Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

INTOKSIKASI

“ INTEKTISIDA FOSFAT ORGANIK ”

DOSEN PEMBIMBING :

Yesiana Dwi Wahyu Werdani., S. Kep., Ns., M. Kep

Kelompok 8 :

1. Devita Sherli Cristanti ( 9103018016 )

2. Amelia Puspita Sari ( 9103018032 )

3. Yohana Maria ( 9103018041 )

4. Natalia ( 9103018055 )

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inteksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan
makanan bila seseorang mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi makanan
yang terkontaminasi kuman atau racun yang dihasilkan oleh kuman penyakit. Kuman
yang paling sering mengkontaminasi makanan adalah bakteri. Kuman ini dapat masuk ke
dalam tubuh kita melalui makanan dengan perantaraan orang yang mengolah makanan
atau memang berasal dari makanan itu sendiri akibat pengolahan yang kurang baik.

Racun adalah zat / bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung / inhalasi, suntikan dan absorbsi melalui kulit atau di gunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan / menggangu dengan
serius fungsi satu / lebih organ atau jaringan.

Karena adanya bahan- bahan yang berbahaya, menteri kesehatan telah


menetapkan peraturan no 435 / MEN. KES / X1 / 1983 tanggal 16 November 1983
tentang bahan – bahan berbahaya. Karena tingkat bahayanya yang meliputi besar dan
luas jangkauan, kecepatan penjalaran dan sulitnya dalam penanganan dan
pengamanannya, bahan – bahan berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatan
manusia secara langsung atau tidak langsung.

Keracunan merupakan masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia
yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan keracunan antara lain makanan.Makanan merupakan kebutuhan
pokok manusia karena di dalamnya mengandung nutrisi yang di perlukan antara lain
untuk:

a. Pertumbuhan Badan
b. Memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang telah tua dan rusak
c. Di perlukan untuk proses yang terjadi di dalam tubuh
d.  Di perlukan untuk berkembang biak
e.  Menghasilkan energi untuk dapat melakukan aktivitas
Tetapi makanan juga dapat menyebabkan keracunan di karenakan makanan
tersebut mengandung toksin, makanan dari tumbuhan dan hewan yang mengandung
racun , makanan yang tercemar bahan kimia berbahaya, selain juga infeksi karena
makanan yang mengandung mikroorganisme pathogen.

1.2 Rumusan Masalah :


1. Apa pengertian dari Intektisida Fosfat Organik ?
2. Apa klasifikasi dari Intektisida Fosfat Organik ?
3. Apa etiologi dari Intektisida Fosfat Organik ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Intektisida Fosfat Organik i ?
5. Bagaimana WOC dari Intektisida Fosfat Organik ?
6. Apa manifestasi klinis dari Intektisida Fosfat Organik ?
7. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Intektisida Fosfat Organik ?
8. Bagaimana penatalaksaan dari Intektisida Fosfat Organik ?
9. Apa saja komplikasi dari Intektisida Fosfat Organik?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Intektisida Fosfat
Organik ?
1.3 Tujuan

1.3. 1 Tujuan Umum

Setelah di lakukan pembelajaran dan seminar di harapkan mahasiswa


paham tentang Asuhan Keperawatan Keracunan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Apa pengertian dari Intektisida Fosfat Organik ?


2. Apa klasifikasi dari Intektisida Fosfat Organik ?
3. Apa etiologi dari Intektisida Fosfat Organik ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Intektisida Fosfat Organik i ?
5. Bagaimana WOC dari Intektisida Fosfat Organik ?
6. Apa manifestasi klinis dari Intektisida Fosfat Organik ?
7. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Intektisida Fosfat
Organik ?
8. Bagaimana penatalaksaan dari Intektisida Fosfat Organik ?
9. Apa saja komplikasi dari Intektisida Fosfat Organik?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Intektisida Fosfat
Organik
BAB II

2.1 Pengertian
Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Istilah
peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk
membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah
insektisida. (Kumala Sari Muttaqin Arief. 2011).
Keracunan atau intoksikasi adalah suatu keadaan dimana masuknya obat/zat
kimia (benda asing) ke dalam tubuh yang berlebihan dan mengganggu sistem kerja tubuh
secara normal (Upi karlina, 2016).

2.2 Klasifikasi
a. Asefat, Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama penusuk-
penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat
tanah),
b. Kadusafos, merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut. tidak
menyebabkan iritasi kulit dan tidak menyebabkan iritasi pada mata.
c. Klorfenvinfos, Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai racun kontak
dan racun perut dengan efek residu yang panjang.
d. Klorpirifos, merupakan insektisida non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak,
racun lambung, dan inhalasi.
e. Kumafos. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan serangga hama
dari ordo Diptera.
f. Diazinon, Diazinon merupakan
b. insektisida dan akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut,
dan efek inhalasi. Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih
a. Diklorvos (DDVP), Insektisida dan akarisida ini bersifat non-sistemik, bekerja
sebagai racun
c. kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek knockdown yang
sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat, serta
insektisida rumah tangga.
a. Malation,. Malation merupakan pro-insektisida yang dalam proses metabolisme
serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga. Insektisida
dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racunlambung,
serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga digunakan dalam bidang
kesehatan masyarakat untuk mengendalikan vektor penyakit.
b. Paration, merupakan insektisida pertama yang digunakan di lapangan pertanian dan
disintesis berdasarkan Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode
of action sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik,
serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun inhalasi. Paration
termasuk insektisida yang sangat beracun,
c. Profenofos, Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktivitas translaminar
dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama
(terutama Lepidoptera) dan tungau.
d. Triazofos Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan nematisida berspektrum
luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-
sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau.

2.3 Etiologi
Penyebab yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah keracunan
akibat kecelakaan , keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui kontaminasi
lingkungan atau tempat kerja (okupasional).

2.4 Patofisiologi
Pestisida bisa masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui 2 cara (yodenca
assti. 2008), yaitu
1. Kontaminasi lewat kulit
Pestisida yang menempel di permukaan kulit bisa meresap masuk ke dalam
tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan
kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan
keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh
kontaminasi lewat kulit.
2. Terhisap lewat hidung
Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat
hidung merupakan kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit. Partikel pestisida
yang masuk ke dalam paru-paru bisa menimbulkan gangguan fungsi paru-paru.
Partikel pestisida yang menempel di selaput lendir hidung dan kerongkongan akan
masuk ke dalam tubuh lewat kulit hidung dan mulut bagian dalam dan atau
menimbulkan gangguan pada selaput lendir itu sendiri (iritasi).
2.5 WOC

Keracunan Pestisida

Akibat Kecelakaan

Tempat Kerja
Bunuh Diri Kontaminasi Lingkungan
(Okupasional)

Masuk Melalui

Terhisap Lewat Hidung


Konsultasi Lewat Kulit

Partikel Pestisida yang menempel di Partikel Pestisida Masuk


Meresap Masuk kedalam Tubuh Selaput Lendir Hidung & kedalam Paru-Paru
Kerongkongan
Menimbulkan Keracunan

Masuk dalam Kulit Hidung & Gangguan Fungsi Paru


Mulut bagian Luar
Gangguan Selaput Lendir (Iritasi)

INTEKTISIDA FOSFAT ORGANIK

B1 (Breath) B3 ( Brain) B4 ( Bladder) B5 ( Bowel ) B6 ( Bone )


B2 ( Blood )

Merangsang
Masuk Melalui Jalan Mengendap di Ginjal Masuk Melalui
Masuk ke dalam Pelepasan Mediator Sel Saraf Terganggu
napas (Inhalasi) Sistem Syaraf Pencernaan
Kimia (Bradiknin)

Gangguan Reabsorpsi Tidak Terjadi


Merangsang Sel Mengendap pada Air Masuk dan Mengendap Pelepasan Asetikolin
Merangsang
Goblet Sistem Syaraf di Saluran Pencernaan
Nosiseptor
Otot Tidak Dapat
Mengeluarkan Suplay Oksigen di Gangguan Mengiritasi Lambung Berkontraksi
Mukus Implus dihantar ke kornum
Otak Terganggu Eliminasi Urine
dorsalis medulla spinalis
Peningkatan HCL
Kelumpuhan Otot
Diserap oleh Epitelomasuk Thalamus Mengiritasi Usus
Obstruksi Penurunan Kesadaran
ke dalam Darah Merangsang CTZ
JalanMengiritasi
Nafas Lambung
Hambatan Mobilitas
Korteks Serebri
Fisik
Gangguan Eliminasi Mual, Muntah
Masuk kedalam
sistem sirkulasi Interprestasi Nyeri
Anoreksia

Suplay Oksigen Sianosis


Terganggu Nyeri Akut
Intake Makan Nutrisi Kurang dari
Devisit Volume Cairan
Berkurang Kebutuhan Tubuh
Masuk dan Ketidak
Mengendap di Gangguan
Efektifan Pola
dalam Paru- Perfusi Jaringan
Pernapasan
Paru

Penurunan
Suplay Oksigen

Gangguan
Pertukaran Gas
2.6 Manifestasi
a. Keracunan ringan
● Anoriksia
● Nyeri kepala
● Rasa lemah
● Rasa takut
● Tremor lidah
● Tremor kelopak mata
● Pupil miosis

b. Keracunan sedang
● Nausea
● Muntah-muntah
● Kejang/keram perut.
● Hipersalivasi
● Hiperhidrosis
● Fasikulasi otot
● Bradikardi

c. Keracunan berat
● Diare
● Pupil “pin-Point”
● Reaksi cahaya (-)
● Sesak napas
● Sianosos
● Edema paru
● Inkonteinensia urine
● Inkotinensia feses
● Konvulsi
● Koma
● Blokade jantung
● Akhirnya meninggal(Kumala Sari Muttaqin Arief. 2011.)

Gejalah klinis
Terlihat sangat bervariasi meliputi anorexia, sulit buang air kencing, cyanosis,
mydriasis, detak jantung lemah, hipersalivasi, ataxia, koma atau tak sadarkan diri,
hematemesis.(Upi karlina. 2016)

2.7 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
b. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darah merah dan plasma,
penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (menurun sekian
% dari normal)
Keracunan akut : 
● ringan  40 – 70 % N
● Sedang 20 % N
● Berat < 20 % N

Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang
berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan
bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.
c. Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering
hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan
organ-organ lain.( Kumala Sari Muttaqin Arief. 2011.)

2.8 Penatalaksanaan
1. Airway

Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kematian akibat overdosis


obat dan keracunan adalah karena kehilangan refleksi perlindungan jalur nafas dengan
obstruksi jalur nafas yang disebabkan oleh lidah yang kaku. Optimasi posisi jalan
nafas dan lakukan intubasi endotrakeal jika perlu. Penggunaan segera naloxon atau
flumazenil dapat menyadarkan pasien yang keracunan opioid atau benzodiazepin
berturut-turut sehingga intubasi endotrakeal tidak perlu dilakukan .

2. Breathing

Untuk menguji pernafasan yang adekuat dilakukan dengan mengukur gas


darah arteri. Pada pasien yang memiliki kadar pCO2 darah naik (misalnya >60mm
Hg) mengindikasikan pernafasan perlu dibantu dengan ventilasi. Jangan menunggu
sampai pCO2 pasien diatas 60mmHg untuk memulai ventilasi.

3. Circulation

Sirkulasi yang cukup diuji dengan mengukur tekanan darah,denyut nadi dan
ritme. Lakukan Cardiopulmonary resuscitation(CPR) jika tidak terasa denyut nadi dan
lakukan Advanced Cardiac Life support (ACLS) jika terjadi aritmia dan shock.
Berikan infus cairan dengan ringert laktat, larutan dekstrosa 5% dalam air atau normal
salin. Pada pasien yang memiiki sakit yang serius(koma, hipotensi, kejang) pasang
alat kateter di kandung kemih dan urin diambil untuk uji toksisitas racun dan
pengeluaran urin tiap jam.

4. Dekontaminasi

Dekontaminasi bertujuan untuk mengurangi absorbsi racun di dalam tubuh


dan dilakukan bergantung cara masuk bahan racun:

a. Dekontaminasi permukaan

1) Kulit
Agen korosif dapat dengan cepat melukai kulit dan harus dihilangkan segera.
Untuk dekontaminasi racun di kulit harus berhati-hati sehingga petugas
kesehatan yang menangani tidak ikut terkontaminasi. Kenakan alat pelindung
(sarung tangan,pakaian, dan kacamata) dan mencuci daerah yang terkena
dengan segera. Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan daerah yang terkena
dialirkan dengan air yang banyak. Cuci dengan hati-hati di belakang telinga, di
bawah kuku, dan lipatan kulit. Gunakan sabun dan sampo untuk zat berminyak.

2) Mata
Kornea sangat sensitif terhadap agen korosif dan hidrokarbon. Mata yang
terkena disiram dengan air keran yang banyak atau salin. Jika tersedia, berikan
anestesi lokal tetes mata untuk memfasilitasi irigasi. Jika racun adala asam atau
basa, periksa pH airmata korban setelah irigasi dan irigasi diteruskan jika pH
tetap normal. Setelah irigasi selesai, periksa konjungtiva dan permukaan kornea.
Lakukan pemeriksaan fluorescein mata untuk melihat adanya cedera kornea.
Pasien dengan konjungtiva serius atau cedera kornea harus dirujuk ke dokter
spesialis mata segera.
3) Inhalasi
Jauhkan korban dari paparan gas beracun kemudian periksa dan berikan oksigen
bila tersedia.Lakukan ventilasi bila perlu. Amati edema saluran nafas bagian
atas yang ditandai oleh suara serak. (Laila safitri 2015)

2.9 Komplikasi
(Yodenca assti. 2008) :
1. Edema paru
2. Pernafasan berhenti
3. Blokade atrioventrikuler
4. Konvulsi
2.10 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, Alamat, Umur,(Bisa terjadi pada semua usia) TTL, Jenis Kelamin, TB,
BB, Agama, Pendidikan dan Pekerjaan
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, dan
Hubungan dengan Klien
3. Keluhan Utama
Klien merasa mual muntah, nyeri kepala dan lemas
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat keracunan, bahan racu yang digunakan, berapa lama diketahui setelah
keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindrom toksis yang
di timbulkan san kapan terjadinya.
5. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-Tanda Vital
a. Distress pernapasan
b. Sianosis
c. Takipnoe, dyspnea
d. Hipoksia
2. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksistas lebih tinggi,efek-efeknya termasuk
letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma
3. sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hypovolemia), takikardi, hipotensi, (pada kasus berat),
aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.
4. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esophagus, mual,
dan muntah
5. Kardiovaskuler
Distrimia
6. Pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) atau yang mungkin muncul :
1. aktivitas dan istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, hiporefleksi
2. makanan cairan
Dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati, perubahan tugor,
kulit/kelembaban, keringat banyak.
3. eliminasi
Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus menurun,
kerusakan ginjal, perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat.
4. nyaman/nyeri
Nyeri tubuh, sakit kepala, prilaku berhati-hati/distraksi, dan gelisah
5. keamanan
Penurunan tingkat kesadarn, koma, syok, asidemia
7. Pengkasjian ABCDE :
1. Airway : Edema Bronkus
2. Breating : Sesak Nafas (RR meningkat), pernapasan cepat (takipnea), memakai
otot bantu pernafasan
3. Cirkulation : Mual, muntah, takikardi, dehidrasi, sianosis, demam
4. Disabiliti : Penurunan status neurologis (respon kesadaran/GcS, respon pupil
negative), nyeri kepala.
5. Exposure : Keadaan fisik lemah, pruritus, gangguan penglihatan, tugor kulit
menurun
8. Body System (B1 – B6)
a. B1 (Breathing/Pernapasan) : Sesak Napas (RR meningkat) pernapasan cepat
(takipnea), memakai otot bantu pernapasan.
b. B2 (Blood)/Sirkulasi : Mual, muntah, takikardi, dehidrasi, hipotensi dan
pendarahan saluran pencernaan, sianosis, berkeringat banyak.
c. B3 (Brain)/ kesadaran : pusing, nyeri kepala, penurunan kesadaran koma
sampai kemarian.
d. B4 (Bladder)/ perkemihan : Intontinensia urine, nyeri saat berkemih
e. B5 (Bowel)/ Pencernaan : Diare, inkontinensia Feses.
f. B6 (Bone)/ Tulang, otot, integument : Kejang oot-otot dank ram perut.
9. Pemeriksaan laboratorium
1. Eritrosit menurun
2. Proteinuria
3. Hematuria
4. Hipoplasi sumsum tulang
DAFTAR PUSTAKA

KARLINA, U. (2016). PENANGANAN KASUS KLINIS KERACUNAN PADA HEWAN


KUCING DI LAB. KLINIK KLINIK HEWAN JOGJA PERIODE 14 sampai 19 MARET
2016 (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Runia, Y. A. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida


organofosfat, karbamat dan kejadian anemia pada petani hortikultura di Desa Tejosari
Kecamatan Ngablak

Shobirin, M. (2019). Persepsi Masyarakat terhadap Sifat Toksik Pestisida yang Berdampak


pada Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan di Desa Golokan, Kecamatan Sidayu,
Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Puspitarani, D. (2016). Gambaran Perilaku Penggunaan Pestisida Dan Gejala Keracunan


Yang Ditimbulkan Pada Petani Penyemprot Sayur Di Desa Sidomukti Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

Kumala Sari Muttaqin Arief. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai