Anda di halaman 1dari 16

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budidaya perikanan atau juga sering disebut budidaya perairan merupakan


kegiatan yang melakukan produksi pada biota perairan atau seacara umum dalam
wadah atau kondisi yang terkontrol atau dapat dikendalikan. Indonesia memiliki
ekosistem alami dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah, sehingga
dimasukkan dalam kawasan alami dengan biodiversitas yang tinggi.
Keanekaragaman hayati adalah penting bagi umat manusia karena menyediakan
bahan baku untuk makanan, obat-obatan dan industri (Sutarno, 2015).
Ekosistem di perairan laut juga sangat mendukung kegiatan budidaya dimana
ekosistem yang baik akan memberikan kesempatan hidup yang baik bagi biota
budidaya seperti ekosistem hutan bakau (Amin, Irawan, and Zulfikar 2015),
dimana terdapat juga bakau jenis Nipah yang air niranya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan peng hasil bioethanol sebagai bahan bakar alternative (Venrico,
Irawan, and Muzahar 2014) dan (Saputra, Irawan, and Idris 2016).
Uji toksisitas akut merupakan bagian dari uji praklinik yang dirancang untuk
mengukur efek toksik suatu senyawa. Toksisitas akut mengacu pada efek toksik
yang terjadi setelah pemberian oral dosis tunggal dalam selang waktu 24 jam.
Dosis Letal tengah atau LD50 adalah tolak ukur statistik setelah pemberian dosis
tunggal yang sering dipergunakan untuk menyatakan tingkatan dosis toksik
sebagai data kuantitatif. Sedangkan gejala klinis, gejala fisiologis dan mekanisme
toksik sebagai data kualitatifnya (Jenova, 2019).
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai
kemampuan senyawa untuk menyebabkan kerusakan atau injuri. Istilah toksisitas
merupakan istilah kualitatif yang terjadi atau tidak terjadinya kerusakan yang
tergantung pada jumlah unsur senyawa toksik yang terabsorbsi. Proses
pengrusakan ini baru terjadi apabila pada organ target telah telah menumpuk
menjadi satu dalam jumlah yang cukup dari bagian toksik atau metabolitnya,
begitu pula hal ini bukan berarti bahwa penumpukan yang tertinggi dari agen
toksik itu berada di organ target, tetapi bisa juga ditempat lain. Selanjutnya, untuk
2

sebagian besar senyawa toksik pada konsentrasi yang tinggi dalam tubuh akan
menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. Konsentrasi senyawa toksik dalam
tubuh merupakan jumlah racun yang dipaparkan, kemudian berkaitan dengan
kecepatan absorbsinya, jumlah yang diserap, dan berhubungan dengan distribusi,
metabolisme maupun ekskresi senyawa toksik tersebut (Mansur, 2018).
uji toksisitas akut bertujuan untuk mengamati efek toksik suatu senyawa yang
bisa terjadi dalam jangka waktu yang singkat setelah pemberiannya dengan
takaran tertentu. Paling tidak empat peringkat dosis yang dianjurkan dalam
pengujian toksisitas akut, dosis tersebut berkisar dari dosis rendah yang tidak atau
hampir mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat
mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji (Fadli, 2015).
Uji toksisitas terdiri dari toksisitas umum (seperti akut, subkronis, kronis) dan
toksisitas khusus (seperti mutagenik, teratogenik dan karsinogenik) (Depkes RI,
2000). Untuk menentukan LD50 secara tepat, perlu dipilih suatu dosis yang akan
membunuh sekitar separuh jumlah hewan uji, dosis lain yang akan membunuh
lebih dari separuh dan dosis ketiga yang akan membunuh kurang dari separuh dari
jumlah hewan uji. Sering digunakan empat dosis atau lebih dengan harapan
bahwa sekurang-kurangnya tiga dosis diantaranya akan berada dalam rentang
dosis yang dikehendaki (Dms, 2014).

1.2. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkah laku
ikan yang diberi bahan toksik Lipan dan untuk mengetahui kadar toksik yang
mampu merusak atau membunuh ekosistem di suatu perairan,serta mengetahui
dosis toksik yang dapat membunuh ikan pada saat praktikum Toksikologi
Akuakultur.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uji Toksisitas

Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada
sistem biologi, dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan
uji. Biota uji untuk uji toksisitas diperlakukan proses aklimatisasi proses
penyesuaian dua kondisi lingkungan yang berbeda (dari tempat asal ke perairan
selanjutnya) sehingga perubahan kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi
benih. Range Finding Test (RFT) merupakan uji pendahuluan sebelum dilakukan
uji toksisitas, yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi air limbah yang aman
sebelum dilakukan uji toksisitas . Uji toksisitas dapat dilakukan dengan metode
uji toksisitas kronis maupun akut. Uji toksisitas kronis dilakukan untuk
mendeteksi apakah polutan mengandung konsentrasi yang menyebabkan efek
toksik dalam jangka waktu yang pendek, sedangkan uji toksisitas akut digunakan
untuk deteksi konsentrasi polutan yang menyebabkan efek toksik pada jangka
waktu yang lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas polutan terhadap
biota adalah komposisi toksikan, jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi
paparan toksikan, frekuensi paparan toksikan, sifat lingkungan dan jenis
biota(Ihsan, Edwin, dan Vitri, 2017).

Toksisitas suatu zat dapat diukur dengan uji toksisitas akut yang
dinyatakan dalam konsentrasi letal (LC50). LC50 adalah konsentrasi yang dapat
mematikan 50% hewan uji dalam waktu yang relatif pendek yakni satu sampai
empat hari (Soemirat, 2003). Uji toksisitas akut dapat digunakan untuk
menentukan toksisitas suatu senyawa spesifik yang terdapat dalam efluen. Untuk
keperluan penelitian toksisitas diperlukan hewan uji. Hewan uji yang digunakan
dapat berupa ikan karena dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air
maupun terhadap senyawa pencemar terlarut dalam batas konsentrasi
tertentu(Masriyono dan Afrianisa, 2019).
4

2.2. Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Jenis ikan lele
jawa (Clarias Batrachus) juga dalam tingkatan produktifitasnya sangat tinggi
yang sudah dibudidayakan secara luas di negara Indonesia ini. Teknologi yang
digunakan juga sudah pada tingkatan cukup tinggi(Iswanto et al. 2022).

ikan lele (Clarias Batrachus) ini memiliki morfologi yang sangat mirip
dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Bentuk tubuh yang memanjang,
bulat, kepala yang agak melebar, tidak memiliki sisik, memiliki kulit yang licin,
warna kulit terdapat bercak – bercak berwarna keputihan hingga kecoklatan abu –
abu. Tengah badanya mempunyai potongan membulat, dengan kepala pipih
kebawah (depressed), sedangkan bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih
kesamping (compressed), jadi lele ditemukan tiga bentuk potongan melintang
( pipih kebawah, bulat dan pipih kesamping).

Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar, misalnya di sungai yang
airnya tidak terlalu deras atau di perairan yang tenang (danau, waduk, rawa-rawa)
dan genangan-genangan air lainnya (kolam dan air comberan). (Faridah, Diana,
dan Yuniati, 2019)Di sungai, ikan lele ini lebih banyak dijumpai pada tempat-
tempat yang alirannya tidak terlalu deras. Pada tempat kelokan aliran sungai yang
arusnya lambat, ikan lele seringkali tertangkap. Ikan ini tidak menyukai tempat-
tempat yang tertutup rapat oleh tanaman air, tetapi lebih menyukai tempat yang
terbuka. Ini mungkin berhubungan dengan sifatnya yang sewaktu-waktu dapat
mengambil oksigen langsung dari udara

Budidaya ikan lele selama ini yang dikembangkan secara


konvesional dalam budidaya, pembuatan kolam, pengolahan air, pembesaran
bibit dan pakan lele. Budidaya yang dilakukan dengan menggunakan
konvesional selama ini membutuhakan biaya yang besardan waktu yang
cukup lama, sedangkan ikan lele yang dihasilkan tidak melimpah.
Produksi ikan yang dihasilkan dengan menggunakan metode konvensional
seperti seleksi induk, transfer gen (transgenesis), dan protein rekombinan tidak
memenuhi target. Dengan meningkatnya permintaan pasar sekitar 80% tidak
5

mencukupi ikan lele yang dihasilkan melalui metode konvesional(Menanti,


2019).

2.3 Lipan

Berikut ini adalah klasifikasi dari Lipan, yaitu :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Myriapoda

Kelas : Chilopoda

Ordo : Scolopendromorpha

Famili : Scolopendridae

Genus : Scolopendra

Lipan adalah kelas dari binatang berbisa bertubuh pipih, bersegmen seperti
cacing, berkaki banyak, bersendi, bagian depannya beracun. lipan merupan hewan
tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Arthropoda, subfilm
Myriapoda dan terdiri dari berbagai jenis kelabang atau lipan. Hewan ini
tergolong hewan pemangsa (predator), makanannya adalah cacing dan serangga.
Bentuk tubuhnya pipih, jumlah segmen bisa mencapai 177, setiap segmen
mempunyai sepasang kaki, kecuali pada satu segmen di belakang kepala dan dua
segmen terakhir. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata. Masing-masing
mata mengalami modifikasi menjadi cakar beracun. Lipan atau kelabang bila
bertemu mangsanya akan menyerang mangsanya dengan cara menggigit
menggunakan kaki beracun yang berguna untuk melumpuhkan mangsa. Mereka
membunuh mangsa mereka dengan cakar racun dan kemudian mengunyahnya
dengan rahang bawahnya. Kelabang atau lipan terbesar di dunia dengan spesies
Scolopendra gigantea hampir 30 cm panjangnya. lipan yang biasanya hidup di
rumah yaitu Scutigera yang memiliki 15 pasang kaki, jauh lebih kecil dan sering
terlihat berlarian mengelilingi kamar mandi dan bawah tanah yang lembap, di
mana mereka menangkap serangga. Sebagian besar spesies kelabang tidak
6

berbahaya bagi manusia, meski banyak kelabang tropis berbahaya. Ada sekitar
3.000 spesies lipan di seluruh dunia ( Anonim, 2022).
7

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Toksikologi Akuakultur mengenai “Uji Toksisitas Akut Lc


(Letal Cosentrasi) 50% Selama 72 Jam”, maka kami melakukan pengamatan
mulai dari 17 - 20 November 2023. Bertempat di Laboratorium Mutu Lingkungan
Budidaya, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat

Alat dan Bahan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat yang Digunakan
No. Alat Kegunaan

1. Akuarium ukuran 10 liter Sebagai wadah pengamatan

2. Alat Tulis Sebagai alat tulis input data

3. Pipa
Sebagai Pengaduk toksikan

4. Tangguk Untuk menangkap ikan

Data hasil selama pengamatan


5. Laporan Pengamatan
6. Hp/camera Sebagai alat dokumentasi
Tabel 2. Bahan yang Digunakan

No. Bahan Kegunaan


1. Ikan patin Sebagai sampel
pengamatan

2. Lipan yang telah dihaluskan Sebagai toksikan dalam


pengamatan

3. Air Media ikan pada toples


8

3.3. Metode Praktikum

Metode yang digunakan “Uji Toksisitas Akut Lc (Letal Cosentrasi) 50%


Selama 72 Jam” ini adalah metode pengamatan secara langsung. Dimana data dan
informasi yang dibutuhkan diperoleh dengan cara mengamati secara langsung di
Laboratorium Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Riau, sehingga dapat memberikan gambaran ataupun hasil dari sampel
ikan yang diamati.
3.4. Prosedur Praktikum

Dalam praktikum kali ini prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Siapkan wadah ukuran 10 liter ( dari perlakuan P0-P4)


2. Siapkan toksikan berupa lipan yang telah dihaluskan
3. Timbang toksikan dan masukkan sesuai wadah dengan dosis yang telah
ditentukan
4. Dosis toksikan tiap wadah adalah sebagai berikut:
 P0: Kontrol
 P1: 1 mg/l
 P2: 10 mg/l
 P3: 100 mg/l
 P4: 1000 mg/l
5. Kemudian tambahkan air 1 ekor / liter dengan banyak ikan 8 ekor/wadah
jadi total air dalam satu wadah adalah 8 liter
6. Masukkan ikan nila sebagai ikan sampel
7. Kemudian amati 3 jam sekali selama 72 jam dan buat video selama satu
menit pada masing –masing wadah
8. Amati gejala yang terjadi dan juga pergerakannya dan juga hitung bukaan
mulut dan overculum selama satu menit
9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pada praktikum toksikologi ini melakukan uji toksikan kepada ikan lele
yang berukuran 4 cm sebanyak 40 ekor, dilakukan sebanyak 5 wadah uji toksikan
dengaan jumlah dosis yang berbeda, toksikan yang digunakan adalah limbah lipan
maka didapati hasil sebagai berikut:

Perlakuan Dosis Jumlah Jam Perlakuan


Mg/L ikan

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72

P0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0
P1 1 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
P2 10 8 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
P3 100 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
P4 1000 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari data diatas dapat dilihat selama 72 jam ikan mengalami kematian
sebanyak 13ekor dan dominan mati pada wadah percobaan P2 maka didapatkan
hasil perhitunga LC50 72 jam nya adalaah sebagai berikut :
10
11

4.2. Pembahasan
Ikan yang hidup di air tawar yang bertulang sejati salah satunya yaitu ikan
lele. Ikan ini di kelompokan dalam ordo siluriformes. Ciri morfologinya tubuh
yang licin, pipih memanjang dan memiliki sungut yang menyembul dari daerah
sekitar mulut. Lele termasuk ikan yang paling mudah diterima masyarakat karena
berbagai kelebihannya yaitu pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan
adaptasi terhadap lingkungan yang baik, memiliki rasa yang enak, kandungan
gizinya tinggi, dan harganya lebih terjangkau. Komposisi gizi ikan lele meliputi
kadar protein (17,7 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %), dan air (76 %)
(Muhammad & Andriyanto, 2013).
Salah satu masalah dalam kegiatan budidaya ikan lele adalah tingginya
mortalitas ikan. Penyebab tingginya mortalitas ikan adalah kualitas air yang
buruk. Dalam budidaya ikan lele, pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
menjadi faktor utama yang menentukan keberhasilan. Amonia, ketika berada
dalam kondisi anaerob, memiliki sifat toksik yang dapat mengganggu
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Adapun faktor-faktor kimia air terkait
dengan budidaya termasuk ikan Lele Dumbo diantaranya yaitu oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen), suhu, kandungan N (Nitrit, Nitrat dan Amonia) dan pH air.
Faktor tersebut harus dikontrol sehingga kondisi air tetap stabil.
12

Uji toksisitas dilakukan agar dapat mengetahui efek letal suatu senyawa
toksik yaitu untuk mengetahui kematian biota uji akibat konsentrasi senyawa
kimia tertentu yang terkandung dalam suatu limbah, dicatat sebagai median letal
concentration (LC50) (Al- Attar, 2005). Uji toksisitas bertujuan memperkirakan
dampak dari pajanan zat kimia / bahan asing, dikarenakan semuanya berdampak
jelek bagi makhluk hidup dan semua zat asing tersebut memiliki tingkat toksisitas
yang berbeda (Lu, 2006). Uji toksisitas dengan menggunakan organisme
memberikan dampak penting terhadap perkembangan manajemen budi daya
perikanan.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dipaparkan diatas didapatkan
bahwa benih ikan lele yang diberi limbah lipan atau kelaban dalam perairan akan
mengalami bukaan mulut dan bukaan operculum yang berbeda-beda. Hal ini
tergantung seberapa banyak dosis limbah lipan yang diberikan, semakin banyak
Dosis diberikan maka tingkat kematian juga akan tinggi. Selain itu, warna
tubuh juga ikut berubah, warna insang, serta organ dalam ikan yang terlihat
berwarna hitam. Sirip ikan uji juga mengalami kerusakan atau gripis. Akibatnya
terjadinya kematian pada perlakukan berbeda dan dijam berbeda. Pada jam ke-6
pada perlakuan P0 terjadinya kematian pada ikan uji. Selanjutnya pada jam ke-69
dan 72 di perlakuan P3 dan P4 terjadi lagi mortalitas. Ikan yang mati
mengeluarkan lendir yang banyak.
Melalui praktikum ini juga didaptkan control group sebesar 1 dan
convergence information dengan probit sebesar 14. Kemudian didapatkan juga
data parameter estimates, converiances and correlation of parameter estimates
serta natural response rate estimate. Selain itu didapatkan data mengenai chi-
square tests, cell counts and residuals, dan confidence limits.
13

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Uji toksisitas akut merupakan uji yang bertujuan untuk mengamati efek tosik
suatu senyawa yang bisa terjadi dalam jangka waktu yang bisa terjadi dalam
jangka waktu yang singkat setelah pemberiannya dengan takaran tertenru. Pada
praktikum ini ikan mangalmi kematian sebanyak 13 ekor dan dominan mati pada
wadah percobaan P2 dengan dosis toksin 1 mg/l.

5.2. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan ialah sebaiknya praktikan lebih teliti saat
melakukan praktikum dan harus sesuai dengan prosedur agar hasil yang
didapatkan menjadi lebih baik dan akurat.
14

LAMPIRAN
15

Lampiran 1. Alat dan Bahan Praktikum

Akuarium Alat Tulis Thermometer

pH Indikator Buku Air

Lipan yang sudah digerus Ikan Lele


(Toksin)
16

Lampiran 2. Kegiatan Selama Praktikum

Anda mungkin juga menyukai