Anda di halaman 1dari 19

TOKSISITAS INSEKTISIDA MERK FASTAC TERHADAP

IKAN NILA (Oreochromis nilotica)

Intisari

Kata kunci : LC50

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pestisida mencakup bahan-bahan racun yag digunakan untuk membunuh jasad


hidup yang mengganggu tumbuhan, hewan ternak dan sebagainya yang diusahakan
manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama sedangakan cide berarti
membunuh .Pestisida merupakan salah satu senyawa xenobiotic yang sering diterapkan
dalam berbagai bidang seperti bidang pertanian, industri dan sebagainya. Hal ini
berimbas pada semakin tingginya tingkat pencemaran di lingkungan (Widada et al.,
2002). Senyawa recalcitran di alam dapat menyebabkan terjadinya biomagnifikasi
dalam tubuh organisme hidup melalui jalur rantai makanan. Hal ini akan
meyebabkan keracunan yang parah bahkan kematian (Martani, 1992).
Pestisida yang digunakan dalam praktikum ini adalah golongan insektsida merk
merk Fastac 15 EC dengan bahan aktif adalah alfametrin 15 g/L. Fastac merupakan
insektisida racun kontak, racun lambung yang berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan,
berwarna putih kekuningan untuk mengendalikan hama pada tanaman cabai,
kakao,kedelai, kelapa sawit, kubis, teh, tembakau. Fastac diproduksi oleh PT. BASF
Gambir Jakarta, Indonesia. Petunjuk penggunaan yang tertera di kemasan insektisida
merk Fastac yaitu dapat digunakan sebanyak 0,5 – 2,5 ml/L.
Substansi toksis dapat menimbulkan efek lethal (kematian) dan sublethal pada
organisme. Efek sublethal yang terjadi pada organisme, antara lain perubahan
pola perilaku (aktivitas, makan, dan reproduksi), penggunaan oksigen, dan
respirasi (Stine and Brown 1996).
Ekotoksikologi mempelajari efek substansi toksis vang terdapat di rialam
lingkungan alami maupun buatan (manmade). Ecotoxico,ogist bertugas
mempelajari efek yang ditimbulkan oleh adanya substansi toksis di lingkungan, sehingga
ecotoxicologist menentukan batas toleransi substansi toksis, untuk mencegah
substansi toksik mencapai tingkat yang berbahaya atau meminimalkan
terjadinya kerusakan lingkungan (Duffus 1980).
Dalam menentukan toksisitas suatu substansi pencemar (pollutant) dapat
dilakukan dengan metode short-term lethality dan long-term lethality. Metode yang
umum dilakukan untuk menduga toksisitas substansi yang ada di lingkungan adalah
dengan short-term lethality. Short-term lethality dilakukan dengan menentukan
konsentrasi yang dapat mematikan setengah jumlah individu populasi uji, setelah
perlakuan 48 atau 96 jam, dan disebut LC50 (Lethal Concentration) atau LD50 (Lethal
Dose) 48 jam atau 96 jam. LCO atau LD50 ini diperoleh melalui hubungan antara
konsentras i /dosis dengan kematian (mortality) (Duffus 1980).
Penentuan LC 5 0 umumnya digunakan dalam lingkungan akuatik.
Konsentrasi yang digunakan dinyatakan dalam ppm atau mg/l. Dalam
menentukan LD50, dusis dinyatakan dalam dosage unit, misalnya mg/kg berat badan
organisme oji. Besarnya konsentrasi/dosis yang digunakan mengikuti deret
geometrik (1, 2, 4, 8, dan 16 mg/kg), tidak mengikuti deret aritmatik (1, 2, 3, 4, dan 5
mg/kg) Hal ini disebabkan dalam grafik hubungan konsentrasi/dosis dengan tanggapan
(mortality), umumnya diplotkan besarnya tanggapan (mortality) pada y aksis
dan log konsentrasi/dosis pada x aksis (Stine and Brown 1996).
Organisme yang dapat digunakan sebagai organisme uji, antara lain
insekta, moluska, amfibia, ikan, dan burung. Organisme uji yang digunakan
dalam praktikum ini adalah ikan, karena ikan mempunyai sensitivitas yang
tinggi terhadap pencemar (Pascoe and Edwards 1989).
Dalam mendesain aquatic toxicity tests sering mengalami kesulitan,
karena berhubungan dengan kompleksitas kimiawi air, antara lain suhu air, pH,
konsentrasi ion, set,yawa tersuspensi, gas terlarut, dan faktor-faktor lain yang
harus dimonitor untuk memperoleh kondisi yang sebenarnya di alam (Stine and
Brown 1996).
Untuk mengetahui LC50 insektisida merk fastac pada pengamatan air uji, maka
diperlukan organisme uji untuk dipaparkan terhadap berbagai konsentrasi insektisida
tersebut. Organisme uiji yang paling sering dpakai adalah dari kelas pisces, salah satunya
adalah Oreochromis nilotica, dipakai karena memiliki kisaransensitivitas yang lebar,
mudah diperoleh dan mudah diaklamatisasi (Pascoe and Edward 1989).
Selain menentukan LC50, faktor-faktor lingkungan perairan seperti suhu air, pH
air, DO, CO2 bebas dan alkalinitas juga perlu diukur dan dimonitor dan dimonitor agar
korelasi antara kematian organisme dengan parameter lingkungan dapat dipelajari
pengaruhnya (Stine and Brown 1996). Uji toksisitas insektisida penting dilakaukan
supaya dapat diketahui dan mengontrol terhadap kotaminasi insektisida di perarian
dengan tujuan melindungi kesehatan perairan dan lingkungan (Furuta 2006)
Praktikum tersebut dilaksanakan sesuai dengan petunjuk EPA (Envirionmental
Protection Agency) dengan menggaris bawahi semua uji toksisitas dan memenuhi apa
yang mereka siarkan dan mengujinya pada ikan, untuk itu kami telah mengikuti prosedur
dan ketentuan yaitu :
1. Setiap hewan uji memenuhi persyaratan dengan ukuran ikan panjang tidak lebih
dari 1½ daripada ikan yang pendek.
2. Untuk keperluan atau kepentingan pernafasan setiap berat ikan 0,8 gr harus
disediakan ikan minimum 1 liter air.
3. Sumber ikan uji harus berasaldari satu tempat.
4. Sebelum dilakukan uji toksisitas harus diadaka penyesuaian dari lingkungan alami
(asal ikan) ke lingkungan laboratorium (akuarium), penyesuaian ini di sebut
aklamatisasi. Aklamatisasi dilakukan selama 2 minggu.
5. Semua hewan uji yang masih hidup berarti hewan uji tersebut sudah sesuai
dengan lingkungan laboraturium yang kelak mengalami mortalitas (mati) betul-
betul mati kaena bahan uji, oleh karena itu dalam aklamatisasi ikan tidak diberi
makan berlebihan, apabila ikan mati segera dibuang dan 2 hari sebelumnya
pelaksanaan uji hewan uji tidak diberi makan karena pemberian makanan yang
berlebihan akan mengakibatkan kotoran ikan menjadi banyak dan akan
menurunkan DO (dossolved oxygen).
6. Setiap bejana (akuarium) harus sama bentuk, volume dan warna (misal warna
hitam akan lebih banyak menyerap cahaya sehingga suhu akan menjadi naik).
7. Setiap bejana hanya diuji 10 ekor hewan uji dengan ukuran yang sesuai yaitu; 0,8
gr/l dan panjang tidak lebih dari 1½ kali daripada yang pendek.
8. Penelitian dilaksanakan selama 96 jam.

B. Permasalahan ilmiah
Insektisida dapat menimbulkan efek merugikan bagi kehidupan lingkungan
peraira maupun daratan dan dapat mengganggu bahkan mematikan organisme perairan
maupun organisme darat termasuk manusia itu sendiri apabila terakumulasi ke dalam
tubuh lewat rantai makanan, efek merugikan tersebut dapat berupa perubahan struktur
maupun fungsional baik secara akut maupun kronis. Oreochromis nilotica diketahui
memiliki kisaran sensitivitas yang lebar terhadap toksikan, namun, dari pernyataan
tersebut timbul pertanyaan berapakan konsentrasi LC50 insektsida merk fastac terhadap
Oreochromis nilotica?, Apakah faktor-faktor lingkungan perairan seperti suhu air, pH air,
DO, CO2 bebas dan alkalinitas terhadap kematian hewan uji?
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mepelajari toksisitas insektisida merk fastac terhadap
Oreochromis nilotica dihubungkan dengan parameter fisik, kimiawi dan biologis, dan
mempelajari efek sublethal serta menentukan kadar LC50-96 jam insektsida merk fastac
terhadap Oreochromis nilotic.

D. Hipotesis
Efek mortalitas Oreochromis nilotica sebanyak 50% berbeda-beda di tiap
perlakuan konsentrasi insektisida merk fastac tergantung pada konsentrasi kadar
konsentrasi bahan kimia dan lama perlakuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Pestisida adalah zat kimia yang secara selektif dapat membunuh hama baik
tumbuhan, serangga atau binatang lain. Pestisida terdiri atas 2 macam yaitu pestisida
kimiawi dan pestisida biologis. Pestisida kimiawi adalah pestisida yang bahan aktifnya
dibuat secara sintetis dari bahan kimia. Dan pestisida biologis yaitu pestisida yang bahan
aktifnya disintesis secara biologis (Martani dan Margino, 2007).
Penggolongan pestisida berdasarkan organisme target terdiri dari berbagai macam
jenis yaitu :
1 a. Insektisida yaitu pestisida untuk membasmi serangga seperti; Decis, DDT,
Puradan
2 b. Herbisida yaitu pestisida untuk membasmi tanaman pengganggu seperti
Gramoxon, Trifularin
3 c. Fungisida yaitu pestisida untuk membasmi jamur seperti Bordeoux, Kaptan
(mengand. halogen)
4 d. Rhodentisida yaitu pestisida untuk membasmi hama vertebrata seperti
Kumakhlor, Warfarin (mengand. Halogen/ logam)
5 e. Bakterisida yaitu pestisida untuk membasmi bakteri seperti berbagai antibiotik
6 f. Nematisida yaitu pestisida untuk membasmi Nematoda seperti Aldikarb
7 (Martani dan Margino, 2007)
Sedangkan penggolongan pestisida berdasarkan bahan aktif, antara lain:
a. Organoklorin, contoh : DDT ;Toksisitas tinggi, Mudah terakumulasi pada bahan
makanan, sekarang di bidang pertanian DDT sudah tidak diperbolehkan lagi karena
karena waktu persistensinya yang sangat lama yaitu lebih dari 15 tahun sehingga selama
waktu itu lingkungan akan tercemar oleh DDT tersebut. DDT sekarang hanya
diperbolehkan untuk kegiatan pada bidang kedokteran dengan pengawasan yang ketat,
metosiklor, Aldrin, Dieldrin, dsb.
b. Organofospat, contoh Round up, parathion, malathoin dan Glifosat; Organofospat
biasanya toksisitasnya rendah, relatif mudah terdegradasi sehingga relatif aman bagi
lingkungan
c. Pirethrin, contoh Decis; Pirethrin relatif aman bagi lingkungan karena mudah
terdegradasi, toksisitas zat terhadap non target kecil sehingga pada saat sekarang
penggunaan pestisida ini lebih banyak digunakan.
d. Pirimidin contoh Gramoxon, Pirimidin biasanya sangat sulit terdegradasi pada kondisi
yang masam.
e. Karbamat contoh Furadan, karbaril (sevin), Baygon, dll ; Karbamat dulu sekitar 20
tahun yang lalu mulai dipakai sampai sekarang, pada dasarnya senyawa ini lebih cepat
terdegradasi menjadi senyawa sederhana namun penggunaannya sekarang menurun
karena juga dapat menyebabkan toksik terhadap non target, dengankemajuan zaman
manusia berusaha menggunakan bahan kimia yang relatif aman bagi kesehatan makhluk
hidup maupun kesehatan lingkungan.
f. Fenoksi contoh 2,4 D dan 2,4,5-T, bahan pestisida ini biasanya digunakan sebagai
bahan pembuatan senjata kimia, penggunaannya sekarang telah dibatasi karena sifatnya
yang sangat toksik menyerang suatu system dalam ekosistem alam sehigga dapat
menyebabkan kerusakan secara luas. Misalnya tentara AS menggunakan senyata kimia
dengan bahan dasar 2.4.5-T ini menyerang Vietnam maka tumbuhan yang berada pada
daerah itu perlahan-lahan akan akan rusak, daun menjadi kuning dan kemudian mati
sehingga memudakan tentara AS dalam perang untuk menghancurkan benteng
perlindungan di Vietnam tetapi dampaknya besar bagi makhluk hidup yang berada di
sana karena tumbuhan berada pada tingkat tropik atas maka pada tingkat tropik bawah
akan terganggu bahkan mati sehingga bahan fenoksi ini dapat merusak ekosisem secara
luas (Martani dan Margino, 2007)
Daya bunuh atau daya hambat suatu pestisida tergantung pada :
1. Jenis dan konsentrasi bahan aktif yang terkandung dalam pestisida
2. Mode of Action (Mekanisme toksisitas)
3. Dosis aplikasi pestisida
8 4. Formulasi pestisida (Martani dan
Margino, 2007)
Efek samping pestisida terhadap lingkungan dan biotanya, yaitu :
1. Resistensi pada organisme target
2. Penurunan kualitas lingkungan
3. Penurunan kualitas produk pertanian atau perikanan (bioakumulasi)
4. Penurunan populasi dan aktivitas biota tanah
5. Gangguan kesehatan makhluk hidup (manusia, hewn dan tubuhan) berupa
bioakumulasi.
Permasalahan bagi lingkungan akan terjadi apabila, yaitu :
1 1. penggunaan spektrum pestisida yang sangat luas
2 2. penggunaan fungisida lebih merusak lingkungan membunuh fungi yang berguna
3 3. proses pembuatan pestisida
0 • bahan dasar → tidak dapat dibiodegradasi
1 • hasil samping → racun yang berbahaya
4 4. beberapa pestisida setelah mengalami biodegradasi menjadi lebik toksik dari
senyawa asalnya.
Insektisida yang paling beracun dan menimbulkan musibah pada manusia adalah
- DDT
- Aldrin
- Dieldrin
- Heptachlor
.- Endrin (Risebrough,1990) dalam Tandjung (2003)
Limbah pestisida yang dilarang dan tahun mulai tidak boleh dipakai di USA
seperti insektisida organochlorin, yaitu :
No Insektisida Tahun No Insektisida Tahun

1 DDT 1968 6 Kepone 1976

2 Aldrin 1975 7 Mirex 1976


3 Dieldrin 1975 8 Heptachlor 1978
4 Toxaphene 1976 9 Chlordane 1978
5 Endosulfan 1976 10 Endrin 1979

Di antara Insektisida organofosfat, misalnya :Diaztnon Nialathion dan 19 jenis


lainnya dilarang peredaran dan pemakaiannya di USA sejak tahun 1976 karena
sangat beracun dan berbahaya bagi kehidupan manusia (Ludvik, 1990) dalam Tandjung
(2003).
Persistensi senyawa xenobiotic di alam ditunjukkan dengan proses
perombakannya yang berlangsung lambat oleh beberapa mikrobia alami tetapi ada
beberapa bakteri yang memiliki gen khusus yang mengkode enzim
degradative untuk senyawa yang memiliki tingkat persistensi tinggi sekalipun
bahkan beberapa di antaranya telah dikloning dan disekuens (Parsek et al., 1997). Enzim
yang berperan dalam proses degradasi bersifat spesifik dan memiliki kemampuan yang
berbeda bagi setiap mikrobia tertentu (Dart & Stretton, 1977).
Beberapa Contoh Persistensi Pestisida Dalam Tanah dan air
NO NAMA STRUKTUR KIMIA
PESTISIDA

1 ALDRIN 1,2,3,4,10,10-hexachloro-1,4,4A,5,B,8- > 15 tahun


hexahydro-endo-1,4-exo-5,8-
dimethanonaphtalena
2 chlordane 1,2,4,5,6,7,8,8-octachloro-2,3,3a,4,7,7a > 15 tahun
hexahydro-4,7-methanoindene
3 DDT 1,2,2-trichloro-2,2-bis-ethane > 15 tahun
4 Dicamba 3,6-dichloro-o-anisic acid 4 tahun
5 Diuzon 3-(3,4-dichlorofenil)-1-1-dimytilurea > 15 bulan
6 2-(2,4-DP) 2-2,4(2,4 dechlorofenoksi)profionic acid >103 hari
7 Endrin 1,2,3,4,10,10-hexachloro-6,7,epoxy- > 14 tahun
1,4,4A,5,6,7,8,8aoktahydro-endo-1,4-endo-
5,8-dimethanonaphtalena
8 Fenac 2,3,6-6trichlorophenylacetic acid > 18 bulan
9 flourneturon N’(3-trifluromethylphynil)-N,N-dimthyuren 195 hari
10 heptachlor 1, 4,5,6,7,8,8-heptachloro-3α,4,7,7a- > 14 tahun
tetrahydro-4,7-endmethanoindene
11 Lindane 1,2,3,4,5,6-hexachlorocyclohexane > 15 tahun

12 monuron 3-(P-chlorophynyl)-1,1-dimytilurea > 3 tahun


13 parathion 0,0-diethylo-p-nitrophynyl phosforothioate > 16 tahun
14 PCP penthachlorofenol > 5 tahun
16 Picloram 4-amino-3,5,6-trichloropicolinic acid > 5 tahun
17 Propazine 2-chloro-4.6-bis-(isoprophylamino)triazine 2 - 3 tahun
18 2,4,5 T 2,4,5-trichlorophynoxyacetic acid > 190 hari
19 2.3,6-TBA 2,3,6-trichlorobenzoic acid 2 tahun
20 Toxaphene Chlorinated camphene > 14 tahun
21 Trifluralin Trifluoro-2-6-dinitro-N,N-dipropyl-P- > 40 minggu
tuloidine

III. BAHAN DAN METODE


A. Deskripsi tempat penelititan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium ekologi UGM dengan menggunakan 15 buah
akuarium kaca. perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali. Perlakuan pertama pada tanggal
15 desember 2008 di laksanakan exploratory test (uji pendahuluan ke-1), perlakuan kedua
exploratory test (uji pendahuluan ke-2) pada tanggal 17-18 desember 2008. Dan ketiga
adalah full scale test (uji sesungguhnya) tanggal 19-23 desember 2008.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bak penampung ikan untuk
aklimatisasi, 15 buah akuarium kaca dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 20 cmdan
tinggi 30 cm, timbangan analitik, mikroskop, mikroburet, fish net, kertas label, DO meter
elektronik, thermometer, DO kit, CO2 kit, alkalinitas kit
Bahan yang digunakan yaitu 300 ekor Oreochromis nilotica Insektsida merk
fastac dan air ledeng. Ukuran panjang badan ikan yang terkecil dibandingkan
ikan yang terbesar tidak lebih dari 1 : 1,5.
C. Cara kerja

1. Aklimatisasi
Hewan-hewan uji yang akan digunakan dalam praktikurn, terlebih
dulu dipelihara dalam kondisi laboratorik selama minimum 10 hari dan 2 hari
sebelum perlakuan hewan-hewan tersebut dipuasakan.
2. Uji pendahuluan ke-1 (exploratory test 1)
Hewan uji sebanyak 50 ekor dibagi menjadi 5 kelompok. masing-masing
10 ekor tiap kelompok, ditempatkan di dalam bejana uji berisi 10 liter air, dengan
biomassa ikan 0,8 gr/1 (EPA 1980) Kelima kelompok tersebut ditandai dan diberi
bahan pencemar yaitu insektisida merk fastac, dan dalam waktu 0, 24, 48, 72,
dan 96 jam setelah perlakuan, diamati mortalitas hewan uji. dengan
konsentrasi :
a. Kelompok I kontrol
b. Kelompok II konsentrasi 0,01
c. Kelompok III konsentrasi 0,1 %
d. Kelompok IV konsentrasi 1 %
e. Kelompok V konsentrasi '10 %
Sebanyak 5 buah akuarium diisi masing-masing 10 liter air dan 10 ekor ikan
dengan konsentrasi insektisida merk fastac yaitu 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm dan 10 ppm
serta 0 ppm, untuk kontrol. Hal ini dilakukan dengan satu ulangan sehingga digunakan
total 10 buah akuarium. Dalam waktu beberapa jam saja semua ikan yang diberikan
insektisida merk fastac dari 0,01 ppm, 0,1 pp, 1 pp sampai 10 ppm mengalami kematian
kecuali pada 0 ppm(kontrol), begitu pula pada ulangan. Hal ini berarti dengan konsentasi
ppm terlampau besar untuk itu harus kembali dilakukan uji pendahuluan ulang dengan
konsentrasi yang lebih rendah.
3. Uji pendahuluan ke-2 (exploratory test 2)
Untuk uji pendahuluan ke-2, kembali dilakukan perlakuan sebanyak 6 buah
akuarium diisi masing-masing 10 liter air dan 10 ekor ikan dengan konsentrasi insektisida
merk fastac yaitu 0,15 ppb, 0,015 ppb, 0,0015 ppb dan 0,00015 ppb, 0,000015 ppb serta 0
ppb, untuk kontrol. Hal ini dilakukan dengan satu ulangan sehingga digunakan total 12
buah akuarium. Dalam perlakuan tersebut didapatkan mortalitas hewan uji selama 48 jam
yaitu konsentrasi 0,15 dan 0,015 ppb semua ikan Oreochromis nilotica seluruh ikan mati
(100%) dan 0,0015 ppb dan 0,00015 ppb, 0,000015 mati 1 ekor (10%), 0, dan 1
ekor(10%). Sehingga praktikan mengambil perkiraan rentang antara 0,0015 ppb sampai
0,015 ppb, karena dengan konsentrasi tersebut yaitu 0,0015 ppb mati 1 ekor (10%), dan
0,015 ppb mati 10 ekor (100%), sehingga untuk mengetahui LC 50 dal uji sebenarnya, akan
dilakukan perlakuan diantara rentang tersebut.
4. Uji sesunguhnya (full-scale test)
Sebanyak 10 akuarium berisi masing-masing 10 liter air yang telah diaerasi
selama 2 hari dibagi menjadi 5 bagian. Bagian pertama dengan 2 akuarium, digunakan
sebagai control, bagian kedua yaitu 2 buah akuarium diberi fastac hingga konsentrasi
menjadi 0.0015 ppb, bagian ketiga yaitu 2 buah akuarium diberi fastac hingga konsentrasi
menjadi 0.0045 ppb, keempat diberi fastac hingga konsentrasi 0.009 ppb, dan kelima
diberi fastac hingga konsentrasi 0.018 ppb (lampiran 1)
Kemudian masing-masing akuarium dimasukkan 10 ekor Oreochromis nilotica.
Pengamatan mortalitas ikan dilakukan selama 96 jam atau 5 hari, sedangkan parameter
lingkungan yang diukur tiap hari meliputi suhu air, pH air, DO, CO 2 bebas dan alkalinitas
air. Pengukuran mortalitas Oreochromis nilotica dilakukan tiap 24 jam dan mengamati
efek-efek sublethalnya berupa pola pergerakan ikan, struktur chromotophora dan
guanophora pada squama serta mengamati respirasinya. Pengukuran suhu air dilakukan
dengan mencelupkan termometer dalam air akuarium sampai suhu stabil dan dilakukan
pembacaan nilai pada saat termometer masih berada di dalam air. Pengukuran pH
dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara mencelupkannya di masing-
masing air akuarium percobaan dan dikalibrasi menggunakan aquadest. Untuk
pengukuran DO (Dissolved Oxygen) dengan metode Micro Winkler dan Pengukuran CO2
bebas dan alkalinitas air juga dengan metode Micro Winkler. Untuk pengamatan fisik air
dilakuan dengan mengamati warna, baud n kekeruhan air.
D. Analisa data
Berdasarkan tabel pengamatan, diperoleh data berupa persentasi mortalitas ikan,
nilai suhu air, pH air, kadar DO, kadar CO 2 bebas, kadar alkalinitas dan pergerakan ikan
selama 96 jam pada tiap perlakuan. Parameter lingkungan berupa suhu air, pH air, kadar
DO, kadar CO2 bebas, kadar alkalinitas selama 96 jam pada tiap perlakuan dirata-ratakan
kemudian disajikan dalam bentuk grafik. LC 50 dapat ditentukan dengan probit analysis
atau interpolasi pada kertas grafik. Namun pada praktiku ini LC 50 ditentukan dengan
menginterpolasi persentase kematian dan konsentrasi pencemar yaitu insektisida merk
fastac pada kertas grafik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Grafik 1. LC50 – 96 Grafik 2. LC50 – 48
M M
O O
R R
T T
A A
L L
I I
T T
A A
S S
(%) (%)

Kadar (ppb) 1/1000 Kadar (ppb) 1/1000


Dari grafik di atas, LC50-96 adalah 0,0105 ppb dan LC50-48 adalah 0,012 ppb.
Untuk dosis aman adalah 10% dari LC50-48, sehingga didapatkan :
1/10 x 0,012 ppb = 0,12 ppb.

Grafik 3. Fluktuasi suhu air dari jam 0 sampai dengan jam ke-96
Grafik Suhu Air

27.5
27
konsentrasi 0 ppb
26.5 konsentrasi 0,0015 ppb
Suhu

26 konsentrasi 0,0045 ppb


25.5 konsentrasi 0,009 ppb
konsentrasi 0,018 ppb
25
24.5
Jam ke-0 jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72 jam ke-96
Waktu

Grafik 4. Fluktuasi DO (dissolved oxygen) dari jam 0 sampai dengan jam ke-96

Grafik DO

20

konsentrasi 0 ppb
Kadar DO (ppm)

15
konsentrasi 0,0015 ppb
10 konsentrasi 0,0045 ppb
konsentrai 0,009 ppb
5
konsentrasi 0,018 ppb
0
Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72 Jam ke-96
Waktu

Grafik 5. Fluktuasi CO2 bebas dari jam 0 sampai dengan jam ke-96
Grafik Karbondioksida bebas

200

kosentrasi 0 ppb
kadar CO2 bebas

150
konsentrasi 0,0015 ppb
100 konsentrasi 0,0045 ppb
konsentrasi 0,009 ppb
50
konsentrasi 0,018 ppb

0
1 2 3 4 5
Waktu

Grafik 6. Fluktuasi pH dari jam 0 sampai dengan jam ke-96

Grafik pH

7.6
7.5
konsentrasi 0 ppb
7.4
7.3 konsentrasi 0.0015
pH

7.2 konsentrasi 0,0045


7.1 konsentrasi 0,009 ppb
7
konsentrasi 0.018 ppb
6.9
6.8
Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72 Jam ke-96
Waktu

Grafik 7. Fluktuasi Alkalinitas dari jam 0 sampai dengan jam ke-96


Grafik Alkalinitas

400
350
Kadar alkalinitas

konsentrasi 0 ppb
300
250 konsentrasi 0,0015 ppb
200 konsentrasi 0,0045 ppb
150 konsentrasi 0,009 ppb
100
konsentrasi 0,018 ppb
50
0
Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72 Jam ke-96
Waktu

M
O
R
T
A
L
I
T
A
S
(%)

10,5 Kadar (ppb) 1/1000


IV. KESIMPULAN
V. DAFTAR PUSTAKA
Martani, E., dan S. Margino. 2007. Biodegradasi dan Bioremidiasi. Program
Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Stine, K.E., and T.M. Brown. 1996. Principles of Toxicology. CRC Press, Inc. USA.

Duffus, J.H. 1980. Environmental Toxicology. Edward Arnold Ltd. London.

Pascoe, D., and R.W. Edward. 1989. Single Species Toxicity Tests, pp. 93 -119. In A.
Boudou & F. Ribeyre (ed.), Aquatic Ecotoxicology : Fundamental
Concepts and Methodologies, vol. 2. CRC Press, Inc. Florida.
Furuta, T. 2006. New test method using small marine fish. Central research Institute of
Electric power industry. Tokyo, pp:1-3.

Widada, J., H. Nojiri & T Omori. 2002. Recent Development in Moleular Techniques for
Identificatio and Monitoring of Xenoiotic-degrading Bacteria and Thier Catabolic
Genes in Bioremidiation. Applied Micrbiology and Biotechnology. 60:45-59
Martani, E. 1992. Bioteknologi Lingkungan. PAU Bioteknologi. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Tandjung, S.D. 2003. Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Dart, R.K. & R.J. Stretton. 1997. Microbiological Aspect of Pollution Control. Elsevier
Scientific Pubhlishing Company. New York.
Parsek, R.M., McFall M. S & Chakrabaty M. A. 1997. Microbiology Degradation of
Toxic Chemicals : Evolutionary Insight In: Moo-young M. Anderson A. W &
Chakrabaty M. A. (eds). Environmental Biotechnology: Principles & Applications.
Kluwer Academic Pubhlisers. London.

Anda mungkin juga menyukai