Anda di halaman 1dari 209

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH DENGAN PENERAPAN MODEL ADAPTASI
ROY PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
DI RSUP. FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

OLEH :
Dafid Arifiyanto
NPM. 1006833584

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS
ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2014

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


ii
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


iii
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


iv
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya, laporan praktik residensi dengan judul “Analisis Laporan Praktik
Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Dengan Penerapan Model Adaptasi
Roy Pada Pasien Gangguan System Muskuloskeletal Di RSUP Fatmawati Jakarta”
telah penulis selesaikan. Laporan ini diajukan sebagai bahan untuk menyelesaikan
pendidikan Magister Ilmu Keperawatan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah dengan
kekhususan musculoskeletal pada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih,
penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Lestari Sukmarini, SKp, MN. ; selaku koordinator program residensi
keperawatan spesialis keperawatan medikal bedah.
2. Bapak Agung Waluto, SKp, MSc., PhD., ; selaku supervisor utama yang dengan
penuh kesabaran membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan kepada
penulis selama kegiatan residensi dan penyusunan karya tulis ilmiah.
3. Bapak Masfuri, SKp., MN selaku supervisor yang senantiasa memberikan motivasi,
bimbingan dan pengarahan dalam praktik residensi dan karya tulis ilmiah
4. Ibu Umi Aisyiyah, S.Kep, Ns,.Sp. KMB selaku supervisor klinik yang telah
memberikan bimbingan dalam pengembangan pengetahuan, sikap, keterampilan,
kiat berpikir kritis dan pengetahuan keperawatan lain serta telah meluangkan
waktunya guna melaksanakan program supervisi.
5. Seluruh rekan sejawat, Perawat Di GPS lantai I dan IV, RSUP Fatmawati Jakarta.
6. Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis melakukan kegiatan residensi di RSUP Fatmawati Jakarta.
7. Orang tua, Istri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungan selama
kegiatan residensi.

v
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


8. Teman-teman seperjuangan residensi angkatan 2010 genap, yang saling mendukung
dalam kegiatan residensi.

Karya tulis ilmiah ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan laporan ini. Semoga tulisan
ini bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Depok, Januari 2014


Penulis

(Dafid Arifiyanto)

vi
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


PROGRAM RESIDENSI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPARAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Dengan


Penerapan Model Adaptasi Roy Pada Pasien Gangguan Sistem Muskuloskeletal di
RSUP Fatmawati Jakarta

Karya Ilmiah Akhir


Dafid Arifiyanto

xv + 150 hal + 8 table + 6 diagram + 6 gambar + 1 skema + 4 lampiran.

Abstrak
Fraktur hip merupakan masalah pada gangguan system musculoskeletal yang lebih
sering diderita oleh usia lanjut ketika penulis melaksanakan praktik residensi
keperawatan. Penulis menggunakan pendekatan model adaptasi Roy dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien dengan fraktur hip yang menjalani hemiarthoplasty,
dan pada 33 pasien kasus resume gangguan system musculoskeletal lainnya. Melalui
pendekatan adatptasi Roy, pasien mampu beradaptasi dengan masalahnya selama
menjalani perawatan di rumah sakit. Hasil kegiatan praktik keperawatan berdasarkan
pembuktian (evidence besed nursing) mengenai multi intervensi dalam pencegahan
jatuh terhadap pasien, dihasilkan intervensi yang lebih baik dan mendukung upaya
pencegahan pasien jatuh di rumah sakit.. Pelaksanaan inovasi pendidikan kesehatan
dengan media booklet mampu meningkatkan kepercayaan diri perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan secara komprehensif kepada pasien.

Kata kunci : Fraktur hip, model adaptasi Roy, pencegahan jatuh, booklet
Daftar pustaka : 54(2002-2013)

vii
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


Residency of Medical Surgical Nursing Program
Faculty of Nursing
University of Indonesia

Analysis Practical Residency of Medical Surgical Nursing Focusing on Patient


with Musculoskeletal System Distubance Using Roy Adaptation Model in
Fatmawati Hospital Jakarta

Final Report , Desember 2013


Dafid Arifiyanto

xv + 150 pages + 8 tables + 6 diagram + 6 graph + 1 scheme + 4 appendixes

ABSTRACT
Hip fracture is the most common disturbance in musculoskeletal system to older
patient. Nurses have a role in giving nursing care using systemically Roy adaptation
model in order to make hip fracture’s patient adaptation and integrated in managing his
daily life condition. The purpose of practical residency in Medical Surgical Nursing
Focusing on Patient with musculoskeletal disturbance is to analyze practical using Roy
adaptation model in performing the role of care provider, innovator, facilitator, resource
person, coordinator, and role model. The result of the implementation of evidence
besed nursing multi-interventions falls prevention can improve falls prevention
programe on Fatmawati Hospital Jakarta. The result of the innovation program is
guidance book (booklet) in musculoskeletal patient problem , that can improve nurse’s
confidence to give health education.

Keywords : Hip fractures, Roy adaptation model, fall prevention, guidance book
(Booklet).

Bibliograpy : 54(2002-2013)

viii
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………….……………. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………….………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN ………...…………………………………..…...... iii
KATA PENGANTAR ……………………………………….………………... iv
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………….………………………. vi
ABSTRAK …………………………………………..........…….……….….… vii
ABSTRACT ……………………………………………………………….….. viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xi
DAFTAR DIAGRAM ………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xiii
DAFTAR SKEMA …...……………………………………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xv

BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1


1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
1.2. Tujuan …………………………………………………………………….. 14
1.3. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah Akhir …………………………………... 15

BAB 2. TINJAUAN TEORI ………………………………………………….. 16


2.1. Teori Kasus ……………………………………………………………… 16
2.1.1. Pengertian ………………………………………………………… 16
2.1.2. Etiologi …………………………………………………………… 16
2.1.3. Patofisiologi ………………………………………………………. 17
2.1.4. Manifestasi klinis …………………………………………………. 19
2.1.5. Pemeriksaan penunjang dan diagnostic ………………………….. 19
2.1.6. Terapi ……………………………………………………………. 20
2.1.7. Komplikasi ………………………………………………………. 25
2.2. Poses Keperawatan …………….. ……………………………………….. 25
2.2.1. Teori Keperawatan ……………………………………………….. 25
2.2.2. Proses Keperawatan ……...……………………………………….. 35

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL …………………………………………….. 44
3.1. Kasus Kelolaan …………………………………………………………... 44
3.2. Penerapan Teori Keperawatan Berdasarkan Model Adaptasi Roy ……… 58
3.3. Pembahasan ……………………………………………………………… 67
3.4. Analisa Penerapan Teori Adaptasi Roy Pada Gangguan Sistem
Muskuloskeletal …………………………………………………………. 84
3.5. Kelebihan dan Keterbatasan Model Adaptasi Roy ……………………… 97

ix
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 4. PRAKTIK PENERAPAN EVENDENCE BESED NURSING PADA
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL ………………….. 100
4.1. Situasi Klinis …..………………………………………………………… 100
4.2. Kritik Review …………………………………………………………… 102
4.3. Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian …………………………. 109
4.4. Pembahasan ……………………………………………………………… 119
4.5. Kekuatan dan Keterbatasan dalam Pelaksanaan EBN …........................ 122

BAB 5. KEGIATAN INOVASI PEMBERIAN BOOKLET PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL ………. 124
5.1. Analisa Situasi …………………………………………………………… 124
5.2. Proyek Inovasi …………………………………………………………… 128
5.3. Hasil Inovasi …………………………………………………………….. 131
5.4. Pembahasan ……………………………………………………………... 135

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN ……….………………………………… 143


6.1. Simpulan …………………………………………………………………. 143
6.2. Saran ……………………………………………………………………... 145

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 146


LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 : Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Evidence Besed Nursing
Pencegahan Pasien Jatuh …………………………………………… 112
Tabel 4.2 : Karakteristik Pasien Dalam Pelaksanaan Evidence Besed
Nursing …………………………………………….………..……… 112
Pra Intervensi
Tabel 4.3 : Pengetahuan Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh………….………. 116
Tabel 4.4 : Sikap Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh ………...……………….. 116
Tabel 4.5 : Perilaku Pasien Mendukung 4 upaya pencegahan Jatuh …………… 117
Paska Intervensi
Tabel 4.6 : Pengetahuan Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh ….………………. 117
Tabel 4.7 : Sika Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh ………….……………….. 118
Tabel 4.8 : Perilaku Kepatuhan Pasien Mendukung Upaya Pencegahan Jatuh … 118

xi
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR DIAGRAM

Halaman
Diagram 5.1. Pengetahuan Pasien Sebelum Inovasi ………………………… 132
Diagram 5.2. Sikap Pasien Sebelum Inovasi ……………………………….. 132
Diagram 5.3. Perilaku Pasien Sebelum Inovasi ……………….……………. 133
Diagram 5.4. Pengetahuan Pasien Setelah Inovasi …….…………………… 133
Diagram 5.5. Sikap Pasien Setelah Inovasi ……..………………………….. 134
Diagram 5.6. Perilaku Pasien Setelah Inovasi …..…………..……………… 134

xii
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Fraktur Hip ………….…………………………………………………. 17
Gambar 2.2 : Klasifilasi Fraktur Intertrokhanter Femur …………………………..…. 18
Gambar 2.3 : Internal Fiksasi Pada Fraktur Intertrokhanter …………………………. 21
Gambar 2.4 : Bipolar Prothesis Pada Hemiartoplasty ……………….……………..... 23
Gambar 2.5 : Prothesis Tripolar Total Knee Replacement Pada Fraktur Hip …..…… 24
Gambar 2.6 : Model Adaptasi Roy ………………..…………………….…………… 32

xiii
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 : Pathway Asuhan Keperawatan Fraktur Hip …………...………..…..… 35

xiv
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kasus resume menggunakan pendekatan model adaptasi Roy


Lampiran 2 : Kuesioner Pegetahuan, Sikap dan Penilaian Perilaku Pencegahan
Jatuh
Lampiran 3 : Format Peniaian Resiko Jatuh dan Intervensi Pencegahan Jatuh
Lampiran 4 : Curiculum Vitae

xv
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang pengambilan judul,
tujuan dan manfaat penyusunan karya ilmiah akhir.

1.1. Latar Belakang

Karya ilmiah akhir ini merupakan hasil laporan serangkaian kegiatan praktik
residensi keperawatan medikal bedah dengan spesialisasi sistem
muskuloskeletal yang dilaksanakan di RSUP. Fatmawati Jakarta. Karya tulis
ilmiah (KIA) didalamnya menggambarkan tiga komponen utama yaitu laporan
kasus kelolaan utama dan kasus resume dengan menggunakan pendekatan
model adaptasi Roy, hasil pengalaman pelaksanaan praktik berdasarkan
pembuktian (evidence besed learning) mengenai penerapan multi-intervensi
dalam pencegahan jatuh dan hasil pelaksanaan kegiatan inovasi pendidikan
kesehatan dengan media booklet.

Kondisi sehat merupakan keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental,
sosial tidak hanya bebas dari penyakit, kelemahan dan kecacatan. Program
Kesehatan Nasional berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap suatu kasus
penyakit baik infeksi, keganasan, degenerative dan penyakit non infeksi
termasuk dalam hal ini adalah trauma.

Trauma pada sistem musculoskeletal dan osteoporosis merupakan masalah


serius yang dihadapi semua negara, Keragaman kasus gangguan sistem
muskuloskeletal dapat diakibatkan oleh berbagaimacam penyebab, dan
memerlukan suatu upaya pendekatan serta penatalaksanaan yang tepat. Sebuah
studi ilmiah dari tahun 2006 sampai dengan 2010 melaporkan terdapat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


2

8188 pasien kasus muskuloskeletal, dan sebagian besar pasien memerlukan


prosedur pemedahan. Kasus yang memerlukan pembedahan terdapat
4986 pasien dengan fraktur tulang panjang, 467 pasien fraktur tulang pendek,
dan 123 pasien mengalami dislokasi serta sisanya 2612 pasien hanya
memerlukan penanganan sekunder (Meling, T., Harboe1, K., & Arthursson,
A.J., et al, 2010). Sebuah studi lain dirumah sakit Ontario Amerika Serikat
menggunakan pendekatan cohort selama 18 bulan, didapatkan 477.946 pasien
masuk kerumah sakit dengan gangguan musculoskeletal, 90.764 pasien
mengalami fraktur dan dislokasi, 86.800 pasien mengalami sprain dan strain,
43.745 pasien menderita kelainan sendi, dan 7516 mengalami cidera lain
(Badley, E.M., Canizares, M., & MacKay, C., et al, 2013).

Di Indonesia berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tercatat


80943 orang mengalami cidera yang disebabkan oleh jatuh, kecelakaan lalu
lintas dan oleh penyebab lain (terluka atau melukai diri). Bagian tubuh yang
mengalami cidera 13,1% kepala, 9,2% badan, 35,7% tangan dan 66%
mengenai kaki. Jenis cidera yang dialami penderita meliputi luka lecet, luka
ringan, luka berat sampai dengan menderita patah tulang. Dari angka kejadian
cidera tersebut tercatat 3781 orang (4,7%) mengalami patah tulang (Depkes RI,
2009).

Dinegara-negara maju kejadian fraktur semakin meningkat seiring dengan


peningkatan usia dan kejadian trauma. Di Amerika 220 ribu orang mengalami
fraktur setiap tahun, kejadian fraktur didominasi oleh kelompok usia lanjut
berusia 65 tahun atau lebih. Diperkirakan pada tahun 2020 kejadian fraktur
akan terus meningkat mencapai 550 ribu penderita. Jenis fraktur yang sering
terjadi pada usia lanjut adalah fraktur hip, dimana penatalaksanaan fraktur hip
pertahun dapat menelan biaya mencapai 62 miliar dolar AS. Di Amerika angka
kejadian fraktur hip mencapai 60-70% pada usia lanjut dan diwilayah Asia,
khususnya Taiwan dari tahun 1996 s.d 2002 tercatat penderita fraktur hip

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


3

mencapai 75.482 orang dengan rata-rata insiden pertahun mencapai


57,54/100.000 penduduk (Shao C.J, Hsieh, S.H., Tsai, C.H & Lai K., 2009).

Di Indonesia dari berbagaimacam penelusuran yang telah dilakukan, penulis


belum mampu menemukan angka kejadian fraktur hip yang memuaskan, namun
demikian kejadian fraktur hip akan semakin meningkat sejalan dengan
prevalensi penderita osteoporosis. Berdasarkan data sistem informasi rumah
sakit yang dikelola Depkes RI, pada tahun 2010 jumlah penderita patah tulang
panggul mencapai 200/100.000 penduduk dengan angka kecacatan seumur
hidup mencapai 50% dan angka kematian pada awal sampai dengan tahun
pertama mencapai 30% (Depkes RI 2012).

Berdasarkan 33 kasus resume hasil praktik residensi keperawatan di RSUP


Fatmawati Jakarta, masalah sistem muskuloskeletal dialami oleh 33 pasien,
berdasarkan bagian tubuh yang terkena, sebagian besar (75,8%) mengenai
ekstremitas bawah (Hip, femur, kruris, genu, dan pedis), 3% ekstremitas atas,
3% pelvis dan 18,2% mengalami masalah pada spinal. Jenis kasus yang dialami
pasien sebagian besar (75,8%) mengalami fraktur dengan lokasi 7 femur (28%),
6 hip (24%), 4 cruris (16%), 2 genu/lutut (8%), 2 spinal (8%), 2 digiti pedis
(8%), 1 radius (4%), dan 1 pasien faktur pelvis (4%). Selain fraktur, terdapat 4
pasien (12,1%) mengalami rupture tendo, dan 4 pasien (12,1%) mengalami
kelainan spinal (2 spondylitis, 1 cervicolyosis, dan 1 tumor thorakal).

Jumlah penderita fraktur hip menempati urutan kedua setelah fraktur femur, dan
mayoritas penderitanya adalah usia lanjut. Pada usia lanjut fraktur hip selalu
dikaitkan dengan prognosis fungsional yang buruk akibat adanya komplikasi
yang dapat berakhir dengan kematian. Sebuah studi tindakan hemiarthoplasty
pada 303 usia lanjut menunjukan bahwa, kebutuhan waktu untuk melaksanakan
program rehabilitasi rata-rata 39,9 bulan dengan angka kematian pada bulaan
ke-1 6,6%, 1 tahun 18,6% dan 3 tahun 30,3% (Tang, P., Hu, F., Shen, J., Zhang,
L., & Zhang L., 2012).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


4

Sebuah studi terhadap 40 responden fraktur hip yang dirawat dirumah sakit
Amerika yang telah melaksanakan standart discard planning yang baik,
didapatkan 25 pasien (62,5%) mengalami komplikasi yang dapat menurunkan
kualitas kehidupan. Adapun jenis komplikasi yang dialami pasien meliputi 5
pasien (12,5%) aritmia, 6 pasien (15%) delirium, 1 pasien (2,5%) dekubitus, 4
pasien (10%) infeksi saluran kemih, dan 10 pasien (25%) harus mendapatkan
pengawasan di unit perawatan intensif (Christoper, J., et al, 2011).

Nyeri merupakan masalah akut utama yang sering muncul dan dialami setiap
pasien post hemiartoplasty, nyeri menjadi alasan utama pasien tidak aktif
melakukan ambulasi, sehingga selama periode nyeri pasien lebih sering
melakukan imobilisasi diatas tempat tidur demi kenyamanan. Selain ketakutan
akan nyeri, ketakutan akan terjadinya dislokasi pada protesa sendi panggul
menjadi alasan mengapa pasien kurang aktif melaksanakan mobilisasi. Perilaku
imobilisasi pasien akan semakin meningkatkan resiko terjadinya infeksi saluran
pernapasan (pneumonia) akibat akumulasi secret pada saluran pernapasan dan
kerusakan intergritas kulit akibat penekanan satu area kulit dalam waktu yang
lama. Beberapa komplikasi lain yang berhasil diidentifikasi pada pasien dengan
hemiarthoplasty adalah dislokasi kondisi ini disebabkan oleh perilaku
mobilisasi hip yang melewati batas toleransi maksimal, infeksi pada protesa dan
luka operasi serta tromboemboli (SooHood, N.F., et al, 2013).

Dari 40 pasien fraktur hip pada studi diatas, 2,5% meninggal selama masa
keperawatan, 5 orang meninggal setelah 90 hari program perawatan dirumah
dan 9 orang meninggal setelah 1 tahun. Penyebab kematian oleh karena
komplikasi yang tidak dijelaskan secara terperinci dalam penelitian tersebut
(Christoper, J., et al, 2011). Kematian pada pasien dengan fraktur hip dapat
diakibatkan oleh beberapa kondisi diantaranya proses degenerasi fisiologis
karena faktor usia lanjut sehingga pasien kurang mampu beradaptasi dengan
kondisi kekurangan cairan intravascular dan menyebabkan aritmia,
tromboemboli pada paru-paru, dan infeksi baik deep infection akibat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


5

pemasangan prosthesis maupun infeksi saluran pernapasan (pneumonia) akibat


program imobilisasi pasca fraktur dan dikuatkan adanya ketakutan dalam
melakukan pergerakan oleh karena nyeri (SooHood, N.F., et al, 2013).

Dengan masih tingginya angka kematian akibat komplikasi penyerta pada


fraktur hip maka diperlukan penatalaksanaan dan pengelolaan keperawatan
yang tepat dalam menangani kasus tersebut. Penatalaksanaan medis guna
mengatasi fraktur hip dapat melalui beberapa metode yaitu dengan internal
fiksasi, hemiarthoplasty dan total hip replacement (THR). Dari studi mengenai
keefektifan penggunaan ketiga metode penatalaksanaan tersebut, terbukti
bahwa hemiarthoplasty mampu memberikan hasil yang lebih baik untuk fase
rehabilitasi dini dan pemulihan kesehatan serta biaya yang dikeluarkan lebih
murah dibandingkan THR (Hedback C.H., et al 2011; Parker, M.J, et al, 2010).

Pasien dengan fraktur hip dan telah menjalani hemiarthoplasty dalam masa
perawatan kedepan masih akan menghadapi permasalahan terkait perubahan
fisik, konsep diri, peran dan ketergantungan. Perubahan fisik yang dialami
dapat berpengaruh secara psikologis, sosial dan terhadap nilai-nilai budaya
pasien. Pasien dituntut untuk beradaptasi dengan kondisi baru dari semenjak
awal ketika bangun dari tempat tidur, duduk, berjalan, dan kegiatan eliminasi.
Berlatih merupakan upaya yang harus dilakukan olek pasien, agar mampu
mendapatkan kembali kemampuan beraktifitas yang lebih baik.

Studi terhadap 61 responden usia lanjut dengan fraktur hip melalui pendekatan
case-control, dilakukan pengukuran kualitas hidup terkait status kesehatan.
Hasil studi menyatakan bahwa kualitas hidup pasien pasca stabilisasi fraktur hip
dari awal hingga satu tahun pertama mengalami penurunan dengan p value
0,04. Setelah 2 tahun pasca hip fraktur dan dilakukan upaya keperawatan yang
adekuat kualitas hidup pasien terkait kesehatan fisik tetap semakin memburuk
dengan p value 0,001 (Rodhe, G, Haugeberg G., & Mengshoel, M.A,. et al,
2010).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


6

Namun demikian kualitas hidup pasien fraktur hip setingkat lebih baik
dibandingkan pasien dengan spinal cord injury, dimana pasien dengan spinal
cord injury memiliki kualitas hidup yang lebih buruk. Sebuah studi terhadap
444 responden fraktur vertebra memperlihatkan bahwa pasien memiliki kualitas
hidup yang buruk dilihat dari semua aspek, meliputi kesehatan fisik,
permasalahan (symtom) yang muncul pasca fraktur dan status kesehatan mental
responden dengan p value 0,0001 (Crans, C.G., Silverman, S.L., & Genant,
H.K., 2004).

Tulang vertebra memiliki banyak segmen dimana setiap segmen akan


memunculkan symptom yang berbeda ketika terjadi fraktur sehingga
dimungkinkan symptom dan kualitas kehidupan seseorang juga akan berbeda.
Disamping itu penemuan kasus spinal yang berhasil penulis dapatkan kurang
mendukung jika digunakan sebagai bahan penulisan yang baik, karena kasusnya
terlalu bervariasi berbeda dengan fraktur hip yang cenderung memunculkan
symptom yang setara serta jumlah kasus yang dijumpai cukup mendukung
untuk digunakan sebagai bahan penyusunan penulisan ilmiah.

Hasil dokumentasi penatalaksanaan medik pada pasien yang mengalami fraktur


hip dapat dijelaskan bahwa dari 7 pasien, 100% mereka mendapatkan
pengobatan konservatif dengan diberikan analgesik, antibiotik, dan obat anti
gastric ulcer yang dibeberikan secara parenteral melalui injeksi intravena.
100% pasien dilakukan tindakan pembedahan dengan hemiarthoplasty. Masalah
keperawatan yang muncul dan intervensi yang diberikan kepada pasien post
hemiarthoplasty adalah; 100% penderita mengalami masalah nyeri akut dan
telah mendapatkan manajemen nyeri relaksasi dengan napas dalam sebagai
upaya kontrol terhadap nyeri, 100% beresiko mengalami kekurangan volume
cairan dengan intervensi manajemen dan kontrol hipovelimik, 100% beresiko
infeksi dan dilakukan manajemen kontrol terhadap infeksi, 71% beresiko
mengalami kerusakan integritas kulit (dikubitus) sehingga memerlukan upaya

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


7

pencegahan dan kontrol terhadap penekanan, 71% mengalami ansietas sehingga


dilakukan kontrol terhadap kecemasan, 14% pasien konstipasi dan 86%
beresiko konstipasi kemudian diberikan manajemen konstipasi, serta 71%
beresiko jatuh sehingga diberian manajemen pencegahan jatuh.

Pada kondisi akut fraktur hip 4 pasien (57%) terlebih dahulu harus menjalani
imobilisasi dengan pemasangan skin-traksi sebelum dilaksanakan
hemiarthoplasty. Pelaksaaan imobilisasi berlangsung lebih dari 3 hari, selama
proses tersebut parktis pasien menjalani imobilisasi diatas tempat tidur dengan
posisi kontra traksi (tlendelenberg), bagian kepala lebih ditinggikan sehingga
akan terjadi penekanan yang lama pada kulit daerah posterior meliputi paha,
pantat, dan punggung. Kondisi imobilisasi pada fraktur hip menyebabkan
peningkatan ketergantuan pasien dalam hal kebersihan diri dan lingkungan tepat
tidur, toileting, dressing dan pasien juga menginginkan bantuan dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi sampai dengan 3 hari post hemiarthoplasty.

Sebuah studi mengenai waktu yang efektif dilakukannya hemiarthoplasty pada


usia lanjut dijelaskan bahwa, penundaan waktu operasi lebih dari 48 jam akan
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dan kematian. Komplikasi pada
pasien yang paling umum adalah kardiovaskular, infeksi paru-paru, thrombosis,
dan ulkus tekan akibat imobilisasi (Roche J.J.W., et al, 2005 ; Moja, L., 2012).
Guna meningkatkan kemampuan fungsional, emosional, dan peran sosial,
pasien post hemiarthoplasty harus melaksanakan tahap rehabilitasi. Pada tahap
ini diperlukan upaya kerjasama interdisipliner dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien secara komprehensif. tim interdisiplin meliputi
dokter, perawat, rehabilitasi medik, ahli gizi, dan ahli psikologi. Melalui
kerjasama interdisiplin seluruh aspek pola fungsional pasien akan berusaha
ditingkatkan dengan harapan mendukung upaya peningkatan status kesehatan,
melalui upaya tersebut, angka kematian dapat berkurang menjadi 3%. Hasil
dari kegiatan kerjasama interdisipliner ditunjukan dengan peningkatan
kemampuan pasien dalam kegiatan ambulasi, transfer dan melaksanakan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


8

aktifitas sehari-hari (Naglie, G., et al, 2002). Peran perawat pada pre dan post
stabilisasi fraktur hip sangatlah besar dalam menanggulangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan. Perawat dapat menunjukan peran sebagai educator,
innovator, role model dan pemberi asuhan keperawatan dalam upaya
pencegahan komplikasi post hemiarthoplasty. Pencegahan infeksi pada luka,
infeksi saluran kemih, dekubitus dan pencegahan deep vein thrombosis,
merupakan bentuk upaya keperawatan yang memiliki tujuan spesifik, dimana
upaya tersebut sangat mendukung dalam percepatan masa rehabilitasi pasien
post hemiarthoplasty (Christoper, J., et al., 2011).

Hemiarthoplasty dapat menjadi stimulus fokal yang bersifat fisik dan


mengakibatkan suatu perubahan mendasar dalam kehidupan pasien baik secara
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Penatalaksanaan fraktur hip tidak
hanya cukup dengan stabilisasi dan fiksasi melalui pembedahan atau
penggantian sendi panggul, namun paska pembedahan pasien masih
memerlukan dukungan secara fisik, emosional dan sosial guna beradaptasi
dengan kondisi fisik yang berbeda dengan harapan mampu mencapai suatu
keseimbangan. Dilihat dari kejadian paska penatalaksanaan fraktur hip di
Indonesia, 1/3 penderita tetap akan diatas tempat tidur atau kursi roda, 1/3
penderita secara fungsional akan memiliki keterbatasan dan 1/3 lainnya akan
kembali memiliki kemampuan fungsional yang baik (Depkes RI, 2008). Studi
mengenai dukungan fisik, emosional dan sosial kepada pasien pasca fraktur hip
sampai dengan mereka mampu beradaptasi dengan kondisinya menunjukan
hasil yang sangat baik. Dukungan tersebut mampu meningkatkan kualitas
kehidupan pasien yang berpengaruh dalam peningkatkan kualitas kesehatan
pasien (Shyu, Y.I.L, et al. 2004; Jester, R., 2007).

Pasien dengan fraktur hip dirmah sakit akan menjalani program imobilisasi fisik
dengan pemasangan skin traksi. Upaya perawat ruangan untuk melakukan
pencegahan komplikasi akibat tindakan imobilisasi belum optimal. Perawat
hanya sebatas menjelaskan dan melakukan upaya manajemen penekanan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


9

dengan meminta pasien mengangkat bokong (pantat) dan punggung dengan


bantuan kaki yang sehat. Upaya untuk mencegah komplikasi lain seperti
penurunan masa dan kelemahan otot, infeksi saluran kemih, dan pneumonia
akibat imobilisasi, melalui pembatasan penggunaan kateter menetap (dower
kateter), perawatan kateter berkala, fisioterapi dada, latihan napas dalam dan
batuk efektif belum dilaksanakan secara optimal.

Masalah kesehatan lain terkait konsep diri pasien dimana pasien merasa kurang
memahami mengenai prosedur perawatan post hemiarthoplasty, perasaan
ketidak mampuan, selalu membutuhkan bantuan dalam beraktifitas dan
kecemasan, serta masalah perubahan fungsi peran karena kondisi sakit, semua
itu belum mendapatkan jalan pemecahan yang optimal selama pasien menjalani
masa keperawatan. Kondisi yang tergambarkan dilapangan akan menjadi suatu
stimulus yang dapat memicu munculnya masalah kesehatan baru pada pasien
dengan fraktur hip seperti konstipasi, kelemahan otot, ortostatik hipotensi,
infeksi kecemasan, ketidak patuhan dan perubahan peran, sehingga semua
masalah tersebut semakin menurunkan kualitas kehidupan pasien. fenomena
tersebut membutuhkan pemikiran dan penanganan perawat spesialis yang
mampu melihat pasien secara komprehensif menggunakan model pendekatan
yang tepat.

Model konseptual keperawatan Roy yang mengedepankan proses adaptasi


menyatakan bahwa setiap perubahan pada diri manusia akan mempengaruhi
perubahan pada model-model adaptasi, baik perubahan pada model fungsional,
konsep diri, perubahan peran dan interdependensi. Secara umum kondisi fraktur
hip akan mengakibatkan pasien mengalami gangguan kenyamanan akibat nyeri,
imobilisasi, perubahan peran dalam kehidupan dan ketergantungan akan hal
tertentu yang pasien tidak mampu melakukan karena keterbatasannya. Masalah
keperawatan akan muncul akibat adanya stimulus fokal yang berpengaruh dan
dianggap sebagai pemicu munculnya masalah ditambah adanya stimulus
kontekstual dan residual yang dapat menguatkan munculnya permasalahan.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


10

Dalam kondisi krisis tersebut pasien memerlukan dukungan dari petugas


kesehatan dan keluarga, dalam upaya mencapai keseimbangan guna beradaptasi
dengan masalahnya (Roy, S.C, 2009).

Dalam mengatasi permasalah keperawatan yang muncul, secara eksplisit model


adaptasi Roy belum mejelaskan secara terperinci mengenai teknik prosedural
dalam memembantu pasien guna mencapai kondisi yang adaptif, oleh karena itu
diperlukan suatu teori pendamping yang bersifat aplikatif dalam penerapan
model adaptasi Roy. Penulis mencoba untuk menggabungkan model adaptasi
Roy dengan penerapan NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association), NOC (Nursing Outcame Classification) dan NIC (Nursing
Intervention Classification) sehingga upaya keperawatan dalam mencapai
kondisi pasien yang adaptif dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
ada.

Upaya perawat dalam mewujudkan kemampuan adaptasi pada pasien tidak


hanya sebatas fisik saja, seperti duduk, berdiri, berjalan, perawatan diri dan
eliminas harapanya pasien juga mendapatkan dukungan sosial dan emosional,
fungsi peran, konsep diri dan hubungan saling kerjasama dengan orang lain.
Melalui pengenalan aktifitas dan latihan yang difasilitasi oleh perawat dan
keluarga, diharapkan pasien mamput menemukan kemampuan beradaptasi yang
baik. Keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy diharapkan mampu
menilai dan mengupayakan kemampuan adaptasi pasien terhadap
ketidaknyamanan, kondisi lingkungan, keterbatasan mobilitas dan aktifitas serta
penggunaan alat bantu berjalan dalam meningkatkan mobilitasnya (Shyu, Y.I.L,
et al. 2004; Jester, R., 2007)

Upaya meningkatkan mobilitas pasien, dilaksanakan pada fase rehabilitasi, pada


fase ini petugas kesehatan juga dituntut untuk melakukan upaya baru berupa
pencegahan jatuh dimana tindakan tersebut menjadikan perhatian khusus
berbagai pihak di rumah sakit untuk meminimalkan bahaya yang dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


11

ditimbulkan oleh jatuh. Pasien jatuh secara umum dapat terjadi oleh berbagai
macam penyebab seperti laporan yang tidak lengkap mengenai kondisi pasien,
kurangnya akses informasi kepada pasien, rasa percaya diri terhadap
kemampuan rendah, rasa nyeri saat latihan, tanda-tanda vital yang buruk,
lingkungan yang kurang aman bagi pasien, kurangnya kerjasama tim kesehatan
dan kurang dilibatkannya keluarga dalam program keperawatan (Dykes, P.C.,
Carroll, D., & McCollgan, K., 2011).

Di Amerika lebih dari 1 juta pasien dilaporkan telah mengalami jatuh, dimana
3,31-11,5 Pasien /1000 pasien jatuh setiap hari (Mion, L.C., 2003). Tingkat
prevalensi jatuh rata-rata di rumah sakit di Inggris mencapai 2-6%, pada
program rehabilitasi mencapai 12,5% dan pada pelayanan geriatrik mencapai
24-30%, hal ini mendorong upaya pencegahan jatuh terus digalakan guna
menekan kejadian jatuh dan mencegah masalah yang dapat ditimbulkan karena
pasien yang jatuh (Costa, B.D., Rutjes, A.W.S., & Mendy, A., et al, 2012).
Studi yang dilakukan selama 12 bulan di ruang orthopedic rumah sakit Amerika
dengan fasilitas 91 tempat tidur terdapat 85 pasien mengalami jatuh. Dari 85
kasus 15,29% mengalami trauma ringan dan 9,25% mengalami trauma berat
sedangkan sisanya mengalami trauma sedang (John G. Galbraith, J.G., Butler,
J.S., & Memon A.R., 2011). Kondisi trauma berat yang diakibat oleh kejadian
pasien jatuh dirumah sakit bisa berupa patah tulang dan cidera kepala
(Memtsoudis, S.G., Cristhoper & Yan Ma, et al, 2012)

Kejadian jatuh dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas sehinggga


secara signifikan akan meningkatkan biaya operasional perawatan dirumah
sakit. Pada usia lanjut yang terjatuh, 95% mengalami fraktur hip baru atau
dislokasi, dan 20% dari mereka meninggal dalam waktu satu tahun. Jatuh akan
menghambat upaya mobilisasi, pasien harus kembali menjalani program
imobilisasi karena fraktur yang berulang. Program rehabilitasi akan terganggu
bila ditemukan faktor penyulit pada pasien seperti; kelemahan otot, kontraktur,
postural hipotensi, dan kejadian tromboemboli. Semua kondisi tersebut akan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


12

semakin menurunkan kualitas kehidupan dan kesehatan (Costa, B.D., Rutjes,


A.W.S., & Mendy, A., et al, 2012).

Kegiatan ambulasi pada masa rehabilitasi semakin meningkatkan skore resiko


jatuh pasien. Pada situasi klinik perawat hanya melakukan penilaian jatuh satu
kali ketika pasien pertama kali masuk ruangan dengan menggunakan skala
Morse, evaluasi dari hasil catatan keperawatan terhadap nilai resiko jatuh pasien
selalu tetap sampai batas akhir masa keperawatan. Dirumah sakit, upaya
pencegahan jatuh hanya dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi jatuh saja
melalui 6 tindakan yang dijadikan prosedur tetap rumah sakit yaitu;
1) pemasangan tanda dan gelang resiko jatuh, 2). mengunci roda, 3). menutup
pagar pengaman samping, 4) merendahkan tempat tidur,5) mendekatkan bel,
dan 6) memberikan pendidiikan kesehatan kesehatan secara sederhana
mengenai kelima upaya yang sudah disebutkan agar lebih diperhatikan oleh
pasien dan keluarga.

Upaya penilaian resiko jatuh, intervensi pencegahan jatuh dan evaluasi skore
nilai jatuh diruangan belum menunjukan suatu bentuk pelayanan keperawatan
yang professional yang mengedepankan proses keperawatan dengan penerapan
standart intervensi yang baik. Multi-intervensi pencegahan jatuh sesuai level
resiko jatuh dengan pendekatan terhadap pasien dan keluarga secara individual
melalui pendidikan kesehatan diharapkan mampu mencegah kejadian jatuh
pada pasien. Penerapan multi-intervensi dalam pencegahan jatuh terbukti secara
efektif dalam mencegah kejadian jatuh pada kelompok pasien usia lanjut. Hasil
penelitian upaya pencegahan jatuh secara statistik menujukan bahwa pada
kelompok kontrol yang menggunakan intervensi standar rumah sakit angka
kejadian jatuh 4,64 per 1000 pasien dan pada kelompok intervensi yang
menggunakan multi-intervensi kejadian jatuh 3,48 per 1000 pasien dengan
p value 0,04 (Dykes, C.P., et al 2010).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


13

Pasien dengan fraktur hip pada fese akut (post trauma dan pembedahan)
dirumah sakit mengalami masalah dengan rasa nyeri pada skala sedang saat
kondisi pasif. Imobilisasi menjadi pilihan utama pasien untuk terhidar dari
peningkatan intensitas nyeri dengan membatasi pergerakan pada bagian
ekstremitas yang sakit. Imobilisasi berdasarkan banyak studi dapat
menyebabkan masalah fungsional termasuk dalam hal ini resiko konstipasi,
dikubitus, ortostatik hipotensi dan kelemahan otot. Pada fese rehabilitasi nyeri
menjadi factor resiko tinggi penyebab jatuh pada pasien saat melakukan
aktifitas ambulasi. Pada tatanan pelayanan klinik perawat lebih banyak
menangani kasus utama yaitu nyeri, menggunakan teknik napas dalam dan
pemberian analgesik sesuai program, mereka belum melakukan penanganan
atau perubahan perilaku imobilisasi sebagai dampak adanya nyeri.

Peran perawat sepesialis sangat dibutuhkan pada situasi tersebut guna menggali
perilaku dan stimulus pada pasien yang dapat memicu timbulnya masalah
keperawatan serta rubah perilaku pasien memalui upaya pendidikan kesehatan
guna meningkatkan kemampuan ranah kognitif dan afektif yang menunjang
ranah perilaku pasien kearah lebih sehat. Pada saat kegiatan pendidikan
kesehatan, diperlukan media dan alat bantu belajar yang dapat menujang
kemampuan pasien mencapai tiga ranah tersebut. Media yang tepat, praktis, dan
dapat memuat banyak informasi sesuai dengan kondisi pasien diruang
keperawatan ortopaedi sangat diperlukan agar bisa dibaca dan dipelajari pasien
dan keluarga setelah proses penyampaian informasi kesehatan. Booklet sebagai
media belajar yang berisi kumpulan informasi kesehatan mengenai manajemen
nyeri, pencegahan dikubitus, pencegahan konstipasi dan pencegahan jatuh
dipilih karena dipandang efektif guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku pasien kearah yang lebih sehat.

Pada sebuah penelitian terkait upaya merubah pengetahuan, sikap dan perilaku
dalam pemenuhan kebutuhan gizi pasien dengan media booklet, didapatkan
sebuah kesimpulan bahwa booklet terbukti efektif guna meningkatkan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


14

pengetahuan, sikap dan perilaku pasien dalam upaya pemenuhan gizi dengan
p value 0,0018 (Shoutgate, K.M., 2010).

Dengan latar belakang itu semua, penulis tertarik untuk menyusun karya ilmiah
akhir yang berisi tiga komponen utama yaitu analisa asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan system musculoskeletal menggunakan pendekatan
model adaptasi Roy, melaksanakan EBN multi intervensi pencegahan jatuh dan
melaksanakan inovasi pendidikan kesehatan dengan media belajar booklet di
RSUP Fatmawati Jakarta,

1.2. Tujuan
Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk :
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan spesialis mampu menggambarkan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan gangguan system
musculoskeletal menggunakan pendekatan model adaptasi Roy.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Menyusun pengkajian pada pasien gangguan sistem muskuloskeletal
b. Menyusun rencana keperawatan pada pasien gangguan sistem
muskuloskeletal
c. Menyusun implementasi keperawatan pada pasien gangguan sistem
muskuloskeletal
d. Menyusun evaluasi keperawatan pada pasien gangguan sistem
muskuloskeletal
e. Menyusun laporan hasil kegiatan evidence based nursing pencegahan
jatuh.
f. Menyusun laporan hasil inovasi keperawatan booklet.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


15

1.3. Manfaat Penyusunan Karya Ilmiah Akhir


1.3.1. Bagi Penulis sebagai Perawat
Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dengan memahami upaya
keperawatan yang bersifat komprehensif dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan system musculoskeletal
menggunakan pendekatan model adaptasi Roy.

1.3.2. Bagi Pasien


Menunjukan bahwa pasien dan keluarga sebagai subjek yang bisa
berubah, kearah yang lebih baik dengan memahami upaya keperawatan
pada fraktur hip sehingga mereka dapat bekerja sama dan kooperatif
dalam setiap kegiatan perawatan guna meningkatkan status kesehatan.

1.3.3. Profesi Keperawatan


KIA ini dapat sebagai bahan untuk meningkatkan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada pasien gangguan system musculoskeletal
secara umum dan fraktur hip pada khususnya, yang bersifat menyeluruh
dan kritis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan pasien pada taraf
yang optimal selama fase perawatan dan rehabilitasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis akan mengulas teori mengenai fraktur hip (intertrokhanter),
teori model adaptasi Roy dan asuhan keperawatan pada fraktur hip.

2.1. Kasus
2.1.1. Pengertian
Hip fraktur adalah suatu keadaan dimana tulang pada persendian
panggul (proksimal femur) mengalami disintegritas oleh beban yang
berlebihan pada tulang yang melampaui batas kekuatannya akibat
adanya trauma atau kelainan patologis. Disintegritas tulang panggul
dibagi menjadi dua bagian menurut daerah anatomisnya yaitu
intrakapsular dan ekstrakapsular. (Lewis, S.L, Dirksen, S.F, Heitkemper,
M., Bucher, L., & Camera I., 2011).

2.1.2. Etologi
Fraktur secara umum disebabkan oleh :
a. Patologis karena penyekit (karsinoma, osteoporosis)
b. Trauma (beban melampaui kekuatan tulang) karena penekanan,
puntiran, pukulan dan oleh kontraksi otot yang ekstim
Secara spesifik fraktur hip bisa terjadi karena adanya factor resiko
sebegai berikut : konsumsi alkohol dan kafein, usia lanjut, gizi buruk
(kurus), konsumsi obat-obat psikotropika yang dapat mengganggu
demineralisasi tulang, menyebabkan kerapuhan pada tulang, masa
degenerative pada usia lanjut dan adanya gangguan visual serta dimensia
sebagai pemicu terjadinya insiden trauma (Zuckerman, J.D, 2009).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


17

2.1.3. Patofisiologi
Fraktur hip dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu, fraktur colum femur
(colum), neck femur dan trokhanter. Fraktur daerah trokhanter dibagi
menjadi 3 yaitu great trochanter. merupakan bagian trokhanter yang
berbatasan dengan neck femur, intertrokhanter pada bagian tengah
subtrochanter (below trochanter) yang berbatasan dengan shaf femur
bagian proksimal.

Gambar 2.1. Fraktur Hip (http://adolescenthippain.weebly.com)

Klasifikasi fraktur intertrochanter menurut Byond and Grifin :


a. Tipe 1 : fraktur tunggal sepanjang garis intertrochater, kondisi stabil
dan mudah direduksi.
b. Tipe 2 : fraktur dengan garis fraktur sepanjang intertrokhanter, terjadi
kominute dalam bidang koronal.
c. Tipe 3 : Fraktur pada tingkat terendah trokhater dengan keadaan
kominute dan ekstensi kedalam subtrokhanter.
d. Tipe 4 : fraktur mengenai shaf femur bagian proksimal.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


18

1
2

3 4

Gambar 2.2. Klasifikasi Fraktur Intertrokhanter Femur

Fraktur hip pada bagian intertrokhanter yang diakibatkan oleh adanya


trauma yang mengakibatkan tulang menekan dan merusak jaringan lunak
(otot, pembuluh darah, serabut syaraf) pada area fraktur. Manipulasi
tulang pada serabut syaraf sensoris dan otot akan mengakibatkan nyeri
akibat reflek ivolunter spasme otot sebagai mekanisme langsung terhadap
trauma jaringan, mekanisme ini merupakan mekanisme protektif otot
terhadap trauma.

Intertrokhanter femur (HIP) mendapatkan suplai darah dari percabangan


arteri femoralis sirkumflek lateralis, kerusakan pembuluh darah akibat
trauma dapat mengakibatkan suplai darah untuk daerah proksimal femur
khususnya neck femur dan head femur terganggu. Avaskularisasi neck
dan head femur mengakibatkan hip khususnya bagian intracapsular
mengalami iskemik dan bisa berakhir dengan nekrosis. Kerusakan
pembuluh darah pada area fraktur menyebabkan darah keluar dan
memberikan proteksi pada area fraktur dan jaringan lunak, sehingga pada
area proksimal femur akan tampak edema.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


19

Kerusakan tulang dan spasme otot pada kondisi fraktur menyebabkan


posisi anatomis tulang mengalami perubahan, sehingga dimanivestasiken
dengan penurunan penggunaan ekstremitas dan kelainan bentuk atau
kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi anatomis. Kehilangan
fungsi tulang dan penurunan kemampuan otot merupakan suatu
mekanisme proteksi adanya trauma jaringan.

2.1.4. Manifestasi klinis


Nyeri merupakan manifestasi utama yang selalu muncul pada fraktur,
secara subjektif pasien akan mengemukakan ketidaknyamanannya ketika
melakukan pergerakan yang memerlukan pergerakan panggul, terutama
pada pergantian posisi tidur dan duduk (Homel, A, 2012). Manifestasi
klinis lain yang muncul secara fisiologis adalah edema area fraktur,
spasme otot, deformitas dan kehilangan fungsi ekstremitas karena adanya
fraktur (Lewis, S.L, et al, 2011).

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Fraktur HIP (intertrokhanter) dapat berdampak secara sistemik apabila
terjadi kerusakan jaringan lunak area fraktur oleh fragmen tulang. Guna
mengetahui kondisi kesehatan klien secara luas pemeriksaan penunjang
dan diagnostic sebelum penatalaksanaan pembedahan harus dilakukan,
adapun pemeriksaan penunjang tersebut adalah :

Pemeriksaan Rontgen dengan sinar x merupakan pemeriksaan yang paling


umum dilakukan untuk melihat dan mengetahui deformitas tulang akibat
adanya fraktur, kondisi sendi, densitas tulang, dan kepastian lokasi
fraktur. Selain itu pemeriksaan sinar x juga dapat melihat pengembangan
paru dan kondisi paru-paru, kondisi jantung yang semuanya terkait dengan
fungsi sirkulasi dan oksigenasi (Maher A.B., et al 2002; Cristhoper, et al,
2012)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


20

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui komplikasi fraktur


seperti perdarahan dan infeksi. Media pemeriksaan laboratorium spesifik
untuk mengetahui kondisi tersebut adalah darah, dimana dengan media
tersebut dapat diketahui volume, konsentrasi sel dan elektrolit darah
sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap trauma dan infeksi
(Cristoper, et al, 2012).

Fragmen tulang pada kondisi fraktur dapat menyebabkan kerusakan


jaringan lunak (lapisan lemak, otot dan pembuluh darah) pada area
fraktur. Lepasnya jaringan lemak dan terbukanya pembuluh darah dapat
memicu pembentukan thrombus yang dapat menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah jantung menimbulkan aritmia dan bisa menyebabkan
emboli paru, kondisi tersebut akan menimbulkan kondisi iskemik.
Pemeriksaan elektrokardiografi, CT scan dan echokardiografi merupakan
pemeriksaan kombinasi untuk lebih mengetahui lebih jelas dampak fraktur
terhadap perubahan fisiologis pada pasien (Cristhoper, 2012).

2.1.6. Therapi
Pada fraktur intertrokhanter, pasien dilakukan tindakan imobilisasi dan
reduksi fraktur dengan menggunakan traksi untuk mendapatkan posisi
anatomis tulang dan persendian melalui relaksasi otot. Traksi juga
berguna untuk mereduksi nyeri akibat adanya spasme otot, disamping itu
tindakan imobilisasi dan reduksi dengan traksi juga dapat mencegah
kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, mendukung aktifitas pada
ekstremitas yang sehat (tidak mengalami fraktur) dan mengembalikan atau
memberikan jarak pada fragmen tulang sebelum prosedur stabilisasi
dengan pembedahan.

Pembedahan pada fraktur bertujuan untuk mempertahankan stabilisasi


fragmen tulang dan memperbaiki jaringan lunak yang rusak oleh adanya
trauma. Stabilisasi fraktur intertrochanter dapat dilakukan dengan tiga

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


21

cara yaitu internal fiksasi, hemiarthoplasty dan total hip replacement


(Parker M.J, et, al. 2010; Hedback, et al, 2011).

Jenis prosedur stabilisasi fraktur hip (intertrokhanter), kelebihan dan


kekurangan dari ketiga jenis pembedahan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Internal fiksasi
Internal fiksasi pada fraktur hip dilakukan melalui proses pembedahan
melalui arah lateral femur, disertai pemasangan sliding and screw
sebagai fiksasi pada bagian tulang intertrochanter yang patah. Screw
utama difiksasikan pada bagian trochanter menuju bagian kepala sendi
femur dan screw yang lain difiksasikan pada bagian shaf femur.

Gambar 2.3 Internal Fiksasi Pada Fraktur Intertrokhanter


(Clutt, J., 2008)

Keuntungan menggunakan internal fiksasi adalah waktu operasi yang


relative lebih cepat dengan hanya membutuhkan waktu 24 menit, area
yang dimanipulasi lebih minimal sehingga volume kehilangan darah
sedikit (20-177 ml), tidak membutuhkan tranfusi darah pada pasien
dengan kadar hemoglobin yang baik dan lebih hemat dalam
pengeluaran biaya perawatan dan prosedur pembedahan dibanding
dengan hemiarthiplasty serta rehabilitasi post stabilisasi lama

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


22

waktunya tidak berbeda dengan hemiarthoplasti hanya saja tidak ada


keterbatasan dalam pergerakan melakukan pergerakan.

Kekurangan internal fiksasi dibandingkan hemiarthoplasty adalah ;


kurang cocok bagi seseorang yang mengalami gangguan proses
fisiologis penyembuhan tulang yang relative lama termasuk pada usia
lanjut, Kebutuhan alat bantu berjalan pada pasien yang lebih lama,
resiko terjadinya nonunion tinggi (35%) kasus, nekrosis pada bagian
tulang neck dan head femur karena pemasangan screw 5% lebih tinggi
dibandingkan hemiarthoplasty, dan kejadian fraktur pada sekitar
implant mencapai 3% (Parker, M.J., et al., 2010).

b. Hemiarthoplasty
Hemiarthoplasti adalah penggantian sebagian tulang femur pada
bagian proksimal (sendi panggul) terutama head dan neck femur
dengan mempertahankan acetabulum yang masih dalam kondisi baik
dengan menggunakan arthoplasty prostetik (sendi buatan) melalui
prosedur pembedahan. Hemiarthoplasti dilaksanakan pada seseorang
yang sudah mengalami degenerasi proses fisiologi penyembuhan
tulangnya, termasuk pada usia lanjut. Prostetik pada hemiarthoplasty
Terdapat dua macam yaitu unipolar dan bipolar. Prostetik unipolar
merupakan prostetik yang terbuat dari logam yang langsung
dipasangkan (ditanam) pada tulang dan colum femur dimasukan
kedalam acetabulum (mangkuk sendi) sehingga kepala sendi yang
terbuat dari logal langsung bersentuhan dengan acetabulum.
Penggunaan unipolar beresiko terjadi kerusakan atau erosi pada
acetabulum. Perkembangan terbaru prostetik hip adalah dengan
digunakannya bipolar arthoplasty logam head femur dialasi dengan
socket (berbahan sejenis polyethelin yang kuat) sebelum menyentuh
langsung acetabulum.. Perkembangan baru pada prosedur
hemiarthoplasty juga dengan digunakannya bahan cement medis

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


23

(Richad ilosis) yang digunakan sebagai fiksasi prostetik sehingga


dapat digunakan untuk menyamakan panjang kedua kaki.

Kelebihan hemiarthoplasty pada pasien sesuai kasus kelolaan, dengan


bipolar hemiarthoplasty cemented adalah : kondisi hip stabil, pasien
mampu melakukan mobilisasi dengan cepat, waktu ketergantungan
dengan alat bantu jalan relative lebih singkat, panjang kedua kaki
relative sama, pasien tidak mengalami proses penyembuhan tulang
sehingga tidak akan mengalami nonunion, kejadian refisi rendah
0,1%, dan kejadian erosi pada acetabulum 0,1%.

Gambar 2.4. Bipolar Proshtesis Pada Hemiarthoplasty


(http://www.netterimages.com)

Kelemahan dari hemiarthoplasty adalah : manipulasi jaringan lunak


sekitar hip luas, sehingga menimbulkan perdarahan mencapai 177ml
dan 20% pasien membutuhkan tranfusi darah. Hemiarthoplasty
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelaksanaan operasi jika
dibandingkan internal fiksasi yaitu mencapai 46 menit dengan biaya
perawatan, alat dan pembedahan lebih mahal. Komplikasi akut berupa
resiko terjadinya dislokasi mencapai 4%, keterbatasan dalam kegiatan
mobilisasi, pasien dibatasi dalam melakukan tindakan yang beresiko
terhadap terjadinya dislokasi seperti abdusi pada kaki yang sakit dan
gerakan fleksi hip lebih dari 90 o. Kekuarangan yang lain adalah
prosthesis hanya optimal digunakan selama 10 tahun dan harus

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


24

dilakukan revisi dengan total hip replacement (Parker M.J, et al, 2010
; Guyen, O, 2009).

c. Total hip replacement (THR)


THR adalah proses pembedahan untuk penggantian sendi panggul
(hip) secara keseluruhan meliputi acetabulum, head dan neck femur
dengan prosthesis. THR dilakukan pada seseorang yang mengalami
kerusakan (erosi) pada sendi panggul akibat osteoarthritis. Prosthesis
yang digunakan adalah tripolar (acetabulum, socket dan head-neck
femur) dengan cement medic sebagai bahan perekat.

Gambar 2.5. Tripolar Prothesis Pada Total Hip Replacement


(Guyen, O., 2009)

Kelebihan THR secara umum sama dengan hemiarthoplasty dimana


kondisi hip relative stabil, pasien mampu melakukan mobilisasi
dengan cepat, waktu ketergantungan dengan alat bantu jalan relative
lebih singkat, panjang kedua kaki relative sama, pasien tidak
mengalami proses penyembuhan tulang sehingga tidak akan
mengalami nonunion, kejadian refisi rendah, dan tidak terjadi erosi
pada acetabulum.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


25

Kekurangan THR adalah waktu pembedahan relative lama (74 menit),


nyeri pasca penggantian protesa lebih tinggi intensitasnya dan waktu
nyerinya lama (sampai dengan 12 bulan) dibandingkan
hemiarthoplasty, pengembalian pola fungsional lebih rendah, biaya
untuk perawatan, alat dan pembedahan mahal, dan masih beresiko
terjadinya dislokasi dan dalam kegiatan mobilisasi mencapai 16
minggu, pasien dibatasi dalam melakukan tindakan yang beresiko
terhadap terjadinya dislokasi seperti abdusi pada kaki yang sakit dan
gerakan fleksi hip lebih dari 90o seperti pada hemiarthoplasty
(Hedbeck, C.J, et al, 2011).

2.1.7. Komplikasi
Pasien dengan fraktur hip yang menjalani hemiarthoplasity dapat
mengalami komplikasi sebagai berikut : 0,6% mengalami dislokasi, 1,6%
mengalami infeksi, 1,5% mengalami tromboemboli, dan mengalami
revisi pembedahan 0,7%. (SooHoo, N.F., et, al, 2013). Potensial
komplikasi dari prosedur pembedahan meliputi : deep infection 0,5-1,5%
terjadi dalam tahun pertama, deep vein thrombosis 3%, emboli pulmonal
0,5%, periprostetic fracture 5%, dan resiko injuri lain seperti manipulasi
syaraf tepi pada daerah femur (Mooney, M., & Ireson, C., 2009).

2.2. Asuhan Keperawatan


2.2.1. Teori Keperawatan
Pasien dengan Fraktur Hip dapat mengalami perubahan fungsional,
peran, konsep diri dan ketergantungan, pasien berupaya beradaptasi
dengan kondisi fisiknya sekarang dengan berbagaimacam keterbatasan
dan permasalahan. Penerapan asuhan keperawatan dengan pendekatan
model koseptual keperawatan menurut teroi Sister Calista Roy,
diharapkan mampu membantu pasien menemukan kemampuan adaptasi
baik secara fisik, emosi, dan sosial.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


26

Model adaptasi Roy memungkinkan pengembangan intervensi berbasis


teori, terintegrasi dalam perspektif keperawatan holistic. Roy
memandang keperawatan sebagai bio-behavioral dimana pengetahuan
seseorang akan menyeimbangkan pemahaman orang, baik dari segi
fisiologis yang berada pada domain fisik, yang berhubungan dengan
dunia nyata dan sisi pemikiran dan perasaan berada dengan pengalaman
manusia dan berada dalam dunia kosmik .
a. Asumsi Dasar
a.1. Adaptasi
Roy mendefinisikan adaptasi sebagai suatu hasil kemajuan yang
memerlukan proses berpikir dan tindakan yang dilandasi
dengan perasaan dan kesadaran individu agar mereka
berintegrasi dengan lingkungannya. Kemampuan manusia
berintegritas dengan stimulus lingkungan akan menjadikan
manusia sebagai mahluk yang kreatif dalam mencapai tujuan
hidup dialam semesta.

a.2. Keperawatan
Roy menggambarkan keperawatan sebagai suatu yang luas,
sebuah profesi kesehatan yang berfokus pada proses seluruh
kehidupan manusia yang menekankan upaya promotif dibidang
kesehatan, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Keperawatan merupakan suatu disiplin ilmu dan
praktik yang berupaya memperluas kemampuan adaptasi pada
seseorang dan transformasi terhadap lingkungan. Sebagai ilmu,
keperawatan berupaya mengkaji tingkahlaku dan kemampuan
adaptasi pasien. disamping melakukan pengkajian keperawatan
juga dituntut untuk dapat membuat keputusan atas hasil
pengkajian, guna menyusun rencana keperawatan yang tepat
dan melaksanakan memanajemen terhadap stimuli yang ada.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


27

a.3. Manusia
Manusia adalah makhluk holistic, merupakan suatu system
yang memiliki kemampuan beradaptasi sehingga manusia
menjadi satu kesatuan yang utuh. Manusia sebagai suatu
system termasuk manusia sebagai individu, kelompok termasuk
keluarga, organisasi, masyarakat dan lingkungan sosialnya.

Sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri, manusia dapat


digambarkan secara holistik (bio, psiko, sosial, spiritual)
sebagai satu kesatuan yang memiliki input (masukan), kontrol
dan feedback proses dan output (keluaran/ hasil). Proses kontrol
adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara-
cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia didefinisikan
sebagai suatu sistem yang dapat menyesuaikan diri dengan
aktivitas, regulator dan kognator untuk mempertahankan
adaptasi dalam empat cara–cara penyesuaian yaitu fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

Dalam model adaptasi keperawatan menurut Roy, manusia


dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka, dapat
menyesuaiakn diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi yang
ada dilingkungan. Sebagai suatu sistem yang dapat
menyesuaikan diri, manusia dapat digambarkan dalam
karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan
yang berhubungan antara unit–unit fungsional atau beberapa
unit fungsional yang memiliki tujuan yang sama. Sebagai suatu
sistem, manusia dapat dijelaskan dalam istilah input, kontrol
dan proses feedback dan output.

Input pada manusia adalah suatu sistem yang dapat


menyesuaiakan diri, yaitu dengan menerima masukan dari

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


28

lingkungan luar dan dalam diri individu itu sendiri, feedback


terhadap stimulus yang masuk dapat berlawanan atau responnya
berubah – ubah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda – beda dan mewakili
dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh manusia.

Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem yang dapat


menyesuaikan diri disebut mekanisme koping. Dua mekanisme
koping yang telah diidentifikasikan yaitu subsistem regulator
dan subsistem kognator. Regulator dan kognator digambarkan
sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor atau
cara penyesuaian diri yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi.

Output dari manusia sebagai sistem adaptif adalah respon


adaptif dan respon inefektif. Respon-respon yang adaptif akan
mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan
respon yang inefektif atau maladaptif dapat mengganggu
integritas. Melalui fase feedback, respon-respon tersebut
selanjutnya akan menjadi input kembali pada manusia sebagai
suatu system. Dalam keperawatan model adaptasi, Roy banyak
memfokuskan perhatiannya kepada konsep-konsep subsistem
regulatoer dan subsistem kognator dan empat cara penyesuaian
diri. Konsep-konsep itu akan diamati/ dikaji secara lebih jelas
dan mendalam melalui pendekatan dengan pasien.

Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme


penyesuaian atau koping yang berhubungan dengan perubahan
lingkungan, diperlihatkan melalui perubaham biologis,
psikologis, dan sosial. Subsistem regulator adalah gambaran
respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


29

kimia tubuh, organ endokrin dan system tubuh lainnya.


Sub-sistem regulator merupakan mekanisme kerja utama yang
berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan.
Subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi; termasuk didalamnya
persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat alasan dan
emosional.

Semua input stimulus yang masuk diproses oleh sub-sistem


regulator dan kognator. Respon dari subsistem tersebut semua
diperlihatkan pada empat perubahan komponen yang ada pada
manusia sebagai sistem adaptif yaitu fungsi fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi.

a.4. Sehat
Sehat merupakan suatu tahapan dimana manusia dipandang
telah menjadi manusia secara utuh. Integritas atau keutuhan
manusia merupakan refleksi kemampuan manusia dalam
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Dalam model
adaptasi Roy, konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi dimana adaptasi merupakan proses peningkatan
fisiologi, psikologi dan integritas sosial, integritas merupakan
suatu gambaran satu kesatuan dari keseluruhan yang tidak dapat
terpisahkan.

Dalam melakukan proses adaptasi, manusia memerlukan energi


guna terbentuknya suatu koping yang efektif dan
memungkinkan manusia berespon dapat terhadap stimulus yang
ada. Pembebasan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan
dan mempertinggi kesehatan, pembebasan energi tersebut dapat
dihubungkan dengan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


30

merupakan komponen pusat, dalam model adaptasi manusia


manusia digambarkan sebagai sistem yang dapat menyesuaikan
diri.

Proses adaptasi termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi


kesehatan secara positif dan upaya tersebut merupakan usaha
untuk meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua
interaksi manusia dan lingkungan yang terdiri dari dua bagian
proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan
perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yang
membutuhkan sebuah respon. Perubahan-perubahan tersebut
adalah stresor-stresor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh
faktor-faktor kontekstual dan residual. Bagian-bagian kedua
berupa stressor yang menghasilkan interaksi dan biasanya
disebut stress, bagian kedua dari stress adalah mekanisme
koping yang merangsang menghasilkan respon adaptif dan
inefektif.

Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan


digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan
manusia yang meliputi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
penguasaan yang disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah
kondisi keseimbangan dinamik yang meliputi peningkatan dan
penurunan respon-respon. Setiap kondisi adaptasi baru
dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan
dinamik dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.

Lingkup yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan


suksesnya manusia sebagai system adaptasi. Peningkatan
adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi pada
keadaan baik atau sehat. Adaptasi adalah suatu fungsi proses

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


31

keseimbangan dari stimulus yang masuk dengan tingkatan


adaptasi yang lebih spesifik.

a.4. Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar
diri manusia. Lingkungan merupakan masukan (input) bagi
manusia sebagai sistem yang adaptif sama halnya lingkungan
sebagai stimulus internal dan eksternal. Lebih lanjut stimulus
itu dikelompokkan menjadi tiga jenis stimulus yaitu; fokal,
kontektual, residual.
i. Stimulus fokal
Yaitu stimulus yang langsung menyebabkan keadaan sakit
dan ketidakseimbangan yang dialami saat ini. contoh ;
kuman penyebab terjadinya infeksi dan trauma
ii. Stimulus kontektual
Yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadniya sakit
(faktor presipitasi) keadaan tidak sehat. Keaadaan ini tidak
terlihat langsung pada saat ini. Misalnya daya tahan tubuh
yang menurun, lingkungan yang tidak sehat.
iii. Stimulus residual
Yaitu sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat
mempengaruhi terjadinya keadaan tidak sehat atau disebut
dengan faktor predisposisi sehingga terjadi kondisi fokal.
Misalnya ; persepsi klien tentang penyakit, gaya hidup,
fungsi, peran.

Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi,


keadaan disekitar manusia, dan mempengaruhi keadaan,
perkembangan dan perilaku manusia sebagai individu atau
kelompok. Manusia sebagai sitem yang dipandang dari empat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


32

model yang dipengaruhi lingkungan/stimulus dapat dilihat juga


pada gambar berikut :

Fokal, kontekstual,
residual

Adaptif
or
Inefektif

Sumber : Alligood,M.R.( 2006)


Gambar 2.6. Model Adaptasi Roy

Manusia sebagai mahluk adalah bersifat sosial yang tinggal secara


kelompok dan dianggap sebagai makhluk holistic. Manusia sebagai sitem
adaptif akan terus berubah dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Kesehatan adalah proses menjadi dan menjadi terintegrasi secara utuh
antara manusia dengan lingkungannya dengan demikian lingkungan dan
orang saling mempengaruhi.

Tujuan keperawatan pada model adaptasi Roy adalah fokus pada promosi
kesehatan individu dan kelompok dengan mempromosikan adaptasi pada
setiap model, yaitu model adaptif : fisiologis - fisik, konsep diri, fungsi
peran, dan interdependensi. Adaptasi dinilai dan diukur dalam kemampuan
fisik (fisiologis), konsep diri, psikososial (fungsi peran) dan interdependensi
(Rogers, C., & Keller, C., 2009). Berikut penjabaran model konseptual
keperawatan Roy dalam penkajian asuhan keperawatan :

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


33

a. Model perilaku fisiologis


Model prilaku fisiologis merupakan manifestasi dari fisiologis tubuh
manusia dari tingkat sel, jaringan, organ dan sisitem organ yang
membentuk tubuh secara satu kesatuan. Pengkajian keperawatan
yang dilakukan terkait fungsi fisiologis meliputi : oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktifitas dan istirahat, dan proteksi. Ada empat proses
yang mempengaruhi adaptasi fisiologis yang perlu ditambahkan
dalam pengkajian yaitu : sensoris, keseimbangan cairan, elektrolit
dan asam basa, fungsi neurologis dan fungsi endokrin. Mode
fisiologis dikaitkan dengan bagaimana cara seseorang sebagai
individu dan sebagai mahluk yang secara fisik dapat berinteraksi
dengan lingkungan.

b. Model Konsep Diri


Konsep diri menurut Roy adalah gabungan dari keyakinan dan
perasaan bahwa seorang individu mengontrol area sekitar dirinya
sendiri pada waktu tertentu. Komponen model konsep diri adalah
fisik (termasuk sensasi tubuh dan citra tubuh) , dan diri pribadi
(konsistensi diri , self -ideal , dan keyakinan moral etis spiritual).
Kebutuhan dasar seseorang juga dipengaruhi konsep diri, dimana
seseorang diharapkan mampu beradaptasi dengan psikologis dan
spiritualnya dan itu akan menunjukan bahwa manusia sebagai suatu
unit yang merupakan satu kesatuan.

c. Model fungsi peran


Dari perspektif individu, model fungsi peran berfokus pada peran
individu dalam menempatkan diri dalam kehidupan masyarakat.
Kompleksitas, keparahan dan dampak penyakit pada individu sering
membatasi kinerja peran dalam keluarga, kegiatan dan pekerjaan
serta hubungan dalam kehidupan bermasyarakat.. Dalam keluarga,
peran berhubungan dengan kegiatan seperti mencari nafkah ,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


34

mempertahankan tempat tinggal dan fungsi orangtua dalam


mengasuh dan membesarkan anaknya. Seluruh keluarga akan
terpengaruh ketika seorang anggota keluarga sakit dan harus
menjalani perawatan di rumah sakit.

d. Model Interdependensi
Model interdependensi adalah kategori respon manusia yang
berfokus pada interaksi yang terkait dengan memberi dan menerima
bantuan, kasih saying dan cinta. Keluarga menjadi dasar bagaimana
seseorang mampu melakukan dan menetapkan interaksinya dengan
orang lain. Melalui keluarga seseorang akan mendapatkan
pemahaman dan pemgalaman melalui pengajaran keterampilan
komunikasi yang efektif, memberi dan menerima cinta, sikap
hormat, dan nilai-nilai moral lain dalam keluarga. Kesadaran diri
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dikembangkan dan
dibudidayakan utamanya dalam lingkungan kelompok pendukung
yang utama (Roy, S.C,, & Jones, D.A., 2007; Roy, S.C., 2009).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


35

2.2.2. Proses Keperawatan


Skema 2.1. Pathway Fraktur Hip Sesuai Model Adaptasi Roy
Etiologi : osteoporosis, trauma, factor resiko : usia lanjut
Stimulus
HIP FRAKTUR
Target organ

Diskontinuitas tulang kerusakan jaringan lunak areas fraktur


Kulit Pembuluh darah Syaraf Otot
a. Femoralis
Deformitas kaki Histamin, Katekolam release
(ukuran, posisi, bentuk) manipulasi dan kerusakan Kontraksi
Perdarahan lokal fraktur serabut syaraf sensoris
Penarikan dan penekanan kulit Hematom, edema
Usia, beban, jenis traksi
Anemis, P naik,t & BP
Imobilisasi  skin traksi sirkulasi O2 kulit terganggu Sirkul. sirkumflek terganggu Fisik, Konsep
Kecemasan, tergantung Norton Metabolisme Neck &colum diri, peran,
Usia tua femur interdependen
Imobilitas fisik Stabilisasi, HAP lateral sirkulasi gastrointestin iskemik proximal& distal fraktur
motilitas katererisasi Morse CRT, Pain
bowel infus rehab Nafsu makan , mual, intake Nadi, palor, parese
Resiko Konstipasi Resiko infeksi Pain Dx. kep
Resiko kerusakan integritas kulit Res. Devicit vol cairan Status Kesh
berubah
Resiko jatuh Res/act. Nutrisi kurang
Manajemen konstipasi Cemas
Kontrol infeksi Manajemen Penekanan Manajemen cairan Manaj Nyeri
Perawatan luka Mencegah dikubitus Manajemen hipovolemia Intervensi
Pencegahan jatuh
Manaj. nutrisi Kontrol kecemasan

RESPON ADAPTASI PASIEN  Integrasi, Kompensasi dan Kompromi Universitas Indonesia

(Christoper, et al, 2012 ;Lewis, et all, 2011 ;& Roy, S.C 2009 )
Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014
36

a. Pengkajian
Tahap pengkajian menurut model adaptasi Roy adalah :
a.1. Pengkajian perilaku
Pada tahap ini perawat mengidentifikasi respon pasien yang
dapat diobservasi ataupun yang tidak dapat diobservasi akibat
adanya stimulus lingkungan baik internal dan eksternal,
aktifitas mekanisme koping, dan respon pasien dalam
mempertahankan adaptasi dengan melihat 4 model adaptasi.
Dari hasil identifikasi tersebut dapat terlihat respon adaptasi
pasien yang bersifat adaptif dan inefektive. Tingkahlaku
pasien yang adaptif dapat meningkatkan integritas sebagai
manusia guna mencapai tujuan, tingkat perkembangan,
reproduksi, pengetahuan dan transformasi lingkungan.

Perawat dalam mengumpulkan data dapat menggunakan


berbagaimacam cara yaitu dengan observasi langsung,
wawancara dan pemeriksaan fisik. Data pengkajian bersifat
spesifik, akurat, dapat diukur, dan merupakan hasil
wawancara antara perawat dan pasien. Setelah data berhasil
dikumpulkan, data dikelompokan menurut model adaptasi
untuk kemudian dilaksanakan proses analisa dan penilaian
perilaku pasien.

Roy memberikan contoh mengenai pengambilan keputusan


dalam penentuan masalah pasien yang kesulitan dalam
melaksanakan adaptasi. Pengambilan hipotesis berdasarkan
aktifitas system regulator dan kognator seperti berikut;
regulator (meningkatnya tekanan darah, dan nadi, ketegangan,
kehilangan nafsu makan, peningkatan cortisol serum) dan
kognator (inefektif learning, kesulitan mengambil keputusan
dan affek yang tidak sesuai).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


37

a.2. Pengkajian stimuli


pengkajian stimuli baik internal dan eksternal yang
mempengaruhi tingkahlaku terkait 4 model adaptasi.
Pengkajian stimuli meliputi stimulus fokal, contektual dan
residual. Perawat mengumpulkan informasi guna menggali
stimuli melalui observasi, pengukuran dan interview dengan
pasien, hasil dari identifikasi (observasi) stimuli masih perlu
memerlukan proses validasi dengan pasien.

Fokal stimuli, masalah pada kaki atau kehilangan fungsi kaki


tidak hanya berpengaruh secara fisik, tetapi dapat
berpengaruh pada model adaptasi konsep diri, peran dan
interdependensi. Kehilangan fungsi kaki tidak hanya
berpengaruh pada kegiatan transfer atau mobilitas, tetapi juga
pada gambaran diri pasien, perubahan dalam melaksanakan
peran dan gangguan dalam berinteraksi serta saling
ketergantungan dengan orang lain.

Kontekstual stimuli, merupakan semua rangsangan internal


dan eksternal yang berpengaruh terhadap situasi. Bentuk
kontekstual stimuli dapat berupa penurunan energi tubuh
untuk memulai suatu aktifitas, dan pengetahuan mengenai
resiko terjadinya serangan jantung pada pasien dan keluarga.

Residual stimuli, karagori stimulasi lain yang diidentifikasi


dan mempengaruhi tingkahlaku yang mempengaruhi adaptasi
individu. Stimuli residual didapatkan melalui confirmasi
terhadap stimulus yang memiliki efek terhadap perilaku, dan
melalui upaya peninjauan teori atau pengalaman dengan
berdasar pengetahuan (Roy, S.C., 2009).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


38

b. Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi


b.1. Acut pain (00132) berhubungan dengan faktor fisik trauma
jaringan
Tujuan dan Kriteria :
Pasien menunjukan kontrol terhadap nyeri (1605) kriteria :
memahami onset nyeri (160502), menggunakan upaya non
analgesic (160504), melaporkan kemampuan mengontrol nyeri
(160511), penggunaan analgesik (160505)
Intervensi : Pain manajemen (1400)
i. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
ii. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
iii. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
iv. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
v. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
vi. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
vii. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
viii. Kurangi faktor presipitasi nyeri
ix. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
x. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
xi. Kolaborasi : berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
xii. Evaluasi keefektifan kontrol terhadap nyeri
xiii. Tingkatkan waktu istirahat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


39

b.2. Resiko kekurangan volume cairan (00028) berhubungan dengan


mobilitas fisik, usia lanjut, hipermetabolisme
Tujuan :
Keseimbangan cairan tubuh (0601) pasien dapat terjaga dengan
baik
Kriteria :
Tekanan darah (060201), (060102) Nadi, (060107) Keseimba-ngan
Intake output, (060117) Kelemba-pan mukosa, (060119) Serum
elektrolit
Intervensi : Fluid manajemen (4120)
i. Kaji mekanisme pengeluaran cairan
ii. Kaji intake dan output cairan
iii. Identifikasi faktor peningkatan output cairan
iv. Kaji perubahan nilai laboratorium (elektroli, hematokrit)
v. Kaji perubahan status kesadaran dan kemampuan orientasi
vi. Kaji status hidrasi (kelembaban kulit, mukosa, nadi dan
tekanan darah)
vii. Manajemen cairan lewat oral (menggunakan sedotan)
viii. Kolaboratif : manajeman cairan parentral/intravena, darah

b.3. Resiko konstipasi (00015) berhubungan dengan Faktor


Fungsional (imobilisasi, privasi, posisi defikas), faktor fisiologis
perubahan motilitas usus.
Tujuan :
Pasien menunjukan bowel eliminasi (0501) normal.
Kriteria :
Pola eliminasi (050101), feses lunak (050105), warna feces
(050110), suara peristaltik (050129).
Intervensi : Manajemen konstipasi (0450)
i. Kaji pola eliminasi sebelum dan setelah sakit
ii. Informasikan mengenai kemungkinan konstipasi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


40

iii. Jelaskan efek cairan dan makanan tinggi serat guna mencegah
konstipasi
iv. Motivasi pasien untuk tetap melakukan aktifitas diatas tempat
tidur sesuai kemampuan
v. Kolaborasi : rujuk ahli gizi untum makanan tinggi serat.

b.4. Resiko kerusakan integritas kulit (00047) berhubungan dengan


usia tua, imobiltas fisik, faktor mekanis (friksi dan penekanan)
Tujuan :
Pasien menunjukan integritas kulit dan membran mukosa yang
baik (1101).
Kriteria :
Status hidrasi (110104), lesi kulit (110104), Perfusi jaringan
(110111), lesi membran mukosa (110116)
Intervensi : Traction care (0940) & Presure management(3500)
i. Kaji faktor resiko kerusakan jaringan kulit
ii. Identifikasi sumber penekanan
iii. Kaji resiko terjadinya dekubitus
iv. Kaji integritas kulit pada daerah tertekan dan penonjolan
v. Pertahankan tempat tidur rapi, bersih, kering dan bebas
kerutan,
vi. Bantu pasien mengubah posisi tidur secara teratur.
vii. Motivasi pasien mengganti titik berat penekanan secara teratur

b.5. Ansietas (00146) berhubungan dengan perubahan status kesehatan,


Tujuan :
Pasien menunjukan kemampuan mengontrol kecemasan (1402).
Kriteria :
Menurunkan stimulus lingkungan (140203), menggunakan koping
yang efektif (140206), mempertahankan hubungan sosial (140211),
menjaga tidur yang adekuat (140214).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


41

Intervensi : Anxiety reduction (5820)


i. Kaji tingkat kecemasan pasien
ii. Sediakan informasi kesehatan guna mengontrol kecemasan
iii. Dorong pasien mengungkapkan pikiran secara verbal
iv. Motivasi keluarga untuk memberikan dukungan terhadap
pasien
v. Batasi rangsangan yang meningkatkan ansietas
vi. Berikan pijatan pada pungung.

b.6. Resiko jatuh (00155) berhubungan dengan factor usia lanjut, factor
fisiologis deformitas/masalah pada ekstremitas bawah, gangguan
penglihatan
Tujuan :
Pasien menunjukan perilaku pencegahan jatuh (1909)
Kriteria :
Fall Prevention Behavior
Selalu mengupayakan pencegahan jatuh (5) dengan :
i. Modofikasi lingkungan mencegah jatuh
ii. Menggunakan pegangan tangan
iii. Menggunakan karet sebagai alas di kamar mandi
iv. Menggunakan sepatu anti selip
v. Meminta bantuan saat mobilitas
vi. Menggunakan alat transfer yang aman
vii. Memberikan pencahayaan yang terang
viii. Mencegah ceceran air dilantai
ix. Membuang sampah pada tempatnya
x. Menggunakan toilet duduk
xi. Melakukan pencegahan jatuh setelah penggunaan obat-obatan
xii. Kontrol diri terhadap kelemahan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


42

Kejadian jatuh
Tidak pernah mengalami kejadian jatuh (5) :
i. Jatuh ketika berdiri
ii. Jatuh ketika jalan
iii. Jatuh ketika duduk
iv. Jatuh dari tempat tidur
v. Jatuh ketika transfer (perpinahan)
vi. Jatuh ketika tahap naik tanmgga
vii. Jatuh ketika tahap mandiri
viii. Jatuh ketika ke kamar mandi
ix. Jatuh akibat sesuatu selam 24 jam/1minggu/1 bulan
Intervensi :
Pencegahan Jatuh (6490):
i. Identifikasi factor yang meningkatkan kerentanan jatuh
ii. Kaji resiko jatuh
iii. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
iv. Berikan bantuan saat mobilisasi dan ambulasi
v. Dekatkan tombol pemanggil dan jelaskan penggunaannya
kepada pasien.
vi. Mengajarkan dan mendampingi pasien pada tahap
ambulasi/rehabilitasi.
vii. Motivasi pasien untuk meminta bantuan saat mobilisasi
dan ambulasi.
viii. Motivasi pasien untuk melaporkan setiap kejadian jatuh.

b.7. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan kerusakan jaringan


(fraktur), luka terbuka post pembedahan, daya tahan tubuh
menurun
Tujuan :
Kontrol faktor resiko (1902) & penyembuhan luka pada tahap
primer (1102)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


43

Kriteria :
Monitor faktor resiko lingkungan (190202), Monitor perilaku
beresiko (190203), modifikasi gaya hidup yang beresiko
(190208). Drainage purulen (110202), eritema kulit (110208),
peningkatan suhu (110210), bau luka (110211).
Intervensi : kontrol infeksi (6540) & Wound care (3660)
Kontrol infeksi :
i. Kaji tanda-tanda vital
ii. Monitor hasil laborat terhadap leukosit
iii. Lakukan perawatan kateter dan insersi jarum
iv. Laksanakan perawatan luka dengan prinsip aseptik
v. Kolaborasi : pemberian antibiotic

b.8. Keseimbangan nutrsisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)


berhubungan dengan factor biologis dan ekonomi.
Tujuan :
Status nutrisi (1004) pasien seimbang
Kriteria :
Intake makanan (100402), energy (100403), hematokrit
(100409).
Intervensi : Manajemen nutrisi (1100)
i. Kaji intake nutrisi dan kaji makanan kesukaan pasien
ii. Kaji kemampuan pasien memenuhi kebutuhan nutrisi
iii. Kaji pencetus menurunya nafsu makan
iv. Lakukan oral hygiene
v. Motivasi pasien untuk menjalankan program diet
vi. Berikan posisi semifowler sebelum makan
vii. Monitor nilai laboratorium untuk gizi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

3.1. Kasus Kelolaaan


3.1.1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Tn. U, laki-laki, usia 77 tahun, duda, pekerja serabutan dirawat di
ruang GPS lantai I kamar 105 RSUP Fatmawati Jakarta.
b. Data focus pengkajian
b.1. Pre-operatif
Riwayat kesehatan : pasien post kecelakaan ditabrak sepeda
motor saat menyeberang jalan, menderita cidera kepala dan
fraktur tertutup intertrokhanter femur dekstra. Glasgow Coma
Scale : respon mata 4, respon verbal 5 dan kemampuan motorik
6, keadaan umum masih lemah. Keluarga mengatakan pasien
sudah 2 kali menjalani perawatan di RS dengan yang sekarang,
pertama kira-kira tahun 1997-1998 pasien dirawat di RS karena
tidak bisa kencing. Riwayat alergi negative, riwayat pasien
menderita hipertensi negative, ashma negative dan diabetes
mellitus negative.

Oksigenasi : posisi tidur tlendelenberg dengan dada dan kepala


gak ditinggikan, terpasang skin traksi pada kaki kanan dengan
beban 5 kg, pernapasan spontan, nafas regular, 16 kali/menit,
Nadi 68 x/menit, denyu nadi lemah, tekanan darah 140/80
mmHg, suhu badan 36,7oC. hasil pemeriksaan penunjang
rontgen terdapat hipertropi jantung, CTR : 21 cm : 11,5 cm :
>50% kesan kardiomegali, paru-paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan EKG tampak kompleks QRS, gelombang P positif,
Sinus rithem, aksis + 30, peningkatan segmen ST pada lead vi,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


45

frekuensi denyut jantung 60x/menit. Laboratorium analisa gas


darah: 23/10/2013 Hb: 11,6 mg,dl, ht: 34 %, PH:7,453, PCO2:
33,8 mmHg, PO2 :84,2 mmHg, HCO3: 23,1 mmol/L, Sat O2:
96,8%, Be: -0,1 mmol/L, Total CO2: 24,2 mmol/L.

Nutrisi : lingkar lengan kiri atas 24,3 cm, BB pada status


tercatat 55 kg, TB 168 cm, kulit tipis, tulang klafikula tampak
menonjol, Pasien tidak memiliki gigi, mulut tampak kotor,
mengatakan nafsu makanya baik, biasanya makan 2 kali sehari,
setelah sakit diet lunak 3 kali sehari, makan yang penting
kenyang, 1800 kalori, nasi habis 3/4 bagian, lauk selalu habis,
jenis makanan selingan seperti agar-agar, pisang dan kue lain
selalu dihabiskan. Bising usus terdengar lemah 8x/menit,
terdapat penimbunan gas pada kuadran kiri bawah abdomen
dengan hasil perkusi hipertympani, pengetahuan mengenai gizi
yang seimbang masih kurang, Hasil pemeriksaan lab Hb : 11,6
mg,dl, ht : 34%, protein total : 5,2 g/dl, albumin : 2,9 g/dl.
Kesan berat badan kurang ideal, hipoalbumin, status nutrisi
kurang.
Stimulus fokal : riwayat intake nutrisi kurang, usia lanjut, tidak
ada gigi, mulut yang kotor.
Stimulus kontekstual : kebiasaan makan 2 kali sehari, makan
yang penting kenyang, pengetahuan mengenai gizi yang
seimbang masih kurang.

Eliminasi : menurut keterangan keluarga, pasien di rumah sakit


BAB tidak pasti, 2 hari sekali, lembek, BAB di RS dilakukan di
pempers, BAK terpasang dower kateter (22/10-2013). Pasien
imobilisasi, aktifitas di atas tempat tidur minimal, takut
bergerak karena merasa nyeri pahanya.
Stimulus fokal : imobilisasi, nyeri saat pergerakan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


46

Stimulus kontekstual : takut bergerak karena nyeri

Aktifitas dan istirahat : pasien imobilisasi, terpasang skin


traksi non adhesive dengan bebab 5 kg, kekuatan otot
ekstremitas yang sehat penuh pada skala 5, kekuatan otot pada
kaki kanan : jari-jari 4, ankle 4, patella dan hip tidak bisa
dinilai. Skala Norton 13 (resiko tinggi dekubitus), skala resiko
jatuh 60 (resiko tinggi), skala kemandirian 45 (dependen).
Keluarga pasien mengatakan, selama di RS pasien sering
tertidur, saat malam tidur jam 20.00 WIB. tidurnya nyenyak,
dan bangun pada pagi hari jam 04.30 WIB.

Proteksi : tidak terdapat luka terbuka yang luas, udema pada


dorsalis pedis kanan, ekskoriasi pada daerah region kruris atas
kaki kanan dan lengan atas sisi luar kanan, dekubitus (-), Suhu
tubuh berkisar antara 36,4 oC – 37,4oC, terpasang jarum infuse,
dower kateter, post hemiarthoplasty, BAB di pempers,
pemeriksaan laboratorium untuk leukosit 13.400/ul. Pasien
tampak menyentuh kateter, dantidak mencuci tangan, anak
pasien mengatakan jarang melakukan cuci tangan ketika
menyentuh pasien dan ketika menyuapi pasien karena
menggunakan sendok.
Stimulus fokal : prosedur infasif, imobilisasi, usia lanjut, paska
pembedahan.
Stimulus kontekstual : prilaku pasien dan keluarga kurang sehat

Sensoris : pendengaran kedua telinga pasien terganggu karena


factor degenerasi ketuaan, penglihatan terdapat katarak pada
mata kanan dan kiri (sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis
mata), pandangan kedua mata terganggu terutama mata kanan.
Pasien merasakan nyeri pada daerah pinggul kanan terutama

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


47

saat penggantian alat tenun, dan perpindahan posisi, pasien


tampak tegang saat perbaikan posisi baring. Skala nyeri
menggunakan face scale, 4 pasif, 7 aktif. Post hemiarthoplasti,
nyeri skala 7-8 pasif, nyeri meningkat saat fleksi lutut, dan pada
tahap latihan ambulasi jalan.
Stimulus fokal : fraktur hip, post hemiarthoplasty, usia lanjut
Stimulus kontekstual : penggantian alat tenun, pengetahuan
menejemen nyeri kurang, prilaku imobilisasi menghidari nyeri.
Stimulus residual : pengantian alat tenun, perbaikan posisi tidur
(naik lebih keatas), latihan jalan dan pergerakan sendi post
hemiarthoplasty

Cairan dan elektrolit : menurut keterangan anak pasien, di RS


pasien minum 1 botol air mineral ukuran besar kadang tidak
habis, pasien mengatakan jika banyak minum perutnya
kembung, minum kacang hijau atau kolak, infuse NaCl 0,9 %
500 cc/8 jam. Balance cairan tercatat sejak perawatan di GPS
lantai 1 0, plus 200 cc s.d 400 cc. urin yang tertampung
berwarna kuning jernih, kelembapan mukosa dan kulit baik,
kulit tidak elastic karena ketuaan. Tampak edema pada
punggung kaki kanan, pada bagian lain (-). Pemeriksaan
elektrolit 22/10/2013 Natrium 135 mmol/L, Kalium : 4,73
mmol/L, klorida : 106 mmol/L, ureum 88 g/dl, kreatinin
1,0g/dl.
Stimulus fokal : peningkatan metabolism oleh karena trauma,
intake oral yang kurang adekuat.
Stimulus kontekstual : persepsi banyak minum menyebabkan
kembung, tidak minum jika tidak haus

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


48

Neurologi : perhatian pasien saat kominikasi baik (dengan


suara yang lebih keras), kemampuan berbahasa baik, daya ingat
jangka panjang baik (terkait pekerjaan dan masa lalu, daya ingat
jangka pendek baik (makan, jenis makanan), orientasi tempat
baik, orang baik, waktu baik (tanggal dan hari saja yang sering
lupa), sensitifitas kulit distal fraktur baik, reflek pada
ekstremitas yang sehat : positif (+). Pasien masih merasa
pusing.

Endokrin : anak pasien mengatakan, baru kali ini setelah


dirawat di rumah sakit pasien teridentifikasi menderita penyakit
gula. Hasil pemeriksaan gula darah puasa hasil 23/10/2013 jam
05.30 WIB 196 mg/dl, dan gula darah puasa menjelang operasi
29/10/2013 jam 07.37 WIB : 128 mg/dl,
Stimulus fokal : peningkatan gula darah, status degeneratif
Stimulus kontekstual : prilaku kurang hygienis pasien dan
keluarga, pengetahuan mengenai infeksi msih kurang.

Konsep diri Pasien mengatakan kakinya ingin segera sembuh,


pasien ingin dapat beraktifitas lagi seperti sebelum sakit, pasien
tidak senang dengan kondisinya sekarang, dan pasien lebih suka
bekerja untuk mencari penghasilan selama masih bisa. Pasien
mengatakan lupa belum berdoa kepada tuhan, Anak pasien
mengatakan, pasien memiliki kepribadian yang keras, berjiwa
pekerja keras, tidak suka berdiam diri walaupun sudah berusia
tua, dengan kondisi sekarang anak-anak semuanya semakin
dekat dan sayang kepada pasien.
Stimulus fokal : hospitalisasi, rencana program pembedahan
pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


49

Stimulus kontekstual : pemahaman mengenai prosedur


pembedahan masih kurang, keinginan pasien untuk selalu
pulang

Fungsi peran : Pasien mengatakan semua anaknya sudah


bekerja mandiri sehingga pasien sudah tidak terbebani dengan
kebutuhan mereka, istri pasien sudah meninggal, sekarang
anak-anak hanya memiliki pasien sebagai orang tua. Pasien
tinggal serumah dengan anak perempuan pertamanya, pasien
mengatakan masih tetap bekerja serabutan walau sudah tua
untuk meringankan beban anaknya sebagai pembersih rumah,
jualan di stasiun dll, pasien mengatakan akan tetap bekerja
seperti dahulu jika kakinya sudah sembuh. Anak pasien
mengatakan setelah sembuh ayahnya sudah tidak boleh bekerja
seperti dahulu lagi, lebih baik dirumah dan biarkan anak-anak
yang merawat dan menanggu pasien.

Interdependensi : selama perawatan dirumah sakit pasien


tergantung kepada keluarga dan perawat dalam hal, kebersihan
diri, toileting, berganti pakaian, dan ketika makan memiinta
disuapi.

b.2. Post-operatif
Post lateral hip hemiarthoplasti 29 Oktober 2013, pasien
mengatakan kaki kanan bekas operasi sakit (skala numeric sulit
diukur), skala wajah 7 (sedang) pasif, luka terbungkus balutan
terfiksasi dengan hepafix, drainage keluar dengan lancar,
ditampung dalam flabot bekas infuse. Kondisi luka hari ke-3
sudah mulai mengering dan rapat, darah masih merembas pada
sisi tengah luka, panjang luka 19 cm, lebar 3 mm.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


50

c. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien selama menjalani
rawat inap (pre dan post operatif) di ruang GPS lantai 1 adalah :
c.1. Nyeri akut berhubungan dengan factor fisiologis fraktur dan
post pembedahan
c.2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang berhubungan
dengan intake yang kurang, factor biologis.
c.3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
c.4. Resiko devicite volume cairan berhubungan dengan factor
fisiologis fraktur, pembedahan, imobilisasi dan usia lanjut.
c.5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan factor fisiologis daya
tahan tubuh yang lemah, imobilisasi, ketuaan, dan
pembedahan.
c.6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor
imobilisasi, degenerative usia lanjut
c.7. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, factor usia
tua.
c.8. Resiko tinggi jatuh berhubungan dengan factor fisiologis
ketuaan, gangguan ekstremitas bawah, nyeri.

d. Intervensi dan implementasi


Intervensi dan implementasi keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan actual dan mencegah munculnya masalah keperawatan
actual meliputi :
d.1. Manajemen nyeri
i. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
ii. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
iii. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


51

iv. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri


v. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
vi. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
vii. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
viii. Kurangi faktor presipitasi nyeri
ix. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan hubungan interpersonal)
x. Ajarkan pasien tentang teknik non farmakologi untuk
mengatasi nyeri
xi. Kolaborasi : berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
sesuai program
xii. Evaluasi keefektifan kontrol terhadap nyeri.

d.2. Manajemen nutrisi


i. Kaji pola makan dan makanan kesukaan pasien
ii. Kaji kemampuan pasien memenuhi kebutuhan nutrisi
iii. Kaji factor pencetus menurunya nafsu makan
iv. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya
gizi bagi kesehatan dan manajemen program diet.
v. Lakukan oral hygiene
vi. Berikan diet sesuai program 1600 kalori, ekstra putih telor
dan susu.
vii. Berikan posisi semifowler sebelum makan
viii. Motivasi keluarga untuk membantu pasien saat makan
ix. Monitor nilai laboratorium untuk gizi (albumin dan
protein serum).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


52

d.3. Kontrol kecemasan


i. Kaji tingkat kecemasan pasien
ii. Sediakan informasi kesehatan mengenai program
pembedahan dan penatalaksanaan paska operasi guna
mengontrol kecemasan
iii. Dorong pasien dan keluarga mengungkapkan pikiran
secara verbal
iv. Motivasi keluarga untuk memberikan dukungan terhadap
pasien dan berdoa untuk mendapatkan hasil keperawatan
yang terbaik.
v. Batasi rangsangan yang meningkatkan ansietas
vi. Berikan pijatan pada pungung.

d.4. Kontrol infeksi da perawatan luka


i. Kaji tanda-tanda vital
ii. Monitor hasil laborat terhadap leukosit
iii. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab
terjadinya infeksi, dan cara pencegahannya.
iv. Motivasi pasien dan keluarga untuk mencuci tangan
sebelum dan setelah kontak dengan pasien, alat-alat di
rumah sakit dan selan kateter.
v. Lakukan perawatan kateter dan insersi jarum
vi. Laksanakan perawatan luka dengan prinsip aseptic
vii. Kolaborasi : administrasi program pemberian antibiotic

d.5. Manajemen cairan


i. Kaji mekanisme pengeluaran cairan
ii. Kaji intake dan output cairan
iii. Identifikasi faktor peningkatan output cairan
iv. Kaji perubahan nilai laboratorium (elektroli, hematokrit)
v. Kaji perubahan status kesadaran dan kemampuan orientasi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


53

vi. Kaji status hidrasi (kelembaban kulit, mukosa, nadi dan


tekanan darah)
vii. Manajemen cairan lewat oral (menggunakan sedotan)
viii. Kolaboratif : manajeman cairan parentral/intravena, darah
ix. Kaji mekanisme pengeluaran cairan
x. Kaji intake dan output cairan
xi. Identifikasi faktor peningkatan output cairan
xii. Kaji perubahan nilai laboratorium (elektroli, hematokrit)
xiii. Kaji perubahan status kesadaran dan kemampuan orientasi
xiv. Kaji status hidrasi (kelembaban kulit, mukosa, nadi dan
tekanan darah)
xv. Manajemen cairan lewat oral (menggunakan sedotan)
xvi. Kolaboratif : manajeman cairan parentral/intravena, darah

d.6. Manajemen penekanan


i. Kaji faktor resiko kerusakan jaringan kulit
ii. Identifikasi sumber penekanan
iii. Kaji resiko terjadinya dekubitus
iv. Kaji integritas kulit pada daerah tertekan dan penonjolan
v. Pertahankan tempat tidur rapi, bersih, kering dan bebas
kerutan,
vi. Bantu pasien mengubah posisi tidur secara teratur.
vii. Motivasi pasien mengganti titik berat penekanan secara
teratur

d.7. Pencegahan konstipasi


i. Monitor tanda dan gejala konstipasi
ii. Kaji pola eliminasi sebelum dan setelah sakit
iii. Kaju suara peristaltiu pencernakan/kolon
iv. Pertahankan intake cairan adekuat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


54

v. Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai


kemungkinan terjadinya konstipasi
vi. Instruksikan pasien untuk mengkomunikasikan keinginan
BAB dan tidak menahan BAB.
vii. Jelaskan kepada keluarga efek cairan dan makanan tinggi
serat guna mencegah konstipasi
viii. Motivasi pasien untuk tetap melakukan aktifitas diatas
tempat tidur sesuai kemampuan
ix. Motivasi pasien untuk minum air purih pada pagi hari.
x. Kolaborasi : rujuk ahli gizi untuk pemberian makanan
tinggi serat.

d.8. Pencegahan jatuh


i. Identifikasi factor yang meningkatkan kerentanan jatuh
ii. Kaji resiko jatuh
iii. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
iv. Berikan bantuan saat mobilisasi dan ambulasi
v. Dekatkan tombol pemanggil dan jelaskan penggunaannya
kepada pasien.
vi. Mengajarkan dan mendampingi pasien pada tahap
ambulasi/rehabilitasi.
vii. Motivasi pasien untuk meminta bantuan saat mobilisasi
dan ambulasi.
viii. Motivasi pasien untuk melaporkan setiap kejadian jatuh.
Identifikasi factor yang meningkatkan kerentanan jatuh
ix. Kaji resiko jatuh
x. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
xi. Berikan bantuan saat mobilisasi dan ambulasi
xii. Dekatkan tombol pemanggil dan jelaskan penggunaannya
kepada pasien.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


55

xiii. Mengajarkan dan mendampingi pasien pada tahap


ambulasi/rehabilitasi.
xiv. Motivasi pasien untuk meminta bantuan saat mobilisasi
dan ambulasi.
xv. Motivasi pasien untuk melaporkan setiap kejadian jatuh.

d. Evaluasi
Pasien mengakhiri masa keperawatan di RS dan diperbolehkan
pulang pada Hari Rabu, 6 Nopember 2013, adapun evaluasi
terhadap masalah keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
d.1. Nyeri akut : belum teratasi
Hingga akhir masa keperawatan di rumah sakit secara
subjektif pasien mengatakan masih merasakan nyeri saat
untuk latihan berjalan, nyeri pada pinggul kanan, sekala nyeri
wajah 7. Pasien menggunakan teknik nafas dalam saat
rangsangan nyeri (ketika pergantian alat tenun, mandi dan
setelah BAB, perawatan luka serta laihan pergerakan sendi).

d.2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh :


Masalah keperawatan ini belum teratasi, secara subjektif
pasien mengatakan nafsu makanya baik, pasien masih tampak
lemah, porsi makan habis ¾ porsi nasi, lauk habis, keluarga
membantu menyuapi pasien, kesadaran pasien dan keluarga
mengenai pentingnya gizi bagi kesehatan baik, keluarga
berjanji akan memberikan nutrisi yang baik kepada pasien
seperti ikan dan putih telur ketika pulang di rumah. Albumin
1/11/2013 : 2,6 g/dl.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


56

d.3. Ansietas : teratasi


Subjektif : pasien mengatakan sudah memahami rencana
pembedahan, pasien merasa tenang setelah dioperasi, dan
sudah bisa segera pulang serta akan melanjutkan latihan
dirumah. Keluarga mengatakan akan menampingi dan
melatih ayahnya berjalan jika kondidi fisiknya sudah kuat dan
pulih. T : 120/80 mmHg, N: 68x/mnt

d.4. Resiko devicite volume cairan : cairan tubuh seimbang


Keluarga mengatakan pasien minum 2 botol air mineral
ukuran sedang, ditambah satu gelas susu dan segelas kacang
hijau dari rumah sakit, Nadi : 68x/mnt, tekanan darah 120/80
mmHg, balance cairan 24 jam tercatat : seimbang 0, kulit
lembab, mukosa bibir lembab, 1/11/2013, Hb : 10,6 g/dl, ht :
32 %, natrium 134 mmol/l, kalium 5,1 mmol/L, klorida 98
mmol/L

d.5. Resiko infeksi : tidak terjadi infeksi


Pasien dan keluarga mengatakan sudah mencuci tangan
sebelum kakan, pasien tidak menyentuh kateter lagi, keluarga
memahami penyebab dan cara mencegah infeksi, suhu tubuh
37,2 oC, rr : 18x/mnt, perawatan luka dengan prinsip aseptic,
kateter dan iv line di rawat setiap hari, luka sudah tampak
kering, menutup rapat, pus negative, warna kulit daerah luka
sama dengan warna kulit daerah lain (coklat), leukosit 11,4
ribu/ul (1/11-2013).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


57

d.6. Resiko kerusakan integritas kulit : integritas kulit baik


6/11/2013 : kulit daerah punggung dan pantat utuh, ekskoriasi
negative, pasien semakin aktif bergerak dan mengangkat
tubuhnya, tempat tidur bersih dan rapi, baju pasien bersih dan
kering.

d.7. Resiko konstipasi : tidak terjadi konstipasi


6/11/2003
Pasien mengatakan bisa merasakan dan sudah buang air besar
di pempers, pasien BAB 2 hari sekali setelah post operatif,
feces lembek, perut tampak datar, peristaltic usus kuat, 7
x/menit, perkusi seluruh lapang perut tympani.

d.8. Resiko jatuh : pasien tidak jatuh di RS dan masih resiko tinggi
mengalami jatuh.
4/11.2013, Pasien dan keluarga mengatakan tidak jatuh
selama di rumah sakit, pagar samping tempat tidur selalu
ditutup, tempat tidur rendah, latihan berjalan didampingi
petugas dan perawat, skala resiko jatuh 70 (resiko tinggi)
riwayat jatuh ada (25), diagnose sekunder ada (20), iv line
tidak ada (0), menggunakan alat bantu jalan (15), gaya
berjalan lemah (10), pasien sadar bisa jatuh (0).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


58

3.2. Penerapan Teori Keperawatan Berdasarkan Model Adaptasi Roy


Nama : Tn.U
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 77tahun
PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI
KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Nyeri akut (00132) Pasien mampu (1400) Pain Manajemen : Behavior
Pasien mengatakan sakit berhubungan dengan mengontrol nyeri i. Lakukan pengkajian Subjektif :
pada pinggulnya, skala agen injuri fisik (1605) nyeri secara Mengatakan masih nyeri saatu
face skale 4, kesakitan komprehensif latihan jalan, fleksi knee dan
memuncak waktu Kriteria : ii. Observasi reaksi hipp, nyeri berdenyut, face
pergantian posisi saat (160502) mengemuka- nonverbal atas skale 7.
penggantian alat kan onset nyeri (5). ketidaknyamanan Objektif :
tenun,face scale 7-8, (160504) mengguna- iii. Kontrol lingkungan yang Tampak wajah tegang dan
enggan berganti bosisi kan non analgesic dapat mempengaruhi meringis menahan nyeri saat
karena merasa nyeri, dalam mengendalikan nyeri seperti suhu latihan fleksi knee dan hip
tampak tegang, nyeri (5). ruangan, pencahayaan serta latihan jalan
memegangi paha (160505) mengguna- dan kebisingan T :120/80mmHg, N: 68x/mnt.
kanannya, T:140/80 kan analgesic sesuai iv. Kurangi faktor Stimulus fokal : post
mmHg, x/mnt, N:68x/mnt rekomendasi (5) presipitasi nyeri hemiarthoplasty
meningkat saat nyeri. (160511) melaporkan v. Ajarkan tentang teknik
mampu mengontrol non farmakologi napas Analisa : nyeri belum teratasi
Fokal stimuli : fraktur hip nyeri (5) dalam
(intertrokhanter dextra), vi. Kolaborasi : berikan Planning :
post hemiarthoplasty, usia analgetik untuk Pain manajemen
lanjut mengurangi nyeri
vii. Evaluasi keefektifan
Residual stimuli : Belum kontrol terhadap nyeri
memahami dan viii. Tingkatkan waktu
menggunakan teknik istirahat
manajemen nyeri
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


59

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Keseimbangan nutrisi Pasien dapat terpenuhi Manajemen nutrisi (1100) 6/11/2013, 10,15 WIB.
Menu diet (nasi) tersisa ¼ kurang dari kebutuhan nutrisinya i. Kaji intake nutrisi Behavior
bagian, badan tampak kebutuhan tubuh ii. Kaji makanan kesukaan Subjektif :
kurus, tulang menonjol, (00002) berhubungan Status nutrisi (1004) pasien Pasien dan keluarga
lila : 24,3 cm, albumin dengan factor Kriteria : iii. Kaji kemampuan pasien mengatakan sudah mencoba
2,9g/dl biologis, factor (100402) Intake memenuhi kebutuhan mengatur pola makannya,
ekonomi. makanan (4) nutrisi makan masih sedikit perut
Stimulus fokal : (100403)Energy (5) iv. Kaji factor pencetus sudah terasa kenyang.
Intake nutrisi kurang, (100409) Hematokrit menurunya nafsu
imobilisasi, sudah tak (4) makan Objektif :
memiliki gigi. v. Lakukan oral hygiene Menu diet 1600 kalori, ekstra
vi. Jelaskan manfaat nutrisi susu dan putih telor, nasi
Stimulus kontekstual : yang baik bagi masih tersisa ¼ bagian, mulut
riwayat kebiasan makan kesehatan pasien. pasien bersih. Hb : 10,6 g/dl,
tidak teratur, tidak pernah vii. Berikan posisi ht :32%, 1/11-2013 albumin
makan porsi penuh, makan semifowler sebelum 2,6 g/dl. kekuatan ekstremitas
makan yang penting makan yang sehat skala 5.
kenyang, pasien dan viii. Motivasi keluarga
keluarga belum untuk membantu pasien Analisa : nutrisi belum
mengetahui manfaat untuk makan terpenuhi.
makanan guna menunjang ix. Jelaskan dan motivasi
kesehatan. keluarga untuk Planning :
menyimpan sebagian Manajemen nutrisi
Stimulus residual : sosial menu dietnya untuk Motivasi keluarga untuk
ekonomi kurang diberikan 3 jam membantu memenuhi
(jamkesmas). berikutnya. kebutuhan nutrisi pasien.
x. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium untuk gizi.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


60

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Resiko infeksi Pasien tidak Kontrol infeksi (6540) Behavior
Intake nutrisi kurang, (00004) mengalami infeksi. i. Bersihkan lingkungan - Keluarga membantu pasien
kebiasaan makan 2 kali Berhubungan dengan Kontrol factor resiko yang digunakan pasien cuci tangan dengan larutan
sehari seadanya Trauma dan invasive (1902) ii. Ajarkan pasien dan etanol.
Badan tampak kurus lila, prosedur Criteria : keluarga mencuci tangan
24,3 cm. (190202)Monitor iii. Instruksikan pasien dan - Iv line dan dower cateter
Albumin 2,9 g/dl factor resiko keluarga untuk mencuci dibersihkan setiap hari,
Terpasang dower kateter lingkungan (5) tangan sebelum dan diganti sesuai jadwal
Terpasang iv line. (190203) monitor setelah aktifitas penggantian.
Post hemiarthoplasty perilaku beresiko(5) iv. Menjaga prinsip aseptic - Keluarga tidak melaporkan
dengan slang drainage (190208) modifikasi dalam pemasangan iv line pening-katan suhu tubuh.
gaya hidup yang v. Catat pemberian - Luka post opersi kering,
Stimulus fokal : beresiko(5) antibiotik pustulasi (-), eritema (-),
Infasiv prosedur bau (-). Luka dirawat steril
Imobilisasi, usia lanjut Wound healing Wound care : (3660) setiap 2 hari (+).
Luka post hemiarthoplasty primary intention i. Monitor karakteristik luka
- Leukosit 11,4 rb/ul
(1102) ii. Menjaga prinsip steril
Stimulus kontekstual : Kriteria : saat perawatan luka
Analisa :
Pengetahuan pasien dan (110202)Drainase iii. Atur posisi berbaring
Tidak terjadi infeksi
keluarga mengenai purulen (5) pasien
pencegahan dan tanda (110208) Eritema kulit iv. Ajarkan keluarga
Planning :
terjadinya infeksi kurang (5) mengenai symptom
Kontrol infeksi
(110210) Peningkatan infeksi
Wound care
suhu (5) v. Instruksikan keluarga dan
(110211) Luka berbau pasien untuk melaporkan
(5) tanda infeksi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


61

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Ansietas (00146) Pasien dapat Anxiety reduction (5820) Behavior
Subjektif : mengatakan berhubungan dengan mengontrol kecemasan i. Kaji tingkat kecemasan Subjektif :
ketakutan nyerinya perubahan status (1402) pasien - Pasien mengatakan senang
kembali saat ganti alat kesehatan ii. Sediakan informasi sudah diperbolehkan
tenun, ingin segera Kriteria : kesehatan terkait pulang., selalu berdoa
pulang, menolak disentuh (14203) Menurunkan keperawatan untuk cepat diberi
pinggul kanannya, anak stimulus lingkungan iii. Dorong pasien kesembuhan
pasien mengatakan apa penyebab kecemasan. mengungkapkan pikiran
kuat jika oprasi dengan (14206) mengguna-kan secara verbal - Keluarga mengatakan
kondisi seperti ini, koping yang efektif iv. Bantu pasien sudah seringkali
Objektif : T : 140/80 (14211) memperta- mengidentifikasi situasi membimbing ayahnya
mmHg, tampak wajah hankan hubungan yang meningkatkan untuk berdoa, pasien selaltu
tegang menahan nyeri. social kecemasan tidur dengan nyenyak
(14214) menjaga tidur v. Motivasi keluarga untuk Objektif :
Stimulus Fokal : kondisi yang adekuat memberikan dukungan - Pasien menggunakan napas
fraktur hip, rencana terhadap pasien dalam saat akan dilakukan
hemiarthoplasty, usia vi. Batasi rangsangan tindakan yang
lanjut, hospitalisasi lingkungan yang menyakitkan.
meningkatkan ansietas - Ruangan perawatan tenang
Stimulis kontekstual : vii. Berikan pijatan pada
- Keluarga mendampingi
Belum paham mengenai pungung.
pasien
prosedur dan perawatan viii. Motivasi menggunakan
setelah operasi, memiliki teknik relaksasi napas - T:120/80mmHg,
pikiran keragu-raguan dalam N:68x/mnt, rr:18x/mnt, S
mengenai kekuatan pasien :37,2oC.
menjalani oprasi. Analisa: kecemasan teratasi
Planning :
Anxiety reduction : Motivasi
keluarga memberikan suport

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


62

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Resiko kekurangan Fluid balance (0601) Fluid manajemen (4120) 6-11-2013
kebutuhan cairan volume cairan Criteria : i. Mempertahankan Behavior
meningkat, metabolisme (00028) (060201) Tekanan keakuratan intake dan Subyektif :
meningkat paska trauma, darah (5) output - Pasien mengatakan sudah
pasien mengatakan Faktor resiko : (060102) Nadi (5) ii. Jelaskan mengenai minum sesuai anjuran,
perutnya kembung jika Usia ekstrim (tua) (060107) Keseimba- pentingnya tetap minum walau belum
kebanyakan minum. Peningkatan ngan Intake output (5) keseimbangan cairan merasa haus, minum 2
Mukosa dan kulit lembab, kebutuhan cairan (060117) Kelemba-pan tubuh botol air mineral sedang,
usia lanjut, gula darah 198 (hipermetabolik) mukosa (5) iii. Monitor status hidrasi segelas susu dan kacang
mg/dl, Natrium 135 (060119) Serum iv. Monitor nilai hijau.
mmol/L, Kalium : 4,73 elektrolit (5) laboratorium Objektif :
mmol/L, klorida : 106 v. Monitor vital sign
mmol/L. vi. Catat ketepatan terapi - Infuse NaCl 0,9% 500 ml
cairan intra vena. per 8 jam, darah (PRC)
Stimulus fokal : vii. Sediakan minuman sudah diberikan,
Pasca trauma, fraktur hip, untuk 24 jam - Mukosa bibir dan kulut
metabolism meningkat, viii. Motivasi pasien untuk lembab, balance cairan
post hemiarthoplasty, minum yang cukup. tercatat 0 (seimbang).
ix. Mengatur ketersedian - Nadi : 68x/mnt, tekanan
Stimulus kontekstual : pemberian darah sesuai darah 120/80 mmHg,
Pikiran banyak minum program. S:37,2oC
perut kembung, perilaku
- Hb : 10,6 g/dl, ht : 32 %,
tidak minum jika tidak
natrium 134 mmol/L,
merasa haus, belum
kalium 5,1 mmol/L, klorida
memahami pentingnya
98 mmol/L
keseimbangan cairan
Analisa : tidak terjadi
tubuh.
kekurangan cairan tubuj
Planning :
Manajemen cairan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


63

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Resiko kerusakan Integritas jaringan kulit Traction/immobilization care Behavior :
- Imobilisasi integritas kulit pasien utuh. (0940) Objektif :
(00047) i. Atur traksi dan posisi - Pasien tampak mampu
- Terpasang skin traksi Integritas kulit dan pasien sesuai bodi mengangkat pantat dan
- Nyeri saat bergerak Factor resiko : membrane mukosa alignment punggungnya dengan
- Usia lanjut Eksternal : (1101) ii. Pastikan berat traksi bantuan kaki yang sehat dan
Imobilisasi fisik mampu menarik bagian monkey bar.
- Kulit tipis dan keriput
Kriteria : distal fraktur
- Tulang menonjol Internal : (110104) Hidrasi (5) iii. Monitor tanda kerusakan - Kulit dan mukosa lembab,
integritas baik
- Integritas kulit Penampilan bentuk (110111) perfusi kulit
punggung baik tulang jaringan (5) iv. Berikan perawatan pada - Capillary refill distal fraktur
(110115) lesi kulit (5) kulit < 2dtk
- Norton skor 13
(110116) lesi Pressure manangement - Pasien sudah mampu duduk
- Post hemiarthoplasty membrane mukosa (5) (3500) mandiri diatas tempat tidur,
i. Lakukan penepukan pada
Stimulus fokal : - Miring kanan kiri dengan
daerah punggung
Imobilisasi pengaturan khusus dari
ii. Monitor kemampuan
Penekanan kulit yang perawat
mobilitas dan aktifitas
lama, post pasien
hemiarthoplasty Analisa : integritas kulit utuh.
iii. Jelaskan mengenai
kondisi protesa yang
Stimulus kontekstual: Planning :
stabil
Ketakutan bergerak, Pressure managemen
iv. Jelaskan mengenai
pikiran yang salah protesa pentingnya pergantian
akan lepas jika bergerak, posisi berbaring
pengetahuan mengenai v. Motivasi pasien untuk
posisi yang baik masih melakukan aktifitas
kurang (mengangkat pantat
dengan kaki yang sehat)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


64

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior : Resiko konstipasi Pasien tidak Manajemen konstipasi Behavior :
Pasien imobilisasi dengan (00015) mengalami konstipasi. (0450) Subjektif :
pemasangan skin traksi, Bowel eliminasi i. Monitor tanda dan Keluarga pasien melaporkan
Pasien masih merasa Factor resiko : (0501) gejala konstipasi pasien BAB 2 hari sekali,
kesakitan jika bergerak - Fungsional factor : ii. Monitor bowel lunak, warna kuning,
Peristaltic terdengar lemah Inadekuat toileting Kriteria : eliminasi (warna,
8x/mnt (posisi) (050101)Pola eliminasi konsistensi, volume)
Usia lanjut (5) iii. Monitor peristaltic Objektif :
Laporan perubahan pola - Perubahan pola (05010) warna feces kolon Tampak feces kuning,
BAB 2 hari sekali, lembek BAB (5) iv. Pertahankan intake lembek, volume ½ liter.
- Penurunan aktifitas (050105) feces lunak cairan adekuat Suara peristaltic lemah
Stimulus fokal : fisik (5) v. Catat intake makanan 8x/mnt.
Imobilisasi, perubahan (050129) suara yang masuk Kolon teraba kosong
posisi BAB. Fisiologis factor : peristaltic (5). vi. Instruksikan pasien
- Motilitas berpartisipasi dalam Analisa :
Stimulus kontekstual : gastrointestinal pencegahankonstipasi Tidak terjadi konstipasi
Merasa sulit dalam menurun dengan aktifitas diatas
mengatur posisi saat tempat tidur Planning :
dibersihkan setelah BAB, vii. Instruksikan untuk tidak Manajemen konstipasi
takut terhadap rasa nyeri, menahan keinginan
pemikiran pasien akan BAB
merepotkan perawat dan
keluarga.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


65

PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI & EVALUASI


KEPERAWATAN KRITERIA IMPLEMENTASI
Behavior Resiko jatuh (00155) Pasien tidak Fall prevention (6490) Behavior
Subjektif : berhubungan dengan mengalami jatuh i. Identifikasi factor yang Subjektif :
Pasien mengatakan masih meningkatkan - Pasien mengatakan tidak
lemas dan agak pusing Faktor resiko : Perilaku pencegahan kerentanan jatuh mengalami jatuh dan
- Usia lanjut jatuh (1909) ii. Kaji resiko jatuh sekarang masih lemas
Objektif : iii. Ciptakan lingkungan
Pre operatif : Skor resiko - factor fisiologis Kriteria : yang aman bagi pasien - Keluarga melaporkan psien
jatuh 65 (resiko tinggi) deformitas/masalah (190903(sediakan iv. Berikan bantuan saat tidak jatuh
Post operatif skor resiko pada ekstremitas barier pencegahan mobilisasi dan ambulasi - Keluarga memahami
jatuh 70 (resiko tinggi) bawah, gangguan jatuh) v. Dekatkan tombol penyebab dan akibat jatuh
Pasien masih tampak penglihatan, post (190905) pemanggil dan jelaskan
lemahMenggunakan alat operatif Menggunakan penggunaannya kepada Objektif :
bantu jalan walker pegangan tangan pasien. - Mendapatkan
(190910)Menggunakan vi. Ajarkan mengenai pendampingan perawat saat
Stimulus fokal : sepatu anti selip penyebab dan akibat latihan jalan.
- Gaya jalan lemah (190902) mendapatkan jatuh
- Berjalan menggunakan
bantuan saat mobilitas vii. Ajarkan dan
- Menggunakan alat bantu (190919) mendampingi pasien
walker
jalan Menggunakan alat pada tahap - Lantai kering
- Post hemiarthoplasty transfer yang aman ambulasi/rehabilitasi. - Tempat tidur rendah dan
hari ke 5 Sesuaikan ketinggian viii. Motivasi pasien untuk pagar samping selalu
- Gangguan penglihatan tempat tidur meminta bantuan saat tertutup dan roda terkunci.
Cegah ceceran air mobilisasi dan ambulasi. - Skala resiko jatuh 65
Stimulus kontekstual : dilantai ix. Motivasi pasien untuk
(190917)monitor melaporkan setiap - T : 120/80 mmHg, N:
Pemahaman cara
pengobatan yang kejadian jatuh. 68x/mnt.
pencegahan dan akibat
jatuh pada pasien dan beresiko menyebabkan Identifikasi factor yang
jatuh meningkatkan Analisa :
keluarga masih kurang.
kerentanan jatuh pasien tidak jatuh

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


66

Stimulus residual: x. Kaji resiko jatuh


Program ambulasi latihan xi. Ciptakan lingkungan Planning :
berjalan menggunakan alat yang aman bagi pasien Falls prevention
bantu walker xii. Berikan bantuan saat
mobilisasi dan ambulasi
xiii. Dekatkan tombol
pemanggil dan jelaskan
penggunaannya kepada
pasien.
xiv. Mengajarkan dan
mendampingi pasien
pada tahap
ambulasi/rehabilitasi.
xv. Motivasi pasien untuk
meminta bantuan saat
mobilisasi dan ambulasi.
xvi. Motivasi pasien untuk
melaporkan setiap
kejadian jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


67

3.3. Pembahasan
Dibawah ini akan dibahas asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan kepada
pasien yang didalamnya meliputi pembahasan permasalahan keperawatan yang
muncul menggunakan pendekatan model adaptasi Roy, kelebihan dan
kelemahan penggunaan model adaptasi Roy.
3.3.1. Analisa penerapan teori adaptasi Roy.
a. Nyeri
Nyeri adalah suatu rangsangan biologis, dan pengalaman seseorang
terhadap suatu yang berbahaya, apapun yang pasien katakana itu.
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam durasi waktu yang cepat
(pendek), penyebabnya bisa diidentifikasi dan mengikuti pola waktu
tertentu. (Roy, S.C, 2009)

Sebagai stimulus fokal, kondisi pasien yang mengalami fraktur hip


(intertrokhanter) dan operasi hemiarthoplasty ujung syaraf sensoris
(reseptor nyeri delta A dan C) pada kulit akan termanipulasi oleh
fragmen tulang dan kerusakan integritas jaringan. Mekanisme
adaptasi regulator tubuh akan bekerja dimana impuls nyeri akan
mulai dirasakan oleh seseorang 1-2 detik setelah adanya impuls pada
reseptor nyeri akibat kerusakan sel atau jaringan. Sel yang
mengalami kerusakan akan mengeluarkan histamin guna
menginformasikan kerusakan kulit menuju pusat yang lebih tinggi
(Craig, 2003). Selain histamin, adanya kerusakan jaringan akan
menstimulasi pelepasan substansi P, hidrogen dan adenosyn
tripospate dari jaringan tersebut, sel mast juga akan mengeluarkan
serotonin, bradikinin, dan prostaglandin dimana unsur kimia
tersebut akan mengaktivasi nociceptor melalui serabut syaraf delta A
dan delta C. respon fisiologisyang muncul adanya pelepasan
substansi tersebut adalah peningkatan tekanan darah, denyut jantung,
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan (Lewis, et al, 2011).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


68

Melalui substansi yang dilepaskan impuls nyeri akan memasuki


jaras serabut nyeri ditulang belakang dan impuls yang sudah
mencapai system syaraf pusat akan dilanjutkan menuju korteks
sensoris dan korteks asosiasi pada lobus parietalis, lobus frontalis
dan system limbic pada tingkat ini impuls nyeri akan disadari dan
individu akan mempersepsikan rasa nyeri. Mekanisme kognator
terhadap nyeri diperankan oleh sistem limbic, dimana system limbic
merupakan bagian otak yang berrespon terhadap nyeri secara
emosional dan perubahan perilaku seperti gelisah, ketegangan,
sehingga upaya distraksi dan relaksasi diharapkan dapat mengontrol
impuls nyeri dan reaksi yang timbul secara emosional akibat adanya
nyeri (Potter & Perry, 2006).

Kerusakan jaringan tulang (fraktur hip) dan daerah disekitarnya pada


pasien, merupakan stimulus fisik yang merangsang serabut syaraf
sensoris menyampaikan impuls menuju pusat nyeri. Nyeri juga
muncul pasca hemiarthoplasti sampai dengan hari 4 ketika pasien
akan pulang nyeri masih dirasakan. Semua stimulasi yang
meningkatkan rangsangan pada lokasi nyeri, seperi alih baring saat
penggantian alat tenun, pergerakan sendi ketika perawat melatih
gerakan sendi, dan penekanan daerah trauma akan meningkatkan
respon pasien terhadap nyeri. Pada hari ke-1 sampai dengan ke-3
dimana pada fase awal ini pasien lebih nyaman melakukan
imobilisasi. Perawat telah menjelaskan kepada pasien dan keluarga
mengenai factor penyebab nyeri, pencegahan dan cara meredakan
nyeri, penjelasan dilakukan secara sederhana sehingga mudah
dipahami pasien.

Roy (2009) menganggap bahwa nyeri merupakan suatu proses


kompromi atau adaptasi terhadap sensasi yang mengenai diri
seseorang, nyeri harus dihadapi, dikontrol agar seseorang dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


69

beradaptasi dan mampu menjalani kehidupan dengan nyaman.


Perawat harus mampu memmbimbing pasien dalam upaya
mengontrol nyeri, karena kemampuan pasien dalam mengontrol
nyeri merupakan dasar tanggungjawab keperawatan guna
memberikan rasa nyaman. Perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan mengenai teknik manajemen atau control nyeri, sentuhan,
menghadirkan keluarga dan pemberian obat-obatan (Cypress, B.S.,
2011).

Peran perawat dalam mengkaji keluhan dan respon nyeri pasien serta
memberikan intervensi keperawatan merupakan dasar dalam
memenuhi kebutuhan dasar pasien. intervensi keperawatan yang
diberikan bertujuan meningkatkan kemampuan pasien dalam
beradaptasi atau bertoleransi terhadap nyeri, upaya tersebut
dilakukan dengan menggunakan berbagaimacam metode
keperawatan. Namun demikian kemampuan pasien beradaptasi
dengan nyeri membutuhkan waktu tertentu, dimana setiap individu
memiliki respon berbeda terhadap nyeri (terkait kualitas, waktu dan
kemampuan adaptasi). Memfasilitasi agar pasien mampu
bertoleransi terhadap nyeri merupakan tujuan penting dalam
mengatasi nyeri, perawat diharapkan mengupayakan intervensi yang
bervariasi, yang tepat dan jika perlu disesuaikan dengan pengalaman
individi dalam mengatasi nyeri (Roy, C.S., 2009).

Pada kasus Tn. U, pasien mengalami nyeri, secara face scale


termasuk dalam katagory sedang (7), terutama pada saat aktifitas
menggerakan sendi patella dan hip. Namun demikian respon pasien
terhadap nyeri sangat hebat, pasien sudah merasakan nyeri ketika
melakukan fleksi sendi lutut fleksi baru mencapai 45 o. Dari 6 kasus
hip yang lain, mereka memiliki respon nyeri yang berbeda. Ny. Sa
dan Nn. V memiliki respon nyeri terbaik, dikatakan terbaik karena

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


70

mereka mampu beradaptasi dengan nyeri ketika melakukan latihan


pergerakan sendi sampai batas yang optimal dengan petugas. Tn. U,
Tn.T, Ny. O, Ny, St, respon keempat pasien terhadap nyeri sangat
hebat. pada hari ke 3 pasien belum mampu melakukan fleksi sendi
lutut 90o karena merasakan nyeri. Pasien mengatakan sudah tidak
sanggup melatih gerakan menekuk lututnya karena merasakan
nyeri, pasien mengatakan nanti saja jika sudah lama dan nyerinya
hilang.

Guna mengatasi permasalahan tersebut perawat telah melakukan


upaya pendidikan kesehatan secara sederhana kepada keluarga dan
pasien mengenai cara mengendalikan nyeri dengan teknik napas
dalam dan pemberian program terapi analgesik. napas dalam
merupakan suatu sebagai media relaksasi yang dipilih dalam upaya
kontrol terhadap nyeri. Perawat juga memotivasi pasien untuk aktif
melakukan latihan gerakan sendi daerah yang sakit sesuai dengan
petunjuk dan mematuhi gerakan yang tidak diperbolehkan setelah
penggantian sendi panggul.

Nafas dalam bekerja secara psikofisiologis dimana napas dalam


merupakan upaya individual dalam mengontrol diri terhadap kondisi
psikologis seperti kecemasan pada saat terjadinya nyeri. Proses
adaptasi dan homeostasis terhadapnyeri pada tubuh akan terjadi
ketika seseorang dalam kondisi yang tenang. Ketenangan secara
fisiologis akan memicu dikeluarkannya opoid endogen (endorphin
dan enchepalin) unsur kimia ini memberikan kondisi kenyamanan
dan ketenangan yang lebih sehingga dipercaya mampu mengontrol
fase tranduksi dan transmisi nyeri. Kondisi relaksasi akan
menghambat dikeluarkanya hormone-hormon stress yang dapat
mengaktifasi neurotransmitter nyeri sehingga impuls nyeri tidak
semakin dikuatkan dan perjalanan nyeri menuju pusat yang lebih

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


71

tinggi pada hipotalamus dapat diperlambat (Craig, 2003; Pellino, et


al, 2005).

Upaya mencapai relaksasi juga dipengaruhi oleh kemampuan pasien


beradaptasi dengan keadaan lingkungan, kondisi lingkungan yang
tenang dan nyaman bagi pasien sangat mendukung dalam membantu
upaya pasien mengontrol rasa nyeri. untuk mefasilitasi kondisi
lingkungan yang nyaman, perawat telah berupaya memberikan
ketenangan dengan meminta pengunjung untuk secara bergantian
melakukan kunjungan di ruangan 105. Lingkungan ruang
keperawatan yang dirasakan nyaman oleh seorang pasien dapat
menurunkan tingkat stress dan kecemasan sehingga mendukung
upaya relaksasi (Schnittker & Janson, 2010).

Namun demikian kemampuan untuk mencapai kondisi relaksasi


pada masing-masing orang berbeda, sehingga keberhasilan
intervensi napas dalam guna mengontrol rasa nyeri sangat
tergantung pada pencapaian kondisi relaksasi yang upayakan oleh
individu (Taddio, et al, 2010).

b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
suatu keadaan dimana asupan nutrisi seseorang tidak mampu
mencukupi atau memenuhi kebutuhan metabolic tubuh (Wilkinson,
J.M, et al, 2012). Masalah keperawatan ini muncul karena pasien
sebelum sakit memang memiliki kebiasaan makan yang kurang
mencukupi nilai gizi, makan tidak teratur, dan frekuensi makan yang
kurang (2 kali sehari), pemikiran dan prilaku makan yang penting
kenyang. Setelah sakit program diet lunak 1600 kalori, ekstra susu
dan tputih telor, tetapi program diet selalu tidak dihabiskan dengan
alasan sudah kenyang, ditambah lagi kebutuhan metabolic pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


72

untuk pasca trauma dan mengalami fraktur hip juga meningkat,


sehingga semakin mendukung munculnya masalah nutrisi kurang.
Dilihat bentuk tubuh yang kurus, kulit yang tipis dan tulang yang
menonjol, serta lengkar lengan kiri atas yang 24,3 cm dan albumin
serem 2,9 g/dl.

Nutrisi merupakan aspek penting dalam menunjang kesehatan pada


pasien yang mengalami trauma dan pembedahan, perawat dan tim
kesehatan bertanggung jawab dan memastikan bahwa pasien
terpenuhi kebutuhan akan nutrisi aat proses keperawatan. Roy
(2009) mengemukakan bahwa kebutuhan nutrisi merupakan suatu
proses yang saling terintegrasi hubungan system pencernakan yaitu
konsumsi bahan makanan, asimilasi makanan (penyerapan),
metabolisme, ketersedian energy bagi tubuh, pembangunan jaringan
dan pengaturan proses metabolisme (Cypress, B.S., 2011).

Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi fisiologis pasien,


dimana kondisi pasien yang sudah tidak memiliki gigi proses
menghancuran makanan dengan mengunyah akan terganggu. Pada
keadaan tersebut pasien harus beradaptasi dengan kemampuan
proses penghancuran makanan dimulut yang sudah berkurang,
sehingga pasien belajar untuk bertoleransi dengan mengonsumsi
makanan pokok (nasi) yang lebih lunak dengan lauk yang mudah
dihaluskan dalam mutut. Perubahan lain yang sekarang dan kedepan
masih harus dihadapi adalah pola makan yang berubah terkait
tempat dan cara makan dimana pasien menghabiskan kegiatan diatas
tempat tidur termasuk untuk makan dan minum serta pasien
mendapatkan bentuan dari anggota keluarganya ketika makan.

Perawat dan keluarga harus mendukung perubahan mendasar pasien


agar pasien dapat beradaptasi dalam pemenuhan nutrisi. Asupan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


73

nutrisi penting bagi guna menjaga fungsi tubuh, jaringan sehat dan
suhu tubuh guna meningkatkan proses penyembuhan serta
membangun ketahanan terhadap infeksi. Roy (2009) menegaskan
bahwa keadaan metabolic harus seimbang dengan kebutuhan akan
gizi, walau dengan kondisi lingkungan yang berubah (Cypress, B.S.,
2011).

c. Kecemasan
kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang samar
disertai denganb respon autonom, bisa berupa perasaan takut sebagai
antisipasi sebagai akibat dari bahaya. Kecemasan merupakan respon
kewaspadaan pasien atas kemungkinan bahaya yang akan terjadi dan
meningkatkan kemampuan perlawanan individu guna melakukan
perlawanan terhadap setiap ancaman (Wilkinson, J.M, et al, 2012).

Kecemasan pada pasien muncul sebagai akibat perubahan status


kesehatan, hospitalisasi dan rencana tindakan medic (pembedahan)
untuk mengatasi permasalahan fraktur hip. Kecemasan tidak hanya
dialami pasien saja, keluarga yag senantiasa dekat dengan pasien
juga merasakan kecemasan atas keselamatan diri pasien. hal
tersebut bisa ditangkap dari pertanyaan-pernyataan keluarga
mengenai kemampuan pasien untuk bertahan setelah pembedahan,
perawatan dirumah setelah pembedahan yang memerlukan pesiapan
khusus dan pendampingan terhadap pasien yang memerlukan
perhatian dan perawatan khusus.

Kecemasan pasien merupakan suatu proses kompromi yang


menggunakan dan membutuhkan tenaga yang terintegrasi dengan
pengalaman seseorang yang masuk dalam ranah konsep diri.
Indikasi terjadinya atau ditetapkannya suatu masalah kecemasan
pada pasien sangatlah komplek karena merupakan suatu proses

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


74

adaptasi perilaku pasien terhadap setiap permasalahan. Guna


mengetahui kecemasan, perawat harus menggali konsep diri pasien
terkait perasaan dan perilaku yang muncul sesuai dengan
perasaannya, klarifikasi terhadap hasil observasi dan melakukan
pemeriksaan fisik yang mengalami perubahan terkait kecemasan
(Roy, S.C., 2009).

Guna mengatasi kecemasan, fokus intervensi keperawatan ditujukan


pada fokal stimuli yang mempengaruhi perubahan perilaku pasien,
manajemen stimulus memiliki tujuan meningkatkan kewaspadaan,
menurunkan kecemasan, menghilangkan kecemasan dan
mempertahankan stimulus. Pemberian intervensi spesifik untuk
mengatasi kecemasan dapat berupa upaya yang menyangkut
manipulasi fisik, psikis dan spiritual (Roy, S.C., 2009).

Pada pengelolaan kasus Tn. U perawat telah berupaya memberikan


intervensi meliputi upaya fisik dengan pemijatan pada daerah
punggung ketika pasien dilakukan penggantian alat tenun sebagai
upaya relaksasi dan memberikan kenyamanan, dan memotivasi
keluarga untuk melakukan pemijitan sebagai bentuk upaya sentuhan
terutama yang tidak sakit. secara psikis pasien dimotivasi untuk
melakukan napas dalam sesuai kemampuannya guna mencapai
relaksasi. Secara spiritual, pasien diminta berdoa agar diberikan
kemudahan dan hasil terbaik dalam menjalani proses keperawatan
dan meminta keluarga senantiasa memotivasi pasien untuk berdoa
dan beribadah.

Intervensi untuk mencapai ketenangan seperti pemijatan, nafas


dalam dan berdoa termasuk meditasi dalam keperawatan merupakan
tindakan yang umum dan dapat dilakukan untuk mengontrol
kecemasan pasien dan atau keluarga. upaya keperawatan tersebut

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


75

adalah tindakan yang umum dan bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa
melalui proses latihan yang panjang. Upaya mencapai relaksasi
melalui cara-cara diatas merupakan upaya melatih kesadaran dan
ketenagan pada individu untuk mencapai suatu harmoni kehidupan.
Inti dalam kegiatan relaksasi terutama meditasi adalah mencapai
relaksasi guna tercapainya jiwa yang tenang dan damai pada
individu. Melalui kondisi jiwa seseorang yeng tenang, terbukti
efektif dalam mengontrol kecemasan secara baik pada individu
(Chen, K.W., Berger, C.C & Manhelmer, E., et al, 2012).

Dalam komponen model konsep diri konsep diri terdapat makna


moral etik dan spiritual, mengajak pasien dan keluarga untuk berdoa
menggambarkan perawat telah menerapkan model tersebut. Roy
menggambarkan bahwa berdoa dalam makna khusus spiritual
menggambarkan asumsi filosofi hubungan khusus antara mahluk
dengan Sang Pencipta, adapun makna hubunganya adalah 1).
Hubungan timbal balik antara dunia dan Sang Pencipta. 2). Tuhan
kerap terungkap dalam keragaman jenis ciptaan-Nya dan
menentukan nasib setiap ciptaan-Nya dan 3). Manusia
menggunakan pikiran kreatif mereka dengan penuh kesadaran,
pencerahan dan keimanan untuk berhubungan dengan Sang Pencipta
dan memiliki keyakinan bahwa individu sudah memiliki garis yang
ditakdirkan-Nya dan berlaku sama untuk semua ciptaan-Nya
(Cyppres, B.S., 2011).

d. Resiko kekurangan volume cairan


Resiko ketidak seimbangan volume cairan adalah suatu kondisi
dimana seseorang beresiko mengalami dehiderasi vascular, seluler
ataupun intraseluler. Pada kondisi akut fraktur hip pasien telah
menjalani fase imbobilisasi dengan pemasangan skin traksi. Kondisi
imobilisasi dapat meningkatkan penyimpangan karena perubahan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


76

akses pemasukan ataupun absorbsi cairan (Wilkinson, J.M, et al,


2012).

Daerah area hip divaskularisasi oleh pembuluh darah besar yaitu


arteri femoralis yang bercabang menjadi arteri circumflek yang
mengarah kearah superior menuju neck femur, medial kearah
intertrochanter dan kearah inferior menuju shaft femur. Kondisi
fraktur memungkinkan arteri ataupun percabangannya terpanipulasi
oleh fragmen tulang sehingga tebuka dan darah keluar dari vascular
kemudian menggenangi ruang yang longar pada daerah sekitar hip.
Kondisi ini akan mempengaruhi volume cairan intravascular dan
tubunh mengalami dehidrasi vascular.

Pada pasien dengan post injuri dan post operasi hip hemiarthoplasty
kehilangan cairan intra dan ekstra seluler dapat terjadi melalui
berbagaimacam cara, seperti peningkatan metabolisme, intake cairan
yang kurang, perpindahan keruang interstitial dan akibat proses
perdarahan. Mekanisme tubuh guna mempertahankan keseimbangan
cairan dilakukan dengan mekanisme regulator yaitu informasi
kekurangan cairan merangsang osmoreceptor dan mengirimkan
impuls menuju hipothalamus. Hipotalamus akan memerintahkan
kelenjar pituitaru untuk dilepaskannya hormone pituitary
(antideuretik hormone), yang memiliki efek menahan ekskresi cairan
yang berlebihan melalui ginjal. Dengan mekanisme tersebut
diharapkan volume cairan dalam tubuh dapat dipertahankan dalam
keadaan seimbang (Roy, S.C., 2009).

Untuk mncegah kekurangan cairan, perawat telah melaksanakan


program therapy pemberian cairan dan juga tranfusi darah. Sebagai
upaya merubah pengetahuan sikap dan perilaku pasien dan keluarga,
perawat telah memberikan penjelasan kepada keluarga dan pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


77

mengenai kebutuhan cairan yang sesuai dalam jumlah yang cukup


bagi pasien, dan akibat kekurangan cairan terhadap roses
penyembuhan tulang dengan harapan keluarga termotivasi untuk
memfasilitasi, dan mengingatkan sehingga pasien mampu
mengkonsumsi minuman yang disediakan.

Sampai masa akhir keperawatan, pasien tidak mengalami


kekurangan cairan, kelembaban mukosa baik, kulit lembab, kadar
elektrolit dalam pemeriksaan penunjang menunjukan semuanya
dalam batas yang normal.

e. Resiko infeksi
Resiko infeksi adalah suatu kondisi dimana seseorang berpotensi
mengalami penyebaran kuman pathogen dari lingkunganya. Pasien
ditetapkan beresiko infeksi karena pasien mengalami kekurangan
nutrisi, dilakukanya prosedur infasif (kateter, infuse), pertahanan
primer yang kuranga adekuat (pembedahan pada kulit), usia lanjut
dengan status degenerative dan pemajanan kuman oleh lingkungan
karena fraktor prilakum yang kurang hygienis (Wilkinson, J.M, et al,
2012).

Pasien fraktur hip dengan status imobilisasi berpotensi besar


mengalami infeksi. Sebuah studi menjelaskan bahwa pasien dengan
hip fraktur dapat mengalami infeksi pada paru-paru karena factor
usia lanjut, riwayat perokok, imobilisasi dan riwayat pemakaian obat
steroid (Roche, J.J.W., et al, 2015).

Selain fraktur hip akibat trauma dan post hemiarthoplasty, kondisi


pasien lain yang meningkatkan resiko terjadinya peradangan atau
infeksi adalah adanya pemasangan dower kateter, pemasangan jarum
infuse (iv line), dan factor pendukung lain seperti status nutrisi yang

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


78

kurang baik, usia lanjut dan daya tahan tubuh yang menurun.
Pemasangan protesa sendi panggul pada pasien dapat meningkatkan
resiko kejadian infeksi periprotestik. Infeksi periprotestik oleh
stapilokokus pada hiparthoplasti dapat megakibatkan kerusakan dan
kehancuran tulang femur. Angka kejadian infeksi periprotestik
dalam sebuah studi ilmiah mencapai 1,67%, kondisi tersebt akan
meningkatkan morbiditas dan angka kematian paska hemiarthoplasti
atau pemasangan protestik sendi panggul (Pivec, R., Jhonson, A.J,
Mears, S.C & Mont, M.A., 2012). Pada penelitian lain ditunjukan
bahwa pasien dengan fraktur hip beresiko mengalami infeksi saluran
kemih sebesar 10% yang bisa diakibatkan oleh kondisi statis urin
dan pemasangan kateter (Christoper J., Dossous, P.M., & Ton Q.V.,
et al, 2011).

Respon adaptif tubuh berupa peradangan (regulator system) sebagai


mekanisme adaptasi tubuh terhadap adanya kerusakan jaringan
(fraktur hip dan post hemiarthoplasty) segera dimulai. Substansi
inflammatory seperti histamine dan bradikinin akan dilepaskan dan
menuju pada area trauma sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah
dimana leukosit terutama neutropil dan monosit sebagai agen
pertahanan yang dapat melindungi area yang rusak dilepaskan guna
memetabolisme dan menghancurkan sel yang mati dan
mikroorganisme pathogen serta memulai proses perbaikan sel.
Disamping itu dua antibody tubuh yaitu lymposit T dan lymposit B
yang dikeluarkan oleh sumsum tulang akan disekresikan keseluruh
tubuh terutama pada area injuri untuk membantu fagositosis jaringan
dan kuman pathogen yang ada sehingga tubuh terbebas dari proses
inflamasi yang memanjang atau infeksi (Roy, S.C, 2009)

Untuk membantu proses inflamasi tubuh sebagai suatu mekanisme


adaptasi terhadap adanya trauma jaringan, diperlukan dukungan agar

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


79

mekanisme regulator system adaptif tubuh berjalan optimal dan


tidak diperberat atau dihambat oleh factor eksternal. Kognator
system berperan dalam meningkatkan atau mebantu fungsi regulator.
Adapun upaya yang telah dilakukan dan sesuai dengan mekanisme
adaptasi meliputi menjaga kebersihan tangan dengan mencuci
tangan pada perawat, pasien dan keluarga sebelum dan setelah
melaksanakan tindakan atau kontak, mengupayakan pencegahan
infeksi dengan memastikan pemasangan kateter steril dan
melakukan perawatan kateter, memastikan pemasangan iv line steril
dan perawatan tempat penusukan jarum serta penggantianya secara
periodic. Manajemen perawatan luka telah dilaksanakan, dimana
kulit sebagai barier pertahanan yang dalam kondisi terbuka akibat
pembedahan dapat menjadi jalan masuknya kuman pathogen,
sehingga perlu mendapatkan perawatan dan pembalutan dengan
prinsip steril (Roy, S.C, 2009).

f. Resiko kerusakan integritas kulit


Resiko kerusakan integritas kulit dalam hal ini dekubitus adalah
suatu kondisi dimana seseorang kemungkinan mengalami kerusakan
jaringan kulit yang diakibatkan oleh factor internal dan eksternal.
Factor internal meliputi perubahan turgor kulit, perkembangan,
sirkulasi, status metabolic, sensasi, psikogenik dan penonjolan
tulang. Factor eksternal meliputi : ekskresi dan sekresi, usia ekstrem
(muda/tua), kelembapan, hipertermi, hipotermi, mekanis (friksi,
penekanan, restrain), imobilitas dan radiasi (Wilkinson, J.M, et al,
2012).

Tn. U, dengan badan yang kurus, kulit yang tipis, tulang daerah
sacrum, bahu belakang dan siku menonjol, pada saat preoperative
dilakukan skin traksi non adhesive dengan beban 5 kg, imobilitas
fisik, berkeringat, semua kondisi tersebut sebagai stimulus fokal

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


80

yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan integritas kulit


pada pasien.

Inspeksi kulit perupakan dasar pada fase inisial tahap pengkajian,


perawat diharapkan mampu menggambarkan kondisi kulit dan
membrane mukosa pasien secara keseluruhan meliputi warna,
keberadaan eritema, cyanosis, jaundice (kekuningan) dan pallor
(pucat). Pengkajian kulit berikutnya perawat bisa melihat adanya
lesi pada kulit, warna, distribusi, luas, ketebalan, ketegasan, dan
memastikan jenis lesi primer atau sekunder. Untuk mengetahui
kondisi vaskularisasi kulit perawat bisa melakukan tindakan palpasi
dengan mengetahui suhu kulit, kelembaban, tekstur permukaan,
pergerakan kulit, turgor dan kekasaran kulit. Kulit yang normal
intergriat utuh, hangat jika disentuh, kenyal dan lembut, mudah
digerakan pada area tertentu, serta ditekan segera kembali (Roy, S.C,
2009).

Guna meminimalkan terjadinya kerusakan jaringan kulit, perawat


telah meminimalkan stimulus fokal sebagai factor yang dapat
mencetuskan kerusakan. Adapun tindakan yang telah dilakukan
adalah, memonitor integritas kulit, memotivasi pasien untuk
mengangkat bokong dan mengatur posisi semifowler, mengganjal
sebagian punggng dan bokong dengan bantal secara bergantian,
melakukan penepukan pada kulit punggung, mengganti alat tenun
dan merapikan alat tenun, mengganti baju yang basah oleh keringat
dan memperbaiki kondisi skin traksi serta pengaturan posisi tidur
setelah post hemiarthoplasti.

Tindakan mengangat bokong dan punggung sesaat, mengganjal


sebagian sisi pantat dan punggung secara bergantian serta
pengaturan posisi semi fowler dapat mengurangi durasi lama waktu

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


81

tekanan pada kulit sehingga dapat mencegah terjadinya pressure


ulcer pada pasien. Penekanan kulit pada suatu area dalam waktu
yang lama mengakibatkan kulit pada area tersebut kurang
mendapatkan oksigenasi yang baik. Sebuah studi mengenai
berbagaimacam jenis dan cara reposisi pasien diatas tempat tidur
menjelaskan bahwa tindakan alih baring diatas tempat tidur terbukti
mampu mengurangi resiko pressure ulser (Reddy, M., Gill, S.S., &
Rochon, P.A., 2006).

Kerusakan jaringan kulit dapat terjadi dan dicegah dengan


memperhatikan factor yang berkonstribusi terjadinya kerusakan
yaitu : penekanan yang lama pada satu area kulit, gaya gesekan,
geseran pada kulit, kulit terlalu lembab, status nutrisi yang buruk
dan oksigenasi jaringan terutama kulit yang kurang baik (Roy, S.C,
2009).

g. Resiko konstipasi
Resiko konstipasi adalah suatu kondisi dimana seseorang
kemungkinan mengalami penurunan frekuensi normal buang air
besardisertai kesulitan saat pengeluaran feces atau feces keluar tidak
tuntas karena feces terlalu keras dan kering. Factor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian konstipasi adalah factor fungsional
(kelemahan otot abdomen, mengabaikan BAB, posisi dan privasi
saat BAB, aktifitas tidak adekuat), psikologis (stress, depresi),
fisiologis (pola makan, peristaltic menurun, kurang cairan),
farmakologis (antasida, antikolinergik, antidepresan, deuretik,
laksantif berlebihan), dan mekanis (hemoroid, tumor, striktur dan
prolaps anal) (Wilkinson, J.M, et al, 2012).

Tn. U mengalami suatu kondisi aktifitas fisik sangat menurun, posisi


dan aktifitas selalu diatas tempat tidur, perubahan pola BAB (posisi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


82

bab), usia lanjut, nyeri (sebagai stressor), semua kondisi tersebut


meningkatkan resiko terjadinya konstipasi.

Eliminasi (BAB) merupakan respon adaptif individu, kemampuan


ini bisa dihambat oleh factor internal dan eksternal sehingga
memerlukan proses homeostasis untuk mencapai kemampuan
eliminasi. Beberapa intervensi yang telah dilakukan untuk menjaga
repon adaptif pasien adalah mempertahankan monitor peristaltic
kolon, intake cairan adekuat, memotivasi pasien untuk
mengkomunikasikan keinginan BAB dan tidak menahan BAB.

Proses BAB merupakan suatu proses kompensasi system regulator


dan kognator. System regulator tubuh manusia berupa gerakan
volunteer atau peristaltic usus yang tidak disadari yang mendorong
isi saluran cerna menuju bagian distal (anus) sehingga dimulai reflek
defikasi. System kognator berupa kesadaran/keinginan/dorongan
BAB dan tindakan seseorang melakukan buang air besar. Dalam
kondisi normal, kedua mekanisme tersebut harus bekerja dengan
baik (terutama kognator) sehingga tidak menghambat apa yang
sudah dilakukan system regulator. Pada perubahan kondisi status
kesehatan, beberapa factor yang dapat menghambat mekanisme
BAB diantaranya diet yang kurang serat, kurang cairan, imobilisasi,
dan kurangnya pemahaman pasien mengenai proses BAB (Roy, S.C
2009).

Penguatan system kognator pada pasien telah dilakukan dengan


memotivasi pasien mengenali dorongan BAB, memotivasi pasien
untuk memberitahukan kepada keluarga atau perawat dengan cara
memencet bel, memotivasi pasien untuk segera mengeluarka kotoran
karena seudah terpasang alat penampung dan memfasilitasi kegiatan
BAB dengan membantu membersihkan kotoran paska BAB dan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


83

pemasangan pempers setelah dibersihkan. Selama proses


keperawatan pasien tidak mengalami konstipasi, BAB lembek,
kuning, frekuensi 2 hari sekali.

h. Resiko jatuh
Pasien jatuh adalah kejadian yang tiba-tiba adanya perpindahan
posisi dari ketinggian ke posisi terrendah atau kedasar lantai oleh
penyebab tertentu.yang terjadi di rumah sakit (Mion, L.C., 2011).
Jatih bisa disebabkan oleh factor intrinsic (Usia tua/muda, disability
akibat penyakit, kehilangan fungsi sensoris, kelainan atau kerusakan
sistem syaraf, kehilangan memori atau dimensia), faktor ekstrinsik
(lantai yang licin, fasilitas rumah sakit yang kurang baik (tangga, rile
side tidak ada, penerangan ruangan yang kurang, penggunaan alat
bantu jalan dan efek dari pengobatan (obat sedative dan obat lain
yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan atau kesadaran,
penurunan tekanan darah dan nadi. Kelainan atau segala sesuatu
yang menyebabkan kesulitan dalam berjalan sering menjadi
penyebab jatuh (Drowski & Adam, 2008).

Pasien Tn. U mengalami ganggguan penglihatan dan pendengaran,


riwayat jatuh (+), memiliki diagnose sekunder diabetes mellitus,
berusia lanjut, lemah, mengalami gangguan pada ekstremitas bawah,
menggunakan alat bantu jalan (walker), masih lemah saat berjalan,
Morse falls scale preoperative 60 dan post operatif 65, semua
kondisi diatas meningkatkan resiko pasien untuk jatuh baik dirumah
sakit ataupun ketika di rumah. Perawat telah memotivasi dan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai factor resiko jatuh
yang ada pada diri pasien kepada keluarga.

Perubahan status kesehatan yang berpengaruh terhadap aktifitas


membutuhkan suatu mekanisme adaptasi terkait aktifitas dan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


84

istirahat. Seseorang yang mengalami kelemahan, masa otot yang


menurun, kekuatan otot yang menurun dengan indikasi atropi otot
dinilai kurang efektif dalam melaksanakan aktifitas. Roy
menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan aktifitas secara
efektif apabila kondisi fisik dan psikologisnya baik (Roy, S.C.,
2009).

Jatuh pada pasien saat mobilisasi jalan dengan alat bantu jalan
(walker) dapat dicegah dengan cara menyiapkan pasien agar
mencapai kondisi adaptasi terhadap kemampuan fisik pasien yang
baik sehingga pasien mampu melakukan aktifitas secara efektif
dengan kondisi kesehatan dan kekuatan yang optimal.

3.4. Analisa Penerapan Teori Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal


3.4.1. Analisa penerapan teori adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan
Dibawah ini akan dibahas mengenai 33 kasus resume yang penulis
jumpai pada praktik residensi keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta,
adapun pokok bahasan yang dianalisa meliputi :
a. Karakteristik pasien
Pasien pada kasus resume keperawatan yang penulis dapatkan
mayoritas adalah laki-laki berjumlah 23 pasien dan perempuan 10
pasien. Usia pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal
terbanyak pada rentang usia dewasa 21-60 tahun berjumlah 29 pasien
( 87,9%) dan pada usia lanjut >60 tahun berjumlah 4 pasien (12,1%).

Berdasarkan karakteristik pasien menurut jenis kelamin data resume


kasus gangguan musculoskeletal yang telah penulis rumuskan selaras
dengan data yang diperoleh dari Riskesdas RI tahun 2007 dimana
laki-laki (59,4%) lebih banyak mengalami trauma dan gangguan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


85

system musculoskeletal dibandingkan perempuan yaitu (40,6%)


(Depkes RI, 2009).

b. Jenis gangguan musculoskeletal dan penyebab


Permasalahan sistem musculoskeletal yang diderita oleh pasien
sebagian besar 75,8% (25 pasien) mengenai gangguan pada
ekstremitas bawah (Hip, femur, kruris, genu, dan pedis), 1 pasien
(3%) fraktur ekstremitas atas, 1 pasien (3%) fraktur pelvis dan 6
pasien (18,2%) mengalami masalah pada spinal. Jenis kasus yang
dialami pasien adalah sebagian besar (75,8%) 25 pasien mengalami
fraktur (7 femur (28%), 2 genu (8%), 4 cruris (16%), 1 radius (4%), 2
spinal (8%), 6 hip (24%), 1 pelvic (4), dan 2 digiti pedis (8%), 4
pasien (12,1%) rupture tendo, dan 4 pasien (12,1%) mengalami
kelainan spinal (2 spondylitis, 1 cervicolyosis, dan 1 tumor thorakal).

Dari 33 pasien yang mengalami masalah musculoskeletal


disimpulkan beberapa penyebab terjadinya gangguan tersebut yaitu :
terjatuh 5 pasien (15,2%), kecelakaan lalu lintas 17 pasien (51,5%),
dan trauma benda tajam 4 pasien (12,1%) dan (28%) oleh penyebab
lain yaitu 7 pasien ( 1 post partum, 3 spinal karena penyakit, 2
tumor/ca dan 1 pasien osteoratritis).

Data resume tersebut identik dengan sebuah studi pada sebuah yang
dilakukan di rumah sakit Afrika pada tahun 2007, studi berupaya
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada gangguan system
muskulo skeletal. Hasil studi didapatkan bahwa terdapat 422 pasien
dewasa mengalami gangguan musculoskeletal, 202 pasien (49,7%)
mengalami fraktur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, dimana
131 pasien (64,8%) berusia 15-36 tahun. Bentuk kerusakan jaringan
akibat penyebab tersebut meliputi 41,1% pasien mengalami gangguan
ekstremitas atas dan 57,4% pasien menenai ekstremitas bawah dan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


86

gangguan polytrauma 1,5%. Dari kejadian tersebut yang


dikatagorikan dalam fraktur tertutup 166 pasien (82,2%) dan 36
pasien (17,8%) merupakan fraktur terbuka. Letak fraktur meliputi :
32 pasien (15,8%) fraktur femur, 29 pasien (14,4%) fraktur tibia-
fibula, 26 pasien(12,9%) fraktur humerus, 22 pasien (10%) fraktur
patella, 9 pasien (4,5%) fraktur ankle, 6 pasien (3%) fraktur pelfis
dan 5 pasien (2,6%) kombinasi fraktur femur tibia (Admasie, D.,
Yirga, T., & Wamisho, B.L., 2010).

c. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien meliputi :
c.1. Nyeri
Gangguan system muskulo skeletal yang disebabkan oleh
berbagai macam factor telah menimbulkan respon pasien berupa
nyeri, pada kasus resume nyeri dialami oleh seluruh pasien
(100%). Keluhan nyeri muncul terutama pada kasus akut trauma
musculoskeletal dan setelah pasien menjalani program operasi.
Keluhan nyeri durasakan oleh pasien berupaya aktif
menggerakan bagian ekstremitas yang mengalami trauma
dengan skala nyeri sedang sampai dengan berat.
Stimulus fokal : kerusakan jaringan kulit dan tulang pasca
trauma, post pembedahan.
Stimulus kontekstual : belum memahami teknik manajemen
nyeri, ketakutan terhadap timbulnya rasa nyeri.

c.2. Resiko infeksi


30 pasien (90,9%) resiko terhadap infeksi, kondisi ini terjadi
karena kulit sebagai barier proteksi tubuh mengalami kerusakan
atau terbuka, baik ketika mengalami trauma atau setelah
pembedahan. Disamping itu resiko infeksi ditegakkan pada

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


87

pasien yang imobilisasi, pemasangan dower kateter dan


intravena line.
Stimulus fokal : riwayat trauma (terbuka), post pembedahan,
barier pertahanan terbuka (kulit), prosedur infasif (kateter,
intravena line) dan daya tahan tubuh menrun
Stimulus kontekstual : perilaku pasien dan keluarga kurang
hygienis, pengetahuan pencegahan infeksi kurang

c.3. Ansietas
21 pasien (63,6%) ditetapkan diagnose keperawatan ansietas.
Diagnose ini ditegagkan karena secara subjektif pasien
mengungkapkan kecemasan akibat perubahan satatus kesehatan
dan program hospitalisasi yang harus dijalani. secara kualitatif
pasien post operatif yang secara umum kondisinya telah baik
menyatakan keinginannya untuk bisa segera pulang dan
menjalani perawatan lanjutan.
Stimulus fokal : hospitalisasi dan rencana hemiarthoplasty
Stimulus kontekstual : pemikiran yang salah mengenai kekuatan
orang tua yang lemah dalam menjalani operatif, pengetahuan
yang kurang mengenai hemiarthoplasty.

c.4. Mobilitas dan transfer


19 pasien (57,6%) pasien mengalami masalah terkait transfer dan
mobilitas, pasien dengan masalah tersebut adalah mereka yang
mengalami gangguan pada ekstremitas bawah (fraktur dan
rupture tendo), fraktur hip dan post stabilisasi spinal karena
spondilitis.

c.5. Konstipasi
14 pasien (42,4%) beresiko dan mengalami masalah terkait
konstipasi, masalah ini muncul karena pasien mengemukakan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


88

perubahan pola (waktu, tempat, kondisi/cara) BAB ketika


menjalani program perawatan di rumah sakit.
Stimulus fokal : imobilisasi, metabolism tubuh pasca trauma
meningkat
Stimulus kontekstual : merasa tidak terbiasa dengan perubahan
tempat.

c.6. Resiko kerusakan inegritas kulit


11 pasien (33,3%) beresiko mengalami kerusakan integritas
kulit. Masalah keperawatan tersebut muncul karena pasien
mengalami imobilitas fisik akibat rasa nyeri yang diderita
sehingga kurang aktif melakukan manajemen penekanan.
Stimulus fokal : imobilisasi, usia lanjut, status nutrisi ketika sakit
kurang adekuat.
Stimulus kontekstual : ketakutan bergerak

c.7. Resiko jatuh


11 pasien (33,3%) beresiko tinggi jatuh. Resiko jatuh tinggi
terutama dialami oleh pasien post operasi fraktur hip dan
ekstremitas bawah dan pasien memiliki riwayat penyakit
sekunder (DM, jantung hipertensi) dan memiliki riwayat jatuh.
Stimulus fokal : gangguan jalan, gangguan ekstremitas bawah
Stimulus kontekstual : tidak terbiasa menggunakan lat bantu
jalan, rasa takut jatuh

c.8. Resiko gangguan perfusi jaringan perifer


5 pasien beresiko mengalami gangguan perfusi perifer. Diagnose
ini ditegakan karena pasien mengalami kerusakan jaringan
tulang, tendo, otot dan pembuluh darah, sehingga sirkulasi
perifer beresiko mengalami penurunan. Thrombus dan embolus
pada pebuluh darah dapat terjadi pada kerusakan jaringan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


89

musculoskeletal sehingga ketika pembuluhdarah rusak akan


semakin menurunkan sirkulasi menuju perifer.

c.9. Diagnosa keperawatan lain


3 pasien beresiko dan mengalami masalah terkait nutrisi, 3
pasien beresiko sindrom disuse, 1 pasien mengalami
ketidakefektifan pola pernapasan, 1 pasien mengalami gangguan
body image dan 1 orang dan 1 orang mengalami gangguan
proteksi diri.

d. Implementasi intervensi
Intervensi yang telah dilaksanakan pada pasien yang mengalami
gangguan musculoskeletal agar mereka mampu beradaptasi pada
setiap model perubahan adalah :
d.1. Manajemen nyeri
Manajemen nyeri utama pada pasien adalah pemberian obat
analgesic, 100% pasien telah mendapatkan analgesic. Sebagai
pendamping dalam mengontrol nyeri perawat telah melatih dan
memotivasi tindakan relaksasi napas dalam. Perawat telah
menjelaskan penyebab timbulnya nyeri dan factor yang
memperkuat timbulnya nyeri, sehingga nyeri yang dikuatkan
oleh factor tersebut agar bisa dikontrol dengan therapy
analgesic dan teknik napas dalam.

Napas dalam dapat meningkatkan kualitas oksigenasi otak yang


lebih baik, kondisi tersebut mendukung otak dalam
mengeluarkan unsur kimia otak yaitu endorphin dan enchepalin
sebagai neurotransmiter block system yang dapat memberikan
kenyamanan pada individu yang merasakan nyeri (King, 2007).
Seseorang akan mengalami keadaan relaksasi setelah

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


90

melakukan napas dalam sebanyak 10 kali (Khan & Weisman,


2007).

d.2. Kontrol infeksi dan perawatan luka


Sebagai upaya mengontrol dan pencegahan terjadinya infeksi,
pasien telah diberikan antibiotic baik parentral dan oral. Pasien
telah dilakukan monitoring untuk perubahan imonologi tubuh
(leukosit dan sel-sel aktinya), mengajarkan kepada keluarga
mencuci tangan dengan antiseptic, memandikan pasien dengan
clorhexidine 2% pre operatif, perawatan dan monitoring cateter
kandung kemih dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Clorehexidin tersedia dalam larutan 0,12% s.d 4%,
clorehexidine adalah zat anti bakteri yang memiliki spectrum
yang luas, efektif membunuh bakteri gram positif dan negative
pada kulit, mulut, rambut dan vagina. Clorehexidine mampu
menekan pertumbuhan bakteri selama beberapa jam setelah
kulit terpaparkan zat tersebut. Dari sebuah studi dihasilkan
bahwa mandi dengan chlorehexidine 4 % dapat mengurangi
kolonisasi stapilokokus pada kulit dibandingkan dengan
penggunaan providone iodine atau sabun berantiseptik dengan
p value 0,05 (Edmiston, C.E., Okoli, O., Graham, M.B.,
Shinski, S., & Seebrok, G.R., (2010).

Pemasangan slang kateter kandung kemih pada tindakan


praoperatif bertujuan agar sekresi air kemih dapat tertampung
dan tidak mencemari kondisi intra operatif. Pemasangan dower
kateter juga dapat berfungsi sebagai fungsi control status hidrasi
pasien post operatif. Namun demikian pemasangan dower
kateter dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi
osokomial, terutama infeksi saluran kemih akibat
pemasangannya. Oleh karena itu perludilakukan perawatan dan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


91

menjaga kebersihan kateter diluar uretra. Pada pasien post


operatif yang sebelumnya tidak ada riwayat gangguan BAK,
pelepasan cateter kandung kemih dilakukan 24 jam post
pembedahan (Parker & Rabeca, J., 2011).

d.3. Reduksi kecemasan


Kecemasan pada pasien semakin tampak ketika tindakan yang
menimbulkan nyeri akan dilakukan, seperti ganti alat tenun,
perawatan luka dan latihan ambulasi. Penggalian informasi
mengenai penyebab kecemasan telah dilakukan bahwa seluruh
pasien cemas ketika merasa nyeri, cemas menunggu hari
pelaksanaan pembedahan cemas terhadap masa perawatan
karena harus meninggalkan pekerjaan serta cemas dengan biaya
yang harus dikeluarkan di rumah sakit.

Upaya reduksi terhadap kecemasan yang telah dilakukan


adalah, memberikan support mental kepada pasien dengan
melibatkan keluarga, meminta keluarga mendampingi pasien,
memotivasi pasien untuk melakukan relaksasi dan napas dalam
dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan
kemudahan dan hasil terbaik. Dari hasil penggalian terhadap
respon pasien didapatkan bahwa kondisinya sekarang
merupakan ujian dan cobaan bagi manusia dalam menjalani
kehidupan.

Napas dalam merupakan upaya individu dalam mengontrol diri


terhadap kondisi psikologis seperti kecemasan saat terjadinya
maslah kesehatan seperti nyeri, napas dalam dapat memberikan
respon ketenangan pada individu sehingga pada saat nyeri
terpaparkan perilaku seseorang lebih terkontrol. (Craig, 2003;
Pellino, et al, 2005).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


92

d.4. Terapi latihan ambulasi


Kegiatan ambulasi diawali dengan memonitor keadaan umum
pasien, keluhan yang dirasakan yang beresiko mengganggu
kegiatan ambulasi seperti pusing, nyeri serta melakukan
pengecekan status hemodinamik tekanan darah, nadi dan
pemeriksaan laboratorium Hb dan Ht.

Pasien dijelaskan mengenai program latihan (isometric) yang


harus dilakukan secara bertahap pada otot-otot daerah
ekstremitas yang mengalami gangguan dan dilakukan latihan
gerakan sendi ankle ketika posisi tidur, duduk diatas tempat
tidur selama 15 menit sampai dengan pasien benar-benar
merasa nyaman dan melaporkan keluhan ketidaknyamanan
kepada perawat dengan cara memencet bel. Setelah tidak ada
keluhan pasien dibantu duduk ditepi tempat tidur dengan
mempertahankan kedua kaki tetap aduksi, berdiri dan berlatih
unkuk jalan didalam ruangan. Kegiatan ambulasi jalan pada
kegiatan awalnya sebagian besar dilakukan oleh petugas
rehabilitasi, perawat mendampingi pasien dalam kegiatan
tersebut.

Isometric exercise adalah suatu program latihan kekuaran otot


tanpa melakukan pergerakan sendi, latihan ini bertujuan untuk
mempertahankan ukuran dan kekuatan otot. Isometric exercise
bisa dilakukan pada pasien yang mengalami kelainan sendi dan
pasien yang menjalani imobilisasi karena trauma tulang.

Latihan isometric dilakukan pada otot quadrisept tanpa


melakukan pergerakan sendi. Latihan isometric dilakukan
dilakukan dengan cara, pasien dimotivasi untuk melakukan
kontraksi otot quadrisept selama 6 detik kemudian

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


93

diistirahatkan selama 20 detik. Latikan isometric dilakukan 20


kali dalam sehari (Maher A.B., 2003).

d.5. Manajemen cairan


Upaya mempertahankan volume cairan tubuh pasien telah
dilakukan dengan penjelasan mengenai pentingnya
keseimbangan cairan tubuh dan dampak kekurangan cairan bagi
kesehatan, memotivasi pasien untuk mengonsumsi cairan
minimal 2 liter sehari jika tidak ada instruksi pembatasan
cairan, memotivasi keluarga untuk memantau dan memvasilitasi
air minum bagi pasien, monitoring status hidrasi pasien,
monitoring pemeriksaan laboratorium elektrolit dan therapy
cairan intravena.

d.6. Manajemen konstipasi


Guna mencegah dan mengatasi masalah konstipasi, pasien telah
dimotivasi untuk mengkonsumsi minuman yang cukup,
menjelaskan penyebab kesulitan BAB, menjelaskan pentingnya
pergerakan pada bagian yang tidak mengalami trauma,
memonitor peristaltic usus, memotivasi pasien untuk
mengkomunikasikan keinginan BAB, tidak menahan BAB dan
memfasilitasi ketika BAB serta pemberian obat laksantif sesuai
program.

Pergerakan dan latihan otot pada tubuh dapat merangsang


neuromotor dan neuro efector junction pada system syaraf
pusat. Rangsangan pada pusat motorik syaraf akan
meningkatkan aktifitas pergerakan otot diseluruh tubuh
diantaranya otot jantung dan otot polos pada saluran
pencernakan (Tack, J., et al, 2011).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


94

d.7. Pencegahan jatuh


Pasien yang menjalani rawat inap 100% telah dijelaskan
mengenai resiko jauh pada pasien dan keluarga di rumah sakit
dan upaya pencegahan jatuh meliputi mempertahankan tempat
tidur rendah, mengunci roda, menutup pagar samping,
mendekatkan meja dengan tempat tidur, meletakkan bel
disamping tempat tidur, berhati-hati saat di kamar mandi,
menggunakan fasilitas pegangan tangan dan menyalakan lampu
sebelum masuk. Pada pasien dengan resiko tinggi pasien
dipasang gelang tanda resiko jatuh dan tanda resiko jatuh yang
digantung pada tempat tidur dan pasien diobservasi terhadap
nilai skala jatuh dan kejadian jatuh.

d.8. Menajemen imobisasi dan manajemen penekanan


Guna mencegah terjadinya dikubitus, pendidikan kesehatan dan
motivasi telah diberikan kepada pasien dan keluarga mengenai
pentingnya pergantian bagian yang tertekan saat berbaring.
Implementasi lain yang telah dilaksanakan adalah merapikan
dan mengencangkan alat tenun, memonitor integritas kulit,
memperbaiki balutan elastic pada skin traksi, mengatur posisi
baring paien dengan posisi kontra traksi, memotivasi pasien dan
mengganti baju yang basah oleh keringat, Claping (penepukan)
dan massage (pemijatan) daerah punggung ketika penggantian
alat tenun.

Penekanan kulit pada suatu area dalam waktu yang lama


mengakibatkan kulit pada area tersebut kurang mendapatkan
oksigenasi yang baik. Sebuah studi mengenai berbagaimacam
jenis dan cara reposisi pasien diatas tempat tidur menjelaskan
bahwa tindakan alih baring diatas tempat tidur terbukti mampu

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


95

mengurangi resiko pressure ulser (Reddy, M., Gill, S.S., &


Rochon, P.A., 2006).

d.9. Circulation precaution


Guna mempertahankan sirkulasi menuju dan dari distal fraktur
tetap lancar, tindakan yang dilakukan adalah monitor sirkulasi
perifer, nadi, capillary reffil, kehangatan ekstremitas, warna
kulit, dan keluhan nyeri serta dibandingkan dengan ekstremitas
normal sebelahnya. Mengatur posisi bagian yang trauma lebih
tinggi dari jantung agar sirkulasi darah balik lebih lancar,
memonitor program therapy heparin terhadap perdarahan,
perubahan hemodinamik, nadi, dan tekanan darah.

d.10. Manajemen nutrisi


Penilaian status nutrisi dilakukan sejak pertama kali pasien
masuk dengan melihat indek masa tubuh pasien, <18% IMT
dikatakan kurang selain itu dari pemeriksaan fisik dan nilai
laboratorium albumin. Masalah gangguan nutrisi pada pasien
sudah ada semenjak pasien masuk dengan riwayat sebelum sakit
terhadap pula nutrisi yang kurang baik terkait intake dan
ditunjang status sosial ekonomi yang kurang mampu. Di rumah
sakit perawat berupaya memotivasi pasien untuk merubah
perilaku pasien yang makan 2 kali sehari menjadi 3 kali sehari
dengan porsi yang sesuai dengan diet dan kemampuannya
termasuk diet ekstra susu dan putih telor, memotivasi keluarga
untuk membantu pasien dalam terpenuhinya kebutuhan nutrisi
dan monitoring intake makanan.

d.11. Peningkatan gambaran diri


Guna mengatasi masalah ini implementasi yang telah diberikan
meliputi : menggali tujuan pasien dan harapan pasien, yakinkan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


96

bahwa manusia diberikan bagian tubuh lain untuk menutupi


kelemahan, pastikan bahwa pilihan untuk melaksanakan operasi
itu adalah yang terbaik, jelaskan mengenai program latihan dan
aktifitas setelah pembedahan, yakinkan bahwa sahabat terbaik
adalah keluarga kita dirumah, motivasi keluarga untuk
memberikan dukungan dan kasih saying kepada anaknya.

Pasien dengan masalah musculoskeletal yang masih


meninggalkan gejala sisa, menunjukan pandangan yang
negative terhadap dirinya. Pasien cenderung memiliki sikap
dan penilaian negative kepada orang lain bahwa orang lain
senang mengejek dan membicarakan kondisi tubuhnya,
sehingga pasien memilih menjauh dari lingkungan sosialnya.
Melihat kondisi tersebut petugas kesehatan harus
mengidentifikasi dan mengelola kondisi pasien, dengan
kekuatan yang ada pada diri pasien dan kemungkinan
keberhasilan penatalaksanaan intervensi yang akan
dilaksanakan agar pasien memiliki penilaian yang lebih baik
pada dirinya (Bolton, A.M., Lobben, I., && Stern, T.A., 2010).

e. Evaluasi
Secara umum dapat dijelaskan bahwa hampir seluruh pasien
mengakhiri masa keperawatan dengan status kesehatan yang lebih
baik dibandingkan ketika pertama kali datang dan mereka sudah
melaksanakan program rehabilitasi di rumah sakit. 2 pasien pulang
paksa, satu pasien meninggal di ruangan, dan 2 pasien belum keluar
dari RS ketika penulis harus mengakhiri masa residensi keperawatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


97

3.5. Kelebihan dan Keterbatasan Model Adaptasi Roy


3.5.1. Kelebihan
Kelebihan penggunaan model adaptasi Roy dalam keperawatan system
muskulo skeletal khususnya pada fraktur hip dan post hemiarthoplasty
adalah :
a. Model adaptasi Roy membahas seluruh sisi kehidupan pasien sebagai
manusia sebagai mahluk holistic bio,psiko,sosio dan spiritual
sehingga dapat menyentuh semua aspek dalam kehidupan manusia.
b. Pasien dengan fraktur hip dan post hemiarthoplasti sebagai stimulus
fokal akan menyebabkan perubahan dalam model fisiologis, konsep
diri, peran dan interdependensi. Dengan menerapkan model adaptasi
Roy penulis bisa menggambarkan perubahan yang dihadapi pasien
terkait 4 model tersebut dan mekanisme adaptasi yang dapat dilalui
oleh pasien untuk mencapai kemampuan adaptasi.
c. Model adaptasi Roy mengemukakan factor intrinsic dan ekstrinsik
dari lingkungan dan manusia yang pengaruh besar dalam perubahan
status kesehatan pasien.
d. Proses adaptasi pasien membutuhkan peran perawat dan tenaga
kesehatan lain guna mengontrol perilaku adaptif yang berkonstribusi
dalam pencapaian adaptasi.
e. Aplikasi dalam proses keperawatan sangat mudah, menunjukan alur
pengkajian, penetapan masalah dan stimulus yang mempengaruhi
timbulnya permasalahan dengan sangat jelas,
f. Model adaptasi Roy dalam penetapan diagnose keperawatan, tujuan,
kriteria, dan intervensi bersifat luwes, artinya bisa dikombinasikan
dengan intervensi menurut sumber lain seperti NANDA, NOC dan
NOC.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


98

3.5.2. Keterbatasan
Kelemahan aplikasi model adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan
a. Dari perpektif penulis dalam menerapkan model
a.1. Masih dibutuhkan suatu upaya penelaahan atau penafsiran yang
lebih baik guna menjabarkan inti sari dari model adaptasi Roy.
a.2. Dibutuhkan suatu komunikasi yang efektif dan elegan yang
bisa digunakan untuk menjalin trust dengan pasien sehingga
bisa menyelami lebih dalam sisi kehidupan yang masih tertutup.

b. Dari model yang digunakan dalam asuhan keperawatan


b.1. Pendekatan model adaptasi Roy mengharuskan perawat untuk
bisa memotret perilaku pasien secara subjektif dan objektif guna
menemukan stimulus yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Dibutuhkan waktu yang lama untuk bisa memotret perilaku
secara subjektif terutama apabila pasien mengalami hambatan
dalam ketebukaan karena belum terjalinya kepercayaan,
gangguan komunikasi, dan gangguan alat-alat komunikasi.
b.2. Kesulitan dalam menemukan dan membedakan stimulus fokal
untuk masing-masing permasalahan yang muncul, karena dalam
satu masalah keperawatan sering dijumpai stimulus fokal yang
sama. Contoh : nyeri akut dan resiko infeksi atau konstipasi dan
resiko kerusakan integritas kulit stimulus fokal bisa sama yaitu
imobilisasi dan trauma muskuloskeletal atau terbukanya barier
pertahanan kulit post pembedahan.
b.3. Model adaptasi hanya menjelaskan proses adaptasi meliputi
system regulator dan kognator yang dijelaskan secara terpisah,
tanpa melihat situasi atau kondisi pasien memungkinkan untuk
melakukan tindakan terkait BAB seperti kebiasaan, privacy dan
tempat. Proses eliminasi tidak murni dari proses regulator tetapi
eliminasi juga dipengaruhi proses kognator, dimana pasien
dengan imobilisasi kemauan dan kemampuanya dalam

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


99

melakukan eliminasi juga terkait dengan kebiasan, tempat BAB


dan privacy hal ini berpengaruh pada konsep diri sehingga
psikologis dapat menghambat defikasi.
b.4. Model adaptasi Roy masih bersifat umum, Masih diperlukan
teori pendamping yang lebih bersifat aplikatif sehingga dapat
menunjang tercapainya kondisi pasien yang adaptif.
b.5. Secara eksplisit dalam upaya proteksi dalam model adaptasi Roy
belum menjelaskan upaya pencegahan jatuh, sehingga dalam
implementasinya penulis mengkombinasikan dengan penerapan
prosedur pencegahan sesuai NANDA, NOC dan NIC serta dari
journal pencegahan jatuh lain.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 4
PRAKTIK PENERAPAN EVIDENCE BESED NURSING
PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

Pada bab ini penulis menyampaikan kegiatan pelaksanaan program evidence besed
nursing (EBN) yang meliputi; situasi klinis, kritikal review, pelaksanaan dan hasil
penerapan EBN, pembahasan serta kekuatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan
EBN.

4.1. Situasi Klinis


Fenomena dirumah sakit, pengkajian jatuh terhadap pasien secara langsung
dilakukan oleh perawat satu kali pada awal pasien masuk ke ruang rawat inap
menggunakan alat ukur Morse falls scale. Data hasil pengkajian jatuh
dimasukan dalam catatan keperawatan dengan menuliskan angka hasil
pengkajian resiko jatuh. Evaluasi perkembangan nilai resiko jatuh dilakukan 3
kali dalam sehari sesuai sift dinas perawat (pagi, sore dan malam) dengan
sekedar menyamakan nilai skor awal ketika pasien masuk tanpa sebelumnya
melakukan pendekatan (pengkajian) ulang terhadap pasien.

Intervensi dalam pencegahan jatuh telah dilakukan oleh perawat, intervensi


masih bersifat umum dan hanya diberikan kepada pasien yang memiliki skore
resiko tinggi jatuh. Intervensi yang diberikan meliputi pemasangan tanda
resiko jatuh dan gelang resiko jatuh, merendahkan tempat tidur, mengunci
roda, menutup pagar samping tempat tidur dan mendekatkan bel. serta
memberikan pendidikan kesehatan yang berisi lima cara intervensi yang telah
dijelaskan sebelumnya. Pendidikan kesehatan bersifat umum, dilakukan secara
sederhana, tanpa penggunaan dan persiapan media belajar dan alat bantu yang
bisa digunakan pasien untuk belajar sehingga mampu meningkatkan
pengetahuan, sikap dan memperbaiki perilaku pasien dalam upaya mencegah
pasien jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


101

Dari hasil wawancara dengan dua pasien rawat inap dan keluarga yang
beresiko tinggi jatuh dengan riwayat jatuh sebelumnya didapatkan data terkait
upaya yang biasa dilakukan dan akan dilakukan terkait aktifitas dirumah
sebelum sakit dan setelah nanti diapulang dari rumah sakit, adapun hasil
wawancara tersebut adalah sebagai berikut :

Pasien 1 ; seorang perjaka, usia 34 tahun, ”Walaupun beberapa kali (3 kali)


saya mengalami patah tulang paha ditempat yang sama, saya merasa biasa saja,
paling akibatnya seperti ini, sakit lagi”. “Saya tetap sering naik turun tangga,
baik di moll dan kantor bahkan tanpa menggunakan alat bantu”. “Ketika
pulang nanti aktifitas saya tidak berubah, hanya hati-hati saja, alat bantu jalan
ini akan saya gunakan jika jalan diluar saja, jika naik tangga atau ketika di
dalam rumah rasanya ribet (menyusahkan) dan mumbuat saya tidak bebas
bergerk”. “Saya menggunakan kursi, meja dan tembok sebagai penopang
keseimbangan agar tidak jatuh”. Keluarga pasien berharap kepada perawat
agar pasien disadarkan, tidak melakukan pekerjaan dan aktifitas semaunya,
karena sudah 4 kali mengalami patah tulang paha dikaki yang sama, 2 kali
jatuh dirumah dan 2 kali karena kecelakaan”.

Pasien 2; seorang Ibu rumah tangga, janda usia 67 tahun, “Saya mengidap
penyakit jantung, hipertensi, walapun agak kurang sehat (pusing, flu) kemana-
mana saya jalan sendiri, naik motor sendiri, “kalo terpeleset dulu (4tahun yang
lalu) pernah jatuh di kamar mandi, tapi tidak apa-apa, langsung berdiri lagi”
ketika lagi jalan pelan saya sial, kaki saya terantuk batu dan saya terjatuh tiba-
tiba sendi panggul kaki kanan saya sakit dan sulit digerakan, ternyata patah”.
Setelah sembuh nanti ya tetap, cuma harus hati-hati, mau minta tolong sama
anak tidak enak karena saya sendiri masih mampu”. Saya butuh tips agar saya
tidak terjatuh lagi”.

Sikap dan perilaku kedua pasien yang beresiko ulang terhadap kejadian jatuh
harus digali guna menemukan focus permasalahan secara individu. Dirumah

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


102

sakit, pengkajian resiko jatuh hanya sebatas mengkaji skore resiko jatuh dan
apa yang menyebabkan pasien mengalami gangguan musculoskeletal tanpa
menggali lebih jauh bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam beraktifitas
kesehariannya sampai dengan terjadinya trauma tersebut.

Situasi ini memerlukan suatu manajemen dan pendekatan yang tepat dalam
mencegah kejadian jatuh ulang baik dirumah sakit atau ketika nanti pasien
pulang di rumah. Kejadian jatuh pada pasien dapat dipengaruhi ketidak tahuan
pasien terhadap factor intrinsic dan ekstrinsik pada dirinya yang menjadi
penyebab jatuh. Dengan latar belakang tersebut penulis mencoba untuk
menerapkan upaya pengkajian resiko jatuh kepada pasien dengan menggali
perilaku beresiko pada pasien agardapat diberikan suatu intervensi yang tepat
dalam pencegahan jatuh.

4.2. Critical Review


4.1.1. Pertanyaan klinis
Beberapa pertanyaan yang muncul yang menjadi dasar ditetapkannya
EBN adalah :
a. Bagaimana perawat mampu melakukan pengkajian dengan tepat
pada pasien beresiko jatuh ?
b. Apakah intervensi yang tepat dalam mencegah jatuh kepada pasien
yang memiliki resiko jatuh yang berbeda?
c. Apakah penerapan intervensi keperawatan tersebut dapat
pencegahan jatuh pada pasien usia lanjut dengan gangguan system
muskuloskeletal ?

4.1.2. Pencarian literatur


a. Problem : Pasien dengan gangguan orthopedic beresiko tinggi
jatuh, usia lanjut dengan kondidi degenerative beresiko jatuh di
rumah sakit dan dirumah.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


103

b. Intervensi : intervensi keperawatan pencegahan jatuh, multi


intervensi falls preventions
c. Comparation : Penulis tidak mengkomparasi secara langsung
intervensi tersebut, harapanya intervensi baru tersebut mencakup
intervensi yang sudah ada diruangan.
d. Out put : Pasien gangguan orthopaedic terutama yang
berusia lanjut tidak mengalami jatuh.

Kata kunci : Falls preventions, older orthopaedic patients hight risk for
falls, interventions for falls Preventions, and tailor interventions.

4.1.3. Jurnal Penelitian


Dari kata kunci diatas setelah dilakukan pencarian melalui pangkalan
jurnal Proquest ditemukan 841 judul journal, dari 841 judul terdapat 9
judul penelitian yang spesifik meneliti upaya pencegahan jatuh, berikut
judul peneliti, tahun dan judul penelitiannya:
a. Chiara, M., Gianluigi, G., & Pasquale A., et al, (2013).
Unexplained Falls Are Frequent in Patients with Fall-Related Injury
Admitted to Orthopaedic Wards: The UFO Study (Unexplained
Falls in Older Patients).

b. Costa, B.R., Rutjes, A.W.S., & Mendy, A., et, al. (2012). Can Falls
Risk Prediction Tools Correctly Identify Fall-Prone Elderly
Rehabilitation Inpatients A Systematic Review and Meta-Analysis.

c. Daykes, C.P., Caroll, L.D., & Hurley, A.. (2010). Falls Prevention
in Acut Care Hospital.

d. Galbraith, J.G., Butler, J.S., & Memon, A.R., et al. (2011). Cost
Analysis of a Falls-prevention Program in an Orthopaedic Setting.

e. Häggqvist, B., Stenvall, M., & Wiklund, A.F., et al,. (2012). “The
Balancing act-Licensed Practical Nurse Experiences of Falls and
Fall Prevention: a Qualitative Study.

f. Hempel, S., Newberry, S., & Wang, Z., et al., (2013). Hospital Fall
Prevention: A Systematic Review of Implementation, Components,
Adherence, and Effectiveness.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


104

g. Hill, A.M., Beer, C.E., & Haines, T.P., (2013). Tailored Education
for Older Patients to Facilitate Engagement in Falls Prevention
Strategies after Hospital Discharge; A Pilot Randomized Controlled
Trial.

h. Lloyd, T., (2011). Creation of a Multi-Interventional Fall-


Prevention Program Using Evidence-Based Practice to Identify
High-Risk Units and Tailor Interventions Creation of a Multi-
Interventional Fall-Prevention Program Using Evidence-Based
Practice to Identify High-Risk Units and Tailor Interventions..

i. Tzeng, M.H., & Yi Yin, C., (2008). Nurse’s Solutions to Prevent


Inpatient Falls in Hospital Patient Rooms.

Satu jurnal diangkat sebgai dasar dari EBN dimana upaya pencegahan
jatuh dilakukan secara spesifik menggunakan leveling resiko jatuh
dengan pendekatan secara individual kepada pasien. Penulis dan judul
jurnal tersebut adalah “Dykes, C.P., et al (2010) dengan berjudul; Falls
Prevention in Acut Care Hospital ; A Randomized Trial”. Selain jurnal
utama digunakan jurnal pendaping yang menguatkan penggunaan
intervensi pencegahan jatuh pada jurnal sebelumnya. Penulis Lloyd, T.,
(2011), dengan judul; Creation of a Multi-Interventional Fall-
Prevention Program Using Evidence-Based Practice to Identify High-
Risk Units and Tailor Interventions Creation of a Multi-Interventional
Fall-Prevention Program Using Evidence-Based Practice to Identify
High-Risk Units and Tailor Interventions.

4.1.4. Analisa jurnal penelitian


a. Validitas
a.1. Sampel dan metode penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Dykes C.P, et al, merupakan
penelitian yang berupaya membandingkan intervensi
pencegahan jatuh sesuai level resiko jatuh pada suatu
kelompok intervensi dengan kelompok lain sebagai control
(randomized controlled trial). Pengambilan sampel
menggunakan pendekatan stratified cluster randomized

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


105

design, dimana penelitian dilaksanakan dirumah sakit wilayah


perkotaan Amerika Serikat. Dari hasil cluster ditetapkan 4
rumah sakit sebagai tempat penelitian, dari rumah sakit
tersebut total didapatkan 8 unit perawatan yang sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan, dimana 4 unit dijadikan sebagai
kelompok kontrol dan 4 unit sebagai kelompok intervensi.

Penggunaan randomized controlled trial (RCT) dalam


penelitian, merupakan sebuah pendekatan yang sangat baik
dimana peneliti mengetahui efek suatu intervensi terhadap
suatu kelompok untuk dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Pada penelitian bidang kesehatan metode ini sering
dijumpai dan mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik
seperti dalam penelitian kedokteran, farmasi, biofarmakologi
dan penelitian bidang kesehatan lain (Zhong, B., 2009).

Teknik pengambilan sampel sudah baik, dimana peneliti


mengambil sampel secara acak berupa rumah sakit pada suatu
daerah yang luas di Amerika dan melakukan pengacakan
terhadap unit perawatan pada rumah sakit yang digunakan
sebagai dasar penetapan kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Metode cluster randomized sampling dapat
menseleksi populai yang sangat besar dengan memilih kriteria
yang tepat sesuai yang ditetapkan dan mampu mengeliminasi
confounding factor. Melalui analisa yang tepat metode ini
memiliki kekuatan hasil uji statistic yang sangat baik (Zhong,
B., 2009).

a.2. Analisa terhadap besar sampel


Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, besar sampel pada
kelompok kontrol adalah 5104 responden dan kelompok

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


106

intervensi 5160 responden. Pada penelitian ini jumlah pasien


sangatlah besar, dimana semakin besar sampel hasil penelitian
akan semakin baik. Pada penelitian eksperimen tidak
membutuhkan sampel yang besar, jumlah sampel lebih dari 10
dianggap memilliki kekuatan uji yang baik (Doran, 2011).
Pada penelitian yang akan membandingkan suatu intervensi
antara kelompok, jumlah sampel masing-masing kelompok
antara 10 sampai dengan 20 (Sugiyono, 2011).

a.3. Uji statistik


Uji statistik untuk mengetahui pengaruh pencegahan jatuh
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menurut
karakteristik responden digunakan poisson regression,
karakteristik responden dilihat dengan uji proposi guna
mengetahui standart defiasi, median dan interkuartil. Hasil uji
statistic mengetahui kejadian jatuh pada kelompok kontrol
4,18( 95% conviden interval; 3,45-5,06) dan kelompok
intervensi 3,15 (95% CI; 2,54-3,90) dengan P value 0,04,
artinya ada perbedaan kejadian jatuh antara kedua kelompok
dimana kejadian jatuh secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok kontrol daripada kelompok intervensi.

Penggunaan uji paisson regression sangatlah baik dimana


selain mengetahui perbedaan kejadian jatuh antar kedua
kelompok, pada penelitian tersebut dapat juga diketahui
keefektifan intervensi menurut karakteristik respondennya.

Paisson regresi merupakan uji statistic pemodelan dimana uji


ini selain dapat menilai perbedaan pengaruh suatu intervensi
(perilaku atau kondisi) terhadap suatu kelompok terhadap
kelompok kontrol, uji ini juga dapat menjelaskan tingkat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


107

keefektifan intervensi menurut karakteristik pasien tersebut


(umur, jenis kelamin, kondisi fisik, mental) (Barros, A.J, &
Hirakata, V.N., 2003).

a.4. Analisa klinik :


Hasil penelitian penerapan intervensi pencegahan jatuh secara
klinis menujukan data sebagai berikut; kelompok kontrol yang
menggunakan intervensi standar rumah sakit angka kejadian
jatuh 4,64 per 1000 pasien pertempat tidur setiap hari dan pada
kelompok intervensi yang menggunakan tailor interventions
angka kejadian jatuh lebih rendah yaitu 3,48 per 1000 pasien
pertempat tidur setiap hari (Dykes, C.P., et al 2010).

Number need to treat (NNT) = 1/ARR


ARR = 4.64-3.48= 1.16
NNT = 1/1.16 = 0,86
Artinya setiap 1 orang pasien yang diberikan intervensi, 0,86
tidak mengalami jatuh.

Kesimpulan : penelitian oleh oleh Dykes, C.P., et al (2010),


yang berjudul “Fall Prevention in Acute Care Hospitals A
Randomized Trial” setelah dlaksanakan analisa secara statistic
penelitian ini dinyatakan valid karena telah memenuhi syarat
menjadi penelitian yang baik dan hasilnya dapat dijadikan
dasar EBN dilihat dari jumlah responden (sampel) yang besar
dapat digeneralisasikan. Intervensi pencegahan jatuh pada
penelitian tersebut mencerminkan upaya mandiri keperawatan
yang dapat diimplementasikan dalam mencegah pasien jatuh.
Berdasarkan analisa klinik multi intervensi dengan tailor
interventions efektif digunakan untuk pencegahan jatuh pada
pasien usia lanjut dimana dari 1 pasien yang diberikan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


108

intervensi 0,86 tidak mengalami jatuh. Berdasarkan


kesimpulan diatas, penelitian pencegahan jatuh multi-
intervensi dengan tailor interventions layak untuk
dilaksanakan sebagai dasar pelaksanaan EBN.

b. Important
Multi-intervensi dengan tailor interventions merupakan intervensi
pencegahan jatuh kepada pasien secara individual sesuai level
resiko jatuh. Edukasi sebagai pendekatan yang digunakan dalam
pencegahan jatuh mencerminkan upaya tindakan mandiri
keperawatan, edukasi yang diberikan kepada pasien yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan mereka
dalam upaya pencegahan jatuh baik di rumah sakit ataupun setelah
mereka pulang ke rumah. Pencegahan terhadap kejadian jatuh dapat
menghindarkan pasien dari cidera, peningkatan kesakitan dan
kematian serta dapat menurunkan lama rawat inap sehingga dapat
menekan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan rumah sakit.

c. Applicability
Dengan melihat hasil penelitian yang memberikan nilai signifikansi
yang positif terhadap penggunaan multi-intervensi dengan tailor
intervensi dalam pencegahan jatuh, dimana upaya tersebut juga
ditunjang dengan fasilitas, sarana dan prasarana, tenaga
keperawatan serta sudah adanya program pencegahan jatuh di
RSUP Fatmawati, maka multi-intervensi dengan tailor
interventions diharapkan dapat dipertimbangkan menjadi suatu
metode baru yang dapat dipergunakan untuk memperkuat program
pencegahan pasien jatuh secara individual di RSUP Fatmawati
Jakarta.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


109

Penulis percaya dengan implementasi multi-intervensi keperawatan


pencegahan jatuh dengan pemberian intervensi sesuai level resiko
jatuh melalui pendidikan kesehatan guna meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku pasien dalam pencegahan jatuh
akan dapat mencegah kejadian jatuh pada pasie di rumah sakit.

4.3. Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian


4.3.1. Persiapan proposal pelaksanaan EBN
Persiapan yang penulis laksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan EBN
meliputi :
a. Penyusunan instrument penilaian dan pencegahan jatuh
Lembar instrumen penilaian jatuh menggunakan Morse Falls
Prevention, adapun isi lembar instrumen terdiri dari identitas pasien,
waktu, penilaian skor resiko jatuh, level resiko jatuh, dan level
intervensi.
b. Penyusunan media pembelajaran (booklet)
Penulis menggunakan media booklet dalam membantu proses
pembelajaran kepada pasien dan keluarga dalam upaya mencegah
jatuh di rumah sakit. Booklet berisi materi mengenai penyebab
jatuh, akibat yang dapat ditimbulkan karena jatuh dan cara
pencegahan jatuh.
c. Penyusunan instrumen evaluasi
Penulis menyusun sebuah instrument evaluasi yang digunakan untuk
melakukan evaluasi kepada pasien dan atau keluarga sebelum dan
setelah intervensi. Instrumen evaluasi digunakan untuk menilai (1)
pengetahuan pasien atau keluarga terkait penyebab, akibat dan cara
pencegahan jatuh. (2) Sikap pasien atau keluarga guna menilai
kemampuan mereka dalam mengambil keputusan dan berperilaku
dalam upaya mencegah jatuh, dan (3) lembar observasi guna menilai

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


110

perilaku pasien dan keluarga dalam upaya pencegahan jatuh selama


di rumah sakit.

4.3.2. Pelaksanaan EBN


Pelaksanaan EBN dilakukan dalam kurun waktu 7 minggu, diawali
pada pertengahan September 2013 sampai dengan awal Nopember
2013. Adapun kegiatan EBN meliputi :
a. Jumlah pasien dan tempat pelaksanaan EBN
Penulis menetapkan pasien yang dilibatkan dalam pelaksanaan
kegiatan EBN berjumlah 4 orang pasien. Pasien adalah mereka
yang menjalani program rawat inap karena gangguan system
muskuloskeletal di ruang GPS lantai 1 RSUP Fatmawati Jakarta,
dimana 4 orang pasien beresiko tinggi jatuh.
b. Tahap pelaksanaan EBN :
Ada.pun tahap-tahap pelaksanaan EBN yang telah dilaksanakan
meliputi :
b.1. Informed consent
Pada tahap ini penulis secara lisan telah menjelaskan tujuan
kegiatan pelaksanaan pencegahan resiko jatuh, menjelaskan
tahap kegiatan praktik pencegahan pasien jatuh, meminta
kesedian pasien dan keluarga secara lisan untuk berpartisipasi
dalam upaya penerapan pencegahan jatuh di rumah sakit.
b.2. Penilaian resiko jatuh
Penulis melakukan penilaian resiko pasien jatuh menggunakan
skala Morse
b.3. Pengisian lembar kuesioner oleh pasien/keluarga
Meminta kesediaan pasien/keluarga untuk mengisi kuesioner
mengenai pengetahuan dan sikap dalam pencegahan jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


111

b.4. Observasi perilaku pasien dan keluarga dalam pencegahan


jatuh pra intervensi.
Penulis mengamati perilaku keluarga dalam upaya pencegahan
pasien jatuh di rumah sakit menggunakan lembar chack list
yang terdiri dari 4 item perilaku awal yang diobservasi.
b.5. Pelaksanaan pencegahan jatuh
Penulis melaksanakan upaya pencegahan jatuh sesuai dengan
level resiko jatuh pasien dan diikuti dengan pendidikan
kesehatan. Penulis melaksanakan pendidikan kesehatan kepada
pasien dan keluarga secara individual mengenai pencegahan
jatuh dirumah sakit dengan menggunakan media booklet.
b.6. Evaluasi pasca intervensi
i). Evaluasi pengetahuan dan sikap
Evaluasi pengetahuan dan sikap dilaksanakan 2 hari
setelah pendidikan kesehatan. Evaluasi dilakukan dengan
memberikan kuesioner pengetahuan dan sikap yang sama
dengaan kuesioner saat pra-intervensi pencegahan jatuh.
ii). Evaluasi perilaku pencegahan jatuh
Evaluasi perilaku pencegahan jatuh dilaksanakan saat
pasien memasuki tahap rehabilitasi berjalan. Observasi
perilaku pasien dilakukan dengan menggunakan media
check list yang diisi setelah melakukan observasi
perilaku pasien. lembar check list observasi terdiri dari 12
item upaya pencegahan jatuh.
iii). Evaluasi resiko jatuh dan kejadian jatuh
Evaluasi terhadap skala resiko jatuh pada pasien
dilakukan secara periodic sampai akhir masa perawatan.
Evaluasi kejadian jatuh dilakukan dengan meminta
keterangan langsung pasien/keluarga mengenai kejadian
jatuh di rumah sakit.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


112

Tabel 4.1. Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Evidence Besed


Nursing Pencegahan Pasien Jatuh
TAHUN 2013
No Kegiatan September Oktober Nop
2 3 4 1 2 3 4 1
1 Penyusunan proposal
2 Diseminasi rencana
EBN
3 Pelaksanaan EBN
4 Penyusunan laporan
EBN

c. Karakteristik pasien dan pelaksanaan EBN


Tabel 4.2. Karakteristik Pasien Dalam Pelaksanaan EBN
Ny. S, 63 tahun, wanita,
13/9/2013
Fraktur intertrochanter femur sinistra,
imobilisasi skin traksi, skala nyeri 4 pasif.
Nilai Pengkajian resiko jatuh 60 :
Riwayat jatuh possitif (25), diagnose
sekunder riwayat penyakit jantung dan
hipertensi (15), terpasang iv line (20), alat
bantu negative (0) gaya jalan imobilisasi skin
traksi (0), status mental paham berresiko
jatuh (0)

Intervensi : 16/9/2013
Pencegahan jatuh Level 3. Manajemen nyeri
napas dalam, Pasang tanda bahaya jatuh,
tanda resiko jatuh, merendahkan, mengunci
roda dan menutup pagar pengaman samping
tempat tidur, pendidikan kesehatan dan
pengkajian resiko jatuh secara berkala.

Evaluasi : 23/9/2013
Post hemiarthoplasty sinistra, factor fisik
masih terasa nyeri pada paha kiri skala 6
pasif, psikologis masih takut berjalan,
dukungan social baik, lingkungan menunjang
pencegahan jatuh.

Nilai resiko jatuh 65 (resiko tinggi):


Riwayat jatuh possitif (25), diagnose
sekunder riwayat jantung dan hipertensi (15),

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


113

tidak terpasang iv line (0), alat bantu walker


(15) gaya jalan lemah (10), status mental
paham berresiko jatuh (0)

Ny. O, wanita, 64 tahun, janda, S1, pensiun,


closed fraktur colum femur dekstra
Pra intervensi : : 7/11/2013
Nilai Pengkajian resiko jatuh 60 :
Riwayat jatuh possitif (25), diagnose
sekunder riwayat penyakit jantung dan
hipertensi (15), terpasang iv line (20), alat
bantu negative (0) gaya jalan imobilisasi skin
traksi (0), status mental paham berresiko
jatuh (0)

Intervensi : 7-14/11-2013
Pencegahan jatuh Level 3. Manajemen nyeri
napas dalam, Pasang tanda bahaya jatuh,
tanda resiko jatuh, merendahkan, mengunci
roda dan menutup pagar pengaman samping
tempat tidur, pendidikan kesehatan dan
pengkajian resiko jatuh secara berkala.

Evaluasi : 15/11/2013
Post hemiarthoplasty dekstra, factor fisik
masih terasa nyeri pada paha kiri skala 4
pasif, psikologis masih takut berjalan,
dukungan social baik, lingkungan menunjang
pencegahan jatuh.
Nilai resiko jatuh 65 (resiko tinggi):
Riwayat jatuh possitif (25), diagnose
sekunder riwayat jantung dan hipertensi (15),
tidak terpasang iv line (0), alat bantu
negative walker (15) gaya jalan lemah (10),
status mental paham berresiko jatuh (0)
Tidak ada laporan pasien jatuh di RS.

Tn. U, 77 th, laki-laki, duda, closed fraktur


intertrokhanter femur dextra.

Pra intervensi : 24/10/2013


Pengkajian resiko jatuh 60 (resiko tinggi) :
riwayat jatuh positif (25), diagnose sekunder
Jantung, DM (15), terpasang iv line (20), alat
bantu (masih imobilisasi) (0), gaya jalan (0),
status mental paham beresiko jatuh (0)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


114

Intervensi 24/10-2013-6/11-2013
Pencegahan jatuh Level 3. Manajemen nyeri
napas dalam, Pasang tanda bahaya jatuh,
tanda resiko jatuh, merendahkan, mengunci
roda dan menutup pagar pengaman samping
tempat tidur, pendidikan kesehatan kepada
keluarga, memotivasi keluarga untuk
mengawasi pasien dan melakukan
pengkajian resiko jatuh secara berkala.

Evaluasi :6/11/2013
Post hemiarthoplasty dektra, factor fisik
masih terasa nyeri pada paha kiri skala face
skale 6 pasif, pasien lemah, psikologis masih
takut berjalan, dukungan social kurang baik,
lingkungan dirumah menunjang pencegahan
jatuh.

Penilaian resiko jatuh 65 (resiko tinggi).


Riwayat jatuh terpeleset (25), diagnose
sekunder DM (15), tidak terpasang iv line
(0), alat bantu jalan walker (15), gaya jalan
lemah (10), status mental paham beresiko
jatuh (0). Tidak ada laporan pasien jatuh
selama di RS.

Tn. T, laki-laki, 57 tahun, menikah, SLTA.


Fraktur colum femur sinistra.

Pra Intervensi : 25/10/2013


Penilaian resiko jatuh 60 (resiko tinggi).
Riwayat jatuh terpeleset (25), diagnose
sekunder DM (15), terpasang iv line (20),
alat bantu jalan (0), gaya jalan (0), status
mental paham beresiko jatuh (0).

Intervensi : 25/10-2013-6-1-2013
Pencegahan jatuh Level 3.Manajemen nyeri
napas dalam, Pasang tanda bahaya jatuh,
tanda resiko jatuh, merendahkan, mengunci
roda dan menutup pagar pengaman samping
tempat tidur, pendidikan kesehatan kepada
pasien dan keluarga dan mendampingi pasien
saat latihan jalan, pengkajian resiko jatuh
secara berkala.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


115

Evaluasi : 6/11/2013
Post hemiarthoplasty sinistra, factor fisik
masih terasa nyeri pada paha kiri skala 5
pasif, psikologis masih takut berjalan,
dukungan social baik, lingkungan menunjang
pencegahan jatuh.

Penilaian resiko jatuh 65 (resiko tinggi).


Riwayat jatuh terpeleset (25), diagnose
sekunder DM (15), tidak terpasang iv line
(0), alat bantu jalan walker (15), gaya jalan
lemah (10), status mental paham beresiko
jatuh (0). Tidak ada laporan pasien jatuh
selama di RS.

4.3.3. Hasil Pelaksanaan EBN


Penetapan hasil penilaian dari masing-masing ranah pengetahuan,
sikap, erilaku dan kejadian jatuh ditetapkan berdasarkan penilaian
sebagai berikut :
Pengetahuan : < 56% menjawab benar pengetahuan kurang, 56-74 %
pengetahuan cukup dan >75% pengetahuan baik. Sikap kurang baik
jika < 75 % dari total skore, sikap baik jika ≥ 75% dari total skore.
Perilaku bersifat mutlak dimana perilaku kurang mendukung bila
pasien teridentifikasi melakukan tindakan yang tidak mendukung
pencegahan jatuh dan perilaku mendukung bila pasien mendukung
seluruh upaya pencegahan jatuh. Kejadian jatuh dinilai pada akhir
masa keperawatan, dengan meminta keterangan pasien dan atau
keluarga terkait kejadian jatuh di rumah sakit. Berikut adalah hasil
pelaksanaan EBN pencegahan jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


116

a. Pra Intervensi
a.1. Pengetahuan pasien mengenai pencegahan jatuh
Tabel 4.3. Pengetahuan Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh
(max 18)
Pengetahuan
No Nilai % Kesimpulan
Baik Cukup
1 12 72,2 Cukup
2 18 100 Baik 50% 50%
3 13 72.2 Cukup
4 16 88.9 Baik

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa sebelum intervensi


pencegahan jatuh, 2 orang pasien (50%) memiliki pengetahuan
yang baik mengenai pencegahan jatuh.

a.2. Sikap pasien/keluarga dalam pencegahan jatuh


Tabel 4.4. Sikap Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh (max 28)
Sikap
No Nilai % Kesimpulan
Baik Cukup
1 22 78.6 Baik
2 26 92.9 Baik 100% -
3 24 85.7 Baik
4 22 78.6 Baik

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa sebelum intervensi


pencegahan jatuh, 4 orang pasien (100%) memiliki sikap yang
baik dalam upaya pencegahan jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


117

a.3. Perilaku pasien mendukung upaya pencegahan jatuh


Tabel 4.5. Perilaku pasien mendukung 4 upaya pencegahan
jatuh
Perilaku
No Nilai % Kesimpulan
Mendukung Kurang
1 3 75 Kurang mendukung
2 3 75 Kurang mendukung 25% 75%
3 3 100 Mendukung
4 4 75 Kurang mendukung

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa sebelum intervensi


pencegahan jatuh, 3 orang pasien (75%) memiliki perilaku yang
kurang mendukung upaya pencegahan jatuh.

b. Pasca Intervensi
b.1. Pengetahuan pasien mengenai pencegahan jatuh
Tabel 4.6. Pengetahuan Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh
(max 18)
No Nilai % Kesimpulan Pengetahuan
Baik Cukup
1 16 88.9 Baik
2 18 100 Baik 100% -
3 15 83.3 Baik
4 15 83.3 Baik

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa setelah intervensi


pencegahan jatuh, 4 orang pasien (100%) memiliki pengetahuan
yang baik mengenai pencegahan jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


118

b.2. Sikap pasien dalam pencegahan jatuh (max 28)


Tabel 4.7. Sikap Pasien Mengenai Pencegahan Jatuh (max 28)
No Nilai % Kesimpulan Sikap
Baik Cukup
1 24 85.7 Baik
2 28 100 Baik 100% -
3 27 96.4 Baik
4 24 85.7 Baik

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa setelah intervensi


pencegahan jatuh, 4 orang pasien (100%) memiliki sikap yang
baik dalam upaya pencegahan jatuh.

b.3. Perilaku Kepatuhan Pasien Mendukung upaya pencegahan jatuh


Tabel 4.8. Perilaku Kepatuhan Pasien Mendukung Upaya
Pencegahan Jatuh (max 12)
No Nilai % Kesimpulan Perilaku
Mendukung Kurang
1 11 91.7 Kurang Mendukung
2 11 91.7 Kurang Mendukung 25% 75%
3 12 100 Mendukung
4 11 91.7 Kurang Mendukung

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa setelah intervensi


pencegahan jatuh, 3 orang pasien (75%) memiliki perilaku yang
masih kurang mendukung upaya pencegahan jatuh di rumah
sakit.

c. Evaluasi kejadian jatuh


Sampai akhir masa keperawatan di rumah sakit, tidak ada laporan
kejadian pasien jatuh di ruang GPS lantai1 khususnya pada 4 pasien
yang telah diberikan multi-intervensi pencegahan jatuh secara
individual.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


119

4.4. Pembahasan
4.4.1. Kondisi pasien dan penilaian factor resiko jatuh
Secara umum dapat dijelaskan bahwa pasien jumlah keseluruhan
responden intervensi adalah 4 pasien fraktur hip pasien dengan gangguan
system musculoskeletal dengan fraktur hip, berusia lanjut muda sampai
dengan usia lanjut (57-77 tahun).

Pada tahap rehabilitasi pasien memiliki riwayat jatuh kurang dari 6 bulan
(1 pasien karena kecelakaan dan 3 pasien karena jatuh dan terpeleset),
semua pasien memiliki diagnose sekunder (penyakit jantung dan DM).
sudah tidak terpasang iv line, alat bantu jalan semua pasien menggunakan
walker sebagai alat bantu jalan pada tahap rehabilitasi, gaya jalan
4 pasien masih lemah, dan semua pasien sadar bisa mengalami jatuh.
Factor intrinsic dan ekstrinsik yang dapat menyebabkan jatuh : semua
pasien mengatakan tenaganya masih lemah, merasa pusing dan lukanya
masih terasa nyeri jika untuk latihan berjalan, pasien saat rehabilitasi hb
>10 mg/dl dan sudah mobilisasi duduk lebih dari 15 menit, tekanan darah
tidak mengalami hipotensi (ketika duduk menjelang mobilisasi), tidak
ada gangguan pada ekstremitas atas dan kekuatan otot ekstremitas bawah
yang sehat sebelum mobilisasi pada skala 5.

Resiko tinggi jatuh lebih sering terjadi pada seseorang yang berusia
lanjut, resiko jatuh meningkat seiring terjadinya permasalahan fraktur
pada ekstremitas terutama fraktur hip (Stenval, M., et al, 2006). Pada
kasus diatas 3 orang pasien yang sudah memasuki masa usia lanjut dan 1
orang usia lanjut dini, pasien beresiko tinggi mengalami jatuh dengan
skala morse 65 dan keempat pasien memiliki gangguan pada ekstremitas
bawah (fraktur hip). Walaupun tergolong factor resiko intrinsic yang
menyebabkan beresiko tinggi jatuh muncul ketika mereka memulai
latihan berjalan yaitu merasa lemas dan pusing.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


120

Kejadian resiko jatuh tidak hanya bisa dilihat mengunakan sekala yang
sudah tetap, hanya berfokus kepada pasien secara superficial. Resiko
jatuh memiliki banyak factor atau domain dimana terdapat 4 domain
yang harus dilihat meliputi fisik, psikologis, social, dan domain
lingkungan. Secara fisik pasien harus dilihat apakah mereka memiliki
kondisi fisik yang baik seperti kekuatan otot ekstremitas bawah,
keterbatasan ekstremitas, rasa nyeri, tekanan darah, keseimbangan,
penglihatan dan hemodinamik yang baik. Secara psikologis apakah
mereka mengalami penurunan kognitif, memiliki pengalaman jatuh
sehingga merasa khawatir atau rasa takut jatuh, dan rasa percaya diri
yang baik untuk berjalan dan mereka membutuhkan support untuk itu.
Secara social pasien harus mendapatkan pelatihan mobilisasi dan
pendampingan saat berjalan guna menguatkan factor psikologis dan
factor lingkungan apakah menunjang upaya pencegahan jatuh dilihat dari
kesesuaian alat bantu jalan, hambatan pada rute yang dilalui dan
keberadaan orang disekitarnya (Marin, F.C., 2011).

4.4.2. Pencegahan jatuh multi intervensi


Pencegahan jatuh melalui upaya pendidikan kesehatan telah diberikan
kepada pasien dan keluarganya terkait factor resiko yang dapat
menyebabkan jatuh pada pasien secara individual dan cara pencegahan
dan mengatasinya meliputi kondisi fisik pasien yang bisa menyebabkan
jatuh, kondisi psikologis, ketersediaanya dukungan dan pendampingan
fisik keluarga dalam pencegahan jatuh, dan kondisi lingkungan dirumah
sakit serta dirumah yang beresiko menyebabkan jatuh.

Setelah melalui proses pendidikan kesehatan dapat diketahui bahwa 100


% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai factor resiko
dan cara pencegahan jatuh, dan 100 % memiliki sikap yang baik dalam
upaya pencegahan jatuh namun hanya 25 % responden yang memiliki

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


121

perilaku yang mendukung upaya pencegahan jatuh selama di rumah


sakit.

Factor resiko penyebab jatuh pada individu bisa bersifat tunggal atau
juga banyak, perawat harus memiliki kemampuan mengidentifikasi
faktur resiko untuk setiap pasien dan memberikan pendidikan kesehatan
menggali factor resiko pada pasien secara individu. Pendidikan kesehatan
efektif mencegah jatuh, pendidikan kesehatan pencegahan jatuh bisa
dilakukan satu sesi dalam waktu 15-30 menit meliputi semua domain
yang beresiko menimbulkan jatuh dan cara pencegahannya (Clark, et al,
2012).

Sebuah studi menunjukan bahwa pendidikan kesehatan dalam


pencegahan jatuh sangat bermakna secara positif kepada pasien secara
kognitif dan terjadi peningkatan motivasi meraka dalam upaya
pencegahan jatuh namun demikian partisipasi pasien dalam upaya
pencegahan jatuh masih rendah. 60 % pasien memiliki tingkat partisipasi
yang masih kurang dalam upaya pencegahan jatuh paska pendidikan
kesehatan terutama pada mereka yang berusia lanjut (Hill, A.M., Beer,
C.E., & Haines, T.,P., 2013). Tidah hanya pada mereka yang berusia
lanjut, pada pasien yang berusia muda didapatkan sebagian dari mereka
berperilaku kurang berpartisipasi dalam pencegahan jatuh, kondisi ini
bisa disebabkan oleh peningkatan kemampuan dalam aktifitas mobilisasi
paska stabilisasi (operatif). Bentuk perilaku yang kurang mendukung
ditunjukan dengan 75 % responden tidak menutup pagar samping tempat
tidur saat sejenak terlelap tidur siang sehingga perawat yang melakukan
penutupan pagar tempat tidur.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


122

4.4.3. Kejadian jatuh


Pada akhir masa keperawatan di rumah sakit 100 % pasien sudah
diberikan upaya pencegahan jatuh dan pendidikan kesehatan serta
mereka telah dilatih melakukan mobilisasi jalan oleh petugas kesehatan
sehingga mereka sudah mampu melakukan mobilisasi jalan
menggunakan alat bantu jalan dengan pendampingan perawat, pada akhir
masa perawatan pasien tidak ada laporan mengalami jatuh.

Multi intervensi dengan tailor interventions secara klinis terbukti


bermanfaat dalam pencegahan jatuh pada pasien orthopedic yang berusia
lanjut (Lloyd, T., 2011). Penerapan multi intervensi dengan tailor
interventions terbukti secara umum efektif dalam mencegah kejadian
jatuh pada kelompok pasien usia lanjut (<65 th) dan kurang efektif pada
pasien usia lanjut >65 tahun. Hasil penelitian secara klinis menujukan
pada kelompok kontrol yang menggunakan intervensi standar rumah
sakit angka kejadian jatuh 4,64 per 1000 pasien pertempat tidur setiap
hari dan pada kelompok intervensi yang menggunakan tailor
interventions angka kejadian jatuh lebih rendah yaitu 3,48 per 1000
pasien pertempat tidur setiap hari (Dykes, C.P., et al 2010).

4.5. Kekuatan dan Keterbatasan Dalam Penerapan EBN


4.5.1. Kekuatan
a. Penerapan EBN sejalan dengan program rumah sakit dalam upaya
pencegahan jatuh.
b. Pasien dan keluarga secara umum mendukung program pencegahan
jatuh di rumah sakit.
c. Fasilitas yang tersedia di rumah sakit sangat mendukung upaya
pencegahan jatuh, seperti gelang resiko jatuh, tanda resiko jatuh,
tempat tidur yang memiliki pagar besi, kunci roda dan bisa diatur

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


123

ketinggiannya, bel/alarm, dan meja pasien yang bisa diatur


penempatannya.
d. Kesamaan dalam penggunaan skala untuk menilai resiko jatuh
dengan yang digunakan di rumah sakit yaitu menggunakan skala
Morse.
e. Guna memenuhi etik dalam pemberian asuhan keperawatan penulis
tetap memberikan pendidikan kesehatan dalam upaya pencegahan
jatuh kepada pasien lain yang tidak dijadikan target penerapan EBN.

4.5.2. Keterbatasan
a. Alat ukur untuk menilai perilaku jatuh tidak bisa disamakan antara
sebelum dan setelah pelaksanaan EBN. Sebelum pelaksanaan EBN
penulis menggunakan 4 item observasi dan setelah pelaksanaan
EBN penulis menggunakan 12 item penilaian.
b. Terdapat satu orang pasien yang tidak mampu mengisi kuesioner,
karena gangguan penglihatan dan pendengaran sehingga keluarga
membantu pasien dalam mengisi kuesionernya. Kondisi tersebut
dapat membiaskan hasil evaluasi terhadap pengetahuan dan sikap
pasien.
c. Penulis tidak mampu melakukan observasi nilai resiko jatuh secara
terus menerus (periodik) terkait jam dinas, dan tugas selama praktik
klinik sehingga harus melihat catatan keperawatan pada periode
dinas selanjutnya dan kondisi perkembangan pasien saat itu.
d. Penulis hanya menuliskan laporan pelaksanaan EBN khusus pada
pasien usia lanjut yang beresiko jatuh, namun demikian ada 1 orang
pasien yang belum mencapai usia 60 tahun.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 5
KEGIATAN INOVASI PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN
PEMBERIAN BOOKLET PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL DI RSUP FATMAWATI JAKARTA

Pada bab ini akan dibahas inovasi mengenai penggunaan media belajar booklet
dalam kegiatan pendidikan kesehatan meliputi analisa situasi, pelaksanaan inovasi,
hasil inovasi, pembahasan, serta kekuatan dan keterbatasan inovasi.

5.1. Analisa Situasi


Pada pasien dengan gangguan musculoskeletal khususnya gangguan atau
fraktur pada ekstremitas bawah seperti fraktur hip, femur dan fraktur region
cruris serta pada post penggantian sendi, seringkali pasien menunjukan respon
bio-fsik berupa rasa nyeri, gangguan mobilitas, dan kelemahan fisik.
Penanganan fraktur yang pertama adalah imobilisasi bagian yang mengalami
fraktur, kondisi rasa nyeri pada fasee imobilisasi mendorong pasien untuk
selalu mengistirahatkan bagian ekstremitas yang terasa sakit, dengan berupaya
meminimalkan gerakan yang dapat menimbulkan nyeri sebelum tahap
stabilisasi. Focus utama penatalaksanaan masalah akut pada pasien adalah
mengatasi rasa nyeri.

Perilaku imobilisasi akan terus berlanjut sampai dengan penatalaksanaan


stabilisasi fraktur, paska operasi stabilisasi fraktur ekstremitas, rasa nyeri akan
muncul kembali dan bisa dirasakan semakin hebat. Pada kondisi seperti itu,
pasien akan terdorong untuk kembali lagi melakukan imobilisasi fisik tahap
ke-2 setelah kejadian fraktur. Kondisi imobilisasi fisik pada fraktur dimana
pasien dengan alat-alat imobilisasi yang digunakan akan memposisikan dirinya
dalam satu posisi untuk waktu yang lama, kondisi ini dapat menyebabkan kulit
pada daerah yang tertekan mengalami gangguan mikrosirkulasi.
Mikrosirkulasi kulit yang terganggu mengakibatkan kulit kurang terpenuhi
kebutuhan akan oksigen, sehingga kulit rentan untuk mengalami kerusakan.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


125

Imobilisasi akibat fraktur menyebabkan otot-otot rangka tubuh dan otot polos
mengalami penurunan dalam kegiatan kontraksi, masa otot akan menurun,
sedangkan pada system pencernakan, pergerakan isi usus dan kolon akan
melemah dan terjadi absorbsi yang berlebihan. Keringnya kotoran pada kolon
akibat lamanya proses absorbs menyebabkan pasien mengalami konstipasi.

Setelah menjalani tindakan stabilisasi, pasien akan memasuki tahap


rehabilitasi. Pada tahap ini pasien akan dilatih secara bertahap untuk
mendapatkan kemampuan ambulasi dan mobilisasi. Adanya riwayat trauma
atau jatuh sebelumnya, masalah kesehatan lain selain fraktur, penggunaan alat-
alat bantu jalan dan kondisi pasien yang masih merasa nyeri dan lemah,
mengakibatkan basien beresiko tinggi mengalami jatuh. Jatuh dan pengalaman
jatuh dapat berdampak secara psikis dan fisik bagi penderitanya. secara fisik
jatuh dapat mengakibatkan patah tulang berulang ditempat yang sama atau
ditempat lain, cidera kepala dan bahkan kematian. Melalui upaya pencegahan
jatuh diharapkan kejadian jatuh poada pasien bisa dihindarkan.

Dari proses identifikasi kasus yang telah dilakukan oleh penyusun, pasien yang
menjalani program perawatan di Gedung Prof. Sulatro lantai 1 RSUP
Fatmawati Jakarta pada tanggal 9 – 20 September 2013 terdapat 8 pasien yang
mengalami gangguan pada ekstremitas bawah, pasien dan keluarga belum
memahami bagaimana pelaksanaa manajemen nyeri dengan benar, bagaimana
cara mencegah terjadinya konstipasi dan ulcer pressure akibat efek imobilisasi,
dan bagaimana pencegahan sterjadinya jatuh di rumah sakit selama pasien
menjalani proses keperawatan.

Proses pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga telah diberikan oleh
perawat ruangan, proses edukasi diberikan dengan mengunakan metode
ceramah dan praktik yang secara langsung meliputi beberapa pokok bahasan.
Dalam proses pemahaman kedepannya, pasien dan keluarga belum
mendapatkan media belajar atau bahan baca yang bisa membantu mereka

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


126

untuk mengingat kembali terkait materi yang telah disampaikan perawat.


Upaya yang telah dilakukan perawat dinilai sudah baik dan sangat dibutuhkan
guna mendukung pelaksanaan management keperawatan. Namun demikian
penting sekali sekiranya kita memikirkan apakah dengan pendidikan kesehatan
yang telah dilakukan oleh perawat, pasien dan keluarga sudah memahami isi
materi, dan harapan penulis jangan sampai apa yang sudah dilakukan perawat
hanya sebatas kewajiban menyampaikan informasi kesehatan saja tanpa
memperdulikan bagaimana pemahaman pasien. Pengembangan kegiatan
edukasi kedepan masih sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan yang diberikan, oleh karena itu diperlukan pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk pasien dan keluarga.

Penggunaan media pembelajaran diharapkan lebih mampu menguatkan


penerimaan materi pembelajaran bagi pasien dan keluarga, disamping untuk
meningkatkan rasa percaya diri perawat ketika menyampaikan materi
pendidikan kesehatan. Penggunaan lembar balik dan booklet pada saat
kegiatan pendidikan kesehatan diharapkan mampu memperbaiki kegiatan
edukasi sebelumnya.

5.1.1. Strenght (S)


a. GPS lantai 1, merupakan ruangan perawatan kelas 3 yang sebagian
besar kasus pasien adalah gangguan musculoskeletal.
b. Tenaga keperawatan berjumlah 17 orang dengan tingkat pendidikan
D III keperawatan 11 orang dan S1 keperawatan 6 orang.
c. Sudah dilaksanakannya program pendidikan kesehatan yang
dilaksanakan oleh perawat kepada setiap pasien dan keluarganya
yang baru mengenai manajemen nyeri, pencegahn infeksi,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan jatuh
dirumah sakit.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


127

5.1.2. Weakness (W)


a. Program pemberian edukasi kesehatan belum bersifat terstruktur
dan memiliki konten materi yang sama.
b. Penerimaan pasien dan keluarga mengenai isi materi pembelajaran
bisa berbeda.
c. Pasien dan keluarga kurang memiliki kemampuan untuk mengulang
dan mengingat isi materi kesehatan yang disampaikan karena tidak
adanya sumber bacaan yang digunakan sebagai alat untuk transfer
informasi.
d. Dampak yang didapatkan berupa waktu yang tersita dengan edukasi
yang berulang

5.1.3. Opportunities (O)


a. RSUP Fatmawati Jakarta yang tengah mempersiapkan diri menuju
akreditasi dari Join Comission International (JCI) pada akhir tahun
2013, dimana salah satu unsur penilaian berupa proses edukasi yang
diberikan bagi pasien dan keluarga.
b. Upaya menekan angka kejadian ulcus pressure dan jatuh dirumah
sakit merupakan salah satu penilaian dalam JCI, sehingga
pendidikan kesehatan menggunakan booklet dapat sejalan dengan
program tersebut.
c. Dukungan dari pihak management RS dan instalasi sebagai
pemangku kebijakan terhadap program edukasi kesehatan karena
sesuai dengan program yang ada di RS.

5.1.4. Treath (T)


a. Tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan sebagai dampak meningkatnya sumber informasi
kesehatan yang mudah didapatkan mendorong pihak RS untuk terus
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


128

b. Berkembangnya persaingan dalam memberikan pelayanan terbaik


yang antar rumah sakit guna menarik para pelangganya. Termasuk
dalam hal pemberian pendidikan dan informasi kesehatan kepada
pasien dan keluarga.
c. Tuntutan kesiapan RSUP Fatmawati dalam menghadapi program
BPJSN yang rencananya akan dimulai pada awal tahun 2014.

5.2. Kegiatan Inovasi


5.2.1. Persiapan pelaksanaan inovasi
Persiapan yang penulis laksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan
inovasi meliputi :
a. Penyusunan instrument penilaian pre dan post ranah inovasi
Lembar instrumen penilaian inovasi yang telah disusun meliputi
ranah kognitif, afektif dan psikomotor terkait manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan jatuh.
Seluruh kuisioner bersifat objektif, dimana pasien diminta memilih
jawaban yang paling benar yang telah disediakan sesuai dengan
petunjuk soal. Kuesioner pengetahuan berupa pilihan ganda, dan
pilihan ya dan tidak, kuesioner sikap berisikan persetujuan pasien
mengenai suatu hal meliputi tidak setuju, ragu-ragi dan setuju
sedangkan ranah perilaku menggunakan check list yang diisi oleh
perawat sesuai dengan perilaku yang ditunjukan pasien.

b. Penyusunan media pembelajaran (lembar balik) dan booklet


Penulis menggunakan media pembelajaran untuk mempermudah
penyampaian tujuan kepada pasien dan keluarga dengan
menggunakan lembar balik dan booklet. Lembar balik dan booklet
berisi materi mengenai manajemen nyeri, pencegahan konstipasi,
pencegahan dikubitus dan pencegahan jatuh di rumah sakit.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


129

5.2.2. Pelaksanaan inovasi


Pelaksanaan inovasi dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan, yaitu pada
bulan Nopember 2013. Adapun kegiatan inovasi meliputi :
a. Penetapan jumlah pasien dan tempat pelaksanaan inovasi
Penulis menetapkan pasien yang dilibatkan dalam pelaksanaan
kegiatan inovasi berjumlah 10 orang pasien. Pasien adalah mereka
yang menjalani rawat inap karena gangguan system
musculoskeletal di ruang GPS lantai 1 RSUP Fatmawati Jakarta
yang mengalami beresiko atau nyeri, beresiko konstipasi,
mengalami dekubitus dan beresiko jatuh.

b. Tahap pelaksanaan inovasi :


Ada.pun tahap-tahap pelaksanaan inovasi yang telah dilaksanakan
meliputi :
b.1. Informed consent
Pada tahap ini penulis secara lisan telah menjelaskan tujuan
kegiatan pelaksanaan program inovasi, menjelaskan tahap
kegiatan inovasi, dan meminta kesedian pasien dan keluarga
secara lisan untuk berpartisipasi dalam kegiatan inovasi.
Seluruh pasien dan keluarga secara lisan bersedia
berpartisipasi dalam kegiatan inovasi.
b.2. Observasi perilaku pasien dan keluarga pra intervensi.
Dengan menggunakan lembar check list perilaku, penulis
mengamati perilaku pasien dan keluarga dalam upaya
mengatasi nyeri, pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus
dan pencegahan jatuh. Lembar observasi pre intervensi (awal)
berisi 19 item perilaku yang harus diamati.
b.4. Pengisian kuesioner oleh pasien/keluarga
Meminta kesediaan pasien/keluarga untuk mengisi kuesioner
mengenai pengetahuan dan sikap mengenai manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


130

jatuh. Questioner diisi oleh pasien dengan keluarganya,


kemudian minta kembali untuk dilakukan penilaian.
b.5. Pelaksanaan kegiatan praktik inovasi
i). Kognitif :
Tahap pertama dalam kegiatan pendidikan kesehatan,
penulis melaksanakan pendidikan kesehatan kepada
pasien dan keluarga dengan mengunakan media lembar
balik dan booklet dalam waktu 20 menit.
ii). Psikomotor
Tahap ini dilakukan setelah terlebih dahulu memberikan
jeda waktu kepada pasien dan keluarga beristirahat. Jeda
waktu praktik berlangsung 2 jam s.d 24 jam. Pendidikan
kesehatan terkait psikomotor meliputi : praktik
manajemen nyeri, praktik alih baring dan pencegahan
dikubitus dan memodifikasi lingkungan dan tempat tidur
guna pencegahan jatuh. Kegiatan praktik dilaksanakan
selama 20 menit.
b.6. Evaluasi pasca intervensi
i). Evaluasi pengetahuan dan sikap
Evaluasi pengetahuan dan sikap dilaksanakan 2 hari
setelah pendidikan kesehatan. Evaluasi dilakukan dengan
memberikan kuesioner pengetahuan dan sikap yang sama
dengaan kuesioner saat pra-intervensi kegiatan inovasi.
ii). Evaluasi perilaku
Evaluasi perilaku pasien dan keluarga dilaksanakan 2
hari setelah pendidikan kesehatan dengan menilai
kemampuan pasien dan keluarga dalam melaksanakan
upaya manajemen nyeri, pencegahan konstipasi,
pencegahan dikubitus dan pencegahan jatuh dengan
menggunakan lembar checklis.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


131

iii). Evaluasi keberhasilan manajemen nyeri, konstipasi,


dikubitus dan dan kejadian jatuh
Evaluasi terhadap kondisi pasien dilakukan secara
periodic sampai akhir kegiatan inovasi yaitu 6 Desember
2013. Evaluasi dilakukan dengan meminta keterangan
langsung pasien/keluarga mengenai respon pasien terkait
nyeri dan manajemen nyeri, kejadian konstipasi, kejadian
dikubitus dan kejadian jatuh selama pasien dirawat di
rumah sakit.

5.2.3. Karakteristik pasien dalam inovasi


Pasien dalam kegiatan inovasi 10 orang pasien dimana 3 pasien wanita
dan 7 pasien laki-laki. Masalah kesehatan yang dihadapi pasien adalah
100 % mengalami fraktur pada ekstremitas bawah meliputi 20% pasien
fraktur region kruris, 40 % pasien fraktur femur dan 40% pasien fraktur
hip. 100% pasien mengalami nyeri, dan menjalani imobilisasi pasca
fraktur, dan beresiko tinggi jatuh pada fase ambulasi jalan.

5.3. Hasil Inovasi


Penetapan hasil penilaian dari masing-masing ranah pengetahuan, sikap,
perilaku dan kejadian jatuh ditetapkan berdasarkan penilaian sebagai berikut:
Pengetahuan: <56% menjawab benar pengetahuan kurang, 56-75%
pengetahuan cukup dan >75% pengetahuan baik. Sikap : prosentase total score
< nilai mean sikap kurang baik, prosentase total score ≥ nilai mean sikap baik.
Penilaian perilaku dilakukan dengan mengidentifikasi perilaku pasien dan
keluarga yang mendukung untuk kemudian dinilai prosentase rata-rata
dukungan pasien dalam upaya manajemen nyeri, pencegahan konstipasi,
dikubitus dan pencegahan jatuh. Total skor prosentasi akhir menunjukan
dukungan pasien terhadap program pendidikan kesehatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


132

a. Hasil sebelum inovasi


a.1. Pengetahuan pasien sebelum inovasi

Pengetahuan Sebelum Inovasi


Cukup
20%

Baik
80%

Diagram 5.1. Pengetahuan Pasien Sebelum Inovasi (n=10)

Dari diagram 5.1. diatas dapat dijelaskan bahwa sebelum


kegiatan inovasi pengetahuan pasien mengenai manajemen
nyeri, pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan
pencegahan sebagai berikut 20% pasien memiliki pengetahuan
yang cukup dan 80% memiliki pengetahuan yang baik.

a.2. Sikap pasien sebelum inovasi

Sikap Sebelum Inovasi


60% Cukup Baik 40%

Diagram 5.2. Sikap Pasien Sebelum Inovasi (n=10)

Dari diagram 5.2. diatas dapat dijelaskan bahwa sebelum


kegiatan inovasi sikap pasien mengenai manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan
sebagai berikut 40% pasien memiliki sikap yang kurang baik
dan 80% memiliki sikap yang baik.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


133

a.3. Perilaku pasien sebelum inovasi

Perilaku Sebelum Inovasi


Kurang Baik 27%
Baik 73%

Diagram 5.3. Perilaku Pasien Sebelum Inovasi

Dari diagram 5.3. diatas dapat dijelaskan bahwa sebelum


kegiatan inovasi perilaku pasien mengenai manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan
sebagai berikut pasien rata-rata menunjukan 27% bentuk
perilaku yang kurang baik dan 73% bentuk perilaku yang baik.

b. Hasil Setelah Inovasi


b.1. Pengetahuan pasien setelah inovasi

Pengetahuan Setelah Inovasi


CUKUP
10%

BAIK
90%

Diagram 5.4. Pengetahuan Pasien Setelah Inovasi

Dari diagram 5.4. diatas dapat dijelaskan bahwa setelah


kegiatan inovasi pengetahuan pasien mengenai manajemen
nyeri, pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan
pencegahan sebagai berikut 10% pasien memiliki pengetahuan
yang cukup dan 90% memiliki pengetahuan yang baik.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


134

b.2. Sikap pasien setelah inovasi

Sikap Setelah Inovasi


Cukup Baik 10%

90%

Diagram 5.5. Sikap Pasien Setelah Inovasi

Dari diagram 5.5. diatas dapat dijelaskan bahwa setelah


kegiatan inovasi sikap pasien mengenai manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan
sebagai berikut 10% pasien memiliki sikap yang kurang baik
dan 90% memiliki sikap yang baik.

b.3. Perilaku pasien setelah inovasi

Perilaku Setelah Inovasi


Kurang Baik 19 %
Baik 91%

Diagram 5.6. Perilaku Pasien Sebelum Inovasi

Dari diagram 5.6. diatas dapat dijelaskan bahwa setelah


kegiatan inovasi perilaku pasien mengenai manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan
jatuh sebagai berikut pasien rata-rata menunjukan 19% bentuk
perilaku yang kurang baik dan 91% bentuk perilaku yang baik.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


135

5.4. Pembahasan
5.4.1. Pelaksanaan inovasi
a. Pasien inovasi
Dari 10 orang pasien dalam kegiatan inovasi, mereka adalah 100%
mengalami fraktur, 100 % fraktur ekstremitas bawah, 80% akibat
kecelakaan lalu lintas dan 20% karena jatuh terpeleset dengan, respon
yang ditunjukan pasien berupa rasa nyeri dan terjadi penurunan
mobilitas fisik. Jenis kelamin pasien 70% laki-laki dan 30%
perempuan, dengan rentang umur 21 tahun sampai dengan 77 tahun.

Cidera atau fraktur diidentifikasi sering mengenai ekstremitas bawah


dibandingkan ekstremitas atas terutama pada tulang panjang. Patah
tulang terjadi seiring dengan peningkatan angka kecelakaan lalulintas
yang juga dialami oleh sebagian besar pasien dalam kegiatan inovasi.
Trauma akibat kecelakaan menyumbang terjadinya angka kematian
dan kecacatan terbesar, dimana 5 dari 10 korban mengalami patah
tulang terutama tulang-tulang panjang pada ekstremitas bawah
(Meling, T., 2010).

b. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan yang digunakan dalam kegiatan inovasi
adalah kuesioner berupa pertanyaan tertutup untuk mengukur
pengetahuan dan sikap serta lembar observasi untuk mengukur
perilaku pasien. Pada evaluasi sebelum intervensi inovasi alat ukur
terdiri dari 34 pertanyaan pengetahuan, 28 pernyataan sikap dan 15
item observasi. Pada evaluasi setelah inovasi kuesioner alat ukur
berubah menjadi 34 pertanyaan pengetahuan, 28 pernyataan sikap
dan 30 item observasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


136

Pertanyaan pengetahuan berada pada level 1 yaitu tahu, dimana


pasien hanya di minta untuk mengingat, memberikan contoh,
memberikan gagasan, fakta dan definisi. Pertanyaan pengetahuan
berupa pertanyaan tertutup yang terdiri dari dua jenis yaitu pilihan
ganda dengan 3 item jawaban yang telah disediakan dan pertanyaan
pilihan ya dan tidak.

Pernyataan sikap berada pada level 3 (memberikan penilaian),


dimana pasien diminta memberikan penilaian atas pernyataan sikap,
membedakan sesuatu yang bersifat positif dan negative, dan menolak
pernyataan yang tidak tepat. Peryataan sikap berupa pertanyaan
tertutup dengan 3(tiga) item pilihan sikap yaitu setuju, ragu-ragu dan
tidak setuju.

Terjadi perbedaan item pada lembar observasi antara sebelum dan


setelah kegiatan inovasi, perubahan tersebut dilakukan karena untuk
menyesuaikan dengan kondisi pasien. Pada kegiatan sebelum inovasi
mayoritas pasien belum dilakukan tindakan pembedahan dan program
rehabilitasi, sehingga ada beberapa item observasi terutama pada
kelompok pencegahan jatuh belum bisa dimasukan karena pasien
masih pada tahap imobilisasi diatas tempat tidur. Item observasi
bertujuan untuk melihat perilaku pasien dan keluarga dalam upaya
menunjang program perawatan seperti melaksanakan manajemen
nyeri, prilaku mengkonsumsi minuman, perilaku ambulasi diatas
tempat tidur dan perilaku dalam pencegahan jatuh. Lembar observasi
hanya memuat 2 pilihan yaitu ya (dilakukan) dan tidak (tidak
melakukan).

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


137

c. Analisa hasil dan pembahasan


c.1. Pengetahuan
Terjadi peningkatan pengetahuan antara setelah intervensi
pendidikan kesehatan dengan memberikan booklet, dimana
sebelum intervensi 80% responden berpengetahuan baik dan
setelah intervensi 90% pasien berpengetahuan baik.

Pada inovasi ini buklet terbukti efektif guna meningkatkan


cakupan pengetahuan pasien sebesar 10 %, dengan perbedaan
mean menjawab benar antara sebelum dan sesudah 27 : 29 (2
selisih poin benar). Penggunaan booklet telah banyak
digunakan dalam kegiatan edukasi, booklet merupakan media
yang digunakan sebagai alat bantu belajar berisi mengenai
materi-materi penting terkait pokok bahasan yang menjadi topik
booklet. Pada sebuah penelitian terkait upaya merubah
pengetahuan dan perilaku dalam pemenuhan kebutuhan gizi
pasien dengan media booklet, didapatkan sebuah kesimpulan
bahwa booklet terbukti efektif guna meningkatkan pengetahuan
pasien dalam upaya pemenuhan gizi dengan p value 0,0018
(Shoutgate, K.M., 2010).

Nilai pengetahuan sebelum inovasi dikatakan baik jika pasien


mempu menjawab 75% pertanyaan dengan benar dan 60-74%
dikatakan memiliki pengetahuan cukup. Hasil scoring terhadap
jawaban pasien diperolehan gambaran bahwa satu pasien mampu
menjawab 61,8% pertanyaan pengetahuan sebelum inovasi dan
64,7% setelah inovasi, sehingga disimpulkan bahwa
pengetahuan pasien cukup. Walaupun masih terdapat responden
yang memiliki pengetahuan cukup secara keseluruhan terjadi
peningkatan prosentase pengetahuan dari 79,7% sebelum inovasi
menjadi 85,3% setelah inovasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


138

Inovasi yang telah dilakukan menunjukan bahwa, penggunaan


media booklet sangat bermanfaat meningkatkan pengetahuan,
dengan booklet pasien dan keluarga memiliki kesempatan untuk
membaca ulang materi yang telah disampaikan pada saat
pendidikan kesehatan sehingga pasien dan keluarga memiliki
pengetahuan yang lebih baik terkait topik booklet.

Sebuah studi telah dilakukan terhadap kelompok usia lanjut


dengan topik program perawatan kesehatan terkait program
pengobatan, perawatan dan menurunkan komplikasi penyakit
yang bersifat individual pada responden disertai dengan
penggunaan booklet sebagai media penunjang pembelajaran.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan
disertai dengan pemberian booklet sebagai alat bantu penunjang
belajar, terbukti efektif secara ekonomi (biaya) dan media yang
dalam pemberian informasi sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan usia lanjut mengenai program perawatan kesehatan
(Kojetin, H.L., & Uhrig, J, 2004).

c.2. Sikap
Sebelum dan setelah inovasi pendidikan kesehatan mengenai
program perawatan terkait topic pembelajaran dengan pemberian
booklet pasien mengalami peningkatan sikap menjadi lebih baik
sebesar 30%, dimana 60% pasien sebelum inovasi bersikap baik
dan setelah inovasi menjadi 90%. Pendidikan kesehatan dengan
pemberian media booklet terbukti efekatif pada kegiatan inovasi
ini.

Penentuan nilai sikap dalam inovasi dilakukan dengan melihat


rata-rata nilai sikap pasien dalam kelompoknya, nilai rata-rata
yang didapatkan adalah 85,9 sebelum inovasi dan 96,1 setelah

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


139

inovasi sehingga terbukti bahwa booklet mampu meningkatkan


prosentase sikap baik pasien. Setelah inovasi terdapat satu
responden yang memiliki sikap kurang baik, dilihat dari
perolehan prosentase menjawab peryataan sikap, pasien
mengalami penurunan dalam perolehan prosentase menjawab
pernyataan sikap yang baik dari 87,5% sebelum inovasi menjadi
82,1% setelah intervensi.

Sebuah studi terhadap kelompok wanita obseitas terkait


pendidikan kesehatan guna mengontrol kondisi pasien dengan
menggunakan berbagai macam petode pembelajaran yaitu fat
booster incorporation, individual dietik treatmen dan booklet.
Booklet pada studi tersebut digunakan pada kelompok kontrol,
hasil studi didapatkan sebuah fenomena dimana tidak terdapat
perbedaan yang nyata dalam upaya mengontrol diet responden,
dimana semua kelompok memiliki sikap yang sama baik dalam
mempengaruhi gaya hidup untuk mengontrol berat badan mereka
(Ash, H., et al, 2006).

c.3. Perilaku
Observasi terhadap perilaku sebelum inovasi terhadap pasien dan
keluarga dalam mendukung program keperawatan dilakukan
setelah evaluasi questioner pengetahuan dan sikap sampai
dengan 2 hari kedepan. Evaluasi perilaku setelah inovasi
dilaksanakan setelah evaluasi pengetahuan dan sikap yaitu pada
hari ketiga setelah dua hari pemberian booklet sampai dengan
akhir masa keperawatan pasien. Proses evaluasi dan inovasi
khususnya perilaku secara keseluruhan diakhiri pada tanggal 6
Desember 2013.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


140

Perilaku pasien antara sebelum dan setelah kegiatan inovasi


mengalami perubahan dimana dari 10 pasien mereka rata-rata
menunjukan 73% perilaku baik sebelum inovasi. Setelah
kegiatan inovasi 10 pasien menunjukan peningkatan perilaku
baik, dimana didapatkan rata-rata 91% prilaku baik ditunjukan
oleh pasien. Dilihat dari perilaku sebelum dan setelah terdapat
peningkatan 18% perubahan perilaku menjadi lebih baik.
sehingga penulis menyimpulkan bahwa booklet efektif dalam
meningkatkan perubahan perilaku kearah yang lebih baik.

Sebuah penelitian terkait upaya pencegahan jatuh menggunakan


pendekatan pendidikan kesehatan dengan menggunakan boolet
sebagai media belajar terhadap 67 responden di 4 rumah sakit di
Amerika dihasilkan data sebagai berikut, terjadi perubahan
perilaku yang baik pada diri responden dalam pencegahan jatuh
dan terjadi penurunan angka kejadian jatuh dengan p value 0,04
(Dykes, P.C., et al, 2010). Studi lain di Perancis mengenai
penggunan media booklet dalam merubah pengetahuan dan
perilaku terhadap 2337 responden dalam intervensi low back
pain, disimpulkan sebuah data dimana perubahan perilaku
kearah yang lebih baik dari responden setelah 3 bulan pemberian
booklet dalam melaksanakan program perawatan low back pain
dengan p value 0,01 (Coudeyre, E., et al, 2007).

Secara kualitatif dari hasil wawancara dengan pasien terkait kegiatan


inovasi, dapat disimpulkan beberapa pernyataan yaitu : pasien dan
keluarga berterima kasih karena telah diberikan informasi kesehatan
dengan baik, pendidikan kesehatan dengan diberikan media dan
booklet lebih menarik perhatian pasien dan keluarga, pasien dan
keluarga akan mencoba membaca dan mempelajari isi booklet,
booklet bisa dibaca sewaktu-waktu dan pasien akan berupaya

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


141

melaksanakan program keperawatan seperti yang ada di booklet.


Berikut ungkapan pasien “Terima kasih telah diberikan informasi
mengenai kesehatan dan telah dipinjami buku”, “Informasinya lebih
menarik dan jelas”, ”Buku ini (booklet) akan kami (pasien dan
keluarga) baca agar kami lebih memahami isinya”, Pernyataan pasien
lain didapatkan bahwa : “buku ini bisa kami baca sewaktu-waktu,
selama kami masih menjalani perawatan di rumah sakit” “harapannya,
kami lebih bisa memahami apa yang sudah perawat sampaikan dan
kami akan melakukan sesuai dengan petunjuk yang ada dibuku”.

Senada dengan apa yang disampaikan oleh pasien, lima orang perawat
ruangan juga mengungkapkan pendapatnya dalam pengunaan booklet
saat pendidikan kesehatan beberapa pernyataan yang dapat para
perawat dapat disimpulkan sebagai berikut : dengan media pendidikan
dan booklet ini isi dari informasi yang disampaikan lebih seragam,
perawat tidak usah belajar dengan mendalam karena bisa membaca
apa yang ada di media, perawat lebih percaya diri ketika
menyampaikan informasi kesehatan, pasien lebih tertarik saat
dilakukan pendidikan kesehatan dan media ini bisa memperbaiki
proses pendidikan kesehatan diruangan.
Kesimpulan dari kegiatan inovasi adalah pendidikan kesehatan yang
dilakukan oleh perawat dengam media pembelajaran booklet efektif
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien dan
keluarga sesuai dengan topik booklet.

5.4.2. Kekuatan inovasi


Beberapa kekuatan yang diidentifikasi dalam inovasi adalah sebagai
berikut :
a. Kepercayaan diri perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan
lebih besar karena ditunjang penggunaan media pembelajaran yang
baik.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


142

b. Perhatian dan keaktifan pasien dan keluarga lebih tampak dalam


kegiatan pendidikan kesehatan.
c. Keterlibatan keluarga dalam program inovasi sangat diperlukan,
karena keluarga merupakan orang terdekat dengan pasien baik di
rumah sakit maupun nanti ketika dirumah.
d. Terbina hubungan yang lebih baik antara pasien-keluarga dan
perawat, dimana pasien sangat kooperatif dalam prosedur
keperawatan sekarang dan ke depan.

5.4.3. Keterbatasan inovasi


a. Sulitnya menemukan pasien yang tepat sesuai dengan sasaran
terutama kesesuaian dengan topik yang ada dalam booklet.
b. Sasaran evaluasi pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah
inovasi belum setara karena kondisi dilapangan terdapat 2 pasien
sesuai dengan topik booklet dimana mereka tidak memungkinkan
dilakukan evaluasi karena; satu pasien mengalami gangguan
penglihatan dan tidak bisa membaca, dan seorang lainya mengalami
paraplegi sinistra akibat strok dan adanya gangguan dalam
berkomunikasi, sehingga perawat lebih banyak melibatkan keluarga.
c. Evaluasi terkait perilaku resiko jatuh dimana item observasi berbeda
antara sebelum dan setelah inovasi, karena perilaku atau aktifitas
pasien akan meningkat ketika memasuki tahap rehabilitasi dan
ambulasi. Kondisi ini akan berpengaruh dalam sistem penilaian
ranah perilaku.
d. Booklet berisikan beberapa prosedur keperawatan seperti alih baring,
mengangkat pasien, melatih dan mendampingi pasien berjalan dan
prosedur lain tidak hanya cukup diberikan saja tetapi pada akhirnya
masih memerlukan peran aktif perawat dalam pelaksanaan tugas
tersebut.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa praktik residensi keperawatan pada pasien dengan gangguan


system muskuloskeletal menggunakan pendekatan model adaptasi Roy, pelaksanaan
EBN pencegahan jatuh dan implementasi inovasi booklet dalam pendidikan
kesehatan, penulis sebagai pemberi asuhan keperawattan, edukator, inovator dan
role model memberikan kesimpulan hasil analisa dan saran sebagai berikut;

6.1. Simpulan
6.1.1. Pengkajian keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy dapat
menggali perilaku pasien yang bersifat adaptif dan inefektif sebagai
respon pasien akibat gangguan system musculoskeletal terhadap model
fisiologis, konsep diri peran dan interdependensi. Pengkajian
mengunakan model adaptasi Roy dapat digunakan sebagai landasan
dalam pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem muskulo skeletal
khususnya pasien yang mengalami fraktur hip. Masalah keperawatan
yang muncul dari hasil pengkajian adalah nyeri akut, keseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan, resiko kekurangan
volume cairan, infeksi resiko infeksi, resiko kerusakan integritas kulit,
resiko konstipasi dan resiko jatuh.
6.1.2. Rencana keperawatan yang ditetapkan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan yang muncul meliputi manajemen nyeri, manajemen
nutrisi, kontrol kecemasan, manajemen cairan, kontrol infeksi,
perawatan luka, perawatan imobilisasi, manajemen penekanan,
manajemen konstipasi dan pencegahan jatuh.
6.1.3. Implementasi keperawatan dilakukan untuk membantu pasien
menemukan kemampuan adaptasi dengan meminimalkan atau
mengontrol stimulus yang mempengaruhi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


144

6.1.4. Pada akhir masa keperawatan pasien telah berhasil keluar dari rumah
sakit dan pulang sesuai program rumah sakit. Pasien sudah mampu
mengontrol dan beradaptasi dengan kondisi nyeri, berupaya
meningkatkan kebutuhan nutrisi, beradaptasi dengan kondisi fisik yang
menimbulkan kecemasan, tidak mengalami kekurangan cairan, infeksi
terkontrol, tidak mengalami ulkus pada kulit akibat penekanan, mampu
melakukan eliminasi (BAB) dan sudah melakukan ambulasi serta tidak
mengalami jatuh.
6.1.5. Hasil pelaksanaan evidence besed nursing penerapan model
multiintervensi dalam pencegahan jatuh pada pasien usia lanjut
didapatkan hasil sebagai berikut; sampai masa akhir keperawatan
dirumah sakit hingga pasien memasuki tahap rehabilitasi dan ambulasi
dari intervensi pencegahan jatuh terhadap 4 pasien dengan fraktur hip
yang beresiko tinggi jatuh didapatkan 100% pasien tidak mengalami
jatuh selama perawatan di rumah sakit.
6.1.6. Kegiatan inovasi dengan pemberian pendidikan kesehatan dan booklet
kepada pasien yang menjalani program perawatan manajemen nyeri,
pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan jatuh
dihasilkan data sebagai berikut;
a. Pengetahuan dan sikap pasien lebih baik dalam upaya manajemen
nyeri, pencegahan konstipasi, pencegahan dikubitus dan pencegahan
jatuh setelah kegiatan inovasi.
b. Perilaku pasien mampu melaksanakan manajemen nyeri,
pencegahan terjadinya konstipasi, melakukan mobilisasi guna
pencegahan dikubitus dan meningkatkan perilaku pencegahan
terhadap jatuh.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


145

6.2. Saran
6.2.1. Perawat dapat menggunakan pendekatan model adaptasi Roy yang di
kombinasikan dengan konsep teori yang bersifat aplikatif atau
prosedural dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien,
khususnya yang mengalami gangguan system musculoskeletal yang
memerlukan proses adaptasi terhadap kondisi fisik, konsep diri, peran
dan interdependensi karena stimulus yang ada.
6.2.2. Penerapan model multi-intervensi keperawatan dengan pendekatan
edukasi kepada pasien secara individu dapat diterapkan guna
mendukung upaya pencegahan jatuh dirumah sakit.
6.2.3. Rumah sakit, khususnya perawat yang melaksanakan pendidikan
kesehatan diharapkan dapat menggunakan media booklet sebagai upaya
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien dalam
mendukung upaya keperawatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R., & Tomey, A.M., (2006). Nursing Theorists and Their Work. Sixth
edition, Mosby, St. Louis.

Admasie, D., Yirga, T., & Wamisho, B.L., (2010). Adult limb fractures in Tikur
Anbessa Hospital Caused by Road Traffic Injuries: Half Year Plain
Radiographic Pattern. Ethiopia Journal Health, 24(1), 61-63.

Ash, S., Reeves, M., Bauer, J., Dover, T., Vivanti, A., Leong, C., Sullivan, T., &
Capra, S. (2006). A Randomised Control Trial Comparing Lifestyle Groups,
Individual Counselling and Written Information In The Management Of Weight
and Health Outcomes Over 12 Months. Proquest Journal Research, 30(1),
1557-1564.

Badley, E.M., Canizares, M., MacKay, C., Mahomed, N., & Davis, A.M. (2013).
Surgery or Consultation: A Population-Based Cohort Study of Use of
Orthopaedic Surgeon Services. PlosOne, 8(6), 1-8.

Barros, A.J, & Hirakata, V.N. (2003). Alternatives For Logistic Regression In
Cross-Sectional Studies: An Empirical Comparison of Models That Directly
Estimate The Prevalence Ratio, Journal of Negative Result s In Biomedicine,
3(21), 1-13.

Bolton, M.A., Lobben, I., & Stern, T.A. (2010). The Impact Of Body Image On
Patient Care, Journal Clinical Psyciatric 12(2), 1-5.

Chen, K.W., Berger, C.C., Manheimer, E, Forde, D., Magidson, J., Dachman, L.,
Lejuez, C.W. (2012). Meditative Therapies for Reducing Anxiety: A Systematic
Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. PMC, 29(7), 545-
562.

Clutt, J., (2008). Oped Reduction and Internal Fixation. Orthopaedic journal, 8(6),
1-3.

Costa, B.R., Rutjes, A.W.S., & Mendy, A., et, al. (2012). Can Falls Risk Prediction
Tools Correctly Identify Fall-Prone Elderly Rehabilitation Inpatients A
Systematic Review and Meta-Analysis. Plos one, 7(7), 1-8.

Coudeyre, E., Tubach, F., Rannou, F., Baron, G., Coriat, F., Brin, S., Revel, M., &
Poiraudeau, S. (2007). Effect of a Simple Information Booklet on Pain
Persistence after an Acute Episode of Low Back Pain: A Non-Randomized
Trial in a Primary Care Setting, Proquest Journal Research, 706(8), 1-10.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


147

Craig, A.D. (2003). Pain Mechanisms; Labeled Lines Versus Corvegence in Central
Processing. Annual Review of Neuroscience, 26, 1-29.

Crans, C.G., Silverman, S.L., Genant, H.K., Glass, E.V., & Krege, J.H. (2004).
Association of Several Vertebra Fractures With Reduced Quality of Life
Reduction In The Incidence of Severe Vertebral Fractures by Teriparaside.
Pubmed, 50(12), 4028-4034.

Cristopher, J., Dossous P.M., Ton, Q.V., Hollenberg, J.P., Lorich, D.G., & Lane
JJ.M., (2011). Does Multidisciplinary Team Decrease Complications in Patients
With Hip Fractures. Clinical Orthopaedic and Related Research, 469(1), 1919-
1924.

Cypress, B.S. (2011) Patient-Family-Nurse Intensive Care Unit Experience A Roy


Adaptation Model-Based Qualitative Study, Proquest Journal Research, 11(2),
1-16.

Daykes, C.P., Caroll, L.D., & Hurley, A.. (2010). Falls Prevention in Acut Care
Hospital. American Medical Association, 304(17), 1912-1918.

Depkes RI. (2009). Profil Cidera Akibat Jatuh, Kecelakaan Lalulintas dan Terluka
Benda Tajam/Tumpul Pada Masyarakat Indonesia, Depkes RI.

Depkes RI. (2012). Kementrian Kesehatan RI Mengajak Masyarakat Mencegah


Osteoporosis. Depkes RI.

Doran, (2011). Nursing OutComes State of The Scince. second edition, Library of
Congress Catalogin, United Kingdom.

Drowski & Adam. (2008). Falls Accident Prevention, Oxford University Press,
Oxford.

Edmiston, C.E., Okoli, O., Graham, M.B., Shinski, S., & Seebrok, G.R., (2010).
Evidence for Using Chlorhexidine Gluconate Preoperative Cleansing to Reduce
the Risk of Surgical Site Infection. AORN Journal, 92, (5), 509-518.

Ettinger, B., Black, D., Hughes, D., Pressman, A.R., & Melson, L.J., (2010). Up
Date Fracture Incidence Rates For The US Version of PRAX. Proquest Journal
Research, 21, 25-33.

Galbraith, J.G., Butler, J.S., & Memon, A.R., et al. (2011). Cost Analysis of a Falls-
prevention Program in an Orthopaedic Setting. Clinical Orthopeadic Relation
Research, 469, 3462-3468.

Gloria M. & Bulechek, et all, 2008, Nursing Intervention Classification (NIC), Fifth
edition, Mosby ; St. Louis.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


148

Guten, O., Vas, G., & Huges, J.B. (2009). Use of a Dual Mobility Socket to Manage
Total Hip Arthroplasty Instability. Springer, 46(7), 465-472.

Headbeck, C.J., Enoeson, A., Lopidus, G.A., Blomfeldt, R., Tornkvist, H., Ponzer,
S., & Tidermark, J. (2011). Comparison of Bipolar Hemiarthroplasty with Total
Hip Arthroplasty for Displaced Femoral Neck Fractures: A Concise Four-Year
Follow-up of a Randomized Trial. Journal Bone Joint Surgery, 93, 445-450.

Heather, T., (2009). Nursing Diagnosis : Definition And Clasification Nursing


2009-2011, Blackwell ; St. Louis.

Hill, A.M., Beer, C.E., & Haines, T.P., (2013). Tailored Education for Older
Patients to Facilitate Engagement in Falls Prevention Strategies after Hospital
Discharge; A Pilot Randomized Controlled Trial. Plos one, 8(5), 1-12.

Khan, K.A., & Weisman, S.J. (2007). Nonpharmacologic Pain Management


Strategies in the Pediatric Emergency Department. Pediatric Medical Medicine,
1. 240-247.

Kojetin, H.L., & Uhrig, J. (2004). The Choose With Care System Evidence Besed
Education To Support Informed Health Education And Interventions. Proquest
Sociology, 44(1), 553.

Lissner, S.M., Stanghellni, V., Boeckxtstaens, G., Kann, M.A., Simpen, M.,
Galmiche, J.P., & Fried, M. (2011). Diagnosis and Treatment of Chronic
Constipation a Eropean Perspecitve. Neurogastrology Motility, 23, 697-710.

Lloyd, T., (2011). Creation of a Multi-Interventional Fall-Prevention Program Using


Evidence-Based Practice to Identify High-Risk Units and Tailor Interventions
Creation of a Multi-Interventional Fall-Prevention Program Using Evidence-
Based Practice to Identify High-Risk Units and Tailor Interventions.
Orthopaedic Nursing, 30(4), 249-257.

Maher, A.B., Salmond, S.W., & Pellino, T.S. (2002). Orthopaedic Nursing. Third
edition, W.B Saunders Company, Philadelphia.

Meling, T., Harboe1, K., Arthursson, A.J., & Kjetil Søreide, K. (2010).
Steppingstones To The Implementation of An Inhospital Fracture and
Dislocation Registry Using The AO/OTA Classification; Compliance,
Completeness and Commitment. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine, 18(54), 1-9.

Memtsoudis, S.G., Christopher J. & Yan Ma, et al. (2012). In-Hospital Patient Falls
After Total Joint Arthroplasty: Incidence, Demographics, and Risk Factors in
the United States. Elsevier, 27(6), 823-828.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


149

Mion, L.C., A. Michelle Chandler, M., & Waters, T.M., (2012). Is It Possible to
Identify Risks for Injurious Falls in Hospitalized Patients. The Joint
Commission, 38(9), 408-413.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2008. Nursing Outcames
Classification (NOC), Mosby, United Kingdon.

Moja, L., Piatti, A., Pecararo, V., Ricci, C., Virgilli, G., Salanti, G., Germagnoli, L.,
Liberti, A., & Benfi, G. (2012). Timing Matters In Hip Fracture Surgery
Patients Operated Within 48 Hours Have Better Outcomes, A Meta-Analysis
and Meta-Regression of Over 190.000 Patients. Proquest Journal Research,
7(10), 1-13.

Mooney, M., & Ireson, C. (2009). Occupational Therapy In Orthopaedic and


Trauma. First Edition, Willey-Blackwel, United Kingdom.

Naglie, G., Tansay, C., Kirkland, J.L., Haris, D.J.O., Detsky, A.S., Etehells, E.,
Tomlinson, G., O’Rouke, K., & Goldlist, B., (2002). Interdiscilplinary In Patient
Care For Elderly People Hip Fracture, a Randomized Controlled Trial. Proquest
Journal Research, 167(1), 25-32.

Parker, M.J., Pryor, G., & Gurusamy, K. (2010). Hemiarthroplasty Versus Internal
Fixation for Displaced Intracapsular Hip Fractures: A Long-Term Follow-Up Of
A Randomised Trial. Proquest Journal Research, 92(8), 116-122.

Parker, M.J., Pryor, G., & Gurusamy, K. (2010). Cemented Versus Uncemented
Hemiarthroplasty For Intracapsular Hip Fractures; A Randomised Controlled
Trial In 400 Patients. Proquest Journal Research, 92(1), 116-122.

Pellino, T.A., Teresa, D.B., Gordon, Debra, B., Engelke, Zeena, K., Busse, &
Kjersten et al. (2005). Use of Nonfarmacologic Intervention for Pain and
Anxiety After Total Hip and Total Knee Arthoplasty. Orthopeadic Nursing, 24,
182-192.

Pivec, R., Johnson, A.J., Mears, S.C., Mont, M.A. (2012). Hip arthroplasty. Lancet,
380, 1768-1777

Rodhe, G., Haugeberg, G., Mengshoel A.M., Moum, T., & Whal, A. (2010). Two
Year Change In Quality of Life In Elderly Patients With Low Energy Hip
Fractures, A Case Cotroul Study. Medscape, 11-226.

Roy, S.C. (2009). The Roy Adaptation Model. Third edition, Pearson, New Jersey.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


150

Roy, S.C., & Jhones, D.A., (2007). Nursing Knowledge Developmen and Clinical
Practice. Springer, New York.

Shao, C.J., Hsieh, Y.H., Tsai, C.H., && An Lai, K. (2009). A Nation Wide Seven-
Year Trend of Hip Fractures In The Elderly Population of Taiwan. Elsevier, 44,
125-129.

Shyu, Y.I.L., & Tang, W.R. (2006). Emotional Support Levels Can Predict Physical
Functioning and Health Related Quality of Life Among Elderly Taiwanese With
Hip Fractures, Proquest Journal Research, 17, 501-506.

Southgate, K.M., Keller, H.H., & Reimer, H.D. (2010). Determining Knowledge and
Behaviour Change After Nutrition Screening Among Older Adults, Proquest
Journal Research, 71, 128-133.

Stenvall, M., Olofsson, B, Lundström, M., Englund, U., Borssén, B., Svensson, O.,
Nyberg, L., & Gustafson, Y. (2007). A Multidisciplinary, Multifactorial
Intervention Program Reduces Postoperative Falls and Injuries After Femoral
Neck Fracture. Proquest Journal Research, 18(1), 167-175.

Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung;


Alfabeta.

Tang, P., Hu, F., Shen, J., Zhang, L., & Zhang L.. (2012). Proximal Femoral Nail
Antirotation Versus Hemiarthroplasty: A Study For The Treatment Of
Intertrochanteric Fractures. ScienceDirect, 43(6), 876–881.

Tzeng, M.H., & Yi Yin, C., (2008). Nurse’s Solutions to Prevent Inpatient Falls in
Hospital Patient Rooms. Nursing Economics, 26(3), 179-187.

Wilkinson, M., Nancy, R., & Ahern. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9, EGC, Jakarta.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


1

Lampiran 1 : Kasus resumes


KASUS RESUME RESIDENSI KEPERAWATAN
PENERAPAN MODEL ADAPTASI ROY PADA ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

N0 PENGKAJIAN DIAGNOSA TUJUAN


INTERVENSI & EVALUASI
KEPERAWATAN IMPLEMENTASI
1. Tn. A.S, laki-laki, 30 tahun post orif fraktur pedis, - Nyeri Akut (00132) (1605)Kontrol (1400)Manajemen 15/10/13
digiti 2,3 dan 4, post kecelakaan lalu lintas pulang nyeri nyeri - Nyeri Pasif
kerja. - Impaired transfer (0200) (0221)Terapi latihan
ability (00090) skala 2,
Ambulation ambulasi
10/10/2013 - Ansietas (00146) (5820)Reduksi (5820)Reduksi - T:120/70
Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya, nyeri - mmHg,
Resiko infeksi kecemasan kecemasan
N:84x/mnt, rr
berdenyut, skala 4, berapa lama harus dirawat inap (00004) (1902)Kontrol (6540)Kontrol
karena saya harus bekerja. Factor resiko infeksi :18x/mnt,
infeksi (3660) Wound care S:36,6oC.
Look : terpasang backslap, setelah dibuka tampak kulit - Pasien sudah
pedis atas mengelups dan sudah dihahit, kulit kebiru, berlatih
edem, luka basah ambulasi dan
Feel : jari-jari kaki teraba hangat, capillary reffil < 2 duduk, berdiri
dtk, nadi dorsalis pedis sulit diraba karena ada luka menggunakan
Move : gerakan fleksi dan ekstensi ibu jari dan kruck
kelingking minimal, ankle palm fleksi-ekstensi - pasien mampu
minimal karena nyeri. mengontrol
kecemasan
Hb. 14.0 g/dl, ht:40 %, leukosit 14,600/ul. Eritrosit
- pasien tidak
4,39 jt/ul. GDS : 148 mg/dl.
mengalami
infeksi
Stimulus fokal : luka terbuka pedis, fraktus pedis dan
digiti, hospitalisasi, hiperglikemi.
Stimulus kontekstual : keinginan cepat pulang, tugas
pekerjaan.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


2

2. Tn. S, 37 thn, laki-laki, pekerja swasta, Sudah berhenti - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 1-3-2013
bekerja sejak Post Oref fraktur region cruris, nyeri nyeri - Nyeri belum
25-2-2013 - Ketidakefektifan (0407)perfusi (4070)Circulatory
perfusi jaringan teratasi, skala
Behavior : jaringan perifer percaution nyeri pasif 5,
Tampak luka masih terbuka, ukuran 26 cm x 18 cm, perifer (00204) Status (1100)manajemen aktif 8,
kedalaman luka grade IV, luka berbau kurang sedap, - Ketidakefektifan Nutrisi(1004) nutrisi
pustulasi positif, warna dasar luka kemerahan 90 %, proteksi (00043) (1308) (5820)Reduksi - Perfusi jaringan
slauge (10 %), tampak skin graft 50 % luas luka. adaptation kecemasan perifer tidak
- Keseimbangan nutrisi efektif kuku
Program ganti balut 2 hari sekali dengan kompres kurang dari terhadap (6540)Kontrol
NaCL 0,9 %, terdapat luka dengan kedalaman 2, disabilitas fisik infeksi pucat, kulit
kebutuhan tubuh dingin, nadi
sebagai donor kulit pada bagian anterior femur kanan (00002) (1402) kontrol (3660) Wound care
bagian distal seluas 15 x 16 cm, kulit daerah kaki kecemasan (4120)Manajemen dorsalis pedis
- Ansietas (00146) teraba lemah.
pucat, capillary revil > 2 detik, (0601) cairan
Kulit telapak kaki teraba dingin, sensasi kulit terasa - Resiko kekurangan keseimbangan (0940)perawatan - Keseimbangan
kesemutan, nadi pada dorsalis pedis teraba lemah, 64 volume cairan cairan imobilisasi nutrisi belum
x/mnt. (00028) (1902) kontrol (3500)Manajemen teratasi
Gerakan fleksi masih terasa sakit dan berat - factor resiko penekanan - Pasien masih
Vital sign, T : 120/70 mmHg, N : 92 x/mnt, rr : - Resiko konstipasi infeksi (0450)Manajemen khawatir dengan
22x/mnt, S : 36,4oC. Keluatan otot kanan atas 5555 (00015) (1102) konstipasi kondisi kakinya
bawah 5555, kiri atas 5555, bawah 3, 3, 1, 2. penyembuhan
- Resiko disuse - BAB (+), tidak
Kekakkuan otot pada ankle, skala nyeri 5 pasif. luka primer
sindrom (00040) konstipasi.
Pasien imobilitas, Pasien mengatakan khawatir dengan Bowel
kesembuhan kakinya yang sangat lama eliminasi(0501) - Aktifitas diatas
Integritas kulit tempat tidur
HB. 9,7, g/dl, leukosit 9,8 ribu/ul, glukosa 9,2 g/dl, dan membrane aktif.
albumin 3,6 g/dl. mukosa (1101)
Therapy : cetorolac 3 x 1 ampul IV, ranitidine 3x 1
ampul IV, cefotaxzim 3 x 1 gr IV. Kultur luka
terhadap kuman peyebab infeksi sudah belum
dilakukan,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


3

Stimulus fokal : luka fraktur cruris terbuka, post oref,


post skin graf, perubahan status kesehatan, imobilitas,
Kontekstual : ketakutan dan pikiran negative mengenai
kakinya, pengetahuan mengenai diet kurang,
3. Ny R, 23 Tahun, Perempuan, Islam, G2, P2 A0, post Akut pain (000132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 8-3-2013
partum spontan Di RB Swasta Daerah Depok, berat Ansietas (00146) nyeri nyeri - Terpasang
bayi lahir 3100gr, presentasi bokong, perdarahan post Resiko kekurangan (1402) kontrol (5820)Reduksi pelvic sling,
partum akibat rupture dinding vagina luar dan dalam, volume cairan (00028) kecemasan kecemasan
Rongen : simphysiolysis, Resiko kekurangan (0601) (4120)Manajemen - Nyeri terkontrol,
28/2-2013 volume cairan (00028) keseimbangan cairan 2 pasif, 6 aktif,
Resiko infeksi (00004) cairan (6540)Kontrol - Pasien mampu
keluhan nyeri pada daerah simpisis pubis, nyeri seperti Resiko kerusakan (1902) kontrol infeksi mengontrol
disayat-sayat, nyeri skala 6, jika menggerakan daerah integritas kulit (00047) factor resiko (3660) Wound care kecemasan
pantat nyeri skala 9, klien menjerit keras ketika Resiko konstipasi infeksi (3500)Manajemen - Cairan tubuh
dilakukan penggantian alat tenun, tampak jahitan pada (00015) (1102) penekanan cukup,turgor, <2
dinding vagina, kondisi vagina tampak terdapat bercak penyembuhan (0450)Manajemen dtk,
darah, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah pada luka primer konstipasi perdarahan(-).
skala 5, TB : 160, BB 73 kg, T : 120/70 mmHg, N : 84 Integritas kulit
- Tidak
x/mnt , rr : 22 x/mnt S : 36,7oC. laboratorium 27/2- dan membrane
terjadiinfeksi
2013, HB : 8,5 gr/dl, Ht : 27 %, leukosit : 15,9 rb/ul, mukosa (1101)
terpasang drain dari dinding vagina, post episiotomi, Bowel - Tidak terjadi
terpasang dower cateter. Terpasang infuse NaCl eliminasi(0501) dikubitus
500cc/8 jam, pact red cel 3 kolf, cefotaxim 3x1gr iv, - Tidak terjadi
gentamicin 3x80 mg iv, ketorolac 3x1 amp iv, konstipasi
ranitidine 3x100mg/hr/iv..

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


4

4. Ny, N, perempuan, 35 tahun, Islam, SLTA, Ketidakefektifan pola Status respirasi, Bantuan ventilasi 22/-3-2013
18-3-2013 pernapasan ventilasi (1400)Manajemen - Pola nafas
keluhan utama sesak napas, napas terasa berat, dangkal Akut pain (000132) (1605) kontrol nyeri tidak efektif
30x/mnt, kedua kaki lumpuh tidak bisa digerakkan, Ansietas (00146) nyeri (5820)Reduksi
riwayat CA mamae stadium 3 setelah dilakukan biopsy Resiko kekurangan (1402) kontrol kecemasan - Pasien masa
ariola mamae, pada tahun Pebruari 2012, berhenti volume cairan (00028) kecemasan (4120)Manajemen akhir
setelah 3 kali melaksanakan cytostatika di RS Resiko infeksi (00004) (0601) cairan perawatan
Darmais dengan alasan jenuh. Riwayat keluarga Ca (- Resiko kerusakan keseimbangan (6540)Kontrol pasien pulang :
), Riwayat penggunaan hormonal (KB suntik) 5 tahun, integritas kulit (00047) cairan infeksi - Nyeri belum
Resiko konstipasi (1902) Kontrol (3660) Wound care terkontrol,
MRI : Penetrasi sel Kanker pada vertebra thorakal 1-2, (00015) factor resiko (3500)Manajemen skala 4 pasif.
hasil penilaian AIS : Motorik kiri 28, motorik kanan Resiko disue sindrom infeksi penekanan - Pasien masih
25 (Motorik skor 53), anal motorik (negative), anal (00040) (1102) (0450)Manajemen beresiko
sensasi (positive), light touch kiri 16, kanan 18, pin penyembuhan konstipasi infeksi
prick kiri 16, kanan 18. AIS incomplete C. luka primer
- Tidak terjadi
Integritas kulit
infeksi
TB : 160 cm, BB : 75 kg, diet lunak 1800 kalori, dan membrane
makan habis ½ porsi, terpasang dower kateter, BAB mukosa (1101) - Tidak terjadi
dengan bantuan penekanan di perut setiap 2 hari sekali Bowel Dikubitus
setelah terlebih dahulu diberikan laksantif dulcoax eliminasi(0501) - Tidak
tablet dan mikrolac supositoria, mengeluh perutnya mengalami
nyesak, terutama kalo minum, sehingga sedikit konstipasi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


5

minumnya, baju dan kulit basah oleh keringat, Nyeri - Mobiitas diatas
punggung thorakal 2, nyeri berdenyut, hilang timbul, tempat tidur
skala 6, nyeri meningkat saat dilakukan alih baring, dengan bantuan
Terdapat luka post biopsy pada mamae kiri, luka perawat.
basah.
Pasien selalu menanyakan perkembangan penyakitnya, Setelah dirumah
menanyakan kemungkinan kesembuhan penyakitnya pasien meninggal.
dengan operasi, pasien memiliki harapan bisa berjalan
dan beraktifitas lagi seperti dahulu, ingin mengasuh
dan membesarkan anaknya.
T : 150/90 mmHg, N : 92 x/mnt, S : 37,2oC, rr : 28
x/mnt, Laboratorium : Hb : 11,3 g/dl, Ht 36 %,
leukosit 9200/ul, SGOT 128u/l,
Therapi : ketorolak 3 x 1 ampul, iv, Farmadol 3 x 1
ampul, selubion 1 ampul per drip. Infuse NaCl 0,9 %,
per 8 jam. Oksigen (masker) 5 l/mnt. Program alih
baring log roll tiap 2 jam.

5. Sdr. A, 24 th, laki-laki, Islam, SLTA, montir Akut pain (000132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 11-4-2013
Post debridemen rupture tendon tibialis dextra, tanggal Resiko ketidakefektifan nyeri nyeri - Nyeri teratasi,
8 April 2013, pasca menendang kaca jendela. perfusi perifer (00203) (0407)perfusi (4070) Circulatory nyeri ringan
9/4-2013 Resiko infeksi (00004) jaringan perifer percaution skala 2.
Laserasi kulit derajat 4, rupture tendon tibialis dextra, (1308) (6540)Kontrol
Luka post operasi masih tertutup balutan dan dililit adaptation infeksi - Perfusi jaringan
denga elstic verban, perdarahan (rembasan) negative, terhadap (3660) Wound care baik, kulit
Kulit teraba hangat, kapilary refill < 2 dtk. disabilitas fisik hangat distal,
Pergerakan jari-jari kaki positif (fleksi ekstensi), posisi (1902) kontrol CRT<2dtk
angkel palm flexi, factor resiko - Tidak ada tanda
infeksi infeksi pda
HB 12,9 mg/dl, Ht 39 %, Glukosa 82 mg/dl, klien (1102) pasien
merasakan nyeri sepeti disayat pada daerah luka, skala penyembuhan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


6

6 pasif, tekanan darah 130/70 mmHg, N : 88 x/mnt, S : luka primer


37oC, rr : 18 x/mnt. pasien terpasang infuse RL 500
cc/8 jam, heparinisasi 1000 unit/jam dengan syringe
pump, bolus heparin 5000 unit, cefotaxim 2 x 1 gr iv,
ketorolac 3 x 30 mg iv, ranitidine 3 x 1 ampul iv.

6. Tn. S, 44 tahun, laki-laki, kepala rumah tangga, Akut pain (000132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 19/4/2013
pekerja swasta, Ansietas (00146) nyeri nyeri - Pasien masih
Resiko ketidakefektifan (1402) kontrol (5820)Reduksi merasakan
16-4-2013 perfusi perifer (00203) kecemasan kecemasan nyeri, paif
post kecelakaan lalu lintas post orif fraktur head radius Resiko kekurangan (4070) Circulatory skala 4
dextra dengan pemasangan 1 buah K wire, post volume cairan (00028) (0407)perfusi percaution
debridement, pasien merasa khawatir luka di Resiko infeksi (00004) jaringan perifer (4120)Manajemen - Pasien masih
tangannya terlihat parah, tidak bisa bekerja lama. (0601) cairan khawatir
11/4/2013 keseimbangan (6540)Kontrol dengan kondisi
Erosi jaringan pada distal humerus dan proksimal cairan infeksi tangannya
lengan bawah kanan, luka berbau, balutan basah oleh (1902) kontrol - Perfusi perifer
cairan luka, distal fraktur edema, nadi radialis sulit factor resiko terkontrol,
teraba, capilari refill < 2 dtk, infeksi CRT<2dtk,
Distal fraktur teraba hangat, lengan posisi fleksi, sakit (1102) kulit hangat

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


7

jika digerakan. penyembuhan - Keseimbangan


skala nyeri 8 (aktif) 6 (pasif), posisi lengan fleksi, luka primer cairan tubuh
lengan ditopang menggunakan slink, HB. 7,4 mg/dl, baik
leukosit 12400/UL, eritrosit 3,20 jt/ul.
- Infeksi
terkontrol

7. Sdr. F, Laki-laki, 20 thn, SLTA Akut pain (000132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 22/2/2013
Post debridement rupture tendo digiti manus sinistra, Ansietas (00146) nyeri nyeri - Nyeri
19-2-2013 Resiko ketidakefektifan (1402) kontrol (5820)Reduksi terkontrol
Luka terbalut kasa, rembasan (-), jari-jari edema, perfusi perifer (00203) kecemasan kecemasan
telapak tangan terpasang backslaf posisi fleksi dan Resiko infeksi (00004) (0407)Perfusi (4070) Circulatory - Pasien mampu
dibalut dengan verban elastic. jaringan perifer percaution mengontrol
Jari teraba hangat, CRT < 2dtk (1902) kontrol (6540)Kontrol kecemasan
Fleksi jari 1, minimal, factor resiko infeksi - Perfusi
infeksi (3660) Wound care jaringan distal
Tanda-tanda vital : N:84 x/mnt, rr : 20 x/mnt, TD : (1102) trauma baik,
120/70 mmHg, S : 36 oC. penyembuhan CRT<2dtk
luka primer - Infeksi
Pasien sudah merasakan nyeri berdenyut, muncul terus terkontrol
menerus dan bertambah jika digerakkan jarinya, skala
5. Laboratorium : Hb :11,4 g/dl, HT : 43 %, Leukosit :
5400 /ul, Trombo 211 rb/ul, Erit : 4,32 jt/ul. Kalium :

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


8

3,9 mmol, Natrium : 146 mmol, Klorida : 106 mmol.


Klien membantu ibunya yang seorang janda untuk
mencari nafkah menjadi seorang tukang parkir motor,
dengan kondisinya sekarang dan kedepan klien
kesulitan dan tidak bisa lagi menjadi juru parkir, klien
mengatakan beberapa bulan kedepan akan kesulitan
membantu ibunya.

8. Tn.S, laki-laki, 62 th, SLTA - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 1/3/2013
25/2-2013 nyeri nyeri - Nyeri
Pasien pernah terjatuh dari sepeda motor, Sering - Kerusakan mobilitas (1308) (1100)manajemen terkontrol
memanggul beban berat 50-70 kg, fisik (00085) adaptation nutrisi dengan
Pasien mengatakan merasakan nyeri ketika berdiri, - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi imobilisasi
tubuh bagian bawah terasa lemas jika untuk berdiri, - Resiko konstipasi disabilitas fisik kecemasan
nyeri menyebar mulai dari punggung sampai dengan (1402) kontrol (0450)Manajemen - Pasien beum
(00015) mampu
daerah pantat (glutea) kanan dan kiri, skala 7, saat kecemasan konstipasi
diam skala 3. Bowel melakukan
eliminasi(0501) ambulasi
Pasien hanya berbaring diatas tempat tidur, aktifitas sebelum
Kulit kaki dan tangan teraba hangat stabilisasi
Mobilisasi sangat hati-hati diatas tempat tidur posterior
menggunakan korset pinggang, - Kecemasan
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah penuh pada terkontrol
skala 5, - Pasien mampu
BAB dipemper
BAK keluar lancar tidak ada keluhan, pasien tetapi sedikit 3
mengatakan belum BAB selama 2 hari, Tanda vital : T hari sekali dan
: 140/70 mmHg, N : 64 x/mnt, rr : 20x/mnt, S : 364oC, masih beresiko
Hb : 13,9 mg/dl Ht: 45 %, Albumin 3,7 g/dl, konstipasi.
Leukosit : 7400/ul, Rontgent : Spondilolisthesis pada
lumbal 2-5 dan sacral 1, MRI : destruksi aspek L3,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


9

aspek inferior L4 sinistra, dan aspek superior L5.

Therapi : Rencana program stabilisasi posterior, Terapi


: cetorolax tab 3x1/ hari, Farmadol tablet 3 x 1/ hari,
diet lunak 1800 kalori. Laxadin 1 x 1 sendok takar/hari

9. Ny. S, perempuan, 22 thn, skin lose, bone lose. post - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 26-4-2013
terseret mobil kurang lebih 20 meter, nyeri nyeri - Nyeri belum
23/4/20013 - Ketidakseimbangan (1004) Status (1100)manajemen
nutrisi kurang dari teratasi, skala 4
Post operasi debridement dan pemasangan K wire pada nutrisi nutrisi pasif.
digiti kaki kanan, Pasien merasakan nyeri daerah kebutuhan (00002) (1308) (0221)Terapi latihan
punggung, paha, pantat dan seluruh kaki kanan, skala - Kerusakan mobilitas adaptation ambulasi - Kebutuhan
7, Pasien merasa cemas dengan kondidi kakinya, fisik (00085) terhadap (5820)Reduksi nutrisi belum
Luka terbuka pada kaki grade 4 di dorsalis pedis disabilitas fisik kecemasan terpenuhi
- Ansietas (00146)
sinistra, dan anterior cruris kanan kiri depan, serta (1402) kontrol (4120)Manajemen - Pasien masih
- Resiko imobilisasi
gluteus grade 3 dan grade 2 pada punggung atas kecemasan cairan
ketidakefektifan
kanan, luka tertutup balutan dan tampak bersih.
perfusi perifer
(0407)Perfusi (6540)Kontrol - Pasien belum
Gerakan jari-jari kaki negative, jaringan perifer infeksi mampu
(00203)
(0601) (3660) Wound care mengontrol
Nafsu makan menurun, diet susu tinggi protein 1800 - Resiko infeksi keseimbangan (0450)Manajemen kecemasan,
kalori (6 gelas/hari), Pk lab : 20/4/13 HB 10 mg/dl, ht (00004) cairan konstipasi khawatir akan
30 %, leukosit 13 rb/ul, trombo 386 rb/ul, erit 3,30 - Resiko konstipasi (1902)Kontrol kecacatan.
jt/ul. Albumin 3,2 g/dl. TD : 110/60 mmHg, N : 100 (00015) factor resiko
- Sirkulasi perifer
x/mnt, S : 37,2oC, rr : 20 x/mnt. infuse RL:D5% 2:1/8 infeksi
mengalami
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


10

jam, dower cateter hari ke-2, therapy : ceftriakzon 2x1 (1102) kerusakan
gr/hr iv, farmadol 3x1 gr iv, nerophr 1x150 mg/hr iv, penyembuhan karena skinlise
gentamicin 2x80 mg/hr iv. luka primer yg luas.
Bowel - Infeksi
eliminasi(0501) terkontrol
- Pasien mampu
melakukan
eliminasi
normal

10. Tn. K, laki-laki, 53 th, SLTA - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 13-9-2013
10/9-2013 nyeri nyeri - Nyeri
Post kecelakaan lalu lintas 8/9/2013 di jalan tol, - Kerusakan mobilitas (0200) (0221)Terapi latihan
fisik (00085) terkontrol
sempat pigsan saat kecelakaan, kesadaran CM, GCS : Ambulation ambulasi
E 5, M 6, V 5, - Ansietas (00146) (1402) kontrol (5820)Reduksi - Imobilitas
menggunakan
Imobilisasi, posisi supinasi, leher terpasang neck colar, - Resiko untuk disue kecemasan kecemasan
leher terpasang
Kulit tangan dan kaki teraba hangat sindrom (00040) (0601) (6540)Kontrol
kekuatan otot ekstremitas atas kanan 2,3,3,0 kiri keseimbangan infeksi neckcolar
- Resiko infeksi - Pasien belum
3,3,3,3 ekstremitas bawah kanan 2,3,3,3 kiri 4,4,4,4. cairan (3660) Wound care
(00004) mampu
Nyeri pada daerah leher dan lengan atas kanan, skala (1902)Kontrol (3500)Manajemen
4, T : 130/70 mmHg, N : 88x/mnt, S : 36,3oC, rr : - Resiko konstipasi factor resiko penekanan mengontrol
20x/mnt dangkal dan teratur, ter pasang bikanule nasal (00015) infeksi (0450)Manajemen kecemasan
oksigen 3 lt/menit, semua aktifitas dibantu keluarga - Resiko kerusakan (1101)Integritas konstipasi karena masalah
dan perawat, BAB (-) selama 2 hari, terpasang dower integritas kulit kulit dan (6490)Pencegahan keluarga yang
kateter hari ke-2, skala Norton 14 (resiko sedang (00047) membrane jatuh menumpuk
jatuh), pasien dan istrinya sering menanyakan apakah mukosa - Pasien mampu
kondisinya bisa pulih seperti semula. Bowel melakukan
Rontgen cervical : tervisualisasi spondylosis cervicalis eliminasi(0501) BAB
Hb 14 gr/dl, ht 41 %, leuko 7,9 rb/ul, trombosit 357
- Integritas kulit

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


11

rb/ul, eritrosit 4,48 jt/ul, SGOT 24 u/l, SGPT 17 u/l, baik


ureum 28 mg/dl, kreatinin 0,8 mg/dl, GDS 92 mg/dl,
natrium 137 mmol/l, kalium 3,56 mmol/l, klorida 111
mmol/l.
Th/ Cetorolac 3x30mg/hari iv, ranitidine
3x1ampul/hari iv, N 5000 mg, 1x1 ampul/hari iv,
metylprednison 1x250 mg perhari iv, calmeco drip 1x1
ampul/hari iv.

11. Ny. S, wanita, 63 th - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 18-9-2013.
13/9-2013 nyeri nyeri Pasien pulang 5
Riwayat jatuh terpeleset, Post lateral hip - Impaired transfer (0200) (0221)Terapi latihan hari setelah post
hemiarthoplasti sinistra dgn bone cement, pasien ability (00090) Ambulation ambulasi op :
mengatakan pinggulnya terasa nyeri, nyeri skala 8, - Ansietas (00146) (1308) (5820)Reduksi - Nyeri terkontrol
pasien enggan melakukan fleksi, ekstensi lutut, adaptation kecemasan 2 saat pasif dan
imobilisasi diatas tempat tidur, tidak melakukan alih - Resiko infeksi terhadap (6540)Kontrol 5 saat aktif,
baring, pasien belum memahami perawatan setelah (00004) disabilitas fisik infeksi
pembedahan. Riwayat penyakit jantung (+), DM (-). (1402) kontrol (3660) Wound care - Pasien mampu
- Resiko kerusakan melakukanamul
Resiko jatuh : 60 (resiko tinggi). kecemasan (0940)perawatan
integritas kulit asi jalan dengan
Look : aduksi kedua kaki dengan bantal, pinggul dan (1902)Kontrol imobilisasi
(00047) walker
femur kiri terpasang elastic verban, udema pada factor resiko (3500)Manajemen
dorsalis pedis kiri. - Resiko konstipasi infeksi penekanan - Kecemasan
Feel : kulit ekstremitas distal fraktur hangat, capillary (00015) Bowel (6490)Pencegahan terkontrol
refill, < 2 detik - Resiko jatuh (00155) eliminasi(0501) jatuh - Infeksi
Move : angkel palm aktif, fleksi dan ekstensi lutut (1402) kontrol terkontrol
minimal, masi terasa sakit. kecemasan
- Integritas kulit
(1102)
baik
Data penunjang : Hb : 11,2 g/dl, ht :37%, leukosit 9,7 penyembuhan
rb/dl, luka primer - Pasien mampu
Rontgen : post hemiarthoplasty dengan bone cement (1101)Integritas BAB dikloset.
kulit dan - Tidak

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


12

Therapi : ceftriakzon 2x1gr/hari iv, ranitidine 3x50 membrane mengalami


mg/hari iv, cetorotak 3x30 mg/hari iv. Infuse Nacl 500 mukosa (1909) jatuh
cc/8jam perilaku
pencegahan jatuh

12. An. W, laki-laki 15 tahun, pelajar SLTP - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 27/3-2013
21/3-2013 nyeri nyeri - Nyeri aktif
Riwayat, mengkonsumsi obat TB, 1 thn yg lalu, nyeri - Kerusakan mobilitas (1308) (0221)Terapi latihan
fisik (00085) belum
pada punggung skala 4, jika bergerak terasa nyeri adaptation ambulasi terkontrol, skala
sekali 8, pasien imobilisasi diatas tempat tidur TB, 168 - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi 7,
cm, BB 90 kg, - Resiko konstipasi disabilitas fisik kecemasan
Look : pasien imobilisasi, selalu tiduran diatas tempat (0200) (0450)Manajemen - Pasien masih
(00015) imobilisasi
tidur, kulit berkeringat, kulit basah. Ambulation konstipasi
- Resiko kerusakan - Pasien
Fell : kulit teraba hangat, sensoris ekstremitas atas (1402) kontrol (3500)Manajemen
integritas kulit mengatakan
baik, sensoris mulai berkurang sebatas putting susu. kecemasan penekanan
(00047) masih emrasa
Move : imobilisasi, kekuatan ekstremitas skala atas (0501) Bowel
skala 5, ekstremitas bawah skala 0, eliminasi cemas dengan
(1101)Integritas kondisinya
Bab manual evaluasi, kontraksi spinkter rectal -, AIS kulit dan yang lumpuh
A komplet, Program stabilisasi posterior: membrane - BAB dilakukan
mukosa secara manual.
Data penunjang : 20/3/2013
- Integritas kulit
Laboratorium : Hb : 14,8 mg/dl, ht 44 %, leukosit 19,4
baik
rb/ul, APTT : 36,8 dtk, control : 34,2 dtk, SGOT : 46
mg/dl, SGPT : 66 mg/dl,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


13

Spondylodicitis T1-T3, dengan abses paravetebra T1-


T3, Fraktur patologis T2 angulasi anterior, stenosis
spinalis dan myelopati level T2.

Therapi : oral : paket obat TB : Rimfamisin 600mg,


entabutol 300 mg, pirasinamid 500 mg/ hari, ketorolak
3x30 mg/hari, iv, ranitidine 3x50 mg/hari iv,
ceftriakzon 2x1 gr/hari.
Rencana stabilisasi posterior.

13. Tn. A : laki-laki, 50 tahun, pegawai swasta. - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen Setelah 4 hari
11/3/2013 nyeri nyeri perawatan :
Data Fokus : - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan 15/3/2013
Mengalami kecelakaan kendaraan bermotor, dan ability (00090) adaptation ambulasi - Nyeri belum
terjatuh, fraktur region kruris sinistra, terasa sangat - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi terkontrol, skala
nyeri, skala 7 pasif, T : 140/80 mmHg, N : 92x/mnt, S - Resiko infeksi disabilitas fisik kecemasan 4 pasif.
: 37,7oC, rr : 18x/mnt. (00004) (0200) (6540)Kontrol
Ambulation infeksi - Pasien masih
- Resiko konstipasi imobilisasi
LOOK : pedis kiri sampai dengan cruris terpasang (1402) kontrol (3660) Wound care
(00015) diatas tempat
back slaf, terbalut elastic verban, dorsalis pedis edema, kecemasan (0450)Manajemen
(0601) konstipasi tidur, masih
Feel : teraba hangat pada distal fraktur, luka berbau keseimbangan merasa pusing
tidak sedap cairan dan lemas.
(1902) kontrol - Kecemasan
Move : fleksi dan ekstensi jari minimal, ankle fleksi factor resiko terkontrol
minimal karena nyeri. infeksi - Infeksi
(1102) terkontrol
Laboratorium : Hb : 10,3 g/dl, Ht : 36%, leukosit 16,4 penyembuhan
- Pasien mampu
rb/ul, GDS : 115 mg/dl. Natrium 135 mmol/L, kalium luka primer
melakukan
4,2 mmol/l, klorida 96 mmol/L (0501) Bowel
BAB diatas
Rontgen fraktur distal cruris sinistra eliminasi
tempat tidur
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


14

Therapi : Post operatif : plate and skrew : ceftriakzon dengan


2x1gr/hari iv, ranitidine 3x50 mg/hari iv, cetorotak pempers.
3x30 mg/hari iv. Infuse NaCl 500 cc/8jam

14. Tn. C, laki-laki, 41 tahun, spondilitis TB, suspek B12 - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 26/4/2013
23/4-2013 nyeri nyeri - Nyeri
Preoperatif : - Keseimbangan nutrisi (1308) (1100)manajemen
kurang dari terkontrol 3
Pasien hanya berbaring diatas tempat tidur, adaptation nutrisi hari post op,
Kulit kaki dan tangan hangat, kebutuhan tubuh terhadap (0221)Terapi latihan
(00002) skala 3 pasif.
kekuatan otot 5555/4444, gerakan aktif disabilitas fisik ambulasi
nyeri punggung skala 4, nyeri bertambah saat - Kerusakan mobilitas (0200) (5820)Reduksi - Keseimbangan
bergerak, dan duduk, skala 8, kaki terasa kesemutan . fisik (00085) Ambulation kecemasan nutrisi belum
BB : 44 kg, TB: 155 cm. Lila 19,5 cm, duduk. AIS D, (1402) kontrol (6540)Kontrol terpenuhi
- Ansietas (00146)
Inkomplet,spondilitis TB L3-L4. kecemasan infeksi - Pasien sudah
- Resiko infeksi mampu
Post Op : 24/4/2013, H (0601) (3660) Wound care
(00004) melakukan
Pasien sudad sadar, aldert score 10, rr : 18x/mnt, n : keseimbangan (0450)Manajemen
88x/mnt, T : 120/80 mmHg, S : 36,4oC, pasien - Resiko konstipasi cairan konstipasi mobilisasi jalan
merasakan nyeri pada bagian punggung, skala 6, (00015) (1902) kontrol dengan brace.
terpasang slang drainage darah pada punggung, factor resiko - Kecemasan
perdarahan (150 cc), terpasang dower cateter urin 300 infeksi terkontrol
cc, jernih, terpasang infuse (1102)
- Infeksi
penyembuhan
terkontrol
Therapy : NaCl/8 jam, dan tranfusi PRC 500 cc. luka primer
ranitidine 3 x 1 amp/hr iv, cetorolak 3x1 amp/hr iv, (0501) Bowel - Pasien mampu
ceftriakzon 2x1 gr/hr iv. eliminasi melakukan
BAB di toilet.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


15

15. Tn. S, laki-laki 70 th - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 3 hari setelah
Pasien mengalami trauma akibat tertanduk sapi pada nyeri nyeri perawatan pasien
dorsalis pedis sinistra, post debridemen rupture tendo - Resiko infeksi (1902) kontrol (6540)Kontrol pulang :
dorsalis pedis sinistra, (00004) factor resiko infeksi - Nyeri terkontrol
infeksi (3660) Wound care
Look : daerah trauma tertutup perban, tak tampak (1102) - Infeksi
rembasan darah, luka terjadit rapi, masih basah, penyembuhan terkontrol
tampak edem, kemerahan, terpasang back slab, luka primer
Feel : capillary reffil : < 2dtk, bagian perifer teraba
hangat, nyeri (+) skala 6
Move : pergerakan digiti fleksi positif, ekstensi
tertahan backslap

Hb : 11,5 g/dl, ht : 36 %, leukosit 11,6 rb/dl,


Therapy : infuse RL/8 jam, keterolac 3x50 mg/hari iv,
ranitidine 3x50 mg/hari iv, ceftriakzon 2x1gr/hari iv.
16. Tn. D.S, laki-laki, 37 th. Buruh bangunan - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen - Nyeri
nyeri nyeri terkontrol
Pasien jatuh dari plafon rumah, - Ansietas (00146) (1308) (5820)Reduksi
Imobilisasi, Kulit ekstremitas atas bawah hangat - Resiko infeksi adaptation kecemasan - Kecemasan
ekstremitas bagian bawah tak bisa digerakkan, nyeri (00004) terhadap (6540)Kontrol terkontrol
pinggang skala 6. AIS komplet A, level injuri L1. - Resiko konstipasi disabilitas fisik infeksi - Infeksi
Rontgen, fraktur T12-L1. Pasien merasa sedih dan (00015) (1402) kontrol (0450)Manajemen terkontrol
selalu menangis karena tidak bisa menunggu istrinya
- Resiko kerusakan
kecemasan konstipasi - Bab dengan
melahirkan, pasien menginginkan pulang. Terpasang (1902) kontrol (3500)Manajemen cara manual
integritas kulit
dower kateter hari ke1, terpasang infuse RL 500cc/8 factor resiko penekanan setiap 1 hari
(00047)
jam, hari ke 2. BAB 1 kali sehari dengan manual infeksi sekali
evakuasi. - (0501)Bowel
- Intergritas kulit
eliminasi
baik
Laboratorium : Hb : 12,9 mg/dl, Ht 38 %, leukosit (1101)Integritas
1100 /ul, trombosit 179000/ul, eritrosit 4,39 jt /ul, kulit dan
Post stabilisasi
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


16

APTT 33,6 dtk, control 34,2 dtk, PT 12,9 dtk, control membrane pasien langsung
13,7 dtk, ureum 49 mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, ph mukosa pindah kelantai 4
7,433, PCO2 36,4 mmHg, PO2 98,4 mmHg, saturasi GPS.
O2 97%. GDS 118 mg/dl, Natrium 134 mmol, /l,
klorida 104 mmol/l, kalium 4,15 mmol/l. goldar AB 1 minggu post
resus negative, SGOT 79 u/l, SGPT 32 u/l, stabilisasi pasien
Rontgen : sudah mampu
Paru : tak ada kelainan duduk dengan
Vertebra : fraktur kompresi T12-L1 brace dibatu
petugas.
Th/Cetorolac 3x 1 ampul/hr, iv, Metilprednison 3x125
mg, iv, Meticofal 3x300 mg/hr, iv, Ceftriaxon 2x1
gr/hr, iv, Omiperazol 2x200g/hr, iv, N 5000 1x5000
mg/hr, iv, Infuse RL 500 ml/8 jam,
Post stabilisasi posterior langsung pindah ke lantai 4.

17. Sdr. L, laki-laki 24 th, pekerja pabrik, asal kebumen - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 24/4/2013
Pasca tertabrak truk saat naik sepeda motor nyeri nyeri Pasien rencana
- Kerusakan mobilitas (1308) (0221)Terapi latihan pulang paksa
Data focus : fisik (00085) adaptation ambulasi karena factor
17/4/2013/ Kesadaran compos mentis, pasien tampak - Ansietas (00146) terhadap (0221)Terapi latihan biaya :
lemah, tekanan darah : 110/70 mmHg, N : 96x/mnt, rr : - Resiko kekurangan disabilitas fisik ambulasi - Nyeri belum
20x/mnt, S : 39,4 oC. volume cairan (1402) kontrol (5820)Reduksi terkontrol
(00028) kecemasan kecemasan
Look : terdapat luka post debridement pada region (0601) (4120)Manajemen - Imobilisasi
- Resiko infeksi - Kecemasan
cruris kiri, luka terbuka pada dorsalis pedis kiri, keseimbangan cairan
(00004) belum
terpasang back slaf, hip tampak menonjol, medial cairan (6540)Kontrol
femur kanan edem, diameter 61,3 cm, diameter femur - Resiko konstipasi (1902) kontrol infeksi terkontrol
kiri 58,7 cm, panjang kaki kanan : 88,4 cm, kaki kiri (00015) factor resiko (3660) Wound care - Beresiko
82,2 cm, (1102) (0450)Manajemen kekurangan
Feel : jari-jari teraba hangat, capillary revil , 2 dtk, penyembuhan konstipasi cairan (darah)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


17

nyeri skala 5 pasif. luka primer - Beresiko


Move : pergerakan jari kakikiri (+), ankle minimal, (0501)Bowel infeksi
imobilisasi persendian genu dan hip, eliminasi
- Resiko
Data penunjang : konsipasi
Hb : 7 g/dl, ht : 19%, leukosit : 13,7 rb/ul, trombosit
180 rb/ul, eritrosit : 2,07 jt/ul. Natrium 131 mmol/L,
kalium 4,95 mmol/L, klorida 104 mmol/l, golongan
darah A resus +,
Rontgen : dislokasi HiP sinistra kearah superior,
fraktur medial shaft femur

Therapi : Tramado 3x100 mg/hari iv, ranitidine 3x1


ampul /hr iv, ceftriakzon 2x1 gr/hr iv. Program tranfusi
prc 3 pack.

18. Sdri N, perempuan, 23 th, 01256522 - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen - Nyeri terkontrol
nyeri nyeri
Post operasi orif fraktur tibia fibula sinistra grade 2, - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan - Pasien mampu
tanggal operasi 15 September 2013. Pasien ability (00090) adaptation ambulasi melakukan
mengatakan bagian yang patah terasa nyeri, nyeri - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi mobilitas
seperti ditusuk-tusuk, skala 6, disabilitas fisik kecemasan dengan kruk
- Resiko infeksi didampingi
Look : Luka operasi dabalut elastic perban, tak tampak (00004) (1402) kontrol (6540)Kontrol

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


18

rembasan darah, digiti kaki tampak udem, kecemasan infeksi perawat


Kulit distal fraktur hangat, nadi dorsalis pedis teraba (0200) (3660) Wound care - Pasien
lemah, frekuensi 84 x/mnt, kaki terasa baal, Ambulation mengatasi
pergerakan digiti positif, ankle palm minimal, TD : (1902) kontrol kecemasan
110/70 mmHg, N:84x/mnt, S : 36,8oC, rr : 20 x/mnt. factor resiko dengan berdoa
infeksi
Hasil laboratorium : Hb. 10, 6 gr/dl, ht 32 %, leukosit (1102) - Infeksi
9200/ul, trombosit 253 ribu/ul, eritrosit 4,05 jt/ul. penyembuhan terkontrol
Basofil 0, eosinovil 1%, neutrofil 83%, limfosit 10 %, luka primer
monosit 5%, luc 1.

Therapi : ceftriaksonb2x1gr/ hari, iv, gentamicin 2x80


mg/hari, iv, tramadol 3x1 ampul/hari, iv, ranitidine 3x1
ampul/hari, iv. Dan infuse RL : D 5% 2:1/24 jam.

19. Tn. S, 33th, laki-laki, pekerja swasta. - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 11/10/2013, 4 hari
nyeri nyeri masa keperawatan
7-10-2013 - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan :
ability (00090) adaptation ambulasi - Nyeri
Post kecelakaan kendaraan bermotor, orif closed - Resiko infeksi terhadap (5820)Reduksi terkontrol, nyeri
fraktur genu dextra, Tekanan darah : 120/80 mmHg, N (00004) disabilitas fisik kecemasan pasif skala 3
:84x/mnt, rr : 16x/mnt S : 37,2oC. Kesadaran (0200) (6540)Kontrol saat bergerak
composmentis, keluhan utama nyeri pada lutut kanan Ambulation infeksi skala 5,
setelah pembedahan. (1902) kontrol (3660) Wound care
factor resiko - Pasien sudah
Pasien rujukan dari EKA Hospital, dengan closed (1102) mampu
fraktur genu dextra, dirujuk karena tidak ada biaya. penyembuhan melakukan
luka primer ambulasi
Look : posisi genu ekstensi, terpasang back salf, saat dengan kruk.
dibuka elasticverbannya tampak , patella membengkak - Infeksi
(edem), terdapat luka laserasi post op, disamping terkontrol.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


19

lateral patella kanan panjang 9,6 cm, terpasang slang


drainage, produksi +.
Feel : nyeri tekan sekitar luka, nyeri berdenyut, nyeri
pasif skala 6, nadi dorsalis pedis teraba 84x/mnt, kulit
kaki teraba hangat, capillary refill 1dtk.
Move : program ekstensi genu, imobilisasi patela,
angkle palm distal fraktur positif,

Pasien mengatakan apakah operasi sepertiini harus


dirawat inap lama, berapa lama bisa pulih,saya
khawatir karena saya harus bekerja dan pasti kondisi
saya ini akan mengganggu pekerjaan saya yang banyak
membutuhkan kaki untuk berjalan.
Terpasang dower kateter, 6/10/2013, kondisi bersih.
Data penunjang :
Rontgen : fermented fraktur genu dextra
Laboratorium : Hb. 11.2 g/dl, ht : 34%, leukositt 12,3
rb/ul, trombosit : 223 rb/ul, eritrosit 4,3 juta/ul,
natrium: 136 mmol/L, kalium 5,2 mmOl, klorida 104
mm0l/l

Therapi :
Ketorolac : 3x30mg/hari iv, ranitidine 3x50 mg/hari iv,
ceftriakzon 2x1 gr/hari iv, infuse RL/8 jam, iv.

20. Sdr. A.F, 23 tahun, laki-laki, pekerjaan buruh - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 27/9/2013
nyeri nyeri - Nyeri
Pasien kejatuhan kaca pada pergelangan tangan kanan, - Resiko kekurangan (0601) (4120)Manajemen terkontrol 4
menyebabkan luka robek sepanjang 15 cm. keluhan volume cairan keseimbangan cairan
(00028) hari post, skala
utama nyeri pasif, skala 6. cairan (6540)Kontrol 2 pasif.
- Resiko infeksi (1902) kontrol infeksi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


20

Post operasi 23/9/2013 (00004) factor resiko (3660) Wound care - Cairan tubuh
Post debridement dan repair arteri radialis, tendo infeksi seimbang
fleksor digiti II dan III (1102)
Look : terpasang back slab, dari elbow sampai digiti, penyembuhan - Infeksi
udema pada telapak tangan dan digiti 1 s/d 5 kanan, luka primer terkontrol
rembasan darah (-).
Feel : telapak tangan kanan teraba lebih dingin
disbanding kiri, kapilary reffil < 2dtk, (pada semua
ruas jari).
Move : gerakan digiti II & III fleksi pasif (masih
nyeri), digiti I, IV dan V, fleksi aktif (fleksi minimal)
dan masih nyeri.

Hb : 11,5 gr/dl, Trombosit 34 %, leukosit 8700/ul,


trombosit 172 rb/ul, eritrosit : 3,96 uta/ul. Basofil 0%,
eosinofiln 0%, neutrofil 82%, limfosit 13%, monosit
4%, Luc 1%. APTT : 130 dtk, APTT control 34,2 dtk.
PT : 15,1 dtk, PT control : 13,7 dtk.
Therapi :
Cetorolak 3x1 ampul, Ranitidin 3x1 ampul, tramadol
3x1 ampul, heparin 5000 ui/24 jam, ceftriakson 3x1gr
iv, gentamicin 2x80 mg, iv.

21. Bp. A.D, laki-laki, 45 tahun, buruh, - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 28/10/2013
Data focus : 24/10/2013 nyeri nyeri 3 hari setelah
Pre amputasi : - Resiko kekurangan (0601) (4120)Manajemen amputasi pasien
2 tahun yang lalu mengalami kecelakaan kendaraan volume cairan keseimbangan cairan pulang :
bermotor, mengalami patah tulang terbuka pada region (00028) cairan (6540)Kontrol - Nyeri terkontrol
kruris, sudah pernah menjalani 2 kali pembedahan, - Resiko infeksi (1902) kontrol infeksi skala 2 pasif.
dan terakhir terpasang eksternal fiksasi dengan raw (00004) factor resiko (3660) Wound care

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


21

surface fiksasi eksternal selama 6 bulan. Pasien infeksi - Tidak


mengusulkan agar kakinya diamputasi saja. (1102) mengalami
penyembuhan deviciensi
Tampak kaki kanan mulai jari-jari hingga proksimal luka primer cairan tubuh
region cruris kulit menghitam, kulit kering, deformitas
pedis (ankle) dengan posisi ekstensi, panjang kaki - Infeksi
kanan 85 cm, kaki kiri 88 cm, terkontrol, luka
Nadi dorsalis pedis kanan teraba lemah, kulit teraba rapat,pus
lebih dingin, sensasi kulit distal fraktur masih terasa, negatif
nyeri negative, skala 0,
Gerakan ekstensi fleksi ankle (-), gerakan jari jari-jari
minimal. Tekanan darah : 120/60 mmHg, Nadi radial :
78x/mnt, S : 36,6oC, rr : 16x/mnt.

Data penunjang :
Hb : 13,0 g/dl, ht : 40%, l GDS : 81 g/dl, PT:12,9 dtk,
control PT:13,7 dtk, golongan darah B.

Post Operatif :
24-27/10/2013
Post amputasi above knee kaki kanan, luka masih
terbalut elastic verban, perdarahan negative, posisi
tidur semi fowler, nyeri pada luka skala 5, gerakan
kaki yang sakit aktif, tekanan darah 110/70 mmHg,
Nadi 80x/mnt, S : 36,4oC, rr : 16 x/mnt. Resiko jatuh
skala : 45 resiko sedang, skala Norton : 19 (resiko
rendah dikuitus), HB : 10,3 g/dl, ht : 31 %, leukosit 14
ribu/ul, trombosit 291 rb/ul, eritrosit :3,8 jt/ul.

infuse RL 500 cc/8 jam, ketorolac 3x30 mg/hari iv,


ranitidine 3x50 mg/hari iv, ceftriaxzon 2x1 gr/hari iv.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


22

22. N. V, perempuan 24 tahun single. SLTA - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 16/9/2013
10/9/2013 nyeri nyeri - Nyeri terkontrol
Pasien mengatakan malu dengan kondisi kakinya, - Gambaran diri (1200)Body (5220) Body image
terganggu (00118) skala 2 pasif,
teman-teman sudah menjauhinya 8 bulan akhir ini image Enhancement pasien sudah
karena kakinya cacat, pasien ingin bekerja membantu - Resiko kekurangan (0601) (6540)Kontrol aktif berjalan
ibunya yang sudah janda. volume cairan keseimbangan infeksi dengan kruk.
8 bulan yang lalu kecelakaan lalu lintas, paska dibawa (00028) cairan (3660) Wound care
ke alternative, keluhan nyeri jika menggerakan kaki 5 : - Pasien merasa
- Resiko infeksi (1902) kontrol (4120)Manajemen
senang kakinya
(00004) factor resiko cairan
Look : deformitas femur kanan (hip) tampak infeksi (6490)Pencegahan sudah hampir
- Resiko jatuh pulih
penonjolan pada pinggul, kaki kanan tampak lebih (1909) perilaku jatuh
pendek pencegahan jatuh - Cairan tubuh
Fell : distal fraktur teraba hangat seimbang,
Pergerakan : fleksi hip tidak mampu dan terasa nyeri, mukosa lembab
flaksi ankle jika paha di tahan penuh. turgor < 2 dtk.
- Infeksi
Hemiarthoplasty :11/9/2013 terkontrol,
- Sampai masa
Pasien mengatakan nyeri pada pinggulnya, skala nyeri
akhir perawatan
pasif 6,
pasien tidak
Look : tampak balutan pada sisi lateral, balutan kering,
jatuh
tertutup elastic verbam, kedua kaki aduksi (menjauh),

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


23

produksi drainase positif,


Fell : akral bagian distal hangat, capillary refill , 2
detik.
Move : gerakan ankle dan jari-jari penuh, fleksi patella
dan hip masih terasa nyeri.
Resiko jatuh : 45 (resiko sedang)

Data penunjang :
Hb : 10,5 g/dl, ht : 36 %, leukosit : 11 rb/dl, trombosit
176 rb/ul, eritrosit 4,2 jt/ul.

Therapi : post hip hemiarthoplasty : ceftriakzon


2x1gr/hari iv, ranitidine 3x50 mg/hari iv, cetorotak
3x30 mg/hari iv. Infuse Nacl 500 cc/8jam

23. Tn. S, 63 tahun, laki-laki, Asal dari pemalang (1605) kontrol


- Nyeri Akut (00132) (1400)Manajemen 27/9/2013
(berkelana di Jakarta) nyeri nyeri - Nyeri terkontrol
- Resiko kekurangan
23/9/2013 (1308) (4120)Manajemen
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, mengalami volume cairan
adaptation cairan - Elektrolit
cidera kepala ringan, mual (-), Muntah (-), hilang (00028) terhadap (6540)Kontrol kalium masih
kesadaran (+), GCS saat di ruang GPS (15) : verbal 5, - Resiko infeksi disabilitas fisik infeksi kurang
respon membuka mata (4), motorik (6). Pernapasan (00004) (0601) (0940)perawatan - Beresiko
teratur 16x/menit, nadi 74 x/menit, Tekanan darah - Resiko kerusakan keseimbangan imobilisasi infeksi
140/90 mmHg, S:36,4oC., Brill hematompada kedua integritas kulit cairan (3500)Manajemen - Integritas kulit
palpebra (+), konjungtiva berwarna pink, (00047) (1902) kontrol penekanan baik
factor resiko (6490)Pencegahan
- Resiko jatuh - Beresiko jatuh
Pengkajian orthopedic : infeksi jatuh
Look : tampak above knee dektra terpasang skin traksi (1101)Integritas
Setelah perawatan
dengan beban 5 kg, udema dorsalis pedis (+), kulit dan
2 minggu Pasien
deformitas posisi anatomis kaki kanan rotasi membrane
meninggal di
luar (+), hematom area fraktur (-), luka (-). mukosa
ruang perawatan
Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


24

Feel : kedua punggung kaki teraba hangat, capillary (1909) perilaku


refill distal fraktur 1 detik (normal), nadi pencegahan jatuh
dorsalis pedis kanan teraba lebih lemah 74
x/menit, respon sensoris (+).
Move : ankle palm dekstra (+), imobilisasi kaki kanan
dengan skin traksi.

Nafsu makan baik, porsi makan selalu habis (dengan


bantuan disuapi perawat), minum habis 1,5 liter
aqua/hari. BAB 1 kali sehari pagi hari, BAK terpasang
dower kateter.
T : 150/90 mmHg, N : 88x/mnt, rr : 16 x/mnt S :
36,8oC.
HB : 10,8 mg/dl, HT : 33 %, leukosit 14,5 ribu /ul,
trombosit 302 ribu /ul, eritrosit : 3,98 juta/ul, ureum 62
mg/dl, kreatinin 0,9 mg/ul, GDS 130 mg/dl, Na :137
mmol/l, Kalium : 3,16 mmol/l, klorida: 109 mmol/l.
SG0T:37 u/l, SGPT : 20u/l.
Ro. Cardiomegali
Th/ Tramadol : 3x 1 ampul iv, Ranitidin 3 x 1 ampul
iv, Infus RL/8 jam,

24. Tn. H, laki-laki, 37 tahun, menikah, pedagang. - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 15/11/2013
nyeri nyeri - Nyeri terkontrol
Data focus : 7/11/2013. - Keseimbangan nutrisi (10004)Status (1100)manajemen
kurang dari dengan
2 tahun yang lalu pasien sudah merasakan penonjolan nutrisi nutrisi imobilisasi.
didaerah paha yang sekian hari semakin membesar, kebutuhan tubuh (1308) (0221)Terapi latihan
penonjolan terasa ngilu awalnya, Riwayat TBC (+) (00002) adaptation ambulasi - Nutrisi belum
- Impaired transfer terhadap (6540)Kontrol terpenuhi,
Look : elevasi kulit didaerah medial femur kanan, ability (00090) disabilitas fisik infeksi nafsumakan
warna kulit lebih terang, luka (-), kaki kanan lebih (0200) dan program
- Resiko infeksi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


25

pendek, panjang 78 cm, kaki kiri 82 cm, (00004) Ambulation diet habis.
Feel : ekstremitas bagian distal teraba hangat, nadi - Pasien
dorsalis pedis teraba 68x/menit, masa kenyal dan (1902)Kontrol imobilisasi,
keras, nyeri tekan pada daerah penonjolan. factor resiko dengan
Move : imobilisasi kaki kanan, digerakan terasa sakit, infeksi menggerakan
skala 8 (sedang), ankle palm (+). paha kanan
pasien terasa
Aktifitas imobilisasi diatas tempat tidur, BAB dan sakit, skala 8.
BAK diatas tempat tidur dibantu keluarga, TB : 160
BB : 45 kg (terkesan kurus) - Infeksi
Pasien menganggap ini adalah cobaan untuk terkontrol.
mengurangi dosanya dan menyatakan siap jika harus
diamputasi.

Data penunjang : laboratorium : Hb : 10,9 g/dl, ht : 33


%, eritrosit 3,94 jt/ul, LED 32, SGOT 46 mg/dl, SGPT
46 mg/dl, LDH :481 u/l, PSA 0,8 ng/ml, natrium : 138
mg/dl, kalium 4,55 mmol/L, klorida : 101 mmol/L.
Patologi anatomi : soft tissue tumor curiga low grade
malignancy. Rontgen : fraktur medial femur dextra.

Therapi : Tramadol tablet 3x50 mg/hari.

25. Sdr. F, laki-laki, 26 tahun, single - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 15/11/2013
Pre operatif : nyeri nyeri - Nyeri
- Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan
ability (00090) terkontrol
7/11/2013 UGD, adaptation ambulasi
Post kecelakaan lalulintas, diagnose closed fraktur - Resiko kekurangan terhadap (4120)Manajemen - Pasien sudah
femur 1/3 distal dextra, terpasang imobilisasi skin volume cairan disabilitas fisik cairan latihan berjalan
traksi adhesive, beban 5 kg, pasien mengatakan nyeri (00028) (0200) (6540)Kontrol dengan petugas
pada bagian paha, skala 5, jika digerakan skala 8, - Resiko infeksi Ambulation infeksi - Keseimbangan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


26

merasa kepalanya pusing, posisi tidur tlendelenberg (00004) (0601) (3660) Wound care cairan tubuh
dengan kepala lebih tinggi, tampak pembengkakan - Resiko jatuh (00155) keseimbangan (6490)Pencegahan baik
pada 1/3 distal paha kanan, distal fraktur teraba hangat, cairan jatuh - Infeksi
nadi dorsalis pedis teraba, CRT < 2 dtk, gerakan jari (1902) kontrol terkontrol
kaki kanan fleksi dan ekstensi, BB : 75 kg, TB 168 factor resiko
cm, T : 120/70 mmHg, N radialis : 88x/mnt, irama infeksi - Pasien tidak
teratur, kuat, rr : 18 x/mnt, teratur. (1102) jaruh
penyembuhan
Pasien mengatakan nafsu makannya baik, porsi makan luka primer
selalu habis, bahkan menambah menu makanan dan (1909) perilaku
jajanan dari luar, diet 2000 kalori, minum air putih pencegahan jatuh
mencapai 2100 ml/hari, peristaltic usus kuat, frekuensi
7 x/mnt, buang air kecil lancer, 8-9 kali sehari.

Pasien badrest diatas tempat tidur, Skala jatuh : 45 +


ada cidera kepala (resiko tinggi), Norton : 14 resiko
sedang dekubitus, pasien mendapatkan bantuan dalam
hal toileting, bathing, dikubitus negative, kekuatan otot
pada ekstremitas yang sehat skala 5, pasien
mengatakan bisa istirahat dan tidur dengan baik di RS,
tidur siang sewaktu-waktu, tidur malam jam 20.00-
05.00, kadang terbangun tengah malam dan tertidur
lagi.

Status mental baik, kesadaran penuh, memori jangka


panjang baik, jangka pendek baik, kemampuan
orientasi baik, reflek tendo bagian yang sehat baik,
pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit gula dan hipertensi.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


27

Post operatif stabilisasi fraktur dengan internal fiksasi


plate and skrew, program pemasangan CPM 90
derajat, posisi tidur semifowler, terpasang slang
drainage pada luka post operatif, tampak darah
mengalir keluar, balutan elastic kering, noda darah (-
),Pasien merasakan nyeri pada daerah operasi, gerakan
pasien pasif menggunakan cpm, program 90 derajat.
Resiko jatuh skala 55 (resiko tinggi), skala Norton 19
(resiko rendah dekubitus), skala nyeri 7.

26. Ny. S, perempuan, 53 tahun, ibu rumah tangga (janda) - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 29/11/2013
21/11/2013 nyeri nyeri - Pasien mampu
Pasien jatuh terpeleset di rumah, closed fraktur colum- Kerusakan mobilitas (1308) (0221)Terapi latihan
fisik (00085) mengontol
femur sinistra, dan tibia fibula 1/3 distal sinistra. nyeri adaptation ambulasi nyeri, Cruris
- Resiko kekurangan
pada daerah betis, nyeri seperti disayat-sayat, skala 6 terhadap (4120)Manajemen terpasang
pasif dan ketika perpindahan posisi skala 9, volume cairan disabilitas fisik cairan backsap
Tampak pembengkakan pada daerah hip dan daerah (00028) (0200) (6540)Kontrol
- Cairan tubuh
distal kruris, - Resiko infeksi Ambulation infeksi
seimbang,
Kulit distal fraktur teraba hangat, capillary refill distal
(00004) (0601) (3660) Wound care
fraktur < 2 detik, nyeri tekan daerah cruris. keseimbangan (0940)perawatan mukosa lembab
- Resiko kerusakan turgor elastic
Pasien cemas saat penggantian alat tenun, tidak pernah cairan imobilisasi
integritas kulit - Infeksi
menggerakan kakinya, kaki tidak terpasang (1902) kontrol (3500)Manajemen
(00047) terkontrol
imobilisasi, posisi kaki selalu ditekuk, gerakan jari +. factor resiko penekanan
- Resiko konstipasi (1102) (0450)Manajemen - Intergritas kulit
Perut tampak datar, Peristaltik usus 5 x/mnt, lemah, (00015) penyembuhan konstipasi utuh
perkusi lapang perut hipertimpani, palpasi perut - Resiko jatuh (00155) luka primer (6490)Pencegahan
- Pasien sudah
lembut, teraba masa feses pada area kolon tranfesum (1101) Integritas jatuh
mampu BAB
dan desenden. Pasien mengatakan 4 hari belum buang kulit dan
dengan
air besar, BAK terasa lancer, ditampung membrane
pempers
menggunakan pempers. mukosa (1101)
(0501)Bowel - Pada akhir

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


28

Pasien menderita strok 2 tahun yang lalu, dan eliminasi masa residensi
mengalami paraplegi pada sisi sinistra, bicara pelo, (1909) perilaku pasien tidak
daya ingat jangka panjang baik (meng ingat bulan apa pencegahan jatuh mengalami
dia sakit 2 tahun yang lalu), daya ingat jangka pendek jatuh
baik, orientasi tempat, waktu dan orang baik.

Tekanan darah 160/90 mmHg, N : 84 x/mnt, rr : 20


x/mnt, S : 36,6oC.
Pemeriksaan Penunjang Hematologi : HB ; 12, 1 g/dl,
Ht 36 %, leukosit 12 ribu /ul, LED : 109 mm, Hitung
jenis : basofil 0%, eosinofil 2%, neutropil 75%,
limfosit 16%, monosit 6%, luc 2%. Hematosis : APPT
: 44.0 dtk, control 34,2 dtk. Fungsi ginjal : ureum 56
mg/dl, kreatinin 1,1 mg/dl. Glukosa darah : puasa 140
mg/dl, 2 jam PP 178 mg/dl. Lemak : kolesterol 233
mg/dl, kolesterol LDL : 153 mg/dl. Analisa gas darah
: PH, 7,4449, PCO2 25,9 mmHg, PO2 : 123,4 mmHg,
total CO2 : 25,4 mmHg.
Rontgen : jantung cardiomegali : CTR > 50 %, fraktur
colum femur sinistra, fraktur tibia-fibula distal sinistra.
Th/ Amlodipin 1x10 mg, ascardia 1x80 mg,
meloksikam 1 x 15 mg,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


29

27. 2/12-2013, 08.00 WIB. - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 6/12/2013
Sdr. Y : laki-laki 21 th nyeri nyeri - Pasien sudah
Pre amputasi, Pasca tergilas truk, Post stabilisasi open - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan
ability (00090) mampu
fraktur mshaft dan supracondiler femur sinistra grade adaptation ambulasi mengontrol
III, sudah terpasang fiksasi eksternal, tampak bone - Resiko kekurangan terhadap (4120)Manajemen nyeri, saat ganti
ekspose femur sinistra medial, panjang luka 22 cm, volume cairan disabilitas fisik cairan balutan nyeri
lebar luka 56 cm, kedalaman 3,2 cm, warna dasar luka (00028) (0200) (6540)Kontrol skala 7.
merah, pustulasi (+) minimal pada bagian bone - Resiko infeksi Ambulation infeksi
ekspose proksimal, luka berbau, kultur positif klibsela (1402) kontrol (3660) Wound care - Mobilitas masih
(00004) terbatas
pneumoni. kecemasan (3500)Manajemen
- Resiko kerusakan - Cairan tubuh
Kulit distal fraktur tampak pucat, kulit tampak (0601) penekanan
integritas kulit tercukupi
menghitam (tidak rata), nadi dorsalis pedis pada distal keseimbangan
(00047)
fraktur tak teraba, kapilary refill < 2 detik tetapi lebih cairan - Infeksi
lambat dari yang kanan, Kulit distal fraktur teraba (1902) kontrol terkontrol
lebih dingin, pasien merasa nyeri jika kaki diangkat, factor resiko
- Terjadi
gerakan kaki kiri minimal, kekuatan otot pada infeksi
kerusakan
ekstremitas yang sehat pada skala 5, (fleksi ekstensi (1102)
jaringa kullit
jari kaki dan ankle baik, kekuatan otot ankle dan jari penyembuhan
area glutea kiri.
pada skala 3). luka primer
skore resiko jatuh 55 (resiko tinggi), skala Norton 14 (1101)Integritas
(resiko sedang dikubitus) ( kondisi cukup 4, sadar 4, kulit dan
aktifitas bedrest 1, imobilitas 1, inkontinensia tidak ada membrane
4). mukosa

Tanda vital : T : 110/70, N : 92 x/mnt, rr : 20 x/mnt, S


: 36,7oC. Turgor kulit elastic, kulit lembab, mukosa
basah, pasien program puasa menjelang operasi,
terpasang iv line, pasien mengatakan siap menjalani
amputasi. Posisi tidur selalu supinasi dengan bagian
glutea selalu menempel pada tempat tidur.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


30

Data penunjang :
Rontgen : terpasang fiksasi eksternal raw surface
fiksasi dengan 3 pine pada medial femur, 2 pine pada
distal femur, 2 pine pada proksimal tibia.
Hb : 10 g/dl, Ht : 31 %, leukosit 6900/ul, erittrosit :
3,77 juta/ul. SGOT : 100 u/l, SGPT : 98 u/l, Protein
total : 5,3 g/dl, albumin : 2,6 g/dl. Diet Biasa 2300
kalori.

Therapi : farmadol 3x 100 mg/iv/hr, ranitidine 3x50


mg/hr/iv, ceftriaxzon 2x1 gr/hr. Nacl 0,9%:RL : 1:2
flabot/hari.

28. Tn. Tata, laki-laki, 57 tahun, menikah, wiraswasta - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 6/11/2013, pasien
28/10/2013 nyeri nyeri pulang :
Pre Operasi : - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan - Nyeri terkontrol
Fraktur colum femur sinistra, pasien jatuh terpeleset di ability (00090) adaptation ambulasi
kamar mandi, kecil menderita polio, menderita DM - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi - Pasien mampu
sejak tahun 1997, mendapatkan pengobatan disabilitas fisik kecemasan ambulasi jalan
- Resiko kekurangan dengan walker
menggunakan insulin 5 ui/hari injeksi mandiri, volume cairan (0200) (4120)Manajemen
Ambulation cairan didampingi
(00028)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


31

Imobilisasi skin traksi adhesive, kulit diatas perekat - Resiko infeksi (1402) kontrol (6540)Kontrol petugas
terasa gatal, tampak vesikula kecil pada kulit area (00004) kecemasan infeksi - Keemasan
kruris depan, dorsalis pedis udem, pangkal paha (HIP) (0601) (3660) Wound care terkontrol
membengkak, hematom -, kaki kiri lebih kecil dari - Resiko kerusakan keseimbangan (0940)perawatan
kanan, integritas kulit cairan imobilisasi - Cairan tubuh
Kulit kaki sama hangat, nadi dorsalis pedis kiri, 84 (00047) (1902) kontrol (3500)Manajemen seimbang
x/mnt, pasien merasa nyeri pada pangkal paha, pasif - Resiko konstipasi factor resiko penekanan - Infeksi
skala 2, aktif (saat perbaikan posisi) skala 7, (00015) infeksi (0450)Manajemen terkontrol
Kaki kiri terimobilisasi, gerakan ankle palm dan jari- - Resiko jatuh (00155) (1102) konstipasi - Integritas kulit
jari kaki baik, ekstremitas yang sehat kekuatan otot penyembuhan (6490)Pencegahan yang tertekan
penuh (5) pasien melakukan geralan dengan aktif. luka primer jatuh utuh
Tekanan darah : 150/90 mmHg, Nadi : 84 x/mnt, suhu (1101)Integritas
- Pasien sudah
: 37,2oC, rr : 18x/mnt, Skala resiko jatuh 60 (resiko kulit dan
mampu BAB
tinggi jatuh), skala norton 14 (resiko sedang membrane
dengan
dekubitus). mukosa
pempers
(0501)Bowel
Posisi tidur supinasi kontra traksi, dengan dada dan eliminasi - Tidak
kepala lebih tinggi dari kaki, Bak : 7-8 kali sehari, (1909) perilaku mengalami
lancer tidak ada keluhan, BAB : 2 kali sehari, pasien pencegahan jatuh jatuh
merasa agak sulit BAB karena kotoran keras, BAK dan
BAB dibantu keluarga dan perawat,

Post operatif Hemiarthoplasi sinistra lateral, balutan


bersih, drainage lancar. Posisi kaki aduksi, nyeri pasif,
skala 6,
Kulit distal fraktur hangat, nadi teraba kuat
Gerakan fleksi ankle aktif, fleksi patela minimal
karena nyeri.
Hari ke-3 program latihan jalan, luka kering, tertutup
rapat, pus negative, drain dilepas, Skala resiko jatuh 65
(resiko tinggi jatuh)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


32

Pemeriksaan penunjang :
Rontgen : fraktur colum femur sinistra, osteoarthritis
pada persendian kanan,
Laboratorium : HB 13,5 g/dl, Ht : 40 %, albumin 3.1
g/dl, gula darah puasa 273 mg/dl, HBA 1C : 8,2 %,
trigliserida : 344 mg/dl, kolestrol LDL : 155 mg/dl,
kolesterol total : 206 mg/dl.

Program :
Captropil 25 mg tab/hari oral, metformin 1 tab/hari,
insulin 10 ui sc/hari, humulin 5 ui/hari, tramadol
3x100 mg/hari iv, ceftriaxon 2x1gr/ hari iv,
omeprazole 2x40 mg/hari iv.

29. Ny, O, 63 tahun, perempuan, Janda, pensiunan - Nyeri Akut (00132) 1605) kontrol (1400)Manajemen 18/11/2013
Pertamina nyeri nyeri - Nyeri
11/11-2013 - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan
ability (00090) terkontrol
adaptation ambulasi setelah 3 hari
Pre & post hemi arthoplasti, fraktur colum femur - Konstipasi (0011) terhadap (0450)Manajemen operatif, skala 3
sinistra - Ansietas (00146) disabilitas fisik konstipasi pasif.
Data focus : (0200) (5820)Reduksi
- Resiko kekurangan

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


33

Jatuh dijalan ketika jalan sore, kaki tidak bisa untuk volume cairan Ambulation kecemasan - Pasien mampu
jalan dan terasa sangat nyeri, (00028) (0501)Bowel (4120)Manajemen ambulasi jalan
Tekanan darah : 140/80 mmHg, N : 78x/mnt, S : - Resiko infeksi eliminasi cairan menggunakan
36,7oC, rr :18x/mnt. Pasien mengatakan nyeri pada (00004) (1402)Kontrol (6540)Kontrol walker dengan
pangkal pahanya, skala 6, jika digerakan bisa 9-10. kecemasan infeksi pendampingan
Riwayat penyakit jantung positif, mengkonsumsi obat - Resiko kerusakan (0601) (3660) Wound care
integritas kulit petugas
jantung setiap hari. keseimbangan (0940)perawatan
(00047) cairan imobilisasi - Pasien sudah
Look : terpasang skin traksi adhesive, beban 5 kg, - Resiko jatuh (00155) (1902) kontrol (3500)Manajemen mampu BAB
posisi tidur supinasi, bengkak pada daerah hip sinistra, factor resiko penekanan - Kecemasan
panjang kaki 79,5 cm, kulit distal fraktur tidak pucat, infeksi (6490)Pencegahan terkontrol
edema pada dorsalis pedis (1102) jatuh setelah operasi
penyembuhan - Keseimbangan
Feel : teraba hangat pada distal fraktur, capillary revil luka primer cairan tubuh
<2 detik, (1101)Integritas baik
kulit dan
- Infeksi
Move, : ankle palm aktif, imobilisasi sendi lutut dan membrane
terkontrol
hip oleh skin traksi. mukosa
(1909) perilaku - Integritas kulit
Post hemiarthoplasty lateral, luka terasa nyeri, skala 7 pencegahan jatuh yang tertekan
pasif, luka, terpasang drain, balutan bersih. baik
Kulit kaki hangat, nadi dorsalis pedis teraba 72 x/mnt. - Pasien tidak
Gerakan ankle palm aktif, fleksi lutut belum dilakukan jatuh
karena nyeri.
Hari ke-3 program latihan jalan, luka kering, tertutup
rapat, pus negative, drain dilepas, Skala resiko jatuh 65
(resiko tinggi jatuh)

Therapi : tramadol 3x100 mg/hari oral, ascardia


3x10g/hari oral, lardos 51g/hari oral, laxadine syrup
1x1 sdteh/hari. Rencana hip hemiarthoplasty.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


34

Diagnostik :
Laboratorium : Hb 11,8 mg/dl, Ht 35%, leukosit : 13,3
%, trombosit 467 rb/ul, eritrosit 4.07 jt/ul.
Rontgen : paru-paru dalam baras normal, jantung :
cardiomegali, fraktur colum femur sinistra.

30. Ny. S, 45 th, perempuan, ibu rumah tangga - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen - Nyeri terkontrol
nyeri nyeri
Data focus : - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan - Pasien mampu
Kiriman dari poli klinik, riwayat penderita ability (00090) adaptation ambulasi melakukan
osteoarthritis 3 tahun yang lalu, sendi lutut kanan tidak - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi ambulasi 3 hari
bisa ditekuk. disabilitas fisik kecemasan pasca
- Resiko infeksi himiarthoplasty
Tekanan darah : 120/70 mmHg, N : 84x/mnt, rr : 16 (00004) (0200) (6540)Kontrol
x/mnt S : 36,4oC. Ambulation infeksi - Kecemasan
- (00155) Resiko jatuh terkontrol
(1402) kontrol (3660) Wound care
Look : fleksi patella : sendi patella tampak lebih tinggi, kecemasan (4120)Manajemen setelah operasi
panjang kaki sama panjang, kulit sawo matang warna (1902) kontrol cairan - Infeksi
rata, sendi patella selalu menekuk, tak bisa lurus factor resiko (6490)Pencegahan terkontrol
(1102) jatuh
- Pasien tidak
Feel : nyeri tekan negative, akral bagian distal hangat penyembuhan
jatuh
luka primer
Move : fleksi sendi mencapai 110o lebih dari itu nyeri, (1909) perilaku
ekstensi tidak mampu karena tertahan dan nyeri. pencegahan jatuh

Post operatif, terpasang back slafe, posisi full ekstensi,


terpasang slang drainage, terbalut elastic verband,,
terpasang kateter dan infuse NaCl 500 cc/8jam.
Nyeri pada lutut positif, seperti berdenyut skala 5
pasif.
Therapi : (post poeratif)

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


35

Ceftriaxzon 2x1 gr/hari iv, tramadol 3x100 mg/hari iv,


ranitidine 2x50 mg/hari iv, transamin 3x500 mg/hari
iv, vit k 3x10 mg/hari iv, vit c 3x200 mg/hr/iv.
Rencana tranfusi PRC jika HB < 10 g/dl, terpasang
procain 150 mg/hari.

31. Sdr. M, laki-laki 21 tahun, belum bekerja - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 19/11/2013.
19/11/2013 nyeri nyeri - Nyeri
Data focus : - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan
ability (00090) terkontrol
Riwayat fraktur femur 2 tahun yang lalu, fraktur yang adaptation ambulasi setelah 2 hari
sama terjadi setelah terjatuh saat berlari. Nyeri pada - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi imobilisasi,
paha kanan skala 7, saat digerakan skala 9. Tekanan - Resiko infeksi disabilitas fisik kecemasan skala 2 pasif.
darah : 120/80 mmHg, N : 100x/mnt, rr : 20x/mnt, S : (00004) (0200) (6540)Kontrol
37,2oC. Ambulation infeksi - 3 hari setelah
- (00155) Resiko jatuh orif pasien
(1402) kontrol (3660) Wound care
Look : terpasang skin traksi adhesif, posisi tidur kecemasan (6490)Pencegahan sudah
tlendelen burg, edema ankle negative, (1902) kontrol jatuh ambulasi jalan
Feel : distal fraktur teraba hangat, capillary refill , 2dtk factor resiko dgn kruk
Move : ankle palm aktif fleksi, ekstensi, sirkumduksi, (1102) - Infeksi
jari-jari aktif bergerak (fleksi ekstensi) penyembuhan terkontrol
luka primer - Pasien tidak
Pre operatif : Kekuatan otot ekstremitas yang sehat (1909) perilaku mengalami
skala 5, resiko jatuh : 25 (sedang) pencegahan jatuh jatuh

Paska operatif merasakan nyeri pada luka post op,


skala6, hari ke 3, luka tampak sudah kering, jahitan
luka rapat, drainage sudah tidak berproduksi, infuse
sudah dilepas. pustulasi (-), nyeri pasif skala 4. Mulai
latihan mobilisasi jalan dengan kruk, skala jatuh 50 :
sedang.:

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


36

Hb : 13,6 g/dl, ht :42 %, leukosit 12,3 rb/ul, trombosit


240 rb/ul, eritrosit 4,93 jt/ul, glukosa sewaktu 90
mg/dl, natrium : 139 mmol/l, kalium : 3,78 mmol/L,
klorida : 103 mmol/l, golongan darah O rhesus +.
Radiologi : Fraktur distal femur
Post ORiF fraktur distal femur
Pasien mengatakan nyeri pada pahanya, skala 7.

Therapi :
Pre op : tramadol tablet 3x100 mg/hari oralRL
Post operatif : plate and skrew : ceftriakzon 2x1gr/hari
iv, ranitidine 3x50 mg/hari iv, cetorotak 3x30 mg/hari
iv. Infuse Nacl 500 cc/8jam

32. Tn. S, laki-laki, 30 tahun, Single, pekerja serabutan - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 30/10/2013
nyeri nyeri Pasien pulang 3
24/10-2013 - Impaired transfer (1308) (0221)Terapi latihan hari post operasi
Pre&post orif closed fraktur shaf femur sinistra ability (00090) adaptation ambulasi - Nyeri terkontrol
Menurut keterangan pasien, pasien sudah 4 kali - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi
mengalami patah tulang pada paha kiri hingga disabilitas fisik kecemasan - Pasien sudah
- Resiko kekurangan ambulasi jalan
sekarang. 1. Ketika SD kelas 4 akibat tertindih volume cairan (0200) (4120)Manajemen
temannya, 2 saat kelas 2 SLTP akibat turun dari Ambulation cairan 3 hari pasca orif
(00028)
tangga, dan 3 sekitar 4 tahun yang lalu akibat (1402) kontrol (6540)Kontrol - Kecemasan
- Resiko infeksi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


37

terpeleset, kesemuanya dilakukan proses penyembuhan (00004) kecemasan infeksi terkontrol


secara alternative. Untuk yang ke 4 pasien mengalami - (00155) Resiko jatuh (0601) (3660) Wound care setelah
patah tulang akibat kecelakaan lalu lintas. keseimbangan (6490)Pencegahan pembedahan
Pasien merasakan nyeri pada pahanya, skala nyeri 5 - cairan jatuh - Cairan tubuh
ketika pasif, skala nyeri 8 ketika digerakkan. (1902) kontrol seimbang
Look : deformitas tulang femur, tulang femur factor resiko
memendek, membentuk lengkungan, tak tampak (1102) - Infeksi
adanya luka terbuka. Panjang kaki kiri lebih pendek penyembuhan terkontrol
disbanding yang kanan, kanan 86 cm, kiri 77 cm, luka primer - Pasien tidak
selisih 9 cm. ukuran kaki kiri lebih kecil dari kaki (1909) perilaku jatuh
kanan, diameter paha kanan tengah 46,4 cm, paha kiri pencegahan jatuh
tengah 43,8 cm.

Feel : nyeri tekan pada distal femur, teraba tulang yang


menonjol dengan anomaly bentuk melengkung,
sensoris tetap baik,

Move : Ankle palm (+), imobilisasi kaki kiri terpasang


eksternal fiksasi (bidai),

Konsep diri & peran :


Pasien mengatakan sudah terbiasa dengan kondisinya,
harapannya yang utama adalah tulang pahanya bisa
lurus kembali sehingga dia bisa mencari pekerjaan
untulk membantu meringankan beban orang tua dan
kehidupan ekonomi yang lebih baik. Selama sakit
keperluan pasien dibantu saudara dan orang tuanya.

CT Scan : fraktur 1/3 distal femur dengan


kelainan bentuk tulang femur,

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


38

Laboratorium : Pre Operatif. 17/10/2013 : HB, 13,5


gr/dl, Ht:41%, leukosit 12000 /ul.
Post operatif : post operatif HB : 10.9 mg/dl, Ht: 32%,
leukosit : 15,4 ribu/ul, Eritrosit 3,58 juta/ul.

Ketorolak 3x30 mg/hari iv, ranitidine 3x50 mg hari,


ceftriaxon 2x1 gr/hari iv,

33. Ny. Y, perempuan 46 tahun ibu rumah tangga, SLTA - Nyeri Akut (00132) (1605) kontrol (1400)Manajemen 23/9/2013
Data focus : 19/9/2013 nyeri nyeri 3 hari post
Kiriman poliklinik orthopedic, patah tulang 1 tahun - Impaired transfer(1308) (0221)Terapi latihan operatif : pasien
yang lalu, non union fraktur colum femur sinistra ability (00090) adaptation ambulasi pulang
dengan plat and screw, rencana HIP hemiarthoplasty, - Ansietas (00146) terhadap (5820)Reduksi - Nyeri
T : 110/70 mmHg, N : 76x/mnt, rr :16 x/mnt S : - Resiko kekurangan disabilitas fisik kecemasan terkontrol
36,5oC. tanpa keluhan, jalan menggunakan kruk. volume cairan (0200) (4120)Manajemen
Ambulation cairan - Pasien aktif
(00028) melakukan
Post operatif : 20/9/2013 (1402) kontrol (6540)Kontrol
- Resiko infeksi mobilisasi jalan
Post hemiarthoplasty hari ke 1 kecemasan infeksi
(00004) secara mandiri
Look : terpasang balutan elastic, drainage lancar, (0601) (3660) Wound care
posisi kedua kaki aduksi, edem negative. - Resiko jatuh (00155) keseimbangan (6490)Pencegahan - Keseimbangan
cairan jatuh cairan baik
Feel : distal fraktur teraba hangat, capillary refill < 2 (1902) kontrol - Infeksi

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


39

detik factor resiko terkontrol


infeksi - Pasien tidak
Move : ankle aktif fleksi-ekstensi, pasien masih terasa (1102) jatuh
nyeri sehingga belum melakukan fleksi patella penyembuhan
luka primer
Nyeri pasif skala 6, jika digerakan skala 8. Nyeri dip (1909) perilaku
aha dan pinggul kiri, seperti berdenyut. pencegahan jatuh

Data laboratorium :
HB : 9,6 g/dl, ht 31 %, leukosit 16 r/ul, trombosit : 264
rb/ul, eritrosit : 3,27 jt/ul, GDS :96 mg/dl

Therapi : Ceftriakzon 2x1 gr/hari iv, ranitidine 3x50


mg/hr iv, cetorolac 3x30 mg/hari iv, infuse NaCl 0,9 %
500cc/8 jam. PRC 1 kolf.

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


1

Lampiran 2

KUESIONER PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM


PENCEGAHAN PASIEN JATUH DI RUMAH SAKIT

Inisial Pasien : …………………………. Jenis kelamin : ………………………….


Dx. Medik : …………………………. Waktu : ………………………….

I. Pengetahuan
Jawablah pertanyaan dengan memberikan tanda (√) sesuai jawaban yang dipilih
No Pertanyaan Ya Tdk
1. Pasien harus tetap berjalan ketika kepala terasa pusing
2. Jatuh bisa disebabkan oleh adanya rasa nyeri
3. Lantai yang tidak rata bisa menyebabkan jatuh
4. Jatuh bisa disebabkan oleh ceceran air dilantai
5. Ruangan yang gelap dapat menyebabkan jatuh
6. Tempat tidur yang terlalu tinggi beresiko menyebabkan pasien jatuh
7. Jatuh bisa dicegah dengan menutup jeruji penghalang samping tempat tidur
pasien.
8. Roda tempat tidur harus dalam keadaan terkunci
9. Meniti anak tangga beresiko tinggi untuk mengalami jatuh
10. Kursi dan meja bisa digunakan sebagai alat bantu saat berjalan
11. Jatuh bisa menyebabkan patah tulang
12. Jatuh bisa menyebabkan cidera kepala
13. Biaya pengobatan dirumah sakit dapat membengkak akibat jatuh
14. Jatuh menyebabkan pasien takut beraktifitas
15. Menggunakan alat bantu jalan yang sesuai dapat mencegah jatuh
16. Berpegangan pada fasilitas pegangan tangan, adalah upaya mencegah jatuh
17. Menggunakan sandal yang kesat (anti selip) bisa mencegah jatuh
18. Selalu menempatkan pasien diatas tempat tidur tanpa pengawasan, bisa
mencegah jatuh

Sebelum / Setelah

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


2

II. Sikap

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda (√) sesuai jawaban yang dipilih,
dimana : S : Setuju, R : Ragu-ragu, dan TS : Tidak Setuju.
No Pertanyaan S R TS
1. Saya harus tetap berjalan walau kepala terasa pusing
2. Ketika merasa nyeri, saya harus istirahat dan duduk
3. Walaupun lantai basah, saya akan tetap jalan
4. Saya akan menghindari lantai yang tidak rata atau berlubang.
5. Saya akan meminta bantuan untuk mengeringkan lantai sebelum
digunakan untuk jalan.
6. Saya akan beraktifitas pada ruangan yang terang.
7. Saya lebih lebih merasa nyaman tidur pada tempat tidur yang tinggi
8. Saya berusaha menghindari meniti tangga untuk keperluan apapun
9. Berjalan menggunakan alat bantu jalan yang semestinya (seperti :
kruk/kaki tiga) membuat saya lebih aman untuk berjalan
10. Ketika diatas tempat tidur saya memastikan pagar samping telah tertutup.
11. Saya takut terhadap akibat yang ditimbulkan oleh jatuh.
12. Akibat jatuh dapat merugikan bagi kesehatan saya.
13. Akibat apapun dari jatuh tak berpengaruh bagi saya
14. Walaupun lama rawat inap akan bertambah panjang oleh kejadian jatuh,
saya tetap tidak perduli karena ada yang menangung biaya rumah sakit.

Sebelum / Setelah

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


3

LEMBAR OBSERVASI
PERILAKU PENCEGAHAN JATUH

Identitas Pasien :
Jenis Kelamin :
Diagnosa Medik :
Waktu :
A. Sebelum Pelaksanaan EBN
Berikan tanda (√) sesuai dengan perilaku pasien yang berhasil diamati atau ditanyakan.

No Perilaku Pasien dan Lingkungan Ya Tdk


1. Rile side tempat tidur tertutup
2. Tempat tidur rendah
3. Roda tempat tidur terkunci
4. Pasien mudah meraih kebutuhannya (minuman/tissue/dll) di meja

B. Setelah pelaksanaan EBN

Waktu :

No Perilaku Pasien dan Kondisi Lingkungan Ya Tdk


1. Rile side tempat tidur tertutup
2. Tempat tidur terlalu rendah
3. Roda tempat tidur terkunci
4. Pasien mudah meraih kebutuhannya (minuman/tissue/dll) di meja
5. Telah berlatih mobilisasi jalan dengan petugas kesehatan
6. Berjalan setelah tubuh terasa nyaman (tidak pusing/nyeri sedang)
7. Penerangan ruangan baik saat berjalan
8. Menggunakan alat bantu untuk berjalan
9. Menggunakan alat bantu furniture untuk berjalan
10. Berjalan menggunakan alas kaki anti selip
11. Keluarga mendampingi saat berjalan
12. Berjalan pada lantai yang kering

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


1

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014


CURRICULUM VITAE

Nama : Dafid Arifiyanto


Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tempat/tgl lahir : Pemalang, 20 Oktober 1975
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Staf Pengajar di Stikes Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan
Hobby : Traveling
Alamat : Ds. Kebondalem, Rt 06, Rw 01, Kabupaten. Kendal
Istri : Indah Setyaningsih
Anak : 1. Reina Putri Arfiyani
2. Nayla Regita Arfiyani
Riwayat Pendidikan : TK Adhyaksa Cilacap, 1981
SDN IV Cilacap, 1987
SMP Negeri 2 Tulis Batang, 1990
SMA Jend. Achmad Yani Cilacap, 1993
Akper Univ. Muhammadiyah Magelang, 1996
Prodi Ilmu Keperawatan FK Univ. Diponegoro, 2005
Magister Keperawatan Universitas Indonesia 2013

Universitas Indonesia

Analisis praktek…, Dafid Arifiyanto, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai