Anda di halaman 1dari 148

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI KEPERWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN GANGGUAN NEUROLOGI DENGAN KASUS STROKE
HEMORAGIK MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI
ROY DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR

ENY ERLINDA WIDYAASTUTI


1406522903

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH KEKHUSUSAN NEUROLOGI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI KEPERWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN GANGGUAN NEUROLOGI DENGAN KASUS STROKE
HEMORAGIK MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI
ROY DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners spesialis keperawatan medikal bedah.

ENY ERLINDA WIDYAASTUTI


1406522903

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH KEKHUSUSAN NEUROLOGI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
KATA PENGANTAR

Rasa syukur saya panjat kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan berkat
Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan judul analisis praktek
residensi keperwatan medikal bedah pada pasien gangguan neurologi dengan
kasus stroke hemoragik menggunakan pendekatan model adaptasi Roy di rumah
sakit Cipto Mangunkusumo.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak
dapat karya ilmiah akhir ini tidak dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini saya
ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu, anak dan suami yang telah memberikan dukungan terbesar pada saya
untuk dapat menyelesaikan pendidikan ini sampai tahap akhir.
2. Semua pasien yang pernah saya rawat di RSCM
3. Prof. Dr. Ratna Sitorus. S.Kp..M.App.Sc selaku supervisor utama yang telah
membimbing dan mengarahkan saya memiliki pandangan dan mental menjadi
seorang perawat spesialis.
4. I Made Kariasa, S.Kp., M.M., M.Kep selaku supervisor yang telah
membimbing dan mengarahkan saya untuk dapat berpikir kritis sebagai
perawat spesialis neurosains dari berbagai kasus neurologi yang pernah
ditemui.
5. Yunisar Gultom S.Kp.,MCIN selaku supervisor lapangan yang telah
memberikan bimbingan dalam pelaksanaan dan penerapan program evidenced
based nursing dan proyek inovasi.
6. Ibu Ns. Siti Aisah, S.Kep, Ns dan Ibu Erni, S.Kep, Ns beserta semua perawat
di ruangan neurologi lantai 5 zona A yang telah berupaya memberikan
dukungan dan bantuannya selama paraktik residensi.

iv

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


7. Semua teman kelompok residensi khususnya kelompok neurologi yang telah
melewati banyak hal selama praktik residensi sampai pada akhirnya dapat
menyelesaikan tahap karya ilmiah akhir
Saya menyadari sebagai penulis karya ilmiah akhir ini masih terlalu banyak
kekurangan namun demikian semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Depok, Juni 2017

Eny Erlinda Widyaastuti

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
NERS SPESIALIS KEPERWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Praktek Residensi Keperwatan Medikal Bedah Pada Pasien


Gangguan Neurologi Dengan Kasus Stroke Hemoragik Menggunakan
Pendekatan Model Adaptasi Roy Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta

Eny Erlinda Widyaastuti


Juni 2017

Abstrak

Program spesialis keperawatan medikal bedah khususnya neurologi dimaksudkan


untuk menjadikan seorang perawat spesialis neurosains yang berperan dalam
pemberi asuhan keperawatan lanjut, melakukan pembuktian ilmiah, dan agen
pembaharu. Asuhan keperwatan yang dilaksanakan pada kasus stroke hemoragik
dan 30 pasien dengan gangguan neurologis dengan pendekatan Model adaptasi
Roy (RAM). Perilaku maladaptif yang paling sering ditemui pada mode adaptasi
fisiologis adalah penurunan kapasitas adaptif intrakranial dan resiko perfusi
serebral tidak efektif. Evidence Based Nursing dilakukan dengan menerapkan
aromaterapi lavender pada 5 pasien neurologi dengan insomnia dengan hasil (p
value 0,002). Program inovasi menerapkan skrining National Institute Health
Stroke Scale (NIHSS), Berg Balance Scale (BBS), Three Inkontinence Question
(3 IQ), Frenchay Aphasia Screening Test (FAST), Insomnia Severity Index dan
Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS) untuk dapat menunjang pengkajian
khusus pada pasien neurologi. Skrining yang diaplikasikan dapat membantu
mengidentifikasi masalah keperawatan khususnya pada pasien neurologi.

Kata kunci: neurologis, Model adaptasi Roy, skrining

vii

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


SPECIALIST NURSE OF MEDICAL SURGICAL NURSING
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF INDONESIA

Analysis of Medical Surgical Nursing Residency on Neurological System


Disorders with Haemoragik Stroke Cases Using Roy Adaptation Model
Approach at Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta

Eny Erlinda Widyaastuti


Juni 2017

Abstract

Specialist nurse program of medical surgical nursing esspecially neuroscience


specialist nurse play role in nursing pactice as advanced nursing care providers,
conduct scientific evidence and innovator. Roy adaptation model approach was
used in the nursing care of haemoragik stroke and 30 patients of neurological
disorders cases. Decrease intranial adaptive capacity and risk of ineffective
cerebral tissue perfussion was the most often of nursing diagnosis enforced which
was caused maladaptive behavior in physiological mode. Evidence based nursing
was implemented by practice lavender aromatherapy for 5 neurologic disorders
patients with insomnia and the result p value 0,002. Innovation program
implemented of screening tools of the National Institute Health Stroke Scale
(NIHSS), Berg Balance Scale (BBS), Three Inkontinence Question (3 IQ),
Frenchay Aphasia Screening Test (FAST), Insomnia Severity Index dan Adult
Non Verbal Pain Scale (ANVPS) to support the neurological patients assesment.
Aplication of screening tools could help to identified nursing problems esspecially
to neurological patients

Keywords:
Neurological, Roy Adaptation Model, neurological screening tools

viii

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............ vi
ABSTRAK................................................................................................ vii
ABSTRACT.............................................................................................. viii
DAFTAR ISI............................................................................................. ix
DAFTAR SKEMA................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum............................................................................... 4
1.2.2 Tujuan Khusus.............................................................................. 4
1.3 Manfaat
1.3.1 Pelayanan Keperawatan................................................................ 4
1.3.2 Pengembangan Keilmuan Keperawatan........................................ 5
BAB 2 STUDI PUSTAKA
2.1 Stroke Hemoragik
a. Pengertian........................................................................................ 6
b. Faktor Resiko Stroke Hemoragik.................................................... 6
c. Patofisiologi..................................................................................... 7
d. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................. 8
e. Penatalaksanaan pada Pasien Stroke Hemoragik.............. 9
2.2 Teori Keperawatan Model Adaptasi Roy
a. Model Adaptasi Roy...................................................................... 12
b. Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy...................... 16
BAB 3 PROSES RESIDENSI
3.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik............ 20
3.2 Gambaran 30 Pasien dengan Gangguan Neurologis........................... 29
3.3 Evidenced Based Nursing: Aromaterapi Lavender Pada Pasien
Neurologi dengan Insomnia................................................................. 34
3.4 Proyek Inovasi: Format Pengkajian Pada Pasien Dengan Gangguan
Neurologi.............................................................................................. 43
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Penurunan Kesadaran akibat Stroke
Hemoragik Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi
Roy..................................................................................................... 48
4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy Pada Tiga Puluh Kasus
Pasien dengan Kasus Neurologi......................................................... 54

ix

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


4.3 Analisis Pencapaian Evidence Based Nursing (EBN): Pemberian
Aromaterapi Lavender Pada PasienNeurologi dengan Insomnia....... 56
4.4 Analisis Program Inovasi................................................................... 57
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................................. 63
5.2 Saran................................................................................................... 64
Daftar Pustaka
Lampiran

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 : Proses Keperwatan Menurut Konsep Model Adaptasi


Roy................................................................................. 14

xi

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Rincian Gambaran 30 Kasus Resume.......................... 29


Tabel 3.2 :Distribusi Resume Kasus Kelolaan Praktik Residensi
KMB Kekhususan Neurologi di RSUP dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta............................................ 32
Tabel 3.3 : Distribusi Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Kasus 33
Tabel 3.4 : Tabel Telaah Kritis Jurnal.......................................... 37

xii

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Evaluasi dan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama


Lampiran 2 Resume Pasien dengan Kasus Neurologis
Lampiran 3 Format Skrining Insomnia Severity Index
Lampiran 4 Format Skrining Three Inkontinence Question (3 IQ)
Lampiran 5 Format Skrining Frenchay Aphasia Screening Test (FAST)
Lampiran 6 Format Skrining Berg Balance Scale (BBS)
Lampiran 7 Format Skrining National Institute Health Stroke Scale (NIHSS)
Lampiran 8 Format Skrining Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS)
Lampiran 9 Protokol Pemberian Aromaterapi
Lampiran 10 Format Pengkajian Roy

xiii

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Peran perawat spesialis neurosains sebagai clinical case manager (CCM).
Sebagai clinical care manager, penulis melakukan asuhan keperawatan
lanjut pada kasus-kasus neurosains dengan menggunakan pendekatan
model keperawatan adaptasi Roy, melakukan pembuktian ilmiah tentang
intervensi keperawatan melalui evidence based nursing (EBN) dan
melakukan pembaharuan dalam praktik keperawatan melalui program
inovasi berupa aplikasi format skrining keperawatan untuk pasien
neurologi.

Asuhan keperawatan lanjut pada kasus neurosains selama praktik residensi


meliputi kasus stroke, meningitis, tumor, miastenia gravis, post
laminektomi HNP th. 10-11 pedicle screw, dan trauma kepala. Kasus
kelolaan utama yang dipilih untuk laporan akhir praktik residensi adalah
stroke hemoragik. Kasus ini dipilih karena berdasarkan data pasien stroke
pada periode Januari s.d Desember 2016 berjumlah 321 orang yang di
rawat di gedung A Lantai V. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
bahwa angka kejadian stroke 12,2 per 1000 penduduk. Selain itu,
perubahan pasien pasca stroke memerlukan perawatan khusus karena
gejala sisa stroke serta pencegahan stroke berulang menjadi fokus
perawatan jangka panjang pasien di rumah. Hal seperti ini menjadi salah
satu kompetensi ners spesialis neurosains.

Asuhan keperawatan pada kasus kelolan utama menggunakan pendekatan


model keperawatan adaptasi Roy (Roy’s Adaptation Model) yang berfokus
pada pasien kemampuan beradaptasi terhadap kondisi sakitnya. Alligood
& Tomay, (2010) menyebutkan bahwa perawat berperan sebagai agen
yang membantu pasien menghadapi stressor (sakit) untuk dapat berespon
secara adaptif mencapai derajat kesehatan optimal.

1 Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


2

Evidenced based nursing (EBN) yang dilakukan tentang intervensi


keperawatan aromaterapi lavender pada pasien neurologi dengan insomnia.
Pasien neurologi yang mengalami insomnia memerlukan penanganan
untuk mengatasi masalah insomnia. Hal ini dilakukan dengan dasar
pemahaman bahwa tidur sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dan
memiliki fungsi fisiologis dalam pemulihan pasien (restorasi) sehingga
diharapkan pemberian aromaterapi dapat menigkatkan kualitas tidur pasien
yang mengalami insomnia. Dengan demikian, tujuan pemberian
aromaterapi lavender adalah mendukung dan mengoptimalkan pemulihan
pasien neurologi. Fenomena ruangan neurologi gedung A lantai V belum
memiliki sstandar prosedur operasional keperawatan pasien dengan
masalah insomnia dan berdasarkan skrining yang telah dilakukan diketahui
ada enam orang pasien neurogi mengalami masalah insomnia. Oleh karena
itu, penulis melakukan pembuktian secara ilmiah tentang intervensi
keperawatan aromaterapi lavender pada pasien neurologi dengan insomnia.

Program inovasi yang dilakukan untuk ruangan neurologi adalah aplikasi


skrining khusus insomnia. Penggunaan skrining insomnia (insomnia
severity index) membantu perawat untuk mengidentifikasi masalah
gangguan tidur pada pasien nerologi khususnya insomnia. Dengan
mengidentifikasi masalah insomnia diharapkan dapat menjadi bagian dari
pengkajian komprehensif.

Penyakit neurologi meliputi gangguan yang menyerang sistem saraf pusat


dan perifer. Berbagai penyakit seperti penyakit serebrovaskular,
neurodegeratif (miastenia gravis, Guillain bare syndrom,
multiplesklerosis), neuro infeksi (meningitis, ensefalitis), nyeri kepala,
kejang dan epilepsi dan trauma (kepala dan medulaspinalis). Gangguan
neurologis yang terjadi dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian.

WHO (2016) mencatat bahwa lebih dari ratusan juta orang mengalami
gangguan neurologi di seluruh dunia. Kasus neurologi terbanyak adalah

Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


3

epilepsi yang diketahui berjumlah 50 juta diseluruh dunia dan penderita


demensia berjumlah 47,5 juta dengan 7,7 juta merupakan kasus baru setiap
tahun. Kasus stroke diketahui menjadi penyebab kematian sebanyak enam
juta dan 80% diantaranya berada di negara dengan pendapatan rendah dan
menengah. Penderita.

Data di atas memberikan gambaran kebutuhan perawatan pada pasien


dengan masalah neurologi. Rehabilitasi dan pemulihan pasien dengan
masalah neurologi memerlukan tenaga kesehatan khusus yang menangani
masalah neurologi. Selaras dengan itu, perkembangan dalam keperawatan
khususnya ners spesialis neurosains diperlukan untuk dapat memberikan
penanganan yang tepat dalam tim kesehatan terpadu sehingga dapat
mengoptimalkan upaya penyembuhan dan rehabilitasi pasien.

Ners spesialis neurosains melakukan manajemen pasien masalah neurologi


dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki pasien dan melibatkan
keluarga pasien. Hal ini menjadi bagian penting, Hickey (2014)
menyebutkan bahwa pemulihan dan rehabilitasi pasien neurologi dapat
berlangsung dalam jangka waktu lama. Selain itu, kemampuan ners
spesialis neurosains dalam memprediksi kondisi perbaikan dan perburukan
yang dapat terjadi pada pasien dengan mempertimbangkan riwayat
penyakit penyerta dan kondisi pasien saat ini. Dengan demikian perawat
neurosains tidak hanya mampu memonitoring kondisi pasien dalam tim
kerja, namun juga mengoptimalkan upaya yang dapat dilakukan untuk
mendukung pemulihan dengan mencegah faktor resiko pasien.

Penyusunan karya ilmiah menjadi syarat dalam penyelesaian pendidikan


perawat spesialis. Karya ilmiah ini menjadi gambaran pelaksanaan praktik
perawat spesialis selama satu tahun dalam asuhan keperawatan lanjut
dengan menggunakan model keperawatan adaptasi Roy. Selain itu,
penyusunan karya ilmiah ini dapat menggambarkan peran perawat
spesialis neurosains.

Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


4

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis pelaksanaan dan pengalaman sebagai clinical care manager
dalam melakukan asuhan keperawatan lanjut dengan pendekatan adaptasi
Roy dan ners spesialis neurosains selama praktik residensi keperawatan
medikal bedah peminatan neurologi di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisis asuhan keperawatan lanjut dengan pendekatan adaptasi
Roy pada kasus stroke hemoragik dengan penurunan kesadaran dari
sudut pandang ners spesialis neurosains
b. Menganalisis penerapan praktik keperawatan berdasarkan bukti ilmiah
(evidence based nursing) pemberian romaterapi lavender pada pasien
neurologi dengan masalah insomnia.
c. Menganalisis program inovasi aplikasi skrining insomnia (insomnia
severity index) pada pasien neurologi di ruangan neurologi gedung A
lantai V.

1.3 Manfaat
1.3.1 Pelayanan Keperawatan
a. Memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
menggunakan pendekatan model adaptasi Roy pada pasien neurologi
b. Memberikan masukan pelayanan keperawatan dengan pemberian
aromaterapi lavender utuk membantu mengaasi maslah insomnia pada
pasien neurologi
c. Memberikan informasi skrining khusus untuk mengkaji keluhan
insomnia pada pasien

1.3.2 Pengembangan Ilmu Keperawatan


a. Pengembangan dan penerapan asuhan keperawatan dengan pendekatan
model adaptasi Roy dengan berbagai kasus neurologi seperti
serebrovaskular, neuro infeksi, neurodegeneratif dan sebagainya.

Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


5

b. Karya ilmiah ini menjadi gambaran peran perawat spesialis neurosains


sebagai praktisi klinis dalam ruang lingkup clinical care manager
dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
c. Pengembangan praktik mandiri keperawatan pemberian aromaterapi
dalam asuhan keperawatan untuk mengatasi maslah keperawatan
seperti gangguan tidur insomnia.

Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


BAB 2
STUDI PUSTAKA

2.1 Stroke Hemoragik (Perdarahan)


a. Pengertian
Stroke hemoragik merupakan kerusakan atau penurunan fungsi neurologis akibat
rupturnya pembuluh darah di jaringan otak, ventrikel, atau ruang subaraknoid
(Brunner & Suddarth’s: 2010). Istilah lain yang digunakan yaitu perdarahan
intraserebral (intracerebral hemoragic/ ICH) atau parenkim. Hickey (2014)
menjelaskan istilah perdarahan intraserebral menggambarkan perdarahan
spontan non traumatik yang langsung masuk kedalam otak sedangkan
perdarahan parenkim menggambarkan rupturnya pembuluh darah arteri kecil
dalam otak.

b. Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Penyebab primer perdarahan intraserebral (80%) diakibatkan oleh hipertensi,
angiopati amiloid sedangkan penyebab sekunder (20%) diakibatkan oleh
malformasi vaskular, trauma, tumor, dan gangguan pembekuan darah.
Baehr & Frotscher (2016) menyebutkan bahwa peningkatan tekanan darah
patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil, menyebabkan
mikroaneurisma (aneurisma charcot) yang dapat ruptur spontan. Lokasi
predileksi untuk perdarahan intraserebral hipertensif adalah ganglia basalia,
talamus, nukleus serebeli, dan pons sedangkan area yang jarang adalah
substansia alba serebri.
Faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan perdarahan intraserebral
atau stroke hemoragik digolongkan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan
tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi meliputi
hipertensi, konsumsi alkohol, merokok dan kadar kolesterol. Faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, ras dan jenis kelamin. Ras Jepang, Afrika
Amerika dan Latin diketahui beresiko tinggi mengalami stroke hemoragik/ ICH.

6 Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


7

Jenis kelamin laki-laki dan semakin bertambah usia memiliki resiko lebih tinggi
mengalami stroke.
c. Patofisiologi
Pecahnya pembuluh darah otak dapat diawali dengan rupturnya aneurisma yang
dipicu oleh peningkatan tekanan darah sehungga menyebabkan masuknya
sejumlah darah ke jaringan otak. Hal ini mengakibatkan penekanan jaringan otak
pada area sekitar perdarahan. Peningkatan tekanan darah yang berkelanjutan
berbanding lurus terhadap jumlah perdarahan dan penekanan jaringan otak
sekitar area perdarahan. Kondisi ini diikuti dengan perburukan yang dipicu
dengan proses metabolik multiple yang mengakibatkan edema serebral,
kerusakan oksidatif, dan iskemik beberapa hari sampai minggu pasca
perdarahan.

Baehr & Frotscher (2016) menyeutkan bahwa perdarahan intra serebral


menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial terjadi dengan cepat akibat efek
massa hematoma. Selain itu, respon sekunder pasca perdarahan berupa aktivasi
hemoprotein, sistem pletelet dan leukosit. Makrofag dan mikroglia mulai
fagositosis perdarahan dalam waktu 48 jam setelah terjadinya perdarahan
(Hickey, 2014). Kondisi ini akan memperberat edema serebral dan akibat lanjut
yang paling dikhawatirkan adalah peningkatan tekanan intrakranial.

Lokasi perdarahan seperti putamen dan talamus berdampak langsung pada


hidrosepalus komunikan yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini dikarenakan perdarahan pada area putamen akan
menyebabkan distorsi ke arah foramen monro yang menyebabkan dilatasi
ventrikel kotralateral sedangkan perdarahan pada talamus mengakibatkan
kompresi ventrikel ketiga. Ruptur intraventrikuler perdarahan intraserebral dapat
menyebabkan hidrosefalus melalui obstruksi aliran ventrikuler dengan bekuan
darah atau dengan gangguan resorbsi LCS dari granulasiones arakhnoidea
sehingga pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakarnial.
Perdarahan intraparenkim di bawah tentorium meningkatkan tekanan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
8

intrakranial secara cepat, menyebabkan herniasi isi fosa posterior baik ke arah
atas melalui insisura tentori atau ke arah bawah melalui foramen magnum. Oleh
karena itu, Baehr & Frotscher (2016) menyebutkan perdarahan intraparenkimal
di batang otak atau serebelum memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan
dengan perdarahan berukuran sama di area hemisfer serebri.

Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan suatu siklus perburukan yang


meningkatkan resiko kematian yaitu penurunan sirkulasi darah ke otak,
peningkatan iskemik jaringan otak, edema serebri dan herniasi jaringan otak.
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan kompresi pada area ventrikel
yang akan berdampak pada aliran cairan serebrospinal dan akan menambah berat
terhadap peningkatan tekanan intrakranial.

Dengan demikian dapat disimpulkan melalui patofisiologi stroke hemoragik


pasca 24-48 jam, pasien berisiko terjadinya perburukan kondisi klinis akibat
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Tanda awal peningkatan tekanan
intrakranial berupa keluhan nyeri kepala, edema pupil dan muntah proyektil.
Tanda lanjut peningkatan tekanan intrakranial berupa penurunan berbagai fungsi
neurologis seperti status kesadaran koma, respon cushing atau tanda cushing,
deserebrasi, perubahan ukuran pupil (perbedaan ukuran pupil s.d pinpoin)
menunjukkan adanya herniasi infratentorial (serebellum, batang otak,
vaskularisasi area sekitar).

d. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien yang diduga
mengalami stroke hemoragik adalah
1. CT (computed tomography) scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan utama untuk membedakan stroke
iskemik dan hemoragik khususnya ct scan non kontras. Selain itu dapat
mengidentifikasi komplikasi stroke seperti edema serebral dan hidrosefalus.
2. Magnetic Resonan Imaging (MRI)

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
9

Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi penyebab dan waktu


perdarahan. Selain itu menunjukkan adanya perdarahan mikro multiple
misalnya pada angiopati amiloid serebral.

3. Computed tomography angiography (CTA)


Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi aneurisma kecil atau
vaskulitis namun tidak diperlukan pada kasus murni stroke hemoragik.
4. Magnetig resonance angiography (MRA)
Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi aneurisma kecil atau
vaskulitis namun tidak diperlukan pada kasus murni stroke hemoragik
hipertensi.
5. Pemeriksaan hematologi meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit dan
gula darah
6. Pemeriksaan faktor beku darah meliputi platelet, protrombin time, partial
trhomboplastin time, dan international normalized ratio (INR).

e. Penatalaksanaan pada Pasien Stroke Hemoragik


American Heart Association (AHA, 2015) menetapkan sepuluh standar
penanganan pasien stroke hemoragik yang meliputi
1. Pengkajian dan diagnosis kegawatdaruratan
2. Upaya homeostasis dan agen koagulapati, antiplatelet, profilaksis deep
venous trombosis
3. Manajemen tekanan darah
4. Monitoring kondisi umum dan perawatan intensif melalui asuhan
keperawatan di ruangan intensif care unit.
5. Manajemen glukosa darah
6. Pemberian obat-obatan anti kejang
7. Manajemen komplikasi medis
8. Penanganan bedah/ evakuasi perdarahan
9. Upaya pencegahan perdarahan berulang
10. Rehabilitasi dan pemulihan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
10

Kondisi ketidakstabilan fisiologis dan resiko tinggi komplikasi pasien pasca


stroke hemoragik menjadi alasan penempatan pasien di ruang ICU setelah
beberapa jam serangan terjadi sampai pasien melewati masa kritisnya. Hickey,
2014 menyebutkan perawatan pasien pasca stroke hemoragik meliputi
monitoring klinis pasien, penatalaksanaan terhadap peningkatan tekanan
intrakranial, tekanan perfusi serebral dan tekanan darah, pencegahan dampak
imobilisasi, mobilisasi dini, koordinasi dan transisi perawatan dan discharge
planning.

Protokol penatalaksanaan terhadap implementasi beberapa protokol seperti


peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah, hemodinamik, koagulapati,
mekanisme ventilasi, demam, glukosa darah dan pencegahan tromboemboli
vena (Hickey, 2014). Beberapa penatalaksanaan terkait peningkatan tekanan
intrakranial adalah posisi kepala elevasi 300 , pemberian manitol, blokade
neuromuskular, sampai ventrikulostomi. Protokol penatalaksanaan tekanan
darah dilakukan untuk menyediakan aliran dan suplai darah ke otak. Kontrol
nilai sistolik dibawah 200 mmHg dan penilaian kondisi klinis menjadi indikasi
fungsi adekuasi suplai darah ke otak. CPP yang didapat dengan
mempertahankan nilai sistol dan diastol dalam rentang kontrol. Selain
monitoring hemodinamik terkait fungsi serebral, penilaian terhadap fungsi
kardiak perlu diperhatikan. Hal ini dikaitkan dengan resiko aktivasi simpatif
saraf otonom pada pasien pasca stroke hemoragik fase akut berdampak pada
terjadinya disritmia dan iskemik/ infark miokardiak. Oleh karena itu, monitoring
hemodinamik kardiak membantu menyediakan data fungsi jantung.

Pasien stroke hemoragik protokol pemberian obat-obatan platelet ditujukan


untuk pencegahan perdarahan sehingga monitoring terhadap pemeriksaan INR
dan protrombin time. Pemberian platelet dan koagulan beresiko berupa
pembentukan bekuan dan sumbatan sehingga perlu mendapatkan monitoring

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
11

ketat dan jangka waktu tertentu. Perawat dituntut dapat memperhatikan


pemeriksaan lab terkait pembekuan darah.

Tidak semua pasien stroke hemoragik diindikasikan mendapatkan ventilasi


mekanik. Adanya penyulit seperti gagal nafas dan berisiko terhadap edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial menjadi pertimbangan terhadap
ventilasi mekanik. Hal yang perlu diperhatikan perawat adalah perawatan
pasien dengan atau tanpa ventilasi mekanik untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial misalnya memperhatikan kebutuhan dan
pembatasan terhadap suction.

Pencegahan demam perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan peningkatan


proses metabolik termasuk otak. Demam memicu peningkatan kebutuhan
oksigen otak dan dapat memperburuk fungsi seluler sehingga perlu
mempertahankan normotermia (Hickey, 2014). Selain itu, pengontrolan dan
mempertahankan normoglikemia ditujukan untuk mengotimalkan asupan
glukosa seluler (AHA, 2015) . Pada kondisi hipoglikemi atau hiperglikemia
dikhawatirkan akan meningkatkan mortalitas pasien stroke hemoragik.

Pencegahan dampak imobilisasi pasien stroke perlu dilakukan untuk


mengotimalkan bersihan jalan nafas, mencegah resiko aspirasi dan kerusakan
integritas kulit (pressure ulcer/ ulkus dekubitus) (Hickey, 2014). Ukus dekubitus
disebabkan oleh tekanan, perlukaan, gesekan atau kombinasi ketiganya (Rasyid
& Misbach, 2015). Pada akhirnya mengotimalkan kondisi pasien stroke
hemoragik terutama dengan penurunan kesadaran dapat dicapai. Pemahaman
perawat terhadap dampak imobilisasi akan membantu perawat dalam
merencanakan intervensi yang perlu dilakukan seperti mobilisasi berkala dengan
merubah posisi setiap 2 jam, meminimalkan penekanan pada area tubuh yang
mengalami parese, fisioterapi dada, mobilisasi pasif dan melakukan perawatan
kulit pasien yang mengalami penekanan. Hal yang perlu diperhatikan perawat

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
12

dalam mobilisasi adalah pencegahan terhadap valsava manuver yang dapat


memicu penigkatan tekanan intrakranial.

2.2 Teori Keperawatan Model Adaptasi Roy


2.2.1 Model Adaptasi Roy
Model konseptual keperawatan yang diperkenalkan oleh Roy dikenal sebagai
model adaptasi Roy. Model konsep adaptasi Roy memberikan sebuah kerangka
berpikir bagi perawat dalam memandang manusia, kesehatan, lingkungan dan
keperawatan sehingga pada akhirnya mempengaruhi dalam proses asuhan
keperawatan. Tomey & Alligood, 2014 menyebutkan model keperawatan ini
memandang bahwa manusia sebagai sistem adaptif yang secara konstan
berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan merupakan
sumber berbagai stimulus yang dapat mengancam atau meningkatkan keutuhan
seseorang. Keperawatan dipandang sebagai profesi tenaga kesehatan yang
berfokus pada proses dan pola kehidupan manusia dan berlandaskan upaya
peningkatan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan sosial secara utuh.
Kesehatan merupakan status dan proses, terintegrasi dan seorang yang utuh.

Seseorang berperan mempertahankan integritas. Integritas merupakan derajat


keutuhan yang diperoleh dengan beradaptasi terhadap perubahan sesuai
kebutuhan (Roy & Andrew, 1999 dalam Tomey & Alligood, 2014). Manusia
tidak berespon secara pasif terhadap stimulus lingkungan dan derajat adaptasi
dipengaruhi oleh mekanisme koping dan proses kontrol seseorang.

Mekanisme koping merupakan proses penterjemahan stimulus yang masuk


dengan melalui dua buah subsistem yaitu kognator dan regulator. Kognator
merupakan mekanisme koping individu melalui proses pikir individu
(psikososial) sedangkan regulator adalah proses mekanisme koping individu
melalui proses fisiologi tubuh (biologi). Hasil dari proses adaptasi akan
menghasilkan respon adaptif maupun maladaptif (Alligood & Tomey, 2006;
Alligood, 2014; Roy & Andrews, 2009).

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
13

Proses keperawatan yang digambarkan Roy bersifat berkelanjutan dan terdiri


dari pengkajian, diagnosa keperawatan, tujuan, intervensi, dan evaluasi. Berikut
skema yang menggambarkan proses keperwatan menurut konsep model adaptasi
Roy.

Skema 2.1
Proses Keperwatan Menurut Konsep Model Adaptasi Roy (Roy, 2009)

Tahapan proses keperawatan menurut model adaptasi Roy dijabarkan sebagai berikut:
(Parker & Smith, 2010):
1. Pengkajian
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku yang dilakukan meliputi pengkajian empat mode adaptif
yaitu:
 Mode fisiologis yaitu pemeriksaan oksigenasi, nutrisi, eliminasi,
aktivitas dan istirahat, proteksi, pengindraan, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologis, fungsi endokrin.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
14

 Mode adaptasi konsep diri


Mode ini meliputi karakteristik psikologis dan spiritual seseorang.
Konsep diri merupakan bentuk dari persepsi internal dan lainnya.
Konsep diri terdiri dari Physical Self didalamnya terdapat Body
Sensation dan Body Image, dan Personal Self didalamnya terdapat Self
Consistency, Self Ideal, dan moral-ethic-spiritual. Body Sensasion yaitu
bagaimana seseorang merasakan keadaan fisik dirinya sendiri. Body
Image yaitu bagaimana seseorang memandang fisiknya sendiri. Self
Consistency yaitu bagaimana upaya seseorang untuk memelihara dirinya
sendiri dan menghindari dari ketidak seimbangan. Self Ideal
hubungannya dengan apa yang harus dilakukan dan moral-ethic-spiritual
yaitu keyakinan seseorang dan evaluasi diri (Roy, 2009;Tomey
&Aligood, 2010)
 Mode adaptasi interdependen
Mode adaptasi interdependen berfokus pada hubungan seseorang dengan
orang lain. Hubungan interpendensi didalamnya mempunyai keinginan
dan kemampuan memberi dan menerima semua aspek seperti cinta,
hormat, nilai, rasa memiliki, waktu dan bakat (Roy, 2009; Tomey
&Aligood, 2010).
 Mode adatasi fungsi peran
Mode adaptasi interdependen merupakan satu atau dua mode sosial dan
fokus terhadap peran seseorang dalam masyarakat. Peran dibagi menjadi
peran pprimer, sekunder dan tersier. Peran primer yaitu peran yang
ditentukan oleh jenis kelamin, usia dan tahapan tumbuh kembang. Peran
sekunder yaitu peran yang harus diselesikan oleh tugas peran primer.
Peran tersier merupakan cara individu menemukan harapan dari peran
mereka (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus meliputi pengkajian fokal, kontekstual dan residual.
Pengkajian stimulus fokal yaitu pengkajian terhadap penyebab langsung dari
perilaku yang ditimbulkan pasien. Pengkajian kontekstual yaitu pengkajian

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
15

terhadap faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap perilaku yang disebabkan


oleh stimulus fokal. Pengkajian stimulus residual yaitu pengkajian terhadap efek
lanjut dari stimulus fokal dan kontekstual yang secara lansung tidak dapat
divalidasi.
2. Diagnosis Keperawatan
Penegakan diagnosa keperawatan dapat diidentifikasi dari pengkajian perilaku
dan stimulus. Oleh karena itu model adaptasi Roy memiliki keterkaitan antara
pengkajian perilaku dan stimulus terhadap diagnosa keperawatan.
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum berdasarkan konsep adaptasi Roy adalah untuk mempertahankan
dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengubah perilaku yang tidak efektif
menjadi perliaku yang adaptif. Oleh karena itu, fokus dari tujuan adalah
perubahan perilaku pasien yang dapat di ukur.
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan model adaptasi Roy difokuskan pada
stimulus dan proses koping sehingga dapat meningkatkan kemampuan pasien
beradaptasi. Intervensi diarahkan untuk memanajemen stimulus yang
mempengaruhi langsung perilaku pasien. Roy (2009) menyebutkan manemen
stimulus untuk mengubah perilaku dapat dilakukan adalah dengan mengubah,
meningkatkan, menurunkan, menghilangkan atau mempertahankan stimulus.
Dengan mengubah stimulus diharapakan merubah proses koping untuk berespon
secara positif.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan adalah penilaian terhadap perilaku pasien yang dikaji
melalui observasi, intuisi, pengukuran, dan wawancara. Pada tahap ini perawat
dapat menilai derajat adaptasi pasien. Roy mengelompokkan derajat adaptasi
menjadi tiga yaitu terintegrasi, kompensasi dan kompromi (roy & Andrew, 1999
dalam Alligood, 2014).

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
16

2.2.2 Proses Keperawatan Pasien Stroke Hemoragik Menurut Adaptasi Roy


Konsep model adaptasi Roy berfokus pada adaptasi manusia. Manusia
digambarkan sebagai suatu sistem secara terus menerus berinteraksi dengan
stimulus lingkungan. Interaksi manusia melalui berespon terhadap stimulus
lingkungan dengan cara efektif atau tidak efektif. Peran perawat sebagai tenaga
kesehatan profesional adalah membantu orang untuk berespon efektif terhadap
stimulus lingkungan untuk mencapai tujuan adaptasi. Perawat membantu orang
(pasien) melalui proses keperawatan.
Tahapan proses keperawatan menurut model adaptasi Roy dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pengkajian
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku yang dilakukan meliputi pengkajian empat mode adaptif
yaitu:
 Mode fisiologis yaitu pemeriksaan oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas
dan istirahat, proteksi, pengindraan, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis,
fungsi endokrin. Pemeriksaan ini dapat meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, status mental, fungsi saraf kranial (termasuk reaksi dan ukuran
pupil serta posisi dan fokus mata), fungsi motorik, sensorik dan serebelar
dengan interval frekuensi tertentu. Hal ini dilakukan untuk dapat menilai
perubahan kondisi pasien. Selain itu NIHSS menjadi penilaian penting
terhadap dampak fungsi neurologis dari stroke. Perawatan pasien di ruang
ICU memungkinkan adanya penilaian dan monitoring intensif terhadap
hemodinamik dan tekanan intrakranial.
 Mode peran yaitu pemeriksaan terhadap proses transisi peran, perilaku peran,
integrasi peran, pola penguasaan peran, proses koping.
 Mode konsep diri yaitu pengkajian mengenai physical self dan personal self.
 Mode Interdependensi yaitu pengkajian yang meliputi; pola memberi dan
menerima, afeksi, pola kesendirian, strategi koping perpisahan dan
kesendirian.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
17

b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus meliputi pengkajian fokal, kontekstual dan residual.
Pengkajian stimulus dilakukan pada semua aspek mode dalam konsep
adapatasi Roy seperti mode fisiologis, mode peran, mode konsep diri dan
interdependensi.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan North American Nursing Diagnosis Association (NANDA),
beberapa diagnosa keperawatan diantaranya yang muncul pada pasien
stroke hemoragik adalah
a. Penurunan kapasitas adaptif tekanan intrakranial
b. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral
c. Hambatan mobilitas fisik
d. Hambatan komunikasi verbal
e. Kerusakan integritas kulit
3. Tujuan keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang muncul di atas maka tujuan keperawatan menurut
nursing outcomes classification (NOC) adalah sebagai berikut:
a. Setelah dilakukan perawatan, didapatkan adanya perbaikan status neurologis
kesadaran
b. Setelah dilakukan perawatan, didapatkan adanya perbaikan perfusi serebral
c. Setelah dilakukan perawatan, didapatkan adanya adaptasi disabilitas/
perubahan fisik
d. Setelah dilakukan perawatan, didapatkan adanya komunikasi
ekspresif/reseptif
e. Setelah dilakukan perawatan, didapatkan perbaikan integritas kulit
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan model adaptasi Roy difokuskan pada
stimulus dan proses koping sehingga dapat meningkatkan kemampuan pasien
beradaptasi. Intervensi diarahkan untuk memanajemen stimulus yang
mempengaruhi langsung perilaku pasien. Roy (2009) menyebutkan manemen
stimulus untuk mengubah perilaku dapat dilakukan adalah dengan mengubah,

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
18

meningkatkan, menurunkan, menghilangkan atau mempertahankan stimulus.


Dengan mengubah stimulus diharapakan merubah proses koping untuk berespon
secara positif.
Intervensi keperawatan menurut nursing interventions classification (NIC),
berdasarkan diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Penurunan kapasitas adaptif tekanan intrakranial
 Manajemen edema serebral meliputi monitoring intake output cairan,
manajemen agen rheologik (mannitol)
 Monitoring tekanan intrakranial (TIK) meliputi monitoring terhadap
gejala trias TIK seperti muntah proyektil, pusing, penurunan
kesadaran
 Monitoring status neurologis meliputi tingkat kesadaran, status saraf
kranial, ukuran pupil serta posisi dan fokus mata), fungsi motorik,
sensorik dan serebelar.
b. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral
 Promosi perfusi serebral meliputi pertahankan tekanan perfusi
serebral (cerebral perfustion pressure) dengan monitoring terhadap
tekanan darah dan mean tekanan darah arteri (mean arterial
pressure), manajemen cairan, manajemen elektrolit.
 Posisi neurologis meliputi pengaturan posisi head up 10-300,
pencegahan tirah baring posisi fleksi pada area leher.
c. Hambatan mobilitas fisik
 Terapi ambulasi meliputi
 Terapi latihan gerak pasif/aktif / Range of Motion (ROM)
 Promosi mekanik tubuh (body mecanic promotion)
 Terapi latihan keseimbangan
d. Hambatan komunikasi verbal
 Peningkatan komunikasi bicara, meliputi terapi bicara, teknik
komunikasi efektif (menggunakan bahasa simbolis/ alat bantu tulis)

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
19

 Peningkatan komunikasi pendengaran, manajemen/ modifikasi


lingkungan, teknik komunikasi efektif (pendengar aktif)
e. Kerusakan integritas kulit
 Perawatan luka
 Manajemen tekanan (pressure) meliputi pengaturan upaya
meminimalkan penekanan pada salah satu sisi tubuh
 Pengaturan posisi (positioning) meliputi pengaturan posisi tubuh
secara berkala.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dilakukan merujuk pada tujuan asuhan keperawatan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan diagnosis keperawatan yang muncul diatas
maka evaluasi dilakukan meliputi:
a. Perbaikan status neurologis kesadaran ditandai dengan status neurologis:
sadar penuh
b. Perbaikan perfusi serebral ditandai dengan
c. Adaptasi disabilitas/ perubahan fisik ditandai dengan mobilisasi pasif/ aktif
bertahap secara berkala, mobilisasi bertahap dibantu/mandiri
d. Komunikasi ekspresif/reseptif ditandai dengan komunikasi aktif/ pasif sesuai
kemampuan
e. Perbaikan integritas kulit ditandai dengan perbaikan jaringan luka, perfusi
luka baik, tidak ditemukan tanda gejala infeksi.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
BAB 3
PROSES RESIDENSI

3.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik


Kasus kelolaan yang dibahas adalah stroke hemoragik hari ketiga dengan
penurunan kesadaran dan pnemonia dengan menggunakan pendekatan model
keperawatan adaptasi Roy. Tahapan asuhan keperawatan dengan pendekatan
model adaptasi Roy meliputi pengkajian pengkajian perilaku timulus dan
perliku, penegakan diagnosa, menetapkan tujuan, intervensi dan evaluasi.
3.1.1 Identitas Pasien
Tn D, 65 tahun, tamat perguruan tinggi, pensiunan, status menikah
memiliki tiga orang anak, beragama Islam, tanggal masuk rumah sakit 9
Desember 2016 dan dikaji tanggal 12 Desember 2016. Pasien masuk
melalui IGD RSCM karena stroke hemoragik kemudian dirawat di
ruang neurologi lantai V zona A kamar 520F.
3.1.2 Pengkajian Perilaku dan Stimulus
a. Mode Adaptasi Fisiologis
1) Oksigenasi
Pengkajian Perilaku
Istri pasien menjelaskan bahwa pasien diketahui mengalami
pembengkakan jantung sejak 1,5 tahun yang lalu. Frekuensi
pernafasan 28x/menit cepat dan dangkal, tidak tampak sianosis dan
penggunaan otot bantu, bunyi auskultasi ronchi di kedua lapang paru,
pasien tampak batuk sesekali dengan produksi sputum banyak dan kental.
TD: 150/95mmHg Nadi: 98x/menit,, CRT < 2 detik, akral teraba
hangat, bunyi jantung murni s1 dan s2 regular, tidak ditemukan bunyi
tambahan patologi. Analisis gas darah; PH:7, 38, PaO2: 98, PaCO2:
53, HCO3:36, SaO2: 99 BE: 4,Total CO2: 38
Hasil lab rutin darah: Hb: 15,2 g/dl, Trombosit: 283.000/ul
Hematokrit : 48,1 %
Radiologi: tampak adanya inlfiltrat di area lapang paru

20
Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
21

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : peningkatan dan akumulasi produksi sputum, ronchi
di kedua lapang paru
Stimulus kontekstual: invasi kuman, imobilisasi
Stimulus residual: penurunan daya tahan tubuh.
2) Nutrisi
Pengkajian Perilaku
Pasien terpasang NGT, mendapat jenis blenderized diet DM 1500
kkal, mukosa mulut lembab, jumlah gigi 23 tampak bersih, tidak tampak
adanya lesi, warna lidah merah muda dan tampak bersih. BB pasien 78
Kg dan TB 173 cm.
Laboratorium:
Hb: 15,2 g/dl, Albumin: 4,8 g/dl
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : Terpasang NGT
Stimulus kontekstual : Penurunan kesadaran
Stimulus residual : tidak ditemukan
3) Eliminasi
Pengkajian Perilaku
Pasien terpasang polykateter urin dengan warna tampak jernih,
jumlah urin 1700ml/24 jam, BAB 1x/hari dengan konsistensi lunak
kuning kecoklatan. Saat palpasi tidak ditemukan adanya distensi
bladder, bising usus 12x/menit.
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : tidak ditemukan
Stimulus kontekstual : tidak ditemukan
Stimulus residual : tidak ditemukan
4) Aktivitas dan Istirahat
Pengkajian perilaku
Semua pemenuhan kebutuhan pasien dibantu. Status fungsional
Barthel Index (3) kategori ketergantungan berat. Kekuatan otot
tidak dapat dikaji. Tonus otot normal. Tampak kelemahan sisi
kanan tubuh.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
22

Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : kerusakan mobilisasi, penurunan kesadaran
Stimulus kontekstual : penurunan kesadaran, hemiparesis kanan
Stimulus residual : tidak ditemukan
5) Proteksi
Pengkajian perilaku
Tidak ditemukan adanya luka dekubitus dengan skala braden 10
yang menandakan pasien berisiko tinggi, tidak ada riwayat alergi,
0
turgor kulit pasien lembab. Kulit teraba hangat, suhu 38,4 C.
Laboratorium: leukosit 12000 , Prokalsitonin: 0,5
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : peningkatan suhu tubuh (demam)
Stimulus kontekstual : invasi kuman, penurunan daya tahan tubuh
Stimulus residual : riwayat DM tipe II
6) Sensasi
Pengkajian Perilaku
Pasien mengalami penurunan kesadaran. Pengkajian fungsi
penciuman tidak dapat dilakukan. Pengkajian nyeri dengan FLACC
(Face, Legs, Ac vity, Cry, Consolability) didapatkan nilai 0 (tidak
ada nyeri).
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : tidak ditemukan
Stimulus kontekstual : tidak ditemukan
Stimulus residual : tidak ditemukan
7) Cairan, elektrolit, dan asam basa
Pengkajian Perilaku
Mukosa bibir pasien lembab. Turgor dan elastisitas kulit pasien
tampak baik. Asupan cairan per 24 jam 3800cc/ 24 jam via
intravena dan NGT. Laboratorium : Na: 135 mE/L, Kalium: 3,4 mE/L,
Cl: 108 mE/L
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : tidak ditemukan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
23

Stimulus kontekstual : tidak ditemukan


Stimulus residual : tidak ditemukan
8) Neurologi
Pengkajian perilaku
Pasien mengalami serangan stroke kedua saat ini dan sebelumnya
mengalami stroke iskemik satu tahun yang lalu. Selain itu, pasien
sudah diketahu mengalami hipertensi sejak 25 tahun yang lalu dan
diberikan obat Menurut istri pasien, beberapa bulan sebelum pasien
mengalami serangan stroke kedua, pasien mulai sering lupa tempat atau
keberadaannya. Sering kali pasien mengajak pulang meskipun pasien
sedang berada di rumahnya sendiri, namun demikian pasien masih dapat
mengenali diri dan orang-orang disekitarnya.
Saat dikaji pasien mengalami penurunan kesadaran dengan E3M5V
terpasang goedel. Pupil isokor 3mm/3mm, kaku kuduk negatif,
laseg sign >700/700, kernig sign >1350/1350, pemeriksaan saraf
kranial belum dapat dilakukan. Kesan parese N VII dekstra sentral.
Refleks fisiologis; Bisep +2 /+2, Trisep: : +2/+2, Patella: : +2 / +2,
Achilles: +1/+1. Refleks patologis: Babinski/chadox/openheim (+/+/+).
CT scan: tampak perdarahan intrakranial basalganglia sinistra sekitar 7,6
cc, infark lama pada area serebelum, parietal, tampak atrofi serebri.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, kesan parese N VII
sinistra dekstra sentral
Stimulus kontekstual : perdarahan basal ganglia sinistra (stroke
serangan kedua)
Stimulus residual : riwayat hipertensi sejak 25 tahun yang lalu dan
tidak rutin kontrol
9) Endokrin
PengkajianPerilaku
Pasien memiliki riwayat DM tipe II sejak 5 tahun yang lalu namun tidak
rutin kontrol dan pola makan tidak di atur sesui diet DM. GDS : 212
mg/dl GDP: 157 mg/dl GD2JPP: 245 mg/dl.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : gula darah tidak stabil

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
24

Stimulus kontekstual : riwayat DM tipe II sejak 5 tahun yang lalu,


Stimulus residual : pola makan tidak terkontrol

b. Mode Konsep Diri


Pengkajian Perilaku
Belum dapat dikaji karena penurunan kesadaran
Pengkajian Stimulus
Belum dapat dikaji lebih lanjut karena kondisi penurunan kesadaran
yang dialami pasien.
c. Mode Fungsi Peran
Pengkajian Perilaku
Menurut istri, pasien telah pensiun dari pekerjaan sejak 10 tahun yang
lalu. Pasien menghabiskan waktunya di rumah bersama keluarga terutama
sejak pasien mengalami serangan jantung pada Februari tahun 2014.
Pengkajian Stimulus
Tidak dapat dikaji lebih lanjut karena pasien mengalami penurunan
kesadaran.
d. Metode Interdependensi
Pasien mendapatkan support sistem dari keluarga. Istri pasien
menunggu pasien bergantian dengan anak-anaknya. Keluarga
adaptif untuk merawat dan mengikuti proses perawatan pasien
selama di rumah sakit. Pasien mengalami penurunan kesadaran
sehingga sulit menilai fungsi interdependensi.

3.1.3 Diagnosis
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan pada
Tn. D sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan proses
infeksi, hipersekresi jalan nafas
b. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan
perdarahan inraserebral
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
25

d. Resiko ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan


penurunan respon terhadap insulin
e. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi,
penurunan kesadaran

3.1.4 Tujuan
Tujuan keperawatan yang disusun berdasarkan diagnosa keperawatan
pada Tn. D selama proses perawatan sebagai berikut:
a. Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam, Tn. D menunjukkan
kepatenan jalan nafas: saturasi O2 98-100%, RR 16-22x/menit,
bunyi paru saat auskultasi didapatkan vesikuler.
b. Setelah dilakukan intervensi selama 2 x 24 jam, Tn. D menunjukkan
peningkatan kapasitas adaptif ditandai dengan status neurologis:
kesadaran alert, membuka mata spontan, dapat mengikuti perintah,
berespon terhadap lingkungan sekitar. Perfusi jaringan serebral:
: tekanan darah sistol dan diastol dalam rentang 100/70 s.d 140/90
mmHg, tidak terjadi kerusakan kognitif, tidak ada keluhan nyeri
kepala.
c. Setelah dilakukan interensi selama 3 x 24 jam didapatkan suhu
tubuh dalam rentang normal (360 – 370 C)
d. Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam didapatkan level
glukosa darah: glukosa darah sewaktu dalam rentang normal (<200
mg/dL).
e. Setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam, Tn. D menunjukkan fungsi
fisiologis normal kulit: elastisitas, hidrasi, tekstur dan integritas
kulit dalam batas normal.

3.1.5 Intervensi
Berdasarkan Nursing Intervention Classification (NIC), intervensi
keperawatan yang dilakukan pada Tn. D berdasarkan diagnosa
keperawatan adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
26

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Manajemen airway
Regulator: Stabilisasi jalan nafas menggunakan OPA (goedel),
fisioterapi dada dan mobilisasi berkala, airway suction, terapi
oksigen menggunakan masker nonrebreathing.
Kognator: Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai kondisi dan
penggunaan alat bantu OPA dan tindakan yang dilakukan.
Monitoring respirasi
Regulator: Monitoring terhadap respiratory rate, kedalaman dan
ritme nafas, saturasi O2, analisa gas darah (AGD), tanda dan gejala
hipoksia, bunyi nafas.
b. Penurunan kapasistas adaptif tekanan intrakranial
Manajemen edema serebral
Regulator: kurangi stimulus lingkungan pasien, berikan
ketenangan, catat perubahan respon pasien terhadap rangsangan,
pantau status pernafasan: rentang, irama dan kedalaman
pernapasan; PaO2, pCO2, pH dan kadar bikarbonat. Hindarkan
fleksi leher dan pinggul/lutut yang ekstrim, hindari valsalva
manuver, berikan pelunak feses (laxadin). Berilkan diuretic
osmotik (mannitol 125mg) sesuai program terapi.
Promosi perfusi serebral
Regulator: beri posisi neurologis dengan elevasi kepala 15-300,
pertahankan MAP dalam rentang 90-140 mmHg, pertahankan
kadar glukosa dalam rentang normal, pertahankan kadar hematokrit
33%.
Monitoring status neurologi
Regulator: monitoring skore GCS, ukuran pupil, tingkat kesadaran,
monitoring tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan
respirasi) dan cata adanya nyeri kepala.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
27

c. Hipertermi
Manajemen lingkungan
Regulator: berikan pakaian dan linen menyerap keringat, ganti alat
tenun yang basah, atur suhu ruangan 200 - 250 C, berikan selimut
tipis dan hindari menggunakan selimut dan alat linen tebal.
Kognator: Jelaskan pada keluarga untuk membawa pakaian tipis
dan meyerap keringat untuk pasien.
Penanganan demam
Regulator: lakukan kompres hangat saat suhu mencapai >390 C dan
kompres air suhu ruangan bila suhu >380 C, lakukan seka seluruh
tubuh bila diperlukan sesuai suhu tubuh pasien, berikan obat
antibiotik sesuai terapi (Levofloxacin, 1x750 mg, Meropenem 3x1
gr, PCT 3x 1 gr), lakukan pemeriksaan lab seperti leukosit dan
Prokalsitonin (PCT).
Manajemen cairan
Regulator: hitung kebutuhan cairan pasien (20-40 ml/78 kg= 1560-
3120 ml/ 24 jam) dengan penambahan 10% setiap kenaikan 10 C,
monitoring intake output pasien per 24 jam, monitoring tanda dan
gejala dehidrasi (turgor, elastisitas kulit, mukosa bibir).
Kognator:
d. Resiko ketidakstabilan glukosa darah
Manajemen hiperglikemi
Regulator: lakukan monitoring gula darah secara berkala,
monitoring tanda dan gejala hiperglikemi.
Konseling Nutrisi
Kognator: konseling nutrisi sesuai dengan kondisi klinis diabetes
mellitus
e. Resiko gangguan integritas kulit
Manajemen tekanan
Regulator: berikan masase pada area kulit yang mengalami tekanan
tumpuan seperti punggung, sakrum dan oleskan minyak zaitun atau

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
28

minyak kelapa. Bila tersedia gunakan matras khusus untuk


pencegahan dekubitus, dan segera ganti alat tenun yang basah.
Monitoring kelembaban kulit dan identifikasi faktor resiko (gula
darah).
Kognator: jelaskan pada keluarga pasien mengenai tindakan
manajemen tekanan pasien dengan tirah baring lama.
Posisi
Regulator: atur perubahan posisi tidur pasien secara berkala (setiap
2 jam) dengan memperhatikan posisi neurologi (head up kepala 15-
300). Hindari penekanan lama pada sisi tubuh lemah (hemiparese
kanan).
Kognator: jelaskan pada keluarga pentingnya pengaturan posisi.
3.1.6 Evaluasi
Rincian perkembangan dan evaluasi harian pada Tn. D dapat dilihat
pada lampiran. Berikut evaluasi setelah mendapatkan perwatan selam 3
x 24 jam, evaluasi kondisi Tn. D pada 15 Desember 2016 didapatkan
sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Sektret produktif warna putih encer, reflek batuk +, mobilisasi
minimal dan dibantu, tidak ditemukan tanda dan gejala hipoksia, Sat
O2: 98% , RR: 24x/menit, regular, bunyi nafas ronki terutama area
apeks.
b. Penurunan kapasitas adaptif tekanan intrakranial
Penurunan kesadaran, E3M5Vgoedel, tekanan darah: 130/80
mmHg, kesan parese N VII dekstra sentral, pupil isokor 3mm/3mm,
reaktif, HR: 112x/menit, tidak ditemukan tanda dan gejala
peningkatan tekanan intra kranial
c. Hipertermia
Turgor kulit baik, kulit tampak elastis, mukosa bibir lembab, suhu
tubuh pasien: 36,90 C, intake output cairan +150 ml, hasil lab
leukosit: 9800/µl dan prokalsitonin < 0,5.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
29

d. Resiko ketidakstabilan glukosa darah


Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala hiperglikemi, GDS pagi:
159 mg/dl, GDS Siang: 160 mg/dl, GDS: 167 mg/dl.
e. Resiko gangguan integritas kulit
Kulit pasien tampak lembab, turgor dan elstisitas kulit baik, tidak
ditemukan adanya luka tekan. Pasien dilakukan mobilisasi
perubahan posisi setiap dua jam sekali. Posisi tirah baring pada sisi
tubuh lemah (kanan) dilakukan dengan durasi 45 menit.

3.2 Gambaran 30 Pasien dengan Gangguan Neurologis


Pengalaman mengelola 30 kasus selama residensi dengan gangguan
neurologis yang ditemui di ruang instalasi gawat darurat, ruang rawat inap
bagian neurologi dan bedah saraf memberikan gambaran asuhan
keperawatan menggunakan pendekatan adaptasi Roy. Rincian gambaran
30 kasus resume selama proses residensi digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Rincian Gambaran 30 Kasus Resume

No JK Dx. Medis Usia Suku Pekerjaa Diagnosa


. n Keperawatan
1 Wanita METB 24 Sunda Swasta Nyeri, nutrisi kurang dari
kebutuhan, intoleransi
aktivitas
2 Wanita SI 43 Betawi IRT Resiko perfusi serebral
tidak efektif, hambatan
komunikasi verbal,
hambatan mobilitas fisik
3 Wanita SH 58 Jawa IRT Resiko perfusi serebral
tidak efektif, resiko
pemenuhan kebutuhan
nutrisi tidak adekuat,
hambatan mobilitas fisik
4 Wanita Tumor 53 Jawa IRT Pola nafas tidak efektif,
medulla nutrisi kurang dari
spinalis kebutuhan, hambatan
mobilitas fisik
5 Wanita Tumor 38 Jawa IRT Nyeri, resiko pemenuhan
regio sella kebutuhan nutrisi tidak
adekuat
6 Wanita Tumor 43 Sunda IRT Nyeri, perubahan body
frontal image
sinistra

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
30

7 Wanita Hemiparesi 26 Sunda Swasta Hambatan mobilitas fisik,


s dupleks, cemas
paresis n.
VII dekstra
sentral,
nistagmus
horizontal
unidireksio
nal kanan
e.c lesi
vascular dd
autoimun
8 Wanita SH 47 Jawa IRT Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial,
bersihan jalan nafas tidak
efektif
9 Wanita METB 22 Sunda IRT Nyeri kronis, hambatan
mobilitas fisik
10 Wanita SH 61 Melayu IRT Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial,
bersihan jalan nafas tidak
efektif
11 Laki- METB 36 Jawa Swasta Penurunan kapasitas
laki adaptif intrakranial, resiko
jatuh
12 Laki- SOL 36 Sunda Swasta Penurunan kapasitas
laki intrakranial adaptif intrakranial,
bingung akut
13 Wanita SI berulang 68 Jawa IRT Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial,
gangguan keseimbangan
elektrolit
14 Wanita SI 42 Batak IRT Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial, level
glukosa tidak stabil
15 Laki- SH 71 Betawa Tidak Penurunan kapasitas
laki wi bekerja adaptif intrakranial,
bersihan jalan nafas tidak
efektif
16 Laki- SI 64 Jawa Tidak Penurunan kapasitas
laki bekerja adaptif intrakranial,
bersihan jalan nafas tidak
efektif
17 Laki- SOL 74 Betawi Tidak Resiko perfusi jaringan
laki bekerja serebral tidak efektif,
gangguan komunikasi
verbal
18 Laki- SI 62 Betawi Tidak Resiko perfusi jaringan
laki bekerja serebral tidak efektif,
hambatan mobilitas fisik
19 Laki- Trauma 50 Betawi Swasta Nyeri, hambatan
laki kepala mobilitas fisik

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
31

ringan
20 Laki- SH 60 Batak Pensiun Penurunan kapasitas
laki an adaptif intrakranial,
gangguan keseimbangan
elektrolit: kalium
21 Laki- SH 80 Jawa Pensiun Penurunan kapasitas
laki an adaptif intrakranial,
bersihan jalan nafas tidak
efektif
22 Laki- SI 55 Betawi Swata Resiko perfusi jaringan
laki serebral tidak efektif,
bersihan jalan nafas tidak
efektis, hambatan
mobilitas fisik
23 Laki- SI 52 Jawa Swasta Resiko jaringan serebral
laki tidak efektif, hambatan
mobilitas fisik
24 Wanita Post 49 Betawi IRT Nyeri, hambatan
laminektom mobilitas fisik
i
25 Laki- SH 68 Tiongho Swata Resiko jaringan serebral
laki a tidak efektif,
ketidakstabilan gula darah
26 Laki- SH 39 Jawa Swasta Ketidakefektifan bersihan
laki jalan nafas, resiko
jaringan serebral tidak
efektif, gangguan
keseimbangan elektrolit:
hipokalsemia
27 Laki- SH 59 Jawa Tidak Resiko jaringan serebral
laki bekerja tidak efektif, gangguan
integritas kulit, gangguan
keseimbangan elektrolit:
hiponatremia
28 Laki- Miastenia 41 Jawa Swasta Ketidakefektifan pola
laki gravis nafas, hambatan mobilitas
fisik
29 Laki- SI 50 Jawa Swasta Resiko jaringan serebral
laki tidak efektif, gula darah
tidak stabil
30 Laki- SH 65 Jawa Swasta Ketidakefektifan pola
laki nafas, Resiko jaringan
serebral tidak efektif,gula
darah tidak stabil,
hambatan mobilitas fisik
Keterangan:
SH : stroke hemoragik
SI : stroke iskemik
IRT : ibu rumah tangga

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
32

Data demografi umum yang didapatkan dari 30 kasus meliputi usia pasien
yang didapatkan dalam rentang 22 sampai dengan 80 tahun dengan rata-rata
usia 51,2 tahun. Jenis kelamin laki-laki berjumlah 17 orang (56%) sedangkan
perempuan berjumlah 13 orang (43%). Berdasarkan status pekerjaan
didapatkan 12 orang merupakan pekerja swasta, 12 orang ibu rumah tangga, 4
orang tidak bekerja dan 2 orang pensiunan. Berdasarkan suku didapatkan
bahwa Jawa 14 orang, Sunda 5 orang, Betawi 7 orang, Batak 2 orang, Padang
2, dan Indocina 1 orang.

Berdasarkan jenis kasus yang dikelola didapatkan dengan rincian dalam tabel
di bawah ini

Tabel 3.2 Distribusi resume kasus kelolaan


praktik residensi KMB kekhususan neurologi
di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

No Diagnosa Medis Jumlah %


1 Space occupying Lesion (SOL) 5 16,65
intrakranial
2 Meningitis 3 10
3 Stroke hemoragik 10 30
4 Stroke iskemik 8 26,67
5 Trauma kepala ringan 1 3,33
6 Miastenia gravis 1 3,33
7 Post laminektomi HNP th. 10-11 Pedicle 1 3,33
screw
8 Hemiparesis dupleks, paresis n. VII 1 3,33
dekstra sentral, nistagmus horizontal
unidireksional kanan e.c lesi vascular dd
autoimun
Jumlah 30 100%

Berdasarkan distribusi menurut diagnosa medis, kasus yang paling


banyak ditemui adalah stroke yang berjumlah 18 orang (56,67%) yang
terdiri dari 10 orang stroke hemoragik dan 8 orang stroke iskemik.
Distribusi ini tidak menggambarkan populasi di lapangan. Hal ini
dikarenakan pada saat praktik residensi, penulis bertanggung jawab pada
satu ruangan rawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan sehingga
penulis terfokus pada variasi kasus yang ada di ruangan tersebut. Namun

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
33

demikian, kasus stroke merupakan jumlah kasus terbesar yang ditemui


selama praktik residensi dan data Januari s.d Desember 2016
menunjukkan bahwa pasien stroke yang dirawat di ruang neurologi lantai
V gedung A RSCM berjumlah 321 orang.

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada 30 kasus resume beragam.


Berikut gambaran disstribusi diagnosa keperawatan yang ditemui selama
mengelola kasus resume.
Tabel 3.3
Distribusi Diagnosa Keperawatan Menurut Kasus
No Diagnosa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Space occupying 1 1 3 1 1 2 1 2
Lesion (SOL)
intrakranial
2 Meningitis 1 2 1 1
3 Stroke 7 1 5 1 7 1 4 10 1

5 Trauma kepala 1 1
ringan
6 Miastenia gravis 1 1
7 Post laminektomi 1 1
HNP th. 10-11
Pedicle screw
8 Hemiparesis 1 1
dupleks, paresis n.
VII dekstra
sentral, nistagmus
horizontal
unidireksionalkan
an e.c lesi
vascular dd
autoimun
Jumlah 9 2 9 7 1 3 7 4 4 11 5
Keterangan:
1 : Penurunan kapasitas adaptif tekanan intrakranial
2 : gangguan komunikasi verbal
3 : hambatan mobilitas fisik
4 : Nyeri
5 : Bingung akut
6 : Pola nafas tidak efektif
7 : Besihan jalan nafas tidak efektif
8 : Gangguan nutrisi
9 : gangguan elektrolit
10 : Resiko ketidakefektifan perfusi serebral
11 : lain-lain (cemas, perubahan body image, resiko jatuh)

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
34

Berdasarkan distribusi diagnosa keperwatan berdasarkan kasus maka


dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan terbanyak adalah resiko
ketidakefektifan perfusi serebral dan paling banyak ditemukan pada
kasus stroke. diagnosa terbanyak kedua adalah peningkatan kapasitas
maladaptif tekanan intra kranial dan hambatan mobilitas fisik.

3.3 Evidenced Based Nursing: Aromaterapi Lavender Pada Pasien Neurologi


dengan a. Insomnia
3.3.1 Analisis PICO
Berdasarkan fakta yang ditemui di ruangan neurologi lt. 5 RSCM dengan
menggunakan skrining berupa kuesioner (insomnia severity indeks),
didapatkan keluhan pasien terhadap masalah gangguan tidur berupa sulit
tidur, mudah terbangun dan sulit mempertahankan tidur. Kondisi ini
merupakan gangguan tidur yang dikenal dengan insomnia. Selama periode
Oktober s.d Desember 2016 diperoleh lebih dari 12 orang pasien neurologi
yang mengalami insomnia. Selain itu, ruangan lantai 5 neurologi belum
memiliki standar prosedur operasional keperawatan untuk penangan
khusus pada pasien dengan keluhan insomnia.

Dengan memahami akibat gangguan tidur terhadap proses pemulihan


pasien maka asuhan keperawatan insomnia menjadi bagian penting bagi
pasien neurologi. Oleh karena itu, diperlukan suatu intervensi
keperawatan untuk dapat mengoptimalkan fungsi tidur pasien. Salah satu
intervensi keperawatan adalah relaksasi. Pemilihan aromaterapi karena
merupakan jenis terapi komplementer yang paling aman jika digunakan
sesuai dengan petunjuk penggunaannya (Lindquist et al, 2014).

Aromaterapi merupakan ekstrak tanaman obat-obatan dengan konsentrat


tinggi dalam bentuk minyak esensial yang dapat digunakan secara tunggal
atau campuran sebagai agen terapeutik (Barcan, Ruth, 2014). Aromaterapi
yang diberikan menjadi suatu stimulus untuk meningkatkan kerja saraf
parasimpatis sehingga dapat meningkatkan relaksasi pasien. Relaksasi

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
35

diharapkan dapat meningkatkan rasa nyaman pasien untuk tidur. Oleh


karena itu, penulis bermaksud menerapkan evidence based nursing
aromaterapi Lavender untuk mengatasi masalah gangguan tidur insomnia
pada pasien neurologi. Pemberian aromaterapi Lavender dilakukan
dimulai dari jam 21.00 s.d 05.00 selama satu malam. Dengan pemberian
aromaterapi lavender diharapakan dapat membantu pasien mengatasi
masalah insomnia berupa adanya penurunan derajat insomnia.
Dengan demikian, dengan pendekatan PICO didapatkann analisis sebagai
berikut:
1. Problem (masalah) : Gangguan tidur insomnia (ringan,
sedang dan berat) yang dialami
pasien neurologi melalui skrining
menggunakan kuesioner (insomnia
severity indeks).
2. Intervention (intervensi) : Pemberian aromaterapi Lavender
selama satu malam dimulai dari jam
21.00 s.d 05.00
3. Comparison (perbandingan) : Sleep hyegiene
4. Outcome (hasil) : Didapatkan adanya penurunan
derajat insomnia

3.3.2 Metode Penelusuran


Penulis menggunakan penelusuran pada journal database di
a. http://www.ncbi.pubmed.com/,
b. http:www.ebscohost.com/
c. http:www.proquest.com/.
Penelusuran menggunakan kata kunci “aromatherapy and insomnia” dan
“aromatherapy or insomnia”. Selain itu juga, penelusuran dibatasi dengan
menetapkan jenis jurnal berupa RCT (Random control trial) dan batas
tahun 2011 s.d 2016 sehingga didapatkan tiga buah jurnal, yaitu:
1. Lytle, Jamie., Mwatha, Catherine., & Davis, Karen K (2014) dengan
judul A Effect of Lavender Aromatherapy On Vital Signs And
Perceived Quality Of Sleep In The Intermediate Care Unit: A Pilot
Study

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
36

2. Moeini , Khadibi m, Bekradi R, Mahmoudian SA, Nazari F (2010)


dengan judul Effect of Aromatherapy on The Quality of Sleep in
Ischemic Disease Patients Hospitalized in Intensive Care Unit of
Hospitals of The Isfahan University of Medical Sciences
3. Li Wei, Chien., Su Li, Cheng., Chi Feng, Liu (2011) dengan judul The
effect of Lavender Aromatherapy on Autonomic Nervous System in
Midlife Women with Insomnia.

3.3.3. Kritik Jurnal


Berdasarkan tiga jurnal yang telah dipilih penulis, maka tahap
selanjutnya adalah melakukan telaah jurnal. Ketiga jurnal yang
dipilih merupakan RCT dengan mempertimbangkan jenis evidence
based practice yang akan dilakukan adalah intervensi. Berikut
telaah ketiga jurnal yang dimaksud adalah

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
Tabel 3.4
Tabel Telaah Kritis Jurnal

Nama Judul Randomisasi Kesamaan Perlakuan Jumlah Pelaksanaan CI Hasil


Penulis dan kondisi awal kolompok partisipan penelitian penelitian
tahun terbit pada kedua kontrol & kelompok
kelompok intervensi
Lytle, Jamie., Effect of Pemilihan Kelompok Kedua Total partisipan Peneliti Confidenc Terdapat
Mwatha, Lavender partisipan intervensi dan kelompok (intervensi dan melakukan e interval perbedaan
Catherine., & Aromatherap dilakukan kontrol hanya kontrol) 50 single penelitian tekanan
y On Vital secara random memiliki dibedakan orang pada awal blinded 95% darah
Davis, Karen
Signs And dengan sistem persamaan dengan dan akhir untuk dengan (p=0,03)
K. (2014) Perceived komputerisasi permulaan perlakuan penelitian, saat
Quality Of (generated meliputi pemberian analisis jumlah
pengukuran demikian dan
Sleep In The assignment karakteristik aromaterapi, partisispan 50 objektivitas diketahui kualitas
Intermediate list) demografi tidak ada orang berupa bahwa tidur
Care Unit: A seperti usia, perbedaan pelatihan estimasi antara
Pilot Study jens kelamin, perlakuan perawat efek kelompok
karakteristik lainnya untuk penelitian intervensi
pasien. Rata- melaksanak dalam (48,25)
rata usia an rentang dan
pasien 50 pemberian sebagian kontrol
tahun. aromaterapi besar (41,10)
pada popolasi
kelompok penelitian.
intervensi

Moeini , Effect of Pemilihan Kelompok Kedua Total partisipan Peneliti Confidenc Ada
Khadibi m, Aromatherap partisipan intervensi dan kelompok hanya (intervensi dan melakukan e interval perberdaa

37
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
Bekradi R, y on The dilakukan kontrol dibedakan kontrol) 64 single penelitian n skore
Mahmoudian Quality of secara random memiliki dengan orang namun blinded 95% kualitas
SA, Nazari Sleep in sederhana persamaan perlakuan tidak disebutkan untuk dengan tidur
Ischemic yang permulaan pemberian dengan detail pengukuran demikian antara
F. (2011)
Disease dilakukan oleh meliputi aromaterapi, jumlah objektivitas diketahui kelompok
peneliti karakteristik tidak ada partisipan saat
demografi perbedaan analisis masing-
berupa bahwa intervensi
seperti usia, perlakuan masing asiten estimasi dan
jens kelamin, lainnya kelompok. peneliti efek kontrol
karakteristik melakukan penelitian (p<0,001)
pasien. Rata- uji dalam
rata usia kuesioner rentang
pasien 55 tanpa sebagian
tahun mengetahui besar
keanggotaa popolasi
n partisipan penelitian.
kelompok
kontrol dan
intervensi.
Li Wei The effect of Pemilihan Kelompok Kelompok Total partisispan Penelitian Confidenc Ada
Chien, Su Li Lavender partisipan intervensi dan kontrol (intervensi dan tidak e interval perbedaan
Cheng, Chi Aromatherap dilakukan kontrol diberikan kotrol) 67 orang mencantum penelitian signifikan
y on secara random memiliki plasebo berupa yaitu 34 orang kan dengan 95% kualitas
Feng Liu.
Autonomic dengan sistem persamaan pemberian kelompok jelas untuk dengan tidur
(2011) Nervous komputerisasi permulaan aromaterapi intervensi dan
System in . meliputi Sweet almond 33 orang
pengukuran demikian antara
Midlife karakteristik oil kelompok objektivitas. diketahui kelompok
Women with demografi kontrol. Pada bahwa kontrol
Insomnia. seperti usia, kelompok estimasi dan
jens kelamin, intervensi hanya efek intervensi

38
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
karakteristik 29 orang dari 34 penelitian (p<0,001)
pasien. Rata- orang yang dalam dan
rata usia menyelesaikan rentang penurunan
pasien 48 intervensi sebagian HR antara
tahun sedangkan 7 besar kelompok
mengundurkan
diri. Ini berarti
popolasi intervensi
memenuhi penelitian. dan
perubahan kontrol
jumlah (p<0,05)
partisipan ˂20% setelah
(10,4%). Jumlah penggunaa
partisipan n
kelompok aromatera
kontrol 31 orang pi
diantaranya Lavandula
mengikuti sesuai Augustifol
waktu yang
ditentukan dari
ia
33 orang. Ini (Lavender
berarti 2 orang ) selama
(6,1%) 12 minggu
memenuhi
syarat
perubahan
jumlah
partisipan
˂20%.

39
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
40

3.3.3 Implementasi
a. Subjek
Pasien yang dilibatkan adalah semua pasien neurologi yang mengalami
insomnia derajat ringan, sedang dan berat melalui skrining kuesioner
insomnia (insomnia severity index) dan memenuhi kriteria inklusi
dengan partisipan penelitian yang dilakukan Lytle, Jamie., Mwatha,
Catherine., & Davis, Karen K. (2014), Moeini , Khadibi m, Bekradi R,
Mahmoudian SA, Nazari F. (2011) dan Li Wei Chien, Su Li Cheng,
Chi Feng Liu. (2011). Berikut kriteria inklusi pasien yang akan
dilibatkan dalam evidence based nursing :
1. pasien neurologi dengan kesadaran compos mentis dan terdeteksi
mengalami insomnia melalui skrining kuesioner insomnia
2. tidak mengalami anosmia

b. Waktu dan Tempat


EBN akan dilaksanakan di Ruangan neurologi lt. 5 zona A dengan
waktu Maret s.d April 2017.

c. Prosedur Pelaksanaan EBN


1. Tahap Perencanaan
a. Membuat proposal EBN yang ditujukan kepada bidang
keperwatan dan ruang neurologi zona A lantai V RSCM
b. Melakukan presentasi proposal EBN di ruang neurologi zona A
lantai V RSCM
c. Sosialisasi penggunaan skrining kuesioner indeks derajat
insomnia dan alat aromaerapi
d. Mempersiapkan protap pelaksanaan aromaterapi Lavender
untuk mengatasi masalah tidur.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengidentifikasi pasien sesuai dengan kriteria yang telah
dibuat

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
41

b. Menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur, manfaat dan


tujuan pelaksanaan EBN
c. Pasien yang setuju akan mengisi lembar persetujuan
d. Pasien akan diberikan aromaterapi selama satu malam mulai
dari jam 21.00 sampai dengan 05.00 menggunakan alat yang
telah disediakan.
3. Tahap Evaluasi
a. Mengevaluasi keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan,
pencapaian tujuan, dan kelebihan serta kekurangan pelaksanaan
EBN
b. Mengevaluasi insomnia pasien setelah mendapatkan pemberian
aromaterapi Lavender dengan menggunakan insomnia severity
inde
4. Tahap Tindak Lanjut
a. Sosialisai hasil penerapan EBN efektifitas aromaterapi
Lavender terhadap gangguan tidur insomnia pada pasien
neurologi
b. Merekomendasikan penggunaan aromaterapi untuk digunakan
sebagai standar prosedur mengatasi masalah gangguan tidur
insomnia di ruang neurologi lantai V zona A RSCM.

3.3.4 Hasil
Pelaksanaan skrining insomnia severity index melibatkan 19 orang pasien
neurologi yang terdiri dari 10 orang (52,6%) perempuan dan 9 orang
(47,4%) laki-laki. Usia pasien berada dalam rentang 25 tahun sampai
dengan 68 tahun. Kasus neurologi diantara 19 orang pasien meliputi stroke
iskemik (4 orang), stroke hemoragik (2 orang), miastenia gravis (3 orang),
SOL (7 orang), fraktur spinal (1 orang), tumor spinal (1 orang) dan
epidural hematom (1 orang). Hasil skrining didapatkan bahwa 6 orang
pasien mengalami insomnia dengan rincian 3 orang (50%) mengalami
insomnia ringan dan 3 orang (50%) insomnia sedang.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
42

Dari enam orang pasien yang mengalami insomnia, lima diantaranya


mendapatkan aromaterapi lavender sedangkan satu orang orang pasien
pulang. Nilai rata-rata insomnia severity index sebelum dilakukan
pemberian aromaterapi adalah 13,8 dan termasuk dalam kategori insomnia
ringan. Setelah dilakukan pemberian aromaterapi didapatkan nilai rata-rata
insomnia severity index adalah 7,6 dan termasuk dalam kategori insomnia
ringan. Berdasarkan hasil uji statistik pada CI 95% diperoleh nilai p =
0,002 (p<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
signifikan antara derajat insomnia sebelum dan setelah pemberian
aromaterapi.

3.4 Proyek Inovasi: Format Pengkajian Pada Pasien Dengan Gangguan


Neurologi
3.4.1 Analisis Situasi
1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan di RS
Cipto Mangunkusumo Jakarta antara lain:
a. Ruangan neurologi zona A lt. 5 merupakan ruang rawat inap
khusus neurologi dengan sebaran berbagai kasus neurologi meliputi
trauma, infeksi, CVD, onkologi dan autoimun. Dengan demikian
ideal luntuk menerapkan screening tools yang ditujukan pada kasus
neurologi.
b. Sumber daya ruangan memiliki jumlah tenaga perawat 28 orang,
dengan perbandingan 1 perawat: 6 orang pasien
c. Screenig tools bersifat sederhana dan mudah digunakan tanpa
mengharuskan keterampilan khusus.
d. Pelayanan keperawatan di RSCM telah memisahkan antara head
nurse dan head officer. Hal ini memudahkan koordinasi dan
evaluasi pelayanan keperawatan yang dilakukan, termasuk dalam
hal menerapkan hal-hal baru dalam pengembangan keperawatan
neurologi di ruangan.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
43

e. RS Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit pemerintah


rujukan nasional dengan fasilitas serta sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas se-Indonesia.
f. RS Cipto Mangunkusumo selain sebagai rujukan nasional terkait
kasus-kasus yang kompleks namun juga sebagai rumah sakit
pendidikan dan penelitian, memiliki tenaga ahli dan clinical
instructor (CI) yang kompeten di bidangnya serta fasilitas yang
memadai dalam hal pelaksanaan proses pendidikan dan penelitian.
g. RS Cipto Mangunkusumo secara berkala mengadakan pelatihan in
house training untuk staf pelaksana keperawaran secara rutin,
selain itu RS Cipto Mangunkusumo juga memfasilitasi
pengembangan staf melalui event seminar/workshop baik skala
nasional maupun internasional.
h. RS Cipto Mangunkusumo memiliki staf medis dengan level
konsultan dan tenaga perawat neuroscience yang sudah terlatih dan
terdaftar dalam himpunan perawat neuroscience Indonesia
(HIPENI).
i. Perawat neuroscience di RS Cipto Mangunkusumo berkonsentrasi
dalam pengembangan neuroscience dengan ikut serta baik sebagai
pengisi acara maupun peserta terkait pelatihan-pelatihan dalam
bidang neuroscience.
j. RS Cipto Mangunkusumo memberikan dukungan pada staf
keperawatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 dan S2.

2. Weakness (Kelemahan)
a. Perawat di ruangan neurologi gedung A lantai V RSCM belum
banyak terpapar dengan format pengkajian kekhususan dan menilai
tidak ada format pengkajian yang perlu untuk ditambahkan pada
format pengkajian yang sudah ada. Hal ini diketahui melalui studi
pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu juga
diketahu bahwa perawat.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
44

b. Format pengkajian yang digunakan ruangan bersifat umum dan


tidak mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul
pada pasien neurologi.
c. Sebagian besar perawat baik PP maupun PA (perawat associate)
memiliki jenjang pendidikan D3 (hanya ada 1 orang PA yang lulus
ners dan 2 orang S.Kep).
d. RS Cipto Mangunkusumo belum memiliki ners spesialis
neurologis.

3. Oppurtunities (Kesempatan)
a. Adanya penerapan ide-ide baru dari mahasiswa residensi
keperawatan yang sedang menjalani praktik di RS Cipto
Mangunkusumo melalui program inovasi keperawatan sesuai yang
tertuang dalam kurikulum pendidikan.
b. Perawat di ruangan neurologis menyatakan kesediaannya untuk
menerima informasi baru terkait penerapan screening tools pada
kasus-kasus neurologi. Hal ini ketahui melalui wawancara singkat
dengan beberapa PP dan PA di ruang neurologis lantai V gedung A
RS Cipto Mangunkusumo.

4. Threats (Ancaman)
Persaingan dari rumah sakit lain yang telah melakukan peningkatan
sistem pelayanan termasuk kasus neurologi.

3.4.2 Proses Inovasi


a. Persiapan
Rencana penerapan program inovasi residensi di ruangan
dilaksanakan selama kurang lebih selama 4 minggu terhitung dari
tanggal 30 Maret sampai dengan 27 April 2017 di ruang neurologi
lantai V (lima) Gedung A RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Rangkaian kegiatan inovasi diawali dari pengidentifikasian masalah,
dikaitkan dengan kebutuhan RS khususnya pada perawatan pasien

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
45

dengan gangguan neurologis. Selanjutnya kelompok melakukan


konsultasi dengan pembimbing akademik serta pembimbing klinik
terkait ide maupun tema serta memohon perizinan pelaksaan program.
b. Sasaran
Sasaran program inovasi ini adalah pasien neurologi di ruang
neurologi lantai V Gedung A RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Pasien yang dilibatkan dalam skrining insomnia severity index adalah
pasien neurologi dengan kesadaran alert, dapat berkomunikasi dua
arah.
c. Pelaksana
Pelaksana program inovasi ini melibatkan mahasiswa program
residensi sebagai pelaksana utamanya dan perawat ruangan diberikan
kesempatan untuk melihat/ pendamping. Perawat diikutsertakan saat
pelaksanaan skrining mulai dengan menjadi pendamping atau pemberi
masukan mengenai kondisi pasien.
1. Fadli Syamsuddin., M.Kep
2. Harun Al Rasid., M.Kep
3. Suyanto., M.Kep
4. Eny Elinda Widyaastuti., M.Kep
5. Dewi Sartiya Rini., M.Kep
6. Tri Antika Rizki Kusuma Putri., M.Kep
d. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 28 April 2017 sebelum
penerapan inovasi di ruangan neurologi Lantai V Gedung A RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kritik
serta saran berhubungan dengan pelaksanaan inovasi. Pada tahap ini
melibatkan bagian bidang keperawatan, pembimbing klinik,
supervisor, kepala ruangan, serta perwakilan dari departemen
neurologi RS Cipto Mangunkusumo. Selanjutnya penerapan inovasi
dilaksanakan berdasarkan revisi dari proposal yang telah disusun
sebelumnya.
e. Pelaksanaan Inovasi

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
46

Pelaksanaan inovasi screening tools dilakukan oleh mahasiswa


residensi neurologi yang diawali dengan sosialisasi kepada PP dan PA
pada tanggal 28 April 2017 di ruang pendidikan lt 5 RSCM
selanjutnya mahasiswa mulai melakukan screening yang meliputi
screening nyeri, screening insomnia, screening afasia, screening
inkontinensia, screening rentang gerak dan screening tingkat
keparahan stroke yang dimulai pada tanggal 28 April sampai dengan
3 Mei 2017.
f. Evaluasi
1. Meningkatnya pengetahuan perawat terkait penggunaan format
pengkajian keperawatan tambahan
2. Perawat di ruang rawat RSCM Gedung A Lantai 5 zona A
Neurologi dapat menggunakan format pengkajian keperawatan
tambahan
3. Ditegakkannya diagnosa keperawatan terkait penggunaan format
pengkajian keperawatan tambahan pada pasien di ruang rawat
RSCM Gedung A Lantai 5 zona A Neurologi
4. Diketahuinya kelebihan dan kekurangan dari format pengkajian
keperawatan tambahan yang diterapkan di ruang rawat RSCM
Gedung A Lantai 5 zona A Neurologi.
3.4.3 Hasil
a. Hasil skrining National Institute Health Stroke Scale (NIHSS), Berg
Balance Scale (BBS), Three Inkontinence Question (3 IQ) dan
Frenchay Aphasia Screening Test (FAST)
Skrining NIHSS, BBS, 3IQ dan FAST merupakan skrining yang
dilakukan pada pasien stroke. Hasil skrining NIHSS diketahui bahwa
pasien yang mengalami defisit neurologis berat sebanyak 6 orang
pasien (75%) dan yang mengalami defisit neurologis sedang serta
defisit neurologis ringan masing-masing 1 orang pasien (12,5%).
Sedangkan hasil skrining BBS menggambarkan bahwa pasien stroke
yang membutuhkan kursi roda untuk mobilisasi sebanyak 4 orang
pasien (50%) sedangkan mobilisasi dengan bantuan untuk berjalan dan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
47

mobilisasi mandiri masing-masing 2 orang pasien (25%). Sementara


dari hasil skrining 3IQ diketahui pasien stroke yang mengalami
inkontinensi sebanyak 3 orang pasien yang terdiri dari 2 orang pasien
(25%) yang mengalami inkontinensia urgensi dan 1 orang pasien
(12,5%) yang mengalami inkontinensi fungsional sedangkan yang tidak
mengalami inkontinensia sebanyak 5 orang pasien (65,5%). Selain itu
hasil skrining FAST untuk pasien stroke menunjukkan bahwa dari 8
orang pasien stroke hanya 3 orang pasien stroke (37,5%) yang
mengalami afasia dan 5 orang pasien (62,5%) yang tidak mengalami
afasia.

b. Hasil Analisis Inovasi Aplikasi Penggunaan Skrining Insomnia Severity


Index
Pelaksanaan skrining insomnia severity index melibatkan 19 orang pasien
neurologi yang memenuhi syarat pelaksanaan. Pasien yang terlibat
meliputi 10 orang (52,6%) perempuan dan 9 orang (47,4%) laki-laki.
Usia pasien berada dalam rentang 25 tahun sampai dengan 68 tahun.
Kasus neurologi diantara 19 orang pasien meliputi stroke iskemik (4
orang), stroke hemoragik (2 orang), miastenia gravis (3 orang), SOL (7
orang), fraktur spinal (1 orang), tumor spinal (1 orang) dan epidural
hematom ( 1 orang).

Pelaksanaan skrining menggunakan insomnia severity index pada 19


orang pasien menunjukkan adanya keluhan insomnia pada 6 orang pasien
dengan tiga orang terindikasi mengalami insomnia ringan dan tiga orang
insomnia sedang. Rincian kasus pasien neurologi yang mengalami
insomnia adalah satu orang pasien dengan miastenia gravis, satu orang
dengan stroke iskemik, dan empat orang orang pasien dengan kasus SOL.

c. Hasil Analisis Inovasi Pelaksanaan Pengakajian Nyeri Menggunakan


Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS).

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
48

Hasil pengkajian diketahui bahwa 8 pasien (72,7%) tidak merasakan


nyeri dan 3 pasien (27,3%) terlaporkan mengalami nyeri dengan skala
nyeri sedang. Selama proses pelaksanaan tidak ditemukan hambatan
dalam mengaplikasikan format pengkajian dan bila dibandingkan dengan
format pengkajian nyeri FLACC, berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan independent t test diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara penggunaan format ANVPS dan FLACC (p value:
0,021).

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Penurunan Kesadaran akibat Stroke


Hemoragik Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy
Pendekatan adaptasi Roy memberikan aahan perawat untuk meningkatkan
mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap stimulus lingkungan.
Pembahasan kasus kelolaan akan dibahas menurut mode adaptasi Roy
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul.
4.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Munculnya masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada Tn. D
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu imobilisasi akibat
penurunan kesadaran dan proses inflamasi pada area lapang paru akibat
infeksi (pnemonia). Proses infeksi mengakibatkan peningkatan produksi
sputum dan imobilisasi berdampak pada penurunan pergerakan silia di
sepanjang saluran pernafasan. Kondisi inilah yang mengakibatkan
terjadinya akumulasi sekret.
Tujuan penegakan diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada Tn. D adalah meningkatkan bersihan jalan nafas dan
mengoptimalkan ventilasi oksigen sehingga dapat memenuhi
kebutuhan oksigen sesuai kebutuhan dan tidak terjadi akumulasi CO2.
Akumulasi CO2 akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi vaskular
termasuk jaringan otak dan berakibat pada edema serebral dan
peningkatan tekanan intra karnial.
Stimulus kontekstual pada Tn. D adalah pnemonia dan imobilisasi.
Pnemonia mengakibatkan adanya peningkatan produksi sputum dan
imobilisasi mengakibatkan akumulalsi sputum. Stimulus residual adalah
diabetes melitus tipe II. Diabetes melitus berdampak terhadap
penurunan daya tahan tubuh seseorang dan pada akhirnya akan berisiko
terhadap infeksi.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Tn. D adalah
menstabilisasi jalan nafas menggunakan OPA. Hal ini dilakukan untuk

49 Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


50

mempermudah tindakan suction dan mengoptimalkan ventilasi.selain


itu, tindakan suction dilakukan memperhatikan waktu dan teknik untuk
meminimalkan terhadap resiko peningkatan tekanan intrakranial.
Mobilisasi pasien dengan cara merubah posisi tidur secara teratur
minimal setiap 2 jam sekali dan melakukan fisioterapi dada untuk dapat
mengoptimalkan pengeluaran sputum. Pemberian obat-obatan antibiotik
seperti meropenem 3x1gr dan Levofloxacin 1x750 mg untuk mengobati
pnemonia. Selain itu, pemberian combivent inhalasi setiap 4 jam dan
Pulmicort setiap 8 jam ditujukan untuk dapat membantu
mengoptimalkan bersihan jalan nafas pasien. Combivent bersifat
vasodilator jalan nafas selain itu mengandung ipratropium yang dapat
mengurangi produksi sputum. Pulmicort merupakan kortikosteroid
sehingga dapat mengurangi inflamasi pernafasan dan kombinasi
vasodilator.
Pada tahap evaluasi setelah dilakukan intervensi selama tiga hari
didapatkan sektret produktif warna putih encer, reflek batuk +,
mobilisasi minimal dan dibantu, tidak ditemukan tanda dan gejala
hipoksia, Sat O2: 98% , RR: 24x/menit, regular, bunyi nafas ronki
terutama area apeks.

b. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial


Stimulus kontekstual penurunan kapasitas adaptif intrakranial adalah
adanya perdarahan intrakranial basalganglia sinistra sekitar 7,6 cc.
Hickey (2014) menyebutkan perdarahan pada basalganglia (putamen)
dapat berdampak pada penekanan menyebabkan distorsi ke arah
foramen monro yang menyebabkan dilatasi ventrikel kotralateral. Oleh
karena itu, pasien ini memerlukan monitoring status neurologis ketat
untuk menilai perubahan yang menunjukkan adanya hidrosefalus
komunikan yang dapat berdampak pada peningkatan intrakranial.
Selain penekanan pada area sekitar perdarahan dan iskemik pada area
distal perdarahan. Kondisi ini akan memicu proses metabolik multiple
seperti kerusakan oksidatif dan berlanjut pada edema serebral dan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
51

meningkatkan tekanan intrakranial. Respon ini akan mulai muncul 24-


48 jam setelah perdarahan terjadi.

Oleh karena itu, penegakan diagnosa penurunan kapasitas adaptif


tekanan intrakranial dilakukan. Diagnosa ini ditujukan untuk
meningkatkan kapasitas adaptif tekanan intrakranial. Beberapa
intervensi yang dilakukan termasuk manajemen edema serebral,
promosi perfusi serebral, dan monitoring neurologi. Pemberian obat-
obatan yang dapat membantu menurunkan tekanan intrakranial seperti
mannitol 125 mg dilakukan sesuai program terapi.

Evaluasi setelah tiga hari dilakukan intervensi didapatkan penurunan


kesadaran, E3M5Vgoedel, tekanan darah: 130/80 mmHg, kesan parese
N VII dekstra sentral dan hemiparese dekstra, pupil isokor 3mm/3mm,
reaktif, HR: 112x/menit, babinski
-.
c. Hipertermia
Diabetes mellitus tipe II menjadi faktor stimulus kontekstual. Hal ini
berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh pasien terhadap
infeksi sehingga pasien mengalami pnemonia. Peningkatan suhu
menjadi respon tubuh terhadap proses infeksi yang terjadi. Bahkan hasil
prokalsitonin menunjukkan infeksi yang terjadi sepsis (0,5).
Peningkatan suhu (demam) berdampak terhadap vasodilatasi vaskular
dan peningkatan metabolisme otak sehingga akan memperberat fungsi
seluler dan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena
penegakan diagnosa hpertermi perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan suhu tubuh normal sehingga dapat meminimalkan
dampak terhadap tekanan intrakranial dan mengoptimalkan pemulihan.
Intervensi yang dilakukan meliputi manajemen lingkungan, penanganan
demam, dan manajemen cairan. Menggunakan alat tenun dan pakaian
yang menyerap keringat dan tipis merupakan cara untuk dapat
mengoptimalkan pertukaran panas dengan lingkungan. Selain itu,
pengaturan suhu ruangan yang menggunakan ac dengan suhu 20-250 C
bertujuan mengoptimalkan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
52

Monitoring intake output cairan menjadi cara untuk mengoptimalkan


hidrasi cairan tubuh terhadap peningkatan suhu dan proses evaporasi.
Selain itu, pemberian obat paracetamol intravena 3x1 gr dan antibiotik
(meropenem dan levofloxacin) untuk mengatasi masalah infeksi sesuai
program terapi.
Setelah dilakukan intervensi selam tiga hari didapatkan Turgor kulit
baik, kulit tampak elastis, mukosa bibir lembab, suhu tubuh pasien:
36,90 C, intake output cairan +150 ml, hasil lab leukosit: 9800/µl dan
prokalsitonin < 0,5.

d. Resiko ketidakstabilan glukosa


Pengkajian perilaku didapatkan riwayat DM tipe II sejak 5 tahun yang
lalu namun tidak rutin kontrol dan pola makan tidak di atur sesui diet
DM. GDS : 212 mg/dl, GDP: 157 mg/dl, GD2JPP: 245 mg/dl.
Kondisi hiperglikemia atau hipoglikemia akan meningkatkan mortalitas
pasien stroke hemoragik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengontrolan
glukosa darah. Pengontrolan dan mempertahankan normoglikemia
ditujukan untuk mengotimalkan asupan glukosa seluler (AHA, 2015).
Hipoglikemia atau hiperglikemia akan menyebabkan asupan glukosa ke
otak menjadi tidak konstan dan mempersulit proses pemulihan.
Meskipun neuron tidak dapat pulih seperti sel tubuh lainnya,
diharapkan glukosa yang memadai kebutuhan akan mengoptimalkan
proses pemulihan setelah terjadi perdarahan dan metabolisme sel otak
dapat konstan.

Penegakan diagnosa resiko ketidakstabilan glukosa diperlukan untuk


mengontrol dan menjamin kestabilan glukosa dalam rentang normal.
Selain berkaitan dengan mencegah hipoglikemia untuk
mengoptimalkan ketersediaan kebutuhan glukosa otak, hal ini juga
dilakukan untuk meminimalkan gangguan metabolisme. Gangguan
metabolisme diawali dengan tidak tersedianya glukosa sel sesuai
kebutuhan akibat resistensi insulin akan menyebabkan pemecahan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
53

lemak yang menghasilkan keton (Black & Hawks, 2014). Keton yang
terbentuk dan terakumulasi dalam darah berbanding lurus dengan
peningkatan H+ sehingga berdampak pada penurunan pH darah (asam).
Perubahan pH (asam) akibat akan menyebabkan vasodilatasi vaskular
dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan tekanan
intrakranial.

Pada Tn. D dengan diabetes mellitus tipe II dan mengalami sepsis


akibat pnemonia mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa seluler
meningkat. Hal ini diakibatkan dari peningkatana suhu yang akan
meningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolisme berbanding lurus
dengan kebutuhan glukosa. Oleh karena itu, monitoring tanda gejala
hipoglikemia atau hiperglikemia dilakukan untuk menilai kecukupan
glukosa seluler secara klinis selain pemeriksaan glukosa darah.
Pemberian nutrisi sesuai konseling dengan diet DM menjadil acuan
dalam upaya mempertahankan kestabilan gula darah. Pemberian obat
metformin dan disertai dengan monitoring kondisi klinis pasien menjadi
intervensi kolaborasi penting untuk mengoptimalkan suplai glukosa
seluler serta meminimalkan komplikasi hiperglikemia atau
hipoglikemia.
Setelah dilakukan intervensi selama tiga hari didapatkan Tidak
ditemukan adanya tanda dan gejala hiperglikemi, GDS pagi: 159
mg/dl, GDS Siang: 160 mg/dl, GDS: 167 mg/dl.

e. Resiko gangguan integritas kulit


Pasien mengalami penurunan kesadaran, tampak mengalami parese sisi
kanan tubuh, semua kebutuhan dan mobilisasi dibantu. Status
fungsional Barthel Index (3) kategori ketergantungan berat. Penurunan
kesadaran dan kelemahan sisi tubuh kanan menjadi faktor stimulus
kontekstual yang menyebabkan kemampuan mobilisasi menurun.
Pasien dengan imobilitas dan penurunan kesadaran berisiko tinggi
mengalami dekubitus (Hickey, 2014). Kondisi ini akan menyebabkan

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
54

pasien berisiko mengalami dekubitus karena penekanan pada salah satu


sisi tubuh dalam jangka waktu lama. Pada umumnya, area yang sering
mengalami dekubitus adalah area sekitar sakrum. Selain itu, pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus sehingga memiliki resiko tinggi
terjadinya dekubitus.

Oleh karena itu, penegakan diagnosis resiko gangguan integritas kulit


dilakukan. Intervensi yang dilakukan meliputi masase pada area kulit
yang mengalami tekanan tumpuan seperti punggung, sakrum dan
oleskan minyak zaitun atau minyak kelapa, bila tersedia gunakan
matras khusus, segera ganti alat tenun yang basah., monitoring
kelembaban kulit, mengatur perubahan posisi tidur pasien secara
berkala (setiap 2 jam) dengan memperhatikan posisi neurologi (head up
kepala 10-300) dan menghindari penekanan lama pada sisi tubuh lemah
(hemiparese kanan).
Setelah dilakukan perawatan selama tiga hari diperoleh kulit pasien
tampak lembab, turgor dan elstisitas kulit baik, tidak ditemukan adanya
luka tekan. Pasien dilakukan mobilisasi perubahan posisi setiap dua jam
sekali. Posisi tirah baring pada sisi tubuh lemah (kanan) dilakukan
dengan durasi 45 menit.

4.1.2 Mode Adaptasi Konsep Diri


Pada mode ini tidak dapat dilakukan pengkajian dan penilaian lebih
lanjut karena pasien mengalami penurunan kesadaran.

4.1.3 Mode Adaptasi Peran


Pasien merupakan pensiunan yang memiliki seorang istri dan tiga
orang anak. Dua orang anak telah mandiri dan berkeluarga. Pasien
tinggal bersama istri dan seorang anaknya dirumah. Tn. D
diketahui sebelum masuk rumah sakit mulai sering lupa tempat
atau keberadaannya. Fungsi peran pasien lebih lanjut tidak dapat
dikaji langsung pada pasien karena kondisi penurunan kesadaran.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
55

4.1.4 Mode Adaptasi Interdependen


Fungsi interdependensi belum dapat dikaji lebih lanjut karena
penurunan kondisi. Selama dirawat, pasien ditunggu oleh istrinya.
Pada hari sabtu minggu atau libur maka anaknya akan bergantian
untuk menggantikan istri pasien.

4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy Pada Tiga Puluh Kasus Pasien
dengan Kasus Neurologi
4.2.1 Mode Adaptasi Fisiologis
Berdasarkan pengalaman merawat pasien selama proses residensi pada
kasus resume, penulis mendapatkan bahwa perubahan perilaku yang paling
sering mengalami dampak akibat gangguan neurologi adalah mode
fisiologis neurologis dengan perubahan perilaku yang beragam mulai dari
nyeri kepala, penurunan kesadaran, sampai ditemukannya refleks patologi.
Sehingga masalah keperawatan yang sering muncul adalah penurunan
kapasitas adaptif intrakranial dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral terutama pada kasus terjadinya perdarahan intraserebral dan
hidrosefalus.

Selain itu, pada kasus penurunan kesadaran berdampak langsung terhadap


mode fisiologis oksigenasi yang meyebabkan perubahan perilaku seperti
akumulasi sekret, ronci pada saat auskultasi pada area lapang paru. Oleh
karena itu, maalah keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas.

Pada kasus neurologi dengan perubahan perilaku hemiparese atau


kelemahan salah satu sisi tubuh berdampak pada mode fisiologis aktivitas
dan istirahat. Sehingga masalah keperawatan yang sering muncul adalah
hambatan mobilitas fisik.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
56

Pada kasus pasien neurologi yang disertai adanya riwayat diabetes mellitus
mengakibatkan perubahan perilaku mode fisiologis endokrin berupa
kondisi ketidakstabilan gula darah (hiperglikemia/ hipoglikemia). Oleh
karena itu, masalah keperawatan yang muncul adalah gula darah tidak
stabil. Pada kasus resume yang ditemui, rata-rata pasien mengalami
diabetes mellitus tipe II. Perubahan perilaku hiperglikemia/ hipoglikemia
perlu mendapatkan penangan untuk mempertahankan normoglikemia. Hal
ini berkaitan dengan upaya mengoptimalkan glukosa seluler terutama ke
jaringan serebral.

Kasus tumor, perubahan perilaku yang terjadi pada mode fisiologi sensasi
berupa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Keluhan nyeri yang dirasakan
beragam namun hampir sebagian besar mengalami nyeri kategori berat
dengan intensitas hilang timbul. Oleh karena itu, masalah keperawatan
yang sering muncul pada kasus tumor adalah nyeri.

4.2.2 Mode Adaptasi Peran


Sebagaian besar pasien yang ditemui berusi lanjut sehingga peran
kesehariannya tidak berdampak secara luas bagi keluarga. Pasien pada usia
30an yang mengalami gangguan neurologis, mengalami perubahan peran
dan berdampak pada keluarga. Peran pasien beragam, ada sebagai ibu
rumah tangga dan kepala keluarga. Namun demikian, rata-rata pasien yang
ditemui memiliki ikatan dengan anggota keluarga lain sehingga mereka
memiliki cara untuk saling memberikan dukungan untuk perubahan peran
yang terjadi.

4.2.3 Mode Adaptasi Konsep Diri


Pengkajian mode ini dimungkinkan dilakukan pada pasien tanpa gangguan
kesadaran. Beberapa pasien yang ditemui telah berusia lanjut sehingga
pasien konsep diri positif dan berdampak pada penerimaan diri dan
kondisinya. Pada beberapa kasus, yaitu pada pasien yang muda usia
produktif, perubahan neurologis berupa kelemahan salah satu sisi tubuh

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
57

mempengaruhi konsep diri pasien. Namun demikian, tingkat pendidikan


yang dimiliki dan pengetahuan ternyata dapat membantu pasien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi.

4.2.4 Mode Adaptasi Interdependensi


Pasien yang dirawat hampir semuanya memiliki keluarga dan tidak
ditemukan adanya konflik atau kesulitan dalam interaksi keluarga. Hampir
semua pasien ditunggu oleh keluarga secara bergantian menunggu pasien.
Ini merupakan sistem pendukung positif bagi pasien. Selain itu, adanya
keluarga memungkinkan perawat melakukan pendidikan kesehatan
terutama untuk perawatan berkelanjutan di rumah. Kasus-kasus neurologi
memiliki masa pemulihan yang lama sehingga perlu dilakukan perawatan
yang berkelanjutan. Keluarga diajarkan bagaimana melakukan perawatan
pada pasien yang mengalami tirah baring akibat kelemahan sisi tubuh,
mencegah terjadinya dekubitus dan sebagainya.

4.3 Analisis Pencapaian Evidence Based Nursing (EBN): Pemberian


Aromaterapi Lavender Pada PasienNeurologi dengan Insomnia
Penerapan Evidence Based Nursing (EBN) aromaterapi lavender pada
pasien neurologi dengan insomnia melibatkan lima orang pasien. Nilai rata-
rata insomnia severity index sebelum dilakukan pemberian aromaterapi
adalah 13,8 dan termasuk dalam kategori insomnia ringan. Setelah
dilakukan pemberian aromaterapi didapatkan nilai rata-rata insomnia
severity index adalah 7,6 dan termasuk dalam kategori insomnia ringan.
Berdasarkan hasil uji statistik pada CI 95% diperoleh nilai p = 0,002
(p<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
signifikan antara derajat insomnia sebelum dan setelah pemberian
aromaterapi. Pencapaian EBN ini tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan
oleh Lytle et al (2014) yang mendapatkan perbedaan skor kualitas tidur
kelompok intervensi sebesar 48,5 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar
40,10.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
58

Hasil penerapan EBN menunjukkan adanya perbedaan nilai skor insomnia


sebelum dan setelah pemberian aromaterapi lavender. Namun bila dilihat
derajat insomnia, tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan
setelah pemberian. Hal ini dapat dhubungkan dengan pemberian
aromaterapi hanya dilakukan selama satu kali dengan durasi delapan jam.
Efek yang dirasakan pasien adalah rasa nyaman setelah mencium aroma
lavender yang diberikan sehingga dapat meningkatkan relaksasi dan
menstimulasi sistem saraf parasimpatis. Efek yang diperoleh kemudian
berupa penurunan tanda-tanda vital dan rasa nyaman untuk memulai tidur.

Hal yang perlu dipertimbangkan oleh perawat adalah faktor yang


menyebabkan pasien mengalami insomnia. Nyeri yang berhubungan dengan
perjalanan penyakit seperti keganasan (kanker) tidak memberikan respon
maksimal terhadap aromaterapi. Hal ini dikarenakan tingkat nyeri karena
keganasan tidak cukup hanya dengan melakukan upaya relaksasi. Oleh
karena itu, perlu dibantu dengan kolaborasi obat-obatan dan modifikasi
lingkungan. Pertimbangan lainnya adalah pasien yang mendapatkan
aromaterapi hanya dimungkinkan pada pasien yang tidak mengalami
anosmia. Hal ini dikarenakan penciuman menjadi indera yang membawa
masuk aromaterapi melalui saraf olfaktorius ke otak manusia untuk
kemudian di proses dan menimbulkan efek dan respon yang diharapkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aromaterapi dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas tidur pasien dengan cara meningkatkan
relaksasi dan rasa nyaman sehingga memudahkan pasien untuk memulai
tidur.

4.4 Analisis Program Inovasi


1. Hasil Analisis Skrining
a. Skrining National Institute Health Stroke Scale (NIHSS), Berg Balance
Scale (BBS), Three Inkontinence Question (3 IQ) dan Frenchay
Aphasia Screening Test (FAST)

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
59

Skrining NIHSS, skrining BBS, skrining 3 IQ dan skrining FAST


dilakukan pada pasien stroke. Pasien stroke yang dirawat di Ruang
Neurologi zona A lt 5 RSCM sejak tanggal 28 April-3 Mei 2017
sebanyak 8 orang pasien. Adapun karakteristik pasien berdasarkan
jenis kelamin diketahui 3 orang pasien (37,5%) yang berjenis kelamin
laki-laki dan 5 orang pasien (62,5%) yang berjenis kelamin
perempuan. Rerata usia pasien stroke di ruang neurologi yaitu 58,8
tahun dengan usia minium 27 tahun dan usia maksimum 74 tahun.
Pasien yang terdiagnosa stroke iskemik sebanyak 6 orang pasien (75%)
dan hanya 2 orang pasien (25%) yang terdiagnosa stroke hemoragik.
a. Skrining Nyeri Menggunakan Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS).
Penerapan ANVPS dilakukan pada pasien non-communicable atau
tidak mampu berkomunikasi baik disebabkan oleh penurunan
kesadaran, gangguan komunikasi seperti afasia, maupun terintubasi.
Pada saat penerepan format pengakajian ANVPS, 5 pasien (45,5%)
tidak mampu berkomunikasi diakibatkan oleh penurunan kesadaran
sehingga tidak mampu melaporkan secara subjektif skala nyeri yang
dirasakannya.
Pasien yang terlibat dalam pelaksanaan pengkajian nyeri menggunakan
ANVPS yang melibatkan 11 pasien dengan gangguan neurologi yang
tidak dapat dilakukan pengkajian nyeri menggunakan Visual Analog
Scale (VAS) menunjukan bahwa sebagian besar pasien berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 7 pasien (63,6%) sedangkan pasien berjenis
kelamin perempuan berjumlah 4 orang (36,4%). Usia pasien berada
dalam rentang 18 hingga 77 tahun yang sebagian besar berusia kurang
dari 60 tahun yakni sebanyak 6 orang (54,54%). Diagnosa medis
terbanyak yang ditegakkan pada pasien yaitu stroke ischaemic
sebanyak 4 responden (36,4%).

b. Skrining Insomnia Severity Index


Pasien neurologi yang mengikuti skrining berjumlah 19 orang dan
enam diantaranya diketahui mengalami insomnia. Pasien yang

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
60

mengalami insomnia memiliki latarbelakang usia, jenis kelamin dan


riwayat medis beragam. Pasien neurologi yang berpartisipasi meliputi
10 orang (52,6%) perempuan dan 9 orang (47,4%) laki-laki. Usia
pasien berada dalam rentang 25 tahun sampai dengan 68 tahun. Kasus
neurologi diantara 19 orang pasien meliputi stroke iskemik (4 orang),
stroke hemoragik (2 orang), miastenia gravis (3 orang), SOL (7 orang),
fraktur spinal (1 orang), tumor spinal (1 orang) dan epidural hematoma
( 1 orang).
c. Pasien yang mengalami insomnia berjumlah enam orang dengan tiga
orang diantaranya dengan kasus SOL, satu orang dengan kasus
Miastenia Gravis, dan satu orang dengan kasus stroke iskemik.
Penyebab keluhan insomnia dikarenakan nyeri yang dirasakan oleh
pasien dengan kasus SOL dan adanya ketidaknyamanan yang
dirasakan pasien berhubungan dengan situasi ruangan rawat.
Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner sederhana dan singkat
dengan menggunakan skala likert namun tidak mengidentifikasi
penyebab keluan insomnia pasien. Hal ini perlu dikaji oleh perawat
untuk menyusun rencana intervensi keperwatan yang tepat, misalnya
pada pasien yang mengalami insomnia karena nyeri berkaitan dengan
kasus SOL, perawat perlu melakukan kolaborasi pemberian obat anti
nyeri dan upaya relaksasi. Pada kasus insomnia yang berkaitan dengan
kecemasan atau ketidaknyamanan faktor lingkungan, perawat dapat
melakukan modifikasi lingkungan melalui pengaturan suhu dan cahaya
ruangan, serta upaya relaksasi.

Pemahaman pasien beragam terhadap kuesioner. Pengalaman penulis


dalam melakukan skrining terhadap pasien ditemukan adanya
kemudahan dalam mengisi dan mengerti terhadap pertanyaan
kuesioner. Namun ada pula pasien yang sulit dalam memahami skala
penilaian terhadap keluhan sehingga pasien minta dijelaskan. Penulis
menemukan 12 orang pasien mengalami keluhan ini sedangkan tujuh
diantaranya tidak. Pengalaman ini memberikan gambaran bahwa

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
61

perawat sebaiknya mendampingi pasien saat skrining dilakukan dan


memastikan pasien dapat memahami cara mengisi kuesioner tersebut.
Bila diperlukan perawat dapat melakukan pengisian kuesioner bila
terdapat kendala penglihatan dalam mengisi kuesioner.

Insomnia severity index merupakan kuesioner khusus yang digunakan


untuk mengidentifikasi secara subjektif masalah insomnia.
Kuesionernya terdiri dari tujuh pertanyaan singkat yang meliputi
penilaian terhadap keluhan sulit memulai tidur, mempertahan tidur,
mudah terbangun, dampak masalah yang dirasakan, kepuasan terhadap
tidur saat ini dan kecemasan terhadap masalah tidur. Hasil skrining
berupa skore yang kemudian dikategori menjadi ismonia ringan,
sedang dan berat. Hasil skrining yang dilakukan di ruangan neurologi
lantai V RSCM zona A didapatkan bahwa 6 orang pasien mengalami
insomnia dengan rincian 3 orang (50%) mengalami insomnia ringan
dan 3 orang (50%) insomnia sedang.

Pengelompokkan insomnia ini sesuai dengan kategori yang dibuat oleh


International Classification of Sleep Disorder (ICSD). ICSD
mengelompokkan insomnia menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan
berat. Insomnia ringan menggambarkan suatu kondisi keluhan
gangguan jumlah tidur dan perasaan tidak nyaman/ segar saat bangun
tidur yang dialami seseorang yang tidak menimbulkan dampak atau
bersifat minimal terhadap fungsi kerja dan sosialnya. Insomnia sedang
menimbulkan dampak yang bersifat ringan sampai dengan sedang
terhadap fungsi kerja dan sosial seseorang. Insomnia berat
menimbulkan dampak kerusakan berat terhadap fungsi kerja dan
sosial seseorang. Dampak yang muncul akibat insomnia meliputi
gelisah, cemas, kelelahan dan kelemahan. Oleh karena itu, skrining
insomnia (insomnia severity index) dapat diaplikasikan untuk
mengidentifikasi masalah insomnia pada pasien.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
62

2. Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi Format Pengkajian pada Pasien


dengan Gangguan Neurologi
Kegiatan inovasi mahasiswa residensi terkait screening tools pada
pasien yang mengalami gangguan neurologi di ruang perawatan
neurologi zona A lt.5 RSCM memiliki kelebihan dan kekurangan baik
dari isi skrining maupun saat pelaksaannya. Adapun kelebihan dan
kelemahan dari tiap screening tools adalah:

1. Kelebihan
a. Mendapatkan kemudahan dalam mengkaji insomnia dengan
menggunakan skrining insomnia severity index karena format yang
sederhana dan terdiri dari 7 pertanyaan tertutup secara singkat.
b. Format pengkajian AVNPS merupakan format pengkajian FLACC
yang sudah dimodifikasi untuk dapat diterapkan pada populasi
dewasa sehingga dapat lebih mudah untuk diterapkan di ruang
rawat inap neurologi zona A RSCM
c. Format pengkajian 3IQ memiliki jumlah pertanyaan terdiri dari 6
pertanyaan, sehingga mudah diaplikasikan untuk mengetahui
kejadian inkontinensia urin, mampu mendeteksi jenis-jenis
inkontinensia urin dan pertanyaan yang disusun sangat jelas,
sehingga semua perawat mampu menggunakan skrining tersebut.
d. Format BBS mampu menentukan kemampuan berjalan pasien yang
disertai dengan petunjuk yang jelas dalam menilai skor pada
masing-masing item pengkajian
e. Skrining FAST sangat sederhana, metodenya cepat dan singkat
hanya memerlukan waktu 3-10 menit sehingga sangat tepat
digunakan pada pasien yang tidak bertoleransi dengan waktu
pengkajian yang lama
f. Skrining NIHSS telah dimasukkan dalam guideline stroke dan
direkomendasikan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI), dan sudah dimasukkan dalam pengkajian
awal pasien stroke di IGD RSCM.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
63

2. Kelemahan
a. Skrining insomnia severity index merupakan kuesioner subjektif
sehingga perlu dilengkapi dengan teknik pengkajian tambahan
misalnya observasi sebagai bentuk validasi.
b. Kekurangan yang terdapat pada format pengkajian ANVPS yang
diterapkan pada program inovasi yaitu terdapatnya 3 kategori
pengkajian baru sehingga diperlukan sosialisasi cara pengisian
format serta kategori vital yang membutuhkan kemampuan kritis
penilai dalam menentukan nilai baseline pasien sebagai data dasar
pengkajian.
c. Skrining 3IQ bersifat subjektif sehingga hasil pengkajian memiliki
subjektifitas pasien yang tinggi sehingga perlu pengkajian
tambahan. Selain itu skrining ini tidak dapat dilakukan pada pasien
yang mengalami afasia sensorik
d. Dalam pelaksanaan skrining NIHSS, ditemukan kendala .karena
pasien sudah menjalani hari perawatan di IGD atau boarderrest,
sehingga tidak bisa lagi dilakukan di ruangan perawatan neurologi.
e. Skrining BBS memerlukan kemampuan keterampilan khusus
perawat dan waktu yang cukup lama dalam pengkajian.
f. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil skrining FAST
menjadi bias yaitu jika pasien mengalami kurang konsentrasi,
bingung atau memiliki gangguan penglihatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
64

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Kesimpulan dari uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya akan
disampaikan pada bab ini, yaitu:
5.1.1 Kasus neurologi tidak hanya memberikan dampak secara fisiologis namun
juga peran, konsep diri dan lainnya. Oleh karena itu, model konsep
keperawatan adaptasi Roy dapat diterapkan untuk melakukan asuhan
keperawatan pada kasus neurologi. Model konsep ini memungkinkan
pengkajian dari aspek fisiologis, konsep diri, peran dan interdependensi
sehingga asuhan keperawatan secara komprehensif dapat dilaksanakan.
Diagnosis keperawatan yang ditemui pada kasus neurologi meliputi
penurunan kapasistas adaptif tekanan intrakranial, resiko perfusi serebral
tidak efektif dan hambatan mobilitas fisik.
5.1.2 Intervensi pemberian aromaterapi lavender pada pasien neurologi dengan
insomnia berdasarkan hasil uji statistik pada CI 95% diperoleh nilai p =
0,002 (p<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
signifikan antara nilai insomnia sebelum dan setelah pemberian
aromaterapi. Namun berdasarkan derajat insomnia, tidak ada perbedaan
signifikan antara sebelum dan setelah pemberian aromaterapi.
5.1.3 Insomnia severity index (ISI) dapat diterapkan pada pasien neurologi untuk
mengidentifikasi masalah insomnia. Penggunaan ISI dapat membantu
mengidentifikasi masalahderajat insomnia yang terjadi pada pasien
meliputi ringan, sedang dan berat.
5.2 Saran
Berikut saran yang dapat disampaikan oleh penulis dalam karya ilmiah ini
adalah
5.2.1 Pelayanan Keperawatan
a. Pendekatan model konsep adaptasi Roy membantu perawat dalam
memberikan asuhan keperwatan dengan tujuan mencapai adaptasi

64 Universitas Indonesia

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


terhadap penyakit dengan meningkatkan mekanisme koping yang
dimiliki pasien dan keluarga. Pasien neurologi memerlukan masa
pemulihan yang lama sehingga pasien dan keluarga perlu meningkatkan
mekanisme koping yang dimiliki.
b. Menerapkan SOP pemanfaatan aromaterapi lavender untuk membantu
pasien relaks sehingga dapat membantu pasien mengatasi masalah
insomnia. Selain itu, pemberian aromaterapi lavender merupakan
pengembangan penerapan yang sesuai dengan nursing intervention
classifications sebagai intervensi mandiri perawat.
c. Menerapkan pengkajian menggunakan insomnia severity index pada
pasien neurologi untuk mengidentifikasi masalah insomnia.
d. Melakukan pengadaan alat aromaterapi sebagai salah satu intervensi
keperawatan yang di standarkan dalam Nursing Intervention
Classificassion (NIC)
5.2.2 Pendidikan Keperawatan
a. Karya ilmiah ini merupakan bukti penerapan model konsep keperawatan
adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada pasien neurologi selama
mengikuti program profesi. Ini dapat digunakan dalam mengevaluasi
pelaksanaan pendidikan profesi dalam mengaplikasikan konsep model
keperawatan dalam asuhan keperawtan selama program profesi
keperawatan.
b. Meningkatkan kemampuan perawat dalam mengaplikasikan
perkembangan hasil penelitian terbaru sesuai perkembangan ilmu
keperawatan dengan pendekatan evidenced based nursing.

Universitas Indonesia
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
DAFTAR REFERENSI

Alligood, M. ., & Tomey, A. . (2010). Nursing Theorist and Their Work. United
State of America: Elsevier Mosby.
Alligood, Martha.R. (2014). Nursing Theorist and Their Work. Elseiver. Mosby:
St. Lois.
American Heart Association. (2015). Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. Retrieved from
http://stroke.ahajournals.org/content/early/2015/05/28/STR.000000000000
0069
Barcan, R. (2014). Aromatherapy Oils. Commodities, Materials, Essences.
Cultural Studies Review, 20(September), 141–171.
http://dx.doi.org/10.51310/csr.v20i2.3615
Baehr, M., & Frotscher, M. (2016). Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Anatomi,
Fisiologi & Tanda Gejala. EGC: Jakarta.
Brunner & Suddarth’s (2010). Medical Surgical Nursing Twelfth Edition.
Lippincot: Philadelphia
Bulechek, G, M., Butcher, H,K & Dochterman, J, M. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). Elseiver Mosby: St. Lois.
Hickey, J.V. (2014). The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical
Nursing Fifth Edition. Lippincot William & Wilkins: Philadelphia
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification 2012-2014. Wiley-Blackwell: Iowa
Lindquist et al (2014) Complementary & Alternative Therapies in Nursing
Seventh Edition. Springer Publishing Company: New York
Lytle, Jamie., Mwatha, Catherine., & Davis, Karen K (2014). Effect of Lavender
Aromatherapy On Vital Signs And Perceived Quality Of Sleep In The
Intermediate Care Unit: A Pilot Study. American Association of Critical
Care Nurse, 23 (1), http://.doi.org/10.4037/ajcc2014958
Li Wei, Chien., Su Li, Cheng., Chi Feng, Liu (2011). The effect of Lavender
Aromatherapy on Autonomic Nervous System in Midlife Women with
Insomnia. Evid Base Complement Alternat Med, 2012;74(13).
Doi:10.1155/2012/740813. http://www.ncbi.nlm.nih.gov

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
Nurarif, A.H, & Kusuma, H (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis & NANDA. Medication: Jogjakarta
Moeini , Khadibi m, Bekradi R, Mahmoudian SA, Nazari F. Effect of
Aromatherapy on The Quality of Sleep in Ischemic Disease Patients
Hospitalized in Intensive Care Unit of Hospitals of The Isfahan University of
Medical Sciences, Iran J Nurs Midwifery Res. 2010;15 (4):234-239.
Morin, C. M., Belleville, G., Bélanger, L., & Ivers, H. (2011). The Insomnia
Severity Index: psychometric indicators to detect insomnia cases and
evaluate treatment response. Sleep, 34(5), 601–608.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2010.05394.x
Parker, M.E., & Smith,M,C. (2010). Nursing Theories & Nursing Practice. F.A
Davis Company: Philadelphia.
Rasyid.Sp.S(K), D. dr. A., Misbach.Sp.S(K).FAAN, P. dr. J., &
Haris.Sp.S(K).FICA, D. S. (2015). Stroke : Komplikasi Medis dan Tata
Laksana. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Roy, S. C. (2009). The Roy Adaptation Model (3rd ed.). United State of America:
Pearson Education Inc.
Robert, N, G & Ramani, N.V. (2008). The Stroke Clinician’s Handbook. A
Practical Guide too The Cara of stroke Patients. World scientific:
Singapore.
World Health Organization (2016). Neurological Disorders. Retrieved from
http://www.who.int/features/qa/55/en/
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset
Kesehatan Dasar. Diambil dari http://www.depkes.go.id

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017
Catatan Perkembangan

Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi


13 Desember 2016 1. Ketidakefektifan bersihan jalan S: -
nafas O:
- Sektret produktif warna putih kekuningan kental
- Reflek batuk +, mobilisasi minimal dan dibantu
- Tidak ditemukan tanda dan gejala hipoksia, Sat O2: 97% ,
RR: 32x/menit
- Bunyi nafas ronki terutama area apeks
A: tidak adaptif
P:
- Lakukan fisioterapi dada dan mobilisasi berkala
- Airway suction
- Terapi oksigen menggunakan masker nonrebreathing
- Monitoring respirasi; RR, saturasi O2, AGD, tanda dan gejala
hipoksia, bunyi nafas
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi bronkodilator
p 2. Penurunan kapasitas adaptif S: -
tekanan intrakranial O:
- TD: 180/110 mmHg,
- Penurunan kesadaran, E2M5Vgoedel
- Kesan parese N VII dekstra sentral
- Pupil isokor 3mm/3mm, reaktif, HR: 116x/menit
- Tidak ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intra
kranial
A: tidak adaptif
P:

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


- Posisi neurologis, elevasi kepala 15-200
- Monitoring status neurologis
- Monitoring tanda dan gejala edema serebral
- Monitoring tanda dan gejala peningkatan tekanan intra kranial
- Monitoring hemodinamik selama pemberian dan efek medikasi
antihipertensi
- Pertahankan MAP dalam rentang 90-140 mmHg
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi antihipertensi
(amlodipin 1x 10 mg, candesartan 1x 32 mg, perdipin 5 mg/ 24
jam)
3. Hipertermi S: -
O:
- akral pasien teraba panas
- Suhu 38,90 C
A: tidak adaptif
P:
- Berikan pasien tenun tipis dan menyerap keringat
- Segera ganti alat tenun bila basah
- Lakukan kompres hangat bila suhu >38,50
- Monitoring suhu tubuh pasien secara berkala
- Kolaborasi pemberian antipiretik
4. Resiko gula darah tidak stabil S: -
O:
- GDS pagi: 189 mg/dl, GDS Siang: 210 mg/dl, GDS: 198
mg/dl

A: tidak adaptif

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


P:
- Manajemen dan monitoring nutrisi sesuai diet DM
- Monitoring gula darah secara berkala
- Manajemen medikasi
- Monitoring tanda dan gejala hiper/hipoglikemia
5. Resiko gangguan integritas kulit S:-
O:
-Kulit tampak lembab, tidak ditemukan adanya luka tekan
-Pasien tirah baring lama, penurunan kesadaran dengan
penurunan kemampuan mobilisasi
A: tidak adaptif
P:
- Manajemen pencegahan tekanan (pressure management)
- Menjelaskan dan mengajarkan kepada keluarga perawatan
kulit dan kaki
- Monitoring kelembaban kulit dan identifikasi faktor resiko
- Pertahankan kebersihan dan kelembaban kulit terutama area
penekan lama (sakrum, tumit)
14 Desember 2016 1. Ketidakefektifan bersihan jalan S: -
nafas O:
- Sektret produktif warna putih kekuningan kental
- Reflek batuk +, mobilisasi minimal dan dibantu
- Tidak ditemukan tanda dan gejala hipoksia, Sat O2: 98% ,
RR: 32x/menit
- Bunyi nafas ronki terutama area apeks
A: tidak adaptif
P:
- Lakukan fisioterapi dada dan mobilisasi berkala

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


- Airway suction
- Terapi oksigen menggunakan masker nonrebreathing
- Monitoring respirasi; RR, saturasi O2, AGD, tanda dan gejala
hipoksia, bunyi nafas
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi bronkodilator
2. Penurunan kapasitas adaptif S: -
tekanan intrakranial O:
- TD: 140/90 mmHg,
- Penurunan kesadaran, E2M5Vgoedel
- Kesan parese N VII dekstra sentral
- Pupil isokor 3mm/3mm, reaktif, HR: 116x/menit
- Tidak ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intra
kranial
A: tidak adaptif
P:
- Posisi neurologis, elevasi kepala 15-200
- Monitoring status neurologis
- Monitoring tanda dan gejala edema serebral
- Monitoring tanda dan gejala peningkatan tekanan intra kranial
- Monitoring hemodinamik selama pemberian dan efek medikasi
antihipertensi
- Pertahankan MAP dalam rentang 90-140 mmHg
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi antihipertensi
(amlodipin 1x 10 mg, candesartan 1x 32 mg, perdipin 5 mg/ 24
jam)
3. Hipertermi S: -
O:
- akral pasien teraba panas

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


- Suhu 38,70 C
A: masalah belum teratasi
P:
- Berikan pasien tenun tipis dan menyerap keringat
- Segera ganti alat tenun bila basah
- Lakukan kompres hangat bila suhu >38,50
- Monitoring suhu tubuh pasien secara berkala
- Kolaborasi pemberian antipiretik
4. Resiko gula darah tidak stabil S: -
O:
- GDS pagi: 179 mg/dl, GDS Siang: 200 mg/dl, GDS: 168
mg/dl

A: tidak adaptif
P:
- Manajemen dan monitoring nutrisi sesuai diet DM (1500kkal)
- Monitoring gula darah secara berkala
- Manajemen medikasi insulin
- Monitoring tanda dan gejala hiper/hipo glikemia
5. Resiko gangguan integritas kulit S:-
O:
- Kulit tampak lembab, tidak ditemukan adanya luka tekan
- Pasien tirah baring lama, penurunan kesadaran dengan
penurunan kemampuan mobilisasi
A: tidak adaptif
P:
- Manajemen pencegahan tekanan (pressure management)
- Monitoring kelembaban kulit dan identifikasi faktor resiko

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


(gula darah)
- Pertahankan kebersihan dan kelembaban kulit terutama area
penekan lama (sakrum, tumit)
15 Desember 2016 1. Ketidakefektifan bersihan jalan S: -
nafas O:
-
Sektret produktif warna putih kental
-
Reflek batuk +, mobilisasi minimal dan dibantu
-
Tidak ditemukan tanda dan gejala hipoksia, Sat O2: 98% ,
RR: 28x/menit
- Bunyi nafas ronki terutama area apeks
A: tidak adaptif
P:
- Lakukan fisioterapi dada dan mobilisasi berkala
- Airway suction
- Terapi oksigen menggunakan masker nonrebreathing
- Monitoring respirasi; RR, saturasi O2, AGD, tanda dan gejala
hipoksia, bunyi nafas
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi bronkodilator

2. Penurunan kapasitas adaptif S: -


tekanan intrakranial O:
- TD: 130/90 mmHg,
- Penurunan kesadaran, E2M5Vgoedel
- Kesan parese N VII dekstra sentral
- Pupil isokor 3mm/3mm, reaktif, HR: 112x/menit
- Tidak ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intra
kranial
A: tidak adaptif

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


P:
- Posisi neurologis, elevasi kepala 15-200
- Monitoring status neurologis
- Monitoring tanda dan gejala edema serebral
- Monitoring tanda dan gejala peningkatan tekanan intra kranial
- Monitoring hemodinamik selama pemberian dan efek medikasi
antihipertensi
- Pertahankan MAP dalam rentang 90-140 mmHg
Manajemen kolaborasi pemberian medikasi antihipertensi (amlodipin
1x 10 mg, candesartan 1x 32 mg, perdipin 5 mg/ 24 jam)
3. Hipertermi S: -
O:
- akral pasien teraba panas
- Suhu 38,30 C
A: tidak adaptif
P:
- Berikan pasien tenun tipis dan menyerap keringat
- Segera ganti alat tenun bila basah
- Lakukan kompres hangat bila suhu >38,50
- Monitoring suhu tubuh pasien secara berkala
- Kolaborasi pemberian antipiretik
4. Resiko gula darah tidak stabil S: -
O:
- GDS pagi: 159 mg/dl, GDS Siang: 160 mg/dl, GDS: 167
mg/dl

A: Adaptif

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


5. Resiko gangguan integritas kulit S:-
O:
-Kulit tampak lembab, tidak ditemukan adanya luka tekan
-Pasien tirah baring lama, penurunan kesadaran dengan
penurunan kemampuan mobilisasi
A: Adaptif
P:
- Manajemen pencegahan tekanan (pressure management)
- Monitoring kelembaban kulit dan identifikasi faktor resiko
(gula darah)
- Pertahankan kebersihan dan kelembaban kulit terutama area
penekan lama (sakrum, tumit)
16 Desember 2016 1. Ketidakefektifan bersihan jalan S: -
nafas O:
- Sektret produktif warna putih kental
- Reflek batuk +, mobilisasi minimal dan dibantu
- Tidak ditemukan tanda dan gejala hipoksia, Sat O2: 98% ,
RR: 28x/menit
- Bunyi nafas ronki terutama area apeks
A: Adaptif
P:
- Lakukan fisioterapi dada dan mobilisasi berkala
- Airway suction
- Terapi oksigen menggunakan masker nonrebreathing
- Monitoring respirasi; RR, saturasi O2, AGD, tanda dan gejala
hipoksia, bunyi nafas
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi bronkodilator

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


2. Penurunan kapasitas adaptif S: -
tekanan intrakranial O:
- TD: 130/80 mmHg,
- Penurunan kesadaran, E2M5Vgoedel
- Kesan parese N VII dekstra sentral
- Pupil isokor 3mm/3mm, reaktif, HR: 112x/menit
- Tidak ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intra
kranial
A: Adaptif
P:
- Posisi neurologis, elevasi kepala 15-200
- Monitoring status neurologis
- Monitoring tanda dan gejala edema serebral
- Monitoring tanda dan gejala peningkatan tekanan intra kranial
- Monitoring hemodinamik selama pemberian dan efek medikasi
antihipertensi
- Pertahankan MAP dalam rentang 90-140 mmHg
- Manajemen kolaborasi pemberian medikasi antihipertensi
(amlodipin 1x 10 mg, candesartan 1x 32 mg, perdipin 5 mg/ 24
jam)
3. Hipertermi S: -
O:
- akral pasien teraba panas
- Suhu 37,20 C
A: Adaptif
P:
- Berikan pasien tenun tipis dan menyerap keringat

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


- Segera ganti alat tenun bila basah
- Lakukan kompres hangat bila suhu >38,50 C
- Monitoring suhu tubuh pasien secara berkala
- Kolaborasi pemberian antipiretik (paracetamol 500 mg)
A: Adaptasi
4. Resiko gangguan integritas kulit S:-
O:
- Kulit tampak lembab, tidak ditemukan adanya luka tekan
- Pasien tirah baring lama, penurunan kesadaran dengan
penurunan kemampuan mobilisasi
A: Adaptasi
P:
- Manajemen pencegahan tekanan (pressure management)
- Monitoring kelembaban kulit dan identifikasi faktor resiko
(gula darah)
- Pertahankan kebersihan dan kelembaban kulit terutama area
penekan lama (sakrum, tumit)

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 1
1. Informasi Umum
Nn. B, 24 tahun, Tamat SMK, seorang pekerja swasta, Islam, Sunda, Bekasi-Jawa Barat.
RM: 4156-67-41, Masuk RS 2 september 2016
Diagnosa Medis: encefalia Sekunder e.c METB

2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian: 7 September 2016
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi; RR:18x/menit, regular. Tidak tampak
sianosis dan pernafasan cuping hidung. 2). Sirkulasi: Akral teraba hangat, TD:
110/70 mmHg, HR: 84x/menit, 3). Nutrisi: pasien mengeluh mual, asupan nutrisi
cair via NGT, BB terakhir 39 Kg. TB: 155, IMT=16,2 4). Eliminasi: bab 1x/hari
tidak ada keluhan dan bak 4-5 x/hari. 5). Aktifitas dan Istirahat: Pasien tampak
lemah. Kekuatan otot 5555 5555 Semua aktifitas pasien dibantu
5555 5555
6). Proteksi: pasien mengeluh pusing bertambah bila duduk. 7). Sensasi: Pasien
mengeluh nyeri kepala secara terus menerus. Skala nyeri 4. 8. Cairan dan Elektrolit
& keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab. 9). Neurologis: kesadaran
kompos mentis, GCS: 15 E4M6V5. Orientasi waktu, tempat dan orang sesuai. 10).
Endokrin: GDS: 105 mg/dl dan tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode Konsep
Diri: pasien mengatakan dirinya merasa nyaman terhadap diri sendiri, apa yang
dijalaninya selama ini memuaskan dan sesuai yang diinginkannya. Mode fungsi
Peran: pasien merupakan seorang anak yang telah bekerja. Mode Interdependensi:
pasien mengatakan memiliki hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitarnya
termasuk keluarga, kerabat dan teman kerja. Orang terdekat pasien adalah ibunya.

b. Stimulus
Stimulus fokal : pusing dan nyeri kepala secara terus menerus
Stimulus kontekstual : peradangan pada meningen, infeksi mycobakterium
tuberculosis
Stimulus residual :-
3. Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan 3. Intoleransi aktivitas
4. Tujuan
1. Skala nyeri 2-3 2. Manajemen nutrisi 3. Pasien dapat beraktifitas bertahap
5. Intervensi
1. Manajemen nyeri: relaksasi dan distraksi, 2. Monitoring tanda dan gejala rigiditas
nukal, 3. Monitoring tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial, 4. Monitoring
skala nyeri, 5. Manajemen nutrisi, 6.manajemen energi dan aktifitas bertahap
6. Evaluasi:
Setelah 24 jam perawatan, pasien menunjukkan perilaku adaptif dengan skala nyeri 2-3,
tidak ditemukan adanya tanda dan gejala rigiditas nukal, tidak ditemukan tanda dan
gejala peningkatan tekanan intra kranial, peningkatan konsumsi nutrisi dan berat badan
(BB: 42 kg), peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 2
1. Informasi Umum
Ny. Z, 43 tahun, ibu rumah tangga, tamat SMP, Betawi, Islam, Alamat: Menteng-Jakarta
Pusat. RM: 415-69-94. Masuk RS: 7 September 2016.
Diagnosa Medis: stroke iskemik OH 2
2. Pengkajian
Pengkajian 8 September 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 18x/menit, regular. Tidak tampak
pernafasan cuping hidung dan penggunaan otot bantu pernafasan. Tidak tampak
sianosis. 2). Sirkulasi: TD: 140/90 mmHg, HR: 80x/menit, teratur. Akral teraba
hangat 3) Nutrisi: Pasien tampak terpasang NGT. 4). Aktifitas dan Istirahat:
semua aktifitas pasien dibantu. 5). Eliminasi: tidak dapat dikaji, pasien terpasang
0
poli kateter urin. 6). Proteksi: suhu: 36,8 c, pasien tampak tenang 7). Sensasi:
tidak dapat dikaji 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa
tampak lembab 9). Neurologis: Pasien tampak bingung, pasien mengalami afasia,
disorientasi terhadap lingkungan dan orang sekitar, tampak hemiparese dekstra,
reflek babinski -, refleks fisiologis +, saraf cranial sulit dikaji, pupil isokor +3/+3.
10). Endokrin: GDS: 180 mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Hasil CT scan:
ditemukan adanya infark pada area temporo parietal difuse. Mode Konsep Diri:
tidak dapat dikaji. Mode fungsi Peran: pasien merupakan seorang ibu rumah
tangga yang memiliki 6 orang anak . Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji,
selama dirawat pasien ditunggu oleh anak-anak dan suami secara bergiliran.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis dekstra, afasia, disorientasi terhadap orang dan
lingkungan sekitar
Stimulus kontekstual : Iskemik serebral
Stimulus residual : riwayat hipertensi tidak terkontrol

3. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko perfusi serebral tidak efektif 2). Hambatan komunikasi verbal
3). Hambatan mobilisasi fisik
4. Tujuan
1). Perfusi jaringan serebral efektif 2). Komunikasi: ekspresi adekuat
3). Mobilisasi bertahap
5. Intervensi
1). Cerebral perfusion promotion 2). Manajemen demensia 3). Terapi latihan
mobilisasi
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif dengan kesadaran GCS
E4M6Vafasia. TD: 140/80 mmHg, pasien mengalami afasia, disorientasi terhadap orang
dan lingkungan sekitar, pasien mampu mobilisasi dengan memanfaatkan sisi tubuh kiri
dan dibantu perawat.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 3
1. Informasi Umum
Ny. K, 58 tahun, tamat SD, seorang ibu rumah tangga, Islam, Jawa, Bali Matraman
Manggarai Selatan Jakarta Selatan. RM: 415-71-25. Masuk RS: 10 September 2016.
Diagnosa Medis: subdural hematome e.c Stroke haemoragik
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian: 12 september 2016
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi; RR:22x/menit, regular. SpO2: 97%.
Tidak tampak sianosis dan pernafasan cuping hidung. 2). Sirkulasi: Pasien mengeluh
pusing seperti ditusuk-tusuk. Akral teraba dingin, TD: 130/96 mmHg, HR:
94x/menit, teratur. Hasil rontgen menunjukkan adanya kardiomegali dengan elongasi
dan kalsifikasi aorta. 3). Nutrisi: pasien terpasang NGT. Pasien kesulitan menelan.
4). Eliminasi: bab 2x/ hari dan pasien terpasang foley kateter, warna kuning jernih .
5). Aktifitas dan Istirahat: Pasien dapat menggerakkan ekstremitas. Kekuatan otot
5555 4444
5555 4444
6). Proteksi: suhu: 36,70 . Pasien mengeluh pusing bertambah membuka mata. 7).
Sensasi: Pasien mengeluh nyeri kepala secara terus menerus. Skala nyeri 5. 8).
Cairan dan Elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab. 9).
Neurologis: kesadaran GCS E4M6V5, wajah pasien tampak asimetris, lidah pasien
asimetris (miring ke kiri) 10). Endokrin: GDS: 147 mg/dl dan tidak ada riwayat
diabetes melitus. Mode Konsep Diri: belum dapat dikaji. Mode fungsi Peran:
pasien merupakan ibu rumah tangga dan semua anak sudah mandiri. Mode
Interdependensi: pasien mengatakan memiliki hubungan yang harmonis dengan
lingkungan sekitarnya termasuk keluarga dan kerabat. Orang terdekat dengan pasien
adalah anaknya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis sinistra, paresis N VII, XII sinistra
Stimulus kontekstual : perdarahan
Stimulus residual : riwayat hipertensi tidak terkontrol
3. Diagnosa keperawatan
1). Resiko perfusi serebral tidak efektif 2). Resiko pemenuhan kebutuhan
nutrisi tidak adekuat 3). Hambatan mobilisasi fisik
4. Tujuan
1). Perfusi jaringan serebral adekuat 2). Kebutuhan nutrisi adekuat
3). Adaptasi ketidakmampuan fisik
5. Intervensi
1). Cerebral perfusion promotion 2). Manajemen nutrisi 3). Pencegahan
aspirasi 4). Promosi body mechanic 5). Manajemen energi 6). Promosi
latihan/ exercise promotion
6. Evaluasi
Keluhan pusing seperti ditusuk-tusuk berkurang. Kesadaran GCS E4M6V5 wajah pasien
tampak simetris, TD: 126/ 84 mmHg, HR: 72x/menit, akral teraba hangat, pasien
terpasang NGT, kemampuan menelan +, kekuatan otot 5555 4444 , pasien dapat
5555 4444
mobilisasi miring kiri dan kanan bertahap, kemampuan duduk dibantu secara bertahap.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 4
1. Informasi Umum
Ny. K, 53 tahun, tamat SMA, ibu rumah tangga, Islam, Jawa, Islam, Alamat: Lampung
Pusat. RM: 415-67-27. Masuk RS: 2 September 2016.
Diagnosa Medis: tumor medulla spinalis, cirosis hepatis
2. Pengkajian
Pengkajian 8 September 2016
c. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 26x/menit, irregular. SpO2: 98%
Tampak penggunaan otot bantu pernafasan, lingkar abdomen 93 cm. 2). Sirkulasi:
TD: 125/70 mmHg, HR: 68x/menit, teratur. Akral teraba dingin. Sklera tampak
ikterik, bilirubin direk: 3,33 mg/dl, bilirubin total: 6,26 mg/dl. 3) Nutrisi: Pasien
mengeluh mual terus menerus, terpasang NGT, albumin: 2,35 g/dl, protein: 5,6 g/dl,
albumin: 0,7 g/dl, SGPT: 91 mg/dl. 4). Aktifitas dan Istirahat: pasien tampak
lemah, semua aktifitas pasien dibantu. 5). Eliminasi: bab 1x/hari, pasien terpasang
0
poli kateter urin, urin berwarna kuning pekat 6). Proteksi: suhu: 36,8 c, pasien
tampak tenang. 7). Sensasi: pasien tidak dapat merasakan rangsang stimulus yang
diberikan pada kedua kakinya. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asam
basa: mukosa tampak lembab, Na+: 128 mg/dl, Cl-: 90,3 mg/dl. 9). Neurologis:
Kesadaran GCS E3M5V4 Pasien tampak bingung, paraflegi. 10). Endokrin: GDS:
129 mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode Konsep Diri: tidak dapat dikaji.
Mode fungsi Peran: pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki 4 orang
anak. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji. Selama sakit, pasien ditunggu oleh
suami dan anaknya.
d. Stimulus
Stimulus fokal : paraflegia ekstremitas bawah, kelemahan, hiponatremia,
hipoalbuminemia, mual, ikterik
Stimulus kontekstual : sirosis hepatis, SOL medulla spinalis
Stimulus residual : hepatitis B

3. Diagnosa Keperawatan
2) Pola nafas tidak efektif 2). Gangguan keseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan 3). Hambatan mobilisasi fisik
4. Tujuan
1). Pola nafas efektif 2). Kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan 3). Adaptasi
ketidakmampuan fisik
5. Intervensi
1). Manajemen airway 2). Monitorig asam basa 3). Monitoring respirasi
4). Manajemen nutrisi 5). Manajemen energi 6). Terapi latihan ROM
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif dengan kesadaran GCS
E3M5V4, RR22x/menit, tidak tampak sianosis, SpO2: 99%, penggunaan otot bantu
pernafasan minimal, TD: 110/80 mmHg, sklera tampak ikterik, pasien mengalami
paraflegia ekstremitas bawah, pasien melakkan ROM aktif dan pasif dibantu oleh
keluarga dan didampingi oleh perawat

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 5
1. Informasi Umum
Ny. S, 38 tahun, tamat SMP, ibu rumah tangga, Islam, Jawa, Islam, Alamat:Tangerang
Banten. RM: 415-24-04. Masuk RS: 19 September 2016.
Diagnosa Medis: Tumor regio sella susp adenoma hipofise
2. Pengkajian
Pengkajian 19 September 2016
e. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 20x/menit, regular. SpO2: 99%. 2).
Sirkulasi: TD: 125/70 mmHg, HR: 68x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2
detik. 3) Nutrisi: Pasien mengeluh kurang nafsu makan karena nyeri yang
dirasakannya. Pasien menghabiskan 1/3 porsi makan. 4). Aktifitas dan Istirahat:
pasien mandiri melakukan semua aktifitas. 5). Eliminasi: bab 1x/hari, bak 5-x/hari,
0
tidak ada keluhan 6). Proteksi: suhu: 36,8 c, pasien tampak kooperatif, tidak ada
gangguan koordinasi gerakan volunter. 7). Sensasi: pasien mengeluh nyeri kepala
hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti senut-senut. Nyeri dirasakan tidak berkurang
meskipun dengan beristirahat. Skala nyeri 6 8). Cairan dan elektrolit &
keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, Na+: 135 mEq/l, K+: 4,59
mEq/l, Cl-: 105 mEq/l 9). Neurologis: Pasien tampak alert, orientasi terhadap
orang dan lingkungan sekitar, fungsi saraf kranial baik, refleks fisiologis +, refleks
patologis -. 10). Endokrin: GDS: 129 mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus,
cortisol: 1,44 ug/dl. Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan merasa
nyaman dan puas dengan dirinya. Mode Adaptasi Peran: pasien merupaka ibu
rumah tangga dengan 2 orang anak. Mode Interdependensi: pasien mengatakan
suaminya orang terdekat selama ini. Keluarga pasien banyak berada di Jawa dan
jarang bertemu.
f. Stimulus
Stimulus fokal : nyeri kepala hilang timbul hipofise
Stimulus kontekstual : Tumor regio sella susp adenoma
Stimulus residual :-

3. Diagnosa Keperawatan
3) Nyeri 2). Resiko pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan

4. Tujuan
1). Kontrol nyeri 2). Kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan

5. Intervensi
1). Manajemen nyeri 2). Monitorig nyeri 3). Administrasi analgesik
4). Manajemen energi 5). Manajemen nutrisi

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif dengan skala nyeri 3-4,
keluhan nyeri berkurang, pasien dapat beraktivitas seperti biasa, porsi makan pasien 2/3 -1
porsi.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 6
1. Informasi Umum
Ny. S, 43 tahun, ibu rumah tangga, Islam, Sunda, Islam, Alamat:Jatinegara Cakung. RM:
414-18-78. Masuk RS: 21 September 2016.
Diagnosa Medis: Tumor frontal sinistra
2. Pengkajian
Pengkajian 19 September 2016
g. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 22x/menit, regular. SpO2: 99%. 2).
Sirkulasi: TD: 115/75 mmHg, HR: 78x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2
detik. 3) Nutrisi: Pasien mengatakan tidak ada keluhan. Pasien dapat menghabiskan
porsi makanannya. 4). Aktifitas dan Istirahat: pasien dibantu dalam melakukan
aktifitas sehari-hari terutama saat merasa nyeri kepalanya. 5). Eliminasi: bab
0
1x/hari, bak 5-x/hari, tidak ada keluhan 6). Proteksi: suhu: 36,8 c, pasien tampak
kooperatif, tampak benjolan pada area frontal sinistra dengan diameter 5 cm 7).
Sensasi: pasien mengeluh nyeri kepala terus menerus dan berkurang bila diberikan
obat anti nyeri. Nyeri dirasakan seperti senut-senut. Nyeri dirasakan tidak berkurang
meskipun dengan beristirahat. Skala nyeri 8 8). Cairan dan elektrolit &
keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, Na+: 141 mEq/l, K+: 4,59
mEq/l, Cl-: 103, 9 mEq/l 9). Neurologis: Pasien tampak alert, orientasi terhadap
orang dan lingkungan sekitar. 10). Endokrin: GDS: 113 mg/dl, tidak ada riwayat
diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan benjolan pada
kepalanya membuatnya merasa tidak nyaman dan malu. Mode Adaptasi Peran:
pasien merupakan ibu rumah tangga yang memiliki 3 orang anak. Mode
Interdependensi: pasien orang yang paling dekat dengannya adalah anaknya. Selama
sakit, anak dan suami mengurus keperluan pasien.
h. Stimulus
Stimulus fokal : Tumor frontal sinistra
Stimulus kontekstual : nyeri kepala terus menerus
Stimulus residual :-
3. Diagnosa Keperawatan
4) Nyeri 2). Perubahan body image
4. Tujuan
1). Kontrol nyeri 2). Peningkatan toleransi terhadap aktivitas secara bertahap
5. Intervensi
1). Manajemen nyeri 2). Monitorig nyeri 3). Administrasi analgesik
4). Manajemen energi 5). Eksplorasi perasaan pasien 6). Pendkes terkait
perubahan yang terjadi akibat tumor 7). Memberikan pasien kesempatan
mengeksplorasi kelebihan lain yang dimilikinya

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif berupa kontrol nyeri
meningkat ditandai dengan skala nyeri 5-6, keluhan nyeri berkurang, pasien dapat
menerima keadaan sakitnya dan perubahan yang terjadi tubuhnya terutama kepala.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 7
1. Informasi Umum
Nn. Y, 26 tahun, pekerja swasta, Islam, Sunda, Islam, Alamat:Jatinegara Cakung. RM:
400-61-51. Masuk RS: 23 September 2016.
Diagnosa Medis: hemiparesis dupleks, paresis n. VII dekstra sentral, nistagmus
horizontal unidireksional kanan e.c lesi vascular dd autoimun
2. Pengkajian
Pengkajian 28 September 2016
i. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 18x/menit, regular. SpO2: 98%. 2).
Sirkulasi: TD: 103/78 mmHg, HR: 88x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2
detik. 3) Nutrisi: Pasien mengatakan tidak ada keluhan. Pasien dapat menghabiskan
porsi makanannya. 4). Aktifitas dan Istirahat: pasien dibantu dalam melakukan
aktifitas sehari-hari karena kelemahan pada ekstremitas. Kekuatan otot 3333 5555
4444 5555
5). Eliminasi: bab 1x/hari, bak 5-x/hari, tidak ada keluhan 6). Proteksi: suhu:
0
36,8 c. 7). Sensasi: tidak ada keluhan nyeri. Pasien dapat menyebutkan stimulus
cubitan dan sentuhan yang diberikan. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis:
Pasien tampak alert, orientasi terhadap orang dan lingkungan sekitar sesuai. Wajah
tampak asimetris ke kiri, bicara pasien pelo dan terbata-bata, tonus otot: hipertonus
pada kaki kanan, pada tangan kanan hipotonus sedangkan pada tangan kiri dan
kedua kaki normal, refleks tendon dalam; patela & achiles: +++, radiobrakhialis: +.
Hasil pemeriksaan lumbal fungsi tidak menunjukkan adanya infeksi. Hasil DSA
menunjukkan tidak ditemukan adanya lesi vaskular. CT scan menunjukkan hasil
dalam batas normal, tidak ada lesi. 10). Endokrin: GDS: 114 mg/dl, tidak ada
riwayat diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan dirinya
merasa nyaman terhadap dirinya dan tidak ada masalah berarti namun sejak sakit
pasien merasa aneh karena tidak diketahui penyebab sakitnya. Mode Adaptasi
Peran: pasien seorang anak yang sudah mandiri. Mode Interdependensi: pasien
mengatakan orang terdekatnya adalah ibunya.
j. Stimulus
Stimulus fokal : kelemahan ekstremitas, bicara pelo, paresis n. VII dekstra
sentral, nistagmus horizontal unidireksional kanan
Stimulus kontekstual : belum dapat diketahui (idiopatik)
Stimulus residual :-
3. Diagnosa Keperawatan
5) Hambatan mobilisasi fisik 2). Cemas
4. Tujuan
1) Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan 2). Kontrol kecemasan
5. Intervensi
1). Mobilisasi bertahap 2). Latihan ROM pasif dan aktif 3). Eksplorasi perasaan
cemas pasien 4). Pendkes tentang ROM pasif dan aktif.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif dengan menunjukkan
mobilisasi bertahap baik secara pasif dan aktif, pasien dapat melakukan mobilisasi bertahap
dari posisi tidur ke duduk, kemudian bangun berdiri dilanjutkan berjalan dengan didampingi,
pasien menunjukkan kontrol terhadap kecemasan, pemahaman terhadap sakit atau kondisinya
saat ini.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 8
1. Informasi Umum
Ny. R, 47 tahun, ibu rumah tangga, Islam, Jawa, Islam, Alamat:Jl. Menteng Pulo Jakarta
Selatan. RM: 400-61-51. Masuk RS: 22 September 2016.
Diagnosa Medis: Stroke haemoragik
2. Pengkajian
Pengkajian 29 September 2016
k. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 22x/menit, regular. SpO2: 96%,
terdengar ronchi pada area lapang paru. 2). Sirkulasi: TD: 167/98 mmHg, HR:
92x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien terpasang
NGT. 4). Aktifitas dan Istirahat: semua aktivitas pasien dibantu. Kekuatan otot
tidak dapat dikaji. 5). Eliminasi: bab 1x/hari, pasien terpasang kateter 6). Proteksi:
0
suhu: 36,8 c. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji. 8). Cairan dan elektrolit &
keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis.
9). Neurologis: Penurunan kesadaran, berespon terhadap nyeri, E2M4Vafasia, pasien
gelisah, edema pupil +. CT scan menunjukkan hasil perdarahan 78 cc pada area
lobus fronto-parieto-temporal kiri dan ganglia basalis kiri, meluas intraventrikel
lateralis bilateral, III dan IV serta menyebabkan herniasi subfalcine. 10). Endokrin:
GDS: 104 mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri:
tidak dapat dikaji. Mode Adaptasi Peran: pasien merupakan ibu rumah tangga.
Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji. Selama sakit, anak pasien secara
bergantian menunggu pasien.
l. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, afasia
Stimulus kontekstual : perdarahan 78 cc pada area lobus fronto-parieto-temporal kiri
dan ganglia basalis kiri
Stimulus residual : riwayat hipertensi tidak terkontrol

3. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 2). Bersihan jalan nafas tidak efektif

10. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) Bersihan jalan efektif

11. Intervensi
1). Promosi perfusi serebral 2) monitoring tekanan intrakrakranial 3). Manajemen
edema serebral 4) monitoring status neurologis 5) posisi neurologis
6). Manajemen airway 7). Fisioterapi dada 8). Monitoring respirasi

12. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan kompesasi ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema +, tidak ditemukannya respon muntah proyektil, tekanan darah
dalam rentang 100/70 s.d 140/90 mmHg, pasien tampak gelisah, kesadaran E2M4Vafasia, RR:
16-22x/menit, reguler, tidak ditemukan adanya ronchi saat auskultasi, tidak ditemukan
adanya sianosis dan hipoksia.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 9
1. Informasi Umum
Ny. M, 22 tahun, ibu rumah tangga, Islam, Sunda, Islam, Alamat:Jl. Kp. Kadu Langgar
RangkasBitung, Banten. RM: 415-75-47. Masuk RS: 19 September 2016.
Diagnosa Medis: METB, encepalitis, TB milier, riwayat dislokasi femur dekstra
2. Pengkajian
Pengkajian 10 Oktober 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: RR: 20x/menit, regular. SpO2: 98%. 2).
Sirkulasi: TD: 118/78 mmHg, HR: 92x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2
detik. 3) Nutrisi: Pasien mengatakan tidak ada keluhan. Pasien dapat menghabiskan
porsi makanannya. 4). Aktifitas dan Istirahat: semua aktivitas pasien dibantu.
Kekuatan otot 5555 1111, atropi otot pada ekstremitas bawah kanan
0000 1111
5). Eliminasi: bab 1x/hari, pasien terpasang poly kateter urin, tidak ada keluhan,
0
urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu: 36,8 c. 7). Sensasi: pasien dapat
menyebutkan dengan benar stimulus yang diberikan, pasien mengeluh nyeri kepala
yang hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk.skala nyeri 4 8). Cairan
dan elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit
normal dan elastis. 9). Neurologis: Kesadaran compos mentis, E4M6V5. CT scan
menunjukkan hasil encepalitis. 10). Endokrin: GDS: 109 mg/dl, tidak ada riwayat
diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan dapat menerima
kondisi dirinya saat ini dan tidak ada masalah yang membuat dirinya tidak nyaman.
Mode Adaptasi Peran: Pasien merupakan seorang istri yang belum memiliki anak.
Mode Interdependensi: pasien mengatakan orang terdekat adalah ibu dan suami.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis dekstra, nyeri kepala
Stimulus kontekstual : encepalitis, infeksi tuberculosis tuberculosa
Stimulus residual :-

3. Diagnosa Keperawatan
2) Nyeri kronis 2). Hambatan mobilisasi

4. Tujuan
1). Adaptasi nyeri 2) mobilisasi bertahap

5. Intervensi
1). Manajemen nyeri 2) manajemen energi 3) kolaborasi medikasi OAT dan
analgetik 4). ROM pasif 5). Promosi mobilisasi bertahap

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan keluhan
nyeri berkurang, skala nyeri 2-3, tampak atropi otot, latihan mobilisasi bertahap secara
berkala oleh keluarga didampingi perawat.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 10

1. Informasi Umum
Ny. A, 61 tahun, ibu rumah tangga, Islam, Melayu, Islam, Alamat: RM: 415-88-56.
Masuk RS: 17 September 2016.
Diagnosa Medis: Stroke haemoragik OH ketujuh
2. Pengkajian
Pengkajian 18 Oktober 2016
3. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: terdengar bunyi snoring, RR: 26x/menit,
regular. SpO2: 96%. pH: 7,489, pCO2: 30,5, HCO3 : 25,7. 2). Sirkulasi: TD: 160/117
mmHg, HR: 118x/menit, teratur. Akral teraba dingin. CRT> 2 detik. Hasil Rontgen:
kardiomegali. 3) Nutrisi: Pasien terpasang NGT. 4). Aktifitas dan Istirahat: semua
aktivitas pasien dibantu. Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu:
0
36,8 c. Leukosit: 20,1 1000/uL 7). Sensasi: tidak dapat dikaji. 8). Cairan dan
elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal
dan elastis. Na: 161 mEq/L, cl: 132 mEq/L 9). Neurologis: Kesadaran GCS
E1M1V1, papil edema, refleks babinski + bilateral. CT scan menunjukkan hasil
perdarahan intraventrikel, hidrosefalus, edema serebri. 10). Endokrin: GDS: 109
mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat
dikaji. Mode Adaptasi Peran: pasien merupakan seorang ibu yang memiliki anak
yang sudah mandiri. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji lebih lanjut, namun
selama dirawat pasien ditunggu secara bergiliran oleh anak-anaknya.
4. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, edema otak, hidrosefalus
Stimulus kontekstual : perdarahan (stroke haemoragik)
Stimulus residual : usia, hipertensi tidak terkontrol

5. Diagnosa Keperawatan
3) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 2). Bersihan jalan nafas tidak efektif

6. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) pola nafas efektif

7. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) monitoring
status neurologis 5) posisi neurologis 6). Manajemen airway 7). Terapi oksigen
8). Monitoring respirasi

8. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku kompensasi ditandai dengan
ditemukannya papil edema, refleks babinski + bilateral, kesadaran GCS E1M1V1, tekanan
darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg, bersihan jalan nafas efektif, tidak ditemukan
adanya sumbatan, RR; 16-22x/menit, pH darah SpO2: 99%. pH: 7,429, pCO2: 36, HCO3 : 28.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 11

1. Informasi Umum
Tn. A, 36 tahun, pekerja swasta, Islam, Jawa, Islam, Alamat: Cakung, Jatinegara, Jakarta
Timur. RM: 415-89-69. Masuk RS: 20 September 2016.
Diagnosa Medis: Penurunan kesadaran e.c susp METB
2. Pengkajian
Pengkajian 20 Oktober 2016
3. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: bunyi nafas vesikuler, RR: 24x/menit,
regular. SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 110/70 mmHg, HR: 98x/menit, teratur. Akral
teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien terpasang NGT. 4). Aktifitas dan
Istirahat: semua aktivitas pasien dibantu. Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu:
0
36,8 c. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis:
Kesadaran GCS E3M6V5, gelisah, tidak kooperatif, refleks patologis negatif. CT
scan belum dapat dilakukan karena perilaku pasien tidak kooperatif, gelisah. 10).
Endokrin: GDS: 112 mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode Adaptasi
Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adaptasi Peran: pasien merupakan seorang
suami dan memiliki 2 orang anak. Mode Interdependensi: Tidak dapat dikaji lebih
lanjut.
4. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, gelisah, bicara meracau
Stimulus kontekstual : suspek encepalitis, infeksi tuberculosa mycobacterium
Stimulus residual :-

5. Diagnosa Keperawatan
4) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 2). Resiko jatuh

6. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) Kejadian jatuh dicegah

7. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) monitoring
status neurologis 5) posisi neurologis 6). Identifikasi resiko 7). Upaya pencegahan
jatuh

8. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku kompensasi ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema, refleks patologi -, penurunan kesadaran GCS E3M6V5, tekanan
darah dalam rentang 100/70 s.d 140/90 mmHg, tidak terjadi jatuh dan cedera fisik pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan gelisah.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 12

1. Informasi Umum
Tn. A, 36 tahun, pekerja swasta, Islam, Sunda, Islam, Alamat: Bogor. RM: 415-90-01.
Masuk RS: 20 Oktober 2016.
Diagnosa Medis: Sol intrakranial
2. Pengkajian
Pengkajian 20 Oktober 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: bunyi nafas vesikuler, RR: 18x/menit,
regular. SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 110/80 mmHg, HR: 84x/menit, teratur. Akral
teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien terpasang NGT. Tidak dapat
mengekspresikan kebutuhan makan dan minum sesuai kebutuhan 4). Aktifitas dan
Istirahat: semua aktivitas pasien dibantu. Kekuatan otot 5555 4444
5555 4444
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu:
0
36,8 c. 7). Sensasi: pasien dapat menyebutkan stimulus yang diberikan. 8). Cairan
dan elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit
normal dan elastis.Na: 139 mE/mL, K: 3,8 mE/mL, cl: 111 mE/mL. 9). Neurologis:
Pasien tampak bingung (confuse), hemiparesis sinistra, respon pasien lama terhadap
pertanyaan yang diberikan, kadang pasien tampak bingung, bicara pelan dan terbata-
bata, refleks patologis negatif, pupil isokor. Hasil CT scan: adanya suspek glioma
lobus temporo-parietal kanan luas yang mencakup korteks dan white matter sampai
batang otak, batas tidak tegas, edema serebri,ventrikel IV sempit.. 10). Endokrin:
GDS: 105 mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri:
tidak dapat dikaji lebih lanjut. Mode Adaptasi Peran: pasien belum berkeluarga.
Mode Interdependensi: tidak dapt dikaji lebih lanjut. Selama sakit, pasien ditunggu
oleh saudaranya secara bergantian.
b. Stimulus
Stimulus fokal : bingung, respon lama terhadap pertanyaan yang diberikan,
bicara pelan dan terbata-bata
Stimulus kontekstual : suspek glioma lobus temporo-parietal kanan luas
Stimulus residual : tidak diketahui
3. Diagnosa Keperawatan
5) Penurunan adaptif kapasitas intrakranial 2). Bingung akut (acut confusion)
4. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) Orientasi kognitif
5. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) monitoring
status neurologis 5) Posisi neurologis 6). Manajemen delirium 7). Perlindungan
infeksi 8). Manajemen pengobatan
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema, perbaikan kesadaran, tekanan darah dalam rentang 100/70 s.d
140/90 mmHg, mampu mengidentifikasi diri, waktu dan tempat dengan benar

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 13

1. Informasi Umum
Ny. J, 68 tahun, ibu rumah tangga, Islam, Jawa, Islam, Alamat: Kramat sawah. RM: 415-
91-22. Masuk RS: 23 Oktober 2016.
Diagnosa Medis: stroke iskemik berulang
2. Pengkajian
Pengkajian 24 Oktober 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: bunyi nafas vesikuler, RR: 22x/menit,
regular. SpO2: 98%. 2). Sirkulasi: TD: 130/90 mmHg, HR: 94x/menit, teratur. Akral
teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien terpasang NGT. 4). Aktifitas dan
Istirahat: semua aktivitas pasien dibantu. Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu:
0
37,8 c. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. Ca ++: 0,96
mmol/L, Mg: 1,33 mmol/L. 9). Neurologis: Penurunan kesadaran E2M4V4, refleks
patologis babinski negatif, pupil isokor +3/+3, wajah tampak asimetris. Hasil CT
scan: tampak adanya infark pada area lobus parietal kiri. 10). Endokrin: GDS: 132
mg/dl, tidak ada riwayat diabetes melitus. Mode adaptasi konsep diri: tidak dapt
dikaji. Mode adaptasi peran: pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan
anak-anak yang sudah mandiri. Mode interdependensi: tidak dapat dikaji lebih
lanjut. Anak-anak pasien menunggu pasien secara bergiliran selama pasien dirawat di
RS.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Penurunan kesadaran, paresis N. VII dekstra sentral
Stimulus kontekstual : stroke iskemik
Stimulus residual : riwayat hipertensi tidak terkontrol

3. Diagnosa Keperawatan
6) Penurunan adaptif kapasitas intrakranial 2). Gangguan keseimbangan elektrolit

4. Tujuan
1). Penurunan Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) keseimbangan
elektrolit terpenuhi

5. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) monitoring
status neurologis 5) Posisi neurologis 6). Manajemen delirium 7). Perlindungan
infeksi 8). Manajemen cairan 9). Manajemen elektrolit 10). Monitoring elektrolit

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema, refleks patologi -, perbaikan kesadaran GCS E3M5V4, tekanan
darah dalam rentang 100/70 s.d 140/90 mmHg, nilai elektrolit dalam batas normal.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 14

1. Informasi Umum
Ny. T, 42 tahun, ibu rumah tangga , Batak, Protestan, Alamat: Menteng jakarta Pusat.
RM: 281-50-36. Masuk RS: 25 Oktober 2016.
Diagnosa Medis: stroke iskemik
2. Pengkajian
Pengkajian 25 Oktober 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: bunyi nafas vesikuler, RR: 20x/menit,
regular. SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 130/80 mmHg, HR: 84x/menit, teratur. Akral
teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien terpasang NGT. 4). Aktifitas dan
Istirahat: semua aktivitas pasien dibantu. Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu:
0
36,3 c. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis:
Kesadaran koma, E1M1V1, pupil isokor, reflek patologis negatif. Hasil CT scan:
infark iskemik luas fronto temporo oksipital kiri. 10). Endokrin: GDS: 229 mg/dl,
diketahui pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak ± 5 tahun yang lalu. Mode
Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien merupakan
ibu rumah tangga. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji lebih lanjut. Selama
sakit yang menunggu pasien adalah suaminya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran
Stimulus kontekstual : stroke iskemik
Stimulus residual : hipertensi, riwayat diabetes melitus

3. Diagnosa Keperawatan
7) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 2). Resiko ketidakstabilan kadar glukosa
darah

4. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) Level glukosa darah stabil

5. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) monitoring
status neurologis 5) Posisi neurologis 6). Manajemen delirium 7). Perlindungan
infeksi 8) manajemen hiperglikemia 9). monitoring nutrisi
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perbaikan kondisi ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema, pupil reaktif, kesadaran GCS E2M3V2, tekanan darah dalam
rentang 100/70 s.d 140/90 mmHg, level glukosa dalam batas normal

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 15
1. Informasi Umum
Tn. S, 71 tahun, tidak bekerja , Betawi, Islam, Alamat: Cempaka Putih Timur, Cempaka
Putih,Jakarta Pusat. RM: 415-92-51. Masuk RS: 28 Oktober 2016.
Diagnosa Medis: stroke haemoragik
2. Pengkajian
Pengkajian 28 Oktober 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: terpasang O2 nasal kanul 4 L/m, bunyi
nafas ronchi, RR: 22x/menit, regular. SpO2: 96%. 2). Sirkulasi: TD: 150/90 mmHg,
HR: 98x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien
terpasang NGT. 4). Aktifitas dan Istirahat: semua aktivitas dan kebutuhan pasien
dibantu perawat. Kekuatan otot tidak dapat dikaji.
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu:
0
36,3 c. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis:
Penurunan kesadaran, E3M5V3, pupil isokor, reflek patologis babinski positif. Hasil
CT scan: perdarahan talamus kanan dengan estimasi 2,2 cc, intraventrikel ventrikel
lateralis bilateral dan III, atropi serebri. 10). Endokrin: GDS: 96 mg/dl, tidak
ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Mode Adaptasi Konsep Diri: tidak
dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien kesehariannya tidak bekerja dan dirumah.
Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji lebih lanjut. Selama sakit yang menunggu
pasien adalah anak-anaknya.

b. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, reflek patologis babinski positif.
Stimulus kontekstual : stroke haemoragik perdarahan talamus kanan dengan
estimasi 2,2 cc, intraventrikel ventrikel lateralis bilateral dan
III
Stimulus residual : hipertensi tidak terkontrol
3. Diagnosa Keperawatan
8) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
4. Tujuan
1). Kapasitas intrakranial adaptif 2) bersihan jalan nafas efektif
5. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) Monitoring
status neurologis 5) Posisi neurologis 6). Manajemen airway 7) monitoring
respirasi
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perbaikan kondisi ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema, perbaikan kesadaran GCS E3M5V4, tekanan darah dalam
rentang 110/70 s.d 140/90 mmHg, tidak ditemukan tanda gejala sianosis, SpO2 97-100%,
bunyi nafas vesikuler.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 16
1. Informasi Umum
Tn. S, 64 tahun, tidak bekerja , Jawa, Islam, Alamat: Jl. Kramat Sentiong, Kramat,
Jakarta Pusat. RM: 415-97-41. Masuk RS: 6 November 2016.
Diagnosa Medis: stroke iskemik
2. Pengkajian
Pengkajian 7 November 2016
3. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: terpasang O2 nasal kanul 3 L/m, bunyi
nafas ronchi, RR: 22x/menit, regular. SpO2: 96%. 2). Sirkulasi: TD: 180/90 mmHg,
HR: 88x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Pasien
terpasang NGT. 4). Aktifitas dan Istirahat: semua aktivitas dan kebutuhan pasien
dibantu perawat. Kekuatan otot tidak dapat dikaji. 5). Eliminasi: Pasien terpasang
0
poly kateter, urin kuning jernih. 6). Proteksi: suhu: 36,6 c. 7). Sensasi: tidak dapat
dikaji 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak
lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis: Penurunan kesadran,
E2M4V4, pupil isokor, paresis N. VII sentral, reflek patologis negatif. Hasil CT scan:
infark multiple area lobus parietal sinistra 10). Endokrin: GDS: 106 mg/dl, tidak
ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Medikasi: Paracetamol 3x1 g, Captopril
1x12,5 mg, vitamin B6 2x1, Vitamin B12 2x1, Asam folat 2x5 mg, Ascardia 1x80
mg. Mode Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien
kesehariannya tidak bekerja dan dirumah. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji
lebih lanjut. Selama sakit yang menunggu pasien adalah anak-anaknya.

4. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, paresis N. VII sentral
Stimulus kontekstual : stroke iskemik hari ke 1
Stimulus residual : hipertensi tidak terkontrol

5. Diagnosa Keperawatan
9) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 2). Bersihan jalan nafas tidak efektif

6. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) Bersihan jalan efektif

7. Intervensi
1). Monitoring tekanan intrakrakranial 2). Manajemen edema serebral 3) Monitoring
status neurologis 5) Posisi neurologis 6). Promosi perfusi serebral 7) Manajemen
airway 7) monitoring respirasi
8. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan tidak
ditemukannya papil edema, perbaikan kesadaran E3M4V5 , tekanan darah dalam rentang
120/80 s.d 140/90 mmHg, perfusi serebral adekuat, kepatenan jalan nafas, RR 18-22x/menit,
regular, bunyi nafas vesikuler, tidak ditemukan bunyi ronchi.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 17
1. Informasi Umum
Tn. U, 74 tahun, tidak bekerja, Betawi, Islam, Alamat: Jl. Delta Serdang, Kemayoran,
Jakarta Pusat. RM: 415-97-73. Masuk RS: 6 November 2016.
Diagnosa Medis: sol intrakranial
2. Pengkajian
Pengkajian 8 November 2016
3. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
22x/menit, regular, bunyi nafas vesikuler. SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 140/98
mmHg, HR: 88x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi:
Pasien terpasang NGT. Tidak dapat menelan. 4). Aktifitas dan Istirahat: semua
aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat. Kekuatan otot 5555 4444
5555 4444
5). Eliminasi: Pasien terpasang poly kateter, urin kuning jernih. Tidak ada keluhan.
0
6). Proteksi: suhu: 36,6 c. 7). Sensasi: Pasien sulit menyebutkan stimulus yang
diberikan perawat karena disartria dan gangguan riwayat fungsi pendengaran. 8).
Cairan dan elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, turgor
kulit normal dan elastis. 9). Neurologis: Kesadaran E4M6V5, bicara pelo dan tidak
jelas, disartria, pupil isokor, paresis N. VII dekstra sentral, hemiparesis dekstra,
reflek patologis negatif. Hasil CT scan: suspek massa disertai kompresi perdarahan
berukuran 3,8x4,6x3,9 cc di lobus parietal kiri disertai perfokal edema dengan
herniasi subfalcine ke sisi kanan sejauh 6,5 cm 10). Endokrin: GDS: 120 mg/dl,
tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Medikasi: Paracetamol 3x1 g,
dexametason 3x5 mg, ceftriaxon 2x2 gr, OMZ 1x40 mg. Mode Adaptasi Konsep
Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien kesehariannya tidak bekerja
dan dirumah. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji lebih lanjut. Selama sakit
yang menunggu pasien adalah anak-anaknya.
4. Stimulus
Stimulus fokal : disartria, paresis N. VII dekstra sentral, hemiparesis dekstra
Stimulus kontekstual : sol intrakranial dengan komponen perdarahan
Stimulus residual : tidak diketahui
5. Diagnosa Keperawatan
10) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif 2). Gangguan komunikasi
verbal: pendengaran dan defisit bicara
6. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2) komunikasi ekspresif
3) komunikasi reseptif: defisit pendengaran
7. Intervensi
1). Promosi perfusi serebral 2) Monitoring status neurologis 3) Posisi
neurologis 4). Peningkatan komunikasi: defisit verbal 5). Peningkatan
komunikasi: defisit pendengaran

8. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan kesadaran
GCS E4M6V5, tekanan darah dalam rentang 110/80 s.d 140/90 mmHg, tidak ada keluhan
nyeri kepala, pasien dapat komunikasi ekspresif dan reseptif.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 18
1. Informasi Umum
Tn. M, 62 tahun, tidak bekerja, Betawi, Islam, Alamat: Jl.Kunciran Mas Permai, Pinang,
Tangerang, Banten. RM: 415-96-22. Masuk RS: 4 November 2016.
Diagnosa Medis: stroke iskemik
2. Pengkajian
Pengkajian 7 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
18x/menit, regular, bunyi nafas vesikuler. SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 150/90
mmHg, HR: 88x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi:
pasien dapat menelan, . 4). Aktifitas dan Istirahat: semua aktivitas dan kebutuhan
pasien dibantu perawat. Kekuatan otot 4444 5555
4444 5555
5). Eliminasi: kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAK 6-7 x/hari . Tidak ada
0
keluhan. 6). Proteksi: suhu: 36,6 c. 7). Sensasi: Pasien dapat menyebutkan stiulus
yang diberikan perawat dengan benar. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis:
Kesadaran E4M6V5, pupil isokor, paresis N. VII dekstra sentral, hemiparesis dekstra,
reflek patologis -. Hasil CT scan: infark multiple di corona radiata kanan, kapsula
eksterna kanan dan ganglia basalis kiri, encepalomalacia lobus frontal kiri, atropi
hemisfer serebri kiri, lesi blastik di septum aircell etmoid kiri. 10). Endokrin: GDS:
134 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Medikasi: Ascardia
1x80 mg, Atorvastatin 1x20 mg, Asam folat 2x5 mg, vitamin B6 2x10 mg, vitamin
B12 2x50 mg, Parasetamol 3x1 gr, Amlodipin 1x10 mg, omeprazol 1x40 mg. Mode
Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan dirinya dapat menerima kondisi diri.
Mode Adapasi Peran: pasien kesehariannya tidak bekerja dan dirumah. Mode
Interdependensi: orang terdekat pasien adalah istri tapi karena faktor usia tidak
dapat menemaninya di RS.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparese dekstra, paresis N. VII dekstra sentral
Stimulus kontekstual : stroke iskemik
Stimulus residual : riwayat hipertensi
3. Diagnosa Keperawatan
11) Resiko ketidakefektifan perfusi serebral 2). Hambatan mobilitas fisik
4. Tujuan
1).Perfusi serebral efektif 2) Mobilisasi bertahap

5. Intervensi
1). Promosi perfusi serebral 2). Posisi neurologis 3) Monitoring status neurologis
4). ROM pasif dan aktif 5). Latihan mobilisasi bertahap di tempat tidur, duduk, berdiri

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan kesadaran
GCS E4M6V5 tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg, refleks patologi -,
pasien dapat mobilisasi bertahap.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 19
1. Informasi Umum
Tn. S, 50 tahun, swasta (tukang ojek), Betawi, Islam, Alamat: Jl. Pariaman Pasais Setia
Budi Jakarta Selatan. RM: 384-60-93. Masuk RS: 11 November 2016.
Diagnosa Medis: Trauma kepala ringan
2. Pengkajian
Pengkajian 14 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
18x/menit, regular, bunyi nafas vesikuler. SpO2: 98%. 2). Sirkulasi: TD: 120/70
mmHg, HR: 72x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi:
pasien dapat menelan, tidak ada keluhan. Nutrisi per oral. 4). Aktifitas dan
Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat. Kekuatan otot 5555 4444
5555 4444
5). Eliminasi: kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAK 5-6 x/hari . Tidak ada
0
keluhan. 6). Proteksi: suhu: 36,6 c. Tampak multiple vulnus ekskoriasi dan laserasi
wajah. 7). Sensasi: Pasien mengeluh pusing dan keleyengan yang dirasakan hilang
timbul. Skala nyeri saat dikaji 4. Pasien dapat menyebutkan stimulus yang diberikan
perawat dengan benar. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asam basa:
mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis: Kesadaran
E4M6V5, pupil isokor, wajah pasien tampak asimetris, reflek patologis negatif. Hasil
CT scan: perdarahan intra kranial, fraktur os frontal – temporal kiri. 10). Endokrin:
GDS: 112 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Medikasi:
Ketrolac 3x30 mg, Ranitidin 2x50 mg, Extrace 1x40 mg, KCl 3x500 mg, Transamin
2 x500 mg. Mode Adaptasi Konsep Diri: pesien mengatakan dirinya merasa
bersyukur masih dapat bertahan dan akan lebih berhati-hati. Mode Adapasi Peran:
pasien kesehariannya bekerja sebagai ojek. Mode Interdependensi: pasien
mengatakan orang terdekatnya adalah istrinya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : paresis N. VII sinistra sentral, hemiparese dekstra,
Stimulus kontekstual : trauma kepala
Stimulus residual :-
c. Diagnosa Keperawatan
12) Nyeri 2). Hambatan mobilitas fisik
d. Tujuan
1) kontrol nyeri 2) Adaptasi perubahan kemampuan mobilisasi
e. Intervensi
1). Manajemen nyeri 2). Manajemen lingkungan: nyaman 3). Administrasi analgetik
4). Kemampuan koordinasi pergerakan 5) mobilisasi bertahap
f. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan keluhan
nyeri berkurang, skala 2-3, pasien dapat koordinasi mengatur keseimbangan dan pergerakan
sisi tubuh yang lemah, mobilisasi bertahap disekitar tempat tidur mulai dari duduk, berdiri
dan berjalan.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 20
1. Informasi Umum
Tn. T, 60 tahun, pensiunan, Batak, Protestan, Alamat: Jl. Pengadegan Barat II/7.
Pengadegan Pancoran Jakarta. RM: 416-01-91. Masuk RS: 15 November 2016.
Diagnosa Medis: Stroke hemoragik
2. Pengkajian
Pengkajian 15 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
20x/menit, regular, bunyi nafas vesikuler. SpO2: 98%. 2). Sirkulasi: TD: 150/80
mmHg, HR: 78x/menit, teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi:
Kemampuan menelan belum dapat dikaji. Pasien terpasang NGT. 4). Aktifitas dan
Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat. Kekuatan otot
5555 4444
5555 4444
5). Eliminasi: Pasien terpasang kateter, urin kuning jernih. Kandung kemih teraba
0
kosong. 6). Proteksi: suhu: 36,1 c. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji 8). Cairan dan
elektrolit & keseimbangan asam basa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal
dan elastis, K+: 2,9 mmol/L 9). Neurologis: Penurunan kesadaran E3M6V4, pupil
isokor dan reaktif, wajah pasien tampak asimetris dekstra, reflek babinski positif.
Refleks fisiologis +3 +2
+3 +2
Hasil CT scan: perdarahan intraventrikel lateral kiri kornu posterior, perdarahan
intraparekim di talamus kiri dengan estimasi ± 13,8 cc disertai perifokal edema yang
mendesak dan menyempitkan ventrikel lateral kiri disertai deviasi struktur midline ke
kanan sejauh0,4 cm. Infark lakunar di kapsul interna kanan, basal ganglia kanan. 10).
Endokrin: GDS: 118 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Mode
Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien sudah
pensiun dan banyak menghabiskan waktu dirumah. Mode Interdependensi: tidak
dapat dikaji lebih lanjut. Selama sakit yang menunggu pasien adalah anak-anaknya.
Medikasi:
b. Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, paresis N. VII sinistra sentral,
hemiparese dekstra
Stimulus kontekstual : hipertensi
Stimulus residual :-
3. Diagnosa Keperawatan
1). Penurunan kapasitas maladaptif tekanan intra kranial 2). Gangguan
keseimbangan elektrolit; hipokalemia
4. Tujuan
1) Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2). Keseimbangan elektrolit: kalium

5. Intervensi
1). Promosi perfusi serebral 2) Monitoring status neurologis 3) Posisi
neurologis 4) manajemen hipokalemia 5). Monitoring volume cairan

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan kesadaran
GCS E3M6V4, refeleks patologi +, tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg,
tidak ada keluhan nyeri kepala, papil edema, muntah proyektil, kalium darah 3,5-5,5 mEq/lt,
balance cairan terpenuhi

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 21
1. Informasi Umum
Tn. U, 80 tahun, pensiunan, Jawa, Islam, Alamat:Jl. Bintara IV Bekasi Barat Jawa Barat.
RM: 415-97-58. Masuk RS: 6 November 2016.
Diagnosa Medis: Stroke hemoragik
2. Pengkajian
Pengkajian 14 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
20x/menit, terpasang OPA, bunyi nafas ronkhi, sputum produktif, warna kuning
kental. SpO2: 98%. 2). Sirkulasi: TD: 170/100 mmHg, HR: 78x/menit, teratur. Akral
teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan menelan belum dapat dikaji.
Pasien terpasang NGT. 4). Aktifitas dan Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien
dibantu perawat. Kekuatan otot 4444 5555
4444 5555
5). Eliminasi: Pasien terpasang kateter, urin kuning jernih. Kandung kemih teraba
0
kosong. 6). Proteksi: suhu: 36,6 c. Leukosit: 20.12 1000/µL. 7). Sensasi: tidak
dapat dikaji 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asambasa: mukosa
tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis: Penurunan
kesadaran, E3M5V2, pupil isokor, wajah pasien tampak asimetris dekstra, reflek
babinski positif bilateral, tampak kelemahan sisi kanan tubuh..
Refleks fisiologis +3 +2
+3 +2
Hasil CT scan: tampak perdarahan di talamus kiri. 10). Endokrin: GDS: 118 mg/dl,
tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus. Medikasi: manitol 4x 125 mg, PCT
3x1 gr, Captopril 2 x25 mg, OMZ 1x40 mg, fluimucyl 2x1, meropenen 1x1gr. Mode
Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien
kesehariannya tidak bekerja dan dirumah. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji
lebih lanjut. Selama sakit yang menunggu pasien adalah anak-anaknya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : paresis N. VII sinistra dekstra, hemiparese dekstra
Stimulus kontekstual : stroke hemoragik
Stimulus residual : hipertensi

3. Diagnosa Keperawatan
13) Penurunan kapasitas adaptif tekanan intra kranial 2). Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
4. Tujuan
1). Kapasitas tekanan intrakranial adaptif 2). Bersihan jalan nafas efektif
5. Intervensi
1) Promosi perfusi serebral 2) Monitoring status neurologis 3) Posisi
neurologis 4). Airway manajemen 5). Fisioterapi dada 6). Monitoring
respirasi 7). Airway suction 8). Perubahan posisi secara teratur minimal
setiap 2 jam sekali

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku kompensasi ditandai dengan
kesadaran E3M5V2, tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg, tidak ada keluhan
nyeri kepala, papil edema +, muntah proyektil -, sekresi sputum berkurang, bunyi nafas
vesikuler, RR: 16-20 x/ menit, Sat O2 97-100%, tidak ditemukan sianosis.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 23
1. Informasi Umum
Tn. S, 52 tahun, swasta, Jawa, Islam, Alamat:Jl. Menteng Wadas Barat Pasar Manggis
Setia Budi Jakarta Selatan. RM: 416-03-89. Masuk RS: 19 November 2016.
Diagnosa Medis: Stroke iskemik
2. Pengkajian
Pengkajian : 22 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
20x/menit, vesikuler, SpO2: 98%. 2). Sirkulasi: TD: 140/85 mmHg, HR: 78x/menit,
teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan menelan (+),
pasien makan per oral dengan diet lunak 1700 kal . 4). Aktifitas dan Istirahat:
aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat dan keluarga.
Kekuatan otot 4444 5555
3333 5555
5). Eliminasi: Pasien dapat berkemih spontan dengan rangsangan (+), urin kuning
jernih. Kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAK 6-7x/hari. Kebiasaan BAB 1-2
hari sekali tanpa keluhan. 6). Proteksi: suhu: 36,90c. 7). Sensasi: pasien dapat
merasakan dan menyebut stimulus yang diberikan dengan benar. 8). Cairan dan
elektrolit & keseimbangan asambasa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal
dan elastis. 9). Neurologis: Kesadaran E4M6V5, pupil isokor, wajah pasien tampak
asimetris dekstra, reflek babinski (-), tampak kelemahan sisi kanan tubuh.
Refleks fisiologis +2 +2
+2 +2
Hasil CT scan: infark di korona radiata kiri, tidak tampak perdarahan intrakranial.
10). Endokrin: GDS: 108 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus.
Medikasi: Ascardia 1x80 mg, vitamin B6 1x 10 mg, Vitamin B12 1x50 mg, Asam
Folat 2x 5 mg, Simvastatin 1x80 mg, varsartan 1x160 mg, KSR 3x1200 mg.
Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan dapat menerima kondisi dirinya
karena mungkin caranya untuk istirahat. Mode Adapasi Peran: pasien
kesehariannya bekerja di toko miliknya. Mode Interdependensi: pasien mengatakan
orang terdekatnya adalah istri dan anaknya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : paresis N. VII dekstra sentral, hemiparese dekstra
Stimulus kontekstual : stroke iskemik
Stimulus residual : hipertensi tidak terkontrol
3. Diagnosa Keperawatan
14) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif 2). Hambatan mobilitas fisik
4. Tujuan
1). Perfusi jaringan serebral efektif 2). Mobilisasi bertahap
5. Intervensi
2) Promosi perfusi serebral 2) Monitoring status neurologis 3) Posisi
neurologis 4). Regulasi hemodinamik 5). Promosi latihan ROM pasif dan aktif
6). Promosi body mechanic 7). Manajemen energi 8). Manajemen
lingkungan

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan Kesadaran
E4M6V5, tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg, tidak ada keluhan nyeri
kepala, pasien mampu melakukan ROM pasif dan aktif secara mandiri, pasien dapat
mobilisasi bertahap dari duduk sampai dengan berjalan di sekitar tempat tidur.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 24
1. Informasi Umum
Ny. N, 49 tahun, ibu rumah tangga, Betawi, Islam, Alamat:Desa Waringin Waringin Jaya
Kedung Waringin Bekasi. RM: 396-42-92. Masuk RS: 22 November 2016.
Diagnosa Medis: Post laminektomi HNP th. 10-11 Pedicle screw
2. Pengkajian
Pengkajian : 30 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
18x/menit, vesikuler, SpO2: 98%. 2). Sirkulasi: TD: 140/80 mmHg, HR: 68x/menit,
teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan menelan (+),
pasien makan per oral. Tidak ada keluhan 4). Aktifitas dan Istirahat: aktivitas dan
kebutuhan pasien dibantu perawat dan keluarga.
Kekuatan otot 5555 5555
4444 5555
5). Eliminasi: Pasien dapat berkemih spontan dengan rangsangan (+), urin kuning
jernih. Kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAK 6-7x/hari. Kebiasaan BAB
1x/hari. tanpa keluhan. 6). Proteksi: suhu: 36,30c. 7). Sensasi: Pasien mengeluh
nyeri pada area pinggang. Skala nyeri 4. Pasien dapat merasakan dan menyebut
stimulus yang diberikan dengan benar. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asambasa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. 9). Neurologis:
Kesadaran E4M6V5, pupil isokor, wajah pasien tampak simetris, reflek babinski (-),
keluhan: kedua kaki terasa berat untuk berjalan terutama kaki kanan. Fungsi sensoris
kedua kaki baik. Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang
lalu.
Refleks fisiologis +2 +2
+2 +2
10). Endokrin: GDS: 98 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes melitus.
Medikasi: OMZ 1x 40 mg, PCT 3x1 gr, captopril 1x 25 mg, amlodipin.
Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan dirinya sangat berharap setela
operasi dapat menyebuhkan keluhan kakinya. Mode Adapasi Peran: pasien
kesehariannya ibu rumah tangga. Mode Interdependensi: orang terdekat pasien
adalah suaminya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : nyeri, kaki kanan terasa berat saat berjalan dan bergerak
Stimulus kontekstual : Post laminektomi HNP th. 10-11 Pedicle screw hari ke 6
Stimulus residual :-

3. Diagnosa Keperawatan
15) Nyeri 2) Hambatan mobilitas fisik

4. Tujuan
1) Kontrol nyeri 2)Mobilisasi bertahap

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


5. Intervensi
3) Manajemen nyeri 2) manajemen kolaborasi medikasi anti nyeri
3) monitoring skala nyeri 4). Manajemen relaksasi 5). Promosi latihan ROM
pasif dan aktif 6). Promosi body mechanic 7). Manajemen energi
8). Manajemen lingkungan

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan
kesadaran E4M6V5, tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg, tidak ada
keluhan nyeri kepala, pasien mampu melakukan ROM pasif dan aktif secara mandiri,
pasien dapat mobilisasi bertahap dari duduk sampai dengan berjalan di sekitar tempat
tidur.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 25
1. Informasi Umum
Tn P, 68 tahun, swasta, Tionghoa, Katolik, Alamat:Taman Griya Pratama 7/31
Pengangsaan II, Kelapa Gading Jakarta Utara. RM: 416-06-72. Masuk RS: 25
November 2016.
Diagnosa Medis: stroke hemoragik onset hari ke 5
2. Pengkajian
Pengkajian : 28 November 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
20x/menit, vesikuler, SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 150/80 mmHg, HR: 72x/menit,
teratur. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan menelan (+),
pasien makan per oral dengan diet DM 1900 kkal. Tidak ada keluhan 4). Aktifitas
dan Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat dan keluarga.
Kekuatan otot 5555 4444
5555 4444
5). Eliminasi: Pasien dapat berkemih spontan dengan rangsangan (+), urin kuning
jernih. Kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAK 8-9x/hari. Kebiasaan BAB
1x/hari. tanpa keluhan. 6). Proteksi: suhu: 36,30c. 7). Sensasi: Pasien dapat
merasakan dan menyebut stimulus yang diberikan dengan benar. 8). Cairan dan
elektrolit & keseimbangan asambasa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal
dan elastis. Na+: 139 mEq/L, K+: 4,5 mEq/L, Cl-: 112 mEq/L. 9). Neurologis:
Kesadaran E4M6V5, pupil isokor 3 mm/3 mm reaktif, wajah pasien tampak asimetris
sinistra, reflek babinski (+), keluhan: nyeri kepala dan leher terasa linu.
Refleks fisiologis +2 +2
+2 +2
10). Endokrin: GDS: 277 mg/dl, ditemukan adanya riwayat diabetes tipe II melitus
sejak 6 tahun yang lalu. Medikasi: humalog 3x 8 unit, simvastatin 1x20 mg, Hasil CT
scan: ditemukan adanya perdarahan kecil pada area basal ganglia sinistra ± 5 cc.
nivardipine 2,5 mg/ jam, valsatran 1x80 mg, keppra 1x40 mg, Piracetam 3x500 mg.
Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan merasa nyaman dan tidak ada
masalah dengan dirinya. Mode Adapasi Peran: pasien kesehariannya bekerja
dengan membuka usaha. Mode Interdependensi: pasien mengatakan orang
terdekatnya adalah istri dan anaknya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis dekstra, parese N. VII sentral
Stimulus kontekstual : stroke hemoragik onset hari ke 5
Stimulus residual : riwayat DM tidak terkontrol

3. Diagnosa Keperawatan
1). Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif 2) Ketidakstabilan gula darah

4. Tujuan
1). Perfusi jaringan serebral efektif 2) Gula darah stabil

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


5. Intervensi
4) Promosi perfusi serebral 2) Posisi neurologis 3). Monitoring status
neurologis 4). Regulasi hemodinamik 5). Monitoring peningkatan tekanan intra
kranial 6) manajemen diet DM 7) monitoring gula darah berkala

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan
kesadaran GCS E4M6V5, tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 150/90 mmHg, tidak
ada keluhan nyeri kepala, tidak ditemukan adanya tanda dan gejala peningkatan tekanan
intra kranial, gula darah dalam rentang normal, tidak terjadi hipo/hiperglikemia.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 26
1. Informasi Umum
Tn M, 39 tahun, swasta, Jawa, Islam, Alamat:Jl. Kimia Ujung , Menteng, Jakarta Pusat.
RM: 411-86-14. Masuk RS: 30 November 2016.
Diagnosa Medis: stroke hemoragik onset hari ke 8, CHF stad. III, DM tipe II, CKD stad.
III, TB paru putus obat on OAT lini II
2. Pengkajian
Pengkajian : 6 desember 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, dalam dan cepat, RR:
26x/menit, ronchi di seluruh lapang paru, SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 160/90
mmHg, HR: 120x/menit. Akral teraba dingin dan tampak pucat. CRT> 2 detik. 3)
Nutrisi: Kemampuan menelan (-), pasien makan per NGT dengan diet DM 1900
kkal. Tidak ada keluhan 4). Aktifitas dan Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien
dibantu perawat dan keluarga.
Kekuatan otot 3333 4444
2222 4444
5). Eliminasi: Pasien dapat berkemih spontan dengan rangsangan (+), urin kuning
jernih. Kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAK 8-9x/hari. Kebiasaan BAB
1x/hari. tanpa keluhan. 6). Proteksi: suhu: 36,30c. 7). Sensasi: Pasien dapat
merasakan namun tidak dapat menyebut stimulus yang diberikan. 8). Cairan dan
elektrolit & keseimbangan asambasa: mukosa tampak lembab, tampak edema
anasarka dan tidak elastis. Na+: 135 mEq/L, K+: 2,6 mEq/L, Cl-: 111 mEq/L. 9).
Neurologis: Kesadaran E4M6V5, pupil isokor 3 mm/3 mm reaktif, wajah pasien
tampak simetris, reflek babinski (-), keluhan: tidak dapat dikaji.
Refleks fisiologis +1 +1
+1 +1
10). Endokrin: GDS: 277 mg/dl, ditemukan adanya riwayat diabetes tipe II melitus
sejak 6 tahun yang lalu. Mode Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode
Adapasi Peran: pasien kesehariannya bekerja sebagai ojek. Mode Interdependensi:
tidak dapat dikaji lebih lanjut. Selama sakit yang menunggu pasien adalah istrinya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis dekstra, parese N. VII sentral, apasia motorik
Stimulus kontekstual : stroke hemoragik onset hari ke 5
Stimulus residual :-

3. Diagnosa Keperawatan
1). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2) Resiko perfusi jaringan serebral tidak
efektif 3) Gangguan keseimbangan elektrolit: hipokalsemia
4. Tujuan
1). Bersihan jalan efektif 2) Perfusi serebral efektif 3) Keseimbangan
elektrolit:normokalsemia 4). Keseimbangan elektrolit terpenuhi.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


5. Intervensi
5) Pertahankan kepatenan jalan nafas 2) monitoring respirasi 3) manajemen
oksigenasi 4) suction 5) Promosi perfusi serebral 6) Posisi neurologis
7). Monitoring status neurologis 8). Regulasi hemodinamik 9). Monitoring
tanda dan gejala peningkatan tekanan intra kranial 10) pertahankan intra vena 11)
monitoring tanda gejala hiperkalsemia; peningkatan kelemahan otot, peningkatan
haluaran urin 12) pertahankan keseimbangan intake output cairan

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan jalan
nafas bersih/paten, RR 16-24x/menit, tidak terjadi akumulasi sekret, kesadaran E4M6V5,
tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 150/90 mmHg, tidak ada keluhan nyeri kepala,
tidak ditemukan adanya tanda gejala peningkatan tekanan intra kranial, normokalsemia.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 27
1. Informasi Umum
Tn C, 59 tahun, tidak bekerja, Jawa, Islam, Alamat: Jl.H. Murtadho, Paseban, Senen,
Jakarta Pusat. RM: 416-08-11. Masuk RS: 28 November 2016.
Diagnosa Medis: stroke hemoragik onset hari ke 8
2. Pengkajian
Pengkajian : 6 Desember 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, reguler, RR:
22x/menit, vesikuler seluruh lapang paru, SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 150/90
mmHg, HR: 100x/menit. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi:
Kemampuan menelan (-), pasien makan per NGT dengan diet cair 6 x 250 ml (1800
kkal). 4). Aktifitas dan Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat
dan keluarga.
Kekuatan otot tidak dapat dikaji. Tampak spastik pada ekstremitas kanan. 5).
Eliminasi: Pasien terpasang polykateter, urin kuning jernih. Kandung kemih teraba
kosong, frekuensi BAB 1x/hari. 6). Proteksi: suhu: 36,30c. Tampak dekubitus grade
II dengan ukuran 3 x 3 cm pada area sakrum. 7). Sensasi: tidak dapat dikaji
8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asambasa: mukosa tampak lembab,
turgor kulit normal dan elastis. Na+: 127 mEq/L. 9). Neurologis: Penurunan
kesadaran E2M6V2, pupil isokor 3 mm/3 mm reaktif, tampak bola mata mengalami
deviasi konjugat, wajah pasien tampak asimetris sinistra, reflek openheim (+),
keluhan: tidak dapat dikaji. Menurut anak, pasien memiliki riwayat hipertensi namun
tidak rutin kontrol dan minum obat. Pasien seringkali lupa, bahkan untuk nama
sendiri dan bicara tidak nyambung. September 2016, kebiasaan lupa dan bicara tidak
nyambung semakin berat.Refleks fisiologis +2 +2
+2 +2
10). Endokrin: GDS: 102 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes. Hasil
CT scan kepala: perdarahan intra parenkim, basal ganglia kiri, capsul interna kiri,
talamus kiri dengan estimasi perdahan 8,1 cc disertai perifokal edema yang mendesak
ventrikel lateral kiri, tampak atropi serebri. Medikasi: Valsatran 1x 60 mg,
Amlodipin 1x10 mg, Laxadin 3x15 ml, Paracetamol 3x1 gr, Omeperazole 1x 40 mg.
Mode Adaptasi Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien
kesehariannya tidak bekerja dan dirumah. Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji
lebih lanjut. Selama sakit yang menunggu pasien adalah anak-anaknya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis dekstra, parese N. VII sentral, spastik ekstremitas
kanan, tampak bola mata mengalami deviasi konjugat
Stimulus kontekstual : stroke hemoragik pada area perdarahan intra parenkim, basal
ganglia kiri, capsul interna kiri, talamus kiri dengan estimasi
perdahan 8,1 cc
Stimulus residual : hipertensi tidak terkontrol
3. Diagnosa Keperawatan
1). Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif 2) Gangguan integritas kulit

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


3). Gangguan keseimbangan elektrolit: hiponatremia.

4. Tujuan
1). Penurunan adaptif kapasitas tekanan intrakranial 2) integritas kulit terpenuhi
3) keseimbangan elektrolit: normonatremia
5. Intervensi
6) Promosi perfusi serebral 2) Posisi neurologis 3). Monitoring status
neurologis 4). Regulasi hemodinamik 5). Perawatan luka dekubitus 6) monitor
intake output cairan 7) monitoring nilai elektrolit natrium darah berkala 8)
pertahankan intravena; NaCl 0,9%
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku kompensasi ditandai dengan
kesadaran kesadaran E2M6V2, tekanan darah dalam rentang 120/80 s.d 140/90 mmHg,
tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ditemukan tanda gejala peningkatan intrakranial,
tidak ditemukan tanda gejala infeksi, normonatremia (135-153 mEq/L), dan tidak
ditemukan tanda dan gejala hiponatremia.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 28
1. Informasi Umum
Tn K, 41 tahun, swasta, Jawa, Islam, Alamat: Jl. Wuluh Kota Bambu Utara, Palmerah,
Jakarta Barat. RM: 416-09-32. Masuk RS: 30 November 2016.
Diagnosa Medis: Miastenia Gravis
2. Pengkajian
Pengkajian : 8 Desember 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pasien mengatakan nafas terasa berat,
RR: 22x/menit, reguler, tampak penggunaan otot bantu pernafasan, vesikuler seluruh
lapang paru, pH: 7,49, PCO2: 38,8, paO2: 60, SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 110/80
mmHg, HR: 88x/menit. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan
menelan (-), pasien makan per NGT dengan diet cair 6 x 300 ml (1900 kkal). 4).
Aktifitas dan Istirahat: aktivitas dan kebutuhan pasien dibantu perawat dan
keluarga. Pasien mengatakan seluruh ekstremitasnya terasa lemah.
Kekuatan otot 3333 3333
3333 3333
5). Eliminasi: Pasien mengatakan merasa sulit saat akan berkemih. Pasien terpasang
polykateter, urin kuning jernih. Kandung kemih teraba kosong, frekuensi BAB 1x/2
hari. 6). Proteksi: suhu: 36,30c. 7). Sensasi: Pasien dapat menyebutkan stimulus
yang diberikan dengan benar. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan
asambasa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal dan elastis. Na+= 134
mEq/L, K+= 4,33 mEq/L, Cl-= 95,4 mEq/L 9). Neurologis: kesadaran E4M6V5,
pupil isokor 3 mm/3 mm reaktif. Refleks fisiologis +2 +2
+2 +2
10). Endokrin: GDS: 211 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes
sebelumnya. Hasil CT scan kepala: tidak ditemukan adanya kelainan, perdarahan
dan infark serebri. Medikasi: Mestimon 6 x 60 mg
Mode Adaptasi Konsep Diri: pasien mengatakan tidak mengerti kenapa dirinya bisa
mengalami sakit karena selama ini hampir tidak pernah sakit. Mode Adapasi Peran:
pasien kesehariannya bekerja dengan membuka usaha sendiri. Mode
Interdependensi: pasien mengatakan orang terdekatnya adalah istrinya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : kelemahan ekstremitas, kelemahan otot-otot pernafasan,
penurunan kemampuan BAK spontan, parese neuromuskular
perifer
Stimulus kontekstual : miastenia gravis
Stimulus residual :-
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas 2) Gangguan mobilisasi fisik
4. Tujuan
1). Pola nafas tidak efektif 2) mobilisasi fisik bertahap

5. Intervensi
1). Pertahankan jalan nafas 2) terapi oksigen 3) monitoring respirasi

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


4) promosi ROM pasif dan aktif 5). Mobilisasi bertahap.

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan RR:
16-20x permenit, tidak ditemukan tanda dan gejala hipoksia, Sat O2: 98-100%, pasien
dapat mobilisasi bertahap

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 29
1. Informasi Umum
Tn S, 50 tahun, swasta, Jawa, Islam, Alamat: Jl. Cempaka Bulak, Jatibening, Pondok
Gede, Bekasi. RM: 402-59-44. Masuk RS: 6 Desember 2016.
Diagnosa Medis: Stroke Iskemik onset hari ke 2
2. Pengkajian
Pengkajian : 7 Desember 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, RR: 18x/menit,
reguler, vesikuler seluruh lapang paru, SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 140/90 mmHg,
HR: 78x/menit. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan menelan
(+),makan per oral dengan diet DM kalori 1900 kkal. 4). Aktifitas dan Istirahat:
Pasien dapat mobilisasi duduk dibantu. Kekuatan otot 5555 3333
5555 3333
5). Eliminasi: Pasien dapat berkemih spontan, tanpa keluhan. Kandung kemih teraba
kosong, frekuensi BAB 1x/2 hari. 6). Proteksi: suhu: 36,90c. 7). Sensasi: Pasien
dapat menyebutkan stimulus yang diberikan dengan benar. 8). Cairan dan
elektrolit & keseimbangan asambasa: mukosa tampak lembab, turgor kulit normal
dan elastis. 9). Neurologis: kesadaran E4M6V5, pupil isokor 3 mm/3 mm reaktif.
Refleks fisiologis +2 +2 . Refleks patologis (-). Wajah pasien tampak asimetris ke
kiri. +2 +2

10). Endokrin: GDS: 207 mg/dl, tidak ditemukan adanya riwayat diabetes
sebelumnya. Hasil CT scan kepala :tidak tampak kelainan radiologis di intrkranial.
Medikasi: Ascardia 1x80 mg, Simvastatin 1x 20 mg, Asam Folat 2 x 5 mg, Vitamin
B6 2x15 mg, B12 2x5 mg, Omeperazole 1x 40 mg. Mode Adaptasi Konsep Diri:
pasien mengatakan merasa tidak ada yang membuat dirinya tidak nyaman. Mode
Adapasi Peran: pasien kesehariannya bekerja. Mode Interdependensi: pasien
mengatakan orang terdekatnya adalah istri dan anaknya.

b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis sinistra, parese N VII sinistra
Stimulus kontekstual : hipertensi tidak terkontrol
Stimulus residual :-
3. Diagnosa Keperawatan
2) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif 2). Gula darah tidak stabil 3)
gangguan mobilisasi fisik
4. Tujuan
1). Perfusi jaringan serebral efektif 2) gula darah stabil 3). mobilisasi fisik
bertahap
5. Intervensi
1) Promosi perfusi serebral 2) Monitoring status neurologis 3) Posisi
neurologis 4). Regulasi hemodinamik 5). Manajemen diet DM
6) monitoring gula darah bertahap 7). Promosi latihan ROM pasif dan aktif

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


8). Promosi body mechanic 9). Manajemen energi 10). Manajemen
lingkungan

6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan perilaku adaptif ditandai dengan
kesadaran E4M6V5, orientasi lingkungan orang dan tempat sesuai, TD 120/70-150/90
mmHg, tidak ditemukan tanda gejala peningkatan tekanan intrakranial, gula darah
sewaktu < 200mg/dL, pasien dapat mobilisasi bertahap

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


RESUME 30
1. Informasi Umum
Tn I, 65 tahun, swasta, Jawa, Islam, Alamat: Jl. Garuda, Tangerang. RM: 419-14-75.
Masuk RS: 5 Desember 2016.
Diagnosa Medis: Stroke hemoragik onset hari ke 3
2. Pengkajian
Pengkajian : 8 Desember 2016
a. Perilaku
Mode Adaptasi Fisiologis: 1). Oksigenasi: Pernafasan spontan, RR: 38x/menit, cepat
dan dalam, ronki pada area apeks paru, SpO2: 99%. 2). Sirkulasi: TD: 173/117
mmHg, HR: 98x/menit. Akral teraba hangat. CRT< 2 detik. 3) Nutrisi: Kemampuan
menelan belum dapat dikaji, makan per NGT diet DM 1500 kkal. 4). Aktifitas dan
Istirahat: Semua aktivitas pasien dibantu keluarga dan perawat.
Kekuatan otot 3322 5555
3322 5555

5). Eliminasi: Pasien terpasang polykateter, keluhan belum dapat dikaji. Kandung
kemih teraba kosong, frekuensi BAB 1x/hari. 6). Proteksi: suhu: 36,40c. 7).
Sensasi: Belum dapat dikaji. 8). Cairan dan elektrolit & keseimbangan asam
basa: mukosa tampak kering, turgor kulit normal dan elastis. Na+= 136 mEq/L, K+=
3,4 mEq/L, Cl-= 108 mEq/L 9). Neurologis: kesadaran E3M4Vgoedel, pupil isokor 3
mm/3 mm reaktif. Wajah pasien tampak asimetris dekstra. Refleks Babinski (+)
dekstra . Refleks fisiologis +2 +2.
+2 +2
Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak berusia 40 tahun namun tidak
rutin kontrol dan minum obat. Selain itu, riwayat stroke tahun 2014. Pasien juga
pernah diketahui mengalami serangan jantung tahun 2014 (Februari). Pada serangan
stroke I pasien diketahui mengalami kelemahan sisi tubuh kanan.
10). Endokrin: GDS: 282 mg/dl, pasien diketahui memiliki riwayat diabetes sejak
lima tahun yang lalu. Hasil CT scan kepala : perdarahan intrakranial pada area
ganglia basalis sinistra. Infark lama pada area parietal sinistra dan oksipital.
Medikasi: Parasetamol 3 x 1gr, omeperazol 1 x 40 mg, Amlodipin 1 x 10 mg,
candesartan 1x8 mg, ceftriaxon 1x 2 gr, Azithrombocin 1 x 500 mg. Mode Adaptasi
Konsep Diri: tidak dapat dikaji. Mode Adapasi Peran: pasien seorang pensiunan.
Mode Interdependensi: tidak dapat dikaji.
b. Stimulus
Stimulus fokal : hemiparesis sinistra, penurunan kesadaran
Stimulus kontekstual : perdarahan intrakranial ganglia basal sinistra
Stimulus residual : riwayat hipertensi tidak terkontrol dan diabetes melitus,
perilaku hidup tidak sehat
3. Diagnosa Keperawatan
1). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2). Resiko perfusi jaringan serebral tidak
efektif 3). Gula darah tidak stabil 4) Gangguan mobilisasi fisik

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


4. Tujuan
1). Perfusi jaringan serebral efektif 2) gula darah stabil 3). mobilisasi fisik
bertahap
5. Intervensi
1). Promosi perfusi serebral 2) Monitoring status neurologis 3) Posisi
neurologis 4). Regulasi hemodinamik 5). Manajemen diet DM
6) monitoring gula darah bertahap 7). Promosi latihan ROM pasif dan aktif
8). Promosi body mechanic 9). Manajemen energi 10). Manajemen
lingkungan
6. Evaluasi
Setelah 24 jam perawatan pasien menunjukkan maladaptif ditandai dengan kesadaran
E3M4Vgoedel, TD 120/70-150/90 mmHg, tidak ditemukan tanda gejala peningkatan
tekanan intrakranial, gula darah sewaktu < 200mg/dL, pasien

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Indeks Derajat Insomnia
Lingkari nomor pada tiap pertanyaan yang disediakan yang dianggap mewakili kondisi yang
dialami.
Silakan nilai masalah insomnia yang saudara alami beberapa hari (3 hari) terakhir.
No Insomnia Tidak Ringan Sedang Berat Sangat
ada berat
1 Pasien mengeluh kesulitan 0 1 2 3 4
memulai tidur
2 Pasien mengeluh kesulitan 0 1 2 3 4
mempertahankan tidur
3 Pasien mengeluh bangun 0 1 2 3 4
terlalu cepat/dini

4. Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pola tidur saat ini?


Sangat puas Sedikit puas Agak puas Tidak puas Sangat tidak puas
0 1 2 3 4

5. Apakah pasien merasakan/ melihat dampak masalah tidur terhadap kualitas hidup saudara
saat ini?
Tidak Sedikit Agak Tidak Sangat tidak
kelihatan kelihatan kelihatan kelihatan kelihatan
sama sekali
0 1 2 3 4

6. bagaimana tingkat kecemasan pasien terhadap masalah tidur yang dihadapi saat ini?
Tidak cemas Sedikit cemas Agak cemas Tidak cemas Sangat tidak
sama sekali cemas
0 1 2 3 4

7. Bagaimana pengaruh masalah tidur pasien terhadap fungsi sehari-hari (misalnya


kelemahan siang hari, mood, kemampuan bekerja di siang hari, konsentrasi, memori dan
lain-lain)?
Tidak mempengaruhi Sedikit Agak Tidak Sangat tidak
sama sekali mempengaruhi mempengaruhi mempengaruhi mempengaruhi
0 1 2 3 4

Nilai total :

Sumber: Charles M.Morin (2009)

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Kuesioner 3IQ Untuk Skreening Inkontinensia Urine

No Pertanyaan Pilihan jawaban

1 Apakah anda mengalami gangguan Ya ( lanjut ke Tidak ( Tidak lanjut


dalam berkemih (gangguan kencing ) ? pertanyaan ke pertanyaan
berikutnya ) berikutnya )

2 Sudah berapa lama anda mengalami Kurang dari 3 bulan Lebih dari 3 bulan
gangguan tidak dapat menahan kencing ?

3 Apakah anda dapat menyadari saat Ya Tidak


kencing anda keluar sendiri ?

4 Apakah anda mengeluarkan kencing Ya Tidak


bila batuk, bersin, berjalan, melompat
atau saat melakukan aktivitas berat (
misalnya : olahraga, mengangkat barang
berat dll) ?

5 Apakah anda merasa sangat ingin Ya Tidak


kencing dan kencing anda sudah
keluar sendiri sebelum tiba di kamar
mandi ?

6 Apakah anda tidak mampu mengontrol Ya Tidak


kencing saat aktivitas dan tidak mampu
mencapai kamar mandi ?

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Frenchay Aphasia Screening Test (FAST)

No Aspek komunikasi Item penilaian Skor


1 Pemahaman a.Menunjukkan objek yang terlihat pada kartu gambar sesuai
dengan instruksi
Tidak menunjuk objek yang tepat 0
Menunjuk 1 objek yang tepat 1
Menunjuk 2 objek yang tepat 2
Menunjuk 3 objek yang tepat 3
Menunjuk 4 objek yang tepat 4
Menunjuk 5 objek dengan tepat 5
b.Menunjukkan gambar bentuk yang terlihat pada kartu gambar
sesuai dengan instruksi
Tidak menunjuk gambar bentuk yang tepat 0
Menunjuk 1 gambar bentuk yang tepat 1
Menunjuk 2 gambar bentuk yang tepat 2
Menunjuk 3 gambar bentuk yang tepat 3
Menunjuk 4 gambar bentuk yang tepat 4
Menunjuk 5 gambar bentuk dengan tepat 5
2 Pengucapan a.Menyebutkan nama objek yang terlihat pada kartu gambar
Tidak mampu menyebutkan nama objek satupun 0
mampu menamai 1-2 objek 1
mampu menamai 3-4 objek 2
mampu menamai 5-6 objek 3
mampu menamai 7-8 objek 4
mampu menamai 9-10 objek 5
b.Menyebutkan nama benda disekitar dalam waktu 1 menit
Tidak dapat menyebutkan satupun nama benda 0
Menyebutkan 1-2 nama benda 1
Menyebutkan 3-5 nama benda 2
Menyebutkan 6-9 nama benda 3
Menyebutkan 10-14 nama benda 4
Menyebutkan ≥ 15 nama benda 5
3 Membaca Membaca tulisan pada kartu gambar dan melakukan instruksi yang
dibaca
Tidak dapat melakukan instruksi 0
Dapat melakukan sesuai instruksi 5
4 Menulis Menuliskan nama objek yang terlihat pada kartu gambar
Tidak mampu menuliskan satupun 0
Dapat menuliskan 1-2 objek 1
Dapat menuliskan 2-3 objek 2
Dapat menuliskan 4 objek 3
Dapat menuliskan 5 objek (tapi ada nama objek yang tidak sesuai) 4
Dapat menuliskan 5 objek dengan tepat 5
TOTAL SKOR 30
Sumber: modifikasi dari salter et al (2006)

Interpretasi : dikatakan afasia jika usia ≤60 tahun memperoleh nilai < 27 dan usia > 60
tahun memperoleh nilai < 25

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


MEDIA GAMBAR UNTUK FRENCHAY APHASIA SCREENING TEST (FAST)

a. Gambar pemandangan

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


b. Gambar bentuk

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


BERG BALANCE SCALE (BBS)

GAMBARAN NILAI(0-4)

Duduk ke berdiri ________


Berdiri sendiri tanpa bantuan ________
Duduk sendiri ________
Berdiri ke duduk ________
Berpindah ________
Berdiri dengan mata tertutup ________
Berdiri pada kaki yang lain ________
Menggapai kedepan dengan lengan diulurkan ________
Mengambil benda dari lantai ________
Berputar melihat ke belakang ________
Berputar 360 derajat ________
Menempatkan kaki pada sandaran kursi ________
Berdiri dengan satu kaki di depan ________
Berdiri pada satu kaki ________
Total ________

Sumber: Canadian Bsst Practice for stroke (2013)

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Tanggal masuk ruang rawat :…………………..20… …pukul

Ruang rawat/ Unit Kerja : …………………………………….

PENGKAJIAN TINGKAT KEPARAHAN STROKE


Menggunakan National Institute Health Stroke Scale (NIHSS)
NO PARAMETER YANG DINILAI SKALA Screening Screening
awal akhir
Tgl Tgl
Jam Jam
Skor Skor
1a Tingkat Kesadaran 0= sadar penuh
1=somnolen
2=stupor
3=koma
1b Menanyakan bulan sekarang dan usia pasien 0=benar semua
sekarang. 1=1benar /ETT/disatria
2=salah semua/afasia/stupor/koma
1c Menganjurkan pasien mengikuti dua 0=mampu melakukan 2 perintah
perintah sederhana, membuka & menutup 1=mampu melakukan 1 perintah
mata. 2=tidak mampu melakukan perintah
2 Gaze : Gerakan mata konyugat horizontal 0 = normal
1 =mampu melakukan 1 mata
2 = deviasi konyugat kuat atau paresis
konyugat pada 2 mata
3 Visual : lapang pandang pada tes 0 = tidak ada ganguan
konfrontasi. 1 = abnormal pada 1 mata
2= deviasi konyugat kuat atau paresis
konyugat pada 2 mata
4 Menganjurkan pasien menyeringai atau 0= normal
mengangkat alis dan menutup mata. 1= paresis wajah ringan (lipatan
nasolabilal datar, senyum asimetris)
2= paresis wajah parsial (paresis wajah
bawah total atau hampir total )
3 = paresis wajah total (paresis wajah
sesisi atau 2 sisi)
5 Menganjurkan pasien mengangkat lengan 0 = mampu mengangkat lengan
hingga 45 derajat bila berbaring atau 90 minimal 10 detik
derajat bila duduk. Bila afasia gunakan 1=lengan terjatuh sebelum 10 detik
pantomime atau peragaan. 2=tidak mampu mengangkat secara
penuh 90◦ atau 45◦
3 = tidak mampu mengangkat hanya
bergeser
4= tidak ada gerakan
5a. nilai lengan kiri
5b. nilai lengan kanan
6 Menganjurkan pasien tidur posisi terelentang 0 = mampu mengangkat tungkai 30
dan mengangkat tungkai 30 derajat. derajat minimal 5 detik
1= tungkai jatuh ke tempat tidur pada
akhir detik ke 5 secara perlahan
2= tungkai jatuh sebelum 5 detik tetapi
ada usaha melawan gravitasi
3 =tidak mampu melawan gravitasi
4=tidak ada gerakan
6a. Nilai tungkai kiri
6b.Nilai tungkai kanan
7 Ataxia anggota badan. Menggunkan tes 0= tidak ada ataxia
tunjuk jari hidung 1= Ataksia pada satu ekstremitas
2= ataksia pada 2 atau lebih

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


ekstremitas
8 Melakukan tes pada seluruh tubuh, tungkai, 0 = normal
lengan, badan, dan wajah. Pasien afasia 1= gangguan sensori ringan hingga
diberi nilai 1. Pasien stupor atau koma diberi sedang. Ada gangguan sensori terhadap
nilai 2. nyeri tetatpi masih merasa bila disentuh
2=gangguan sensori berat atau total
9 Memberikan suatu gambar atau tulisan dan 0= normal
meminta untuk menjelaskannya. Bila pasien 1=afasia ringan hingga sedang, bicara
mengalami kebutaan, letakkan benda kurang lancer
ditangan dan minta untuk menjelaskan. 2=afasia berat
3=mute, afasia global, coma
10 Disatria 0=normal
1=disatria ringan
2=disatria berat
11 Neglect atau inatensi 0= tidak ada neglect
1=tidak ada atensi pada salah satu
modalitas berikut; visual, taktik
auditory, spasial or personal inatention
2=tidak ada atensi pada lebih dari satu
modalitas.
TOTAL NILAI

Keterangan :
skor <5 : deficit neurologis ringan, skor 6ˍ14 : deficit neurologis sedang; skor 15 ˍ24 : deficit
neurologis berat; skor >25 : deficit neurologis sangat berat.

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


NRM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
(Tempelkan stiker pasien jika tersedia)

SKALA NYERI NON VERBAL


ADULT NON VERBAL PAIN SCALE (NVPS)
Tanggal masuk ruang rawat : ………………….. Pukul …………
Ruang rawat/Unit Kerja : …………………..

TGL
KATEGORI
JAM
W Tidak ada ekspresi khusus (seperti tersenyum) 0
A Kadang meringis, mengerutkan dahi 1
J
A Sering/terus menerus meringis atau 2
mengerutkan dahi,
H
G Tidur tenang, posisi normal 0
E Nampak pergerakan lambat, tegang 1
R
A Tidak tenang, gelisah dengan dan atau reflek 2
menghindari pusat nyeri
K
T Berbaring tenang, tangan tidak berada pada 0
A area tubuh
H
Posisi tubuh meringkuk, tegang 1
A
N
Kaku/spasme 2
A
N
TDS dan frekuensi nadi stabil 0

V Perubahan tanda vital: 1


 Penambahan 20 mmHg pada TD Sistolik
I  Penambahan 20 kali/menit pada frekuensi
T nadi
A Perubahan tanda vital : 2
L  Penambahan 30 mmHg pada TD Sistolik
Penambahan 25 kali/menit pada frekuensi nadi
Nilai dasar frekuensi napas dan saturasi tidak 0
berubah/ tersinkronisasi dengan ventilator

N Terdapat perubahan: 1
 frekuensi napas >28 kali/menit
A  SpO2 90-95%
P  Asinkronisasi sedang dengan ventilator
A Terdapat perubahan: 2
S  Frekuensi napas > 38 kali/menit
 SpO2 85-89%
Asinkronisasi berat dengan ventilator

SKOR TOTAL
NAMA DAN TANDA TANGAN PERAWAT
Sumber : Modifikasi dari Odhner, Wegman, Freeland, Steinmetz, dan Ingersoll (2003)

TD: Tekanan Darah; SpO2: Saturasi Oksigen

Skor 0-2 Tidak terdapat nyeri


Skor 3-6 Nyeri sedang
Skor 7-10 Nyeri berat
~ Lakukan pengkajian setiap 4 jam sekali untuk pasien dengan nyeri sedang dan berat ~

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Protokol Pemberian Aromaterapi Lavender

1. Persiapkan alat aromaterapi (difusser/burner) dan minyak esensial aromaterapi


lavender
2. Teteskan minyak esensial aromaterapi lavender sebanyak 2 cc yang dilarutkan
dalam 10 cc air
3. Jelaskan pada pasien untuk bernafas seperti biasa dan menghirup wangi dari
alat aromaterapi (difusser/burner)
4. Nyalakan alat aromaterapi dari jam 21.00 s.d 05.00 WIB
5. Lakukan skrirning ulang menggunakan Insomnia Severity Index

Depok, April 2017

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Lampiran 1

PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY

A. INFORMASI UMUM
Nama : Status: NRM:
Umur : Pendidikan: Tgl MRS:
JK : Pekerjaan: Tgl Pengkajian:
Agama : Suku: Jawa Dx Medis:
Informan : Alamat: Jakarta

B. MODE ADAPTASI FISIOLOGI


1. Oksigenasi
a. Pengkajian perilaku
Subjektif:
Kesulitan bernapas:
Aktivitas mempengaruhi pernapasan:
Batuk :
Objektif:
TD: HR: S: Pernapasan: CRT:<3 detik
Pola napas:
Penggunaan otot aksesoris pernapasan:
Bunyi napas:
Bunyi jantung :
AGD
PH: PaO2: PaCO2: HCO3: SaO2:
BE: Total CO2:
EKG:
Foto thorax:
Terapi:
Pengkajian stimulus
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus residual:

2. Nutrisi
a. Pengkajian perilaku
Subjektif:
Apakah mengalami:
 Anoreksia :
 Mual :
 Muntah :
 Kesulitan mengunyah:
 Kesulitan menelan :
Frekuensi makan :

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Jenis makanan:
Diet khusus: ya / tidak alergi terhadap makanan : ya/ tidak

Objektif:
Kulit : Ruam / edema/Kering/lembab
Kuku : warna :................... Kebersihan:.................
Mukosa oral/ bibir: lembab/lesi/pucat Gigi: jumlah :.......... buah Kebersihan:
Gusi: perdarahan/ inflamasi lidah: warna edema/lesi
BB : kg IMT : kg/M2
TB : cm LLA: cm
Laboratorium:
Hb: g/dl Trombosit: ribu/ul Albumin: g/dl
Hematokrit : % Eritrosit: juta/ul SGOT: U/I
SGPT: U/I
Terapi :

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

3. Eliminasi

a. Pengkajian perilaku
Subjektif:
BAK :
BAB
Apakah membutuhkan obat-obatan untuk BAB/BAK
Objektif:
Urin : Bau warna jumlah
feses: Bau warna konsitensi
Distensi bladder : ya/ tidak
Teraba scibala : ya/ tidak
Bising usus : x/menit
Laboratorium : urine feses

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

4. Aktivitas/Istirahat
a. Pengkajian perilaku
Subjektif
Jenis aktivitas yang dilakukan:
Frekuensi aktivitas yang dilakukan:
Intensitas :
Durasi:

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu
Kualitas tidur:
Kuantitas tidur: jam/hari gangguan tidur: ya / tidak
Objektif:
Keterbatasan: ada/ tidak
Kelemahan: ada/ tidak
Kelelahan : ada/ tidak
Tonus otot: normal/menurun/ meningkat
Massa otot: normal/ atropi/ hipertropi
ROM : terbatas: ya/ tidak
Hemiplegia : ya /tidak
Hemiparese: ya/ tidak
Kekuatan otot:
Kemampuan perawatan diri:
Perubahan gaya berjalan:
Bahasa non verbal :

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

5. Proteksi dan perlindungan


a. Pengkajian perilaku
Subjektif:
Riwayat trauma atau alergi:
Objektif:
Kulit( intak/dekubitus/lesi/luka/lembab) :
Temperatur kulit:
Rambut:
Respon peradangan:
Laboratorium:
Terapi :

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

6. Sensasi
a. Pengkajian perilaku
Subjektif :
Apakah ada gangguan penglihatan?
Apakah ada gangguan pendengaran?
Kesulitan pengecapan dan penghidu?
Nyeri/ketidaknyamanan : ya/ tidak
Objektif:
Gangguan fisik pada (mata/telinga/hidung/lidah/kulit):

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Lama mengalami gangguan:
Visus(OD/OS):
Nyeri: skala(0-10) ekspresi wajah: Perilaku:
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

7. Cairan dan elektrolit


a. Pengkajian perilaku
Subjektif:
Jenis minuman yang dikonsumsi:
Jumlah yang dikonsumsi:
Apakah mengkonsumsi suplemen:
Haus:
Objektif:
Turgor kulit:
Laboratorium (tgl......)
Na:
Kalium:
Cl:
Terapi:

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

8. Fungsi Neurologi
a. Pengkajian perilaku
Subjektif
Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? Kewaspadaan? Ingatan?
Apakah merasa kesulitan menelan?makan?berjalan?
Apakah pernah mengalami kejang?kapan? berapa kali? Berapa lama?
Apakah mengalami tremor?dimana?berapa lama?
Objektif
Status mental:
Tingkat kesadaran:
Skor GCS:
Orientasi waktu: ya/ tidak tempat:ya/tidak Orang:ya/tidak
Memori: segera: ya/tidak jangka pendek: ya/tidak jangka panjang:ya/tidak
Bahasa(disatria/afasia/disfonia/aleksia):
6 CIT ( 6-item cognitive impairment test)
Tahun berapa sekarang : benar:0 salah:4
Bulan apa sekarang: benar:0 salah:3
Tanyakan pada pasien untuk mengingat alamat (fase memori)
Mis; John/brown/42/west street/chicago
Tanyakan waktu sekarang(dalam sebuah jam) benar:0 salah: 3

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


Hitung mundur dari 20-1 : benar: 0 1 salah : 2 >1 salah: 4
Sebutkan 12 bulan dalam tahun dari belakang benar:0 1 salah: 2 >1 salah:4
Ulangi fase memori: benar :0 1 salah: 2 2 salah: 4 3 salah: 6 4 salah: 8 semua
salah :10
Skor > 8 : gangguan kognitif
Nervus cranial( norma/ tidak normal), gambarkan penyimpangan:
Refleks fisiologis:
Bisep : /
Trisep: /
Patella: /
Achilles: /
Refleks patologis:
Babinsky: /
Iritasi meningen:
Kaku kuduk:
Brudzinsky I:
Brudzinsky II:
Kerni sign:
Laseque sign:
Tes diagnostik:
Terapi

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

9. Fungsi Endokrin
a. Pengkajian perilaku
Subjektif:
Apakah ada riwayat DM
Objektif:
Pembesaran tiroid : ya/ tidak
Eksoftalmus: ya/tidak
Kretinisme: ya/tidak
Gigantisme: ya/tidak
Laboratorium: GDS : mg/dl GDP: mg/dl GD2JPP: mg/dl\
Terapi :
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


C. MODE ADAPTASI KONSEP DIRI
a. Pengkajian perilaku
Subjektif
Sensasi tubuh:
Bagaimana perasaan bapak/ibu dengan penyakit yang dialami?
Citra tubuh:
Apakah pernah mengalami perubahan fisik pada tubuh bapak/ibu? Ya/tidak
Perubahan fisik yang dialami
Apakah bapak/ibu sulit menerima perubahan kondisi yang dialami?
Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap penampilannya?

Konsistensi diri:
Bagaimana bapak/ibu menggambarkan diri sebagai manusia? Karakter pribadi?

Ideal diri:
Apa harapan bapak/ibu terhadap diri

Moral-etik-spiritual diri:
Keyakinan spiritual :

Objektif:
Komunikasi non verbal:
Tidak mau melihat bagian tubuh
Tidak mau menyentuh bagian tubuh
Penampilan:
Ekspresi perasaan : menyalahkan diri/ tidak berdaya/ kesendirian/perasaan sedih yang sangat
hebat
Nilai dan praktik keagamaan sejak sakit:

b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

D. MODE ADAPTASI FUNGSI PERAN


a. Pengkajian perilaku
Peran primer :
Peran sekunder :
Peran tertier :
Pengharapan keluarga/orang terdekat :
Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan oranglain :
Harapan terhadap sendiri :

Objektif:
Peran selama sakit :

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017


b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

E. MODE ADAPTASI INTERDEPENDENSI

a. Pengkajian perilaku
Anggota keluarga:
Orang yang paling dekat:
Selain keluarga, sosialisasi dengan:
Objektif:
Respon non verbal saat berinteraksi dengan oranglain:
Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan:
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal :
Stimulus kontekstual :
Stimulus residual :

Analisis praktek..., Eny Erlinda Widyastuti, FIK UI, 2017

Anda mungkin juga menyukai