proses
pengurusan dalam suatu persekutuan perdata8, firma9 atau persekutuan
komanditer 10 (Widjaja: 2004).

II.3. PRINSIP CORPORATE GOVERNANCE MENURUT OECD

Dalam OECD Principles of Corporate Governance disebutkan adanya


enam prinsip corporate governance menurut OECD. Ke enam hal tersebut adalah
(OECD: 2004):

1. Kerangka tata kelola perusahaan harus mempromosikan transparansi dan


pasar yang efisein, konsisten dengan aturan hukum dan secara jelas
menuangkan batasan dan luasnya tanggung jawab masing-masing pemangku
kewenangan, dari pengawas, pembuat dan pelaksana aturan yang ditetapkan.
2. Kerangka tata kelola perusahaan harus melindungi dan memfasilitasi
pelaksanaan hak-hak pemegang saham. Hak-hak dasar pemegang saham
tersebut meliputi:

8
Pasal 1639 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
9
Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
10
Pasal 19 jo. Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

23
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


a. Hak untuk memperoleh pendaftaran kepemilikan yang aman;
b. Hak untuk menyerahkan atau mengalihkan saham;
c. Hak untuk memperoleh informasi yang relevan dan material tentang
perusahaan secara tepat waktu dan secara berkala;
d. Hak untuk berpartisipasi dan memberikan suara dalam setiap Rapat Umum
Pemegang Saham;
e. Hak untuk mengangkat atau memberhentikan anggota Direksi; dan
f. Hak untuk memperoleh bagian keuntungan perusahaan (dividen).

Di samping itu, pemegang saham juga harus memiliki hak untuk


berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan denga
perubahan fundamental dalam perusahaan, dengan pemberian informasi yang
cukup, dalam hal terjadi (OECD: 2004):
a. perubahan anggaran dasar perusahaan;
b. pengeluaran saham baru oleh perusahaan; dan
c. tindakan perusahaan yang di luar kebiasaan, termasuk kemungkinan
terjadinya akuisisi.

Selain itu, pemegang saham wajib untuk (OECD: 2004):


a. diberikan informasi yang cukup dan tepat waktu tentang tanggal, tempat
dan agenda rapat umum pemegang saham;
b. diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, termasuk tentang
laporan hasil audit eksternal, mengusulkan agenda rapat tertentu,
mengajukan usulan tentang putusan rapat, dengan mengindahkan
pembatasan-pembatasan yang sewajarnya;
c. diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam tata kelola perusahaan,
seperti mengusulkan anggota Direksi, termasuk semua paket
remunerasinya.

Selanjutnya para pemegang saham ini diperkenankan untuk saling bertukar


pendapat sebagaimana telah diatur sebelumnya sebelum pada akhirnya para

24
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


pemegang saham ini mengambil setiap keputusan yang memerlukan peran
pemegang saham.
3. Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan perlakuan yang sama
untuk semua pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki hak untuk
memperoleh hak untuk memperoleh perhatian yang efektif untuk setiap
pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Dalam konteks yang demikian
penggunaan informasi orang dalam sangatlah diharamkan.
4. Kerangka tata kelola perusahaan harus mengakui hak-hak pemangku
kepentingan (stakeholders) yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau berdasarkan kesepakatan bersama dan
mendukung kerjasama antara perusahaan dengan para pemangku kepentingan
terebut dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan
kesinambungan keuangan perusahaan yang baik.
5. Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa keterbukaan dan
akurat dan tepat waktu tentang segala hal yang material tentang perusahaan ,
termasuk keadaan keuangan perusahaan, kinerja kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan.
6. Tanggung jawab (responsible) Direksi, yang harus dilakukan dengan itikad
baik dan penuh kehati-hatian dengan terlebih dahulu memperoleh masukan
dari berbagai pihak yang independen serta untuk kepentingan perusahaan.
Direksi harus memperlakukan para pemegang saham ini dengan Fair (adil),
meskipun ada hak-hak pemegang saham kelas tertentu yang secara normatif
berbeda. Dalam melaksanakan fungsi tanggung jawabnya maka Direksi harus
bertindak secara profesional.

II.4. TEORI TENTANG CORPORATE GOVERNANCE

Keberadaan dan perkembangan corporate governance dalam praktik juga


didukung oleh berbagai teori. Teori-teori tersebut antara lain (Mallin: 2013):

25
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1. Agency Theory (teori keagenan). Menurut teori ini, seluruh pemegang saham
adalah principal (pemberi kuasa) yang memberikan hak kepada kepada
Direksi sebagai agen yang menjalankan perusahaan. Berdasarkan teori ini
Direksi tidak boleh melakukan tindakan yang dapat merugikan kepentingan
prinsipalnya. Semua kegiatan dalam rangka pengelolaan perusahaan harus
dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab kepada prinsipal. Teori
ini memisahkan antara pemilik modal dan pihak yang melakukan fungsi
mengelola modal tersebut. Jadi dalam hal ini ada serangkaian perjanjian yang
mengatur hubungan keagenan yang terbentuk antara pemilik dana dengan
pengelola dana.
2. Stewardship Theory (teori pengelola asset). Dalam teori ini Direksi adalah
pihak yang melakukan pengelolaan terhadap aset perusahaan, dan hanya akan
melakukan tindakan hukum yang terkait dengan aset tersebut sesuai dengan
dan untuk kepentingan yang terbaik dari para pemegang saham yang
merupakan pemilik bersama dari aset yang dikelola Direksi.
3. Stakeholders Theory (teori pemangku kepentingan). Dalam teori ini,
perhatian diperluas hingga tidak hanya pemegang saham semata-mata.
Berdasarkan teori ini, sturktur tata kelola dalam perusahaan dapat
memberikan kesempatan kepada setiap pemangku kepentingan untuk
menempatkan perwakilannya secara langsung untuk ikut serta mengawasi
pelaksanaan kinerja oleh Direksi.
4. Transaction Cost Economics Theory (teori biaya transaksi ekonomis). Pada
dasarnya teori ini tidak jauh berbeda dari teori keagenan. Jika teori keagenan
berangkat dari suatu perjanjian, maka teori biaya transaksi ekonomis ini
melihat hubungan yang ada sebagai suatu struktur tata kelola. Dengan
memperhatikan bahwa perusahaan bukanlah sesuatu yang bersifat statis
dengan kemungkinan bahwa ia akan terus tumbuh dan berkembang menjadi
besar. Hal ini tidak hanya sekedar menjalankan untuk kepentingan prinsipal,
namun Direksi harus dan telah berpikir untuk menjadikan perusahaan tersebut
menjadi semakin besar. Ada biaya yang muncul di sini. Biaya ini
menyebabkan perjanjian tersebut akan terus mengalami proses peninjauan

26
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


kembali agar menjadi fair bagi semua pihak. Dalam konteks yang demikian
transaction cost economics memberikan tempat bagi Direksi untuk bertindak
secara lebih leluasa.

II.5. PILAR-PILAR YANG MENJADI PRINSIP DALAM CORPORATE


GOVERNANCE

Jika diperhatikan semua prinsip tata kelola perusahaan yang


dikembangkan oleh OECD dan selanjutnya dijadikan dasar penilaian oleh World
Bank bersama-sama dengan teori-teori dalam corporate governance yang
disampaikan di atas, semuanya dapat disarikan ke dalam beberapa pilar pokok
atau pilar dasar corporate governance. Pilar-pilar tersebut secara umum dapat
dirumuskan secara sederhana sebagai:
1. Adanya independency dalam pengelolaan perusahaan oleh Direksi. Direksi
tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh salah satu atau lebih pemilik
modal dalam perusahaan. Direksi harus bekerja semata-mata untuk
kepentingan perusahaan, sebagaimana yang telah ditentukan secara bersama
oleh seluruh pemilik modal;
2. Dengan demikian berarti Direksi harus bersifat fair (adil) kepada para
pemegang saham perusahaan. Dengan pengertian adil di sini adalah setiap
pemegang saham wajib untuk mendapatkan segala sesuatu yang menjadi
haknya sesuai dengan aturan dan ketentuan hukum yang berlaku. Perlakuan
yang adil ini akan menghilangkan kecurigaan di antara para pemodal, yang
pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan;
3. Perlunya transparansi dan keterbukaan dalam melakukan pengelolaan
perusahaan. Direksi harus menyampaikan rencana kerja dan
mempertanggungjawabkan pengurusan dan pengelolaan perusahaan yang
telah dilakukannya, baik secara berkala (melalui rapat umum tahunan)
maupun secara khusus (dalam rapat umum luar biasa) agar para pemegang
saham dapat mengetahui dengan pasti nasib dari modal yang ditanamkan
dan dipercayakan kepada Direksi untuk dikelola;

27
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


4. Direksi bertanggung jawab (responsibel) kepada seluruh pemangku
kepentingan dalam perusahaan. Dalam konteks ini, secara finansial, seluruh
pemangku (stakeholders) kepentingan dalam perseroan adalah debitor atau
kreditor bagi perusahaan. Direksi wajib mempertanggungjawabkan seluruh
transaksi yang dilakukannya kepada seluruh pemangku kepentingan tersebut;
5. Selain responsibel kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders),
Direksi berakuntabel kepada pemegang saham atas setiap pengelolaan
perusahaan yang dilakukan olehnya.

Dengan demikian pada dasarnya tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance adalah suatu sistem yang dibentuk dengan aturan-aturan
yang menjamin bahwa perusahaan akan dijalankan dan dilaksanakan dengan
TARIF, yaitu:
1. Transparan,
2. Akuntabel,
3. Responsibel,
4. Independen, dan
5. Adil (Fairness).

Dengan melaksanakan ke lima hal tersebut di atas, maka perusahaan akan dapat
menjadi suatu entitas yang going concern yang akan selalu sustain dan tidak
akan pernah bubar. Untuk itulah maka dimungkinkan bagi suatu perusahaan untuk
didirikan tanpa jangka waktu yang ditentukan lamanya.

Chan (2012) dalam www.accaforstudents.com mengemukakan 9 pilar


yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan corporate governance. Ke sembilan
pilar tersebut adalah:
1. Probity/ honesty
2. Integrity
3. Fairness
4. Responsibility
5. Independence

28
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


6. Judgment
7. Transparency
8. Accountability
9. Reputation.

Hasselgren (2010) mengemukakan adanya empat pilar dalam corporate


governance sebagai berikut:
1. Accountability.
Make sure that management is accountable to the Board and ensure that the
Board is accountable to shareholder/shareowners.
2. Fairness
Meaning that we protect the shareowners rights and that we treat all owners
including minorities equitably and provide effective readiness for violations.
3. Transparency
It means that we should ensure timely, accurate disclosure on all material,
matters including the financial situation, performance, ownership and
corporate governance.
4. Responsibility.
Recognize shareholders rights and encourage cooperation between the
company and stakeholders in creating wealth, jobs and economic
sustainability.

II.6. IMPLEMENTASI CORPORATE GOVERNANCE

Setelah melihat pada perkembangan sejarah, pengertian, prinsip, teori dan


pilar dalam corporate governance sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka
berikut di bawah ini akan disajikan secara singkat implementasi corporate
governance di beberapa negara di dunia ini. Pilihan negara dijatuhkan pada
pertama Inggris, sebagai negara di mana pemikiran tentang perlunya corporate
govermence pertama kali dikemukakan dengan Komite Cadburynya. Kedua
Amerika Serikat, mengingat bahwa Amerika Serikatlah yang telah menarik ranah

29
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


corporate governance ke bidang pasar modal. Ketiga adalah Jerman dengan
mempertimbangkan bahwa Jerman adalah negara lainnya di dunia ini yang
mewajibkan penggunaan sistem two tiers dalam pengelolaan perseroan terbatas11.
Keempat adalah Belanda dengan berpijak pada fakta sejarah bahwa keberadaan
perseroan terbatas di Indonesia adalah karena penjajahan Belanda di Hindia
Belanda waktu itu. Terakhir adalah Indonesia yang sudah memiliki Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG).

II.6.1. CORPORATE GOVERNANCE DI INGGRIS

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tonggak sejarah keberadaan


corporate governance di Inggris di mulai dengan dibentuknya Cadbury
Committee yang menghasilkan Cadbury Report. Isi dari laporan tersebut pada
dasarnya merupakan The UK Corporate Governance Code versi pertama. The
UK Corporate Governance Code yang terakhir adalah versi yang dikeluarkan
pada bulan September 2014 oleh FRC (Financial Reporting Council).

Pengertian Corporate Governance yang ada pada versi pertama dari The
UK Corporate Governance Code ini, yang dibuat tahun 1992 oleh Cadbury masih
tetap dipertahankan sampai saat ini pada Code terakhir ini. Menurut Code terakhir
ini, tujuan dari corporate governance adalah untuk to facilitate effective,
entrepreneurial and prudent management that can deliver the long-term success
of the company. Dengan menggunakan rumusan klasik corporate governance
tahun 1992 oleh Cadbury Committee, yang menyatakan bahwa (FRC: 2014):

Corporate governance is the system by which companies are directed and


controlled. Boards of directors are responsible for the governance of their
companies. The shareholders role in governance is to appoint the
directors and the auditors and to satisfy themselves that an appropriate
governance structure is in place. The responsibilities of the board include
11
Sistem two tiers adalah sistem pengelolaan perseroan terbatas dengan Direksi dan Dewan
Pengawas (Dewan Komisaris) yang saat ini di dunia ini pelaksanaannya hanya diwajibkan
eksistensinya di Negara Jerman dan Indonesia.

30
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


setting the companys strategic aims, providing the leadership to put them
into effect, supervising the management of the business and reporting to
shareholders on their stewardship. The boards actions are subject to
laws, regulations and the shareholders in general meeting.

dapat diketahui bahwa di Inggris, yang dinamakan dengan corporate governance


adalah what the board of a company does and how it sets the values of the
company. It is to be distinguished from the day to day operational management of
the company by full-time executives. (FRC: 2014). Dengan demikian Code ini
merupakan pedoman mengenai sejumlah komponen dari praktik pengelolaan
perseroan oleh Direksi secara efektif, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dasar
tata kelola perusahaan yang baik, yaitu: accountability, transparency, probity and
focus on the sustainable success of an entity over the longer term.

The UK Corporate Governance Code ini berlaku untuk semua korporasi


UK, dimanapun perusahaan tersebut menjalankan usahanya. Code ini memiliki
slogan comply or explain yang sudah dipergunakan sejak versi pertama Code
ini diberlakukan. Dalam Code ini disampaikan 5 prinsip dasar yang yang harus
diketahui tentang Direksi suatu perseroan di Inggris agar dapat melaksanakan tata
kelola perusahaan yang baik. Kelima hal tersebut adalah leadership, effectivenss,
accountability, remuneration and relations with shareholders (FRC: 2014).

II.6.2. CORPORATE GOVERNANCE DI AMERIKA SERIKAT

Kelahirkan corporate governance di Amerika Serikat pada prinsipnya


tidak jauh berbeda dengan kelahiran corporate governance di Inggris, yang
ditandai dengan penyalahgunaan keuangan yang terjadi di sekitar awal tahun
1990. Keadaan tersebut kemudian dibahas dalam OECD, dan beberapa negara di
eropa, yang menghasilkan berbagai rekomendasi berkaitan dengan tata kelola
perusahaan. Namun demikian masalah tata kelola perusahaan ini semakin menjadi
perhatian di Amerika Serikat sejak terjadinya skandal keuangan besar yang
melanda perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Beberapa diantaranya

31
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


adalah Enron, WorldCom dan Arthur Andersen, yang membawa akibat hilangnya
kepercayaan invertor publik kepada pasar modal. Harga saham jatuh luar biasa
yang menyebabkan terjadinya kerugian terhadap tidak kurang dari jutaan investor
individual. Penelitian yang dilakukan oleh ahli korporasi menunjukkan bahwa
kegagalan tersebut terjadi karena kegagalan dalam melakukan pengelolaan
korporasi dengan baik. Selanjutnya oleh karena hampir setengah orang dewasa di
Amerika Serikat memiliki saham di bursa efek, maka tidak mengherankan jika hal
yang berhubungan dengan pengelolaan korporasi menjadi bagian dari isu politik.
Kongres Amerika Serikat akhirnya mengundangkan the Sarbanes-Oxley Act of
2002 sebagai pedoman. New York Stock Exchange merespon dengan cepat dengan
mengeluarkan Corporate Governance Rule Proposals Reflecting
Recommendations to the NYSE Corporate Accounting and Listing Standards
Committee, as Approved by the NYSE Board of Directors, August 1, 2002,12
(Salacuse: 2003).

Dengan demikian agak berbeda dari kelahiran corporate governance di


Inggris yang bersumber pada permasalahan dalam kegiatan korporasi yang
dikelola oleh Direksi, di Amerika Serikat kelahiran corporate governance justru
ditandai oleh jatuhnya pasar modal Amerika Serikat. Hal ini juga menunjukkan
mengapa perkembangan corporate governance di Amerika Serikat terjadi pada
tingkat Federal dan bukan pada level negara bagian (state)13. Jadi perkembangan
corporate governance terjadi di seluruh negara bagian di Amerika Serikat secara
serentak, meskipun aturan korporasi tiap-tiap negara bagian bisa berbeda-beda.
Dengan mengatur tata kelola perusahaan dalam suatu undang-undang yang
dinamakan Sarbanes-Oxley, sudah jelas jika di Amerika Serikat tata kelola
perusahaan yang baik bukan lagi pilihan, melainkan sudah menjadi kewajiban.
Hal ini juga didasari pada konsep bahwa perlindungan investor di pasar modal
merupakan hal utama yang tidak dapat dikesampingkan dengan begitu saja.

12
Tersedia dan dapat diunduh dari http://www.nyse.com.
13
Sebagai catatan perlu diketahui bahwa aturan pasar modal di Amerika Serikat di atur pada
tingkat Federal, sedangkan aturan mengenai korporasi di atur secara independen dan terpisah oleh
masing-masing negara bagian (State).

32
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Jika diperhatikan ketentuan yang diatur dalam Sarbanes-Oxley Act tahun
2001 dapat ditemukan beberapa hal pokok yang menjadi prinsip dasar bagi
keberlakuan good corporate governance di Amerika Serikat. Dikatakan bahwa
SarbanesOxley memfokuskan diri untuk meningkatkan corporate governance
dengan cara meningkatkan mekanisme internal checks and balances yang
bertujuan untuk menguatkan akuntabilitas perusahaan. Dengan demikian tidaklah
mengherankan jika the SarbanesOxley Act of 2002 juga dikenal dengan nama the
Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act atau Corporate
and Auditing Accountability and Responsibility Act, atau Sarbox atau SOX. SOX
adalah serangkaian aturan baru yang meningkatkan standar untuk semua Direksi
perusahaan publik di Amerika Serikat, manajemen dan akuntan publik. President
George W. Bush menandatangani the Sarbanes-Oxley Act of 2002 (Public Law
107-204) pada 30 Juli 2002 (www.whitehouse.gov/infocus/corporate
responsibility/). Kongres mempresentasikan draft undang-undang kepada Presiden
pada tanggal 26 Juli 2002, setelah diluluskan Senate dengan suara 99-0 yang
setuju dan the House dengan korum 423-3 untuk yang setuju (DELTACPE:
2014). SarbanesOxley membuat semua eksekutif perusahaan publik bertanggung
jawab untuk menyediakan, melakukan evaluasi dan monitoring terhadap efektiftas
pengawasan internal melalui laporan keuangan dan keterbukaan (Salacuse: 2003).

Adapun isi dari Sarbanes-Oxley Act adalah sebagai berikut:


1. Title I -Public Company Accounting Oversight Board;
2. Title II -Auditor Independence;
3. Title III -Corporate Responsibility;
4. Title IV -Enhanced Financial Disclosure;
5. Title V -Analyst Conflict of Interest;
6. Title VI -Commission Resources and Authority;
7. Title VII -Studies and Reports;
8. Title VIII -Corporate and Criminal Fraud Accountability;
9. Title IX -White-Collar Crime Penalty Enhancements;
10. Title X -Corporate Tax Returns;

33
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


11. Title XI-Corporate Fraud and Accountability.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa yang dikehendaki dalam Sarbanes-Oxley


Act adalah mandat untuk (Powers: 2003):
1. Melakukan perubahan dalam tata kelola perusahaan;
2. Menciptakan Dewan yang akan melakukan pengawasan terhadap Kantor
Akuntan Publik;
3. Menciptakan aturan pidana yang mengatur mengenai perilaku perusahaan;
4. Menciptakan persyaratan pelaporan keuangan bagi perusahaan;
5. Meningkatkan peran komite audit dan independensinya;
6. Menciptakan independensi auditor dari komite audit.

II.6.3. CORPORATE GOVERNANCE DI JERMAN

Sama seperti halnya Inggris dan Amerika Serikat, pemikiran tentang


perlunya tata kelola perusahaan yang baik di Jerman pun muncul setelah kejadian
akuisisi Mannesmann oleh Vodafone AirTouch di tahun 1999. Yang
dipermasalahkan dalam akuisisi tersebut adalah volume turnover dan jumlah
karyawan Vodafone yang jauh lebih kecil dari Mannesmann dapat melakukan
akuisisi terhadap Mannesmann yang memiliki 3 kali jumlah karyawan dan 4 kali
turnover yang lebih besar dari Vodafone. Perusahaan dengan track record selama
109 tahun diambil alih oleh perusahaan yang baru berdiri 15 tahun. Akuisisi ini
seringkali disebut dengan hostile takeover oleh orang-orang jerman yang merasa
tidak puas dengan akuisisi yang dilakukan tersebut.

Perusahaan di Jerman pada mulanya adalah perusahaan keluarga. Saham-


saham dikeluarkan kepada pembawa dan pada umumnya siapa pemegang saham
yang sebenarnya sulit untuk diketahui umum. Pemilikan saham cenderung bersifat
rahasia. Konsep tanggung jawab terbatas pada perusahaan Jerman pada mulanya
dibentuk dengan tujuan untuk memisahkan pemilikan dan pengurusan. Untuk itu
dikenal perseroan terbatas yang diberi nama Gesellschaft mit beschrnkter
Haftung (GmbH) yang bersifat tertutup.

34
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


GmbH tersebut cenderung identik dengan perseroan terbatas (tertutup) di
Indonesia saat ini. Dalam konsep ini mulai terjadi pemisahan antara kepemilikan
saham dengan pengurusan perusahaan. Pengurusan ini selalu disertai dengan
pengawasan (Fohlin: 2005). Sehingga dalam konteks perseroan terbatas di jerman
tersebut dikenal adanya dua lapisan (two tiers) dalam melakukan pengelolaan
jalannya perseroan terbatas. Lapis pertama disebut dengan nama Direksi yang
melakukan pengurusan perseroan dan lapis kedua adalah Dewan Pengawas yang
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengurusan oleh Direksi.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan munculnya dan berkembangnya konsep
perusahaan yang dikenal dengan nama Aktiengesellschaft atau AG, yang lebih
menyerupai perseroan terbatas yang terbuka (PT Tbk) di Indonesia

Dalam pengelolaan jalannya perseroan terbatas, selain pemegang saham,


bank di Jerman seringkali memainkan peran dalam melakukan kontrol terhadap
suatu perseroan terbatas di jerman. Di Jerman, pada umumnya bank yang
membiayai suatu perusahaan, memiliki kuasa untuk hadir dan memberikan suara
dalam setiap rapat umum pemegang saham perseroan, termasuk untuk
menempatkan orangnya pada Dewan Pengawas perseroan. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Franks dan Mayer di tahun 2001 terhadap 171 perusahaan
industri besar di Jerman pada tahun 1990an menunjukkan bahwa tidak ada lagi
bank atau institusi keuangan yang memiliki saham lebih dari 50% pada
perusahaan-perusahaan besar tersebut.

Corporate Governance Code yang berlaku saat ini di Jerman adalah


keluaran tahun 2010. Menurut German Corporate Governance Code, dapat
diketahui bahwa salah satu prinsip pokok yang dipegang teguh adalah masalah
transparansi, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan perseroan terbatas
oleh Direksi di bawah pengawasan Dewan Pengawas. Hal selanjutnya
berhubungan dengan masalah pertanggungjawaban baik dalam bentuk
akuntabilitas maupun responsibilitas Direksi dan Dewan Pengawas, terkait dengan
kewajiban untuk melakukan audit dan pengumuman laporan keuangan perseroan.

35
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Secara tidak langsung, Code ini juga mengutamakan masalah kewajaran dan
keadilan bagi semua pemegang saham dalam perseroan terbatas, dengan hak yang
sama. Sistem berjenjang melalui dua lapis dipercaya akan memberikan fungsi
kontrol atau pengawasan yang lebih baik (Gov. Comm. GCGC: 2010).

II.6.4. CORPORATE GOVERNANCE DI BELANDA

Di samping Jerman, Belanda adalah salah satu negara di dunia ini yang
juga menggunakan sistem dua lapis (two-tiers). Namun bedanya, jika di Jerman
sistem tersebut adalah suatu kewajiban, maka di Belanda, sistem tersebut adalah
suatu pilihan. Perusahaan berbentuk perseroan terbatas di Belanda dapat memilih
untuk menggunakan sistem satu lapis (one-tier) tanpa Dewan Pengawas (Dewan
Komisaris); atau sistem dua lapis dengan Dewan Pengawas (Dewan Komisaris)
(van Bekkum, Hijink, Schouten dan Winter: 2010).

Tidak jauh berbeda dari negara-negara yang telah dibahas sebelumnya,


perhatian terhadap tata kelola perusahaan yang baik di Belanda juga mulai
mendapat perhatian setelah tahun 1990an. Pada era tersebut terjadi kegiatan
pengambilalihan lintas negara yang mengakibatkan banyaknya perusahaan lokal
yang diambil alih secara hostile. Isu pengambilalihan ini kemudian ditanggapi
dengan membentuk Peters Committee, yang memberikan 40 rekomendasi. Pada
awalnya ditujukan untuk perseroan terbatas terbuka, namun kemudian
diberlakukan juga untuk perseroan terbatas yang tertutup (van Bekkum, Hijink,
Schouten dan Winter: 2010).

Rekomendasi sejumlah 40 butir yang disampaikan oleh Peters Committee


ini memberikan perubahan fundamental dalam pengaturan undang-undang
perseroan terbatas di Belanda. Perubahan tersebut dimasukkan dalam Buku 2 dari
new Dutch Civil Code (DCC). Perubahan mendasar tersebut meliputi antara lain
(van Bekkum, Hijink, Schouten dan Winter: 2010):

36
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1. Hak kepada pemegang saham 1% dalam perseroan terbatas dengan
kapitalisasi 50juta Euro untuk memasukkan agenda dalam Rapat Umum
Pemegang Saham;
2. Hak pemegang Depository Receipt (DR) untuk menerima kuasa untuk hadir
mewakili sejumlah saham yang dimilikinya dalam DR tersebut dan untuk
memberikan suara sejumlah saham dalam DR tersebut.

Dengan demikian, serupa dengan Sarbanes-Oxley Act di Amerika Serikat,


keberlakuan pedoman untuk tata kelola perusahaan yang baik di Belanda sudah
menjadi keharusan. Namun berbeda dengan Amerika Serikat, Sarbanes-Oxley Act
berlaku untuk perusahaan publik atau perseroan terbatas terbuka sedangkan Buku
2 DCC berlaku untuk semua perseroan terbatas, tanpa terkecuali.

Prinsip dalam tata kelola perusahaan yang baik yang berlaku di Belanda
saat ini menyatakan bahwa (CG Comm.: 2003):
1. Akuntabilitas;
2. Transparansi;
3. Responsibilitas;
4. Fair;
5. Independen;
yang diberlakukan bagi direksi maupun dewan pengawas.

Adapun isi dari Dutch Corporate Governance Code tersebut yang terdiri
dari 5 bagian pokok, adalah sebagai berikut:
1. compliance with and enforcement of the Code;
2. the management board;
3. the supervisory board;
4. the shareholders and the general meeting of shareholders;
5. the audit of the financial reporting and the position of the internal audit
function and the external auditor.

37
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


II.6.5. CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA

Tidak jauh berbeda dengan alasan negara-negara maju yang dibahas


sebelumnya, keberadaan pemikiran tentang perlunya corporate governance di
Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari krisis keuangan di tahun 1997 dan
tahun 1998 yang melanda Indonesia. Pada saat itu mulai timbul pemikiran
mengenai berbagai hal yang harus dilakukan dalam rangka mendorong terjadinya
reformasi. Selain itu berbagai inisiatif juga dikemukakan dan dibahas yang
semuanya diharapkan dapat membantu memperkuat ekonomi nasional dan
kerjasama regional. Beberapa usulan dan perjanjian pun kemudian dilakukan
untuk membangun kerjasama yang lebih luas dan menyeluruh, termasuk
kerjasama dalam rangka membangun komunitas ASEAN tahun 2015. Kerjasama
tersebut diantaranya meliputi kerjasama di bidang tata kelola perusahaan atau
yang populer dikenal dengan istilah corporate governance (CG) (OJK: 2014).

Krisis yang melanda Asia tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk


bersungguh-sungguh menyelesaikan masalah tata kelola perusahaan di Indonesia.
Untuk itu, dibentuklah Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Ekonomi, Keuangan dan Industri, dengan melibatkan 30 orang perwakilan dari
sektor publik dan swasta untuk merekomendasikan prinsip-prinsip GCG nasional.
Pada tahun 2004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) dengan pertimbangan untuk memperluas cakupan ke tata
kelola sektor publik (public governance). KNKG telah menerbitkan Pedoman
Nasional Good Corporate Governance (Pedoman Nasional GCG) pertama kali
pada tahun 1999, yang kemudian direvisi pada tahun 2001 dan 2006.

Selanjutnya, untuk mendukung upaya reformasi yang dilakukan


pemerintah, kemudian bermunculan berbagai inisiatif yang digagas oleh berbagai
kalangan yang menaruh kepedulian untuk membangun kembali Indonesia setelah
krisis. Berbagai organisasi yang memelopori pentingnya praktik tata kelola
perusahaan yang baik di Indonesia antara lain, Indonesian Institute for Corporate

38
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Directorship (IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG),
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Ikatan Komite Audit
Indonesia (IKAI) dan Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI).
Organisasi tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepedulian terhadap tata
kelola dengan mengadakan seminar dan konferensi, membantu perusahaan untuk
melakukan self-assessment, menyediakan program pendidikan dan pelatihan,
melakukan penilaian praktik tata kelola, serta menyediakan indeks persepsi tata
kelola secara tahunan.

Kelahiran pemikiran tentang perlunya corporate governance di Indonesia


tidak lepas dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek
Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai kewajiban bagi
emiten yang tercatat di BEJ untuk mengangkat komisaris independent dan
membentuk komite audit pada tahun 1998. Pada saat itu pemikiran tentang
corporate governance hanya ditujukan pada perusahaan publik atau perseroan
terbatas terbuka di Indonesia. Dengan ditandatanganinya Nota Kesepakatan
(Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) guna mendorong
terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan corporate governance,
Pemerintah Indonesia selanjutnya mendirikan satu lembaga khusus yang bernama
Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui
Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri
Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok KNKCG pada waktu itu
adalah merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai
GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate
governance di Indonesia. Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum
GCG di tahun 2001, pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman
Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif.
Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia selanjutnya memperluas tugas KNKCG
melalui surat keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-
49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang pemebentukan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) yang memperluas cakupan tugas sosialisasi governance

39
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


bukan hanya untuk korporasi tapi juga diberlakukan untuk kegiatan sektor
pelayanan publik.

Indonesian Code for Good Corporate Governance pertama kali


dikeluarkan pada bulan April 2001 oleh National Committee on Corporate
Governance (NCCG) yang diketuai oleh I Nyoman Tjager waktu itu. Ada tiga hal
yang dikemukakan waktu itu sebagai landasan dibuatnya Code tersebut. Ketiga
alasan tersebut adalah:
1. untuk memaksimalkan nilai perusahaan dan pemegang saham dengan
meningkatkan transparansi, accountabilitas, reliabilitas, responsibilitas, dan
bersikap adil (kesetaraan) dengan tujuan untuk memperkuat posisi persaingan
perusahaan secara domestik dan internasional, dan untuk menciptakan
lingkungan yang baik untuk mendukung investasi;
2. untuk mendorong manajemen perusahaan untuk berperilaku professional,
transparan, dan berperilaku effisien, dan juga mengoptimalkan penggunaan
dari dan meningkatkan independensi Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat
Umum Pemegang Saham;
3. untuk mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan Direksi
untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan dengan taat moral, sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan sesuai dengan tanggung jawab
sosial yang mereka miliki terhadap pemangku kepentingan yang beragam dan
perlindungan terhadap lingkingan hidup.

Dalam Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006


dikatakan bahwa Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk
melaksanakan GCG dalam rangka:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

40
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus
investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa Pedoman GCG tahun 2006 ini dikeluarkan
bagi dan untuk dipedomani oleh seluruh perusahaan di Indonesia, tidak hanya
diberlakukan untuk perusahaan publik (perseroan terbatas terbuka), meskipun
pada awalnya yang membidani Code tahun 2001 tersebut adalah pelaku pasar
modal. Dalam Pedoman GCG tahun 2006 ini dikemukakan dengan tegas 5 asas
Good Corporate Governance, yaitu:
1. Transparansi (Transparency);
2. Akuntabilitas (Accountability);
3. Responsibilitas (Responsibility);
4. Independensi (Independency);
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness).

Selain pedoman yang diberlakukan secara khusus, saat ini di Indonesia


juga dapat ditemukan pengaturan mengenai tata kelola perusahaan yang baik,
antara lain:

41
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum
2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah;
3. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good
Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:
Per-09/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor Per-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan
Usaha Milik Negara; yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3913).

Perlu untuk diperhatikan bahwa road map tata kelola perusahaan yang baik yang
dikeluarkan tahun 2014, adalah road map yang berlaku hanya untuk kepentingan
perusahaan publik atau perseroan terbatas terbuka.

II.7. RUMAH SAKIT DAN PERSEROAN TERBATAS

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, sejarah rumah sakit menunjukkan


bahwa rumah sakit yang pada mulanya tidak memiliki suatu nama atau bentuk
khusus. Dewasa ini rumah sakit sudah berkembang menjadi suatu korporasi yang
menjalankan kegiatan usaha untuk mencari keuntungan. Rumah sakit yang pada
mulanya dibangun oleh pemerintah atau swasta untuk kepentingan umum, guna
menolong mereka yang sakit, telah tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan menjadi suatu
industri yang sophisticated (canggih) dan memerlukan sumber daya kapital
(modal) yang besar.

42
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha juga telah menunjukkan
bahwa perseroan terbatas telah menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha. Banyak
fakor yang menyebabkan perseroan terbatas menjadi pilihan. Salah satunya adalah
karena sifat pertanggungjawabannya yang terbatas, baik bagi para pendiri maupun
pengurus perseroan terbatas itu sendiri. Sifat pertanggungjawaban yang terbatas
ini seringkali disalahgunakan oleh banyak pihak, khususnya Direksi (dan Dewan
Komisaris) perseroan dan pemegang saham mayoritas perseroan (Widjaja: 2008).

UURS yang berlaku saat ini secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit
dapat dibedakan ke dalam rumah sakit privat yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero14, dan rumah
sakit publik15 yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan
hukum yang bersifat nirlaba. Yang dimaksud dengan badan hukum nirlaba adalah
badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan kepada pemilik, melainkan
digunakan untuk peningkatan pelayanan, yaitu antara lain Yayasan, Perkumpulan
dan Perusahaan Umum. Dengan demikian berarti untuk dapat mengelola rumah
sakit yang didirikan oleh badan hukum perseroan terbatas atau yang menjadi
bagian unit usaha dari perseroan terbatas berbadan hukum perlu pemahaman yang
benar tentang perseroan terbatas, khususnya yang berkaitan dengan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).

14
Pasal 21 UURS
15
Pasal 20 ayat (2) UURS

43
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB III

PROFIL RUMAH SAKIT

III.1. RUMAH SAKIT MMC

PT Kosala Agung Metropolitan adalah perseroan terbatas yang bidang


usahanya adalah rumah sakit. Sejalan dengan bidang usahanya tersebut, PT
Kosala Agung Metropolitas selanjutnya mendirikan bangunan rumah sakit dan
menjalankan kegiatan usaha perumahsakitan dengan nama Rumah Sakit
Metropolitan Medical Centre atau yang dikenal dengan nama RS MMC. Sejarah
mancatat bahwa cikal bakal eksistensi PT Kosala Agung Metropolitan dengan RS
MMCnya berawal dari poliklinik yang didirikan oleh sekelompok dokter spesialis
di Hotel Wisata pada tahun 1976. Konon poliklinik ini didirikan sebagai realisasi
dari kehendak Yayasan Bina Usaha (YBU) dalam rangka memberikan pelayanan
bermutu bagi masyarakat dan ekspatriat. Adapun tujuannya adalah untuk
mengendalikan jumlah pasien yang berobat ke luar negeri, yang memang saat itu,
bahkan saat ini masih merupakan kecenderungan yang tidak dapat dihindarkan.

Pada tahun 1985 sebagai tindak lanjut dari keberadaan poliklinik tersebut,
dibentuklah perseraoan terbatas oleh para dokter spesialis dalam YBU melalui PT
BKM yang bekerja sama dengan PT Multi Pratama Inti Development (PT MPID).
Adapun komposisi saham keduanya adalah sama besar. Perseroan terbatas ini
diberi nama PT Kosala Agung Metropolitan (PT KAM). Pada tahun 1991-1994
komposisi pemegang saham PT KAM berubah menjadi PT BKM dan PT Summa
Internasional (PT SI), dengan komposisi kepemilikan saham 28% dan 72%.
Perubahan struktur kepemilikan saham PT KAM ini tidak mengubah pengelolaan
RS MMC yang masih sepenuhnya berada di bawah para dokter pendiri. Likuidasi
Bank Summa mengakibatkan perubahan kepemilikan saham dengan dijualnya
bagian kepemilikan PT SI dalam PT KAM. Melalui proses Leverage Buy Out
seluruh saham PT SI diambil oper oleh PT BKM. Dengan demikian terhitung
sejak pengalihan tersebut seluruh saham PT SI tersebut pada tanggal 26 Agustus

44
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1994 pengelolaan RS MMC dan kepemilikan sahamnya secara tidak langsung
berada di bawah penguasaan para dokter melalui PT BKM.

Adapun Alamat RS MMC terletak di H.R Rasuna Said Kav. C 20-21


Kuningan, Jakarta 12940, Phone: 021 520 3435; Fax: 021 520 3417-527 6903;
Email: mmc@rsmmc.co.id; Website: www.rsmmc.co.id; FB: MMC Hospital;
Twitter: @RSMMC. Instalasi Gawat Darurat/ Emergency Room
021-5273473 (Direct line), dan pendaftaran Rawat Inap/ Admission
pada ext. 1134, 1154.

VISI

Mencapai Pelayanan Profesional dengan Standar Internasional

MISI

1. Mengembangkan Insan Rumah Sakit yang Etikal dan Professional


2. Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pelayanan Rumah Sakit secara Paripurna

MOTO KERJA

Mengutamakan Mutu dan Pelayanan

Penghargaan yang pernah diperoleh

1. Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit Dep.Kes.RI, tahun 20072010:


Status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap untuk 16 Pelayanan
2. Penghargaan Gubernur DKI Jakarta, tahun 2007: RS dengan Predikat Sangat
Baik Dalam Penerapan Kawasan Dilarang Merokok di Prov. DKI
3. Penghargaan Walikota Jakarta Selatan, tahun 2005: Juara I Kategori RS
Umum, Pelayanan Kesehatan Spesialis
4. Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit Dep.Kes.RI, tahun 20042007: Status
Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap untuk 16 Pelayanan

45
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


5. Walikota Jakarta Selatan, tahun 2004: Juara III Pengelolaan Lingkungan
Terbaik Tingkat Jakarta Selatan,
6. Walikota Jakarta Selatan, tahun 2004: Juara II RS dengan Pelayanan
Kesehatan Spesialis Terbaik Tingkat Jakarta Selatan
7. Penghargaan Menteri Kesehatan RI, tahun 2003: Pengendalian Infeksi
Nosokomial RS Terbaik
8. Penghargaan Menteri Kesehatan RI, tahun 2003: Program Klinis Unggulan
RS Terbaik
9. Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit dari Dep.Kes RI, tahun 20002003:
Status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 Pelayanan
10. Pataka Menteri Kesehatan RI, tahun 1999: Penampilan Kinerja Terbaik RS
Swasta Setara Kelas B Non Pendidikan
11. Walikota Jakarta Selatan, tahun 1996-1997: Juara I Kategori Swasta 3,
Lomba Gerakan Pembangunan Keluarga Pekerja Sejahtera Tingkat Jakarta
Selatan.
12. Pataka Menteri Kesehatan RI, tahun 1996: Penampilan Terbaik Pertama RS
Swasta Setara Kelas C
13. Penghargaan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, tahun 1995: Juara II Lomba
Penampilan Kerja Rumah Sakit Tingkat RSU Swasta Setara Kelas C

Pelayanan Medik yang tersedia, terdiri dari:


1. Rawat inap;
2. Unit Rawat Intensif (ICU);
3. Kamar bedah;
4. Kamar bersalin dan kamar bayi;
5. Unit Gawat Darurat (Emergency Room);
6. Medical Check up;
7. Rawat Singkat (one day care);
8. Ruang isolasi steril;
9. Ruang Hemodialisa
10. Pelayanan Medik di luar RS (outreach medical programme);

46
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


11. Fibroscan;
12. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA);
13. Laser CO2;
14. Klinik mendengkur;
15. Terapi oksigen hiperbarik;
16. Pelayanan VIP Member;
17. Poliklinik Umum, Spesialis dan Sub Spesialis;
18. Digestive Center.

III.2. RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA

Rumah Sakit Royal Taruma adalah nama kegiatan usaha dari PT Taruma
Bhakti Medika yang dioperasikan mulai tanggal 29 Maret 2007. Rumah Sakit ini
beralamat di Jalan Daan Mogot No.34, Jakarta Barat 11470. Lokasi rumah sakit
ini tidak jauh kampus Universitas Trisaksi dan Universitas Tarumanagara dan
pusat perbelanjaan Citraland.

VISI

Menjadi Rumah Sakit yang terkemuka dan terpandang secara nasional dan
internasional pada semua aspek pelayanan kesehatan dan aspek pendidikan
tenaga profesional.

MISI

1. Memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada seluruh lapisan


masyarakat dan menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan tenaga
profesional yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana untuk
menjamin pelayanan yang semakin baik kepada masyarakat

47
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


3. Melakukan kerjasama dengan mitra di dalam dan di luar negeri dalam
berbagai bentuk.

VALUES:

1. Ramah
2. Obyektif
3. Yakin
4. Antisipatif
5. Lugas
6. Tuntas
7. Akurat
8. Rapi
9. Unggul
10. Mutu Pelayanan
11. Andal.

Fasilitas Pelayanan yang tersedia:

1. Intensive Care Unit (ICU);


2. Intensive Cardiac Care Unit (ICCU);
3. Neonatal Intensive Care Unit (NICU);
4. Paediatric Intensive Care Unit (PICU)
5. Intermediate Care (IMC);
6. One Day Care (ODC);
7. Pelayanan 24 jam;
a. Radiologi;
b. UGD;
c. Laboratorium;
d. Farmasi;
e. Ambulance;
8. Klinik Satelit;

48
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


9. Home Care;
10. Pelayanan Spesialis;
11. Unit Perawatan Khusus;
12. Fasilitas Penunjang Medis.

III.3. RUMAH SAKIT GADING PLUIT

Rumah Sakit Gading Pluit adalah unit usaha PT Gading Pluit Jasa Medika
yang peresmian operasionalnya dilakukan pada tanggal 7 Juni 2005. Rumah sakit
ini terletak di wilayah kelapa gading jakarta utara. Dibangun di atas tanah seluas
lebih kurang 1,3 hektar dengan 8 lantai. RS ini dilengkapi dengan instalasi
peralatan medis modern dan fasilitas perawatan terbaik.

VISI

Menjadikan RS GADING PLUIT sebagai rumah sakit kepercayaan dan


kebanggaan masyarakat

MISI

Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui kerjasama tim


yang profesional dan inovatif, didasari kasih dan pengabdian kepada
sesama

Pelayanan Medik yang tersedia:


1. Medical Check-Up;
2. MSCT Scan 64 Slice;
3. MRI;
4. Bedah Invasif Minimal/ Endo-Laparoskopik di berbagai bidang;
5. Bedah Umum, Digestif, Syaraf, Orthopedi, Plastik, Urologi;
6. Kebidanan dan kandungan;
7. Anak;
8. Penyakit dalam;
9. Paru dan Saluran Nafas;

49
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


10. Jantung dan Pembuluh Darah;
11. Rematologi;
12. Syaraf;
13. Psikiatri;
14. Kulit dan Kelamin;
15. Mata;
16. THT;
17. Gizi, Konsultasi Gizi, Nutrition dan Slim Program;
18. Gigi dan Mulut;
19. Rehabilitasi Medik;
20. Akupuntur.

III.4. RUMAH SAKIT MAYAPADA TANGERANG

Rumah Sakit Mayapada Tangerang adalah unit usaha dari PT


Sejahteraraya Anugrahjaya, Tbk, suatu perusahaan publik. Rumah sakit Mayapada
sendiri beralamat di Jalan Honoris Raya Kav. 6 Kota Modern (Modernland), Kota
Tangerang, Banten Indonesia 15117. PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk telah
mencatatkan 5.535.250.000 lembar sahamnya pada tanggal 11 April 2011 di
Bursa Efek Indonesia melalui Penawaran Umum Perdana. Penawaran Umum
Perdana ini mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam-LK pada tanggal 31
Maret 2011.

Didirikan pertama kali dengan nama PT Sejahtera Raya Anugrah di tahun


1991. Selanjutnya perseroan tersebut berubah nama menjadi PT Sejahteraraya
Anugrahjaya pada tahun 1992, dengan unit usaha Rumah Sakit yang diberi nama
Rumah Sakit HONORIS. Rumah Sakit HONORIS dan mulai beroperasi dengan
kapasitas 100 tempat tidur pada tahun 1995. Di bawah manajemen baru, pada
tahun 2008 PT Sejahteraraya Anugrahjaya mengubah nama Rumah Sakit
HONORIS menjadi MAYAPADA HOSPITAL. Pada tahun 2009 mulai dilakukan
pembangunan gedung baru 5 lantai di Tangerang. Pada tahun yang sama
dilakukan pembukaan dua Center Of Excellence yaitu: Tahir Neuroscience Center

50
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


dipimpin oleh Prof. DR. dr. Satyanegara Sp.BS, dan Gastro Intestinal and Liver
Center dipimpin oleh dr. Johanes Juwono Sadikin, Sp.PD, MD. Pada tahun 2010
diresmikaan New Wing Mayapada Hospital Tangerang, dengan penambahan
kapasitas 40 tempat tidur dan fasilitas-fasilitas lainnya. Pada tahun 2010 tersebut
juga dibuka tiga Center Of Excellence terbaru, yaitu Cardiovascular Center
dipimpin oleh dr. Med Doro Soendoro, Sp.JP, Aesthetic Wellness and
Orthopaedic Center dipimpin oleh dr. Linawati Makmur, Sp.BP dan Oncology
Center dipimpin oleh Prof. dr. Abdul Muthalib, Sp.PD-KHOM. Pada tahun 2011,
PT Sejahteraraya Anugrahjaya secara resmi tercatat sebagai perseroan publik di
Bursa Efek Indonesia dengan mencatatkan 5,535,250,000 sahamnya.

Pada tahun 2011 juga berhasil dilakukan Top-off Mayapada Hospital


Jakarta Selatan yang telah mulai dibangun tahun 2010. Rumah Sakit Mayapada
Jakarta Selatan ini, sebagai aset PT Sejahteraraya Anugrahjaya, Tbk selanjutnya
dialihkan kepada anak perusahaan PT Sejahteraraya Anugrahjaya, Tbk, yang juga
bergerak dalam bidang usaha yang sama, yaitu PT Nirmala Kencana Mas.

VISI
Menjadi tempat tujuan pelayanan kesehatan yang inovatif dan menyeluruh.

MISI

Berdedikasi untuk memberikan pelayanan berkualitas, cepat, tepat, efisien


dan efektif.

Melakukan penelitian, pengembangan terus menerus dengan penuh kasih


dan filosofi nilai-nilai kepercayaan.

MOTTO

Kualitas, kasih, kerjasama tim, kekeluargaan dan bertanggung jawab


dalam kinerja.

51
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


PRESTASI DAN PENGHARGAAN

Tahun 2002, mendapat ISO 9001 : 2000.


Tahun 2005, mendapat Akreditasi Rumah Sakit dengan 12 pelayanan.
Tahun 2009, mendapat Akreditasi Rumah Sakit dengan 16 pelayanan.

STRUKTUR ORGANISASI PT DAN RUMAH SAKIT

GAMBAR 3.1
STRUKTUR ORGANISASI PT SEJAHTERARAYA ANUGRAHJAYA, TBK

Jasa Pelayanan Medik yang diberikan:


1. Unit Gawat Darurat
2. Poliklinik Rawat Jalan, yang meliputi
a. Klinik Dokter Umum
b. Klinik Spesialis Anak
c. Klinik Spesialis Kandungan dan Kebidanan
d. Klinik Spesialis Penyakit Dalam
e. Klinik Spesialis Paru

52
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


f. Klinik Spesialis Bedah Umum
g. Klinik Spesialis Bedah Urologi
h. Klinik Spesialis Bedah Onkologi
i. Klinik Spesialis Syaraf
j. Klinik Spesialis THT
k. Klinik Spesialis Mata
l. Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin
m. Klinik Kesehatan Gigi dan Mulut:
1) Kedokteran Gigi Umum, Bedah Mulut,
2) Orthodontist, Periodontist, Konservasi
3) Gigi, Kedokteran Gigi Kosmetik
n. Klinik Spesialis Akupuntur
o. Klinik Spesialis Kesehatan Jiwa

Disamping itu juga diberikan:


1. Pelayanan Khusus seperti:
a. Klinik Psikologi
b. Klinik Keluarga Berencana
c. Klinik Konsultasi Gizi
d. Klinik Edukasi Diabetes dan Lipid
e. Senam Hamil
f. USG 4 Dimensi
2. Medical Check Up
3. Pelayanan Rawat Inap
a. Kamar Perawatan Umum
b. Kamar Perawatan Anak
c. Kamar Perawatan Kebidanan
d. Kamar Perawatan Bayi
e. Intensive Care Unit
f. High Care Unit
g. Unit Pelayanan Stroke

53
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


h. One Day Care
i. Kamar Operasi
j. Kamar Bersalin
4. Penunjang Medik
a. Farmasi
b. Laboratorium: Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi,
c. Bank Darah
d. Radiologi: Conventional Rontgen, MSCT Scan 64-slice, MRI 1,5 Tesla,
Fluoroskopi, Mammografi, USG.
e. Rehabilitasi Medis
f. Hemodialisa
g. Katerisasi Jantung.

III.5. RUMAH SAKIT SILOAM GLENEAGLES

Rumah Sakit Siloam Gleneagles adalah unit usaha dari PT Sentralindo


Wirasta yang didirikan pada 3 Agustus 1996 yang bergerak di bidang layanan
kesehatan. Kegiatan usahanya dimulai dengan pendirian rumah sakit pertama di
Lippo Village (dahulu Lippo Karawaci), Siloam Hospitals berkembang secara
inovatif dan menjadi pemimpin di bidangnya melalui model layanan klinis, (state-
of-the-art technology). Fasilitas yang berpusat pada pasien dan layanan klinik dan
non-klinik yang terintegrasi. Dalam tahap konsolidasi, yang berlangsung dari
tahun 2007 hingga 2010, Siloam Hospitals menghadirkan layanannya di empat
kota besar, yaitu Tangerang (Lippo Village), Jakarta, Surabaya dan Bekasi (Lippo
Cikarang). Memasuki masa ekspansi setelah konsolidasi, sejak tahun 2011 Siloam
Hospitals melaju pesat dengan membangun enam rumah sakit dan mengakuisisi
lima rumah sakit.

Pada tanggal 12 September 2013, PT Sentralindo Wirasta yang telah


berubah nama menjadi PT Siloam International Hospitals melakukan Initial
Public Offering (IPO) atau penawaran umum yang pertama kali dan selanjutnya
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia sebagai PT Siloam International Hospitals,

54
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Tbk. Per tanggal 31 Desember 2012, menurut Frost & Sullivan, Siloam Hospitals
Group adalah grup rumah sakit swasta terbesar di Indonesia dalam jumlah
kapasitas dan jumlah tempat tidur operasional.

Selain dari jumlah rumah sakit, Siloam Hospitals juga menjadi rumah sakit
pertama di Indonesia yang mendapat akreditasi international dari lembaga
akreditasi Joint Commission International Accreditation (akreditasi telah
dilakukan pada tahun 2007, 2010 dan 2013). Akreditasi menguatkan posisi Siloam
Hospitals sebagai rumah sakit dengan layanan berstandar internasional. Pada
akhir tahun 2013, Siloam Hospitals mengoperasikan 16 rumah sakit, dalam tahap
membangun 21 rumah sakit (4-5 siap beroperasi di tahun 2014) dan
merencanakan membangun 19-20 rumah sakit selama tahun 2015-2017.

Rumah Sakit Siloam Gleneagles Lippo Karawaci atau Lippo Village


adalah salah satu unit usaha dari PT Siloam International Hospitals, Tbk.

VISI

Berkualitas Internasional.
Mudah Dijangkau
Skala Biaya Ekonomis.
Berbelas Kasih Ilahi

MISI

Menjadi pilihan yang terpercaya dalam pelayanan kesehatan holistik,


pendidikan dan riset kesehatan berkelas dunia.

NILAI PERUSAHAAN

Kasih
Profesionalisme
Peduli
Belas kasih

55
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Integritas
Kejujuran
Empati

STRUKTUR ORGANISASI PT DAN RUMAH SAKIT

GAMBAR 3.2.
STRUKTUR ORGANISASI PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS, TBK

PENGHARGAAN

1. Siloam Hospitals Lippo Village menerima penghargaan bergengsi Mitra


Bakti Husada dari Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,

56
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


MPH, DR.PH dalam rangka komitmennya selama lebih dari 14 tahun kepada
layanan kesehatan berkualitas internasional.
2. Siloam Hospitals Lippo Village menerima re-akreditasi dari Joint Comission
International. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Sustainable
Business Awards 2012 sebagai Industry Champion Healthcare dari SBA id.
3. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Hospital Service Provider Of
The Year 2012 dari Frost & Sullivan.
4. Siloam Hospitals Group menerima Indonesian Society of Project
Management Professionals (IAMPI) Awards sebagai Project of The Year
Category D Humanitarian, CommunityService and/or Regional Development.
5. Siloam Hospitals Group menerima Excellence Asian Hospital Management
Awards (AHMA) 2011 untuk kategori Pengembangan Sumber Daya
Manusia.
6. Siloam Hospitals Group menerima Indonesias Most Admired Company
(IMAC) Awards sebagai The Best Building and Managing Corporate
Image untuk kategori Rumah Sakit.
7. Siloam Hospitals Surabaya menerima AstraZeneca Infection Management
Award (Azima Award) sebagai pemenang pertama.
8. Siloam Hospitals (Makassar) menerima Indonesia Healthcare Most Reputable
Brand 2013 based on Healthcare Survey in 7 Cities in Indonesia kategori
rumah sakit swasta dari SWA.
9. Siloam Hospitals Balikpapan menerima Best of Social Responsibility
Kategori Perusahaan Lokal dari Bapeda Balikpapan.
10. Siloam Hospitals Balikpapan menerima The Best of Balikpapan Service
Excellence Award 2013 kategori Private Hospital dari MarkPlus.
11. Siloam Hospitals Group menerima penghargaan 2010 Indonesia Best
Practices Awards as Healthcare Services Provider of the Year dari Frost &
Sullivan.
12. Siloam Hospitals Surabaya menerima penghargaan MarkPlus Surabaya
Service Excellence Award 2010 sebagai The Best Service Hospitals in
Surabaya.

57
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


13. Siloam Hospitals Surabaya terpilih sebagai Regional and National Winner of
Hospital Best Administration from Astra Insurance (Garda Medika ).
14. Siloam Hospitals Group menerima Corporate Image Award 2013 sebagai The
Best in Building and Managing Corporate Image kategori Hospital dari
Bloomberg Indonesia Busninessweek dan Frontier Consulting Group.
15. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Sustainable Business Awards
2013 sebagai Industry Champions Healthcare dari SBA id.
16. Siloam Hospitals (Jabodetabek) menerima Indonesia Healthcare Most
Reputable Brand 2013 based on Healthcare Survey in 7 Cities in Indonesia
kategori rumah sakit swasta dari SWA.

Jasa Pelayanan Medik yang diberikan:


1. 3T MRI
2. MCU
3. C-Arm
4. Cath Lab
5. CT Scan
6. Diabetic dan Metabolic Clinic
7. Gamma Knife Clinic
8. Mammography
9. Orthophaedic Clinic
10. USG
11. Wound Care Clinic.

58
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB IV

KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL

IV.1. KERANGKA TEORI

Uraian dan penjelasan yang diberikan sebelumnya menunjukkan bahwa


secara historis korporasi sebagai suatu perusahaan yang dikelola oleh pihak ketiga
yang bukan merupakan pemilik modal cenderung disalahgunakan.
Penyalahgunaan ini dapat saja terjadi atau dilakukan oleh pihak yang dipercaya
mengelola perusahaan tersebut. Penyalahgunaan juga dapat terjadi dan dilakukan
oleh pemilik modal yang kuat terhadap pemilik modal yang kecil. Bahkan lebih
jauh dari itu, penyalahgunaan perusahaan juga dapat dilakukan terhadap
pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya, di luar pemilik modal tersebut.
Yang termasuk dalam pemangku kepentingan dalam hal ini meliputi karyawan,
langganan, konsumen, customer, klien atau pasien, pemasok, kreditor, agen,
distributor dan semua pihak yang turut serta membantu membangun perusahaan.

Untuk melaksanakan dan menjalankan korporasi dengan baik,


diperlukanlah tata kelola perusahaan (corporate governance) yang akan mengatur
jalannya perseroan secara transparan, bertanggung jawab (responsibel dan
akuntabel), independen dan adil. Dengan demikian maka seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam perusahaan, khususnya pemilik perusahaan
yang merupakan pemegang saham (shareholders) yang tidak melakukan
pengelolaan terhadap jalannya perusahaan tidak perlu khawatir dengan
kesinambungan jalannya usaha perusahaan. Perusahaan akan berjalan
sebagaimana diharapkan.

Dengan demikian berarti semua perseroan terbatas harus dan wajib


melaksanakan corporate governance dengan baik. Termasuk juga perseroan
terbatas yang kegiatan usahanya adalah rumah sakit. Dalam konteks yang
demikian, perseroan terbatas tersebut juga harus melaksanakan tidak hanya
corporate governance, tetapi juga tata kelola jalannya kegiatan pemberian jasa

59
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


layanan kesehatan (medis) kepada pasien rumah sakit. Jalannya tata kelola
kegiatan medis ini harus dilaksanakan seiring dan sejalan dengan pelaksanaan
corporate governance, yang merupakan tata kelola non-medis. Untuk itu perlu
adanya harmonisasi dari keduanya agar perseroan terbatas tersebut dapat
menjalankan usaha rumah sakitnya dengan baik dan benar untuk kepentingan
semua pemangku kepentingan. Untuk itu diperlukan pemahaman yang benar
tentang corporate governance bagi para pembuat aturan, kebijakan dan pelaksana
usaha perumahsakitan di Indonesia. Rumah sakit harus diletakkan pada fungsinya
sebagai suatu bentuk kegiatan usaha, meskipun dalam perkembangan sejarah,
rumah sakit telah berkembang dengan organisasinya sendiri. Hal inilah yang perlu
diharmonisasikan dengan aturan-aturan lain di luar rumah sakit yang saat ini
membentuk dan menjadikan rumah sakit sebagai kegiatan usaha dari berbagai
macam organisasi perusahaan seperti perseroan terbatas.

Ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya


UURS, menyatakan dengan tegas bahwa rumah sakit dapat didirikan tidak hanya
oleh perseroan terbatas sebagai suatu korporasi. Selain itu dari sisi atau aspek
pengelolaan rumah sakit juga dapat dikelola sebagai rumah sakit yang mencari
keuntungan (rumah sakit privat) dan rumah sakit yang tidak mencari keuntungan
(rumah sakit publik. Yang menarik adalah ternyata UURS tidak mengatur masalah
corporate governance dengan jelas dan tegas tapi justru menyamarkannya dalam
Penjelasan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS. Dalam penjelasan tersebut corporate
governance secara implisit justru dijadikan sebagai bagian dari tata kelola rumah
sakit. Apakah memang demikian halnya, dengan mengingat bahwa corporate
governance adalah tata kelola yang wajib dilaksanakan oleh badan usaha yang
berbentuk badan hukum yang dinamakan perseroan terbatas, tanpa kecuali,
terlepas dari jenis kegiatan usahanya, termasuk rumah sakit.

60
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


IV.2. KERANGKA KONSEPTUAL

DIAGRAM 4.1.
KERANGKA KONSEPTUAL

PT UUPT

CORPORATE PERPRES,
GOVERNANCE KMK

Corporate By
Laws
Penj. Pasal
RS 29(1).r UURS
Hospital By Laws
Medical Staff
By Laws

IV.3. DEFINISI ISTILAH YANG DIPERGUNAKAN

Dalam penelitian ini, definisi atau pengertian yang dipergunakan


mempunyai arti sebagaimana diberikan di bawah ini, kecuali dinyatakan secara
tegas berbeda:
1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas serta peraturan pelaksanaannya

61
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


2. Direksi adalah adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3. Dewan Komisaris (Dewan Pengawas) adalah Organ Perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi
4. Direktur adalah anggota Direksi Perseroan Terbatas
5. Komisaris adalah anggota Dewan Komisaris Perseroan Terbatas
6. Pemegang Saham adalah pemilik saham dalam Perseroan Terbatas
7. Rapat Umum Pemegang Saham adalah Organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
8. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), yang selanjutnya disebut
CG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme
pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
etika berusaha yang baik dan benar
9. Transparansi adalah salah satu pilar corporate governance yang mewajibkan
adanya keterbukaan oleh Direksi dan manajemen perusahaan (perseroan)
dalam melaksanakan tugasnya melakukan pengurusan dan perwakilan
terhadap perseroan
10. Akuntabel adalah pertanggungjawaban Direksi dan manajemen perusahaan
kepada pemegang saham perusahaan atas jalannya pengurusan dan
perwakilan terhadap perseroan
11. Responsibel adalah pertanggungjawaban Direksi dan manajemen perusahaan
atas kerugian yang diderita oleh perseroan
12. Independen adalah prinsip dasar bahwa Direksi dan manajemen dalam
melakukan pengurusan dan perwakilan terhadap perseroan tidak akan
melakukan perbuatan yang memiliki benturan kepentingan dan bersikap
impartial terhadap setiap keputusan yang diambil

62
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


13. Fairness (Adil) adalah bentuk perlakuan yang sama terhadap semua orang
sesuai dengan status dan perannya
14. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota
15. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan
16. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan
terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit
51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
17. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa Mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatarnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
18. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah instansi di lingkungan
Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
Mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

63
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB V

METODE PENELITIAN

V.1. DESAIN PENELITIAN

V.1.1. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dinamakan penelitian kualitaitf,


karena penelitian ini melakukan analisis secara kualitatif terhadap data sekunder.
Data sekunder ini adalah data yang diperoleh, yang bersumber dari hasil
penelusuran dokumen dan wawancara mendalam (Creswell: 2010). Denzin dan
Lincoln (2001) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif paling tepat
dipergunakan dalam suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari hal-hal
yang berhubungan dengan kegiatan atau aktifitas manusia. Polit dan Beck (2010)
menegaskan lebih lanjut bahwa pendekatan ini memungkinkan untuk melakukan
penelitian yang lebih holistik, dinamik, kontekstual, dan kompleks tentang
pengalaman manusia. Sejalan dengan kedua pendapat tersebut, oleh karena tata
kelola perusahaan adalah kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh manusia
dalam kehidupannya, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitin ini penulis
anggap yang paling tepat.

Selanjutnya oleh karena penelitian ini berkaitan dengan norma hukum


lintas negara, maka penelitian ini juga merupakan penelitian yang merupakan
comparative law, yaitu compare the legal systems of different nations (Zweigert
dan Kotz: 1992). Penelitian ini adalah penelitian yang termasuk dalam
microcomparison adalah perbandingan specific legal institutions or problems,
that is, with the rules used to solve actual problems or particular conflicts of
interests (Zweigert dan Kotz: 1992); yang dibedakan dari macrocomparison
adalah perbandingan spirit and style of different legal system, the methods of
thought, and procedures they use (Zweigert dan Kotz: 1992). Dalam kerangka
mencari pengertian dan pemahaman yang benar tentang corporate governance,
penelitian ini melakukan perbandingan terhadap konsepsi corporate governance

64
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


dan pelaksanaannya di rumah sakit, baik dalam tradisi hukum common law yaitu
negara Inggris, maupun tradisi hukum civil law yaitu negara Jerman dan Belanda,
termasuk juga Amerika Serikat sebagai negara dengan tradisi hukum tercampur
(mixed jurisdiction).

V.1.2. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, oleh karena penelitian ini dibuat
dengan tujuan untuk mencari tahu bagaimana konsep pengaturan dan pelaksanaan
tata kelola perusahaan (corporate governance) pada rumah sakit di Indonesia.
Oleh karena itu maka penelitian ini akan mencari tahu konsep, pengertian,
batasan, makna, dan pelaksanaan corporate governance secara umum dan di
rumah sakit pada khususnya. Proses penelitian dilakukan dengan melakukan
pengumpulan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder maupun tersier dan diikuti dengan wawancara secara mendalam dengan
Direksi atau pengurus atau manajemen rumah sakit. Hasil studi literatur dan hasil
wawancara yang mendalam tersebut selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan content analysis.

V.1.3. ALASAN PEMILIHAN DESAIN

Desain tersebut dipilih karena yang dianalisis adalah konsep dan


pelaksanaan corporate governance pada rumah sakit di Indonesia.

V.2. DATA PENELITIAN

V.2.1. SUMBER DATA

Data penelitian diambil dari data sekunder. Data sekunder yang diambil ini
merupakan data yang sudah tersedia untuk umum. Salah satu sumber data
sekunder yang dipergunakan adalah sumber hukum primer, sumber hukum
sekunder dan sumber hukum tersier. Sumber hukum primer adalah peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan atau putusan pengadilan yang sudah

65
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


berkekuatan hukum tetap dan dipergunakan secara terus menerus (yurisprudensi).
Sumber hukum sekunder adalah buku acuan atau bacaan dalam ilmu pengetahuan
hukum yang memuat doktrin-doktrin yang akan melengkapi hasil penelitian ini.
Sumber hukum ini dapat diperoleh dari buku, jurnal dan berbagai hasil penelitian
bidang hukum yang diharapkan dapat menjadi pelengkap bagi sumber hukum
primer. Sumber hukum tersier berasal dari kamus, ensiklopedia dan berbagai
macam kepustakaan lainnya yang membantu memberikan pemahaman mengenai
berbagai hal yang kurang atau tidak jelas dari sumber hukum primer maupun
sekunder.

V.2.2. INFORMAN

Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pada status atau jabatan
informan tersebut di perseroan terbatas yang memiliki unit usaha rumah sakit,
termasuk mereka yang secara khusus ditugaskan untuk menjalankan kegiatan
perumahsakitan. Hal ini peneliti lakukan adalah dalam rangka mencari tahu
sampai seberapa jauh pemahaman tentang corporate governance oleh para
pelaksana. Terhadap pemahaman corporate governance oleh para penyusun
aturan dan kebijakan dapat dilihat dari produk hukum yang dihasilkan yang
terbuka untuk umum. Semua ini selanjutnya akan dijadikan masukan untuk
melakukan validasi terhadap data yang sudah peneliti dapatkan melalui proses
penelusuran literatur.

Informan yang diwawancarai dipilih secara purposive, yaitu secara


objektif dengan mempertimbangkan pendidikan dan kedudukan informan.
Informan yang dipilih harus memenuhi kriteria bahwa yangbersangkutan
setidaknya memiliki latar belakang Kajian Administrasi Rumah Sakit, sehingga
diharapkan sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengelolaan
rumah sakit. Kedudukan informan yang dipilih setidaknya adalah mereka yang
sudah menjabat sebagai direktur (pada rumah sakit) sehingga yang bersangkutan
diharapkan sudah memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan
pengelolaan jalannya rumah sakit. Kedua hal tersebut menggabungkan

66
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


pengetahuan intelektual teoretis dan ketrampilan praktis. Hal selanjutnya yang
dijadikan kriteria adalah subjektif yang didasarkan pada kedekatan dengan peneliti
dan kemungkinan peneliti dapat melakukan elaborasi dalam mengajukan
pertanyaan yang lebih mendalam tanpa yang bersangkutan merasa sungkan atau
segan untuk menjawabnya.

Informan yang semula hanya berjumlah dua orang melalui proses


snowbowling sempat berkembang menjadi lima orang, namun kemudian ternyata
ada salah satu informan rujukan yang menolak untuk diwawancarai, namun
demikian oleh karena rumah sakit yang dikelola adalah rumah sakit yang sudah
melaksanakan penawaran umum, peneliti dapat memperoleh data sekunder dari
situs maupun Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM). Dengan demikian informan
penelitian dipilih secara purposive, dalam penelitian ini adalah para pejabat yang
melaksanakan fungsi pengelolaan pada rumah sakit. Informan ini harus memenuhi
syarat kesesuaian (appropriateness), yaitu memiliki pengetahuan yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dan kecukupan (adequacy), yaitu
memenuhi kategori yang berhubungan dengan penelitian ini. Di samping itu juga
untuk memenuhi kecukupan informan menurut peneliti, peneliti juga melakukan
snowbowling informan, dengan cara meminta referensi atau rujukan dari informan
sebelumnya mengenai orang-orang yang selanjutnya peneliti jadikan sebagai
informan.

Wawancara dengan para informan dilakukan secara in-depth, dengan tidak


didasarkan pada instrumen penelitian berupa suatu daftar pertanyaan yang sudah
dibakukan, melainkan akan dikembangkan berdasarkan pada kebutuhan.
Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali dan memperoleh
masukan yang sedalam dan seluas mungkin dari informan. Walaupun demikian
wawancara ini juga dilaksanakan dengan menggunakan daftar pedoman
pertanyaan wawancara. Daftar pertanyaan untuk pedoman wawancara adalah
sebagaimana terlampir.

67
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Daftar informan yang dipilih dan telah diwawancarai secara purposive
tersebut adalah sebagaimana disebutkan di bawah ini:

TABEL 4.1
DAFTAR INFORMAN

No Sebutan Keterangan

1 Informan 1 Pejabat di RS MMC

2 Informan 2 Pejabat di RS Royal Taruma

3 Informan 2 Pejabat di RS Gading Medika

4 Informan 2 Pejabat di RS Mayapada

V.3. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan:


a. Melakukan pengumpulan data sekunder,
b. Melakukan proses pemilihan data dan informasi serta mengelompokkannya
berdasarkan topik yang sesuai dengan materi yang akan dianalisis;
c. Melakukan content analysis dari data sekunder yang dikumpulkan;
d. Menentukan informan yang akan diwawancara;
e. Menyusun instrumen penelitian;
f. Melakukan wawancara dengan informan;
g. Melakukan proses triangulasi;
h. Melakukan content analysis lebih lanjut
i. Menarik kesimpulan.

68
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


V.4. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Swasta.


Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yang dimulai dari bulan Januari
2015 dan berakhir pada Mei 2015.

V.5. CARA PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, baik secara fisik


dengan mengunjungi perpustakaan maupun melalui pencarian secara elektronik,
baik yang merupakan data pribadi atau data umum; dan wawancara informan.
Pengumpulan data dimulai dengan mencari kata kunci, yang dalam hal ini
bermula pada good corpoarate governance dan hospital. Penelusuran literatur
selanjutnya dikembangkan sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan.
Data tersebut kemudian dikelompokkan untuk memudahkan penelaahan.
Selanjutnya dilakukan wawancara dengan informan yang sudah dipilih dengan
menggunakan instrumen penelitian yang sudah disusun. Informasi yang diperoleh
dari informan dipergunakan untuk membantu peneliti untuk memperoleh
penjelasan yang lebih lengkap sekaligus untuk memverifikasi data-data yang
diperoleh dari studi literatur.

V.6. ANALISIS DATA

Data yang terkumpul dianalisis dengan cara content analysis terhadap


semua informasi dan data yang diperoleh untuk memperoleh hasil penelitian
tersebut di atas,. Data tersebut peneliti peneliti coba kontraskan, bandingkan, dan
konfirmasikan kembali. Triangulasi terhadap sumber data dan data yang peroleh
dari pada informan akan membantu penulis untuk melakukan analisis data secara
lebih tepat dan akurat, hingga diperoleh suatu kesimpulan yang peneliti yakini
akurat.

69
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


V.7. VALIDITAS DATA

Untuk mempertahankan valididtas data maka menurut Brikci dan Green


(2007) penelitian ini harus dibuat dengan memenuhi syarat:
a. Reproducible, artinya penelitian ini dapat diulang-ulang dengan cara dan
metode yang sama untuk memperoleh semua informasi yang diperlukan dari
waktu ke waktu;
b. Systematic; artinya penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode dan
cara yang sistematis, dan tidak dilakukan secara sembarangan. Seluruh
penelitian dilakukan berdasarkan tahapan sebagaimana telah dijelaskan di
atas, dengan menggunakan pedoman yang telah ditentukan sebelumnya;
c. Credible: artinya penelitian ini termasuk seluruh data dan pertanyaan yang
diajukan kepada informan dapat dipertanggungjawaban dan diuji kembali
mutunya;
d. Transparent; artinya penelitian ini ditulis dan dibuat secara transparan,
sehingga siapapun yang membacanya dapat melakukan penelitian ulang guna
mendapatkan dan melakukan analisis yang sama seperti yang dilakukan oleh
peneliti untuk mencapat hasil dan kesimpulan yang sama.

Selanjutnya dalam upaya mempertahankan validitas data yang diperoleh


maka dilakukan triangulasi terhadap (Creswell: 2010):
a. Metode pengumpulan data, yaitu dengan melakukan dua metode
pengumpulan data, yaitu dari penelusuran literatur dan wawancara informan
untuk memperoleh expert judgment;
b. Sumber data, dengan melakukan cross check terhadap seluruh informasi yang
diperoleh dengan membandingkan data dan informasi hasil penelusuran
literatur dengan hasil wawancara dari informan, maupun terhadap data atau
informasi yang disampaikan oleh para informan sebagai expert yang
memberikan expert judgment;
c. Data yang diperoleh, dengan melakukan konfirmasi dan umpan balik
terhadap temuan-temuan yang peneliti lakukan sebelumnya.

70
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


V.8. ETIKA

Penelitian ini adalah murni hasil pemikiran peneliti sendiri. Semua kutipan
dalam tulisan ini sudah dilakukan sesuai dengan etika yang berlaku dalam suatu
penelitian, khususnya yang berhubungan dengan consent dan confidentiality
(Brikci dan Green: 2007) dari informan dan pihak-pihak dari siapa peneliti
memperoleh data tersebut.

71
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB VI

HASIL PENELITIAN

VI.1. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE GOVERNANCE


DI INDONESIA

Tidak ada satu ketentuanpun dalam UUPT yang menyebutkan mengenai


istilah corporate governance dengan pengertiannya. Dalam The Indonesia
Corporate Governance Manual (IFC, 2014) (Manual) yang terdiri dari 15 bagian
tersebut, baru diatur hal-hal penting atau pokok yang berkaitan dengan
pelaksanaan corporate governance di Indonesia. Kelima belas bagian tersebut
adalah sebagai berikut:
Chapter 1: An Introduction to Corporate Governance
Chapter 2: The General Governance Structure of a Company
Chapter 3: The Internal Corporate Documents
Chapter 4: The Board of Commissioners
Chapter 5: The Board of Directors
Chapter 6: The Role of the Corporate Secretary
Chapter 7: An Introduction to Shareholder Rights
Chapter 8: The General Meeting of Shareholders
Chapter 9: Corporate Governance Implications of the Charter Capital
Chapter 10: Dividens
Chapter 11: Corporate Governance Implications of Corporate Securities
Chapter 12: Material Corporate Transactions
Chapter 13: Information Disclosure
Chapter 14: Control and Audit Procedures
Chapter 15: Overview of the Corporate Governance Framework of State Owned
Enterprises (SOEs)

Dalam Manual tersebut diberikan pengertian corporate governance, sebagai


berikut (IFC, 2014):

72
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Corporate governance is a system of relationships, defined by structures
and processes: For example, the relationship between shareholders,
management and stakeholder(s) that consists of the relationship between
the capital provider, stakeholder (s) and the management to achieve
certain rate of return and profit on their (shareholders) investment.
Board of Directors in turn are to provide shareholders with financial and
operational reports on a regular basis and in a transparent manner.
Shareholders also elect a supervisory body, often referred to as the Board
of Commissioners, to represent their interests. This company organ
essentially provides strategic direction to, and control over the companys
Board of Directors. Board of Directors are accountable to this Board of
Commissioners, which in turn is accountable to shareholders through the
General Meeting of Shareholders (GMS). The structures and processes
that define these relationships typically center on various management
performance and reporting mechanisms.

These relationships may involve parties with different and sometimes


contrasting interests: Differing interests may exist between the organ of
the company, i.e. the GMS, the Board of Directors, and/or Board of
Commissioner (or other executive bodies). Contrasting interests exist most
typically between owners and Board of Directors, and are commonly
referred to as the principal agent problem. Conflicts may also exist within
each governing organ, such as between shareholders (majority vs.
minority, controlling vs. non-controlling, individual vs. institutional) and
Companys Organ (executive vs. non-executive, outsiders. inside,
independent vs. dependent). Each of these contrasting interests needs to be
carefully observed and balanced.

All parties are involved in the direction and control of the company: The
GMS, representing shareholders, takes fundamental decisions, for
example the distribution of profits. The Board of Commissioner is
generally responsible for guidance and oversight, accepting company

73
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


strategy and controlling the Board of Director. Board of Director, finally,
run the day-to-day operations, such as implementing strategy, drafting
business plans, managing human resources, developing marketing and
sales strategies, and managing asset.

All this is done to properly distribute rights and responsibilities and thus
increase long-term shareholder value: For example, how outside,
minority shareholders can prevent a controlling shareholder from gaining
benefits through related party transactions, tunneling or similar means.

Sedangkan dalam Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia (OJK, 2014)


(Roadmap) dikatakan bahwa:

Roadmap ini disusun untuk memberikan gambaran secara menyeluruh


atas berbagai aspek tata kelola perusahaan yang perlu ditingkatkan, yaitu
Kerangka Tata Kelola Perusahaan, Perlindungan Pemegang Saham,
Peranan Pemangku Kepentingan, Transparansi Informasi, serta Peran dan
Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi.

Dikatakan lebih lanjut dalam Manual bahwa pengaturan mengenai corporate


governance ini dapat ditemukan dalam UUPT, yang menggantikan Undang-
Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3587).

Sebagai subjek hukum, perseroan terbatas adalah artificial person.


perseroan terbatas tidak mungkin memiliki kehendak, dan karenanya juga tidak
dapat melakukan tindakannya sendiri. Untuk membantu perseroan terbatas dalam
melaksanakan maksud dan tujuannya dan dalam rangka menjalankan kegiatan
usahanya, termasuk menjalankan kegiatan usaha perumahsakitan, maka
dibentuklah organ-organ perseroan. UUPT menentukan adanya tiga organ
perseroan terbatas, yaitu:
a. Direksi;

74
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


b. Dewan Komisaris; dan
c. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Ketiga organ tersebut dalam Perseroan tidak ada yang paling tinggi, masing-
masing melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan yang diatur dalam
UUPT. UUPT secara tegas mengatur mengenai tiga organ yang memiliki fungsi
yang independen dan tidak saling tumpang tindih. Ketiga organ tersebut memiliki
kewenangan masing-masing. Pelaksanaan dari masing-masing kewenangan oleh
ketiga organ tersebut yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUPT akan
memastikan bahwa korporasi atau perseroan terbatas telah dikelola dengan baik.
Dengan kata lain good corporate governance akan tercapai apabila semua organ
perseroan terbatas melaksanakan kewenangannya sesuai dengan yang
diamanatkan oleh UUPT pada umumnya dan Anggaran Dasar perseroan terbatas
tersebut pada khususnya.

UUPT telah memiliki aturan-aturan yang tegas mengatur mengenai


kewenangan masing-masing organ yang ada dalam perseroan terbatas, yaitu
RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris, yaitu sebagai berikut:
1. Pasal 75 ayat (1) UUPT mengatur mengenai kewenangan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) di mana dijelaskan bahwa RUPS mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris;
2. Pasal 92 ayat (1) UUPT mengatur mengenai kewenangan direksi, di mana
dikatakan bahwa direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Selanjutnya dalam Pasal 97 ayat (1) UUPT juga diberikan penjelasan lebih
lanjut bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan.
3. Pasal 108 ayat (1) UUPT mengatur mengenai kewenangan dewan komisaris di
mana disebutkan bahwa dewan komisaris melakukan pengawasan atas
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada direksi.
Dalam Pasal 114 ayat (1) UUPT menegaskan kembali bahwa dewan komisaris
bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan.

75
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


RUPS adalah organ perseroan yang mewakili kepentingan seluruh
pemegang saham dalam perseroan terbatas tersebut. Sebagai organ Perseroan,
Rapat Umum Pemegang Saham memiliki dan melaksanakan semua kewenangan
yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS tidak mewakili
salah satu atau lebih pemegang saham, melainkan seluruh pemegang saham
perseroan terbatas. Setiap RUPS hanya dapat membicarakan agenda yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam hal tersebut maka pemegang saham berhak
memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau
Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Perseroan. RUPS tidak berhak untuk
membicarakan apalagi mengambil putusan dalam mata acara lain-lain, kecuali
semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui
penambahan mata acara rapat. Dengan demikian berarti keputusan atas mata acara
rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.

Terkait dengan Direksi, tugas Direksi dan/ atau setiap anggota Direksi
menurut UUPT adalah:
a. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang
dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam
Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus
(Pasal 101 ayat (1) UUPT); dengan sanksi bahwa Anggota Direksi yang tidak
melaksanakan kewajiban tersebut dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan,
bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut (Pasal 101
ayat (2) UUPT);
b. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari
pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus
dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak (Pasal 56 ayat (3) UUPT).
Dalam hal pemberitahuan tersebut belum dilakukan, Menteri menolak
permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan

76
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut (Pasal
56 ayat (4) UUPT);
c. Terkait dengan pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh Perseroan, Direksi wajib memastikan bahwa pembelian tersebut
dilakukan dengan cara dan proses yang tidak bertentangan dengan ketentuan
Pasal 37 ayat (1) UUPT, yang jika bertentangan mengakibatkan pembelian
tersebut menjadi batal karena hukum. (Pasal 37 ayat (2) UUPT). Dalam hal
terjadi pertentangan yang membatalkan transaksi pembelian tersebut, maka
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian
kembali yang batal karena hukum tersebut (Pasal 37 ayat (3) UUPT);
d. Terkait dengan pembagian dividen interim, direksi wajib memastikan bahwa:
1) akibat pembagian tersebut jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak
menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor
ditambah cadangan wajib;
2) pembagian dividen interim tersebut tidak boleh mengganggu kegiatan
Perseroan;
3) ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan
Dewan Komisaris;
4) jika ternyata setelah tahun buku perseroan berakhir perseroan menderita
kerugian, pemegang saham harus dapat mengembalikan dividen interim
yang telah dibagi tersebut kepada perseroan (Pasal 72 ayat (1) sampai
dengan (5) UUPT).
Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita
kerugian, dan dividen interim yang telah dibagikan yang seharusnya
dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan tidak dapat
dikembalikan, maka Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas kerugian Perseroan (Pasal 72 ayat (6) UUPT);
e. Terkait pengelolaan dan pengurusan terhadap perseroan terbatas, Direksi
wajib:

77
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1) membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
risalah rapat Direksi;
2) membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan
dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
3) memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan
lainnya (Pasal 100 ayat (1) UUPT);
f. Direksi wajib menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun
buku yang akan datang (Pasal 63 ayat (1) UUPT);
g. Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah
oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku Perseroan berakhir (Pasal 66 ayat (1) UUPT);
h. Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan
publik untuk diaudit apabila:
1) kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana
masyarakat;
2) Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
3) Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
4) Perseroan merupakan persero;
5) Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan
jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah); atau
6) diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. (Pasal 68 ayat (1) UUPT)
dalam hal kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka laporan keuangan tidak
disahkan oleh RUPS (Pasal 68 ayat (1) UUPT);

i. Direksi menyelenggarakan RUPS Tahunan dan RUPS lainnya dengan


didahului pemanggilan RUPS kepada pemegang saham sebelum RUPS
diselenggarakan (Pasal 79 ayat (1) jo. Pasal 81 ayat (1) UUPT);
Penyelenggaraan RUPS tersebut dapat dilakukan atas permintaan:

78
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1) 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili
1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil;
atau
2) Dewan Komisaris. (Pasal 79 ayat (2) UUPT);
j. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
1) mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
2) menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih
Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama
lain maupun tidak. (Pasal 102 ayat (1) UUPT);
Transaksi tersebut adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan
yang terjadi dalam jangka waktu 1 tahun buku atau jangka waktu yang lebih
lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan, namun demikian
perbuatan hukum tersebut yang dilakukan tanpa persetujuan RUPS, tetap
mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik. (Pasal 102 ayat (2) jo Pasal 102 ayat (4) UUPT);
Kewajiban untuk meminta persetujuan RUPS tidak berlaku terhadap tindakan
pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi
sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran
dasarnya. (Pasal 102 ayat (3) UUPT);
k. Direksi wajib memperoleh persetujuan RUPS sebelum mengajukan
permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga, dengan
tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pasal 104
ayat (1) UUPT);
l. Direksi wajib memperoleh persetujuan RUPS sebelum mengajukan
permohonan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perseroan (Pasal 125 ayat (4) UUPT);

79
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


m. Direksi wajib memperoleh persetujuan RUPS sebelum mengajukan
permohonan pembubaran perseroan (Pasal 144 ayat (1) jo. Pasal 142 ayat (1)
butir a UUPT).

Sebagai pengurus perseroan, Direksi mewakili perseroan baik di dalam


maupun di luar pengadilan. Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu)
orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi
(masing-masing Direktur), kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak
bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau
keputusan RUPS. Keputusan RUPS tersebut tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan UUPT dan/atau anggaran dasar Perseroan. Perwakilan Direksi dalam
perseroan terbatas, hanya mengikat harta kekayaan perseroan terbatas. Direksi
tidak mewakili pemegang saham secara individu dan tidak mengikat pemegang
saham dengan pihak ketiga. Anggota Direksi tidak berwenang mewakili
Perseroan apabila:
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan.
Dalam hal terdapat benturan kepentingan, yang berhak mewakili Perseroan
adalah:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan; atau
c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau
Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Ketentuan Pasal 97 UUPT diawali dengan rumusan ayat (1) yang


menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). Jika diperhatikan ketentuan ini

80
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


adalah penegasan dari aturan yang ditetapkan dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT, di
mana dikatakan bahwa direksi dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus:
a. memperhatikan kepentingan Perseroan;
b. sesuai dengan maksud dan tujuan PT (intra vires act);
c. memperhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan
dalam undang-undang (khususnya UUPT) dan anggaran dasar.

Mengenai Dewan Komisaris, dalam UUPT dikatakan bahwa tugas Dewan


Komisaris adalah untuk pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan,
dan memberi nasihat kepada Direksi, baik diminta maupun tidak. Secara konkrit,
tugas Dewan Komisaris meliputi:
a. Terkait dengan tugas Direksi untuk menyiapkan rencana kerja, jika AD
menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja
tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris (Pasal 64 ayat (3)
UUPT);
b. Terkait dengan tugas Direksi untuk menyampaikan Laporan Tahunan,
Laporan Tahunan tersebut, selain ditandatangani oleh semua anggota Direksi,
juga wajib ditandatangani oleh semua anggota Dewan Komisaris yang
menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor
Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh
pemegang saham (Pasal 67 ayat (1) UUPT);
c. Terkait dengan pembagian dividen interim, maka sebelum pembagian
dilakukan, hal tersebut harus disetujui terlebih dahulu oleh Dewan Komisaris
(Pasal 72 ayat (4) UUPT);
d. Terkait tindakan pengawasannya, membuat risalah rapat Dewan Komisaris
dan menyimpan salinannya (Pasal 116 UUPT);
e. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau
keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain (Pasal 116 UUPT);
f. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama
tahun buku yang baru lampau kepada RUPS (Pasal 116 UUPT);

81
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


g. Jika dalam AD diberikan wewenang, Dewan Komisaris berkewajiban untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu sesuai yang ditentukan dalam AD (Pasal 117 ayat
(1) UUPT);
h. Dalam hal AD telah menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau
bantuan kepada Direksi, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris,
perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam
perbuatan hukum tersebut beritikad baik (Pasal 117 ayat (2) UUPT);
i. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat
melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu (Pasal 118 ayat (1) UUPT);

Bagi Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu
tertentu melakukan tindakan pengurusan maka terhadapnya berlaku semua
ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan
dan pihak ketiga (Pasal 118 ayat (2) UUPT).

VI.2. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE GOVERNANCE


PADA RUMAH SAKIT DI INDONESIA

Seperti telah disampaikan sebelumnya UURS juga tidak mengatur secara


tegas mengenai dan memberikan pengertian tentang corporate governance.
Rujukan mengenai kata-kata corporate governance dapat ditemukan dalam
Penjelasan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS yang merupakan penjelasan mengenai
kewajiban rumah sakit untuk memiliki hospital by laws. Dalam Penjelasan Pasal
29 ayat (1) butir r UURS tersebut dinyatakan bahwa:

Yang dimaksud dengan peraturan internal rumah sakit (Hospital by laws)


adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate by laws) dan
peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff by laws) yang disusun
dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical

82
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


governance). Dalam peraturan staf medis rumah sakit (medical staff by
laws) antara lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).

Ketentuan tersebut serupa dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan


Menteri Kesehatan R.I nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman
Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital by laws) (KMK772) yang menyatakan
bahwa hospital by laws terdiri dari corporate by laws dan medical staff by laws.
Dalam KMK772 tersebut hospital by laws ini diterjemahkan sebagai Peraturan
Internal Rumah Sakit. Menurut KMK772, pengertian dari hospital by laws atau
Peraturan Internal Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1. Peraturan internal rumah sakit adalah suatu produk hukum yang merupakan
anggaran rumah tangga rumah sakit yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit
atau yang mewakili;
2. Peraturan internal rumah sakit bukan merupakan kumpulan peraturan teknis
administratif ataupun klinis sebuah rumh sakit, oleh karena itu SOP atau
protap, uraian tugas, surat keputusan direktur dan lain sebagainya bukan
peraturan internal rumah sakit tetapi lebih merupakan kebijakan teknis
operasional;
3. Peraturan internal rumah sakit mengatur:
a. Organisasi pemilik atau yang mewakili;
b. Peran, tugas dan kewenangan pemilik atau yang mewakili;
c. Peran, tugas dan kewenangan Direktur rumah sakit;
d. Organisasi staf medis;
e. Peran, tugas dan kewenangan staf medis.

Dalam KMK772 dikatakan lebih lanjut bahwa:


1. Peraturan internal rumah sakit adalah tailor made, ini berarti peraturan
internal rumah sakit dari satu rumah sakit berbeda dengan rumah sakit
lainnya. hal ini disebabkan karena faktor internal rumah sakit, seperti
misalnya: sejarah, pendirian, kepemilikan, situasi dan kondisinya berlainan di
setiap rumah sakit.

83
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


2. Peraturan internal rumah sakit pada intinya mengatur hal-hal yang merupakan
konstitusi rumah sakit atau peraturan-peraturan dasar rumah sakit.
3. Peraturan internal rumah sakit pada prinsipnya adalah peraturan yang
ditetapkan oleh pemilik atau yang mewakili.
4. Uraian di dalam peraturan internal rumah sakit harus tegas, jelas dan
terperinci.
5. Karena rumusannya sudah jelas, maka peraturan internal rumah sakit tidak
dapat ditafsirkan secara individual sehingga tertutup kemungkinan untuk
mengadakan penafsiran yang berbeda.
6. Peraturan internal rumah sakit harus diterima, yang mempunyai otoritas dan
ditaati oleh pihak-pihak yang terkait.
7. Agar tetap up to date, maka peraturan internal rumah sakit harus dievaluasi
secara berkala.

Sehubungan dengan keberadaan KMK772 tersebut, oleh Informan 1


dikatakan bahwa KMK772 tersebut lahir adalah dari usulan PERSI. Menurut
keterangan Informan 1, pada waktu itu ada ketidakharmonisan antara pemilik
(owner) rumah sakit, pengelola (CEO) rumah sakit dan dokter di rumah sakit.
Pemilik yang menentukan arah. Merekalah yang punya uang dan cita-cita mau
dipergunakan untuk apa uang tersebut. Pengelola di rumah sakit adalah ahli. Para
ahli ini adalah manajemen yang membuat konsep untuk menjalankan rumah sakit.
Konsep yang dibuat tersebut kemudian dijalankan oleh dokter di rumah sakit.
Pernah terjadi kekacauan dalam pelaksanaan ketiga fungsi tersebut. Seperti
misalnya dokter yang banyak pasiennya mau mencoba untuk menentukan atau
mengatur manejemen rumah sakit. Kemudian ada juga pemilik yang mau ikut
melakukan pengelolaan rumah sakit. Dalam rangka membuat keharmonisan di
antara ketiganya tersebut maka dibuatlah pengaturan tentang hospital by laws
tersebut.

Terkait dengan pelaksanaan corporate governance di rumah sakit,


Informan 1 menyatakan bahwa: Kalau saya melihat corporate governance secara
umum. Menurut Informan 1: Semua rumah sakit adalah corporate.. Dikatakan

84
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


lebih lanjut kalau BLU itu corporate, jadi pengertian corporate jangan seperti
perusahaan tapi manajemen umum. Artinya semua rumah sakit ada corporate
govenancenya. Corporate itu adalah manajemen umum yang mengelola logistik,
keuangan, sumber daya manusia, operasional, dan lain-lain.

Informan 2 menyatakan bahwa rumah sakit ada beberapa status


kepemilikan, ada pt ada yayasan sekarang ada juga pemda Terkait pelaksanaan
corporate governance ini dikatakan bahwa corporate governance lebih ke badan
hukumnya, pt nya, yayasannya, tapi tidak terlepas juga rumah sakit juga, tapi
secara pertanggungan rumah sakit juga, rumah sakit juga dituntut untuk
pertanggungjawaban. Dengan demikian berarti rumah sakit juga harus
melaksanakan corporate governance. Terkait dengan kepengurusan rumah sakit
dikatakan bahwa Direktur pt membawahi direktur rumah sakit. Dikatakan lebih
lanjut Direktur rumah sakit diangkat berdasarkan pada SK.

Informan 3 menerangkan bahwa di corporate sudah jelas mengatur


hubungan antara pemilik dengan jajaran direksi. Pemilik yang merupakan
pemegang saham perseroan terbatas adalah dokter dan investor. Dikatakan juga
bahwa Pemegang saham dokter ada sekitar 30%. Dikatakan lebih lanjut bahwa
Di rumah sakit ada Badan pengawas rumah sakit. Direksi rumah sakit
bertanggung jawab ke Badan Pengawas rumah sakit. Ada rapat berkala di antara
mereka. Ada juga Direksi perseroan terbatas dan Dewan Komisaris perseroan
terbatas. Dikatakan bahwa rumah sakit juga menjalankan fungsi corporate
governance. Ada pembagian wewenang antara perseroan terbatasi dengan rumah
sakit terkait pelaksanaan fungsi non medis tersebut, namun demikian semua
keputusan akhir diputus pada level perseroan terbatas.

Informan 4 menerangkan bahwa rumah sakit Mayapada Tangerang


berdiri di bawah perseroan terbatas sendiri. Sempat didirikan rumah sakit kedua,
namun demikian sekarang sudah berdiri sendiri dengan perseroan terbatas
sendiri. Perseroan terbatas yang mendirikan rumah sakit Mayapada Tangerang
adalah perusahaan publik. Terkait pelaksanaan corporate governance kepada

85
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


peneliti disampaikan Laporan Tahunan perseroan tahun 2011, 2012 dan 2013.
Dalam laporan tahunan yang disampaikan setiap tahunnya tersebut ke Otoritas
Jasa Keuangan terdapat laporan pelaksanaan corporate governance yang
dilaksanakan rumah sakit (perseroan terbatas), karena cuma satu rumah sakit
yang dimiliki perseroan terbatas maka laporan keuangan rumah sakit yang laporan
keuangan perseroan tarbatas. Isi dari laporan pelaksanaan corporate governance
tersebut pada Laporan Tahunan 2014 meliputi:
1. Dewan Komisaris dan Direksi;
2. Sekretaris Perusahaan;
3. Komite Audit;
4. Komite Medis;
5. Unit Audit Internal;
6. Akuntan Publik;
7. Perkara Hukum yang dihadapi perseroan; dan
8. Akses Informasi.

Selain itu dari Laporan Tahunan PT Siloam International Hospitals, Tbk


untuk tahun 2013 dan 2014 dapat diketahui isi laporan good corporate
governancenya berisikan:
1. Dasar-dasar pelaksanaan GCG;
2. Pertimbangan dan Persyaratan tambahan Tata Kelola;
3. Tata Kelola Klinis dan Standar Mutu;
4. Unsur-unsur GCG;
5. Struktur GCG, yang terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi;
6. Komite Audit;
7. Corporate Secretary;
8. Keterbukaan Informasi;
9. Hubungan Investor;
10. Risiko Usaha.

86
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


VII.3. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE GOVERNANCE
PADA RUMAH SAKIT DI LUAR INDONESIA

Selain itu perlu untuk dipahami secara umum, rumah sakit di seluruh dunia
dari sisi pemilikan atau pengelolaan setidaknya selalu dapat dibagi ke dalam dua
jenis. Pertama adalah rumah sakit yang berada di bawah naungan insitusi yang
didirikan dan/ atau dikelola dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Kedua
adalah rumah sakit yang dibentuk dan/ atau dikelola oleh organisasi sosial dan
keagamaan untuk kepentingan sosial.

Dalam menjalankan kegiatan operasional rumah sakit, UURS secara tidak


langsung menggunakan istilah hospital governance16. Apa yang dimaksud dengan
hospital governance? Apa bedanya dengan corporate governance? Hospital
governance menurut Bohen (1995) meliputi responsibilitas dan akuntabilitas
terhadap seluruh kegiatan operasional organisasi (rumah sakit). Hospital
governance dipandang sebagai proses bersama antara pimpinan manajemen
puncak, pembuat kebijakan dan pembuat keputusan. Dalam the Guide to Good
Governance for Hospital Boards (AHA CHG: 2009) dikatakan bahwa ada rumah
sakit yang berada di bawah kepemilikan suatu korporasi yang berbentuk badan
hukum dan rumah sakit yang berada di bawah pengendalian suatu trusts yang
tidak berbadan hukum. Dalam Governing Public Hospital (Saltman: 2011)
dikenal adanya beberapa model kepemilikan rumah sakit. Di Inggris keberadaan
rumah sakit berada di bawah suatu trust, baik dalam bentuk self-governing trust
maupun foundation trust. Di Swedia dalam bentuk public-stock corporation.
Di Ceko dalam bentuk limited liability company atau joint stock companies.
Fakta memang menunjukkan bahwa perkembangan rumah sakit di tiap-tiap negara
adalah demikian uniknya sehingga tidaklah selalu sama, meskipun secara garis
besar semuanya berangkat dari kegiatan filantropis dan berujung pada privatisasi
atau korporatisasi rumah sakit menjadi suatu korporasi, yaitu perseroan terbatas
yang didirikan untuk mencari keuntungan. Istilah rumah sakit yang berorientasi

16
Lihat ketentuan Pasal 36 UURS yang menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit harus
menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik.

87
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


mencari keuntungan sendiri, di Inggris, Amerika dan Jerman masih dibedakan ke
dalam (Jeurissen: 2010):
1. Proprietary or private hospitals yaitu rumah sakit yang are not owned by a
government or charity and are characterized by the direct involvement of the
owners often physicians in daily management and operations. They are
usually, but not always, for-profit-oriented and tend to be small and locally
controlled with a straightforward and simple accountability structure.
2. Investor-owned or corporate hospital chains, yaitu organizations that own
multiple facilities whose owners are connected with these facilities only by
virtue of holding shares in the parent company. Profit making is deeply
embedded in the management of these organizations and in how they
maintain access to capital.

Dalam konteks tersebut di atas, rumah sakit privat menurut UURS adalah
Investor-owned or corporate hospital chains, yaitu rumah sakit yang menjadi
kegiatan usaha dari suatu korporasi atau perseroan terbatas, yang khusus didirikan
untuk mencari keuntungan.

VI.3.1. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH SAKIT DI INGGRIS

Perkembangan rumah sakit di Inggris tidak dapat dipisahkan dari peran


NHS. NHS dibentuk pada tahun 1948 dengan tujuan untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara komprehensif kepada seluruh penduduk agar semua
penduduk yang memerlukan jasa layanan kesehatan dapat memperoleh
pelayanannya. Dalam rangka mengurangi risiko dan mempromosikan value for
money guna memastikan bahwa uang yang tersedia di rumah sakit tidak
disalahgunakan, maka Pemerintah Inggris pada tahun 1994 memperkenalkan
prinsip corporate governance ke dalam kegiatan operasional rumah sakit (Pratt:
n.d.).

Selanjutnya sebagai jaminan bahwa bahwa Trust Board NHS pada rumah
sakit melakukan fungsinya dengan melakukan pengelolaan risiko secara benar dan
efektif diperkenalkanlah control assurance. Control assurance menurut Emslie

88
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


(2001) adalah A process, built on best governance practice, by which NHS
organisations demonstrate that they are doing their reasonable best to manage
themselves so as to meet their objectives, and protect patients, staff, visitors, and
other stakeholders against risks of all kinds.

Sebagai tindak lanjut, sejalan dengan perbaikan terus menerus dalam


pengelolaan aspek non klinis, untuk memperbaiki kualitas asuhan klinis, maka
dikembangkan pula clinical governance oleh NHS. Yang dimaksudkan dengan
clinical governance menurut NHS adalah A framework through which NHS
organisations are accountable for continuously improving the quality of their
services and safeguarding high standards of care by creating an environment in
which excellence in clinical care will flourish. Ketiga hal tersebut, yaitu
corporate governance, control assutance dan clinical governance membentuk
segitiga yang dinamakan healthcare governance. Hubungan ketiganya tersebut
dapat digambarkan dalam gambar berikut di bawah ini.

GAMBAR 6.1
HEALTHCARE GOVERNANCE

Sumber: Pratt: n.d.


Perlu diketahui bahwa Trust Board NHS akan bertindak selaku wakil dari
pemilik rumah sakit yang berada di bawah pengelolaan atau pengawasan NHS.
NHS adalah pembuat kebijakan dalam pemberian layanan kesehatan oleh rumah

89
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


sakit-rumah sakit yang berada di bawah pengelolaan atau pengawasannya 17.
Meskipun masih ada rumah sakit yang menjalankan usahanya dengan
memperoleh keuntungan, namun sebagian besar rumah sakit di Inggris adalah
public hospital yang dikelola atau diawasi oleh NHS.

Dalam perkembangan selanjutnya, Bullivant dalam Good Governance


Handbook (2010) mengemukakan adanya sembilan prinsip governance dan lima
jenis governance untuk rumah sakit Kesembilan prinsip governance tersebut,
yaitu:
1. Entitas, artinya setiap organisasi rumah sakit harus merupakan entitas yang
tertentu dan memiliki sifat mandiri;
2. Akuntabilitas, yang menunjukkan siapa yang bertanggung jawab dalam
organisasi tersebut;
3. Stakeholders (pemangku kepentingan), yang merupakan semua pihak harus
diperhatikan oleh organisasi;
4. Tata kelola dan manajemen, menunjukkan siapa yang secara internal
bertanggung jawab atas kesehari-harian organisasi tersebut;
5. Dewan yang bertanggung jawab untuk membentuk dan menyusun kebijakan
organisasi;
6. Delegasi dan reservasi, yang memungkinkan pelimpahan kewenangan
internal secara hirarkis;
7. Keterbukaan dalam proses pembuatan keputusan dan pelaksanaan;
8. Dukungan Dewan, yang merupakan pihak-pihak yang akan melaksanakan
kebijakan Dewan;
9. Pengetahuan tentang organisasi dan pasar.

Sedangkan lima jenis governance tersebut adalah:

17
The NHS Constitution tanggal 26 Maret 2013.

90
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


1. Quality and clinical governance, yaitu the duty of each NHS body to put and
keep in place arrangements for the purpose of monitoring and improving the
quality of health care provided by and for that body is a legal requirement;
2. Integrated governance, yaitu the umbrella for all NHS governance
approaches. It combines the principles of corporate/ financial accountability
and it moves towards a single risk sensitivity process which covers all the
trusts objectives, supported by a coordinated source of collecting
information and subject to coordinated inspection;
3. Information governance adalah the way by which the NHS handles all
organisational information - in particular the personal and sensitive
information of patients and employees. It allows organisations and
individuals to ensure that personal information is dealt with legally, securely,
efficiently and effectively, in order to deliver the best possible care;
4. Research governance adalah the broad range of regulations, principles and
standards of good practice that exist to achieve, and continuously improve,
research quality across all aspects of healthcare in the UK and worldwide;
5. Staff governance adalah the third pillar of the governance framework
(alongside clinical and financial governance) within which NHS Boards,
must operate.

Di samping rumah sakit-rumah sakit yang berada di bawah naungan


NHS, masih ada lagi rumah sakit-rumah sakit yang sama sekali terlepas dari NHS.
Rumah sakit-rumah sakit ini juga ada yang merupakan rumah sakit publik yang
tidak mencari keuntungan, rumah sakit kecil yang didirikan oleh satu atau lebih
(sekumpulan) dokter maupun rumah sakit yang didirikan oleh investor.
Pertumbuhan rumah sakit yang didirikan oleh investor ini di tahun 1980an sangat
dipengaruhi oleh masuknya jaringan rumah sakit besar yang ada di Amerika
Serikat. Perusahaan multinasional ini kemudian membentuk korporasi dan
menyalin semua aktivitas rumah sakit yang dilakukan di Amerika Serikat di
Inggris (Jeurissen: 2010). Dengan demikian terhadap rumah sakit yang dijalankan
oleh investor swasta yang merupakan bagian dari bidang usaha perseroan yang

91
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


mandiri dan berbadan hukum sudah terang pasti menjalankan corporate
governance secara ketat. Satu korporasi dapat mendirikan dan menjalankan lebih
dari satu rumah sakit. Jadi corporate governance ini dijalankan bukan karena
rumah sakitnya tetapi karena mereka adalah perseroan terbatas yang wajib
melaksanakan corporate governance. Bagi korporasi pelaksanaan corporate
governance pada level korporat tetap dilakukan dengan menggunakan UK
Corporate Governance Code (yang sebelumnya dikenal dengan nama the
Combined Code) dengan berpedoman pada Laporan Cadbury, Greenbury dan
Higgs. Sesuai dengan bentuk perseroan terbatas yang berkembang di negara
Inggris, dengan sistem satu dewan, maka dalam dewan tersebut terdapat Chairman
dan CEO secara bersama-sama sebagai satu kesatuan dewan.

VI.3.2. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH SAKIT DI AMERIKA


SERIKAT

Agak berbeda dengan Inggris, Amerika Serikat adalah negara federal


dengan 51 States (negara bagian). Masing-masing negara bagian memiliki
kewenangan untuk mengatur sendiri ketentuan yang berhubungan dengan
organisasi rumah sakit. Pada awalnya rumah sakit di Amerika juga adalah suatu
kelembagaan yang bersifat filantropis. Pada awal abad keduapuluh lahirlah rumah
sakit yang dibangun dan didirikan oleh dokter(-dokter) dalam bentuk proprietary
hospital. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat di penghujung tahun 1920an
mengubah sektor rumah sakit. Rumah sakit yang didirikan oleh dokter ini
mengalami kesulitan dalam pembiayaan. Tahun 1940an Pemerintah Amerika
Serikat turun tangan untuk membantu rumah sakit, tapi hanya untuk rumah sakit
publik saja. Pada saat yang bersamaan muncullah rumah sakit yang dibiayai oleh
investor dalam bentuk korporasi. Perkembangan ini makin lama makin besar.
Banyak rumah sakit yang didirikan oleh dokter ini diambil alih oleh investor
besar, dan mencapai puncaknya di tahun 1960an. Boleh dikatakan bahwa
kelahiran dari investor owned hospital atau corporate hospital ini adalah karena
masalah permodalan. Ini yang kemudian menjadikan biaya pengobatan di

92
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Amerika Serikat menjadi sangat tinggi dan mungkin paling tinggi di seluruh dunia
(Jeurissen: 2010).

Dengan demikian jelaslah bahwa di Amerika Serikat, rumah sakit yang


mencari keuntungan dewasa ini adalah rumah sakit yang mengambil bentuk
korporasi yang berbadan hukum. Sedangkan rumah sakit sosial, yang bukan
merupakan milik Pemerintah, pada umumnya berada di bawah pengelolaan atau
pengawasan oleh suatu trust yang tidak berbadan hukum. Eldenburg et. al (2004)
menyatakan bahwa governance pada rumah sakit yang mencari keuntungan
memiliki perbedaan dengan rumah sakit yang tidak mencari keuntungan.
Demikian tingginya biaya kesehatan di Amerika Serikat, dalam Governance in
High Performing Community Health System (Prybil et.al; 2009) dikatakan bahwa
harapan governance terhadap dewan trust yang menangani rumah sakit yang tidak
mencari keuntungan menjadi makin ketat.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Robbins et.al (2014) terhadap


rumah sakit yang tidak mencari keuntungan, diketahui bahwa rumah sakit-rumah
sakit ini juga telah melaksanakan corporate governance. Berdasarkan penelitian
tersebut dari 42 item yang dijadikan sebagai dasar penelitian pelaksanaan
corporate governance di Amerika Serikat, terdapat 7 item yang paling sering
diikuti dan 13 item yang secara sangat moderat diikuti, 10 item yang secara
moderat diikuti dan sisanya kurang diikuti. Dari item-item yang paling banyak
diikuti tersebut adalah item yang berhubungan dengan transparansi, akuntabilitas,
responsibiltas, fairness. Independensi berada pada bagian item yang secara sangat
moderat diikuti.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Jha dan Epstein (2010)
diketahui bahwa salah satu faktor pembeda antara rumah sakit yang tidak mencari
keuntungan dengan rumah sakit yang mencari keuntungan dalam hal governance
rumah sakit adalah bahwa rumah sakit yang tidak mencari keuntungan tidak
terlalu memberikan perhatian kepada kualitas asuhan. Dalam salah satu penerbitan
tentang the Governance of New Jersey Hospital dikatakan bahwa komposisi dari

93
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


dewan sangat berpengaruh bagi governance rumah sakit. Selanjutnya transparansi
akan membantu akuntabilitas terhadap komunitas. Transparansi ini tidak hanya
berkaitan dengan masalah keuangan tetapi juga transparansi yang berhubungan
dengan mutu klinis. Benturan kepentingan adalah suatu hal yang tabu dan harus
dihindari. Untuk dapat melaksanakan fungsi pengawasan yang baik, maka anggota
dewan harus memiliki kemampuan yang mumpuni dan mewakili para
stakeholders-nya. Bagaimana rumah sakit melaksanakan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas dan ketentuan governance lainnya, dapat disadur atau diambil oper
dari ketentuan Sarbanes-Oxley (New Jersey Commission on Rationalizing Heatlh
Care Resources: 2008)

Sebagai catatan perlu diketahui bahwa banyak tulisan yang dibuat dalam
kerangka pembahasan pelaksaan corporate governance di rumah sakit di Amerika
Serikat tidak lagi mencantumkan kata corporate governance melainkan hanya
dengan rumusan kata-kata governance saja. Penyebutan hospital governance
merujuk pada pelaksanaan tata kelola dalam rumah sakit yang pada umumnya
berujung pada tata kelola klinis. Organisasi yang mewadahi keberadaan rumah
sakit, khususnya korporasi dianggap selalu melaksanakan corporate governance
sebagai suatu hal yang sudah menjadi keharusan. Sedangkan bagi organisasi yang
bukan korporasi, misalnya kelembagaan trust sebagai pihak yang menjadi
pemilik aset rumah sakit dengan trust board dan rumah sakit yang tidak
mencari keuntungan maka terhadap organisasi tersebut konsep dan prinsip
corporate governance yang diberlakukan bagi korporasi diharapkan juga
diberlakukan bagi organisasi yang mewadahi rumah sakit tersebut (meskipun jelas
bukan suatu korporasi) dengan berbagai penyesuaian. Hal ini patut dimengerti
mengingat bahwa konsep, prinsip dan pilar dalam corporate governance pada
organisasi korporasi yang mencari keuntungan sampai saat ini dianggap sebagai
konsep, prinsip dan pilar terbaik dalam melakukan pengelolaan organisasi, apapun
juga kegiatan usahanya, termasuk rumah sakit. Sehingga kemudian muncul pula
istilah governance for public hospital untuk sekedar membedakannya dari
corporate governance yang diatur dalam Sarbanes-Oxley. Jadi dalam hal

94
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


kepentingan publik, maka ketentuan corporate governance dijadikan pedoman
atau panduan.

VI.3.3. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH SAKIT DI JERMAN

Di Jerman, pengaturan tentang corporate governance dapat ditemukan


dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagangnya (German Commercial Code).
Seperti halnya rumah sakit di Inggris dan Amerika, swasta dapat membentuk
perusahaan untuk menjalankan kegiatan usaha perumahsakitan (Mattei et,al: n.d.).
Dalam konteks yang demikian, terhadap rumah sakti privat yang didirikan,
dibentuk, dijalankan, dikelola sebagai bagian dari kegiatan usaha suatu korporasi,
maka corporate governance berlaku dengan sendirinya. Di Jerman sendiri diakui
keberadaan rumah sakit privat yang dikelola oleh korporasi sebagai badan hukum
mandiri, rumah sakit publik dengan legal independensi dan rumah sakit publik
tanpa legal independensi. Model terakhir ini serupa dengan Badan Layanan
Umum (BLU) atau BLU Daerah (BLUD) yang tidak memiliki indpendensi
sebagai badan hukum mandiri tetapi hanya sekedar accounting entity dengan
kewenangan pengelolaan keuangan secara mandiri yang terbatas (Schulten: 2006).

Reformasi sektor kesehatan di Jerman sejak tahun 1990an telah


meningkatkan secara signifikan jumlah rumah sakit privat, khususnya investor
owned atau corporate hospital di Jerman dari semula hanya sebesar 14,8% dari
total jumlah rumah sakit yang ada di Jerman menjadi 25,6%. Hal ini dikarenakan
terjadinya privatisasi rumah sakit di Jerman. Pada umumnya satu perseroan
terbatas di Jerman (GmBH atau AG) menjalankan kegiatan usaha perumahsakitan
dengan cara mengelola lebih dari satu rumah sakit privat (Schulten: 2006).

VI.3.4. CORPORATE GOVERNANCE RUMAH SAKIT DI BELANDA

Kalau di Jerman pengaturan corporate governance ditemukan pada di


Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Jerman, di Belanda pengaturan corporate
governance dapat ditemukan dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Belanda (Dutch Civil Code). Dalam ketentuan hukum Belanda, corporate

95
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


governance diberlakukan bagi korporasi, baik yang tertutup maupun yang terbuka.
Korporasi yang tertutup dikenal dengan nama Besloten Venootschap (BV), dan
korporasi yang terbuka diberi nama Naamloze Vennotschap (NV). Pada dasarnya
ketentuan yang mendasari pelaksanaan corporate governance dapat ditemukan
dalam Anggaran Dasar dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda
tersebut, dengan beberapa aturan khusus. Ini berarti semua perusahaan di Belanda
yang mengambil bentuk korporasi, baik BV atau NV (van Gool dan Carapiet:
2012). Sayangnya di Belanda perusahaan yang mencari keuntungan dilarang
untuk memiliki bidang usaha rumah sakit (Jeurissen: 2010). Jadi praktis semua
rumah sakit di Belanda adalah rumah sakit publik yang didirikan untuk
kepentingan umum, meskipun ada juga yang didirikan oleh korporasi. Korporasi
yang memiliki kegiatan usaha rumah sakit dilarang untuk membagi dividen.

96
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB VII

PEMBAHASAN

VII.1. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE GOVERNANCE


DI INDONESIA

Perseroan Terbatas (PT) didefinisikan sebagai badan hukum yang


merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya18. Sebagai badan hukum yang mandiri, PT memiliki aturan main
yang diatur dalam UUPT dan Anggaran Dasar PT. Anggaran Dasar ini merupakan
bagian dari Akta Pendirian. Anggaran Dasar ini mengatur mengenai hubungan
internal antara para pendiri (pemegang saham setelah pengesahan Menteri Hukum
dan HAM), Direksi dan anggotanya, Dewan Komisaris dan para anggotanya.
Dengan diumumkannya Anggaran Dasar tersebut dalam Berita Negara, maka
Anggaran Dasar tersebut berlaku ibarat undang-undang yang terbuka untuk
umum. Jadi dengan demikian Anggaran Dasar berlaku dan menjadi aturan main
yang mengikat setiap orang yang berhubungan hukum dengan perseroan terbatas
tersebut. UUPT mensyaratkan bahwa Anggaran Dasar PT memuat sekurangnya19:
1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
5. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap
saham;
6. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

18
Pasal 1 butir 1 UUPT
19
Pasal 15 ayat (1) UUPT

97
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


8. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan
Dewan Komisaris;
9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

Dari penjelasan yang disampaikan dalam Bab sebelumnya sudah dapat


dilihat bahwa corporate governance sesungguhnya adalah cara pengelolaan
perseroan terbatas yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
UUPT dan Anggaran Dasar perseroan terbatas. Jadi good corporate governance
atau tata kelola perusahaan yang baik adalah cara Direksi melakukan pengurusan
dan perwakilan terhadap perseroan terbatas tanpa merugikan kepentingan tidak
hanya pemegang saham tetapi juga seluruh pemangku kepentingan terhadap
perseroan terbatas tersebut, di bawah pengawasan Dewan Komisaris, yang juga
sebagai pemberi nasihat pada Direksi dan mengingatkan kembali Direksi agar
mereka melaksanakan tugasnya sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
terbatas, tanpa diskriminasi dan penuh dengan keterbukaan informasi. Demikian
juga halnya RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang merugikan kepentingan
dari para pemangku kepentingan lainnya. Perseroan terbatas, untuk dapat sustain,
maka seluruh kebijakan dan penyelenggaraannya harus memperhatikan semua
kepentingan dari semua pemangku kepetingan.

Ketentuan dalam UUPT tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam


berbagai macam pilar yang menjadi dasar bagi pelaksanaan tata kelola yang baik.
Pilar-pilar tersebut, pada saat ini di Indonesia terdiri dari 5 pilar utarma, yaitu
tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness. Saat ini
untuk mendukung pelaksanaan tata kelola perusahaan, dalam hal ini perseroan
terbatas yang baik, oleh Otoritas Jasa Keuangan telah disusun Roadmap Tata
Kelola Perusahaan Indonesia. Selain itu Otoritas Jasa Keuangan bekerjasama
dengan International Finance Corporation Advisory Services in Indonesia telah
pula mengeluarkan The Indonesia Corporate Governance Manual. Roadmap dan
Manual ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam pelaksanaan
corporate governance oleh semua organ yang terlibat dalam pengelolaan jalannya
perseroan terbatas dalam arti luas, yaitu Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS.

98
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


VII.2. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE
GOVERNANCE DALAM RUMAH SAKIT DI INDONESIA
DEWASA INI

Dewasa ini pelaksanaan corporate governance di rumah sakit hanya


didasarkan pada KMK772 yang mengatur mengenai hospital by laws. Hal ini
adalah sesuai dengan Penjelasan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS. Hospital by laws
ini yang merupakan Peraturan Internal Rumah Sakit sebagaimana dijabarkan
dalam KMK772 adalah suatu produk hukum yang merupakan anggaran rumah
tangga rumah sakit yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit atau yang mewakili.
Sebagai Peraturan Internal Rumah Sakit, jelaslah jika hospital by laws hanya
berlaku dan mengikat secara internal untuk kepentingan rumah sakit dan tidak
mengikat dan berlaku untuk pihak ketiga diluar rumah sakit, siapapun juga.

Rumusan KMK772 yang menyatakan bahwa Peraturan Internal Rumah


Sakit mengatur mengenai:
1. Organisasi pemilik atau yang mewakili;
2. Peran, tugas dan kewenangan pemilik atau yang mewakili;
3. Peran, tugas dan kewenangan Direktur rumah sakit;
4. Organisasi staf medis;
5. Peran, tugas dan kewenangan staf medis
makin memperjelas daya ikat internal dari hospital by laws, yang pada hakekatnya
adalah bagaimana Direksi perseroan terbatas mengatur seluruh karyawannya
melalui Peraturan Perusahaan, hanya saja Peraturan Internal Rumah Sakit ini
berlaku untuk lingkup yang lebih kecil lagi, yaitu rumah sakit yang berada di
bawah naungan suatu perseroan terbatas.

Dalam kaitannya dengan rumusan kata-kata organisasi pemilik, jika


dibaca ketentuan yang diatur dalam Penjelasan Pasal 34 ayat (3) UURS, yang
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pemilik Rumah Sakit antara lain
komisaris perusahaan, pendiri yayasan, atau pemerintah daerah; dan yang
dimaksud dengan kepala Rumah Sakit adalah pimpinan tertinggi dengan jabatan

99
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Direktur Utama (Chief Executive Officer) termasuk Direktur Medis perlu
mendapat perhatian. Hal ini pada dasarnya serupa dengan penyebutan governing
body dalam KMK772 yang merujuk pada JCAHO (Joint Commission
Accreditation of Healthcare Organization).

Pengertian governing body yang disebutkan, yang diambil dari Blacks


Law Dictionary20 sudah tepat, namun mengkaitkan governing body dengan
peraturan internal rumah sakit, itu yang keliru dalam suatu rumah sakit yang
didirikan oleh suatu perseroan terbatas. Oleh karena dalam suatu korporasi tidak
ada satu organpun yang secara absolut paling tinggi, yang dapat disebut sebagai
governing body. Seperti telah disampaikan, masing-masing organ dalam perseroan
terbatas memiliki kedudukan dan derajat yang sama, namun dengan fungsi, tugas,
wewenang, peran, hak, kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda. Dalam
perseroan terbatas sebagai organisasi korporasi, yang mengatur mengenai
kebijakan korporasi secara umum termasuk ke luar adalah RUPS. Setiap hasil
RUPS, yang selanjutnya diumumkan dalam Berita Negara adalah domain publik
dan tidak bersifat rahasia, dan karenanya bukan suatu peraturan internal. Direksi
dengan Keputusan Direksinyalah yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
menjalankan maksud dan tujuan Perseroan terbatas sebagai organisasi, yang
merupakan penjabaran dari kebijakan yang dituangkan dalam RUPS. Dalam
konteks ini Direksilah yang mengeluarkan aturan-aturan untuk mengelola
kegiatan usaha rumah sakit yang sejalan dengan kebijakan RUPS. Jadi dalam
konteks yang demikian, membuat Direksi perseroan terbatas sebagai governing
body adalah kekeliruan besar. Hal mengenai governing body ini, dengan
kekuasaannya hanya ada dalam sistem hukum yang mengenal trusts. Trustee
adalah pemilik dalam hukum, sebagai satu-satunya pihak yang menentukan di
hadapan hukum. Dalam korporasi atau perseroan terbatas hal ini tidak mungkin
terjadi.

20
Governing body of institution, organization or territory means that body which has ultimate
power to determine its policies and control its activities.

100
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Rumusan kata-kata yang dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (1) butir r UURS,
yang menyatakan:

Yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)


adalah peraturan organisasi rumah sakit (corporate by laws) dan peraturan
staf medis Rumah Sakit (medical staff by laws) yang disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance)

telah menempatkan seolah-olah rumah sakit adalah organisasi besar, dan bahwa
wadah di mana rumah sakit itu ada atau bernaung, seperti perseroan terbatas,
yayasan, perkumpulan adalah organisasi kecilnya. Ini adalah kesalahan yang fatal.
Justru yang harus dilihat sebagai organisasi besarnya adalah wadah yang
mempunyai maksud dan tujuan untuk menjalankan usaha rumah sakit. Tanpa
adanya perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, dan pemerintah pusat atau
daerah (dalam PT Persero), maka rumah sakit tidak pernah ada. Organisasi
kecilnya adalah rumah sakit itu sendiri. Perlu dicamkan sekali lagi bahwa
perseroan terbatas tidak memerlukan aturan internal, yang dinamakan corporate
by laws agar dapat melaksanakan corporate governance. Bagi perseroan terbatas,
corporate by laws itu adalah UUPT dan Anggaran Dasar perseroan terbatas, yang
merupakan dokumen yang terbuka untuk umum, yang keberadaan dan
pelaksanaannya tidak digantungkan pada ada tidaknya organisasi rumah sakit.
Justru organisasi rumah sakit yang dibentuk karena adanya maksud dan tujuan
perseroan terbatas itu harus tunduk pada aturan main perseroan terbatas itu
sendiri. Bukan sebaliknya.

Hal ini berbeda dengan konsep rumah sakit publik di Inggris yang berada
di bawah naungan NHS sebagai trustee. Dalam konsep trusts, sama sekali tidak
ada organisasi seperti halnya perseroan terbatas yang berbadan hukum. Jadi rumah
sakit publik yang berada di bawah NHS adalah satu-satunya organisasi yang ada,
baik secara faktual ataupun di hadapan hukum. Konsepsi yang demikian
sebenarnya cocok dengan skema BLU atau BLUD, yang pola bentuk

101
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


organisasinya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan
Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PerMenPAN). Dalam konteks yang demikian
maka seharusnya organisasi rumah sakit dalam bentuk BLU atau BLUD
mengikuti pola PerMenPAN. Dalam konteks yang demikian juga berarti tata
kelola yang dijalankanpun harus menyesuaikan dan mengikuti pola tata kelola
pemerintahan baik, pemerintah pusat atau pemerintah daerah karena BLU atau
BLUD adalah bagian dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Jadi jelaslah penempatan corporate governance sebagai wujud


pelaksanaan corporate by laws yang merupakan bagian dari Peraturan Internal
Rumah Sakit (hospital by laws) sudah salah kaprah bagi rumah sakit yang
dibentuk dan didirikan oleh perseroan terbatas. Oleh karena yang dinamakan
dengan corporate by laws sesungguhnya adalah UUPT dan Anggaran Dasar dari
perseroan terbatas itu sendiri yang terbuka untuk umum, yang diumumkan dalam
Berita Negara. Ketentuan ini jelas-jelas bertentangan dengan Peraturan Internal
Rumah Sakit yang bersifat tertutup, dan hanya dipakai untuk konsumsi orang
dalam saja.

Selanjutnya bagi perseroan terbatas yang hanya memiliki satu rumah sakit
yang didirikan khusus sebagai kegiatan usaha perseroan terbatas tersebut,
keberadaan fungsi non medis pada dua level organisasi (jika memang ada dua
level), yaitu pada level korporasi yaitu perseroan terbatas itu sendiri dan dalam
(organisasi) rumah sakit itu sendiri jelas adalah suatu hal yang mubazir dan secara
ekonomis tidak efisien. Selain itu dengan tidak adanya pengurus atau yang disebut
direktur (organisasi) rumah sakit yang mengambil keputusan untuk dan atas nama
rumah sakit, pada level Direksi perseroan terbatas, baik direktur medis maupun
direktur non-medis, secara hukum akan menciderai makna corporate governance
dalam pelaksanaan UUPT. Keberadaan Direksi yang namanya tidak diumumkan
dalam Daftar Perseroan dan/ atau Berita Negara yang memutus ke luar dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum jelas mengacaukan pilar

102
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


transparansi, akuntabilitas, reponsibilitas dan fairness dalam pelaksanaan
corporate governance itu sendiri.

Ketentuan Pasal 32 butir q UURS yang memberikan hak kepada pasien


untuk menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; memiliki dua konsekwensi hukum yang patut dipertanyakan juga.
Pertama, secara keperdataan, rumah sakit bukanlah pemilik dari harta kekayaan
yang ada dalam bangunan rumah sakit tersebut, termasuk tanah dan bangunan di
mana rumah sakit berdiri. Harta kekayaan tersebut adalah milik perseroan terbatas
yang bidang usahanya adalah rumah sakit. Jadi apa gunanya menuntut rumah sakit
yang tidak berbadan hukum, yang tidak memiliki kapasitas dan harta kekayaan di
hadapan hukum. Kedua adalah mengenai tanggung jawab rumah sakit secara
pidana. Tidak ada penjelasan mengenai arti ketentuan pidana yang disebutkan
dalam Pasal 32 butir q tersebut. Yang jelas ketentuan ini berbeda dari ketentuan
pidana yang diatur dalam Pasal 63 UURS, yang merupakan bagian dari tindak
pidana korporasi, karena tidak adanya izin penyelenggaraan rumah sakit dan
bukan karena buruknya pelayanan yang diberikan. Dalam hal inipun yang
dikenakan sanksi pidana adalah korporasi atau perseroan terbatasnya bukan rumah
sakitnya.

Pasal 63
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.

103
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


VII.3. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN CORPORATE GOVERNANCE
DALAM RUMAH SAKIT DALAM RUMAH SAKIT DI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERSEROAN
TERBATAS

Dalam konsep organisasi, korporasi atau perseroan terbatas memiliki


organisasi perusahaan tersendiri yang diatur dalam UUPT secara lengkap. UUPT
mengatur mengenai organ-organ dalam organisasi PT tersebut, sekaligus dengan
fungsi, tugas, wewenang, hak, kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing
organ. Jika semua hal tersebut dijalankan dengan benar, maka akan menjadi pola
good corporate governance. Dengan demikian berarti adalah sangat tidak tepat, jika
makna corporate governance kemudian direduksi oleh UURS dan KMK772. Tidak
hanya direduksi tapi UURS dan KMK772 justru mengacaukan pelaksanaan
corporate governance. Corporate governance dilaksanakan oleh perseroan terbatas
sebagai suatu yang wajib menjalankan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar PT
yang terbuka untuk umum guna melindungi semua pemangku kepentingan dalam
perseroan terbatas tersebut. Jika pelaksanaan corporate governance untuk
menjalankan rumah sakit adalah didasarkan aturan internal yang tidak diketahui
oleh pihak ketiga, maka hal tersebut dapat saja menciderai pelaksanaan corporate
governance pada level perseroan terbatas itu sendiri. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya hanya Direksi yang tercantum dalam Daftar Perseroan yang memangku
tanggung jawab, sedangkan direktur rumah sakit, yang menurut konsep Peraturan
Internal tidak boleh dijabat oleh direktur perseroan terbatas, yang justru mengambil
keputusan untuk rumah sakit jelas akan menghancurkan konsep corporate
governance yang sesungguhnya pada level perseroan terbatas. Transparansi,
akuntabilitas dan responsibilitas ke pihak ketiga di luar perseroan terbatas (dan
karenanya juga rumah sakit) menjadi kacau di hadapan hukum.

Penjelasan Pasal 33 ayat (1) UURS menyatakan bahwa organisasi Rumah


Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan
menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan
tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Dari rumusan ini dapat

104
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


dilihat terjadinya pola berpikir terbalik bahwa rumah sakit adalah organisasi
besarnya. Seharusnya yang menjadi organisasi besar adalah organisasi yang
mewadahi organisasi rumah sakit. Visi dan Misi rumah sakit (jika ada) jelas tidak
boleh bertentangan dengan Visi dan Misi organisasi yang mewadahinya. Dalam
hal korporasi, ini adalah visi dan misi organisasi besarnya. Dalam hal BLU atau
BLUD maka Visi dan Misi ini ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah yang membentuknya. Dalam hal yayasan atau perkumpulan, maka Visi
dan Misi rumah sakit tidak bisa bertentangan dengan Visi dan Misi yayasan atau
perkumpulan yang mendirikan rumah sakit tersebut.

Rumusan bahwa agar Visi dan Misi rumah sakit dapat dilaksanakan
dengan menjalankan good corporate governance adalah kesalahan yang
terstruktur. Seperti telah dijelaskan di muka apapun Visi dan Misi suatu perseroan
terbatas (termasuk rumah sakit yang dijalankan sebagai bagian dan kegiatan usaha
korporasi) corporate governance wajib dilaksanakan. Jadi tidak ada hubungan
antara tercapainya Visi dan Misi dengan pelaksanaan corporate governance.

Ketentuan Pasal 36 UURS menyatakan bahwa setiap rumah sakit harus


menyelenggarakan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis yang baik.
Penjelasan Pasal 36 UURS menjelaskan bahwa tata kelola rumah sakit yang
baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen rumah sakit yang
berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi dan
responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran. Sedangkan tata kelola klinis yang
baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan
klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,
pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan
profesional, dan akreditasi rumah sakit. Sepintas tidak ada yang salah dari
rumusan tersebut, namun jika merujuk pada konotasi tata kelola perusahaan
yang baik sebagai Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang
baik (Good Clinical Governance), maka akan timbul inkonsistensi mengenai
makna tata kelola rumah sakit dengan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini

105
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


menunjukkan kebingungan dalam perumusan governance yang akan diterapkan
pada usaha rumah sakit.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa salah satu hal pokok yang perlu
diperhatikan terkait pelaksanaan corporate governance adalah hal pengurusan
suatu perseroan terbatas yang dilakukan oleh Direksi (di bawah pengawasan
Dewan Komisaris). Direksi menurut Pasal 1 butir 5 UUPT adalah organ Perseroan
yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi adalah organ yang mengurus dan
mewakili perseroan; sedangkan orang yang menjabat sebagai anggota Direksi
adalah Direktur. Dengan demikian jika dikatakan bahwa Direksi perseroan
terbatas yang mewakili pemilik rumah sakit menentukan kebijakan dan jalannya
rumah sakit, maka itu adalah pernyataan yang salah. Direksi perseroan terbatas
menjalankan pengelolaan rumah sakit sebagai pemegang amanat dari PT melalui
RUPS. RUPSlah yang memberikan arahan dan kebijakan tentang jalannya usaha
Perseroan, termasuk yang bergerak dalam kegiatan usaha perumahsakitan. RUPS
yang berhak mengubah maksud dan tujuan PT, bukan Direksi. Justru Direksilah
yang harus melakukan pengurusan mengenai kegiatan usaha perseroan terbatas,
termasuk kegiatan usaha dalam bidang rumah sakit. Dalam konteks bahwa
perseroan terbatas yang memiliki bidang usaha rumah sakit tidak diperbolehkan
untuk memiliki bidang usaha lain dan satu-satunya usaha yang ada hanyalah satu
rumah sakit, maka adalah sangat tidak relevan jika direktur perseroan terbatas
tidak boleh menjadi direktur yang mengepalai rumah sakit dan menangani dan
bertanggung jawab terhadap masalah medis di rumah sakit tersebut.

Ini berarti pemahaman bahwa direktur (rumah sakit) berbeda dari direktur
perseroan terbatas adalah konsep yang salah. Dikatakan bahwa direktur perseroan
tidak boleh menjabat sebagai direktur (rumah sakit) adalah sama sekali. Pada
dasarnya direktur (rumah sakit) sebaiknya juga merupakan direktur perseroan
terbatas, dengan pembagian tugas dan wewenang yang jelas dan tegas. Pasal 92

106
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


ayat (5) dan ayat (6) UUPT menyatakan dengan tegas pembagian tugas dan
wewenang ini.

(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih,
pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.\
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

Dengan legitimasi sebagai direktur perseroan, direktur (rumah sakit)


berhak dan berwenang untuk bertindak keluar dan memiliki tanggung jawab yang
sama seperti halnya direktur perseroan lainnya. Selain itu kata-kata direktur rumah
sakit yang nota bene bukan direktur perseroan akan menimbulkan ambiguitas
yang makin mengecohkan. Karena dalam UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan
hanya Direktur yang namanya secara resmi diumumkan dalam Daftar
Perseroanlah yang berhak dan berwenang untuk bertindak keluar mewakili
perseroan dan bertanggung jawab atas kerugian perseroan. Memberikan nama
panggilan direktur kepada pengurus rumah sakit yang merupakan bagian dari
perseroan terbatas dengan bidang usaha rumah sakit sedangkan yangbersangkutan
tidak ada namanya dalam Daftar Perseroan jelas akan membingungkan. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, hal tersebut akan merugikan kepentingan direktur
yang secara resmi menjabat sebagai direktur perseroan, oleh karena hanya
merekalah yang dapat dituntut oleh perseroan maupun pihak ketiga sebagai akibat
kerugian perseroan atau pihak ketiga tersebut.

Ketentuan dalam Pasal 34 ayat (3) UURS menyatakan bahwa pemilik


Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit tidak tepat juga
karenanya. Dalam konsep perseroan terbatas yang mendirikan rumah sakit, maka
pemilik rumah sakit itu adalah perseroan terbatas yang berbadan hukum dan
bukan orang-perorangan berbadan hukum. Jadi dalam hal ini memang tidak tidak
mungkin terjadi perangkapan pemilik rumah sakit sebagai kepala rumah sakit.

107
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Satu catatan lagi yang perlu mendapat perhatian adalah dalam konteks
proprietary hospital di Inggris dan Amerika Serikat. Dalam kedua negara tersebut
sangatlah dimungkinkan individu dokter sebagai pendiri dan karenanya sebagai
pemilik rumah sakit untuk melakukan fungsi pengurusan dan pengelolaan rumah
sakit tersebut sebagai kepala rumah sakit, sekaligus berpraktik sebagai dokter di
rumah sakitnya tersebut. Jika konteks tersebut kemudian diterapkan dalam suatu
perseroan terbatas, juga tidak ada larangan bagi pemegang saham untuk pada saat
yang bersamaan menjadi direksi pada perseroan terbatas tersebut. Dan dalam hal
perseroan terbatas tersebut memiliki kegiatan usaha rumah sakit, seorang dokter
yang menjadi pemegang saham dan direktur rumah sakit tetap dapat berpraktik
pada rumah sakit tersebut.

Ketentuan Pasal 45 ayat (1) UURS yang menyatakan bahwa Rumah Sakit
tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien
setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif, secara keperdataan tidak
akan memberikan akibat apapun juga; oleh karena secara hukum rumah sakit tidak
memiliki harta kekayaan. Seperti telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya,
yang disebut harta kekayaan rumah sakit secara keperdataan adalah milik
perseroan terbatas yang bidang usahanya adalah rumah sakit. Lantas darimana
rumah sakit dapat bertanggung jawab.

Selain itu perlu untuk diperhatikan bahwa rumah sakit, sesuai dengan
aturan yang berlaku, termasuk UURS sendiri, adalah kegiatan usaha. Hal ini dapat
ditemukan dan dibaca aturannya dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) UURS, yang menyatakan:

(2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,


atau swasta.

(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana
Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi

108
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya
hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Dari rumusan yang diberikan oleh ketentuan tersebut di atas, khususnya


dalam Pasal 7 ayat (4) UURS secara tegas telah dinyatakan bahwa
perumahsakitan adalah bidang usaha yang dijalankan oleh suatu badan hukum.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai badan hukum yang dimaksudkan
dalam ketentuan Pasal ayat (4) UURS tersebut. Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1)
sampai ayat (4) dan Pasal 21 UURS dikatakan:

Pasal 20

(1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi


Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang
bersifat nirlaba.
(3) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan menjadi
Rumah Sakit privat.

109
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Pasal 21
Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.

Dari ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 21 UURS dapat diketahui bahwa yang
dinamakan dengan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola dengan
tujuan untuk mencari keuntungan (for-profit). Rumah sakit yang demikian hanya
dapat didirikan oleh perseroan terbatas yang merupakan modal swasta, baik
swasta nasional maupun swasta asing; dan modal pemerintah pusat atau daerah
dalam bentuk PT Persero; atau gabungan dari keduanya. Dimungkinkannya modal
swasta asing untuk berusaha dalam lapangan usaha rumah sakit dapat dilihat dari
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar
Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (PP39). Dalam Lampiran II PP39
tersebut dapat diketahui bahwa rumah sakit sebagai bidang usaha dinyatakan
terbuka dengan persyaratan21. Berikut di bawah ini ditampilkan bidang usaha
perumahsakitan, lengkap dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia).

Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUPM dinyatakan bahwa penanaman


modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Dengan demikian berlakulah ketentuan
tentang perseroan terbatas yang diatur dalam UUPT.

21
Pasal 2 ayat (2) PP39

110
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


TABEL 7.1.
KBLI RUMAH SAKIT

Sumber: PP No.39 Tahun 2014

Sebagai subjek hukum mandiri, PT wajib untuk mempunyai maksud dan


tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Maksud dan tujuan ini dituangkan lebih lanjut dalam kegiatan usaha perseroan.
Saat ini telah dikeluarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia yang
mengatur mengenai bidang-bidang usaha yang diperkenankan untuk dijalankan
oleh perseroan. Bagi perseroan dengan penanaman modal asing, maksud dan
tujuan, serta bidang usaha yang terbuka untuk perseroan tersebut harus silihat
pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Daftar Negatif
Investasi. Perumahsakitan, seperti telah dijelaskan di muka adalah salah satu
lapangan usaha yang dimuat dalam KBLI tahun 2014 yang diperbolehkan untuk
dimasuki oleh modal asing dengan bentuk kerjasama dengan warga negara
Indonesia dan/ atau badan hukum Indonesia.

111
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


VII.2. PENATALAKSANAAN PENGATURAN CORPORATE
GOVERNANCE DALAM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DI BIDANG RUMAH SAKIT

Kekeliruan atau miskonsepsi terhadap pengertian corporate governance


perlu untuk diperbaiki. Seperti telah dijelaskan bahwa UURS secara tegas
mengakui bahwa rumah sakit dapat didirikan oleh berbagai macam organisasi
perusahaan, maka tentunya organisasi rumah sakitpun tidak hanya dibentuk oleh
perseroan terbatas.

Ketentuan Pasal 35 UURS menyatakan bahwa Pedoman organisasi Rumah


Sakit ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Sedangkan seperti telah dijelaskan
dalam pembahasan sebelumnya, dengan tidak mungkinnya dibuat satu model
organisasi rumah sakit untuk jenis rumah sakit yang berbeda, maka Peraturan
Presiden tersebut seharusnya dibuat dengan mengacu juga pada ketentuan yang
menjadi dasar bagi keberadaan dari organisasi yang mendirikan rumah sakit
tersebut. Untuk keperluan tersebut maka perlu diperhatikan dan dirujuk dalam
Peraturan Presiden tersebut, ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. UUPT untuk rumah sakit yang didirikan oleh perseroan terbatas, termasuk
Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608) (UUPsM) untuk perseroan terbatas terbuka
seperti PT Sejahteraraya Anugerahjaya, Tbk dan PT Siloam International
Hospitals, Tbk;
2. Pasal 1653 sampai dengan Pasal 1965 Bab IX Buku III Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata untuk rumah sakit yang didirikan oleh perkumpulan
3. Undang-Undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang N0.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia

112
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4430) (UUY) untuk rumah sakit yang didirikan oleh yayasan.
Selanjutnya terkait dengan Yayasan, dalam UUY dikatakan dengan jelas
bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut
serta dalam suatu badan usaha22. Penjelasan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUY
menyatakan lebih lanjut bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan
yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus
melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana
yayasan menyertakan kekayaannya. Bahwa tujuan pendirian yayasan adalah
di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan23. Dalam konteks ini, maka
yayasan dimungkinkan untuk memiliki kegiatan lebih dari satu24. Untuk itu,
praktik hukum menunjukkan bahwa Yayasan selalu memiliki Anggaran
Rumah Tangga untuk mengatur kebutuhan internal mereka yang terdiri dari
banyak kegiatan. Dalam konsep yang demikian aturan internal yayasan
menjadi penting, tapi bukan peraturan internal rumah sakit. Hal yang sama
juga berlaku untuk perkumpulan.
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) (UUBUMN) jo.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2005 tentang
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan Dan Pembubaran Badan Usaha Milik
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556) (PP45)
untuk rumah sakit yang didirikan oleh PT Persero.
Tata kelola (governance) BUMN, dalam hal ini PT PERSERO berlakulah
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-

22
Pasal 3 ayat (1) UUY
23
Pasal 1 butir 1 UUY
24
Lihat juga Putusan Mahkamah Konstitusi No.38/PUU-XI/2013

113
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


01/MBU/2011, tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha
Milik Negara dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor: Per-09/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance). Dalam
istilah umum, tata kelola ini perlu diperhatikan juga pedoman yang
dikeluarkan oleh OECD, yang dinamakan Corporate Governance of State-
Owned Enterprises25. Sebagai salah satu pelaksanaan tata kelola yang baik
(good governance) pada BUMN dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : Per-08/MBU/2010
tentang Perubahan Atas peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor Per-04/MBU/2009 tentang persyaratan dan tata cara pengangkatan
dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara, dan
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-02/Mbu/02/2015
Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian
Anggota Dewan Komisaris Dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik
Negara.
5. Dalam hal rumah sakit publik Badan Layanan Umum, keberadaannya
didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republtk Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5340 (PPBLU). Selain itu juga berlaku Peraturan Menteri

25
OECD pada tahun 2005 telah mengeluarkan Guidelines on Corporate Governance of State-
owned Enterprises

114
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PermendagriBLU).
Terhadap tata kelola dalam konteks BLU dan BLUD yang tidak berbadan
hukum, maka dapat dicontoh aturan main yang diterapkan atau dipergunakan
oleh NHS. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa NHS adalah suatu
trusts yang (hanya) ada dalam tradisi hukum Anglo Saxon dan tidak dikenal
secara langsung dalam tradisi hukum Eropa Kontinental, termasuk
Indonesia26. Sehingga agar pertanggungjawaban BLU tidak merambah ke
Pemerintah Pusat dan BLUD tidak merambah ke Pemerintah Daerah,
sangatlah bijaksana jika dibentuk suatu badan hukum (sebagai Special
Purpose Vehicle27) yang akan menjembatani keberadaan BLU dengan
Pemerintah Pusat dan BLUD dengan Pemerintah Daerah.

Dengan demikian jelaslah bahwa secara konseptual, dalam setiap


organisasi memang dikenal adanya tata kelola organisasi (governance). Jika
organisasinya perseroan terbatas atau korporasi maka disebut dengan nama
corporate governance. Jika organisasinya adalah Persero yang sahamnya dimiliki
oleh Pemerintah, maka dinamakan corporate governance for state owned
enterprises. Jika organisasinya adalah yayasan, maka berlakulah governance for
non-profit organisation. Selanjutnya untuk ternasuk BLU dan BLUD dapat
diterapkan juga model governance for state owned enterprises.

Dengan demikian, terkait Penjelasan Pasal 29 ayat (1) gutir r UURS dan
KMK772, kalaupun akan dibuat aturan internal rumah sakit, maka yang dibuat
adalah aturan yang berkaitan dengan masalah dan kebijkan yang terkait dengan
pemberian layanan kesehatan oleh rumah sakit yang disebut medical staff by laws.
Penelitian di atas juga menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan by laws adalah
yang berkaitan dengan pelayanan medis. Pedoman yang disebut governance
26
Untuk jelasnya mengenai konsep trust di Anglo saxon dan Eropa Kontinental dapat dibaca
Gunawan Widjaja (2008). Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Transplantasi Trusts ke dalam
KUH Perdata, KUH Dagang dan UndangUndang Pasar Modal. Jakarta: Rajawali Pers
27
SPV ini adalah suatu badan hukum (di Indonesia dalam bentuk perseroan terbatas) yang sering
dipakai sebagai jembatan untuk melengkapi suatu transaksi bisnis di negara Eropa Kontinental
sebagai pengganti kelembagaan Trusts.

115
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


adalah aturan yang berhubungan dengan clinical governance. Khusus clinical
governance maka governance yang ini sama sekali tidak boleh diutak atik,
dikompromikan atau dipersoalkan oleh direksi, dewan komisaris atau pemegang
saham, Dewan Komisaris maupun Direksi perseroan terbatas atau organ serupa
dalam organsasi lain yang memiliki kegiatan rumah sakit, kecuali direktur medis
atau mereka yang bertanggung jawab terhadap pemberian layanan kesehatan.
Serupa dengan yang terjadi di negara-negara seperti di Inggris, Amerika Serikat
dan Jerman. Yang menjadi persoalan tentang governance di rumah sakit negara
mereka adalah governance untuk rumah sakit publik, yang tidak berstruktur
korporasi atau perseroan terbatas. Dengan demikian KMK772 perlu diperbaiki
dan atau direvisi.

116
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

VIII.1. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang diberikan di atas dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:
1. Corporate governance secara umum adalah suatu sistem yang diterapkan
dalam korporasi (perseroan terbatas) yang mencari keuntungan yang
memungkinkan perseroan tersebut dijalankan dan dikelola secara transparan,
akuntabel, responsibel, independen dan adil, sehingga para pemegang saham
dapat memaksimalkan nilai ekonomis yang sudah ditanamkan, dan seluruh
pihak yang mempunyai kepentingan (stakeholders) lain juga dapat dijaga
kepentingannya. Dalam banyak hal, corporate governance ini sering
diterapkan dalam organisasi lainnya yang tidak berbentuk korporasi oleh
karena dianggap paling ideal sampai saat ini. Bahkan banyak organsisai
nirlabapun menggunakan prinsip-prinsip corporate governance dalam
mengelola organisasinya agar tidak merugi. Pelaksanaan konsep corporate
governance di Indonesia dilakukan melalui pembentukan Undang-Undang
Perseroan Terbatas (UUPT), yang diperketat pengaturannya pada Undang-
Undang Pasar Modal.
2. Tidak ada pengaturan yang jelas dan tegas tentang corporate governance
dalam Undang-Undang Rumah Sakit (UURS). Dalam penjelasan Pasal 29
ayat (1) butir r UURS secara tidak langsung dikatakan bahwa corporate
governance adalah pelaksanaan dari corporate by laws sebagai bagian dari
Peraturan Internal Rumah Sakit yang dinamakan hospital by laws.
Pelaksanaannya dewasa ini dilakukan dengan berpedoman pada KMK772.
3. Dalam hubungan dengan perseroan terbatas yang diatur dalam UUPT di mana
rumah sakit adalah merupakan kegiatan usaha perseroan terbatas, pengaturan
dan pelaksanaan corporate governance di rumah sakit dewasa ini adalah tidak
atau kurang tepat. Konsep corporate governance tidak dapat diterapkan pada

117
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


rumah sakit yang didirikan oleh perseroan terbatas. Perlu kebijaksanaan untuk
memahami bahwa tata kelola manajemen dari masing-masing organisasi atau
perusahaan pendiri rumah sakit ini adalah berbeda, dan sudah diatur dengan
masing-masing peraturan perundang-undangan. Setiap organisasi yang
memiliki kegiatan perumahsakitan adalah unik dan karenanya tidak perlu
dipaksakan penggunaan dan penerapan corporate governance pada organisasi
yang tidak sesuai.
4. Undang-Undang Rumah Sakit tidak seharusnya mengatur mengenai konsep
corporate governance bagi rumah sakit yang didirikan oleh perseroan
terbatas. Perlunya Peraturan Presiden yang akan mengatur organisasi rumah
sakit dengan memperhatikan Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-
Undang Yayasan, Pasal 1653 sampai Pasal 1665 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara dan peraturan-
peraturan lainnya yang relevan terkait dengan BLU dan BLUD diatur dalam
Undang-Undang tentang Keuangan Negara dan ketentuan yang bekaitan
dengan pengelolaan keuangan daerah. Demikian juga KMK772 perlu direvisi
untuk meniadakan mispersepsi bahwa corporate governance hanya bisa
dilaksanakan jika ada hospital by laws.

VIII.2. SARAN

Dari kesimpulan yang sudah disampaikan di atas dapat diberikan saran


sebagai berikut:
1. Melakukan kajian akademis untuk menyusun Rancangan Peraturan Presiden
tentang organisasi rumah sakit, yang akan mengatur tata kelola (governance)
organisasi pada badan atau organisasi yang mewadahi rumah sakit, dan yang
mengatur tata kelola klinis pada rumah sakit tersebut;
2. Melakukan kajian akademis untuk menyusun Peraturan Menteri Kesehatan
untuk memperbaiki KMK772 sepanjang yang berhubungan dengan tata
kelola organisasi pada badan atau organisasi yang mewadahi rumah sakit,
sekaligus yang mengatur tata kelola klinis pada rumah sakit tersebut;

118
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


3. Menyempurnakan istilah clinical governance dan sekaligus meniadakan
ketentuan tentang hospital governance, dengan memperbaiki peristilahan
yang dipergunakan bahwa tata kelola rumah sakit adalah tata kelola klinis.
Tata kelola non-klinis sudah diatur dalam masing-masing organisasi yang
menjadi dasar eksistensi kegiatan usaha rumah sakit.
4. Melakukan penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam UURS
seperti:
a. Menghapus ketentuan Pasal 32 butir q UURS yang memberikan hak
kepada pasien untuk menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana;
b. Memperbaiki ketentuan Pasal 36 UURS yang menyatakan bahwa setiap
rumah sakit harus menyelenggarakan tata kelola rumah sakit dan tata
kelola klinis yang baik, dengan menghapuskan istilah tata kelola rumah
sakit.
c. Meniadakan Pasal 45 ayat (1) UURS yang yang menyatakan bahwa
Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif, yang pada hakekatnya sejalan dengan penghapusan
ketentuan Pasal 32 butir q UURS yang secara yuridis tidak memiliki arti;
d. Memperbaiki rumusan kara corporate governance menjadi cukup
governance saja yang ada dalam Penjelasan dalam Pasal 29 ayat (1) butir
r dan Penjelasan Pasal 33 ayat (1) UURS.

119
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


KEPUSTAKAAN

BUKU

1. American Hospital Association. (2009) The Guide to Good Governance for


Hospital Boards. Chicago: Center for Healthcare Governance
2. Andr, Christine & Christoph Hermann (n.d.) Privatisation Of Health Care
In Europe
3. Australian Public Service Commission (2007) Building Better Governance.
Australian Government
4. Bales, Rebecca, Kelly Tiberio dan Tara Tesch (n.d.) Nonprofit or For-
profit? Hospital Conversion Considerations. The Candem Group
5. Bharucha, Farzan dan Shelley Oberlin (2009) Governance Models among
California Public Hospitals. California: California Health Care Foundation
6. Black, Henry Campbell. (1990) Blacks Law Dictionary. 6th ed. St Paul,
Minn: West Publishing Co.
7. Bogue, Richard J.; Claude H Hall dan Gerard M a Forgia. (2007) Hospital
Governance in Latin America: Results from a Four Nation Survey.
Washington DC: World Bank
8. Busse, Reinhard (2008) The German Health Care System
9. Brikci, N dan Judith Green. (2007) A Guide to Using Qualitative Research
Methodology. London Medecins Sans Frontieres Bullivant, John; Robin
Burgess, Andrew Cobert-Nolan, dan Kate Godfrey. (n.d.) Good Governance
Handbook.
10. Centre for Clinical Governance Research (2007) The Privatisation and
Corporatisation of Hospitals: A Review of the Citations and Abstracs in the
Literature. NSW: CCGR
11. Cherry (1998) The Modern Hospital in History, c1721-1948 Refresh 26
(Spring)
12. Clarke, Thomas. (2009) International Corporate Governance: A
Comparative Approah. London: Routledge

120
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


13. Cooke, C.A (1950) Corporation, Trust and Company: A Legal History.
Manchester: Manchester University Press,
14. Corporate Governance Committee. (2003) The Dutch Corporate
Governance Code
15. Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design:
Choosing Among Five Approaches. Ed.3. California: Sage Publications
16. DELTACPE. (2014) Sarbanes-Oxley Act and Corporate Governance
17. Denzin, Norman K dan Yvonna S.Lincoln. (2001) The SAGE Handbook of
Qualitative Research. Singapore: SAGE Pub
18. European Obeservatory on Health Systems and Policies (2000) The
Observatorys Health System Glossary. Copenhagen: WHO Regional Office
for Europe
19. Financial Reporting Council. (2014) The UK Corporate Governance Code
20. Gage, Larry S (2012) Transformational Governance: Best Practices for
Public and Nonprofit Hospital and Health System. Chicago: Center for
Healthcare Governance
21. Garner, Bryan A. Blacks Law Dictionary. 8th edition. St Paul, Minn: West,
2004.
22. Government Commission (2010) German Corporate Governance Code
23. Green, Judith. (2007). A Guide to Using Quaitative Research Methodology.
London. Medicins Sans
24. Green, Judith & Nicki Thorogood. (2009). Qualitative Methods for Health
Research. Ed. 2. California: Sage Publications
25. Harding, A dan A Preker (2000) Understanding Organisational Reforms:
The Corporatization of Public Hospital. Washington DCL: IBRD/ WB
26. Harding, April dan Alexander S Preker (2000) Understanding
Organizational Reforms
27. Hasselgren, Raoul. (2010) Corporate Governance in Swenglish. Stockholm:
Baltic Institute of Corporate Governance
28. Hauter, Jackob (2012) Healthcare Governance in Britain, Gemany and
Sweden.

121
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


29. Healthcare Governance and Transparaency Association, Center for
International Private Enterprise dan USAID. (n.d.) Principles and
Guidelines for Governance in Hospital
30. Hinkley, Gerry, Allen Briskin dan Benjamin Wiles (2010) Form of Entity
and Legal Structure. NY: Pillsbury Winthrop Swaw Pitman LLP
31. IFC (2014) The Indonesia Corporate Governance Manual. Jakarta: IFC
32. Jakubowski, Elke (1998) Health Care Systems In The EU: A Comparative
Study. European Parliament Directorate General For Research Working
Paper. Luxembourg: EP
33. Jurgens, Ulrich dan Joachim Rupp (2002) The German System of Corporate
Governance Characteristics and Changes. Berlin: Wissenschaftszentrum
Berlin fur Sozialforschung GmbH
34. Klazinga, Niek (2008) The Dutch Health Care System
35. Kunders, GD. (2013) Hospitals: Facilities Planning and Management.
Bangalore: McGraw Hills
36. Lipton, Phillip dan Abraham Herzberg. (1992) Understanding Company
Law. Brisbane: The Law Book Company Ltd.
37. Mallin, Christine A. (2013) Corporate Governance. Oxford: Oxford
University Press
38. McKee, Martin dan Judith Healy. (2002) Hospital in a Changing Europe.
Buckinghak: Open University Press
39. Miller, TS. (1997) The Birth of the Hospital in the Byzantine Empire.
Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press
40. National Committee on Corporate Governance. (2001) Indonesian Code for
Good Corporate Governance
41. National Committee on Governance. (2006) Indonesias Code of Good
Corporate Governance
42. New Jersey Commssion on Rationalizing Health Care Resources (2008)
Final Report, Chapter 10 The Governance of New Jersey Hospitals.
43. NHS (2005) A Short Giude to NHS Foundation Trusts. London: NHS
44. OECD. (1999) OECD Principles of Corporate Governance

122
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


45. OECD. (2004) OECD Principles of Corporate Governance
46. OECD. (2014) OECD Corporate Governance Factbook
47. OED. (1996) Oxford English Dictionary. Oxford: Clarendon Press
48. Ontario Hospital Assoication (2013) Physician Leadership Resource
Manual. Ontario: OHA
49. Otoritas Jasa Keuangan. (2014) Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia
50. Polit, Denise F. dan Cheryl Tatano Beck (2010). Essentials of Nursing
Research: Appraising Evidence for Nursing Practice. China: Lippincott
Williams & Wilkins
51. Porter, R. (1977) The Greatest Benefit to Mandkind: A Medical History of
Humanity from Antiquity to the Present. London: Harper Collins
52. Prybil, Lawrence et.al. (2009) Governance in High-Performing Community
Health Systems: A Report on Trustee and CEO Views. Illinois: Grant
Thornton LLP
53. Quigley, Maureen A dan Graham WS Scott (2004) Hospital Governance
and Accountability in Ontario. Ontario: OHA
54. Salford Royal NHS. (2011) Corporate Governance Framework Manual
55. Saltman, Richard B., Antonio Durn dan Hans F.W. Dubois. (2011)
Governing Public Hospitals. Copenhagen: World Health Organization
56. Sovereign Global. (2006) A History of US Corporate Governance
57. Sprull, Poyner (2009) Medical Staff Boot Camp: Rights and Responsibility
of Medical Staff. NC: Poyner Spruill
58. The Commonwealth Fund. (2010) International Profiles of Health Care
Systems. New York: The Commonwealth Fund
59. Thomson, Sarah et. al. (2012) International Profiles of Health Care
Systems. New York: The Commonwealth Fund
60. Trohler, U dan CR Prull (1997) The Rise of the Modern Hospital dalam I
Loudon (ed) Wester Medicine. Oxford: Oxford University Press
61. United Lincolnshire Hospitals NHS Trusts (2008) Corporate Governance
Manual.
62. Valspar. (2014) Corporate Governance Principles.

123
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


63. van der Zwart, Johan, Theo van der Voordt, dan Hans de Jonge. (2010)
Private Investment in Hospitals: A Comparison of Three Healthcare
Systems and Possible Implications for Real Estate Strategies. RESEARCH
HERD Volume 3, Number 3, pp 70-86
64. van Gool, Cras-Jan dan Tim Carapiet (2012) Corporate Governance and
Directors Duties: The Netherlands.
65. Widjaja, Gunawan. (1999) Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas.
Jakarta: Rajawali Pers
66. Widjaja, Gunawan. (2004) Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Pemilikan,
Pengurusan, Perwakilan dan Pemberian Kuasa dalam Sudut Pandang KUH
Perdata. Jakarta: Prenada Media
67. Widjaja, Gunawan. (2004) Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Persekutuan
Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer. Jakarta: Prenada
Media
68. Widjaja, Gunawan (2008). Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal
Transplantasi Trusts ke dalam KUH Perdata, KUH Dagang dan
UndangUndang Pasar Modal. Jakarta: Rajawali Pers
69. Widjaja, Gunawan. (2008) Seri Pemahaman Perseroan Terbatas 150
Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas. Jakarta: Forum Sahabat
70. Widjaja, Gunawan. (2008) Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko
sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT. Jakarta: Forum Sahabat
71. World Bank. (2006) Report on the Observance of Standards and Codes
(ROSC) Corporate Governance Country Assesment: Philippines
72. World Bank. (2006) Report on the Observance of Standards and Codes
(ROSC) Corporate Governance Country Assesment: Vietnam
73. World Bank (n.d.). The Corporatization of Public Hospitals. Washington:
IBRD/ WB
74. Yin, Robert K. (2011) Qualitative Research from Start to Finish. New
York: Guilford Press
75. Zweigert, Konrad dan Heinz Kotz. (1992) Introduction to Comparative
Law. Oxford: Clarendon Press

124
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


JURNAL DAN ARTIKEL

76. Armstrong, Anona; Jia Xinting dan Vicky Totikidis. (n.d.) Parallels in
Private and Public Sector Governance.
77. Baums, Theodor. (n.d.) Corporate Governance in Germany: System and
Current Development.
78. Becht, Marco; Patrick Bolton dan Alisa Roell (2002) Corporate
Governance and Control. NBER Working Paper No.9371
79. Bouchez, Louis. (2007) Principles of Corporate Governance: the OECD
Perspective. European Company Law. June, Vol.4, Issue 3
80. Chambers, Naomi dan Chris Cornforth. (2010) The Role of Corporate
Governance and Boards in Organizational Performance. dalam Walsh,
Kieran; Harvey, Gill dan Jas, Pauline ed. Connecting Knowledge and
Performance in Public Services: From Knowing to Doing. Cambridge:
Cambridge University Press
81. Daley, Claire, James Gubb, Emily Clarke dan Elliot Bidgood. Healthcare
Systems: The Netherlands. Civitas
82. Dewey, John (1926) The Historic Background of Corporate Legal
Personality. Yale Law Journal, Vol35, No.6
83. Eldenburg, Leslie, Benjamin E Hermalin, Michael S Weisbach dan Marta
Wosinka (2001) Hospital Governance, Performance Objectives and
Organizational Form. NBER Working Paper Series No.8201
84. Eldenburg, Leslie, Benjamin E Hermalin, Michael S Weisbach dan Marta
Wosinka (2004) Hospital Governance, Performance Objectives and
Organizational Form: evidence grom hospital. Journal of Corporate
Finance 10: 527-548

125
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


85. Fohlin, Caroline. (2005) The History of Corporate Ownership and Control
in Germany dalam Morck, Randall K ed. A History of Corporate
Governance around the World: Family Business Group to Professional
Managers. Chicago: University of Chicago Pers
86. Granshaw, Lindsay. 1993 "The Hospital." In Companion Encyclopedia of
the History of Medicine, vol. 2. dalam W.F. Bynum dan Roy Porter (ed.).
London: Routledge.
87. Horden, Peregrine (2005) The Earliest Hospitals in Byzantium,Western
Europe, and Islam Journal of Interdisciplinary History, xxxv:3 (Winter,
2005), 361389.
88. Jha, Ashish dan Arnold Epstein. (2009) Hospital Governance and the
Quality of Care. Health Affaris 29, No.1 (2010):182-187
89. Lameire.N, P. Joffe dan M. Wiedemann (1999) Healthcare systems - an
international review: an overview. Nephrol Dial Transplant 14 [Suppl 6]: 3-
9
90. Machen, Arthur (1911) Corporate Personality (Part 1). Harvard Law
Review, Vol. 4, No.4
91. Machen, Arthur (1911) Corporate Personality (Part 2). Harvard Law
Review, Vo. 5, No.1
92. Morck, Randall K; dan Lloyd Steier (2005) The Global History of
Corporate Governance An Introduction. National Bureau of Economic
Research Working Paper 11062
93. Nestor, Stilpon dan Fianna Jesover (n.d.) OECD Principles of Corporate
Governance of Shareholder Rights and Equitable Treatment: Their
Relevance to the Russian Federation.
94. Odentus, Jurgen. (2008) Germanys Corporate Governance Reforms: Has
the system become flexible enough? IMF Working Paper WP/08/179
95. Pratt, R et. al. (n.d.) Healthcare Governance and the Modernisation of the
NHS: infection prevention and control. Double-blind peer reviewed paper.

126
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


96. Prentice, Robert A dan David B Spence. (2007) Sarbanes-Exley as Quack
Corporate Governance: How Wise is the Received Wisdom? The
Georgetown Law Journal, Vol.95:1843-1909
97. Robbins, Walter A dan Gary Taylor (2014) Corporate Governance
Practices: an Exploratory Study Study of the US Nonprofit Healthcare
Sector American International Journal of Social Science, Vol 3 No.3
98. Salacuse, Jeswald W. (2002) Corporate Governance in the UNECE
Region. Paper yang disampaikan pada Economic Survey of Europe, 2003
No.1, Geneva
99. Schfer, Willemijn (2010) The Netherlands Health system review. Health
Systems in Transition Vol. 12 No. 1
100. Totten, Mary K (2012) Hospital Governance in the US: An Evolving
Landscape. The American Hospital Associations Great Boards. Issue 01
Spring
101. van Bekkum, J; JBS Hijink, MC SCHouten dan JW Winter (2010)
Corporate Governance in Netherlands. Electronic Journal of Comparative
Law, vol.14.3 (Desember)
102. Wall, Barbra Mann. (1998) History of Hospital. American Statesman. 20
Agustus

DISERTASI

103. Jeurissen, Patrick (2010) For-profit Hospital: A comparative and


longitudinal study of the for-profit hospital sector in four Western countries.
Doctoral thesis, Erasmus University Rotterdam

PRESENTASI POWER POIN

104. Powers, David W. (2003) Sarbanes/Oxley Act: Accounting/ Corporate


Governance Reform. Spring

127
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


POLICY BRIEF

105. OSullivan, Mary. (1998) Corporate Governance in Germany. Public


Policy Brief The Jerome Levy Economics Institute of Bard College No.49A
Desember
106. OSullivan, Mary. (1998) Corporate Governance in Germany. Public
Policy Brief The Jerome Levy Economics Institute of Bard College No.49

WEB

107. Harper, Dougles (2015) Online Etymology Dictionary.


http://www.etymonline.com/index.php?term=hospital. Diakses 17 Juni 2015
108. http://amahabas.wordpress.com/diary/teori-organisasi-umum/tugas-
1/method/
109. http://en.wikipedia.org/wiki/Corporations
110. http://en.wikipedia.org/wiki/Hospital
111. http://gadingpluit-hospital.com/
112. http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_sakit
113. http://mayapadahospital.com/tentang-profil.html
114. http://rsroyaltaruma.com/
115. http://siloamhospitals.com/
116. http://www.investorwords.com/1140/corporation.html
117. http://www.jblearning.com
118. http://www.rsmmc.co.id/index.php
119. http:/danielsethics.mgt.unm.edu

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

120. Indonesia. Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608) (UUPsM)

128
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


121. Indonesia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3913
110. Indonesia. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Lembaran Negara 2009 No.153, Tambahan No.5072
122. Indonesia. Undang-Undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4132
123. Indonesia. Undang-Undang N0.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4430
124. Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
125. Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/33/PBI/2009
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah;
126. Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/M.PAN/1/2007
tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di Lingkungan Instansi
Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
127. Kementerian Negara BUMN. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha
Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per-09/MBU/2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-
01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara

129
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


CURRICULUM VITAE

Nama : GUNAWAN WIDJAJA

Gelar : DR, SH, MH, MKM (UI); MM (UBhara)

Bidang Keahlian : Hukum Perjanjian, Hukum Perusahaan, Hukum Pasar


Modal, Hukum Kesehatan

Tanggal & Tempat Lahir : Medan, 12 Mei, 1969

E-mail : widjaja_gunawan@yahoo.com

widjajagun@gmail.com

HP : +62816-1935748; +62811-9691989

Alamat Kantor : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS


TARUMANAGARA Kampus Grogol
Gedung Utama, Lantai 15, PS. Magister Ilmu Hukum
Jl. Letjen S. Parman No. 1, Slipi
Jakarta Barat 11470

BISMARK LAW OFFICE


Jl. Iskandarsyah I No.3A
Jakarta Selatan 12160

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Pendidikan Formal : Sarjana Hukum (SH) Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, program kekhususan Hukum tentang
Kegiatan Ekonomi (Lulus Agustus 1990)

Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan IPA


Universitas Indonesia

Program Spesialis Notariat Fakultas Hukum


Universitas Indonesia

Magister Managemen (MM) Program PascaSarjana


Universitas Bhayangkara Jaya (Lulus September
2001)

Magister Hukum (MH) Fakultas Hukum Universitas


Indonesia, program kekhususan Hukum tentang
Kegiatan Ekonomi (Lulus Januari 2002)

Doktor dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum


Universitas Indonesia, program kekhususan Hukum
tentang Kegiatan Ekonomi (Lulus Juli 2007)

Magister Kesehatan Masyarakat (MKM) Program


PascaSarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia (Lulus Januari 2014)

Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit


Program PascaSarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia

Keanggotaan Profesi : Jakarta Lawyers Club

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)

Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)

Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM)

Izin Profesi : Advokat

Konsultan Hukum Pasar Modal

Kurator dan Pengurus

Penerjemah Tersumpah Inggris-Indonesia

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Sertifikasi Konsultan Pajak Brevet B

Buku (terbit) : Seri Hukum Bisnis Kepailitan (Rajawali Pers, 1999)

Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli (Rajawali Pers,


1999)

Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Rajawali


Pers, 1999)

Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia (Rajawali Pers,


2000)

Seri Hukum Bisnis Arbitrase (Rajawali Pers, 2000)

Hukum tentang Perlindungan Konsumen (Gramedia


Pustaka Utama, 2000)

Seri Hukum Bisnis Transaksi Perdagangan


Internasional (Rajawali Pers, 2001)

Seri Hukum Bisnis Alternatif Penyelesaian


Sengketa (Rajawali Pers, 2001)

Seri Hukum Bisnis Rahasia Dagang (Rajawali Pers,


2001)

Seri Hukum Bisnis Lisensi (Rajawali Pers, 2001)

Seri Hukum Bisnis Waralaba (Rajawali Pers, 2001)

Seri Hukum Bisnis Lisensi atau Waralaba (Rajawali


Pers, 2002)

Seri Hukum Bisnis Merger dalam Perspektif


Monopoli (Rajawali Pers, 2002)

Seri Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan


Harta Kekayaan Negara: Suatu Tinjauan Yuridis
(Rajawali Pers, 2002)

Yayasan (Elex Media Komputindo, 2002)

Seri Hukum Bisnis Tanggung Jawab Direksi atas


Kepailitan Perseroan Terbatas (Rajawali Pers, 2003)

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Seri Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya
(Rajawali Pers, 2003)

Seri Hukum Perikatan Perikatan yang Lahir dari


Perjanjian (Rajawali Pers, 2003)

Seri Hukum Perikatan Hapusnya Perikatan


(Rajawali Pers, 2003)

Seri Hukum Perikatan Jual Beli (Rajawali Pers,


2003)

Seri Hukum Perikatan Perikatan yang Lahir dari


Undang-Undang (Rajawali Pers, 2003)

Seri Hukum Perikatan Penanggungan Utang dan


Perikatan Tanggung Menanggung (Rajawali Pers,
2003)

Seri Hukum Bisnis - Pedoman Menangani Perkara


Kepailitan (Rajawali Pers, 2003)

Seri Hukum Harta Kekayaan Kebendaan pada


Umumnya (Prenada Media, 2003)

Seri Hukum Harta Kekayaan Hak Milik dan Hak


Menguasai (Prenada Media, 2004)

Seri Hukum Harta Kekayaan Hak-Hak atas Tanah


(Prenada Media, 2004)

Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Pemilikan,


Pengurusan, Perwakilan dan Pemberian Kuasa dalam
Sudut Pandang KUH Perdata (Prenada Media, 2004)

Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Persekutuan


Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan
Komanditer (Prenada Media, 2004)

Seri Hukum Harta Kekayaan Hak Tanggungan


(Prenada Media, 2004)

Seri Hukum Harta Kekayaan Gadai dan Hipotek


(Prenada Media, 2004)

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Seri Hukum Bisnis Efek sebagai Kebendaan
(Rajawali Pers, 2005)

Seri Hukum Bisnis Daluwarsa (Rajawali Pers, 2005)

Seri Hukum Bisnis Kaedah Hukum Memaksa dalam


Hukum Perdata (Rajawali Pers, 2006)

Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan


Kolektif (Rajawali Pers, 2006)

Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Asset


Securitization: Pelaksanaan SMF di Indonesia
(Rajawali Pers, 2006)

Seri Pengetahuan Praktis Pasar Modal Reksa Dana


dan Peran serta Tanggung Jawab Manajer Investasi
dalam Pasar Modal (Kencana, 2006)

Seri Pengetahuan Praktis Pasar Modal Penerbitan


Obligasi dan Peran serta Tanggung Jawab Wali
Amanat dalam Pasar Modal (Kencana, 2006)

Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal


Transplantasi Trusts ke dalam KUH Perdata, KUH
Dagang dan UndangUndang Pasar Modal (Rajawali
Pers, 2008)

Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Real Estate


Investment Trusts/ Dana Investasi Real Estat
(Rajawali Pers, 2008)

Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Depository


Receipt/ Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (Rajawali
Pers, 2008)

Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Exchange


Traded Fund (Rajawali Pers, 2008)

Seri Pemahaman PT 150 Tanya Jawab tentang


Perseroan Terbatas (Forum Sahabat, 2008)

Seri Pemahaman PT Risiko sebagai Direksi,


Komisaris dan Pemilik PT (Forum Sahabat, 2008)

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


Seri Pemahaman PT Hak Individu dan Kolektif
Pemegang Saham (Forum Sahabat, 2008)

Seri Pemahaman PT Risiko Menjalankan Usaha


Tanpa CSR (Forum Sahabat, 2008)

Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Pengadilan vs.


Arbitrase (Prenada Media, 2008)

Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Peran Pengadilan


dalam Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase
(Prenada Media, 2008)

Seri Aspek Hukum dalam Bisnis Go Public dan Go


Private di Indonesia (Prenada Media, 2008)

Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit (Forum


Sahabat, 2009)

Buku (akan terbit) : Indonesian Contract Law (Bahasa Inggris)

Indonesian Corporate Law (Bahasa Inggris)

Malpraktik Medis; Penyebab dan Pilihan


Penyelesaian Sengketa

Bioetik dan Hukum Medis

Kasus-Kasus dalam Bioetik dan Hukum Medis

Hukum Kesehatan Masyarakat

Hukum Kefarmasian

Pengantar Farmakoekonomi

Kegiatan Profesional : Retainer pada beberapa perusahaan sebagai Corporate


Counsel:

PT Tigaraksa Satria, Tbk;


PT Mustika Manis Utama;
PT Kino Indonesia;
PT Great Golden Borneo;
PT Sadin MultiAgro Sentosa;
PT Indo Horeca;

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


PT Bank BJB, Tbk;

Pembicara di berbagai Seminar, Simposium,


Workshop dan berbagai macam acara lainnya tentang
Hukum Bisnis, Hukum Perusahaan, Hukum Pasar
Modal dan Hukum Kesehatan;

Instruktur untuk Business Administration, Tax and


Law di Swiss German Business Training Foundation;

Public Trainer antara lain pada:


Mandiri Consulting;
Sigma Conferences;
Fakultas Hukum UPH;
Pusat Pengkajian Hukum Bisnis STIE
Perbanas;
Panorama Convex;
Bina Nusantara (BINUS) Training Center;
GP Farmasi;
C&P Consultant;
Inti Pesan;
Pusat Pengkajian Hukum;
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal;
Value Consult;
Yan Apul & Rekan;
Suria Nataatmadja & Associates;
Cikal Optimizing Human Capital;

In-House trainer antara lain pada:


World Trade Center;
Swiss German Business Training Foundation;
PT Timah (Persero), Tbk dan anak
perusahaan;
PT PLN Enjinering;
PT Indonesia Power;
PT Pembangkit Jawa Bali (PJB);
PT Pertamina (Persero);
PT Pertamina EP;
PT Pertamina Retail;
PT Cegeleg Indonesia;

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


PT Bank Danamon, Tbk;
PT Tigaraksa Satria, Tbk;
Hariff dan anak perusahaan;
PT Bank Mandiri (Persero), Tbk;
PT Bank Resona Pedania, Tbk;
PT Mitsui Leasing;
BAPEPAM LK;
Direktorat Jenderal Anggaran KemenKeu;
Direktorat Bea Cukai DitJen Pajak
KemenKeu;
Bank Indonesia;
PT. Asuransi Allianz Indonesia;
Otoritas Jasa Keuangan;
Komunitas WALI (Waralaba dan
LisensiIndonesia);

Narasumber antara lain RUU Investasi, RUU


Perseroan Terbatas, RUU Sekuritisasi, Rancangan
Peraturan Bapepam tentang REITs;

Ahli pada Pengadilan Indonesia; Singapore High


Court; SIAC, ICC;

Penulis untuk Ruang Hukum Bulletin BUSINESS


NEWS; Prospek Magazine; Jurnal Legalitas Indonesia
(DepHukHAM); Jurnal Hukum Bisnis; Suara
ULDILAG (MA); PPH Newsletter (Pusat Pengkajian
Hukum); Jurnal Hukum dan Pasar Modal (HKHPM);
Bulletin HKHPM; Law Review (FH UPH);

Dosen di Universitas Tarumanegara Universitas Pelita


Harapan, Swiss German University, Magister Bisnis
Institut Pertanian Bogor (MB IPB);

Sekertaris Yayasan Pengkajian Hukum Indonesia


(YPHI);

Sekertaris Pusat Pengkajian Hukum Perusahaan dan


Pasar Modal Facultas Hukum Universitas Pelita
Harapan;

Pengalaman Kerja : Kantor Hukum Soemarjono, Herman & Rekan;

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


PT. KALBE FARMA;

PT. CENTRAL SARI METROPOLITAN LEASING


CORPORATION;

TIGARAKSA SATRIA GROUP;

PT. ARGO MANUNGGAL INTERNATIONAL;

TIRTAMAS GROUP;

Kartini Muljadi & Rekan;

Makes and Partners;

Anggota Tim Evaluasi Putusan Pengadilan Niaga


tentang Kepailitan dan PKPU (BAPPENAS-IMF).

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa yang Bapak/ Ibu pahami tentang governance dan corporate governance?
2. Bagaimana pandangan Bapak/ Ibu mengenai pelaksanaan governance dan
corporate governance di rumah sakit Bapak/ Ibu?
3. Apa yang Bapak/ Ibu pahami terkait dengan hospital by law?
4. Sejauh mana yang Bapak/ Ibu pahami mengenai governance, corporate
governance dan hospital by law?
5. Bagaimana pemahaman Bapak/ Ibu tentang Keputusan Menteri Kesehatan R.I
nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah
Sakit (Hospital By law)?

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


RINGKASAN HASIL WAWANCARA INFORMAN

INFORMAN HASIL WAWANCARA

1 Semua rumah sakit adalah korporat dan karenanya harus


melaksanakan corporate governance sendiri. Rumah sakit harus
punya hospital by law. Dalam hospital by law diatur peran
masing-masing pemilik, pengelola dan dokter yang melaksanakan
fungsi medis di rumah sakit.
2 Korporat adalah perseroan terbatas yang berbadan hukum. Rumah
sakit punya organisasi sendiri, namun semua pertanggungjawaban
hukum ada di perseroan terbatas. Hospital by law dibuat untuk
memberikan kewenangan bagi rumah sakit dalam bertindak.
3 Ada fungsi yang serupa korporat di rumah sakit, dan karenanya
rumah sakit juga melaksanakan corporate governance. Hospital by
law disusun untuk dan sesuai ketentuan yang berlaku.
4 Fungsi corporate governance dilaksanakan pada tingkat perseroan
terbatas. Rumah sakit melaksanakan sebatas yang tidak
dilaksanakan di perseroan terbatas. Hospital by law disusun untuk
dan sesuai ketentuan yang berlaku.

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.


RINGKASAN PELAKSANAAN CORPORATE GOVERNANCE DI RUMAH
SAKIT DI INGGRIS, AMERIKA SERIKAT, JERMAN DAN BELANDA

Negara Pelaksanaan Corporate Governance di Rumah Sakit


Inggris Sebagian besar rumah sakit di Inggris adalah rumah sakit publik yang
dikelola oleh NHS. NHS secara institusi adalah trustee bagi rumah
sakit yang berada di bawah kepemilikan NHS. Sebagai trustee NHS
dewasa ini menjalankan lima jenis governance, yaitu quality and
clinical governance, integrated governance, information governance,
research governance dan staff governance. Dari kelima governance
tersebut integrated governance adalah governance yang
mempergunakan prinsip corporate governance, khususnya yang
berkaitan dengan risk management di bidang keuangan.
Amerika Pada mulanya rumah sakit di Amerika Serikat berfungsi sosial, namun
Serikat perkembangan asuransi kesehatan di Amerika Serikat menyebabkan
tumbuhnya privatisasi dan korporatisasi rumah sakit. Corporate
governance dilaksanakan oleh perseroan terbatas yang mempunyai
bidang usaha rumah sakit. Sedangkan rumah sakit publik melakukan
governance for public hospital.
Jerman Sama seperti halnya rumah sakit di Amerika Serikat. Pada mulanya
rumah sakit di Jerman adalah rumah sakit publik. Namun dengan
makin kecilnya dana pemerintah yang tersedia, maka mulai
berkembanglah proses korporatisasi di Jerman. Perseroan terbatas di
Jerman yang memiliki usaha rumah sakit wajib melaksanakan
corporate governance.
Belanda Belanda sampai saat ini tidak membolehkan rumah sakit yang dikelola
untuk profit. Rumah sakit dapat didirikan oleh yayasan (stichting) dan
perseroan terbatas yang berbadan hukum. Perseroan terbatas yang
memiliki usaha rumah sakit dilarang membagi dividen.

Analisis konsep..., Gunawan Widjaja, FKM UI, 2015.

Anda mungkin juga menyukai