Anda di halaman 1dari 96

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN NESTING DAN POSISI PRONE


TERHADAP SATURASI OKSIGEN DAN FREKUENSI NADI PADA
BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA BEKASI

TESIS

RATIH BAYUNINGSIH
0906594614

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI, 2011

i
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN NESTING DAN POSISI PRONE


TERHADAP SATURASI OKSIGEN DAN FREKUENSI NADI PADA
BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
KOTA BEKASI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister

RATIH BAYUNINGSIH
0906594614

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK
JULI, 2011

i
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME UNTUK TESIS

Saya yang bertanda tangan di bawah dengan sebenarnya menyatakan


bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Indonesia, jika dikemudian hari
ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan dai
Universitas Indonesia kepada saya.

Depok April 2011

Ratih Bayuningsih

ii

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada
peneliti hingga dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat menyelesaikan
pendidikan di Program Magister Ilmu Keperawatan kekhususan Keperawatan
Anak.

Selama proses penyusunan tesis, peneliti mendapat dukungan dari berbagai pihak,
karenanya dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucappkan terima kasih dan
rasa hormat kepada:

1. Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku pembimbing I tesis yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada peneliti selama
proses penyusunan.
2. Ns.Widyatuti, S.Kep., M.Kes., Sp.Kom selaku pembimbing II tesis yang
telah memberikan arahan dan motivasi selama proses penyusunan.
3. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
4. Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc., dan Astuti Yuni Nursasi, S.Kp, MN selaku
ketua Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dalam dua
periode ini
5. Keluarga yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama menyusun
tesis ini (suami, ibunda, ayahanda, dan ananda yang tercinta: Arina, Dzikri,
Tsabit, Zaidan).
6. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini dengan tanpa
mengurangi rasa hormat tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Depok, April 2011

Penulis

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
ABSTRAK

Nama : RATIH BAYUNINGSIH


Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Judul : Efektivitas Penggunaan Nesting Dan Posisi Prone Terhadap
Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Pada Bayi Prematur Di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi

Prematuritas merupakan penyebab kematian ke-2 pada bayi 0 – 6 hari, yang


diakibatkan karena immaturitasnya hampir seluruh organ tubuh bayi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan nesting
dan posisi prone pada bayi prematur terhadap saturasi oksigen dan frekuensi
nadi. Desain yang digunakan adalah quasi experiment, dengan rancangan pre
and post with control test. Jumlah responden sebanyak 15 bayi. Terdapat
perbedaan bermakna saturasi oksigen antara bayi yang menggunakan
nesting dan posisi prone (p value<0,05), namun tidak ada perbedaan
bermakna antara penggunaan nesting dan posisi prone terhadap frekuensi
nadi. Penggunaan nesting dan posisi prone dapat digunakan sebagai salah
satu bentuk intervensi keperawatan.

Kata kunci: nesting, prone, bayi prematur, saturasi oksigen, frekuensi nadi

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


ABSTRACT

Name : RATIH BAYUNINGSIH


Study Programme : Master Program in Nursing Science

Title : Efektiveness of Using Nesting and Prone Positon on


Oxygen Saturation and Heart Rate in Preterm Baby at
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi

Prematury is the second etiology of mortality for 0 until 6 th day of first life
of newborn that caused by immaturity of their organs.The aim of this
research is to explore efectiveness of using nesting and prone positon with
oxygen saturation and heart rate in preterm baby. The design used quasi
experiment, with pre and post with control test model. The amount of sample
are 15. There is a significant difference between SaO2 using nesting dan
prone position, in adversely there is no significant difference between heart
rate. Using nesting and prone position can be a model of nursing intervention
that implication of this research.

Key words: nesting, prone,preterm babies, oxygen saturation, heart rate

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………. i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………… ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS……………………. iii
LEMBAR PENGESAHAN.……………………………………. iv
KATA PENGANTAR………………………………………….. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI… vi
ABSTRAK BAHASA INDONESIA…..………………………. vii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS ……………………………… viii
DAFTAR ISI……………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL………………………………………………. xi
DAFTAR SKEMA……………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………. xiii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………... 1
2.1 Rumusan Masalah……………………………………… 6
3.1 Tujuan Penelitian………………………………………. 6
4.1 Manfaat Penelitian…………………………………….. 7

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bayi Prematur
2.1.1 Pengertian………………………………………. 8
2.1.2 Penyebab Terjadinya Kelahiran Prematur……… 9
2.1.3 Karakteristik Bayi Prematur……………………. 9
2.1.4 Adaptasi Bayi Prematur Terhadap Lingkungan 10
Ekstrauterin………………………………………
2.1.5 Stres pada Bayi …………………………………… 20
2.2 Fisiologis Bayi Prematur………………………………… 21
2.2.1 Saturasi Oksigen………………………………….. 21
2.2.2 Frekuensi Nadi……………………………………. 24
2.2.3 Developmental Care pada Perawatan Bayi Prematur 26
2.2.4 Posisi Prone pada Bayi Prematur………………….. 28
2.2.5 Nesting………………………………………… 29
2.2.6 Aplikasi Teori Keperawatan Konservasi………….. 30
2.3 Kerangka Teori Penelitian……………………………….. 34

3. KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep……………………………………….. 35
3.2 Variabel…………………………………………………. 36
3.3 Hipotesa………………………………………………… 36
3.4 Definisi Operasional………………………………… 37

4. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian…………………………………….. 40
4.2 Populasi dan Sampel………………………………………. 41

4.3 Tempat Penelitian………………………………………….. 44


i

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


x

4.4 Waktu Penelitian………………………………………….. 44


4.5 Etika Penelitian…………………………………………… 44
4.6 Alat Pengumpul Data……………………………………… 46
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas………………………………. 47
4.8 Prosedur Pengumpul Data………………………………… 48
4.9 Analisa Data……………………………………………… 49

5. HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Responden…………………………………. 51
5.2 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi pada Bayi 53
Prematur………………………………………………….
5.3 Suhu Tubuh pada Bayi Prematur…………………………. 57

6. PEMBAHASAN
6.1 Intrepretasi Hasil Penelitian dan Diskusi………………… 60
6.2 Keterbatasan Penelitian………………………………….. 65
6.3 Implikasi Penelitian………………………………………. 66

7. SIMPULAN DAN SARAN


7.1 Simpulan …………………………………………………. 68
7.2 Saran ……………………………………………………… 69
DAFTAR REFERENSI…………………………………….. 71
LAMPIRAN

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rata-rata Frekuensi Nadi Bayi dan Balita 30

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 38

Tabel 4.1 Analisa Data dan Uji Statistik 50

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Gestasi, 52


Berat Badan Lahir, Suhu Tubuh Bayi Prematur di RSUD
Kota Bekasi Mei – Juni 2011

Tabel 5.2 Prosentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 53


pada Bayi Prematur di RSUD Kota Bekasi
Mei-Juni 2011

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi 54


Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum Tindakan
pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota
Bekasi Mei-Juni 2011

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi 55


Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum
dan Sesudah Tindakan pada Kelompok Kontrol dan
Intervensi di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi 57


Oksigen dan Frekuensi Nadi Sesudah Tindakan
pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota
Bekasi Mei-Juni 2011

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Tubuh sebelum 58


Pengamatan 20 Menit dan Penggunaan Nesting dan Prone
pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota
Bekasi Mei-Juni 2011

Tabel 5.7 Hubungan Suhu Tubuh terhadap Saturasi Oksigen 59


dan Frekuensi Nadi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
di RSUD Kota Bekasi Mei-Juni 2011

xi

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian 35

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 36

Skema 4.2 Rancangan Penelitian dengan Quasi 41

Eksperimen dengan pre-post with control

group

xii

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Lembar Instrumen Pengkajian Bayi Prematur


LAMPIRAN 2:Lembar Instrumen Observasi Bayi Prematur
LAMPIRAN 3:Pedoman Pengukuran Penelitian di Kelompok Intervensi
LAMPIRAN 4:Pedoman Pengukuran Penelitian di Kelompok Kontrol
LAMPIRAN 5: Algoritma Praktek Posisi Prone
LAMPIRAN 6: Lembar Kesediaan Menjadi Responden
LAMPIRAN 7: Penjelasan Prosedur Penelitian

xii

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


1

BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan tentang alasan dilakukan penelitian ini yang
bersumber dari fenomena yang ada pada tempat penelitian. Pada bab ini akan
dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang


Bayi yang baru lahir ke dunia mengalami berbagai macam perubahan yang
didapatkan pada kondisi ekstra uterin. Perbedaan yang mencolok antara
kondisi rahim dan luar rahim membuat bayi harus berupaya keras
beradaptasi terhadap hal tersebut. Proses adaptasi ini akan menjadi lebih
sulit pada bayi-bayi risiko tinggi, yaitu bayi yang dilahirkan tanpa
memperhatikan usia gestasi dan berat badan yang memiliki kemungkinan
lebih besar akan mengalami morbiditas dan mortalitas. Salah satu
klasifikasi bayi risiko tinggi adalah bayi prematur.

Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum akhir usia gestasi 37
minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Behrman & Shiono
1997, dalam Wong, 2004). Masalah yang paling sering terjadi pada bayi
prematur disebabkan karena immaturitas organ tubuh, sehingga akan
berdampak pada kondisi fisiologis dan biokimiawi tubuh yang
menyebabkan gangguan (misalnya hipoglikemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, dan sebagainya), hal ini dapat menimbulkan kematian.

Angka kematian bayi saat ini di Indonesia masih sangat tinggi.


Berdasarkan data yang bersumber dari SDKI (Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia) tahun 2007 didapatkan bahwa angka kematian bayi
di Indonesia sebanyak 34 per 1000 kelahiran dengan angka kematian
neonatalnya sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini berarti jumlah
kematian pertahun sebanyak 86.000, kematian dalam satu hari yaitu 236
atau kematian sebanyak 10 bayi setiap jamnya (Wijaya, 2009). Sementara

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

itu berdasarkan SDKI tahun 2007 didapatkan data angka kematian bayi di
Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup. Mayoritas
kematian bayi terjadi pada usia yang sangat rentan yaitu pada periode
neonatus yaitu bayi dengan usia 0 – 28 hari.

Kematian yang cukup tinggi pada neonatus ini disebabkan banyak hal,
mengingat masih sangat rentannya daya tahan tubuh neonatus.
Berdasarkan SDKI (2007) didapatkan data bahwa penyebab kematian
terbesar pada neonatus berusia 0 – 6 hari yaitu 37% karena gangguan
pernafasan, 34% prematuritas, 12% sepsis, 7% hipotermi, 5% ikterus,
3% postmatur dan 3% kelainan kongenital (SDKI 2007 dalam Wijaya,
2009).

Berdasarkan data yang ditampilkan didapatkan bahwa prematuritas


merupakan penyebab kematian ke-2 pada bayi usia 0-6 hari. Hal ini
disebabkan sebagian besar organ tubuh yang belum matang dalam
melakukan adaptasi terhadap lingkungan ekstrauterin. Di antara
immaturitas organ neonatus adalah struktur tonus otot yang sangat lemah,
sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan kontrol motorik.
Immaturitas dalam aktivitas motorik ini akan membuat bayi prematur
cenderung dalam posisi ekstensi, padahal posisi yang terbaik untuk bayi
adalah fleksi karena dapat membantu mengurangi metabolisme dalam
tubuh. Posisi ekstensi ini tentunya akan meningkatkan stress pada bayi
prematur dan secara otomatis akan mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
neonatus seperti fungsi pernafasan dan kardiovaskular yang dapat dipantau
melalui saturasi oksigen dan frekuensi nadi (Goldsmith & Karotkin,
2003).

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat stress bayi adalah posisi bayi.
Posisi bayi ternyata berpengaruh terhadap kondisi fisiologis dan
neurologis bayi. Telah banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa
posisi supine (telentang) dapat mengurangi kematian bayi diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Russel, et.al (2009) yang
mengungkapkan bahwa posisi supine dapat menurunkan 40% kematian

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

bayi akibat sudden infant death syndrome (SIDS). Namun dalam


penelitian yang sama Russel menyebutkan bahwa posisi prone (tengkurap)
mendorong perkembangan neuromuskular terutama pada otot-otot leher
dan kepala. Peneliti lain mengungkapkan bahwa posisi prone dapat
meningkatkan kulitas tidur dan menurunkan tingkat stress pada bayi
(Chang, et al., 2002). Supine juga merupakan posisi yang kurang
menguntungkan pada bayi prematur, hal ini disebabkan karena posisi
supine tidak mendukung kearah posisi fleksi dan dapat meningkatkan
stress pada bayi (Fay, 1988; Halsworth, 1995; Hunter, 1996 dalam
Vergara & Bigsby, 2004). Tingkat stress bayi akan mempengaruhi
fisiologis bayi yang dilihat dari observasi perilaku, pengamatan fungsi
respirasi dan kardiovaskuler seperti tingkat saturasi oksigen dan frekuensi
nadi.

Penelitian lain menyebutkan bahwa posisi prone sangat mempengaruhi


perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding
dada dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur (Wilawan,
Patcharee & Chavee, 2009). Para peneliti ini menganalisis sekumpulan
penelitian, 35 diantaranya menyimpulkan bahwa posisi prone mempunyai
banyak keuntungan karena posisi ini dapat mengurangi pengeluaran
energi, mempercepat pengosongan isi lambung, meningkatkan respirasi,
menurunkan frekuensi nafas, meningkatkan kemampuan bernafas dan
meningkatkan saturasi oksigen.

Penelitian lain yang berkaitan dengan posisi prone pada bayi prematur
dengan saturasi oksigen dikemukakan oleh Kusumaningrum (2009).
Kusumaningrum melakukan studi pada bayi prematur dengan bantuan alat
bantu nafas mekanis di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
RSUPN Cipto Mangunkusumo yang dilakukan intervensi berupa posisi
prone, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bayi prematur dan
cukup bulan dengan karakteristik berat bayi yang tidak terlalu berbeda
mempunyai frekuensi nafas yang tidak jauh berbeda setelah dilakukan

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

tindakan pronasi, begitupun dengan frekuensi nadi terjadi penurunan


(Kusumaningrum, 2009).

Berbagai upaya sebaiknya dilakukan pada bayi prematur untuk


meminimalkan tingkat stress. Konsep perawatan di ruang NICU terkini
bertujuan untuk memberikan perawatan yang mendukung perkembangan
(supportive care developmentally) yaitu perawatan yang dapat
meningkatkan kemampuan perkembangan fisik, emosional dan intelektual
saat bayi prematur di rawat di ruang NICU. Perawatan di ruang NICU
bertujuan pula untuk meminimalkan hal-hal yang mempengaruhi respon
bayi yang disebabkan karena immaturitas sistem neurologisnya. Tindakan
yang dapat mendukung tujuan tersebut di atas diantaranya dengan
memberikan cahaya yang redup, suara yang rendah, kehangatan, sentuhan
lembut, kontrol nyeri, lampin dan nesting (Davis & Stein, 2004) .

Nesting adalah penggunaan alat berbentuk seperti kondisi rahim ibu yang
terbuat dari bahan yang halus phlanyl yang berisi potongan kain (seperti
dacron). Panjang alat ini sekitar 121–132 cm dan dapat disesuaikan
dengan panjang tubuh bayi. Alat ini diletakkan sebagai pelindung posisi
bayi, sehingga tidak berada dalam kondisi ekstensi dan menjaga
perubahan posisi bayi yang diakibatkan karena gravitasi. Nesting
merupakan salah satu intervensi keperawatan dalam memberikan posisi
yang tepat pada neonatus. Nesting dapat memfasilitasi perkembangan
normal bayi prematur berupa kondisi fisiologis dan neurologis (Goldsmith
& Karotkin, 2003).

Nesting merupakan penyanggah posisi tidur bayi sehingga tetap dalam


posisi fleksi, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perubahan posisi yang
drastis pada bayi yang dapat mengakibatkan hilangnya banyak energi dari
tubuh neonatus. Nesting merupakan salah satu tindakan keperawatan yang
menerapkan prinsip konsep konservasi energi yang dikemukakan oleh
Levine. Levine menyatakan bahwa manusia akan senantiasa melakukan
adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

Kemampuan manusia melakukan adaptasi baik secara integritas struktur,


integritas personal, integritas sosial dan energi akan menghasilkan
konservasi (Tomey & Alligood, 2006). Konservasi energi ini berkaitan
dengan integritas seluruh sistem tubuh yang ada. Mengingat konservasi
energi pada bayi prematur penting, maka konsep ini perlu diaplikasikan di
ruang perinatologi.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi sejak tahun 2008 telah memiliki
ruang perinatologi terpisah dari ruang kebidanan yang memberikan
perawatan pada bayi berisiko tinggi. Adapun kapasitas inkubator yang ada
sebanyak 6 buah dengan 1 ventilator, 1 radiant warmer, 2 buah light
terapy dan 10 tempat tidur bayi yang digunakan untuk pemantauan selama
12 jam bagi bayi normal yang dilahirkan dengan proses seksio secaria.

Data yang didapat peneliti dari bulan Januari hingga Agustus 2009,
didapatkan bahwa bayi prematur yang dirawat dengan berat badan
kurang dari 2500 gram sebanyak 38 bayi, dimana 58,6% mengalami
kematian, 10,8% pulang paksa dan selebihnya pulang sesuai indikasi
sebesar 30,6%. Kesulitan dalam merawat bayi prematur dan berat badan
lahir rendah (BBLR) membuat ruang perinatologi berbenah diri,
diantaranya dengan mengirimkan 3 orang perawatnya untuk mengikuti
pelatihan NICU di Ruang Perinatologi RSCM, dan dengan 1 orang dokter
fellowship akhirnya RSUD Kota Bekasi mengembangkan perawatan bayi
risiko tinggi dengan berusaha menerapkan salah satu intervensi dari
konsep developmental care yaitu dengan memberikan posisi prone, selain
itu juga melengkapi peralatan-peralatan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, walaupun dalam segi jumlah masih belum sesuai rasio bayi
yang dirawat. Salah satu peralatan yang baru digunakan dalam 1 bulan
terakhir ini adalah nesting. Pada kurun waktu 1 bulan ini 15 bayi prematur
yang dirawat didapatkan kondisi 2 bayi prematur dan BBLR berhasil
melewati proses perawatan sehingga pulang dengan kondisi fisiologis
yang sehat, dimana pada periode sebelumnya keberhasilan ini sulit dicapai.
Keberhasilan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

penataan lingkungan di ruang perinatologi seperti pengaturan suara,


pengaturan cahaya, pengaturan suhu dan pengaturan posisi tidur bayi,
namun peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang hubungan
penerapan penggunaan nesting dan posisi prone terhadap tingkat
keberhasilan perawatan bayi prematur yang dapat dipantau melalui
saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur sebagai salah satu
indikator stabilitas fisiologis bayi prematur.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Kematian bayi prematur masih sangat tinggi, mengingat bayi prematur
sangat rentan untuk mengalami stress akibat perubahan lingkungan
ekstrauterin yang berdampak pada fungsi fisiologis tubuhnya. Banyak
studi yang meneliti faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat stress
pada bayi salah satunya yaitu memberikan nesting dan posisi prone yang
tepat pada bayi. Namun belum ada penelitian lain yang didapatkan peneliti
dalam memberikan bukti atas pengaruh nesting dan posisi prone pada
bayi terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebagai salah satu
indikator terjadinya stress pada bayi prematur. Dengan demikian
pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sejauhmanakah efektivitas
penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur terhadap saturasi
oksigen dan frekuensi nadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kota
Bekasi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Teridentifikasinya efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone
terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur di
RSUD kota Bekasi.

1.3.2 Tujuan Khusus


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7

1. Gambaran karakteristik bayi prematur yang dilahirkan di RSUD


Kota Bekasi.
2. Perbedaan nilai saturasi oksigen bayi prematur pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
3. Perbedaan frekuensi nadi bayi prematur pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol.
4. Efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap saturasi
oksigen pada kelompok intervensi.
5. Efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone terhadap frekuensi
nadi pada kelompok intervensi.
6. Hubungan antara suhu tubuh terhadap saturasi oksigen dan
frekuensi nadi pada bayi prematur yang menggunakan nesting dan
posisi prone.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada asuhan
keperawatan yang berkualitas dalam mendukung pertumbuhan dan
perkembangan bayi serta menjadikan penggunaan nesting dan posisi prone
sebagai salah satu standar operasional prosedur tindakan di ruang perinatologi
RSUD Kota Bekasi.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini dapat memberikan dukungan terhadap intervensi keperawatan
yang dapat diterapkan pada perawatan bayi prematur khususnya penggunaan
nesting dan pengaturan posisi prone yang tepat pada bayi prematur. Intervensi
nesting dan pengaturan posisi merupakan bentuk aplikasi teknologi tepat guna.
3. Bagi Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian
lebih lanjut khususnya yang terkait dengan upaya perawatan bayi prematur di
ruang perinatologi/NICU.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang tinjauan kepustakaan terkait dengan judul penelitian
yang berguna untuk mendapatkan pengetahuan lebih mendalam tentang masalah
yang akan diteliti dan menyusun kerangka konsep penelitian. Pada bab ini akan
dibahas tentang pengertian bayi prematur, adaptasi fisiologis bayi prematur
terhadap kehidupan ekstrauterin, penyebab terjadinya bayi prematur, karakteristik
bayi prematur, nilai fisiologis bayi prematur meliputi saturasi oksigen dan
frekuensi nadi, developmental care pada perawatan bayi prematur dengan salah
satu intervensinya adalah penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi
prematur.

2.1 Bayi Prematur

2.1.1 Pengertian
Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada periode kehamilan kurang
dari 37 minggu atau 259 hari (Cloherty, Eichenwald, & Stark, 2008).
Pengertian lain tentang bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum akhir
usia gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Wong,
et.al, 2009). WHO (World Health Organisation) telah menetapkan tentang
pengertian bayi prematur, yaitu bayi lahir hidup sebelum kehamilan minggu
ke 37 yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (Surasmi, Handayani,
& Kusuma, 2002). Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari
37 minggu kehamilan, bayi prematur ditetapkan berdasarkan usia kehamilan
tanpa memperhatikan berat badan bayi.

Berdasarkan usia gestasi, bayi prematur terbagi atas extremely premature


(usia kehamilan 24 – 28 minggu), very prematur (usia 29–34 minggu) dan
moderately pemature (35–37 minggu) (Bradford, 2000). Usia gestasi
penting diketahui karena berkaitan dengan kemampuan adaptasi bayi sesuai
dengan kematangan organ-organ tubuh bayi prematur, sehingga dapat

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
9

dipersiapkan antisipasi masalah yang terjadi sesuai dengan kemampuan


bayi.

2.1.2 Penyebab Terjadinya Kelahiran Prematur


Beberapa penyebab terjadinya prematuritas dapat ditinjau dari beberapa
faktor, diantaranya adalah: komplikasi obstetrik, kondisi kesehatan ibu
saat kehamilan, dan faktor sosioekonomi (May & Mahimesh, 2004).
Adapun beberapa penyebab yang menjadi komplikasi obstetrik
diantaranya adalah malformasi uterus, kehamilan ganda, kelainan bentuk
tulang servik (inkompeten serviks), chrorioamnisitis, pre eklampsia berat,
plasenta previa, riwayat premature, dan Rh isoimunisation.

Faktor yang disebabkan karena kondisi kesehatan ibu saat hamil adalah
diabetes mellitus, hipertensi, infeksi saluran kencing (ISK), dan penyakit
lainnya. Kondisi kesehatan ibu ini akan mempengaruhi kesehatan janin
dan akan berisiko terjadinya prematuritas.

Faktor lainnya menurut May dan Mahimesh (2004) adalah kondisi sosio
ekonomi keluarga yang tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat
rutinitas ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (antenal care),
konsumsi makanan ibu selama kehamilan yang dapat menyebabkan
kondisi malnutrisi, kondisi sosio ekonomi yang rendah juga akan
mempengaruhi tingkat stress ibu selama kehamilan.

2. 1. 3 Karakteristik Bayi Prematur


Menurut Wong , et. al, (2009) karakteristik bayi prematur dapat diamati
melalui penampilan klinis bayi yang berbeda dengan bayi aterm, yaitu
dari karakteristik kulit, rambut, jumlah lemak subkutan, perilaku umum
atau postur bayi, gerakan bayi dan refleks-refleks yang belum berkembang
seperti refleks menghisap dan refleks menelan, kuku jari panjangnya
belum melewati ujung jari, batas dahi dan rambut tidak jelas, lingkar
kepala kurang dari 33 cm dan lingkar dada kurang dari 30 cm.
Pemeriksaan bayi prematur dapat dimulai dengan inspeksi dimana bayi
terlihat kecil dan tampak sangat kurus karena kurang memiliki lemak

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

subkutan, kulit tampak merah muda terang, rambut-rambut halus (lanugo)


tampak lebih banyak, kartilago lunak nampak terlihat dari mudahnya
organ-organ tertentu dilipat, telapak kaki dan tangan memiliki garis yang
minimal, bayi laki-laki mempunyai sedikit rugae pada skrotumnya, bayi
perempuan memiliki klitoris yang nampak menonjol dan labia mayora
belum menutupi labia minora, tulang tengkorak dan rusuk terasa lunak dan
mata masih tertutup vernick caseosa tidak ada atau sedikit (Wong, et.al,
2009).

Perilaku pada bayi prematur berbeda dengan bayi aterm dimana bayi
prematur inaktif dan malas melakukan aktivi tas. Ekstremitas cenderung
ekstensi dan tetap tidak berubah sesuai dengan posisi yang diberikan
lingkungan. Aktivitas refleks baru berkembang sebagian, dan refleks
menghisap atau menelan belum berkembang. Bayi tidak mampu
mempertahankan suhu tubuh hal ini akan mempermudah terjadinya
hipotermi. Perilaku menyusui pada bayi prematur mungkin berhasil
menghisap air susu ibu (ASI) lebih awal dari yang diperkirakan (28-38
minggu). Selain itu, bayi yang menyusu ASI memperlihatkan desaturasi
oksigen yang lebih kecil, tidak ada bradikardi, suhu kulit yang lebih
hangat, dan koordinasi hisap dan menelan yang lebih baik (Gardnere,
Snell, & Lawrence,1998 dalam Wong, et al., 2009).

2.1.4 Adaptasi Bayi Prematur Terhadap Lingkungan Ekstrauterin


Bayi yang baru dilahirkan akan mengalami perubahan lingkungan yang
sangat cepat, dari kondisi dalam uterus ibu kepada lingkungan ekstrauterin
ibu. Perubahan ini tentunya akan mendorong bayi melakukan adaptasi
secara cepat pula pada seluruh sistem tubuhnya. Berikut ini akan diuraikan
tentang mekanisme adaptasi sistem tubuh bayi prematur terhadap
lingkungan eksternal.

(1) Sistem Respirasi


Menurut Bradford (2000), perubahan fisiologis yang paling kritis pada
bayi prematur dan harus segera dilakukan adalah proses bernafas.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

Proses bernafas dapat dirangsang oleh beberapa faktor diantaranya


faktor kimiawi dan suhu. Faktor kimiawi seperti oksigen yang rendah,
karbondioksida yang tinggi, dan pH darah yang rendah. Faktor suhu
primer adalah suhu dingin mendadak pada bayi saat keluar dari
lingkungan hangat pada rahim ibu.

Proses respirasi juga dipengaruhi oleh cairan surfaktan yang ada di


dalam paru. Cairan surfaktan yaitu suatu senyawa fosfolipid yang
dihasilkan oleh epitel alveoli yang melapisi permukaan alveoli yang
berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan cairan yang melapisi
alveoli dan jalan nafas yang membantu proses pengembangan paru
saat inspirasi dan mencegah kolapsnya alveoli saat ekspirasi
(MacGregor, 2008).

Pembentukan cairan surfaktan pada bayi prematur belum sempurna,


begitupun alveoli belum berkembang sempurna, hal ini menyebabkan
kondisi paru menjadi tidak berkembang dan mudah kolaps. Kondisi ini
menyebabkan bayi prematur berisiko mengalami distress pernafasan
dan tentunya akan mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh lainnya
seperti HMD (Hyalin Membran Disease).

(2) Sistem Kardiovaskuler


Menurut MacGregor (2008) jumlah volume darah pada bayi aterm
adalah 85 ml/kg yang diproduksi melalui sumsum tulang. Sel darah
merah ini mengandung asam amino, vitamin B12 dan B6 serta asam
folat. Nilai Hb untuk bayi baru lahir yaitu 14,5 – 21,5 gr/dl.

Masih menurut MacGregor (2008) kerja jantung pada bayi baru lahir
didominasi oleh ventrikel kanan, hal ini mengakibatkan dinding
ventrikel kanan lebih tebal, tetapi seiring dengan menurunnya tegangan
permukaan paru, maka akan mengubah sirkulasi bayi dan akibatnya
dinding ventrikel kanan akan lebih tipis. Kontraktilitas otot-otot

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

jantung meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan


metabolisme dalam tubuh, diikuti peningkatkan pembuluh darah
jantung. Bayi prematur mempunyai kemampuan kontraktilitas otot-
otot jantung yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi aterm.
Kontraktilitas jantung merupakan bentuk cardiac output yang
menghasilkan frekuensi nadi lebih cepat jika cardiac output
meningkat.

(3) Termoregulasi
Termoregulasi merupakan pengaturan suhu tubuh yang
menyeimbangkan antara produksi panas dengan hilangnya panas
(Aylott, 2006). Perubahan suhu lingkungan yang dialami neonatus
amat drastis, mulai di dalam kandungan dimana suhu ibu sekitar 37 º C
hingga berada di lingkungan luar rahim dengan suhu sekitar 21° -25
ºC bahkan bisa lebih dingin. Kondisi ini sering menjadi masalah besar
karena mekanisme pertahanan suhu neonatus tidak seperti orang
dewasa.
Proses pemindahan panas pada neonatus dapat terjadi melalui beberapa
cara yaitu: radiasi, evaporasi, konveksi dan konduksi (Perinasia,
2003). Radiasi adalah kehilangan panas melalui pemancaran panas
dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin. Evaporasi
merupakan proses kehilangan panas melalui proses penguapan dari
tubuh yang basah, misalnya bayi yang mengompol dan tetap basah.
Konveksi yaitu kehilangan panas melalui aliran udara. Hal ini terjadi
karena bayi diletakkan dekat dengan jendela ataupun pintu yang
terbuka. Konduksi dalah cara kehilangan panas melalui persinggungan
dengan benda yang lebih dingin (Pratomo, 2003 dalam Perinasia,
2003).

Konsekuensi yang terjadi apabila bayi mengalami gangguan


termoregulasi yaitu hipotermi yang akan mengancam keselamatan
bayi. Hal ini dikarenakan terjadi stress pada bayi sehingga
menimbulkan bahaya tambahan bagi neonatus yaitu hipoksia, asidosis

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

metabolik dan hipoglikemia (Wong, et al., 2009). Hipotermia adalah


penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu normal yaitu kurang dari
36.5⁰ C pada bayi aterm (Sherman, Greenspan, Touch, et. al, 2006).
Hipotermia pada bayi prematur terjadi jika suhu tubuh kurang dari
suhu normal bayi prematur yaitu sekitar 36,5 – 37° (Sherman,
Greenspan, Touch, et. al, 2006). Tanda-tanda bayi yang mengalami
hipotermi adalah kaki teraba dingin, letargi, menangis lemah,
kemampuan menghisap rendah, kulit pucat, sianosis, takipnea dan
takikardi.

Masalah lain dalam termoregulasi pada bayi prematur yaitu hipertermi


yang cukup mengancam keberlangsungan hidup bayi prematur.
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh bayi diatas suhu normal
yaitu lebih dari 37.5⁰C (Sherman, et. al, 2006). Tanda-tanda
hipertermi seperti kulit hangat terlihat kemerahan pada awalnya namun
kemudian pucat, berkeringat, bayi rewel, terdapat tanda-tanda
dehidrasi (ubun-ubun cekung, elastisitas menurun, membran mukosa
kering, malas minum), frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,
denyut jantung lebih dari 160 kali per menit, letargi (Tjipta, et. al.
2008). Hipertermi akan meningkatkan konsumsi oksigen dan
metabolisme dalam tubuh yang berdampak pada kerusakan otak
sehingga dapat menyebabkan kecacatan ataupun kematian. Kondisi
demam akan menurunkan saturasi oksigen.

(4) Sistem Gastrointestinal


Menurut Wong, et al, (2009) pada bayi prematur beberapa enzim
pencernaan seperti amylase pancreas masih sangat kurang, hal ini
akan menyebabkan absorpsi lemak menjadi sangat terbatas, terutama
saat ingesti makanan dengan kandungan asam lemak jenuh tinggi
seperti susu sapi. Fungsi organ pencernaan masih banyak yang
mengalami immaturitas. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap
proses pencernaan sementara di sisi lain fungsi sistem pencernaan

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

dibutuhkan segera bagi keberlangsungan akan kebutuhan energi,


nutrisi dan cairan. Oleh karenanya pemberian nutrisi yang tidak
adekuat pada neonatus dapat menimbulkan masalah yang serius dan
mengancam kehidupan bayi. Kebutuhan nutrisi yang tepat bergantung
pada cadangan lemak, protein dan glikogen pada neonatus, kebutuhan
ini dapat diukur dengan memperhatikan berat badan dan kondisi fisik
neonatus.

(5) Hati
Organ hati pada neonatus mempunyai kandungan hepatosit 20% lebih
sedikit dari organ hati orang dewasa. Kondisi ini akan mempengaruhi
fungsi sel hati. Pada neonatus organ hati belum mampu melakukan
metabolisme tubuh secara sempurna, sebagai contoh adalah kurangnya
enzim glukoronil transferase yang berperan pada peristiwa
pembentukan bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi
yang mengakibatkan masih tingginya kadar bilirubin tak terkonjugasi
dalam darah. Peristiwa inilah yang memungkinkan neonatus rentan
mengalami hiperbilirubinemiaemia (Wong, et.al, 2009).

Menurut MacGregor (2008) fungsi hati juga belum adekuat dalam


membentuk protein plasma. Hal ini akan berpengaruh pada kurangnya
konsentrasi protein plasma yang memungkinkan terjadinya edema
yang biasanya terlihat begitu bayi baru lahir. Hal ini memungkinkan
terjadinya penurunan berat badan pada neonatus dan bayi prematur di
hari ke- 2 atau berikutnya. Pemantauan berat badan pada bayi prematur
sangat penting mengingat adanya penurunan berat badan akibat
kondisi tersebut diatas.

Cadangan glikogen pada bayi prematur sangat sedikit dan berisiko


untuk terjadinya hipoglikemia pada kehidupan berikutnya. Namun
kondisi ini dapat dicegah dengan pemberian makanan yang efektif
terutama ASI (Wong, et al., 2009).

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

Masih menurut Wong, et al, (2009) dikatakan bahwa regurgitasi pada


bayi prematur relatif sering terjadi, hal ini disebabkan karena adanya
pergerakan usus yang sangat cepat diikuti dengan gelombang
nonperistaltik di sepanjang esophagus yang bernama migrating motor
complex (MMC) yang akan mendorong nutrien ke depan, tekanan
sfingter esophagus yang rendah, relaksasi sfingter esophagus yang
tidak memadai dan pengosongan lambung yang relatif lama.

(6) Metabolisme
Pada kehidupan intrauterine bayi tidak mengeluarkan banyak energi
untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya karena bergantung penuh
pada plasenta. Setelah lahir neonatus membutuhkan periode transisi
dari ketergantungan kepada ibu terhadap kemandiriannya, karenanya
cadangan berupa glikogen dan lipid sangat diperlukan pada minggu
pertama kehidupan. Pada awal kehidupan terjadi stimulasi
pembentukan jaringan lemak coklat dan sintesis hormon triiodotironin
yang sangat penting bagi produksi panas (thermoregulator).
Metabolisme karbohidrat pada neonatus sangat dipengaruhi oleh kadar
glukosa yang bertindak sebagai substrat utama pada metabolisme ini.
Pada lingkungan intrauterin, kadar glukosa sangat dipengaruhi oleh
asupan nutrisi ibu, maka ketika neonatus lahir terjadi ketidakmampuan
untuk membentuk glukosa. Oleh karena itu, kadar glukosa akan
menurun pada 2–5 jam kehidupan pertama dan selanjutnya akan
meningkat seiring dengan kemampuan adaptasi neonatus yang
meningkat hingga kira-kira mencapai level 3.6 mmol/L (Aylott, 2006).
Kadar glukosa neonatus diperkirakan sekitar 70% dari kadar glukosa
serum ibu (Cornblath & Ichord, 2000 dalam Aylott, 2006).

Menurut Aylott (2006) neonatus melakukan kompensasi untuk


mengatasi penurunan kadar glukosa dengan cara melakukan proses
glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari selain karbohidrat.
Kondisi inilah yang memungkinkan otak bayi tidak terpengaruh
dengan kondisi penurunan kadar glukosa tersebut di atas. Hal lain

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

yang merupakan kompensasi tubuh neonatus terhadap penurunan


glukosa adalah menurunkan produksi insulin dan secara simultan
meningkatkan kadar glukagon, epinefrin, growth hormone dan sekresi
kortisol.

Proses glikolisis merupakan salah satu kompensasi yang lain untuk


menghasilkan glukosa dan adenosine tri phosphate (ATP) selama
kondisi hipoglikemia. Namun proses ini meninggalkan substrat hasil
reaksi yaitu zat keton, asam laktat dan gliserol (Ward & Deshpande,
2005 dalam Aylott, 2006). Zat keton ini merupakan zat yang
berbahaya bagi tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya asidosis
metabolik pada neonatus.

Bayi prematur sangat rentan mengalami hipoglikemi disebabkan


karena mekanisme kontrol glukosa yang masih immatur. Kondisi ini
menjadi penyebab ketergantungan pemberian glukosa dari luar,
karenanya pemberian dekstrose melalui intravena merupakan suatu
kebutuhan pada bayi prematur (Cornblath & Ichord, et al, 2000 dalam
Aylott, 2006).

Metabolisme protein pada neonatus ditujukan untuk mencerna protein


yang terkandung dalam susu menjadi bentuk asam amino dan
oligopeptida. Pada proses ini membutuhkan enzim protease yang
diproduksi oleh dinding-dinding lambung, karena immaturitas
neonatus maka produksi enzim ini masih sedikit sehingga pada periode
awal kadar asam amino akan menurun (MacGregor, 2008).

(7) Sistem Hematopoetik


Menurut Wong, et.al, (2009) volume darah bayi tergantung pada
jumlah pengiriman darah plasenta. Volume darah bayi aterm sebanyak
80–85 ml/kg berat badan. Segera setelah lahir volume darah total
sekitar 300 ml, tetapi bergantung pada berapa lama bayi melekat pada
plasenta.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

Darah bayi baru lahir mengandung sekitar 80% hemoglobin janin


(yang membawa kapasitas pembawa oksigen yang tinggi) dan
mempunyai rentang hidup yang lebih pendek dan hampir menghilang
pada minggu ke-20 setelah lahir. Tindakan penjepitan tali pusat yang
terlambat menyebabkan hemoglobin, hematokrit dan hitung sel darah
merah meningkat. Pada pemecahan normal sel darah merah ini, sering
terdapat akumulasi bilirubin (tidak terkonjugasi) dalam darah neonatus
sehingga menyebabkan keadaan jaundice fisiologis. (Wong, et.al,
2009).

(8) Sistem Neurologi


Fungsi sensoris sudah berkembang sejak neonatus lahir seperti
rangsang suara (mendengar), rasa dan penglihatan walau belum secara
utuh melihat objek di sekitarnya. Sementara fungsi motorik mulai
berkembang seiring dengan proses mielinasi pada saraf pusat dan
perifer.
Menurut MacGregor (2008) perkembangan jumlah neuron akan terus
berkembang hingga usia 3 tahun seiring dengan perkembangan sel
otaknya. Hal ini disebabkan karena perkembangan sel neuroglia yang
belum berkembang sempurna. Perkembangan neuron ini bergantung
pula terhadap stimulus dari lingkungan yang didapat oleh neonatus
melalui observasi dan persepsi.

Refleks merupakan kegiatan terbesar dari sistem saraf yang terjadi


pada neonatus. Refleks yang terjadi yaitu refleks primitif yang akan
menghilang seiring dengan bertambahnya usia bayi (Wong, et al.,
2009). Refleks pada neonatus yaitu refleks moro, menghisap,
menelan, berjalan, tonic neck, menggenggam, babinski dan sebagainya
dimana refleks ini sebagian akan hilang pada 6-9 bulan kelahirannya.

Mielinisasi sistem saraf mengikuti hukum perkembangan sefalokaudal


proksimodistal (kepala ke jari kaki–pusat ke perifer) dan berhubungan
erat dengan kemampuan motorik kasar dan halus yang tampak. Mielin
diperlukan untuk mempercepat proses transmisi pada impuls saraf di

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

sepanjang jalur neural. Traktus yang mengalami mielinisasi paling


awal adalah traktus sensoris, serebral dan ekstrapiramidal. Saraf ini
menyebabkan penginderaan tajam untuk pengecap, pembau, dan
pendengaran pada bayi baru lahir. Saraf kranial yang belum
mengalami mielenisasi pada neonatus adalah saraf optikus dan
olfaktorius (Wong, et.al 2009).

(9) Sistem Imunologi


Pada kehidupan intrauterine neonatus berada pada lingkungan yang
steril namun ketika lahir neonatus akan berhadapan dengan berbagai
macam patogen yang ada di lingkungan sekitarnya. Kondisi ini akan
mengakibatkan neonatus sangat rentan terhadap infeksi ataupun
adanya reaksi alergi karena sistem imun pada neonatus masih belum
matang.

Menurut MacGregor (2008) dikatakan bahwa terdapat tiga pertahanan


imunitas tubuh neonatus, yang meliputi pertahanan garis pertama
adalah kulit dan membran mukosa yang yang melindungi tubuh dari
invasi organisme. Pertahanan garis kedua adalah elemen seluler dari
sistem imunologis, yang menghasilkan beberapa tipe sel yang mampu
menyerang organisme, seperti neutrofil, eosinofil, monosit, dan
limfosit. Sedangkan pertahanan garis ketiga adalah pembentukan
antibodi spesifik terhadap antigen.

Selama 3 bulan pertama kehidupannya, neonatus dilindungi oleh


kekebalan pasif yang diterimanya dari ibu berupa immunoglobulin G
(Ig G). Namun neonatus masih sangat rentan terhadap penyebaran
mikroorganisme, karenanya septikemia sering terjadi pada neonatus.
Immunoglobulin M (Ig M) mempunyai berat molekul yang lebih besar
dan oleh karena itu tidak mampu melintasi sawar dari ibu ke janin
melalui plasenta. Ig M akan dibentuk neonatus segera setelah lahir,
namun Ig M juga dapat ditemukan pada darah tali pusat jika ibu

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
1

terkena infeksi selama kehamilan dan janin akan terpengaruh kondisi


ini (Wong, et al., 2009).

Immunglobulin A (Ig A) tidak mampu melintas melalui plasenta bayi


dan hanya dibentuk pada saat bayi lahir. Antibodi ini banyak
ditemukan dalam aliran darah terutama pada sekresi saluran
pernafasan dan pencernaan. Fungsi sekresi ini aktif melawan beberapa
virus seperti poliomyelitis ataupun beberapa esccheria colli.

(10) Sistem Perkemihan


Pada awal-awal kelahiran, neonatus mengalami defisiensi dalam
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin dan mengatasi
kekurangan cairan dan elektrolit, misalnya saat dehidrasi atau beban
larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat.

Volume total urin per 24 jam sekitar 200–300 ml pada akhir minggu
pertama kehidupan. Akan tetapi, saat kandung kemih teregang, akan
terjadi pengosongan kandung kemih secara volunteer sampai
volumenya 15 ml, sehingga menyebabkan 20 kali buang air kecil per
hari. Buang air kecil pada 24 jam pertama urin tidak berwarna dan
tidak berbau dengan berat jenis sekitar 1.020 (Wong, et al., 2009).

(11) Sistem Muskuloskeletal


Sistem skeletal neonatus mengandung lebih banyak kartilago dan
tulang osifikasi. Pada bayi aterm sistem muskular relatif sudah
terbentuk sempurna saat lahir, namun bayi prematur belum terbentuk
sempurna, karenanya posisi pada bayi prematur cenderung ekstensi,
hal ini disebabkan karena imaturitas pada muskular (Wong, et al,
2009). Kecenderungan posisi ekstensi tentunya akan meningkatkan
metabolisme dalam tubuh, sementara posisi yang terbaik adalah posisi
yang dapat menurunkan kebutuhan energi seperti posisi fleksi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

2. 1.5 Stress pada Bayi Prematur


Menurut Wong, et. al (2009) neonatus khususnya prematur sangat sensitif
terhadap rangsang-rangsang yang dapat menimbulkan stress. Seperti
halnya orang dewasa yang juga mengalami stress, namun bayi prematur
sangat defisien dalam hal kapasitas untuk mengatasi dan beradaptasi
dengan stress lingkungan. Hal ini disebabkan karena immaturitas sistem
syaraf dan kurang stabilnya fisiologis bayi, minimnya kemampuan untuk
mengatasi stress, oleh karena itu rangsang lingkungan yang menimbulkan
stress pada bayi akan mempengaruhi fungsi tubuh, mempengaruhi fungsi
hipotalamus, sehingga akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan,
produksi panas, dan mekanisme neurologis.

Penyebab stress dapat disebabkan karena adanya berbagai perubahan


drastis yang menjadi ancaman bagi bayi prematur seperti kondisi suhu
udara, sinar yang terang, kebisingan lingkungan yang sangat berbeda
dengan kondisi intrauterine atau rangsang-rangsang lain yang
menimbulkan nyeri (Wong, et. al, 2009). Menurut Tjipta (2008) tingkat
kebisingan disebabkan karena suara-suara yang ditimbulkan dari peralatan
di ruang NICU, menutup pintu inkubator atau pintu ruangan, berbicara
keras-keras, suara radio, dan lain-lain.

Tanda-tanda stress atau keletihan pada neonatus diantaranya adalah: stress


autonomik, perubahan keadaan umum dan perubahan tingkah laku. Tanda-
tanda stress autonomik diantaranya adalah perubahan warna (pucat,
berbecak, sianosis), tremor, terkejut, denyut jantung cepat regular, terdapat
jeda respirasi, gasping dan takipneu. Tanda perubahan keadaan umum
diantaranya adalah gerakan menolak, keadaan pasif atau tidur, menangis
dan kebingungan, mata berkaca-kaca atau mengernyit tegang dan
iritabilitas. Adapun tanda-tanda perubahan tingkah laku diantaranya
hipertonisitas, hiperekstensi tungkai, lengan dan batang tubuh, jari-jari
mekar lumpuh lengan dan tungkai, cegukan, bersin, meludah, meringis,
mengejan saat akan defekasi, tegang difus dan aktivitas ketakutan difus
(Wong, et. al, 2009).

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

Stress pada bayi prematur akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh


sehingga membutuhkan lebih banyak konsumsi oksigen untuk
menstabilkan fungsi fisiologis tubuh. Peningkatan konsumsi oksigen ini
akan menyebabkan risiko terjadinya distress pernafasan, asidosis dan
hipoksia (Sherman, et al, 2006).

2. 2 Fisiologis Bayi Prematur

2.2.1 Saturasi Oksigen pada Neonatus


Pengukuran oksigen pada neonatus memberikan informasi yang penting
pada perawatan neonatal dan merupakan hal yang vital dalam pengukuran
kondisi fisiologis neonatus. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah
oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total Hb
darah mengikat O2 (Djojodibroto, 2007). Saturasi oksigen merupakan
presentase haemoglobin yang terdapat dalam darah. Saturasi oksigen
hemoglobin (SaO2) adalah presentase hemoglobin (Hb) yang mengalami
saturasi oleh oksigen yang mencerminkan tekanan oksigen (PaO2) arteri
darah yang digunakan untuk mengevaluasi status pernafasan, terapi oksigen
dan intervensi lainnya seperti suction, olah raga, dan fisioterapi (Brooker,
2005). Dari beberapa pengertian tadi, maka dapat disimpulkan bahwa
saturasi oksigen adalah perbandingan kemampuan oksigen untuk berikatan
dengan hemoglobin dan dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan
jumlah darah.

Pengukuran SaO2 dilakukan dengan menggunakan oksimetri denyut (pulse


oximetry) yaitu alat dengan prosedur non invasif yang dapat dipasang pada
cuping telinga, jari tangan ataupun hidung. Pada alat ini akan terdeteksi
secara kontinu status SaO2 dan frekuensi nadi. Alat ini sangat sederhana,
akurat, tidak mempunyai efek samping dan tidak membutuhkan kalibrasi.
Pulse oximetry bekerja dengan cara mengukur saturasi oksigen dan
frekuensi nadi melalui transmisi cahaya infrared melalui aliran darah arteri
pada lokasi dimana alat ini diletakkan. Adapun nilai kisaran SaO2 normal
pada bayi prematur dipertahankan pada kisaran 90–92 % (Merenstein &

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

Gardner, 2002). Meskipun bermanfaat, namun pulse oximetry ini


mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuan mendeteksi perubahan
dalam kadar karbondioksida (CO2) (Bateman & Loach, 1998 dalam
Brooker, 2005). Menurut Brooker (2005) ketidakakuratan ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:

(1) Suhu tubuh


Suhu tubuh bayi yang meningkat akan menyebabkan metabolisme dalam
tubuh juga akan meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan
jumlah kadar oksigen yang juga akan meningkat, karenanya suhu tubuh
khususnya jika bayi prematur mengalami demam akan menurunkan
saturasi oksigennya (MacGregor, 2008).
(2) Anemia
Anemia adalah nilai sel darah merah dan zat besi yang menurun dimana
salah satu penyebabnya karena berat badan yang rendah (Cloherty,
Eichenwald, Stark, 2008). Indikator terjadinya anemia dapat diperlihatkan
dari hasil hemoglobin (Hb). Kategori anemia pada bayi aterm yaitu apabila
nilai Hb sekitar 15-20 gr/dl, sedangkan anemia pada bayi prematur
apabila nilai Hb kurang dari 13 gr/dl (Ledewig, 1998). Anemia
berpengaruh terhadap kadar saturasi oksigen disebabkan karena jumlah Hb
yang menurun akan memungkinkan kemampuan tubuh untuk mengikat
oksigen juga menurun, karenanya ikatan Hboksi juga menurun dan hal ini
akan membuat nilai saturasi oksigen menjadi menurun.

(3) Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia menunjukkan tingginya kadar bilirubin terakumulasi
dalam darah dan ditandai dengan jaundice atau ikterus. Penyebab
hiperbilirubinemia adalah perkembangan bayi (aterm atau prematur),
berhubungan dengan pemberian ASI, produksi bilirubin berlebihan,
gangguan kapasitas hati untuk mensekresi bilirubin tak terkonjugasi,
hipotirodisme, galaktosemia, bayi dari ibu dengan diabetes mellitus
(Wong, et al 2009). Hiperbilirubinemia dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu:

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

(a) Hiperbilirubinemia Fisiologis


Terdapat dua fase pada hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi aterm.
Pada fase pertama kadar bilirubin bertahap naik sampai sekitar 6
mg/dl pada hari ketiga kehidupan, kemudian menurun sampai plato 2-
3 mg/dl pada hari kelima. Kadar bilirubin tetap dalam keadaan plato
pada fase kedua tanpa peningkatan atau penurunan sampai sekitar 12
hingga 14 hari, yang kadarnya menurun ke nilai normal kurang dari
11 mg/dl (Maisels, 1994; Volpe, 1995 dalam Wong, et al, 2009). Pada
bayi prematur kadar bilirubin dapat meningkat sampai 10-12 mg/dl
pada hari keempat dan kelima dan perlahan menurun selama kurun
waktu 2–4 minggu (Blackburn, 1995; Gartner, 1994 dalam Wong, et
al, 2009).

(b) Hiperbilirubinemia Patologis


Hiperbilirubinemia yang bersifat patologis akan muncul dalam 24 jam
kehidupan atau dapat juga karena menetapnya jaundice setelah 1
minggu pada bayi aterm dan 2 minggu pada bayi prematur, dengan
kadar bilirubin serum total lebih dari 12 mg/dl, peningkatan bilirubin
serum lebih dari 5 m/dl dalam sehari, nilai bilirubin direct lebih dari
1,5 mg/dl (Wong, et al. 2009). Jika kadar bilirubin meningkat, maka
kemampuan Hb untuk mengikat oksigen juga akan menurun, hal ini
akan menurunkan saturasi oksigen.

(4) Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi turunnya konsentrasi oksigen dalam darah
arteri dengan nilai PaO2 kurang dari 50 mmHg (Corwin, 2008). Masih
menurut Corwin (2008) hipoksemia dapat terjadi karena penurunan
oksigen di udara, hipoventilasi karena daya regang paru menurun (pada
bayi prematur disebabkan karena cairan surfaktan belum berfungsi),
hipoperfusi atau penurunan aliran darah ke alveolus, dan destruksi
alveolus kapiler. Kondisi hipoksemia akan menurunkan nilai saturasi
oksigen.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

2.2.2 Frekuensi Nadi pada Neonatus

Nadi merupakan indikator kerja jantung. Jika terjadi masalah pada kerja
jantung, maka dapat diketahui dari frekuensi nadi. Nadi adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan frekuensi irama dan volume detak
jantung yang dapat dikaji pada lokasi sentral atau perifer. Nadi adalah
pelebaran dan recoil arteri elastik berirama pada saat ventrikel kiri
memompakan darah ke dalam sirkulasi (Jamieson, et.al, 1997 dalam
Johnson, 2001). Pengertian lain dari nadi merupakan gelombang darah
yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Gelombang nadi
menunjukkan volume darah yang dikeluarkan pada tiap kontraksi jantung
dan komplians arteri. Komplians arteri merupakan kemampuan arteri
untuk berkontraksi atau melebar (Berman, Snyder, & Kozier, 2003).
Dengan demikian, nadi merupakan gambaran kerja jantung saat jantung
memompakan darahnya keseluruh tubuh dan dapat di ketahui pada daerah
perifer tubuh baik berupa kekuatannya, keteraturannya ataupun
volumenya.

Pengkajian nadi meliputi frekuensi, volume dan keteraturan. Nadi yang


lemah atau kuat, cepat atau penuh semuanya mengindikasikan perubahan
dalam jumlah darah yang dipompakan. Nadi yang tidak teratur
menggambarkan ketidakteraturan kerja jantung. Pengkajian nadi dapat
dilakukan pada beberapa tempat di daerah perifer (tepatnya arteri).
Pengkajian pada neonatus dilakukan pada arteri bronchial, apeks, pangkal
tali pusat yang merupakan indikator frekuensi jantung yang reliabel pada
saat bayi dilahirkan, dan brakialis (Johnson & Taylor, 2001).

Beberapa lokasi pengkajian nadi menurut Berman, Snyder & Kozier


(2003) yaitu :
(1) Arteri radialis: merupakan tempat yang mudah diakses untuk
dilakukan pengkajian.
(2) Temporalis: menjadi tempat pilihan manakala arteri radialis tidak
mudah untuk diakses.
(3) Karotis: biasanya sangat sering dilakukan pada anak dan bayi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

(4) Apical: juga dilakukan pada bayi dan anak.


(5) Brakialis: sering dilakukan seiring dengan pengukuran tekanan darah.
(6) Femoralis: dilakukan pada anak-anak dan bayi untuk mengetahui
sirkulasi ke tungkai.
(7) Poplitea: mengetahui sirkuasi ke tungkai bawah
(8) Tibial posterior: untuk menentukan sirkulasi ke kaki
(9) Pedal: untuk menentukan sirkulasi ke kaki.

Nilai normal frekuensi nadi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah


usia, jenis kelamin, aktivitas, demam/sakit, status cairan, posisi, dan pengaruh
obat-obatan. Nilai normal frekuensi nadi pada neonatus adalah 120–160
kali/menit (Merenstein & Gardner, 2002). Berikut ini merupakan jumlah rata-
rata frekuensi nadi berdasarkan usia anak.

Table 2.1
Rata- rata Frekuensi Nadi Bayi dan Balita

Usia Frekuensi nadi rata-rata


(kali/menit)
1 bulan 145
6 bulan 120
12 bulan 115
5 tahun 95
(Sumber : Halazinski, 1992 dalam MacGregor, 2008)

Tabel di atas merupakan jumlah frekuensi nadi bayi atau anak dalam
kondisi sehat. Frekuensi nadi sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan
situasi lain yang dapat menyebabkan metabolisme tubuh meningkat
seperti peningkatan suhu tubuh dan kecemasan atau stress (MacGregor,
2008).

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

2. 3 Developmental Care pada Perawatan Bayi Prematur

2.3.1 Pengertian Developmental Care


Developmental care adalah konsep pengembangan perawatan neonatus
yang dapat meningkatkan eksplorasi tumbuh kembang pada neonatus
(Kenner & McGrath, 2004). Bayi prematur yang berada pada lingkungan
perawatan NICU tentunya akan terpapar dengan lingkungan abnormal yang
tidak selalu memberikan dukungan dan perlindungan seperti halnya ketika
berada dalam rahim ibu. Pada lingkungan NICU bayi terpapar dengan
stimulus yang menyakitkan seperti tindakan invasif, suara yang bising,
cahaya yang menyilaukan, suhu ruangan yang dingin, dan alat-alat yang
berhubungan dengan bayi setiap hari sehingga mengganggu proses
perkembangan bayi.

Bayi prematur memerlukan waktu istirahat (tidur) yang cukup lama.


Stimulasi yang terus menerus harus dihindari, sehingga akan meningkatkan
stabilitas fisiologis pada tubuhnya (Long, Philip, et. al dalam Brademayer,
et al, 2008). Konsep perawatan NICU terkini adalah menciptakan
lingkungan yang mendukung proses perkembangan bayi (developmentally
supportive care). Adapun metode yang dikembangkan adalah Neonatal
Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP)
(Als, 1986 dalam Brademeyer, et. al, 2008) yaitu suatu kerangka kerja dan
metode untuk memberikan stabilisasi, dukungan, dan interaksi dengan bayi
prematur baik yang dilakukan tenaga professional ataupun keluarga
sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan bayi dan dapat meningkatkan
proses tumbuh kembang bayi.

NIDCAP yang dikembangkan oleh Dr. Heidelise Als merupakan program


yang memberikan edukasi dan pelatihan khusus bagi para profesional yang
bertanggung jawab terhadap perawatan bayi risiko tinggi. Program ini
diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan sikap para professional
untuk melakukan observasi dan pengkajian perkembangan pada bayi

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

beresiko tinggi. Salah satu bentuk metodologi observasi adalah: assessment


of preterm infant behavior (APIB). Pengkajian yang dilakukan meliputi
kemampuan sensitivitas bayi prematur difokuskan dalam kemampuan
otonomi, motorik, dan atensi bayi prematur (Kenner, & Mc.Grath, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Brademeyer, et. al (2008) menggunakan


beberapa intervensi untuk mendukung developmental care practice, di
antaranya adalah:

(1) Cue based care yaitu perawatan yang diberikan dalam rangka
meminimalisir stress pada bayi dengan cara melakukan jadwal
terstuktur saat melakukan tindakan invasif dan memberikan cukup
waktu untuk proses penyembuhan (hilang rasa sakit).
(2) Macro environment yaitu melakukan modifikasi lingkungan untuk
mengurangi intensitas cahaya dan suara dengan cara menyalakan lampu
hanya di malam hari, memberikan penutup inkubator, dan mengurangi
suara gaduh di lingkungan.
(3) Comfort environment yaitu menggunakan metode nonfarmakologik
untuk memberikan ketenangan pada bayi yang mengalami stress
dengan cara memberikan sukrosa per oral untuk mengurangi rasa nyeri
atau memberikan analgesik rutin pada bayi yang menggunakan
ventilator.
(4) Developmental positioning yaitu memberikan posisi yang dapat
memberikan dukungan secara efektif bagi perkembangan
neuromuscular dan meningkatkan akitivitas hand to mouth bagi
ketenangan bayi prematur. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan
rotasi posisi yang tepat seperti prone dan memberikan nesting pada
tempat tidur bayi.
(5) Nonnutritive sucking yaitu mendukung kemampuan reflek sucking pada
bayi prematur.
(6) Skin to skin contact yaitu melakukan kontak fisik antara bayi dan orang
tua untuk meningkatkan kedekatan secara emosional dan dapat
meningkatkan proses menyusui.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

(7) Positive touch yaitu memberikan sentuhan untuk meningkatkan rasa


nyaman setelah dilakukan beberapa tindakan.
(8) Communication yaitu meningkatkan kemampuan interpersonal dalam
melakukan komunikasi antara staf professional dan orangtua.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa intervensi ini dapat menurunkan


lama rawat bayi, menurunkan rasa cemas pada orang tua, meningkatkan
kepuasan orang tua, adanya hubungan yang signifikan antara dukungan
yang diberikan perawat terhadap tingkat kepuasan keluarga, mampu
meningkatkan percaya diri keluarga untuk merawat bayi prematur di rumah
dan dapat menurunkan stress pada bayi prematur.

Mengacu pada pemberian intervensi keperawatan yang mendukung


perkembangan bayi (developmentally supportive care) diatas, maka peneliti
akan menjelaskan lebih lanjut tentang sebagian intervensi yang telah
dilakukan oleh Brademeyer, et. al (2008) yaitu pada peningkatan
developmental positioning terutama tentang pemberian posisi prone dan
penggunaan nesting.

2. 3. 2 Posisi Prone pada Bayi Prematur


Posisi prone yaitu posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen
dan posisi badan telungkup (Wong, et al., 2009). Pengertian tentang tehnik
prosisi prone yang lain yaitu pasien diposisikan pada bagian perut, tulang
belakang lurus, kaki merentang, lengan di tekuk dan diletakkan di sisi
kepala (Hegner & Cadwel, 2003). Sementara itu pengertian posisi prone
yang lainnya adalah posisi telungkup dimana lutut bayi ditekuk hingga ke
dada, meletakkan lengan menutupi bagian lateral tubuh dan menempatkan
bantalan di bawah tulang pinggul bayi (Fry, 1998 dalam May &
Mahimesh, 2004).
Menurut Hegner dan Cadwel (2003) posisi prone pada bayi merupakan
prosisi yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan
kehilangan panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan
karena pada posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga menurunkan
metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan jumlah kehilangan panas.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
2

Penyebab lain juga dikarenakan pada posisi prone wajah bayi menyentuh
selimut atau tempat tidur sehingga wajah bayi tidak terpapar dengan udara
dan memungkinkan terjadinya penurunan kehilangan panas melalui proses
radiasi.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dan dapat


dirangkum oleh penulis, maka dapat disimpulkan keuntungan dari posisi
prone pada bayi, di antaranya adalah:

(1) Posisi prone dapat meningkatkan kualitas tidur bayi dan dapat
menurunkan stress pada bayi prematur yang menggunakan ventilator
pada minggu-minggu pertama kelahirannya. Hal ini merupakan salah
satu bentuk konservasi energi dan mendukung adaptasi bayi pada
lingkungan ekstrauterin (Chang, Anderson, & Lin, 2002). Secara
teoritis diketahui bahwa tidur merupakan periode emas bagi proses
pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi terutama bayi
prematur. Pada bayi prematur hal ini tentu saja sangat penting sebagai
salah satu bentuk konservasi energi bagi pertumbuhan dan
perkembangannya.
(2) Posisi prone dapat meningkatkan efisiensi tidur bayi prematur dan
mengurangi risiko terbangun bayi dari tidur dibandingkan dengan
posisi supine (Bhat, et al, 2010).
(3) Posisi prone dapat meningkatkan volume tidal paru, pengembangan
paru, dan pernafasan menjadi lebih teratur (Maynard, Bignall, &
Kitchen, 2000).

2. 3. 3 Nesting
Nesting berasal dari kata nest yang artinya adalah sarang. Filosofi ini
diambil dari sangkar burung yang dipersiapkan induk burung bagi anak-
anaknya yang baru lahir. Anak-anak burung diletakkan dalam sarang. Hal
ini dimaksudkan agar anak burung tidak jatuh dan induk mudah
mengawasinya sehingga posisi anak burung tetap tidak berubah.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

Nesting adalah suatu alat yang digunakan di ruang NICU yang diberikan
pada bayi prematur atau BBLR yang terbuat dari bahan phlanyl dengan
panjang sekitar 121 cm-132 cm yang dapat disesuaikan dengan panjang
badan bayi yang bertujuan untuk meminimalkan pergerakan bayi (Priya &
Bijlani, 2005).

Menurut Priya dan Bijlani (2005), manfaat penggunaan nesting pada


neonatus di antaranya adalah :

(1) Memfasilitasi perkembangan neonatus


(2) Memfasilitasi pola posisi hand to hand dan hand to mouth pada neonatus
sehingga posisi fleksi tetap terjaga
(3) Meminimalisasi kecacatan yang diakibatkan karena posisi yang tidak
tepat
(4) Mencegah komplikasi yang disebabkan karena pengaruh perubahan
posisi akibat gaya gravitasi
(5) Mendorong perkembangan normal neonatus
(6) Dapat mengatur posisi neonatus
(7) Mempercepat masa rawat neonatus

Nesting merupakan salah bentuk intervensi keperawatan yang ditujukan


untuk meminimalkan pergerakan pada neonatus sebagai salah satu bentuk
konservasi energi. Neonatus yang diberikan nesting akan tetap pada posisi
fleksi sehingga mirip dengan posisi seperti di dalam rahim ibu.

2. 4 Aplikasi Teori Keperawatan Konservasi


Prinsip perawatan pada bayi prematur diantaranya adalah mendukung proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Proses tumbuh dan kembang pada
bayi prematur memerlukan banyak energi karena masih banyak organ
tubuhnya yang belum matang. Proses tumbuh kembang ini sangat efektif
apabila bayi dalam kondisi tertidur lelap, karena pada saat tertidur lelap
cadangan energi tidak digunakan oleh tubuh tetapi bermanfaat bagi
pertumbuhan sel-sel tubuhnya.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

Posisi bayipun mempengaruhi banyaknya energi yang dikeluarkan oleh


tubuh. Posisi terbaik bagi bayi prematur adalah melakukan posisi fleksi
karena akan menurunkan metabolisme dalam tubuh. Penelitian ini
memfaslitasi bayi dalam posisi fleksi, yaitu dengan memberikan nesting dan
melakukan posisi prone. Intervensi keperawatan ini bertujuan untuk
mempertahankan energi yang dikeluarkan oleh tubuh bayi.

Model keperawatan yang sesuai dalam penelitian ini adalah konsep


“konservasi” yang dikemukakan oleh Myra Esterin Levine. Tiga konsep
utama dalam konsep konservasi yaitu: (1) Wholeness, (2) adaptasi, (3)
konservasi (Tomey & Alligood, 2006).

Wholeness (Holism) dikemukakan oleh Levine yang merupakan aplikasi


dari teori Wholeness milik Erikson (1964, 1968, dalam Tomey & Alligood,
2006). Erikson menggambarkan bahwa holisme merupakan suatu sistem
yang terbuka yang menekankan pada mutualisme antara fungsi-fungsi dari
bagian tubuh yang mempunyai batas-batas yang terbuka dan sangat
fleksibel. Levine meyakini bahwa wholisme atau integritas merupakan
bagian dari individu yang menekankan bahwa manusia berespon dalam satu
keutuhan pribadi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan (Tomey
& Alligood, 2006).

Adaptasi adalah proses perubahan, dan konservasi adalah hasil dari adaptasi.
Adaptasi adalah proses dimana pasien mempertahankan integritas dalam
realitas lingkungan yang merupakan respon terhadap perubahan lingkungan
yang merupakan konsekuensi hasil interaksi antara individu dengan
lingkungan (Trench, Walllace & Coberg, 1987, Levine, 1966, 1989, dalam
Tomey, & Alligood, 2006). Kesuksesan pencapaian integrasi sangat
bergantung pada koping adaptasi individu (Levine, 1990 dalam Tomey &
Alligood, 2006). Respon individu terhadap suatu kondisi sangat unik antara
individu satu dengan yang lainnya baik secara fisiologis maupun psikologis.
Adaptasi sifatnya sangat spesifik setiap sistem mempunyai respon yang
spesifik, sebagai contoh, kekurangan asupan oksigen dapat dijelaskan dari
kadar gula darah. Levine menggambarkan bahwa adaptasi merupakan

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

kecocokan individu terhadap waktu dan ruang (Trench, Wallace, & Coberg,
1987 dalam Tomey, & Alligood, 2006).

Konservasi di sisi lain, adalah hasil dari adaptasi. Konservasi adalah konsep
universal, sesuai dengan aturan alam, "Konservasi bergantung pada sistem
hidup yang berhubungan dengan integrasi seluruh sistem" (Levine, 1990,
dalam Tomey, & Alligood, 2006). Melalui konservasi dapat digambarkan
bahwa individu mampu menghadapi hambatan, beradaptasi sesuai, dan
mempertahankan keunikannya. "Tujuan dari konservasi adalah kemampuan
dan kekuatan untuk menghadapi masalah yang ada. Konservasi dan
integritas merupakan suatu batasan yang selalu diperlukan oleh profesi
keperawatan dalam situasi kapan saja " (Levine, 1973, dalam Tomey, &
Alligood, 2006).

Neonatus khususnya bayi prematur merupakan individu baru yang terlahir


ke dunia dengan struktur integritas tubuh yang holistik, dimana bayi
prematur akan melakukan proses adaptasi seluruh sistem tubuhnya terhadap
perubahan lingkungan disekitarnya. Proses pertahanan diri menghadapi
perubahan lingkungannya disebut sebagai proses adaptasi, jika adaptasi ini
berhasil dilakukan oleh bayi prematur maka akan menghasilkan kondisi
konservasi energi pada dirinya dan membuat dirinya mampu melakukan
tugas-tugas perkembangan.

Kemampuan adaptasi bayi prematur masih sangat lemah, karenanya


diperlukan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar proses ini
berjalan dengan baik. Bayi prematur yang dirawat di rumah sakit tentunya
sangat bergantung pada tingkat perhatian perawat dan tenaga kesehatan
lainnya dalam membantu bayi prematur untuk beradaptasi. Intervensi
keperawatan yang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan
perawatannya akan sangat membantu kemampuan adaptasi bayi. Salah satu
dari sekian banyak intervensi keperawatan adalah penggunaan nesting dan
melakukan posisi prone pada bayi prematur.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

Nesting dan posisi prone merupakan sarana bagi bayi prematur untuk
menurunkan tingkat metabolilsme selnya, dengan posisi ini diharapkan bayi
tidak banyak mengeluarkan energi yang sebenarnya masih sangat dibutuhkan
bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Nesting akan memposisikan bayi
seperti dalam kondisi rahim ibu, sehingga kecil kemungkinan energi yang
dikeluarkan dibandingkan bila bayi tidak menggunakan nesting.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

Developmental
Penyebab bayi prematur: toksemia gravidarum, care: posisi
PE. kelainan uterus, tumor,prone,
ibu dgnnesti
infek

Faktor lingkungan : suhu, suara, cahaya, sentuhan

BAYI PREMATUR: Stress pada bayi prematur

Karakteristik : refelek menghisap kurang, lanugo banyak, kartilago lunak, lingkar kepala
Adaptasi ekstrauterin :

Sistem kardiovaskular, respirasi, termoregulasi, sistem pencernaan, hati, metabolisme, sistem hematopoetik, sist neurologi, imun,pe

Konservasi energi

Energy structural
meningkat Faktor yang mempen g
Faktor yg mempengaruhi saturasi oksigen : suhu

Jantung stabil
O2 cukup

Saturasi O2 stabil Frekuensi nadi stabil

Skema 2.1
Kerangka Teori Penelitian

(Sumber : Wong, et.al, 2009 ; Bredemeyer, 2008 ; Kenner & Mc.Grath, 2004; Tomey
& Alligood, 2006; Djojodibroto, 2007; Johnson & Taylor, 2001; Hegner & Cadwel,
2003; Priya & Bijlani, 2005). Telah diolah kembali

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL

Bab ini terdiri atas kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional. Kerangka
konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori
yang dikembangkan dan telah dibahas sebelumnya, sehingga akan mudah
dipahami dan menjadi dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini.

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah struktur abstrak dan logis tentang pengertian yang
menuntun pengembangan studi dan memungkinkan peneliti untuk
menghubungkan penemuan dengan ilmu pengetahuan keperawatan (Burns,
& Grove, 1996 dalam Hamid, 2008).

Skema 3. 1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independent Variabel dependent


Saturasi oksigen dan
Penggunaan nesting frekuensi nadi
dan posisi prone
Variabelconfounding:

Suhu tubuh bayi prematur

Pada skema dapat dijelaskan bahwa variabel independent dalam hal ini
adalah penggunaan nesting dan posisi prone yang dilakukan pada bayi
prematur akan mempengaruhi variabel dependent dalam hal ini adalah
saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Variabel confounding (dalam penelitian
ini yang akan dilihat adalah suhu tubuh bayi prematur) juga dapat
mempengaruhi variabel dependent yaitu saturasi oksigen dan frekuensi nadi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

3. 2 Variabel
Variabel merupakan merupakan karakteristik subjek penelitian yang berubah
dari satu subjek ke subjek lainnya (Sastroamoro, 2006). Variabel terdiri atas:
(1) variabel bebas (independent), yaitu bila bersama-sama dengan variabel
lain, variabel lain tersebut akan berubah atau diduga secara bervariasi, (2)
variabel terikat (dependent) adalah variabel yang berubah oleh sebab
variabel bebas, (3) variabel perancu (confounding), yaitu variabel yang dapat
mempengaruhi hasil dari variabel terikat.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah saturasi oksigen dan frekuensi
nadi. Variabel bebas adalah penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi
prematur. Sementara variabel perancunya adalah suhu tubuh.

3. 3 Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara atas pertanyaan atau masalah
penelitian atau penjelasan sementara yang menerangkan fenomena yang
diamati atau suatu pernyataan tentang hubungan yang diharapkan terjadi
antara dua variabel atau lebih yang memungkinkan untuk dibuktikan secara
empirik atau perlu diuji kebenaran atas jawaban pertanyaan tersebut
(Budiharto, 2006).
Jenis-jenis hipotesa terdiri atas :
1. Hipotesa mayor atau disebut juga sebagai hipotesa. Hipotesa mayor
pada penelitian ini adalah penggunaan nesting dan posisi prone efektif
dalam mempertahankan saturasi oksigen dan frekuensi nadi yang
normal pada bayi prematur.
2. Hipotesa minor atau disebut juga dengan subhipotesa. Hipotesa minor
pada penelitian ini adalah:
a. Terdapat perbedaan saturasi oksigen pada bayi prematur yang
menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone dibandingkan
dengan bayi prematur yang tidak menggunakan nesting dan tidak
dilakukan posisi prone.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

b. Terdapat perbedaan frekuensi nadi pada bayi prematur yang


menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone dibandingkan
dengan bayi prematur yang tidak menggunakan nesting dan tidak
dilakukan posisi prone.
c. Terdapat hubungan antara suhu bayi terhadap saturasi oksigen dan
frekuensi nadi pada bayi prematur yang menggunakan nesting dan
dilakukan posisi prone.

3. 4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati
(diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional (Nursalam, 2008).
Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi,
dan replikasi. Dalam penelitian ini definisi operasional dijelaskan dalam
tabel berikut :
Table 3. 1
Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi operasional Cara mengukur Hasil ukur Skala


Variabel
terikat Kadar saturasi Menggunakan pulse Saturasi Rasio
1. Saturasi oksigen pada bayi oximetry yang oksigen
oksigen prematur diletakkan di ujung dalam %.
jari bayi, nilai dapat Rentang
dilihat pada pada bayi
monitor selama prematur
dihubungkan 90-100%
dengan arteri
dimana lokasi alat
ini diletakkan.
Pengukuran
dilakukan sebelum
menggunakan
nesting dan
dilakukan posisi
prone, dan setelah
20 menit dilakukan
posisi prone dan
penggunaan nesting

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

Variabel Definisi operasional Cara mengukur Hasil ukur Skala

2. Frekuensi Jumlah nadi dalam 1 Menggunakan pulse Rentang Rasio


nadi menit pada bayi oximetry yang frekuensi
prematur diletakkan di ujung nadi adalah
jari bayi, nilai dapat 115-165 kali
dilihat pada per menit
monitor selama
dihubungkan
dengan arteri
dimana lokasi alat
ini diletakkan.
Pengukuran
dilakukan sebelum
menggunakan
nesting dan
dilakukan posisi
prone, dan setelah
20 menit dilakukan
posisi prone dan
penggunaan nesting

Variabel bebas
Nesting dan Nesting yaitu suatu Alat ini diletakkan 0 = tidak Nominal
Prone alat seperti sarang sebagai alas menggunak
burung yang terbuat penyangga tidur an nesting
dari bahan phlanyl bayi prematur, yang dan prone
didalamnya diletakkan pada
menggunakan inkubator sepanjang 1=
Dacron yang dapat hari menggunak
dibentuk sesuai an nesting
dengan ukuran dan prone
panjang bayi,
digunakan pada alas
inkubator sebagai
penyanggah posisi
tidur bayi prematur
yang ada

Posisi prone atau Posisi ini dilakukan


tengkurap pada bayi selama 20 menit,
prematur yang pemantauan
dilakukan selama 20 dilakukan setelah
menit. 20 menit.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
3

Variabel Definisi operasional Cara mengukur Hasil ukur Skala


Variabel Bayi prematur di Menggunakan Angka interval
perancu ruang perinatologi thermometer digital antara 35,8 -
1. Suhu dengan rentang suhu “L” yang 37⁰C
tubuh normal: 35,8 - diletakkan pada
37º C aksila selama
kurang lebih 3
menit. Pengukuran
dilakukan sebelum
penggunaan nesting
dan posisi prone
dan setelah
penggunaan nesting
dan posisi prone
selama 20 menit.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experiment. Quasi
experiment merupakan penelitian yang mencari hubungan antara penyebab
dan pengaruhnya diantara variabel bebas dengan variabel terikat. Penelitian
quasi experiment keperawatan dimaksudkan untuk menentukan pengaruh
intervensi keperawatan sebagai variabel independent terhadap patient outcome
sebagai variabel dependent (Burns & Grove, 2009). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui variabel independent yaitu penggunaan nesting dan
posisi prone sebagai bentuk intervensi keperawatan dan pengaruhnya terhadap
variabel dependent yaitu saturasi oksigen dan frekuensi nadi.

Rancangan yang digunakan berdasarkan tujuan penelitian adalah pre and post
with control test yaitu suatu penelitian yang melakukan suatu perlakuan
dengan pengambilan nilai sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dilakukan penilaian tanpa memberikan
perlakuan (Polit & Hungler, 1999).

Penentuan sampel dalam penelitian diawali dari kelompok bayi prematur


yang dirawat di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi yang menggunakan
nesting dan dilakukan posisi prone (kelompok intervensi) dan bayi prematur
yang dirawat di NICU RS Rawa Lumbu Bekasi sebagai kelompok yang tidak
dilakukan intervensi (kelompok kontrol), kemudian diamati pengaruhnya
terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Tujuan rancangan ini adalah
untuk melihat perbedaan saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

Rancangan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada skema 4.1 di bawah
ini.

O1 Y O2

Kelompok Kontrol sesudah


sebelum

Subyek penelitian

O3 X O4

Kelompok intervensi sebelum Intervensi sesudah

Skema 4.1 Rancangan Penelitian Quasi Eksperimental dengan Pre-test-postest


with control group

Keterangan :
O1: pengukuran awal variabel dependen pada kelompok kontrol
O2: Pengukuran ulang variabel dependen pada kelompok kontrol
O3: Pengukuran awal variabel dependen pada kelompok intervensi
O4: Pengukuran ulang variabel dependen pada kelompok intervensi
X: Penggunaan nesting dan posisi prone
Y: Waktu antara pengukuran pertama (sebelum) ke pengukuran kedua
(sesudah) selama 20 menit

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dimana hasil suatu penelitian akan
dilakukan generalisasi. Anggota populasi dimana pengukuran dilakukan
disebut sebagai unit elementer atau elemen elementer dari populasi
(Ariawan, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir
(neonatus) yang dirawat di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

4.2.2 Sampel
Sampel pada kelompok intervensi yang dipilih adalah bayi prematur yang
dirawat di RSUD Kota Bekasi ruang perinatologi yang menggunakan
nesting dan dilakukan posisi prone. Sementara sampel pada kelompok
kontrol adalah bayi prematur yang dirawat pada rumah sakit lain (dalam hal
ini adalah RS Rawa Lumbu Bekasi) yang tidak menggunakan nesting dan
tidak dilakukan posisi prone.

Perhitungan sampel menggunakan pre and post with control test. Menurut
Ariawan (2003) perhitungan sampel pada penelitian ini adalah:

/
= ( )
( ) ( )
=
( ) ( )
Data penelitian yang diambil berdasarkan penelitian sebelumnya yang
mendekati tujuan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Kusumaningrum (2009) hasil jumlah sampel sebelum intervensi adalah 18
dan sesudah intervensi 18, rata-rata saturasi oksigen sebelum intervensi
yaitu 94,89% (standar deviasi 3,12) rata-rata saturasi sesudah intervensi
berupa tindakan pronasi yaitu 97,22% (standar deviasi 2,26) pada tingkat
kemaknaan 5% dan kekuatan uji 90% maka perhitungan jumlah sampel
yang didapatkan adalah sebagai berikut:
(18 − 1)3,12 + (18 − 1)2,26
=
(18 − 1) + (18 − 1)
= 7,421
Maka didapatkan hasil sebagai berikut:

, [ , , ]
= ( , , )

= 14, 35

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

Keterangan :
= standar deviasi dari beda rata-rata, hasil perhitungan adalah 7,421
= jumlah sampel sebelum intervensi, yaitu sebesar 18
= jumlah sampel sesudah intervensi, yaitu sebesar 18
= rata-rata saturasi oksigen sebelum intervensi, yaitu sebesar 94,89
= rata-rata saturasi oksigen sesudah intervensi, yaitu sebesar 97,22
= standar deviasi saturasi oksigen sebelum intervensi, yaitu sebesar 3,12
= standar deviasi saturasi oksigen sesudah intervensi, yaitu sebesar 2,26

Hasil perhitungan diatas didapatkan bahwa jumlah sampel yang diperlukan


sebanyak 15 bayi prematur, dan untuk mencegah terjadinya drop out maka
perhitungan besar sampel ditambah 10% sehingga total menjadi 17 bayi
prematur.

Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu dimana


peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria penelitian yang telah
ditetapkan. Tujuan purposive sampling bukan untuk menggeneralisasikan
sampel yang merupakan representatif dari target populasi yang besar
sebagaimana sesuai dengan karakteristik subjek yang dipertimbangkan
sesuai dengan penelitian (Stommel & Wills, 2004). Adapun pengambilan
sampel yang dilakukan peneliti pada kelompok intervensi dilakukan
simultan dengan kelompok kontrol.

Kriteria sampel pada kelompok kontrol dan intervensi yaitu:


(1) Kriteria inklusi yaitu kriteria penentuan subjek studi dengan jelas
terhadap siapa keberhasilan atau kegagalan studi diberlakukan. Tujuan
dari penentuan kriteria inklusi adalah menghindari pengumpulan subjek
studi yang tidak sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan (Budiarto,
2006). Kriteria inklusi adalah:
(a) Bayi prematur yang dirawat tanpa memperhatikan berat badan lahir.
(b) Bayi prematur yang dirawat dalam inkubator.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

(c) Bayi prematur yang tidak dilakukan tindakan pembedahan.


(d) Bayi prematur tanpa kelainan bawaan.
(e) Orang tua bayi prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSUD
Kota Bekasi yang bersedia sebagai responden penelitian.

(2) Kriteria eksklusi merupakan kriteria yang memenuhi kriteria inklusi


tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Budiharto, 2006).
Dalam penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi pada kelompok
kontrol dan intervensi adalah:
(a) Bayi prematur dengan masalah paru dan fungsi pernafasan.
(b) Bayi prematur dengan kerusakan sistem saraf.

4.3 Tempat Penelitian


(1) Kelompok intervensi dilakukan di rumah sakit yang sudah menerapkan
beberapa intervensi developmental care pada perawatan neonatus, dalam
hal ini adalah ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi.
(2) Kelompok kontrol dilakukan di rumah sakit yang belum menerapkan
intervensi developmental care pada perawatan neonatus, dalam hal ini
adalah RS Rawa Lumbu Bekasi, RS Hermina Grand Wisata dan RSD
Kabupaten Bekasi.

4.4 Waktu Penelitian


Waktu penelitian mulai dari pembuatan proposal, pengambilan data dan
pelaporan hasil penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari hingga
Juli 2011

4.5 Etika Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memegang teguh prinsip dalam
etika penelitian, yaitu:

(1) Beneficence
Prinsip ini merupakan prinsip etika penelitian yang dimaksudkan agar
penelitian ini memberikan perlindungan kepada subjek penelitian serta

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

tidak membahayakan. Dimensi prinsip ini adalah bebas dari bahaya,


bebas dari eksploitasi, penelitian sebanding antara risiko dan manfaat
(Burns & Grove, 2009).

Dimensi bebas dari bahaya berarti peneliti harus melindungi subjek yang
diteliti terhindar dari bahaya atau ketidaknyamanan fisik dan mental.
Pada penelitian ini subjek penelitian (dalam hal ini bayi prematur) yang
dirawat di dalam inkubator akan diberikan nesting pada alas tempat
tidurnya dan akan dilakukan posisi prone yang tepat. Penggunaan nesting
tidak membahayakan bayi prematur, justru memberikan rasa nyaman
pada subjek penelitian. Posisi prone dilakukan selama 20 menit dengan
pengawasan oleh peneliti. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,
posisi prone telah diketahui banyak manfaat pada bayi prematur dalam
hal meningkatkan kelelapan tidur dan peningkatan fungsi pernafasan.
Namun posisi prone yang tidak tepat dapat mengakibatkan SIDS,
karenanya dalam penelitian ini hal-hal yang dilakukan adalah melakukan
pengawasan pada bayi prematur yang dilakukan posisi prone.

Dimensi bebas dari eksploitasi yaitu bahwa dalam penelitian ini subjek
penelitian tidak dilakukan intervensi yang merugikan mereka, namun
justru meningkatkan rasa nyaman bayi prematur dalam posisi tidur yang
tepat.

Dimensi keseimbangan antara risiko dan manfaat dimaksudkan agar


peneliti mampu menelaah keseimbangan antara manfaat dan risiko dalam
penelitian. Pada penelitian ini peneliti telah menelaah dan memprediksi
bahwa hasil studi memberikan manfaat yang banyak dan tidak ada unsur
risiko bagi subjek penelitian.

(2) Prinsip Mendapatkan Keadilan


Prinsip ini mengandung hak subjek untuk mendapatkan perlakukan yang
adil dan hak mereka untuk mendapatkan keleluasan pribadi. Subjek

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

mendapatkan hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan sama,


sebelum, selama dan setelah partisipasi mereka dalam penelitian.
Hak subjek penelitian di kelompok intervensi jika dibandingkan dengan
pasien lain yang tidak diikutkan dalam penelitian tetap sama, karena bayi
yang tidak termasuk dalam penelitian inipun mendapatkan intervensi
keperawatan yang sama yaitu penggunaan nesting dalam inkubatornya
dan dilakukan prone secara periodik. Perlakuan pada subjek penelitian
setelah penelitianpun tetap dilakukan intervensi keperawatan yang sama
yaitu tetap menggunakan nesting dan inkubatornya dan dilakukan posisi
prone.

Hak subjek penelitian di kelompok kontrol jika dibandingkan dengan


pasien lain yang tidak diikutkan dalam penelitian tetap sama, dimana
subjek penelitian dan pasien lain tidak menggunakan nesting dan tidak
dilakukan perubahan posisi prone.

(3) Prinsip Anonymity (hak untuk tidak menggunakan identitasnya)


Subjek penelitian mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa setiap data
yang dikumpulkan selama masa penelitian akan disimpan dan dijaga
kerahasiaannya yang dilakukan dengan cara tidak menggunakan
identitasnya selama pengambilan data. Dalam penelitian ini instrumen
penelitian hanya diberi kode saja untuk menghindari kehilangan data,
namun identitas bayi tidak dicantumkan dalam lembar instrumen
penelitian.

4.6 Alat Pengumpul Data


Alat pengumpul data yaitu berupa lembar instrumen pengkajian tentang
saturasi oksigen dan frekuensi nadi yang dirancang sendiri oleh peneliti.
Lembar instrumen ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Lampiran 1
memuat lembaran instrumen yang akan diisi diawal saat bayi prematur akan
dilakukan penelitian atau saat bayi baru masuk dan dirawat di tempat
penelitian. Lampiran 2 merupakan instrumen yang akan diisi setelah bayi

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

dilakukan posisi prone selama 20 menit pada kelompok intervensi. Lampiran


1 dan 2 juga diisi pada kelompok kontrol. Pada lampiran 1 meliputi meliputi
data tentang kode responden, usia gestasi, jenis kelamin, BB (gram), suhu
tubuh, saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Lampiran 1 dilakukan pada
kelompok intervensi sebelum bayi menggunakan nesting dan dilakukan
posisi prone. Pada lampiran 2 data yang ada meliputi hari, tanggal dan waktu,
kode responden, suhu tubuh, dan status saturasi oksigen serta frekuensi nadi.
Lampiran 2 ini diisi setelah bayi prematur menggunakan nesting dan di
lakukan tindakan posisi prone. Lampiran 1 dan lampiran 2 juga dilakukan
pada kelompok kontrol, dengan jarak waktu yang sama dengan kelompok
intervensi yang sekitar 20 menit.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas


Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah: nesting, pulse oxymetri, dan
termometer. Nesting yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan, dimana
alat ini terbuat dari bahan phlanyl dengan bahan dacron sebagai isi
bantalannya diameter dan panjang sudah sesuai ketentuan yaitu panjang
sekitar 121–132 cm dengan diameter sekitar 5–7 cm.

Alat lainnya adalah pulse oxymetri , secara teori alat ini tidak perlu dilakukan
kalibrasi karenanya sudah dapat digunakan langsung, hanya penempatan
sensor harus tepat yaitu pada ujung jari, telinga, dan cuping hidung. Pada
penelitian ini alat sensor diletakkan pada ujung jari.

Alat yang lain adalah thermometer. Pada penelitian ini digunakan


thermometer digital “L” yang diletakkan pada axila. Prosedur yang dilakukan
yaitu membersihkan ketiak bayi dengan tissue kemudian nyalakan
thermometer hingga terdapat kata “low” setelah itu letakkan thermometer
pada ketiak bayi. Biarkan hingga terdengar bunyi yang menandakan
pengukuran telah selesai. Setelah selesai pengukuran maka thermometer
dibersihkan dengan kasa yang diberi alkohol.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

4.8 Prosedur Pengumpulan Data


Sebelum dilakukan pengumpulan data yang sesungguhnya, peneliti
melakukan uji coba pada 2 bayi prematur yang sesuai dengan kriteria pada
ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi. Tujuan uji coba ini adalah memantau
apakah intervensi yang akan dilakukan pada penelitian ini aman atau tidak,
membawa risiko pada bayi atau tidak. Jika aman maka akan dilanjutkan pada
pengambilan data untuk penelitian sebenarnya.

Tindakan yang dilakukan yaitu memberikan nesting dan melakukan posisi


prone selama 20 menit. Dari hasil uji coba didapatkan bahwa bayi yang
dilakukan nesting dan posisi prone relatif aman dan tidak ada masalah secara
fisiologis, bahkan saturasi oksigen yang diamati oleh peneliti pada 2 bayi uji
coba ini cenderung lebih baik.

Tahapan pengumpulan data dilakukan dengan cara:


(1) Tahap perijinan: dilakukan setelah proposal disetujui pihak akademik,
maka proses perijinan dilakukan dengan cara memberikan surat pengantar
dari pihak akademik kepada institusi rumah sakit.
(2) Tahap pengambilan data: pada tahap ini peneliti mengambil data pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol secara simultan, artinya jika
pada saat yang bersamaan didapatkan bayi prematur sesuai dengan kriteria
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, maka peneliti melakukan
pengukuran secara bergantian.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada ruang perinatologi
RSUD Kota Bekasi sebagai kelompok intervensi adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebelum
bayi menggunakan nesting dan dilakukan posisi prone pada bayi yang
baru masuk ke ruang perinatologi atau pada bayi prematur yang sudah
dirawat di ruang perinatalogi dengan melepaskan nesting selama 20
menit.
b. Catat hasil pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada
lampiran 1.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
4

c. Meletakkan nesting sebagai alas tempat tidur bayi prematur.


d. Lakukan posisi prone yang tepat selama 20 menit
e. Setelah 20 menit kemudian dilakukan pencatatan nilai saturasi
oksigen dan frekuensi nadi.
f. Catat pada menit ke-20 saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada
lampiran 2.

Sementara itu pada kelompok kontrol langkah-langkah yang dilakukan


peneliti sebagai berikut:

a. Mencatat pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi sebagai data


awal dan dicantumkan pada lampiran 1.
b. Tunggu selama 20 menit, kemudian lakukan pencatatan ulang tentang
saturasi oksigen dan frekuensi nadi dan dicantumkan pada lampiran 2.

4.9 Analisis Data


Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

1 Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Nilai yang akan diukur yaitu (1)
ukuran tengah yang meliputi mean, median dan modus, (2) nilai ukuran
variasi yatu berupa range, jarak quartil, dan standar deviasi.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu melakukan analisis hubungan antara dua variabel
yang ada dalam penelitian. Pada penelitian ini dilakukan analisis tentang
perbedaan saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur sebelum
penggunaan nesting dan dilakukan posisi prone dibandingkan dengan
sesudah penggunaan nesting dan dilakukan posisi prone. Penelitian ini
juga membandingkan nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada
kelompok intervensi berupa penggunaan nesting dan posisi prone dan
kelompok kontrol tanpa menggunakan nesting dan posisi prone. Analisis

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

data pada penelitian ini mengunakan prinsip uji beda dua mean dengan
pendekatan ujin dan distribusi t, maka dalam penelitian ini analisis bivariat
menggunakan uji t dependent dan uji t independent.

Pada penelitian ini juga dianalisis tentang pengaruh suhu terhadap saturasi
oksigen dan frekuensi nadi. Analisis data untuk tujuan ini mengunakan
prinsip uji korelasi untuk mengetahui kekuatan hubungan dua variabel.
Pada penelitian ini uji korelasi yang digunakan yaitu Pearson test yang
menghubungkan variabel yang berjenis numerik. Adapun tabel analisa data
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1
Analisa Data dan Uji Statistik

Variabel I Variabel II Uji Statistik


Penggunaan nesting Saturasi oksigen Uji t independen
dan posisi prone pada
kelompok kontrol dan
intervensi
Penggunaan nesting Frekuensi nadi Uji t independen
dan posisi prone pada
kelompok kontrol dan
intervensi
Penggunaan nesting Saturasi nadi Uji t dependen
dan posisi prone pada
kelompok intervensi
Penggunaan nesting Frekuensi nadi Uji t dependen
dan posisi prone pada
kelompok intervensi
Suhu tubuh pada Saturasi oksigen dan Uji korelasi (Pearson
kelompok kontrol dan frekuensi nadi test)
intervensi

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Pada bab 5 ini diuraikan tentang hasil pengukuran yang dilakukan peneliti pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil penelitian ini akan dirinci
berdasarkan analisis univariat dan bivariat.

5.1 Karakteristik Responden


Karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yaitu usia gestasi, berat
badan, jenis kelamin, berat badan, suhu tubuh, saturasi oksigen dan frekuensi
nadi. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji univariat dari
masing-masing kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Nilai yang diukur yaitu (1) ukuran tengah yang meliputi mean, median dan
modus, yang bertujuan untuk menentukan normalitas suatu data. (2) nilai
ukuran variasi yatu berupa standar deviasi untuk mengetahui variasi daya yang
diukur melalui penyimpangan dari nilai-nilai pengamatan terhadap nilai mean.

Pada bab ini dijelaskan juga tentang kesetaraan antara masing-masing


variabel pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang meliputi usia
gestasi, berat badan, suhu tubuh bayi, saturasi oksigen dan frekuensi nadi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia Gestasi, Berat Badan, Suhu
Tubuh, dan Kesetaraan Responden
Mei – Juni 2011 (n=30)
Di RSUD Kota Bekasi

Variabel Kelompok Mean Median SD Min- 95%CI p


Max value
Usia Kontrol 32,87 33 2,066 29-35 31,77- 0,272
gestasi 34,01
Intervensi 32,3 33 2,957 26-36 30,56-
33,84
Berat Kontrol 1893,3 2000 339,05 1200- 1705,6- 0,000
Badan 2500 2081,1
Intervensi 1853,3 1800 461,16 1000- 1598,0-
2700 2108,7
Suhu Kontrol 36,76 36,8 0,106 36,6- 36,7- 0,16
Tubuh 37 36,8
Intervensi 36,55 36,5 0,334 35,8- 36,37-
37 36,76

Tabel 5.1 dapat diamati rerata usia gestasi pada kelompok kontrol yaitu 32,87
minggu dan 32,3 minggu pada kelompok intervensi. Hasil uji kesetaraan
didapatkan usia gestasi pada kelompok ini setara dengan p value > 0,05. Nilai
mean pada kelompok kontrol dan intervensi sama dengan nilai median, hal ini
berarti distribusi data bersifat normal.

Demikian pula untuk rerata berat badan yaitu 1893,3 gram pada kelompok
kontrol dan 1853,33 gram pada kelompok intervensi, hasil uji kesetaraan
didapatkan hasil berat badan pada kedua kelompok ini tidak setara dengan p
value < 0,05. Distribusi data berat badan pada kelompok intervensi adalah
normal, karena nilai mean sama dengan median.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

Sementara itu rerata suhu pada kelompok kontrol yaitu 36,76⁰C dan 36,53⁰C
pada kelompok intervensi, hal ini menandakan bahwa responden pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi mempunyai suhu tubuh dalam
rentang normal. Jika dilihat dari uji kesetaraan, maka didapatkan kedua
kelompok ini setara dengan p value > 0,05. Distribusi data suhu tubuh pada
kelompok intervensi bersifat normal, karena dari uji normalitas terlihat nilai
mean sama dengan nilai median.

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Bayi Prematur
di RSUD Kota Bekasi
Mei – Juni 2011 (n=30)

Variabel Kelompok Laki-laki % Perempuan %


Jenis Kontrol 8 53,33 7 46,7
Kelamin
Intervensi 9 60 6 40

Pada table 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden adalah 15 baik pada
kelompok kontrol ataupun kelompok intervensi, sementara jumlah responden
laki-laki lebih banyak dibanding bayi perempuan baik pada kelompok kontrol
ataupun kelompok intervensi, yaitu 53,33% dibandingkan 46,70% pada
kelompok kontrol dan 60% dibandingkan 49% pada kelompok intervensi.

Berdasarkan data-data yang dapat diamati pada tabel diatas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa adanya kesetaraan antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi dalam hal karakteristik bayi yang dijadikan responden.

5.2 Saturasi Oksigen dan Frekuensi pada Bayi Prematur


5.2.1 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum Tindakan Pada
Kelompok Kontrol Dan Intervensi
Berikut ini penjelasan tentang nilai saturasi oksigen dan frekuensi nadi
sebelum tindakan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

Pengukuran dilakukan sebelum tindakan nesting dan posisi prone pada


kelompok intervensi, dan data awal pada kelompok kontrol. Tujuan analisis
ini adalah untuk melihat kesetaraan pada kedua kelompok.

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi
dan Kesetaraan Sebelum Tindakan pada Kelompok Kontrol dan
Intervensi
Di RSUD Kota Bekasi Mei – Juni 2011 (n=30)

Variabel Kelompok Mean Median Modus SD Min- 95% CI p


max value
Saturasi Kontrol 96,67 97 97 2,53 90- 95,2-98 0,765
Oksigen 99
Intervensi 96,67 97 97 2,35 90- 95,37-
100 97,97-
Frekuensi Kontrol 146,87 148 152 11,43 138- 140,54- 0,85
Nadi 148 153,20
Intervensi 137,93 130 130 15,56 115- 129,31-
160 146,55

Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa rerata saturasi oksigen sebelum tindakan
antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi mempunyai nilai yang
sama yaitu 96,67%, dengan nilai minimum sama yaitu 90% tetapi nilai
maksimum lebih tinggi pada kelompok intervensi, yaitu 100% sementara
pada kelompok kontrol 99%. Hasil uji kesetaraan didapatkan bahwa saturasi
oksigen kedua kelompok ini setara dengan p value > 0,05. Nilai mean dan
median didapatkan hasil yang sama, maka distribusi data bersifat normal.

Pada tabel 5.3 juga didapatkan bahwa rerata frekuensi nadi sebelum
tindakan mempunyai nilai yang agak berbeda antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi yaitu 146,87 kali/menit pada kelompok kontrol dan
137,93kali/menit pada kelompok intervensi. Sementara nilai frekuensi nadi
berada dalam rentang normal baik pada kelompok kontrol maupun
intervensi walaupun terdapat perbedaan nilai antara kelompok kontrol dan

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

intervensi. Frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan intervensi setara


karena p value > 0,05.

5.2.2 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah


Pengamatan 20 Menit dan Intervensi pada Kelompok Kontrol dan
Intervensi

Tabel 5.4
Distribusi Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah
Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota
Bekasi Mei- Juni 2011
(n = 30)

Variabel Kelompok Fase Mean SD SE p value

Sebelum 96,60 2,53 0,653 0,55


Kontrol Sesudah 96,27 2,344 0,605
Saturasi
Oksigen Intervensi Sebelum 96,67 2,350 0,607 0,001

Sesudah 98,07 1,751 0,452

Sebelum 146,87 11.432 2,952 0,334


Sesudah 146,73 11,380 2,938
Frekuensi Kontrol
Nadi Intervensi Sebelum 137,93 15,563 4,018 0,087
Sesudah 140,80 15,167 3,916

Analisis berikutnya adalah membandingkan antara saturasi oksigen awal


pendataan dan akhir setelah responden diistirahatkan selama 20 menit pada
kelompok kontrol. Analisis ini menggunakan uji t dependen.

Pada tabel 5.4 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan saturasi
oksigen pada awal pengamatan dengan setelah 20 menit diistirahatkan (p
value >0,05). Rerata saturasi oksigen sebelum dan sesudah pengamatan
mempunyai nilai yang lebih kecil yaitu dari 96,67% menjadi 96,27%.

Selanjutnya peneliti akan menampilkan nilai saturasi oksigen pada


kelompok intervensi yang membandingkan nilai sebelum dan sesudah
dilakukan nesting dan posisi prone pada bayi prematur. Nilai ini untuk

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

melihat efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone dan dianalisis


secara uji bivariat menggunakan uji t dependen.

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan rerata


saturasi oksigen bayi prematur di ruang perinatologi sebelum dilakukan
nesting dan posisi prone dan sesudahnya, yaitu dari 96,67% menjadi
98,07%. Terlihat nilai selisih mean antara pengukuran sebelum intervensi
dengan setelah intervensi yaitu 1,400, dengan standar deviasi sebelum
tindakan yaitu 2,35 dan setelah tindakan 1,751, maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan bermakna terhadap saturasi oksigen antara sebelum
dan sesudah penggunaan nesting dan posisi prone dengan p value < 0,05.

Pada tabel diatas dapat diamati bahwa rerata frekuensi nadi sebelum
pengamatan 20 menit yaitu 146,87 kali/menit, sesudah pengamatan sebesar
146,73 kali/menit, didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan
frekuensi nadi antara sebelum dan sesudah pengamatan selama 20 menit
pada kelompok kontrol dengan p value > 0,05.

Analisis berikutnya adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan nesting


dan posisi prone terhadap frekuensi nadi pada kelompok intervensi. Rerata
frekuensi nadi pada pengukuran sebelum penggunaan nesting dan posisi
prone yaitu 137,93 kali/menit dengan standar deviasi 15,563 kali/menit.
Pada pengukuran setelah intervensi yaitu 140,80 kali/menit dengan standar
deviasi 15,167 kali/menit. Terlihat nilai perbedaan nilai mean antara
sebelum dan sesudah intervensi yaitu 2,867. Standar deviasi sebelum
intervensi 15,56 dan sesudah intervensi 15,167 kali/menit. Hasil uji statistik
didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan nilai frekuensi nadi
antara sebelum penggunaan nesting dan posisi prone dibandingkan dengan
setelah tindakan nesting dan posisi prone dengan p value > 0,05.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

5.2.3 Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi Sesudah Fase Intervensi pada
Kelompok Kontrol dan Intervensi
Pada analisis ini akan diuraikan tentang nilai saturasi oksigen dan frekuensi
nadi setelah dilakukan pengamatan 20 menit dan penggunaan nesting dan
prone pada kelompok kontrol dan intervensi.
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Saturasi Oksigen dan Frekuensi
Nadi Sesudah Tindakan pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di
RSUD Kota Bekasi
Mei – Juni 2011 (n=30)

Variabel Kelompok Mean SD SE p value


Saturasi Kontrol 96,27 2,344 0,605 0,0204
Oksigen
Intervensi 98,07 2,344 0,452
Frekuensi Nadi Kontrol 146,73 11,38 2,938 0,236

Intervensi 140,80 15,17 3,916

Pada tabel 5.4 didapatkan rerata saturasi oksigen pada kelompok kontrol
yaitu 96,27% dengan standar deviasi 2,344%, sedangkan rerata saturasi
oksigen pada kelompok intervensi yaitu 98,07% dengan standar deviasi
2,344%. Hasil uji statistik didapatkan adanya perbedaan signifikan rerata
saturasi oksigen pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok
kontrol dengan p value < 0,05.

Pada tabel diatas juga dapat terlihat rerata frekuensi nadi pada kelompok
kontrol yaitu 146,73 kali/menit dengan standar deviasi 11,38 kali/menit,
sedangkan pada kelompok intervensi 140,80 kali/menit dengan standar
deviasi 3,916 kali/menit. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada perbedaan
yang signifikan frekuensi nadi antara sebelum dan sesudah penggunaan
nesting dan posisi prone dengan p value > 0,05.

5.3 Suhu Tubuh Bayi Prematur


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi saturasi oksigen dan frekuensi nadi,
namun dalam penelitian ini peneliti hanya menjadikan suhu tubuh sebagai

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

faktor confounding yang mempengaruhi saturasi oksigen dan frekuensi nadi.


Berikut ini merupakan nilai suhu tubuh bayi sebelum tindakan pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

5.3.1 Suhu Tubuh Sebelum Tindakan Pada Kelompok Kontrol Dan


Kelompok Intervensi
Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kesetaraan nilai suhu tubuh pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dilakukan pengamatan
selama 20 menit dan penggunaan nesting dan prone.
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Tubuh Sebelum Fase
Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD Kota
Bekasi Mei – Juni 2011
(n=30)

Variabel Kelompok Mean SD SE p value


Kontrol 36,67 0,1056 0,273 0,21
Suhu
tubuh Intervensi 36,55 0,318 0,821

Pada tabel 5.6 diatas dapat diamati bahwa rerata suhu tubuh pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi terdapat perbedaan sedikit yaitu sekitar
0,12⁰C. Hasil analisis bahwa suhu tubuh pada ke dua kelompok sifatnya
setara dengan p value > 0,05.

5.3.2 Pengaruh Suhu Tubuh dengan Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi
Selanjutnya akan dibahas tentang hubungan suhu tubuh bayi prematur
terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi baik pada kelompok kontrol
ataupun pada kelompok intervensi. Analisis ini mengunakan uji korelasi
Pearson test, karena terdapat dua variabel dalam bentuk numerik, yaitu suhu
tubuh dan saturasi oksigen serta untuk melihat kekuatan hubungan antara
variabel.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
5

Tabel 5.7
Hubungan Antara Suhu Tubuh Sesudah Fase Intervensi Terhadap
Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi pada Kelompok Kontrol dan
Intervensi di RSUD Kota Bekasi
Mei – Juni 2011
(n=30)

Variabel Variabel R p value


confounding dependen
Saturasi Oksigen -0,208 0,270
Suhu Tubuh
Frekuensi Nadi 0,219 0,246
Berdasarkan tabel 5.7 pengaruh suhu terhadap saturasi oksigen didapatkan
hasil bahwa nilai r = -0,208. Nilai negatif disini berarti bahwa kenaikan satu
variabel akan diikuti dengan penurunan variabel yang lain, maka dalam
penelitian ini dapat dimaksudkan bahwa kenaikan suhu tubuh bayi akan
menurunkan saturasi oksigen bayi. Adapun nilai 0,208 berarti bahwa tidak
ada hubungan atau hubungan yang sangat lemah antara suhu tubuh dengan
saturasi oksigen. Hasil analisis didapatkan bahwa hubungan yang tidak
signifikan antara suhu tubuh dengan saturasi oksigen dengan p value > 0,05.

Selanjutnya dianalisis tentang hubungan suhu tubuh dengan frekuensi nadi


yang dilakukan pada kelompok kontrol dan intervensi, analisis ini juga
menggunakan uji korelasi. Hasil analisis didapatkan bahwa nilai r = 0,219.
Nilai positif di sini berarti bahwa kenaikan satu variabel akan diikuti dengan
kenaikan pada variabel yang lainnya, maka dalam penelitian ini dapat
dimaksudkan bahwa kenaikan suhu tubuh bayi akan meningkatkan frekuensi
nadi. Adapun nilai 0,246 berarti bahwa tidak ada hubungan atau hubungan
yang sangat lemah antara suhu tubuh dengan frekuensi nadi. Hasil analisis
didapatkan bahwa hubungan yang tidak signifikan antara suhu tubuh
dengan saturasi oksigen (p value > 0,05).

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

BAB VI
PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang pembahasan yang meliputi intrepretasi dan diskusi
hasil yang telah dijelaskan pada bab terdahulu yang dikaitkan dengan referensi-
referensi yang berhubungan. Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang
keterbatasan penelitian yang dirasakan oleh peneliti dan juga implikasi hasil
penelitian yang dapat diterapkan pada praktek keperawatan dan penelitian yang
akan datang.

6.1 Intrepretasi Hasil Penelitian dan Diskusi

Intrepretasi hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang telah peneliti
tetapkan pada bab sebelumnya, yaitu teridentifikasinya efektifitas penggunaan
nesting dan posisi prone terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada
bayi prematur di RSUD kota Bekasi.

6.1.1 Karakteristik Responden


Rerata usia gestasi pada penelitian ini di kelompok kontrol yaitu adalah
32,8 minggu dan pada kelompok intervensi yaitu 32,3 minggu. Rentang
usia gestasi pada kelompok kontrol yaitu antara 29 hingga 35 minggu,
sedangkan pada kelompok intervensi antara 26 hingga 36 minggu.
Karakteristik responden bila dilihat dari rentang usia gestasi pada
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maynard,
Bignall, dan Kitchen (2000) yang mengambil data pada bayi prematur
dengan rentang usia 24 hingga 32 minggu sedangkan pada penelitian ini
usia gestasi bayi prematur yaitu 26–36 minggu, hal ini dimungkinkan
karena pemilihan sampel yang sifatnya purposive sampling tanpa
memperhatikan usia gestasi responden selama responden memenuhi
kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

Mengamati usia gestasi pada kelompok intervensi pada penelitian ini


ternyata lebih variatif, karena kategori prematur berada dalam rentang
ekstremely premature (usia 24-28 minggu) hingga moderately premature
(35-37 minggu). Sementara itu pada kelompok kontrol usia gestasi hanya
berada pada rentang very premature (29-34 minggu) dan moderately
premature. Usia gestasi tentunya akan mempengaruhi tingkat kematangan
organ-organ tubuh bayi yang tentunya akan berpengaruh pula terhadap
nilai-nilai fisiologis pada bayi.

Rerata berat badan lahir pada penelitian ini adalah 1853,33 gram pada
kelompok intervensi dan 1893,3 gram pada kelompok kontrol. Hasil data
yang didapatkan ternyata rerata berat badan pada penelitian lebih kecil
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum
(2009) yaitu dengan rerata berat badan bayi sebesar 2008,33 gram dengan
standar deviasi 977,84 gram. Sementara penelitian yang dilakukan oleh
Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) dengan rata-rata berat badan bayi
kurang dari 1500 gram. Terjadi perbedaan nilai ini terjadi karena
responden yang berbeda yang ditetapkan oleh masing-masing peneliti.
Berat badan pada penelitian ini perbedaannya sangat signifikan antara
berat bedan minimal dengan maksimal yaitu 1000 gram hingga 2700
gram. Perbedan berat badan yang cukup jauh kemungkinan akan
mempengaruhi nilai fisiologis bayi, karena pada bayi dengan berat badan
rendah akan terjadi adaptasi yang jauh lebih berat dibandingkan dengan
yang lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena bayi kecil memiliki lemak
subkutan yang sangat tipis, sehingga mudah terjadi hipotermi dan
kebutuhan oksigen akan lebih besar (Wong, et.al, 2009).

Rerata suhu tubuh bayi prematur sebelum dilakukan intervensi berupa


penggunaan nesting dan posisi prone adalah 36,76⁰C pada kelompok
kontrol sedangkan pada kelompok intervensi yaitu 36,53⁰C. Sementara itu
rerata suhu tubuh bayi prematur setelah dilakukan intervensi berupa
penggunaan nesting dan posisi prone adalah 36,58⁰C .

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

Jika dilihat hasil diatas terdapat perbedaan suhu tubuh bayi prematur
sebelum dan sesudah intervensi, walaupun perbedaannya sangat kecil.
Dari data yang ada terdapat 67% bayi yang mengalami perubahan suhu
tubuh setelah intervensi. Suhu tubuh bayi akan mempengaruhi nilai
fisiologis bayi, hal ini disebabkan karena metabolisme yang terjadi.
Semakin tinggi metabolisme dalam tubuh, maka akan meningkatkan
kebutuhan oksigen pada bayi. Bayi yang mengalami demam akan
menurunkan saturasi oksigennya (MacGregor, 2008). Pada penelitian ini
memang terjadi perubahan suhu tubuh, tetapi tidak signifikan yaitu sekitar
0,03⁰C dan rentang suhu tubuh masih dalam batas normal, karenanya tidak
ada perbedaan saturasi oksigen yang signifikan.

Jenis kelamin bayi prematur pada penelitian ini paling banyak adalah laki-
laki. Karakteristik jenis kelamin ini sama dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan sebelumnya oleh Kusumaningrum (2009). Jumlah bayi
laki-laki yang ada dalam penelitian ini dimungkankan terjadi karena
pemilihan responden penelitian yang tidak berdasarkan jenis kelamin
tetapi berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti. Mayoritas
responden adalah laki-laki kemungkinan akan mempengaruhi nilai
fisiologis yang ada, seperti frekuensi nadi, karena menurut Merenstein dan
Gardner (2002) dikatakan bahwa frekuensi nadi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, aktivitas, demam, status
cairan, posisi dan obat-obatan. Pada penelitian ini frekuensi nadi bervariasi
baik pada responden laki-laki ataupun perempuan namun masih dalam
batas normal.

6.1.2 Efektivitas Penggunaan Nesting dan Posisi Prone terhadap Saturasi


Oksigen Dan Frekuensi Nadi
Hasil analisis pada penelitian terdapat perbedaan yang signifikan saturasi
oksigen antara penggunaan nesting dan posisi prone pada kelompok
intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini sebanding

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Picheansathian,


Woragidpoonpol, dan Baosoung (2009) yang mengatakan bahwa posisi
prone dapat meningkatkan saturasi oksigen pada bayi prematur dengan
nilai p value 0,0001. Pitcheansathian, Woragidpoonpol, dan Baosoung
(2009) melakukan penelitian pada bayi prematur dengan usia gestasi
kurang dari 37 minggu sebanyak 34 bayi yang dilakukan perawatan di
ruang perinatologi, NICU dan ruang rawat. Adapun bentuk intervensi yang
dilakukan adalah melakukan perubahan posisi mulai dari supine, prone,
side lying dan head title sebesar 30⁰. Posisi prone dilakukan selama 30
menit dengan masa pengamatan saturasi oksigen selama 10 menit. Hasil
penelitian ini juga sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusumaningrum (2009) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan signifikan antara posisi prone dengan saturasi oksigen (p value
0,0016). Penelitian ini juga sebanding dengan hasil yang didapat oleh
Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) dengan hasil penelitian yaitu ada
perbedaan yang signifikan antara saturasi oksigen dengan posisi prone
dengan nilai p 0,0085.

Hasil analisis yang lain adalah membandingkan frekuensi nadi dengan


penggunaan nesting dan posisi prone pada bayi prematur, hasil yang
didapatkan adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi
nadi dengan penggunaan nesting dan posisi prone, dengan nilai p value
sebesar 0,087 dan 0,236 (lebih besar dari alpha). Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) yang
mengatakan bahwa ada perbedaan signifikan antara frekuensi nadi dengan
posisi prone, dengan nilai p value yang didapatkan yaitu 0,0008. Maynard,
Bignall, dan Kotchen (2000) melakukan penelitian pada bayi prematur
tanpa alat bantu ventilator dengan lama tindakan prone selama 20 menit
dan hasil saturasi oksigen dapat diamati melalui pulse oxymetri sensor.
Hasil yang didapat yaitu adanya rerata frekuensi nadi yang lebih kecil
setelah bayi dilakukan posisi prone jika dibandingkan dengan posisi supine,
nilai rata-ratanya yaitu dari 161,94 kali/menit pada posisi prone menjadi

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

157,51 kali/menit pada posisi supine. Hasil penelitian ini agak berbeda
dengan penelitian Maynard, Bignall, dan Kitchen (2000) dengan hasil yang
didapatkan peneliti yaitu bahwa terdapat kenaikan frekuensi nadi pada
kelompok intervensi sesudah dilakukan nesting dan posisi prone yaitu
137,93 kali/menit menjadi 140,80 kali/menit. Hal ini mungkin disebabkan
karena pengukuran pada penelitian ini hanya 1 kali pengamatan di menit
ke-20 setelah tindakan, sementara nilai frekuensi nadi masih bisa fluktuasi.

Analisis lain yang dilakukan oleh peneliti adalah membandingkan nilai


saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Hasil yang didapatkan adalah p value sebesar 0,024
untuk saturasi oksigen, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara
saturasi oksigen dengan penggunaan nesting dan posisi prone pada
kelompok kontrol dan intervensi. Sedangkan p value untuk frekuensi nadi
yang dibandingkan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
adalah sebesar 0,236. Nilai ini lebih besar dari p value sehingga dapat di
jelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi nadi pada
kelompok yang menggunakan nesting dan posisi prone jika dibandingkan
dengan kelompok yang menggunakan nesting dan posisi prone.

6.1.3 Hubungan Antara Pengaruh Suhu Tubuh dengan Saturasi Oksigen

Pada penelitian ini suhu tubuh merupakan variabel confounding yang dapat
mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan analisis uji korelasi yang
dilakukan didapatkan bahwa hubungan antara suhu tubuh bayi dengan
saturasi oksigen bersifat negatif yang berarti bahwa kenaikan suhu tubuh
akan menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa kenaikan suhu akan menurunkan saturasi oksigen
(MacGregor, 2008). Pada bayi prematur kenaikan suhu tubuh tentunya akan
meningkatkan metabolisme dalam tubuh, dan akan berdampak terhadap
kebutuhan akan konsumsi oksigen yang semakin meningkat, maka nilai
fisiologis yang dapat diamati adalah menurunnya kadar saturasi oksigen.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

Dalam hasil analisis juga diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara suhu tubuh dengan saturasi oksigen, hal ini dimungkinkan
karena masih banyaknya faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi saturasi
oksigen seperti Hb, kadar bilirubin dan kadar oksigen dalam darah
(Brooker, 2005). Hasil yang menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara suhu dengan saturasi oksigen dapat disebabkan karena
masih banyak faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.

6.1.4 Hubungan Antara Pengaruh Suhu Tubuh dengan Frekuensi Nadi


Hasil analisis memperlihatkan bahwa pola hubungan antara suhu tubuh
dengan frekuensi nadi bersifat positif, hal ini berarti bahwa kenaikan suhu
tubuh akan meningkatkan frekuensi nadi. Hasil analisis ini seiring dengan
teori bahwa frekuensi nadi dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah
usia, jenis kelamin, aktivitas, status kesehatan/demam, status cairan, dan
obat-obatan (Merenstein & Gardner, 2002). Jumlah frekuensi nadi juga
dangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan situasi lain yang dapat
menyebabkan metabolisme tubuh meningkat seperti peningkatan suhu tubuh
dan kecemasan atau stress (MacGregor, 2008). Hubungan yang tidak
signifikan antara suhu tubuh dengan frekuensi nadi dalam penelitian ini
dapat disebabkan karena masih banyak faktor lain yang tidak ikut diteliti
sehingga faktor suhu tubuh saja tidak cukup kuat untuk melihat
hubungannya dengan frekuensi nadi.

6.2 Keterbatasan Penelitian


Adapun keterbatasan yang peneliti temukan dalam proses pengambilan data
adalah sebagai berikut :

1. Sampel tidak mencapai target yang di tentukan dalam penelitian, yaitu 17


bayi prematur, walaupun hasil perhitungan sampel membutuhkan 15 bayi
prematur saja, namun dalam proposal peneliti menambahkan 10% dari
perhitungan sampel sehingga menjadi 17 bayi. Dari hasil pengambilan
data yang dilakukan peneliti di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

selama 2 bulan, didapatkan hanya 15 bayi prematur yang sesuai dengan


kriteria penelitian.
2. Tempat penelitian untuk kelompok kontrol yang telah dicantumkan dalam
proposal adalah RS Rawa Lumbu, namun mengingat jumlah bayi
prematur yang dirawat sedikit pada tempat bersangkutan, maka peneliti
mencara beberapa alternatif rumah sakit yang mempunyai kriteria ruangan
yang hampir sama dengan RS Rawa Lumbu ataupun RSUD Kota Bekasi,
diantaranya adalah RS Hermina Grand Wisata dan RSD Kabupaten
Bekasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen diantaranya adalah
suhu tubuh, kadar Hb, kadar bilirubin, kadar oksigen dalam tubuh
(Brooker, 2005), namun dalam penelitian ini yang diteliti hanya suhu
tubuh bayi, karenanya berpengaruh terhadap hasil pengukuran bahwa tidak
ada perbedaan bermakna suhu tubuh terhadap saturasi oksigen.

6.3 Implikasi Penelitian


6.3.1 Implikasi Terhadap Praktek Keperawatan
Penelitian ini dapat memberikan cukup bukti bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara penggunaan nesting dan dilakukan posisi prone terhadap
saturasi oksigen pada bayi prematur. Hasil ini dapat menjadikan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan (yaitu penggunaan nesting dan posisi
prone) dapat dijadikan dasar dalam penyusunan SOP (Standar Operasional
Prosedur) yang baku di ruang perinatologi, sehingga dapat meningkatkan
saturasi oksigen ada bayi prematur. Peningkatan saturasi oksigen akan
memperbaiki kondisi fisiologis bayi sehingga akan mempercepat masa
rawat bayi. Selain itu, penggunaan oksigen akan menurun sehingga risiko
gangguan penglihatan pada bayi yaitu retinopathy of prematurity (ROP)
dapat dicegah dan biaya untuk penggunaan oksigen juga dapat ditekan.

Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa salah satu penerapan konsep
developmental care dapat dilakukan dengan cara memodifikasi lingkungan
dalam hal ini menggunakan nesting, karena nesting membuat bayi prematur

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

seolah-olah berada dalam lingkungan intrauterin yang membuat dirinya


menjadi lebih nyaman, karena pengaruh suhu, cahaya dan suara yang ada
dalam lingkungan intrauterine sangat kondusif bagi bayi. Kondisi nyaman
pada bayi akan membuat bayi lebih tenang sehingga nilai-nilai fisiologis
juga menjadi lebih baik.

6.3.2 Implikasi Terhadap Penelitian


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian yang akan datang
yang berhubungan dengan saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi
prematur dan tindakan pronasi ataupun penggunaan nesting untuk
diaplikasikan di pelayanan keperawatan sebagai intervensi yang berbasis
riset.
Penelitian ini juga dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih lanjut yang
berhubungan dengan saturasi oksigen dengan variable lainnya, seperti berat
badan.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dibahas tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian
yang dilakukan peneliti dan saran yang diberikan peneliti.

7.1 Simpulan
1. Mayoritas bayi laki-laki dengan rerata usia gestasi 32,3 minggu, dengan rerata
berat badan adalah 1853,33 kg, dan rerata suhu tubuh sebelum intervensi yaitu
36,55⁰C.
2. Nilai saturasi oksigen pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi
sifatnya setara, hal ini memudahkan dalam menentukan hipotesa yang
didapatkan karena perbedaan perlakukan antara kelonpok kontrol dan
intervensi sehingga dapat ditentukan pengaruh atau tidaknya intervensi yang
dilakukan pada kelompok intervensi.
3. Frekuensi nadi pada kelompok kontrol dan intervensi juga sifatnya setara yang
juga akan mempermudah penegakkan hipotesa jika dikaitkan dengan
intervensi yang dilakukan.
4. Terdapat perbedaan yang signifikan saturasi oksigen pada kelompok kontrol
dan kelompok intervensi dengan p value < alpha. Peneliti menyimpulkan
bahwa penggunaan nesting dan posisi prone efektif mempengaruhi saturasi
oksigen.
5. Penggunaan nesting dan posisi prone dalam penelitian ini tidak memberikan
perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi nadi terbukti dari hasil p value
yang didapatkan lebih besar dari alpha, baik pada kelompok intervensi
ataupun jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peneliti menyimpulkan
bahwa banyak faktor yang mempengaruhi frekuensi nadi, sehingga
penggunaan nesting dan prone kurang bermakna untuk mempengaruhi
frekuensi nadi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
6

6. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara perubahan suhu terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi
dan sifat hubungan sangat lemah atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan
karena kurangnya faktor confounding yang diteliti sehingga hasil yang
didapatkan bias.

7.2 Saran

1. Pelayanan keperawatan
Praktek keperawatan dapat dikembangkan berdasarkan hasil penelitian
yang telah ada, karenanya penerapan konsep developmental care pada
neonatus sangat mendukung perbaikan penerapan asuhan keperawatan
yang diberikan. Sosialisasi tentang konsep developmental care perlu
dilakukan di rumah sakit yang belum menerapkan konsep ini, agar
meningkatkan motovasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
yang berkualitas.

2. Pendidikan keperawatan
Pembekalan ilmu yang kuat pada masa pendidikan akan memberikan
pengaruh terhadap kualitas kinerja seseorang, karenanya pemberian
konsep-konsep terkini pada dunia keperawatan hendaknya dikembangkan.
Konsep developmental care pada perawatan neonatus hendaknya
dipaparkan lebih luas pada berbagai institusi pendidikan keperawatan agar
para lulusan dapat menerapkan konsep ini pada tatanan pelayanan
keperawatan.

3. Penelitian selanjutnya
a. Hendaknya jumlah responden lebih banyak dengan tehnik acak agar
generalisasi hasil lebih luas.
b. Pengamatan sebaiknya dilakukan secara berseri atau dalam kurun
waktu beberapa hari agar dapat diketahui fluktuasi nilai saturasi
oksigen dan frekuensi nadi lebih bervariasi.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7

c. Faktor confounding yang mempengaruhi saturasi oksigen yang dipilih


dalam penelitian ini sebaiknya mendekati konsep teori, yaitu kadar Hb,
kadar bilirubin ataupun kadar oksigen dalam darah agar tidak terdapat
hasil yang bias.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7

DAFTAR REFERENSI

Aylott, M. (2006). The neonatal energy triangle: Metabolic adaptation. Pediatric


Nursing, 18(6), 38-42.

Berman, A., Snyder, S., & Kozier, B. (2009). Praktik keperawatan klinis. (Eny
Meiliya, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti: trans). Jakarta: EGC.

Bhat, R. Y., Hannan, S., Pressler, R., Rafferty, G. F., Peacock, J. L., &
Greenough, A. (2006). Effect of prone and supine position on sleep, apneus,
and arousal in preterm infant. Pediatric Official Journal of The American
Academy of Pediatrics, 118(1),101-107. (diperoleh dari www.pediatric.org
pada tanggal 26 November 2010).

Bradford, N. (2000). Your premature baby: The first five years. London: Frances
Lincolin.

Bredemeyer, S., Reid, S., Polverino, J., & Wocadlo, C. (2008). Implementation
and evaluation of an individualized developmental care program in a
neonatal intensive care unit. Journal for Specialists in Pediatric Nursing,
13(4), 281-291.

Brooker, C. (2005). Ensiklopedi Keperawatan. (Andry Hartono, Brahm U. P,


Dwi Widiarti: trans). Jakarta: EGC.

Budiharto. (2006). Metodologi penelitian kesehatan dengan contoh bidang ilmu


kesehatan gigi. Jakarta: EGC.

Burn, N., & Grove, S.K. (2009). Understanding nursing research (2nd edition).
Philadelphia: W.B Saunders company.

Chang, Y., Anderson, G. C., & Lin, C. (2002). Effect of prone and supine
positions on sleep state and stress responses in mechanically ventilated
preterm during the first postnatal. Journal of Advanced Nursing, 40(2), 161-
169. (EBSCO diperoleh dari http://www.ui.ac.id pada tanggal 24 Februari
2011).

Cloherty, J.P., Eichenwald, E.C., & Star, A.R. (2008). Manual of neonatal care.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Corwin, M. (2008). Handbook of pathophysiology. Philadelphia: Lippinot


William & Wilkin.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7

Djojodibroto, D. (2007). Respirologi: Respirasi medicine. Jakarta: EGC.

Dahlan, S.M. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang


kedokteran dan kesehatan. Jakarta: CV.Sagung Seto.

Davis, L. D., & Stein, M.T. (2004). Parenting your premature baby: The
emotional journey. Colorado: Table Mountaine Drive.

Goldsmith, J., & Karotkin.,E., H, (2003). Assisted ventilation of the neonatal.


Philadelphia: Saunders Inc.

Hamid, A.A. (2008). Riset keperawatan: Konsep, etika, & instrumentasi. Jakarta:
EGC.

Hegner, B.R., & Cadwel, E. (2003). Asisten keperawatan suatu pendekatan proses
keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, A.A.A. (2007). Asuhan neonatus bayi dan balita: Buku praktikum
mahasiswa kebidanan. Jakarta: EGC.

Johnson, R., & Taylor, W. (2001). Praktik kebidanan. (Suharyati Samba: trans).
Jakarta: EGC.

Ledewig, S. (1998). Maternal newborn nursing care. London: Olds, Inc.

Kenner, C., & Mc.Grath, J.M. (2004). Developmental care of newborns & infants:
A guide for health professionals. St. Louis: Mosby Inc.

Kusumaningrum, A. (2009). Pengaruh posisi pronasi terhadap status oksigenasi


bayi yang menggunakan ventilasi mekanis di NICU RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Depok: Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

MacGregor, J. (2008). Introduction to the anatomy and physiology of children: A


guide for students of nursing, child care and health (2nd edition). New
York: Routledge.

May, K.A., & Mahimesh, L.R. (2004). Maternal & neonatal nursing family
centered care (3rd edition). Pennsylvania: JB Lippincot, Co.

Maynard, V., Bignall, S., & Kitchen, S. (2000). Effect of positioning on


respiratory synchrony in ventilated pre-term infants. Physiotherapy
Research International, 5(2), 96-110.

Merenstein, G.B., & Gardner, S.L. (2002). Handbook of neonatal intensive care.
Missouri: Mosby, Inc.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan: Pedoman skripsi, tesis dan instrument penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Perinasia. (2003). Perawatan bayi berat lahir rendah dengan metode kanguru.
Jakarta: Perinasia.

Picheansathian, W., Woragidpoonpol, P & Baosoung, C. (2009). Positioning of


preterm for optimal physiologi development: A Systemic Review. JBI
Library Of Systemic Review,7(7):224-259.

Polit, D.F., & Hungler, B.P. (1999). Nursing research: Principle and methods.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Priya, G. S.K., & Bijlani, J. (2005). Low cost positioning device for nesting
preterm and low birth weight neonates. Practical On Call Child Health
Care,5(3) (http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/conference. diperoleh
pada tanggal 15 Februari 2011)

Russel, C.D., Kriel, H., Joubert, G., & Goosen, Y. (2009). Prone positioning and
motor development in the first 6 weeks of life. South African Journal of
Occupational Therapy, 39(1) (EBSO diperoleh dari http://www.ui.ac.id pada
tanggal 24 Februari 2011).

SDKI (2007, http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index/php?option.com


diperoleh pada tanggal 25 Februari 2011).

Sherman, T.I., Greenspan, J.S., Touch, S., Clair, N.S & Shaffer, T. H. (2006).
Optimizing the neonatal thermal environment. Neonatal Network Journal,
7(4): 251- 269.

Stommel, M., & Wills, C.E. (2004). Clinical research: Concepts & principle for
advanced practiced nurses. Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins.

Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H.N. (2002). Perawatan bayi risiko
tinggi. Jakarta: EGC.

Tjipta, G. D., Azlin, E., Sianturi, P., & Lubis, B. M. (2008). Thermoregulasi pada
neonatus. Medan: Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik.

Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory. Missouri: Mosby, Inc.

Vergara, E., & Bigsby, M. (2004). Developmental and therapeutic intervention in


NICU. Minnesota: Paul H Brooker.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
7

Wijaya, A.M. (2009). Kondisi angka kematian neonatal (AKN), angka kematian
bayi (AKB), angka kematian balita (AKBAL), angka kematian ibu (AKI) dan
penyebabnya di Indonesia (2009), http://www.infodokterku.com diperoleh
pada tanggal 28 Februari 2011)

Wilawan, P., Patcharee, W., & Chavee, B. (2009). Poisitioning of preterm infants
for optimal physiological development: A systemic review. JBI Library of
Systemic Review, 7(7): 224-259 (EBSCO diperoleh dari http://www.ui.ac.id
pada tanggal 24 Februari 2011).

Wong , D.L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, L. M., & Schwartz, P.
(2009). Wong’s essentials of pediatric nursing (6th edition). Missouri:
Mosby Inc.

Universitas Indonesia
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Lampiran 1

LEMBAR INSTRUMEN PENGKAJIAN BAYI PREMATUR

(Saat awal pengambilan data)

No. Kode Jenis BBL B hu S asi rekuensi Tanda


responden kelamin (gr) ( ) %) ad tangan
(.. t)

Keterangan: BBL (berat badan lahir), BBS (berat badan sekarang)

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


Lampiran 2

LEMBAR INSTRUMEN OBSERVASI BAYI PREMATUR

(Setelah penggunaan nesting dan tindakan pronasi selama 20 menit)

Kode Responden:

Hari/tanggal Waktu Kode Suhu (º C) Sat. Frek. Tanda


responden O2 Nadi (… tangan
(%) x/mnt)

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


Lampiran

PEDOMAN PENGUKURAN PENELITIAN DI KELOMPOK


INTERVENSI

(RUANG PERINATOLOGI RSUD KOTA BEKASI)

1. Untuk pasien baru masuk


a) Lakukan pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi
dengan menggunakan pulse oximetry dengan tempat tidur tanpa
dialasi dengan nesting.
b) Setelah hasil saturasi oksigen dan frekuensi nadi didapatkan,
maka di catat pada lampiran 1 observasi.
c) Pasang kembali nesting dan letakkan bayi prematur tidur
dengan nesting sebagai penyanggahnya.
d) Biarkan bayi selama 30 menit untuk memberi kesempatan
touching time dan stabilisasi fisiologis bayi
e) Lakukan posisi prone dengan tehnik yang tepat
f) Catat waktu saat melakukan tindakan
g) Biarkan bayi dalam posisi prone selama 20 menit
h) Di akhir menit ke-20 maka lakukan pencatatan untuk saturasi
oksigen dan frekuensi nadi, masukkan hasil pada lampiran 2
i) Ganti posisi bayi menjadi posisi supine atau posisi lainnya

2. Untuk pasien lama


a) Untuk pasien yang sudah dirawat sebelumnya di ruang
perinatologi
b) Lepaskan nesting dari tempat tidur bayi dalam inkubator
selama 30 menit
c) Lakukan langkah-langkah seperti pada bayi baru masuk mulai
dari awal hingga akhir

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


Lampiran

PEDOMAN PENGUKURAN PENELITIAN DI KELOMPOK


KONTROL

(RUANG NICU RS RAWA LUMBU BEKASI)

1) Catat lampiran 1 sesuai dengan hasil pengkajian


2) Lakukan pengukuran saturasi oksigen dan frekuensi nadi dengan
menggunakan pulse oximetry setelah selesai touching time (kegiatan
rutin seperti mengukur suhu, mengganti diaper)
3) Setelah hasil saturasi oksigen dan frekuensi nadi didapatkan, maka di
catat pada lampiran 2 observasi.
4) Catat waktu saat melakukan tindakan

Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011


Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011
Efektivitas penggunaan..., Ratih Bayuningsih, FIK UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai