Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stunting Pada Balita

2.1.1 Pengertian Stunting

Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh yang terjadi

pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari

kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama

kehidupan sehinga anak terlalu pendek dari usianya. Kekurangan

gizi terjadi sejak bayi masih dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting akan baru nampak setelah

anak berusia 2 tahun (Ramayulis, dkk, 2018).

Balita dikatakan pendek (stunting) apabila nilai z-score-nya

panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut

umur (TB/U) didapatkan hasil yang rendah. Kurang dari -2SD

(standar deviasi) anak dikategorikan dalam stunted (pendek).

Sedangkan kurang dari -3SD (standar deviasi) anak dikategorikan

dalam severely stunted (sangat pendek). Balita stunted akan memiliki

tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, menjadi lebih rentan

terhadap penyakit, dan di masa depan dapat berisiko menurunnya

tingkat produktivitas. Pada akhirnya, secara luas, stunting akan dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan

(Ramayulis, dkk, 2018).

6
7

Stunting adalah suatu keadaan malnutrisi dimana terjadi

kegagalan tumbuh (kerdil) pada balita dan akan terlihat ketika anak

berusia 2 tahun.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

Faktor yang mempengaruhi stunting adalah faktor ibu

(pengetahuan ibu mengenai status gizi, pemberian ASI eksklusif serta MP-

ASI), terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal

Care Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya

akses kepada makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi

(TNP2K, 2017).

2.2.1 Status Gizi

a. Pengertian status gizi

Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi, dimana zat gizi

sangat dibutuhkan oleh tubuh yaitu sebagai sumber energi,

pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, serta sebagai

pengatur proses tubuh (Auliya et al, 2015 dalam Septikasari,

2018). Di Indonesia Istilah gizi (ilmu gizi) dikenal pada tahun

1950-an, sebagai terjemahan dari kata Inggris ”nutrition”. Kata

gizi sendiri berasal dari kata “ghidza” yang dalam bahasa Arab

berarti makanan. Ilmu gizi merupakan makanan dan minuman

yang mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh


8

tubuh. Gizi disebut juga sebagai ilmu pangan, makanan dan zat

gizi, sumber zat gizi pada makanan, makanan yang dikonsumsi.

Reaksi, interaksi serta keseimbangannya yang dihubungkan

dengan kesehatan dan penyakit. Selain itu meliputi juga proses-

proses pencernaan pangan, serta penyerapan, pengangkutan,

pemanfaatan dan ekskresi zat-zat oleh organisme. Zat Gizi

(nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk

melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun

dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan

(Miharti, dkk, 2013).

Pedoman Empat Sehat Lima Sempurna pertama kali

dikrnal pada tahun 1950 oleh Prof dr. Poerwo Soedarmo. Kini

pedoman tersebut diganti dengan Pedoman Gizi Seimbang.

Indonesia kini resmi menggunakan Pedoman Gizi Seimbang

(PGS) untuk meyiapkan pola hidup sehat masyarakat Indonesia

dalam menghadapi “beban ganda masalah gizi”, yaitu ketika

kekurangan dan kelebihan gizi terjadi secara bersama. PGS

diharapkan dapat memperbaiki pedoman sebelumnya, yaitu 4

sehat 5 sempurna yang sudah dipopulerkan sejak tahun 1950an.

Jika 4S 5S menekankan pada makanan pokok, lauk pauk, sayur

mayur, buah dan susu, maka gizi seimbang adalah susunan makan

sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah

yang sesuai dengan kebutuhan tubuh yaitu protein nabati, sayur-


9

sayuran, air putih, minyak dan garam secukupnya, protein

hewani, buah-buahan, karbohidrat, olahraga teratur. terdapat 4

pilar utama dalam prinsip gizi seimbang yaitu mengkonsumsi

makanan yang beranekaragam, menerapkan pola hidup bersih dan

sehat, menjaga berat badan ideal dan pola hidup aktif. Menurut

prinsip gizi seimbang, kebutuhan jumlah gizi disesuaikan dengan

golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktifitas fisik. Tak

hanya itu, perlu diperhatikan variasi jenis makanan (Miharti, dkk,

2013).

b. Klasifikasi Gizi

1). Karbohidrat

Karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C),

hydrogen (H), dan Oksigen (O). Bahan makanan yang

banyak mengandung karbohidrat yaitu golongan makanan

pokok seperti padi-padian atau serealia, jagung, umbi-umbian

dan kacang-kacangan kering.

2). Lemak

Lemak terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hydrogen

(H), dan Oksigen (O), dengan kandungan oksigen lebih kecil

daripada yang terdapat dalam karbohidrat. Bahan makanan

yang banyak mengandung lemak, antara lain:

a. Lemak hewani : Semua lemak hewani, termasuk susu,

mentega, keju dan kuning telur


10

b. Lemak nabati : Minyak kelapa, kacang-kacangan dan

alpukat

3). Protein

Protein terdiri atas unsurunsur karbon (C), hydrogen

(H), dan Oksigen (O), nitrogen (N) dan kadang-kadang sulfur

(S) yang tersusun atas bentuk asam-asam amino. Protein

dapat ditemukan baik dari makanan nabati maupun hewani :

a. Protein hewani, misalnya daging, ikan, telur susu dan keju

b. Protein nabati, misalnya kacang-kacangan, tahu, dan

tempe

4). Vitamin

Vitamin merupakan ikatan-ikatan organic yang

membantu berbagai reaksi biokimia dalam tubuh. Sumber

vitamin lebih banyak terdapat pada sayur-sayuran dan buah-

buahan.

5). Mineral

Mineral adalah unsur-unsur atau ikatan-ikatan

anorganik yang memegang peranan penting dalam reaksi-

reaksi metabolism dan sebagai bagian structural jaringan

tubuh seperti tulang. Fungsi mineral adalah sebagai berikut :

Mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan

jalan penggunaan pembentuk asam (acid forming elements),


11

yaitu Cl, S dan P dan mineral pembentuk basa (base forming

ements, yaitu Ca, Mg, K dan Na.

a. Berperan dalam tahap metabolism tubuh. Mengkatalisasi

reaksi yang bertalian dengan pemecahan karbohidrat,

lemak dan protein serta pembentukan lemak dan protein

tubuh

b. Sebagai hormon (Iodium terlibat dalam hormone tiroksin;

Co dalam vitamin B12; Ca dan P untuk membentuk tulang

dan gigi). Sebagai enzim tubuh/sebagai kofaktor (Fe

terlibat dalam aktivitas enzim katalase dan sitokrom)

c. Membantu memelihara keseimbangan air tubuh (klor,

kalium, natrium)

d. Membantu dalam pengiriman isyarat ke seluruh tubuh

(kalsium, kalium dan natrium)

e. Sebagai bagian cairan usus (kalsium, magnesium, kalium

dan natrium

f. Berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang,

gigi dan jaringan tubuh lainnya (kalsium, fosfor, fluorin,

dan magnesium)

6). Air

Air berperan sebagai pelarut dan sebagai alat transport

zat-zat gizi serta sisa-sisa pencernaan dan metabolisma. Ada

tiga sumber air bagi tubuh, yaitu air yang berasal dari
12

minuman, air yang terdapat dalam makanan yang kita makan,

serta air yang berasal dari hasil metabolisme di dalam tubuh.

Fungsi air bagi tubuh adalah berikut ini :

a. Pelarut zat gizi.

b. Fasilitator pertumbuhan.

c. Sebagai katalis reaksi biologis.

d. Sebagai pelumas.

e. Sebagai pengatur suhu tubuh.

f. Sebagai sumber mineral bagi tubuh (Miharti, dkk, 2013).

c. Pengelompokkan zat gizi

1). Berdasarkan fungsi

a. Sumber zat tenaga = karbohidrat, protein, lemak

b. Sumber zat pengatur = protein, air vitamin dan mineral

c. Sumber zat pembangun = protein, lemak, vitamin dan

mineral

2). Berdasarkan jumlah

a. Zat gizi makro = karbohidrat, lemak dan protein

b. Zat gizi mikro = vitamin dan mineral

3). Berdasarkan sumbernya

Zat gizi yang berasal dari hewan (hewani) zat gizi yang

berasal dari tumbuhan (nabati) (Miharti, dkk, 2013).


13

d. Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh

Menurut Miharti, dkk, (2013) konsumsi makanan

berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau

optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang

digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan

fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara

umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi

bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi

esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat

gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis

atau membahayakan.

1). Akibat gizi kurang pada proses tubuh Akibat kurang gizi

terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang

kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang

dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada

proses-proses :

a. Pertumbuhan

Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya.

Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-

otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-

anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah

ke atas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari

keadaan sosial ekonomi yang rendah.


14

b. Produksi tenaga

Kekurangan energi yang berasal dari makanan,

menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk

bergerak, bekerja dan melakukan aktifitas. Orang menjadi

malas, merasa lemah dan produktivitas menurun

c. Pertahanan tubuh

Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun.

System imunitas dan antibody berkurang, sehingga orang

mudah terserang penyakit atau infeksi seperti pilek, batuk,

dan diare.

d. Struktur dan fungsi otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh

terhadap perkembangan mental dan kemampuan berpikir.

Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun.

Kekurangan gizi juga dapat berakibat terganggunya fungsi

otak secara permanen.

e. Perilaku

Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang

gizi menunjukkan perilaku tidak tenang, mereka akan

mudah tersinggung, cengeng dan apatis

2). Akibat gizi lebih pada proses tubuh

Gizi lebih akan menyebabkan kegemukan atau

obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di


15

dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan

salah satu faktor resiko terjadinya berbagai penyakit

degenerative, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi,

diabetes. Jantung koroner, hati dan kantung empedu.

b. Status gizi sebelum, saat kehamilan dan setelah melahirkan

Status gizi ibu prahamil merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi status gizi anak. Status gizi pada prahamil

merefleksikan potensi cadangan gizi untuk tumbuh kembang janin.

Status gizi ini dapat diukur dengan menggunakan indeks massa

tubuh (IMT) dan juga lingkar lengan atas (LILA). Di Indonesia

biasanya pengukuruan gizi pada ibu prahamil lebih banyak

menggunkan pengukuran LILA hal ini dikarenakan 18 nilai LILA

lebih relative stabil sehingga dapat disimpulkan tidak akan ada

perbedaan yang signifikan antara nilai LILA sebelum hamil dan saat

kehamilan. Ambang batas LILA yang digunakan untuk menentukan

kehamilan dengan kekurangan energy kronik (KEK) adalah 23,5 cm

(Septikasari, 2018).

Ibu hamil dengan KEK akan menyebabkan terjadinya

gangguan pada system plasenta, yang menunjukkan berat dan ukuran

plasenta menjadi lebih kecil dari ukuran normal. KEK pada ibu bisa

mengurangi ekspansi volume darah yang berakibat pada cardiac

output tidak tercukupi. Sehingga aliran darah ke plasenta menjadi

berkurang dan membuat ukuran plasenta tidak optimal dan terjadi


16

pengurangan distribusi zat gizi ke janin yang menyebabkan

pertumbuhan janin menjadi terhambat. KEK yang di alami oleh ibu

hamil jika tidak segera ditangani akan menyebabkan anak terlahir

dengan BBLR dan akan menghambat tumbuh kembang anak

selanjutnya, sehingga anak yang lahir dengan riwayat ibu KEK akan

mengalami masalah gangguan gizi setelah dilahirkan (Septikasari,

2018).

Ibu hamil yang mempunyai status gizi rendah akan

berpotensi untuk mempunyai anak yang lebih pendek. Hal ini

dikarenakan kebutuhan gizi pada ibu hamil mengalami peningkatan,

bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk janin yang sedang

dikandung. Sehingga pada ibu hamil memerlukan protein yang

mengandung asam amino dengan jumlah yang cukup dan komplit.

Zat gizi dalam vitamin A yang sering terikat pada protein sebagai

retinol blinding protein yang sering dijumpai dalam hati, serta

abumin serum yang juga mengandung protein. Selain komponen

penting dari beberapa zat gizi protein juga sangat diperlukan untuk

perkembangan fisik anak. Ibu hamil yang mengonsumsi protein di

bawah rata – rata akan beresiko 1,6 kali lebih besar mempunyai anak

dengan tinggi badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang

cukup mengonsumsi protein. Sehingga ibu hamil perlu mengnsumsi

zat gizi mikro dan makro yang cukup, karena status gizi pada saat

lahir akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap petumbuhan


17

bayi selanjutnya, terutama pada usia 2 tahun pertema kelahiran

(Ernawati, dkk, 2013 dalam Purwati & Purwati, 2019).

Asupan gizi ibu saat menyusui juga sangat berpengaruh

terhadap status gizi bayi. Defisiensi zat gizi pada ibu dapat menjadi

penyebab defisiensi zat gizi pada bayi saat awal kehidupan, misalnya

pada status vitamin A bayi. Bayi dengan BBLR memiliki cadangan

zat gizi yang tersimpan dalam tubuh dalam jumlah rendah. Jika ibu

mempunyai status gizi yang juga rendah maka pemberian ASI

dengan kualitas ASI yang rendah secara terus-menerus akan

menyebabkan status gizi kurang pada anak (Cruz, et al, 2017 dalam

Helmyati, 2019).

Stunting disebabkan oleh asupan zat gizi yang tidak adekuat,

kualitas makanan yang rendah, infeksi, atau kombinasi dari faktor-

faktor tersebut yang terjadi dalam jangka lama, bahkan proses

tersebut dapat dimulai sejak dalam kandungan, Perkembangan janin

di dalam kandungan membutuhkan zai gizi untuk mendukung

optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan bayi, termasuk

pertumbuhan otak, kognitif, tulang dan otot, sentra produksi hormon

untuk metabolisme glukosa, lemak, dan protein (Gibson, 2005 dalam

Helmyati, 2019).
18

2.2.2 Pemberian ASI Eksklusif

a. Pengertian ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh

kedua belah kelenjar mammae dari ibu, yang berguna sebagai

makanan bagi bayinya, Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan

yang mudah didapat, selalu tersedia, siap diminum tanpa adanya

persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai dengan

bayi. Air Susu Ibu (ASI) memiliki kandungan zat gizi yang

lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta mengandung

zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta

mengandung zat anti infeksi. Oleh karenanya Air Susu Ibu (ASI)

merupakan satu-satunya makanan terbaik dan paling cocok untuk

bayi, (Perinasia, 2004 dalam Simbolon, 2017).

b. Nilai Nutrisi ASI

ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrisi.

Karbohidrat, protein dan lemak merupakan makronutrien,

sedangkan vitamin dan mineral merupakan mikronutrien.

1). Karbohidrat

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan

berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar

laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat

dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam susu sapi atau


19

susu formula. Namun demikian jarang ditemukan kejadian

diare pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan

penyerapan laktosa ASI lebih baik dibandingkan laktosa susu

sapi atau susu formula (Soetjiningsih, 1997 dalam Simbolon,

2017).

2). Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan

komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam

susu sapi. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein

whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan

susu sapi lebih banyak mengandung protein casein yang lebih

sulit dicerna oleh usus bayi (IDAI, 2008 dalam Simbolon,

2017). Jumlah protein dalam ASI pada bulan pertama

berkisar 1,3 g/ml dengan rata-rata 1,15 g/100ml dihitung

berdasarkan total nitrogen x 6,25 (Sulistyawati, 2009 dalam

Simbolon, 2017)

3). Lemak

Lemak ASI adalah komponen ASI yang dapat berubah-

ubah kadarnya. Kadar lemak bervariasi disesuaikan dengan

kebutuhan kalori untuk bayi yang sedang tumbuh. Pada masa

pertumbuhan cepat atau loncatan pertumbuhan diperlukan

kalori yang lebih banyak. Oleh karena itu, bayi yang akan

lebih sering menyusu sepanjang hari selama beberapa


20

minggu. Dengan jarak menyusu yang lebih pendek seperti itu

maka kadar lemak akan meningkat memenuhi kebutuhan

energi yang meningkat pada masa pertumbuhan cepat atau

loncatan pertumbuhan bayi (Roesli, 2009 dalam Simbolon,

2017).

Lemak pada ASI memiliki keistimewaan, yaitu hadir

bersama enzim lipase yang tugasnya memecahkan trigliserida

menjadi digliserida dan kemudian monogliserida sehingga

ASI lebih mudah dicerna. Lipase aktif saat sudah bertemu

dengan garam empedu di usus bayi.

4). Vitamin

Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang

berfungsi sebagai faktor pembekuan untuk mencegah

terjadinya perdarahan. Vitamin D untuk mencegah penyakit

tulang pada bayi. Walaupun pada ASI vitamin D sedikit

tetapi tidak perlu dikhawatirkan karena bayi dapat dijemur

pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin D

yang berasal dari sinar matahari. ASI memiliki kandungan

vitamin E yang tinggi terutama pada kolostrum dan ASI

transisi awal. Vitamin E berfungsi untuk ketahanan dinding

sel darah merah. Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan

mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung

pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Asupan


21

nutrisi juga berpengaruh pada vitamin yang larut dalam air.

Asupan nutrisi ibu tersebut terdapat pada vitamin B dan C,

vitamin C pada ASI tiga kali lebih banyak dibanding susu

sapi. ASI mengandung nutrient-karier protein pengikat

vitamin B 12 dan asam folat sehingga tidak berada dalam

keadaan bebas. Jika vitamin ini dalam keadaan bebas, akan

digunakan bakteri E.coli untuk tumbuh. (Simbolon, 2017).

c. Produksi ASI

Menurut Simbolon (2017) berdasarkan waktu

produksinya, ASI dibedakan menjadi tiga, yaitu kolostrum,

foremilk dan hindmilk.

1). Kolostrum (susu jolong)

Merupakan ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai

hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum mengandung tissue

debris dan residual material. Kolostrum adalah susu pertama

yang dihasilkan oleh payudara ibu berbentuk cairan berwarna

kekuningan atau sirup bening yang mengandung protein

tinggi dan sedikit lemak daripada susu matur Komposisi

kolostrum selalu berubah dari hari ke hari. Volumenya

berkisar 150-300 ml/24 jam.


22

Kolostrum berkhasiat antara lain:

a. Sebagai laxantia yang baik untuk membersihkan selaput

usus bayi yang baru lahir sehingga saluran pencernaan

siap untuk menerima makanan.

b. Kolostrum terutama mengandung globulin tinggi,

sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh

terhadap infeksi.

c. Sebagai pembersih selaput usus bayi baru lahir sehingga

saluran pencernaan siap untuk menerima makanan.

d. Mengandung zat anti infeksi lain (antibodi) sehingga

mampu melindungi tubuh dari beberapa penyakit infeksi

untuk jangka waktu sampai 6 bulan.

2). Air susu transisi peralihan adalah ASI yang diproduksi hari

ketiga atau hari keempat sampai hari kesepuluh sesudah

kelahiran. Kadar proteinnya lebih kecil dari kolostrum.

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi

ASI yang matur. Disekresi pada hari ke-4 sampai hari ke-10

dari masa laktasi. Pada masa ini, kadar karbohidrat dan lemak

yang tinggi dan protein yang lebih rendah. Volume ASI

makin meningkat.

3). Air susu matang (mature) Air susu mature yaitu ASI yang

diproduksi mulai dari hari kesepuluh sesudah kelahiran.

Kadar proteinnya lebih kecil dari pada kolostrum, sedangkan


23

kadar lemak dan hidrat arang lebih tinggi (Arisman, 2004

dalam Simbolon, (2017). Merupakan cairan berwarna putih

kekuning-kuningan dan mengandung lebih banyak

karbohidrat dibanding dengan susu kolostrum atau transisi,

tidak menggumpal bila dipanaskan, dengan volume 300-850

ml per 24 jam. ASI mature terus berubah disesuaikan

perkembangan bayi.

4). Foremilk – Hindmilk: ada satu kali sesi menyusui, ternyata

ada 2 macam ASI yang diproduksi, yaitu foremilk terlebih

dahulu, kemudian hindmilk. Foremilk berwarna lebih bening,

kandungan utamanya protein, laktosa, vitamin, mineral dan

sedikit lemak. Foremilk memiliki kadar air cukup tinggi

sehingga lebih encer dibanding hindmilk dan diproduksi

dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan cairan.

Hindmilk berwarna lebih putih karena kandungan lemak 4-5

kali lebih banyak pada foremilk. Inilah yang membuat bayi

kenyang. Bayi mendapat sebagian energi dari lemak sehingga

penting memastikan bayi mendapatkan hindmilk dengan

tidak menghentikan menyusu terlalu cepat.

e. Manfaat ASI

1). Manfaat Pemberian ASI Bagi Bayi

Menurut Roesli (2008) dalam Simbolon (2017),

manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif adalah:


24

a. ASI sebagai nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal

dengan komposisi yang seimbang dan disesuaiakan

dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah

makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas

maupun kuantitasnya. Dengan tata laksana menyusui yang

benar. ASI sebagai makanan tunggal akan cukup

memenuhi kebutuhan tubuh bayi normal sampai usia 6

bulan.

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi

Bayi baru lahir secara alamiah mendapat

imunoglobulin dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar

zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir.

Badan bayi baru membuat zat kekebalan cukup banyak

pada waktu usia 9 sampai 12 bulan. Pada saat kekebalan

bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan

bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat

kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan berkurang bila

bayi di beri ASI. karena ASI adalah cairan hidup yang

mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi

dari berbagai penyakit infeksi dan diare. Zat kekebalan itu

terdapat dalam kolostrum.


25

c. ASI meningkatkan kecerdasan

Kecerdasan anak berkaitan erat dengan otak maka

jelas bahwa faktor utama yang mempengaruhi

perkembangan kecerdasan adalah pertumbuhan otak.

Sementara itu, pertumbuhan otak dipengaruhi oleh nutrisi

yang diberikan. Nutrisi yang terdapat dalam ASI adalah:

(1) Taurin adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya

terdapat dalam ASI untuk neurotransmitter inhibitor dan

stabilisator membrane, (2) Laktosa : merupakan hidrat

arang utama dari ASI untuk pertumbuhan otak, (3) Asam

lemak ikatan panjang, seperti: DHA dan AA untuk

pertumbuhan otak dan retina, (4) Kolesterol untuk

mengeliminasi jaringan syaraf. (5) Kolin untuk

meningkatkan memori.

d. ASI meningkatkan jalinan kasih sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena

menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga

akan merasa aman dan tenteram. Perasaan terlindung dan

disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan

emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri

dan dasar spiritual yang baik.


26

2). Bagi Ibu

Menurut Roesli (2008) dalam Simbolon (2017)

keuntungan bagi Ibu antara lain :

a. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan

Ini karena pada saat ibu menyusui terjadi

peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk

penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan

berhenti.

b. Mengurangi terjadinya anemia

c. Menjarangkan kehamilan

Hal ini terjadi karena hisapan mulut bayi pada

puting susu ibu merangsang ujung saraf sensorik sehingga

post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin

masuk ke indung telur, menekan produksi estrogen

akibatnya tidak ada ovulasi. Selama ibu memberi ASI

eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil pada 6

bulan pertama setelah melahirkan.

d. Mengecilkan rahim

Kadar oksitosin ibu menyusui akan membantu

rahim untuk kembali ke ukuran sebelum hamil.


27

e. Lebih cepat langsing

Oleh karena menyusui memerlukan energi maka

tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun

selam hamil. Dengan demikian berat badan ibu akan cepat

kembali ke berat badan sebelumnya.

f. Mengurangi kemungkinan menderita kanker

Pada ibu menyusui yang memberikan ASI

eksklusif kemungkinan akan mengurangi menderita

kanker payudara dan kanker indung telur.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ASI Eksklusif

1). Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif.

Pengetahuan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku

termasuk prilaku dalam pemberian ASI eksklusif.

2). Aktivitas ibu yang menghambat pemberian ASI eksklusif.

Kesibukan ibu akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif

sehingga banyak ibu yang bekerja tidak dapat memberikan

ASI pada bayinya setiap 2-3 jam.

3). Dukungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan

lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

ibu menyusui ASI eksklusif. Peran suami dan keluarga akan

menentukan kelancaran reflex pengeluaran ASI yang sangat

dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu.


28

4). Dukungan tenaga kesehatan. Petugas kesehatan sangat

penting dalam melindungi, meningkatkan dan mendukung

usaha menyususi.

(Afifah, 2007 dalam Septikasari, 2018).

2.2.3 Pemberian MP-ASI

Setelah anak berusia 6 bulan ASI eksklusif hanya mampu

memenuhi kebutuhan nutrisi sebanyak 60%-70% oleh karena itu

setelah usia 6 bulan anak perlu diberikan makanan pendamping ASI

(MP-ASI).

a. Pengertian MP-ASI

MP-ASI merupakan makanan yang diberikan bersamaan

dengan pemberian ASI sampai dengan anak berusia dua tahun.

Asupan MP-ASI yang baik secara langsung akan mempengaruhi

status gizi anak (Septikasari, 2008 dalam Septikasari, 2018).

Sebanyak 71,5% anak yang mengalami gizi kurang tidak

mendapatkan asupan MP-ASIyang adekuat (Septikasari, 2016

dalam Septikasari, 2018).

b. Syarat pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASI yang baik harus memenuhi syarat

yaitu waktu yang tepat. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini

dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi karena

secara fisiologis saluran pencernaan bayi belum siap untuk

makanan padat sehingga dapat terjadi diare atau konstipasi. Selain


29

itu pemberian MP-ASI yang terlalu dini juga meningkatkan risiko

obesitas, alergi, dan menurunnya imunitas karena berkurangnya

konsumsi ASI. Menurunnya imunitas menyebabkan risiko

penyakit infeksius meningkat sehingga status gizi anak akan

terganggu. Namun demikian, sebagian besar ibu telah

memberikan makanan padat pada anaknya sebelum usia 6 bulan.

Perilaku ibu dalam memberikan MP-ASI dini dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain rendahnya pengetahuan ibu

mengenai MP-ASI, sosial budaya yang mendorong pemberian

MP-ASI dini, pemasaran agresif produsen makanan bayi, ibu

bekerja dan kurangnya dukungan petugas kesehatan. Berdasarkan

penelitian yang penulis lakukan dengan tujuan menganalisis

faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MP-ASI dini

diperoleh hasil faktor sosial budaya merupakan faktor yang paling

berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI dini. Hal tersebut

menunjukan masih kuatnya kepercayaan masyarakat terkait

praktik MP-ASI yang keliru seperti pemberian makanan prelaktal

pada bayi baru lahir, adanya anggapan anak akan rewel jika tidak

diberi makanan padat seperti pisang, atau anak tidak akan

kenyangkalau hanya diberi ASI (Septikasari, 2018).

Selain MP-ASI tidak boleh diberikan terlalu dini, MP-ASI

juga tidak boleh diberikan terlalu lambat. Keterlambatan

pemberian MP-ASI akan berdampak pada tidak terpenuhinya


30

kebutuhan nutrisi anak (Krisnatuti, 2008 dalam Septikasari,

2018). Pemberian MP-ASI juga harus memperhatikan kebutuhan

nutrisi anak. MP-ASI harus mencakup semua zat gizi yang

dibutuhkan antara lain karbohidrat, protein, lemak vitamin,

mineral dan air dengan memperhatikan kebersihan dan

keamanannya bagi bayi (Cunha et al., 2015 dalam Septikasari,

2018). Tekstur MP-ASI harus disesuaikan dengan usia anak

dimulai dari tekstur encer, lembek sampai dengan padat. Selain

itu pengolahan dan cara memasak MP-ASI juga berpengaruh

terhadap kualitas MP-ASI sehingga dalam pengolahan MP-ASI

perlu diperhatikan agar tidak merusak zat gizi yang terkandung

dalam bahan makanan. Utamakan memberikan MP-ASI dari

bahan makanan lokal buatan sendiri karena lebih beragam baik

tekstur dan rasanya. Tekstur beragam akan merangsang gerak

pencernaan dan anak akan memiliki pengalaman terhadap

makanan yang beragam pula. Selain itu dengan membuat MP-ASI

sendiri bahan makanan yang digunakan lebih bervariasi sehingga

merangsang berbagai enzim pencernaan anak. Apabila

menggunakan MP-ASI buatan pabrik maka perlu diperhatikan

kemasan produk dalam konsdisi yang baik, tertera petunjuk

penyajian serta perhatikan tanggal kadaluarsa (Septikasari, 2008

dalam Septikasari, 2018).


31

c. Prinsip Pemberian MP-ASI yang Baik

Pemberian MP-ASI yang baik harus memenuhi perinsip

mengandung beraneka ragam jenis bahan makanan dengan

tekstur, frekuensi dan porsi yang juga disesuaikan kebutuhan

nutrisi anak. Berikut ini merupakan tabel prinsip dalam

pemberian MP-ASI yang baik. Anak yang tidak mendapatkan

ASI bisa diberikan tambahan susu formula 1-2 gelas/hari dan 1-2

makanancemilan/hari. Makanan cemilan yang dimaksud bukan

berupa makan ringan seperti permen ataupun ciki tetapi cemilan

sehat seperti bubur kacang hijau, nagasari, pisang rebus, dan

sebagainya. MP-ASI juga tidak boleh berupa makanan yang

mengandung gula dan garam tinggi seperti makanan kaleng.

Bahan makanan MP-ASI harus mengandung jenis makanan

pokok (beras, jagung, singkong, ubi jalar, sagu, talas, kentang,

dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang tanah, kacang hijau,

kedelai, kacang merah, dan lain-lain), bahan pangan hewani

(daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, keju, dan lain-lain), sayuran

berwarna (wortel, tomat, bayam, dan lain-lain), buah-buahan

(papaya, pisang, jeruk manis, dan lain-lain) serta lemak dan

minyak (minyak, santan, dan lain-lain) (Kemenkes RI, 2011

dalam Septikasari, 2018). MP-ASI instan dapat diberikan dengan

meperhatikan kandungan gizi dan cara penyajian yang tercantum

dalam kemasan.
32

MP-ASI harus diberikan tepat waktu yakni dimulai sejak

usia enam bulan, cukup baik jumlah, frekuensi, konsistensi

maupun ragam makanan. Makanan harus dipersiapkan dan

diberikan dengan cara yang aman dan tepat (tepat tekstur sesuai

usia) dan mengaplikasikan pemberian makanan secara responsif.

berikut merupakan cara tepat pemberian MP-ASI menurut

(UNICEF, 2014 dalam Helmyati, 2019).

Tabel. 2.1 Panduan Pemberian MP-ASI


Perio Kekentala
Pesan Penting Frekuensi Jumlah Variasi
de n
Bayi Susui terus Memberikan Meningkatkan Berikan Cobalah
usia bayi sesuai makanan jumlahnya makanan untuk
6-9 permintaan, kepada bayi secara perlahan keluarga memberikan
bln baik siang 3 kali sehari menjadi yang makanan
maupun setengah dilunakkan yang
malam. cangkir (setara Setelah bervariasi
ASI dengan 125 berusia setiap kali
memberikan ml). delapan makan.
separuh dari Gunakan piring bulan, bayi Misalnya,
kebutuhan tersendiri sudah bisa makanan
energi bayi untuk mulai hewani yang
usia 6 sampai memastikan makan kaya zat besi,
12 bulan. bayi makan makanan makanan
Susui dulu bayi semua yang bisa ia pokok (biji-
sebelum ia makanan yang pegang. bijian, akar,
diberi makanan diberikan. dan umbi-
lain. umbian),
kacang-
kacangan,
buah-buahan,
dan sayuran
yang kaya
vitamin A,
serta buah
buahan dan
sayuran
lainnya.
33

Perio Kekentala
Pesan Penting Frekuensi Jumlah Variasi
de n
Bayi Susui terus Berikan Tingkatkan Berikan Cobalah
usia bayi Anda makan bayi 3 jumlahnya makan untuk
9-12 sesuai kali sehari secara perlahan keluarga memberikan
bulan permintaan, menjadi yang makanan
baik siang setengah dipotong- yang
maupun cangkir (setara potong, bervariasi
malam. dengan 125 makanan setiap kali
ml). yang bisa ia makan.

ASI Gunakan piring pegang, dan


memberikan tersendiri makanan
separuh dari untuk yang diiris
kebutuhan memastikan iris.
energi bayi anak memakan
usia 6 sampai semua
12 bulan. makanan yang
diberikan.
Susui dulu bayi
sebelum ia
diberi makanan
lain.
Bayi Susui terus Memberikan Tingkatkan Berikan Cobalah
usia bayi sesuai makan jumlahnya makan untuk
12-24 permintaan, kepada anak secara perlahan keluarga memberikan
bulan baik siang lima kali menjadi tiga yang telah makanan
maupun sehari perempat dipotong yang
malam, ASI cangkir (setara potong, bervariasi
memberikan dengan 175- makanan setiap kali
sepertiga dari 250 ml) yang bisa ia makan.
kebutuhan Gunakan piring pegang, dan
energi anak tersendiri makanan
usia 12 sampai untuk yang diiris-
24 bulan, memastikan iris.
Untuk anak memakan
membantu bayi semua
tumbuh kuat makanan yang
dan terus diberikan.
menyusu, Ibu
sebaiknya
menggunakan
metode KB
agar tidak
hamil lagi.
34

2.2.4 Pelayanan ANC-Ante Natal Care, PNC-Post Natal Care dan

pembelajaran dini yang berkualitas.

Asuhan antenatal merupakan upaya preventif program

pelayanan kesehatan obstetrik yang dilakukan untuk optimalisasi

luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan

pemantauan rutin selama kehamilan (Prawirohardjo (2018).

a. Tujuan Asuhan Antenatal

1). Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas

kesehatan.

2). Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan

bayi yang dikandungnya.

3). Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan

kehamilannya.

4). Mengidentifikasi dan menata laksana kehamilan risiko

tinggi.

5). Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam

menjaga kualitas keha milan dan merawat bayi.

6). Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan

yang akan membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi

yang dikandungnya (Prawirohardjo, 2018).


35

b. Antenatal Care (ANC)

1). Pengertian

Antenatal Care (ANC) merupakan suatu pelayanan

yang diberikan oleh perawat kepada wanita selama hamil,

misalnya dengan pemantauan kesehatan secara fisik,

psikologis, termasuk pertumbuhan dan perkembangan janin

serta mempersiapkan proses persalinan dan kelahiran supaya

ibu siap mengahadapi pemeran baru sebagai orangtua

(Wagiyo & Putrono, 2016 dalam Nurwahyuni & Maila,

2017).

2). Manfaat Pemeriksaan Kehamilan (ANC Antenatal Care)

Menurut Purwaningsih & Fatmawati (2010) dalam

Nurwahyuni & Maila (2017) menjelaskan bahwa

pemeriksaan antenatal jugamemberikan manfaat terhadap ibu

dan janinnya, antara lain:

a. Bagi Ibu

1) Mengurangi dan menegakkan secara dini komplikasi

kehamilan dan mengurangi penyulit masa antepartum.

2) Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jasmani

dan rohani ibu hamil dalam menghadapi proses

persalinan.

3) Dapat meningkatkan kesehatan ibu pasca persalinan

dan untuk dapat memberikan ASI.


36

4) Dapat melakukan proses persalinan secara aman

b. Bagi Janin

Sedangkan manfaat untuk janin adalah dapat

memelihara kesehatan ibu sehingga mengurangi kejadian

prematuritas kelahiran mati dan berat bayi lahir rendah.

3). Standar Asuhan Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan/ANC

Adapun standar asuhan pelayanan pemeriksaan

kehamilan menurut Wagiyo (2016) dalam Nurwahyuni &

Maila (2017) adalah sebagai berikut :

a. Timbang Berat Badan (T1)

Pengukuran berat badan diwajibkan setiap ibu

hamil melakukan kunjungan. Kenaikan berat badan

normal pada waktu kehamilan sebesar 0,5 kg per minggu

mulai trimester kedua.

b. Ukur Tekanan darah (T2)

Tekanan darah yang normal adalah 110/80 hingga

140/90 mmHg, apabila diketahui tekanan darah ibu hamil

melebihi 140/90 mmHg maka perlu diwaspadai adanya

preeklamsia.

c. Ukur Tinggi Fundus Uteri (T3)

Merupakan suatu cara untuk mengukur besar rahim

dari tulang kemaluan ibu hingga batas pembesaran perut

tepatnya pada puncak fundus uteri. Dari pemeriksaan


37

tersebut dapat diketahui pertumbuhan janin sesuai dengan

usia kehamilan.

d. Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan

(T4) Tablet Fe merupakan tablet penambah darah. Selama

masa pertengahan kehamilan, tekanan sistolik dan

diastolik menurun 5 hingga 10 mmHg. Hal ini biasa terjadi

karena vasodilatasi perifer akibat perubahan hormonal

selama kehamilan

e. Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TS)

Pemberian imunisasi ini sangat dianjurkan untuk

mencegah terjadinya infeksi tetanus neonatorum. Penyakit

tetanus neonatorum yang disebabkan oleh masuknya

kuman Clostridium Tetani ke tubuh bayi merupakan

penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan kematian bayi

dengan gejala panas tinggi, kaku kuduk, dan kejang.

Imunisasi TT dianjurkan 2 kali pemberian selama

kehamilan, yaitu TT1 diberikan pada kunjungan awal dan

TT2 dilakukan pada 4 minggu setelah suntikan TT

f. Pemeriksaan Hb (T6)

g. Pemeriksaan VDRL (T7)

h. Perawatan Payudara, senam payudara, dan pijat tekan

payudara (T8)
38

i. Pemeliharaan tingkat kebugaran atau senam ibu hamil

(T9)

j. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (T10)

Biasanya dokter atau bidan akan memberikan informasi

mengenai rujukan apabila diketahui adanya masalah dalam

kehamilan termasuk rencana persalinan.

k. Pemeriksaan protein urine atas indikasi (TI1)

l. Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi (T12)

m. Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis

gondok (T13)

n. Pemberian terapi anti-malaria untuk daerah endemis

malaria (T14)

b. Post Natal Care

1). Pengertian

Pelayanan pasca persalinan adalah pelayanan

kesehatan yang diberikan bagi ibu dan bayi baru lahir dalam

kurun waktu 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan, yang

dilaksanakan secara terintegrasi dan komprehensif. Ibu nifas

dan bayi baru lahir yang sehat dipulangkan setelah 24 jam

pasca melahirkan, sehingga sebelum pulang diharapkan ibu

dan bayinya mendapat 1 kali pelayanan pasca persalinan

(Kemenkes RI, 2019).


39

2). Tujuan Pelayanan Pasca Persalinan

Menurut Kemenkes RI (2019) pelayanan pasca

persalinan diperlukan karena dalam periode ini merupakan

masa kritis, baik pada ibu maupun bayinya yang bertujuan :

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik secara fisik

maupun psikologis.

b. Deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit pasca

persalinan.

c. Memberikan komunikasi, informasi, edukasi (KIE), dan

konseling untuk memastikan perawatan diri, nutrisi,

keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi dan

asuhan bayi baru lahir pada ibu beserta keluarganya.

d. Melibatkan ibu, suami dan keluarga dalam menjaga

kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir.

e. Memberikan pelayanan KB sesegera mungkin setelah

persalinan.

3). Waktu Pelayanan Pasca Persalinan

Menurut Kemenkes RI (2019) pelayanan pasca

persalinan dilaksanakan minimal 4 kali dengan waktu

kunjungan ibu dan bayi baru lahir bersamaan yaitu :

a. Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 - 48 jam

setelah persalinan.
40

b. Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah

persalinan.

c. Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah

persalinan.

d. Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari

setelah persalinan untuk ibu dan bayi berumur lebih dari

28 hari

4). Ruang Lingkup Pelayanan Pascapersalinan

Ruang lingkup pelayanan pasca persalinan pada ibu,

meliputi:

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu

c. Pemeriksaan tanda-tanda anemia

d. Pemeriksaan tinggi fundus uteri

e. Pemeriksaan kontraksi uteri

f. Pemeriksaan kandung kemih dan saluran kencing

g. Pemeriksaan lokhia dan perdarahan

h. Pemeriksaan jalan lahir

i. Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI

Ekslusif

j. Identifikasi risiko dan komplikasi

k. Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas

l. Pemeriksaan status mental ibu


41

m. Pelayanan Kontrasepsi pascapersalinan

n. Pemberian KIE dan Konseling

o. Pemberian kapsul vitamin A (Kemenkes RI, 2019).

2.2.5 Kurangnya Akses Rumah Tangga/Keluarga Ke Makanan

Bergizi

Ketahanan pangan ini pada dasarnya membicarakan soal

ketersediaan pangan, stabilitas harga pangan dan keterjangkauan

pangan. Ketersediaan pangan yang cukup berarti rata-rata jumlah

dan mutu gizi pangan yang tersedia di masyarakat dan pasar

mencukupi kebutuhan untuk konsumsi semua rumah tangga.

Menurut Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 dan UU Pangan

No 18 Tahun 2012 tentang Ketahanan Pangan, maka ketahanan

pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah,

maupun mutunya, aman, merata, dan konsumsi pangan yang cukup

merupakan syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan rumah

tangga. Ketidaktahanan pangan dapat digambarkan dari perubahan

konsumsi pangan yang mengarah pada penurunan kuantitas dan

kualitas termasuk perubahan frekuensi konsumsi makanan pokok.

Ketahanan pangan menekankan pada pengamanan kesejahteraan

keluarga, salah satunya adalah kecukupan pangan sebagai alat

mencapai kesejahteraan. Stabilitas pangan berarti menjaga agar

tingkat konsumsi pangan rata-rata rumah tangga tidak turun sampai


42

di bawah kebutuhan yang seharusnya. Ketahanan pangan keluarga

erat hubungannya dengan ketersediaan pangan yang merupakan

salah satu faktor atau penyebab tidak langsung yang berpengaruh

pada status gizi anak (Soekirman, 2000 dalam Arlius, 2017).

Menurut Indonesia Health Sector Review (IHSR) (2012).

Peningkatan kekayaan negara telah disertai dengan penurunan

kemiskinan dan peningkatan ketersediaan pangan sebagai energi per

kapita, yang sebagian besar berasal dari penggandaan lemak.

Ketersediaan beras umumnya stabil sementara energi yang berasal

dari daging dan ikan meningkat dua kali lipat, energi dari susu

meningkat tiga kali lipat, dan dari gandum meningkat enam kali

lipat. Secara bersamaan, peningkatan perdagangan pangan global

telah menyebabkan meningkatnya impor makanan olahan ke negara

berpenghasilan rendah hingga menengah, yang terutama

didistribusikan melalui jaringan supermarket dan perusahaan

makanan cepat saji multinasional yang terus berkembang. Outlet

komersial jenis baru ini terutama mempengaruhi daerah urban.

2.2.6 Kurangnya Akses Ke Air Bersih Dan Sanitasi

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Sudah

menjadi anggapan umum di mana kita menemukan air, maka di sana

ada harapan akan kehidupan. Di Bumi, badan air terbesar terdapat di

laut sebesar 97% dan sisanya sebesar 3% adalah air tawar yang kita

digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dari air tawar


43

itu dua pertiganya adalah gletser dan es di kutub yang berfungsi

menstabilkan iklim global dan hanya satu pertiganya saja yang

dapat dimanfaatkan 7 milyar jiwa manusia di dunia (Husni, dkk,

2017).

Air tawar merupakan hal yang paling penting untuk

kesejahteraan kita. Seperti mesin raksasa atau darah di tubuh kita,

air bekerja siang dan malam. Siklus air dan ekosistem yang melekat

adalah faktor utama bagi kehidupan planet ini. Dalam kehidupan

manusia air tawar digunakan untuk minum, mengolah makanan,

mandi, energi, transportasi, pertanian, industri, dan rekreasi (Husni,

dkk, 2017).

Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum

yang tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak

akibat diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup,

seringnya menderita diare berkontribusi terhadap masalah gizi,

sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi

maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi

serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan

produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Husni, dkk, 2017).

Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen yang

sangat penting untuk menunjang kesehatan manusia. Sayangnya

pemenuhan akan kebutuhan air bersih dan sanitasi belum

sepenuhnya berjalan dengan baik di beberapa belahan dunia.


44

Sebenarnya terdapat cukup air bersih di planet ini untuk memenuhi

kebutuhan mendasar tersebut. Namun, karena kondisi ekonomi yang

lemah atau infrastruktur yang buruk, jutaan orang meninggal dunia

setiap tahunnya karena berbagai penyakit yang terkait dengan

pasokan air yang tidak memadai dan sanitasi yang buruk.

Menghadapi tantangan ini dan berbagai tantangan global lainnya,

komunitas internasional yang difasilitasi oleh PBB mengadopsi 17

tujuan sebagai bagian dari agenda global baru yang dikenal dengan

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development

Goals (SDGs), dari 17 tujuan tersebut, tujuan yang keenam (SDG 6)

adalah air bersih dan sanitasi dengan tujuan utama menjamin

ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua

orang. Berdasarkan SDG 6, setiap orang di muka bumi harus

memiliki akses terhadap air minum yang aman dan terjangkau.

Dalam memastikan ketersediaan serta pengelolaan air dan sanitasi

yang berkelanjutan untuk semua (Elysia, 2018).

2.3 Pengaruh Faktor Ibu Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita

Jurnal penelitian oleh Ningtyas, dkk (2020) dengan judul

pengetahuan ibu berhubungan dengan stunting pada balita di wilayah kerja

puskesmas karangayu kota semarang didapatkan hasil bahwa proporsi

balita yang mengalami stunting dengan ibu yang memiliki pengetahun

gizi yang kurang sebesar 52,3%, dan proporsi balita stunting dengan
45

ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik sebesar 16,9%.

Diperoleh p-value sebesar 0,000 (p≤0,05). 95% CI pada POR 5,285 adalah

2,285-12,693. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan gizi ibu dengan stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Karangayu.

Menurut Handayani, dkk (2019) dengan judul Hubungan ststus ASI

eksklusif dengan kejadian stunting pada batita usia 24-36 bulan di desa

watu gajah kaupaten gunung kidul didapatkan hasil bahwa anak dengan

riwayat ASI eksklusif akan cenderung untuk tidak mengalami stunting

yakni 23 anak (52,3%). Sebaliknya, anak dengan riwayat ASI tidak

eksklusif cenderung mengalami stunting yakni 16 anak (36,4%). Hasil uji

chi square didapatkan nilai p 0,000 dengan nilai α 0,05 dan nilai r = 0,609.

Karena nilai p < 0,05, maka terdapat hubungan antara pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian stunting pada batita usia 24-36 bulan di Desa

Watugajah, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Nilai koefisien

kontingensi (nilai r) sebesar 0,609 masuk pada interval koefisien 0,600–

0,799 dengan kategori “kuat” sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat

keeratan hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada batita usia 24-36 bulan di Desa Watugajah Kabupaten

Gunungkidul memiliki hubungan yang kuat. Nilai r bernilai positif

menunjukan hubungan yang positif, artinya semakin baik pemberian ASI

secara eksklusif pada anak usia 0-24 bulan, maka semakin baik pula

pertumbuhan anak berdasarkan tinggi badan pada usia 24-36 bulan.


46

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hanum (2019) dengan

judul hubungan tinggi badan ibu dan riwayat pemberian MP-ASI dengan

kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan didapatkan hasil pemberian

MP-ASI dengan kejadian stunting pada balita memiliki hubungan

signifikan dengan status stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Maron. Korelasi usia balita saat pertama kali diberikan MP-ASI dengan

status stunting didapatkan hasil -0,182 artinya semakin tepat usia

pemberian MP-ASI pada balita, maka semakin rendah resiko terjadinya

stunting. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara

riwayat pemberian MP-ASI dengan status stunting pada balita usia 24-59

bulan di wilayah kerja Puskesmas Maron. Nilai Odds Ratio 1,568

menandakan bahwa balita yang diberikan MP-ASI dengan tepat sesuai

usia berpeluang 1,568 kali tumbuh tidak stunting dari pada balita yang

diberikan MP-ASI tidak tepat. Pada usia 6 bulan, pencernaan bayi sudah

siap untuk menerima makanan. Menurut WHO, (2010) dalam Hanum,

(2019) Pemberian MP-ASI dini sebelum 6 bulan ataupun lebih dari 6

bulan dapat menyebabkan bayi kekurangan zat gizi dan akan mengalami

kurang zat besi, serta mengalami tumbuh kembang yang terlambat.

Anda mungkin juga menyukai