Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KSDA

Konservasi Pada Tingkat Komunitas dan Ekosistem

(Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah KSDA Oleh Dosen Pengampuh
Ibu Dr. Marini Susanti Hamidun, S.Si, M.Si)

Oleh :

Sela Restia Tangahu

(431417024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTNALO

2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Segala kehidupan makhluk hidup baik
mikrooragnisme maupun makroorganisme tidak lepas dari
sebuah asosiasi atau interaksi baik antar spesies maupun antar
populasi tertentu. Tanpa adanya asosiasi maka dapat
dipastikan keeksistensi suatu makhluk hidup tersebut akan
rendah. Didalam Asosiasi atau interaksi tersebut akan
memunculkan suatu pola baik antar spesies maupun populasi
yang khas dan beragam. Melalui pola tersebut kita dapat
mengetahui apakah suatu spesies atau populasi maupun
spesies tersebut mampu mempengaruhi keeksistensian
spesies maupun populasi organisme yang lain.
Saat ini, banyak sekali permasalahan dalam ruang
lingkup konservasi biologi salah satunya adalah permasalahan
persebaran pola spesies dan populasi. Lahan hutan yang
semakin sedikit dan aktivitas manusia menjadi salah satu
penyebab terbesar yang mempengaruhi persebaran pola
spesies dan populasi suatu makhlul hidup. Adapun pihak yang
harus membantu dalam pelestarian flora dan fauna bukan
hanya pihak lembaga-lembaga konservatif saja namun kita
sebagai mahasiswa biologi dan masyarakat umum juga harus
turut serta dalam mencapai tujuan pelestarian flora dan fauna.
Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mengetahui
mengenai konservasi pola permasalaham spesies dan populasi
yang dihadapi saat ini

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan dinamika populasi ?
2. Bagaimana pembinaan populasi dan satwa liar ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari
dinamika populasi.
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pembinaan
populasi dan satwa liar.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Dinamika Populasi


Perubahan jumlah pada suatu populasi dipengaruhi oleh
keadaan internal dari populasi, yaitu kelahiran, kematian, dan
ketahanan hidup. Adanya perubahan jumlah dari suatu populasi
disebut pertumbuhan populasi. Pertumbuhan populasi dapat
memberikan informasi apakah perubahan jumlah populasi untuk
tahun berikutnya selalu meningkat, menurun atau tetap.
Umur dan pertumbuhan merupakan parameter dinamika
populasi yang mempunyai peran penting dalam pengkajian stock
perikanan. Effendie (1997) mengatakan bahwa pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor jumlah dan ukuran makanan yang
tersedia, suhu, kualitas air, umur, dan ukuran organisme serta
kematangan gonad. Dengan mengetahui umur dan komposisi
jumlahnya yang ada dan berhasil hidup, kita dapat mengetahui
keberhasilan atau kegagalan reproduksi cumi-cumi pada tahun
tertentu, misalnya akibat musim yang berkepanjangan, termasuk
eksploitasi yang berlebihan atau tidak pada tahun-tahun
tertentu.Keadaan demikian dapat dilacak melalui penelusuran
komposisi atau struktur umur dengan anggotanya pada saat
tertentu dan dapat pula dipakai memprediksi produksi perikanan
pada saat mendatang.
Organisme yang koefisien laju pertumbuhannya tinggi
memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai panjang
maksimunnya dan sebaliknya organisme yang koefisien laju
pertumbuhannya rendah, memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai panjang maksimumnya, sehingga organisme tersebut
dapat berumur panjang (Sparre et.al. 1999).
Moralitas adalah jumlah individu yang hilang dalam satu
interval yang dibedakan dengan dua penyebab yakni moralitas
alami dan moralitas tangkapan. Moralitas alami tinggi didapat
pada organisme yang memiliki nilai koefisien laju pertumbuhan
yang besar dan sebaliknya, mortalitas alami yang rendah akan
didapat pada organisme yang memiliki nilai laju koefisien
pertumbuhan yang kecil (Sparre, dkk.1999). Selanjutnya
dikatakan pula bahwa mortalitas alami merupakan kematian yang
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain predasi termasuk
kanibalisme, penyakit, stres pada waktu pemijahan, kelaparan dan
umur yang tua.
Azis (1989), mengatakan bahwa jika penangkapan dilakukan secara terus
menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya suatu usaha
pengaturan, maka sumberdaya hayati organisme (waktu yang akan datang) dapat
mengalami kelebihan tangkapan dan berakibat mengganggu kelestarian sumber
daya hayati. Selanjutnya dikatakan bahwa kecepatan eksploitasi atau pendugaan
kematian karena penangkapan adalah kemungkinan ikan mati karena penangkapan
selama periode waktu tertentu, dimana sumber faktor penyebab kematian
berpengaruh terhadap populasi. Mortalitas total stock organisme di alam di
defenisikan sebagai laju penurunan secara eksponensial kelimpahan individu
berdasarkan waktu.

2.2. Pembinaan Populasi dan Satwa Liar


1) Pembinaan Populasi
Untuk mengelola kawasan yang dilindungi, pengelola perlu
mengukur kebutuhan ekologi dari spesies, memantau ukuran dan struktur
umur populasi, kesehatan dan fluktuasi populasi. Dalam situasi di alam,
populasi spesies menurun, jatuh dan mungkin mengalami kepunahan lokal.
Berbagai faktor penyebab spesies menjadi langka dan terancam antara lain:
hilang atau rusaknya bagian vital dari habitatnya, tingginya mortalitas atau
rendahnya reproduksi, perubahan iklim, geologi atau evolusi. Berbagai
upaya dalam pembinaan populasi satwa burung disusun kebijakan dan
strategi konservasi dengan kerjasama berbagai instansi dan LSM serta
organisasi/badan dunia yang interes terhadap flora-fauna. Sedangkan
pembinaan populasi satwa burung di Kawasan pasca bencana alam gunung
meletus ditempuh berupa:
• Inventarisasi,
• Pengamanan,
• Penyadaran masyarakat,
• Recovery habitat dan introduksi.

Pengelolaan satwa liar di kawasan pasca bencana alam gunung


meletus dapat ditingkatkan secara intensif, sehingga dapat dihasilkan daya
dukung yang optimal. Untuk menetapkan daya dukung habitat dibutuhkan
informasi mengenai biologi dan ekologi satwa liar. Prioritas utama adalah
mengetahui terlebih dahulu mengenai populasi, pergerakan, pertumbuhan,
dan potensi habitat. Pengelolaan diprioritaskan kepada perbaikan dan
seleksi populasi.

Tindakan pembinaan populasi dan habitat satwa sasaran penekannya


terhadap populasi yang kurang, lebih dan stabil. Terhadap populasi yang
kurang pembinaan yang dilakukan berupa perbaikan habitat dan
penambahan populasi. Sedangkan untuk populasi yang stabil pembinaan
yang dilakukan berupa pemeliharaan dan pengamanan kawasan.

2) Pembinaan Habitat
Dalam pembinaan habitat satwa liar ada tiga komponen utama yang
satu sama lain saling berkaitan, yaitu: komponen biotik (meliputi: vegetasi,
satwaliar, dan organisme mikro), komponen fisik (meliputi: air, tanah,
iklim, topografi, dll.) dan komponen kimia (meliputi seluruh unsur kimia
yang terkandung dalam komponen biotik maupun komponen fisik).
➢ Pengelolaan Pakan
Berdasarkan jenis pakan dan kebiasaan makannya maka satwa dapat
dibedakan sebagai satwa pemakan buah dan biji (frugivor), rumput,
daun, pucuk (herbivora), pemakan serangga (insectivor), pemakan
daging (karnivora) dan pemakan segalanya (omnivora). Upaya
dalam pengelolaan pakan biasanya berupa peningkatan kualitas dan
kuantitas. Untuk penanaman kawasan pasca bencana gunung
meletus yang ditujukan untuk habitat satwa liar burung Maleo dan
Merak diusahakan jenis yang merupakan pakan satwa tersebut.
➢ Pengelolaan Air
Untuk memenuhi kebutuhan satwa akan air untuk minum,
berkubang, dll selain memanfaatkan air bebas dari alam (sungai, air
hujan, embun dan sumber-sumber lain) diperlukan sarana
tambahannya. Misalnya, pembuatan tempat minum, pembuatan
kubangan dan kontrol terhadap kualitas air.
➢ Pengelolaan Pelindung (Cover)
Kebutuhan perlindungan dari terik matahari, hujan dan pemangsa,
sangat dibutuhkan satwa. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang
pola penggunaan ruang setiap spesies satwa. Pengelolaan cover
berkaitan erat dengan pengaturan vegetasi. Selain itu perlu diketahui
juga tentang preferensi habitat setiap spesies satwa. Kegiatan yang
mungkin dilakukan dalam pengelolaan pelindung misalnya
peningkatan jumlah pohon peneduh yang dibutuhkan oleh satwa.
Dalam perbaikan habitat memerlukan pengkajian terhadap aspek
penyebab kerusakan habitat dan daya dukung habitat yang
dibutuhkan oleh setiap satwa. Seperti diketahui bahwa maleo ketika
bertelur akan membenamkan telurnya kedalam pasir, sehingga perlu
disediakan tempat untuk hewan itu bertelur.
3) Pemantauan Populasi dan Habitat.
Pemantauan biasanya bertujuan untuk mengetahui kecenderungan
jumlah populasi spesies flora dan fauna setelah bencana gunung meletus,
pengukuran keberhasilan reproduksi dan penilaian kualitas atau kondisi
spesies dan habitat. Populasi satwa di dalam habitatnya dapat mengalami
fluktuatif. Kegiatan pembinaan populasi satwa merupakan upaya
pengelolaan untuk menjamin kemantapan jumlah populasi dan jenis satwa
di habitat alaminya. Parameter pemantauan yang diukur dalam pembinaan
populasi adalah jumlah individu setiap jenis dan jumlah individu seluruh
jenis. Selain itu parameter tambahan yang perlu diukur adalah frekwensi
penemuan satwa dan jarak pandang rata-rata.

Beberapa metode yang digunakan dalam pemantauan populasi


antara lain metode secara langsung yaitu: Drive Census dan Cruising
Method dan metode secara tidak langsung yaitu: Track Counts (menghitung
populasi melalui jejak kaki/teracak), pendugaan berdasarkan perubahan
perbandingan, pellet group count, Metode transek, concentration count, dll.
Penggunaan metode pemantauan harus disesuaikan dengan jenis satwanya
dan waktu pengamatan yang tepat. Pemantauan habitat meliputi: perbaikan
komponen habitat dan preferensi jenis terhadap habitatnya. Beberapa
parameter yang diukur antara lain; vegetasi, satwa, dan penggunaan ruang.

Hasil-hasil pemantauan akan berguna dalam banyak kepentingan


manajemen kawasan pasca bencana alam gunung meletus secara
keseluruhan antara lain: memutuskan apakah tindakan pengelolaan habitat
cukup efektif dan berguna, perbaikan dalam implementasi pengelolaan
habitat, memahami dinamika ekologis habitat dan mengetahui apakah
pengelolaan habitat mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan
populasi satwa.

4) Satwa Liar
Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan
karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pengelolaan satwa
liar adalah:
➢ Mempertahankan keanekaragaman spesies.
➢ Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan.
Untuk dapat melakukan pengelolaan satwa liar diperlukan
pengetahuan mengenai biologi, ekologi dan perilaku satwa liar. Satwa liar
di alam berinteraksi dengan lingkungan atau habitatnya, baik komponen
biotik maupun abiotik. Interaksi antara satwa liar dengan lingkungannya
dinamakan ekologi satwa liar yang merupakan dasar bagi pengelolaanya.
Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung pertumbuhan populasi
satwa liar hingga mencapai batas maksimum kemampuannya. Populasi
satwa liar di alam dapat naik turun, atau stabil. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhinya adalah kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas),
imigrasi dan emigrasi. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor-faktor
ekologis habitatnya, yaitu: ketersediaan pakan, air, tempat berlindung,
perubahan vegetasi, iklim, pemangsaan, penyakit, bencana alam, dan
aktivitas manusia (vandalisme).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan jumlah pada suatu populasi dipengaruhi oleh keadaan internal
dari populasi, yaitu kelahiran, kematian, dan ketahanan hidup. Adanya perubahan
jumlah dari suatu populasi disebut pertumbuhan populasi. Pertumbuhan populasi
dapat memberikan informasi apakah perubahan jumlah populasi untuk tahun
berikutnya selalu meningkat, menurun atau tetap. Pembinaan populasi ada yang
dilakukan di habitat aslinya, dilakukan pemantauan populasi dan habitat.
Daftar Pustaka

Effendie, M, I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara : Yogyakarta.163 hal.

Sparre, P, dan SC, Venema. 999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku:1 Manual
(Edisi Terjemahan), Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa
dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Yudha Pratama, dkk. 2013. Aplikasi Matriks Lislie Untuk Memproduksi Jumlah dan Laju
Pertumbuhan Suatu Populasi. Volume 02, No. 3.

Anda mungkin juga menyukai