Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kenakeragaman hayati di alam ini sangatlah melimpah, terdapat berbagai
jenis binatang dan tumbuhan yang mampu bertahan hidup hingga saat ini. Jenis
binatang dan tumbuhan ini tersebar di seluruh bagian dunia dan harus dilestarikan
agar mampu mengatasi perubahan lingkungan di masa depan. Pelestarian spesies
tersebut dapat dilakukan dengan konservasi genetik.
Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropis terluas ketiga di
dunia setelah Brazil dan Kongo. Luas hutan Indonesia mencapai 121,11 juta ha
yang terbagi dalam hutan konservasi seluas 20,62 juta hektar, hutan lindung
seluas 33,92 juta hektar, hutan produksi terbatas seluas 23,17 juta hektar, hutan
produkasi tetap seluas 35,32 juta hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversi
seluas 8,08 juta hektar (Suparna, 2001). Sumber daya hutan tersebut sangat vital
bagi perekonomian Indonesia, baik dalam penyediaan kayu untuk keperluan
domestik maupun untuk eksport yang memberikan kontribusi 3,8 – 5,95 milyar
US dollar pertahun (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000). Di samping
itu sumber daya hutan ini juga sangat penting dalam mendukung kelestarian tanah
dan air serta dapat menekan pemanasan global. Namun karena berbagai faktor
seperti pembalakan hutan, konversi lahan hutan untuk keperluan lain, seperti alih
fungsi lahan menjadi perkebunan, kebakaran hutan, penjarahan hutan,
perladangan berpindah, sumber daya hutan tersebut saat ini mengalami
kemunduran dan kerusakan yang sangat cepat dan keadaannya sangat
memprihatinkan. Deforestasi akan berpengaruh terhadap penyusutan areal hutan
yang berarti akan menyebabkan pengurangan luas areal vegetasi dan tidak
mengherankan akan mengarah pada kemungkinan kepunahan suatu jenis atau
pengurangan jumlah individu penyusun vegetasi di areal yang hilang tersebut.
Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (2015), luasan tutupan hutan di
Indonesia semakin tahun semakin berkurang.

1
Menghadapi tantangan yang berat berupa tuntutan ekolabel, pasar bebas,
ancaman kondisi hutan alam yang semakin terancam kelestariannya dan tuntutan
produktivitas yang tinggi, maka tidak ada pilihan lain untuk membangun hutan

2
tanaman yang produktif, efisien, kompetitif dan lestari. Untuk membangun hutan
tanaman yang produktif peran konservasi genetik dan pemuliaan pohon sangat
penting. Dengan pemuliaan maka akan dihasilkan benih unggul, sehingga hutan
tanaman yang dibangun akan mempunyai produktivitas yang tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Konservasi?
2. Apasajakah Permasalahan Keanekaragaman Hayati?
3. Bagaimanakah Solusi Permasalahan Keanekaragaman Hayati?
4. Apakah Pengertian Rekayasa Genetika?
5. Apasajakah Permasalahan Rekayasa Genetika terhadap Konservasi?
6. Bagaimanakah Rekayasa Genetika Sebagai cara Konservasi?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Konservasi
2. Untuk Mengetahui Permasalahan Keanekaragaman Hayati
3. Untuk Mengetahui Solusi Permasalahan Keanekaragaman Hayati
4. Untuk Mengetahui Pengertian Rekayasa Genetika
5. Untuk Mengetahui Permasalahan Rekayasa Genetika terhadap Konservasi
6. Untuk Mengetahui Rekayasa Genetika Sebagai cara Konservasi

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konservasi
Ditinjau dari bahasa, konservasi berasal dari kata conservation, dengan
pokok kata to conserve (Bhs inggris) yang artinya menjaga agar bermanfaat, tidak
punah/lenyap atau merugikan.
Pengertian konservasi dalam bidang biologi adalah upaya menjamin
kelangsungan keberadaan jenis, habitat dan komunitas biologis dan interaksi antar
jenis, dan jenis dengan ekosistem (Spellerberg, 1996). Norton & Lindsay (2004)
mengartikan konservasi (biologi) sebagai suatu penyesuaian mekanisme alam
untuk kepentingan dan tujuan sosial. Tidak berbeda dengan apa yang
dikemukakan. Richmond dan Bracker (2009) mengartikan konservasi sebagai
suatu proses kompleks dan terus-menerus yang melibatkan penentuan mengenai
apa yang dipandang sebagai warisan, bagaimana ia dijaga, bagaimana ia
digunakan, oleh siapa, dan untuk siapa. Menurut UU No.23 Tahun 1997,
pengertian konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak
terbaharui untuk menjamin pemanfaatan secara bijaksana dan sumberdaya alam
terbaharui untuk menjamin kesinambung-an ketersediaanya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya
Berdasarkan pengertian yang dijelaskan di atas, konservasi atau
conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh
manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan
keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat
ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan generasi yang
akan datang.

B. Keanekaragaman Hayati
Terminologi Keanekaragaman Hayati atau biodiversity merupakan istilah
baru yang dimuncul dan dipopulerkan tahun 1986 pada Forum Nasional
Keanekaragaman Hayati (National Forum on Biodiversity) di Amerika Seikat.
Istilah biodiversity sebenarnya bermula dari penggunaan istilah biological

4
5
diversity. Kata biodiversity berasal dari bahasa Yunani bios yang berarti hidup dan
bahasa Latin diversitas yang berarti aneka ragam. Gabungan kedua kata tersebut
memunculkan pemaknaan baru, yaitu kehidupan yang beraneka ragam.
Terminologi ini dikemudian hari menjadi suatu konsep dalam konteks
perlindungan dan pelestarian alam (Utama, 2011)
Perhatian terhadap persoalan biodiversity muncul karena ledakan populasi
manusia yang berimplikasi pada penurunan kondisi lingkungan alam.
Pertumbuhan manusia di muka bumi ini menuntut ruang untuk hidup dan juga
berbagai sumberdaya alam lain untuk menunjang hidup. Segala aktivitas terkait
pemenuhan kebutuhan hidup manusia dapat dianggap sebagai suatu “persaingan”
dengan mahluk hidup lain. Sekitar 12% species burung dan 23 % species mamalia
berada dalam kondisi terancam punah (Sponsel, 2008). Keadaan ini tentu
mengancam kehidupan manusia di masa mendatang.
UU No.5 Tahun 1994 mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai
keanekaragaman diantara mahluk hidup dari semua sumber, termasuk
diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks
ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup
keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem. Keanekaragaman
hayati dipandang sebagai faktor penentu stabilitas ekosistem. Ekosistem stabil
terjadi jika kepadatan populasi dari organisme yang ada selalu cenderung menuju
ke arah keseimbangan setelah adanya gangguan. Tingkat keragaman dicirikan
dengan adanya jumlah spesies yang ditemukan dalam suatu ekosistem (Trisyani,
2017).
Keanekaragaman hayati itu sendiri terdiri atas tiga tingkatan (Purvis dan
Hector, 2000) yaitu.
1. Keanekaragaman spesies, yaitu keanekaragaman semua spesies makhluk
hidup di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel
banyak (tumbuhan, jamur, hewan yang bersel banyak atau multiseluler) yang
masing-masing bertumbuh dan berkembangbiak sesuai dengan
karakteristiknya. Variasi bisa terjadi karena banyak faktor pembentuk spesies
baru yang berasal dari spesies yang sudah ada dalam suatu ruang/spatial.

6
2. Keanekaragaman genetik, yaitu variasi genetik dalam satu spesies, baik di
antara populasi-populasi yang terpisah secara geografis, maupun di antara
individu-individu dalam satu populasi. Variasi genetik di dalam setiap spesies
mencakup aspek biokimia, struktur, dan sifat organisme yang diturunkan
secara fisik dari induknya dan dibentuk dari DNA. Sifat yang dimiliki oleh
gen dalam populasinya dapat bersifat variasi karena ruang/spatial (hambatan
ruang untuk beraktifitas) atau sifat yang karena skala waktu/temporal (dimensi
waktu yang membuat ada mutasi mutasi gen baru yang terjadi).
3. Keanekaragaman ekosistem merupakan variasi ekosistem, dimana ekosistem
adalah unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi, dan antar komponen-komponen tersebut terjadi
pengambilan dan perpindahan energi. Komunitas biologi berbeda antara satu
ekosistem dengan ekosistem yang lain serta asosiasinya dengan lingkungan
fisik (ekosistem) masing-masing Aktifitas dan proses proses ekologi di dalam
ekosistem antara lain aliran energi dan daur materi, kemudian rantai makan
dan siklus hidup komponen biotik

C. Permasalahan Keanekaragaman Hayati


1. Transformasi habitat
Beberapa tahun terakhir ini cukup banyak tipe-tipe ekosistem bervegetasi
produktif terkena gangguan kerusakan akibat pesatnya pembangunan perkebunan,
infrastruktur kota, pemukiman, tambak, dan lain-lain yang menyebabkan
terdegradasinya bahkan lenyapnya ekosistem tersebut.
2. Perubahan iklim
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang memerlukan berbagai
barang dan jasa untuk menunjang kehidupannya, pembangunan di berbagai sektor
semakin pesat untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa bagi
penduduk tersebut. Sebagian besar kegiatan pembangunan, khususnya di sektor
industri dan transportasi banyak digunakan energi fosil yang mengeluarkan
limbah gas rumah kaca (terutama gas CO2).
Fenomena tersebut mengakibatkan terjadinya pemanasan global yang
memicu terjadinya perubahan iklim. Situasi seperti ini menyebabkan naiknya

7
permukaan air laut, perubahan pola distribusi dan musim hujan, naiknya frekuensi
kejadian bencana alam (kekeringan, banjir, longsor, dan lain-lain) yang berpotensi
menimbulkan dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity)
yang menunjang keberlangsungan perikehidupan manusia.
3. Polusi
Semakin pesatnya kegiatan industi untuk memenuhi berbagai barang
keperluan hidup disertai dengan semakin intensifnya kegiatan pertanian untuk
meningkatkan produksi telah menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara.
Pencemaran lingkungan tersebut akan berdampak negatif terhadap biodiversitas,
baik dalam tingkat genetik, spesies, maupun ekosistem.
4. Spesies invasif
Dengan bantuan manusia, berbagai jenis tumbuhan dan hewan dapat
tersebar ke suatu daerah, contohnya pada kegiatan budidaya pertanian yang
menggunakan jenis tumbuhan atau satwa eksotik yang diimportdari negara lain.
Jenis-jenis eksotik tersebut akan tumbuh dan berkembang mengalahkan jenis-jenis
asli setempat, merubah genetic pool, atau menyebarkan hama dan penyakit yang
mengancam keanekaragaman hayati di suatu daerah tertentu.
5. Eksploitasi berlebihan
Eksploitasi yang berlebihan akan menyebabkan menurunnya kelimpahan
atau jumlah individu jenis-jenis yang dieksploitasi yang pada akhirnya
mengakibatkan kelangkaan atau kepunahan dari jenis-jenis tersebut. Hal ini dapat
terlihat pada kegiatan intensifikasi pertanian, perikanan, peternakan, dan
kehutanan yang akan mengakibatkan berkurang atau hilangnya keanekaragaman
hayati bahkan rusaknya ekosistem.
Kategori di atas mungkin adalah penyebab hampir semua kepunahan jenis
tetapi yang menjadi akar permasalahan adalah kondisi masyarakat/manusianya.
Berikut ini adalah akar permasalahan yang menyebabkan upaya-upaya
penanggulangan yang sesaat akan mengalami kegagalan.
1. Pertumbuhan Populasi Manusia
Pertumbuhan populasi manusia dua abad terakhir ini adalah salah satu
penyebab rusaknya kualitas lingkungan. Populasi manusia mencapai 1 milyar
pada tahun 1800, 6 milyar di akhir abad 20 dan diperkirakan akan mencapai 10

8
milyar pada tahun 2046. Jumlah sebanyak itu diperkirakan akan sangat
mengganggu proses ekologi dan evolusi yang berlangsung,
a. terancamnya keberadaan predator besar, yang memerlukan areal lahan yang
besar untuk kelangsungan hidupnya, misalnya: gajah, badak, banteng, dan
lain-lain,
b. kelangsungan migrasi tahunan burung, karena berkurangnya luas rawa-rawa
yang menjadi shelter dalam migrasi dari belahan bumi utara ke selatan atau
sebaliknya,
c. proteksi dan pemeliharaan lingkungan alami dalam menghadapi tekanan dari
penduduk sekitar, serta
d. masuknya jenis introduksi ke dalam kawasan konservasi.
2. Kemiskinan
Rusaknya lingkungan bukan hanya karena besarnya jumlah manusia tetapi
lebih disebabkan karena kemiskinan. Kemiskinan meningkatkan tekanan
penduduk terhadap lahan dan mendorong penggunaan lahan yang berlebihan,
rusaknya habitat dan kepunahan jenis. Hal seperti ini banyak terjadi di negara
berkembang di mana kemiskinan memperhebat rusaknya kehidupan. Kebutuhan
suatu negara berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat mengejar
ketinggalannya dari negara maju mungkin akan menghabiskan hutan yang
dimilikinya. Oleh karena itu diperlukan kompensasi bagi negara berkembang
seperti Indonesia yang telah menyisihkan 40% hutannya untuk kawasan
konservasi.
Selain pembagian beban biaya, hal yang mendesak untuk diselesaikan
adalah kesenjangan pemanfaatan sumber daya hayati antara negara maju dengan
negara berkembang. Bioteknologi yang berkembang dengan pesat di negara maju,
meningkatkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan Sumberdaya hayati
yang sebagian besar terdapat di negara berkembang. Sedangkan negara
berkembang selaku pemilik asli tidak mampu memanfaatkan kekayaannya
secara optimal.
3. Kesalahan persepsi dan skala waktu
Kemunduran kualitas lingkungan sering tidak terasa. Karenanya
pemerintah sering bereaksi cepat terhadap masalah-masalah yang instan yang

9
tidak menyelesaikan keseluruhan permasalahan. Gejala ini memperlihatkan bahwa
kebijaksanaan yang menghasilkan hasil dan keuntungan yang segera dapat dilihat
sangat disukai. Tetapi masalahnya keuntungan program konservasi baru dapat
dilihat dan dirasakan setelah puluhan tahun berlalu. Perbedaan dalam skala waktu
antara proyek pembangunan ekonomi dan proyek konservasi seringkali
menimbulkan konflik.
4. Implementasi Kebijakan
Faktor ini diakibatkan tidak mampunya suatu pemerintah melaksanakan
aturan yang telah dikeluarkannya. Terutama aturan yang mengharuskan
dilakukannya pengorbanan kepentingan pihak-pihak tertentu.
5. Ekonomi
Kerusakan lingkungan dan erosi keanekaragaman hayati seringkali
dimulai dengan diperkenalkannya sistem ekonomi pasar yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan barang-barang modern yang justru semakin
mempercepat kerusakan lingkungan (Krishnamurti, 1997).

D. Konservasi Keanekaragaman Hayati


Konservasi Sumberdaya Alam Hayati adalah pengelolaan sumberdaya
alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya. Sumber daya alam merupakan suatu
kekayaan yang tiada nilainya bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia pada
masa kini tidak hanya terbatas pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Kebutuhan akan kesehatan juga menjadi hal penting dalam hidup manusia. Semua
kebutuhan manusia tersebut disediakan oleh alam. Dengan kata lain, manusia
tergantung pada alam.
Sementara alam itu sendiri terbentuk dari susunan hubungan saling
ketergantungan antara elemen satu dengan lainnya yang sangat kompleks. Sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan di
berbagai sektor yang cukup pesat beberapa dekade terakhir ini, banyak ekosistem
alam penyedia berbagai jasa lingkungan dan produk tersebut di atas mengalami
kerusakan (Schaltegger and Bestandig, 2012). Sehubungan dengan hal tersebut,

10
keanekaragaman harus dikonservasi untuk menjamin kelestarian dan
keberlanjutan pemanfaatan keanekaragaman tersebut untuk peningkatan
kesejahteraan manusia. Secara garis besar alur pemikiran konservasi
keanekaragaman hayati yang dimaksud seperti yang tertera pada Gambar 1
(Kusmana, 2015).

Gambar 1. Skema Konservasi Keanekaragaman Hayati


Berhasilnya upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
erat kaitannya dengan tercapainya tiga sasaran pokok konservasi atau yang
disebut dengan Strategi Konservasi (Dirjen PHPA Departemen Kehutanan RI,
1990), yaitu:
1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan, yaitu menjamin terpeliharanya
proses ekologi yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi
kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia
2. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa, yaitu dengan
menjamin terpelihasranya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe
ekosistemnya, sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan,
dan teknologi memungkinkan kebutuhan manusia yang menggunakan
sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan
3. Pemanfaatan Secara Lestari Sumberdaya Alam Hayati, yaitu merupakan suatu
usaha pembatasan/pengendalian dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati
sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus di masa
mendatang dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistemnya.

11
Gifford Pinchot (2005) mendefinisikan konservasi adalah pemanfaatan
sumber daya alam secara optimal dan dapat dilakukan untuk jangka waktu yang
lama ke depan. Antropocentrisme merupakan salah satu model etika konservasi
dimana manusia menjadi pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan
kepentingannya dianggap komponen yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan paling penting dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
alam. Manusia dengan cara pandang antroposentris dianggap cenderung
berperilaku eksploitatif, destruktif, dan tidak peduli terhadap keterbatasan
kemampuan, kelestarian, dan keseimbangan alam.
Lawan antroposentris adalah biosentris. Biosentris adalah salah satu model
etika konservasi yang mempercayai bahwa tidak hanya manusia yang mempunyai
nilai, alam dan semua mahluk hidup juga mempunyai fungsi dan nilai pada
dirinya sendiri, terlepas apakah dia bernilai bagi manusia atau tidak.
Upaya konservasi yang efektif sulit dilakukan apabila kita tidak memiliki
pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati. Untuk kebutuhan konservasi,
klasifikasi dilakukan berdasarkan hirarki biospatial (Soule, 1991). Dalam praktek
terdapat 4 level yang mengacu kepada hirarki ini.
1. Target utama konservasi yang merujuk pada hirarki biospatial ini adalah
ekosistem, karena dalam kondisi yang ideal, perlindungan ekosistem akan turut
menjaga komunitas, habitat, jenis, dan gen.
2. Level kedua adalah komunitas. Banyak upaya-upaya konservasi yang ditujukan
untuk melindungi tipe komunitas tertentu, misalnya komunitas mangrove.
3. Level ketiga hirarki biospatial adalah jenis (spesies) yang didefinisikan sebagai
kumpulan dari populasi yang secara teratur melakukan persilangan/ pertukaran
gen dan secara fenotip menunjukkan kemiripan. Pemilihan areal yang
diproteksi seringkali berdasarkan pada ada tidaknya species yang terancam
punah, terutama mamalia besar dan jenis vertebrata besar.
4. Level ke empat adalah bagian yang terkecil dari hirarki biospatial yaitu level
gen. Gen seringkali dikonservasi secara eksitu, berupa koleksi biji-bijian,
kultur jaringan atau cryopreserved semen, ova, embrio, dan jaringan.

12
Mengingat pesatnya pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi yang disertai eksploitasi yang tinggi pada sumber daya alam hayati,
maka pengalokasian areal kawasan alami untuk dipergunakan sebagai kawasan
konservasi sudah menjadi keharusan.
Secara garis besar terdapat beberapa teknik konservasi yang dapat
dilakukan untuk mencegah erosi keanekaragaman hayati yaitu:
1. Konservasi in situ adalah salah satu sistem konservasi yang bertujuan menjaga
keanekaragaman jenis di dalam ekosistem aslinya. Konservasi dengan cara ini
ditandai dengan ditetapkannya batas-batas kawasan konservasi yang
melindunginya ekosistem dari gangguan aktivitas manusia yang merusak.
Contoh bentuk kawasan konservasi ini adalah: cagar alam, suaka margasatwa,
dan taman nasional.
2. Intersitu adalah konservasi yang dilakukan di suatu areal di mana jenis asli
masih ada, tetapi berada di luar kawasan konservasi. Di Indonesia kawasan ini
biasanya berada di bawah pengawasan Perhutani dan pemilik hak
pengusahaan hutan.
3. Extractive reserve adalah kawasan konservasi yang memperbolehkan
pengambilan sumberdaya tertentu dalam (secara teoritis) dalam jumlah yang
tidak merusak lingkungan/dalam batas daya dukung. Misalnya: pengambilan
getah karet, pengambilan buah, rumput atau bahkan pengambilan kayu dan
perburuan secara terbatas.
4. Agroekosistem atau agroforestry adalah kawasan yang dikelola dengan semi
intensif yang berorientasi pada produksi dengan ketergantungan yang cukup
tinggi terhadap input energi dan materi dari luar. Sistem penanaman pada pola
pertanian agroforestri melibatkan jumlah jenis tinggi. Sistem ini mengikuti
stratifikasi hutan, yaitu suatu bentuk penanaman campuran antara tanaman
kayu, tanaman buah dan tanaman pangan. Keanekaragaman jenis yang
terpelihara dalam sistem ini cukup tinggi. Sistem ini bisa disebut konservasi
insitu untuk tanaman budidaya.
5. Konservasi exsitu adalah program konservasi yang dilakukan di luar habitat
aslinya seperti di botanical garden, kebun binatang, aquarium, dan lembaga

13
sejenis yang menjaga dan memperkembangkan jenis-jenis tumbuhan maupun
hewan bukan dengan tujuan komersial (pendidikan, penelitian, konservasi).
6. Suspended exsitu adalah program ini merupakan aplikasi ilmu biologi yaitu
bioteknologi dan metabolisme. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam
konservasi golongan ini adalah bank gen, bank biji, koleksi kultur jaringan
dan pengawetan cryogenic (cryopreserved) gamet, zigot maupun embrio.

E. Pengertian Rekayasa Genetika


Pengertian rekayasa genetika (genetic enginecring) yang dikutip dari tiga
sumber adalah sebagai berikut:
1. Rekayasa genetika adalah manipulasi sifat genetik suatu organisme dengan
cara mengintroduksi atau mengeliminasi gen-gen tertentu (Miclos & Couet,
1990).
2. Rekayasa genetika adalah manipulasi genetik dalam sel untuk menghasilkan
suatu sifat yang dikehendaki yang biasanya disebut teknologi rekombinan
DNA (Rasmussen, dkk, 1990).
3. Rekayasa genetika adalah teknik mengubah konstitusi genetik sel atau
individu dengan cara pemindahan selektif, insersi atau dengan modifikasi gen
balik yang individual maupun yang berupa perangkat gen (Klug & Cumming,
1994).
Berdasarkan kutipan tersebut, pada rekayasa genetika adalah kegiatan
rekayasa gen di mana terdapat manipulasi atas materi genetik dengan cara
menambah atau menghilangkan gen tertentu untuk menciptakan sifat yang
diinginkan.
F. Permasalahan Rekayasa Genetika terhadap Keanekaragaman Hayati
Rekayasa genetika mengakibatkan terciptanya bibit unggul yang sangat
membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Namun, dengan rekayasa
genetika ada beberapa permasalahan yang muncul. Bioteknologi juga
mengandung resiko akan dampak negatif. Timbulnya dampak yang merugikan
terhadap keanekaragaman hayati disebabkan oleh potensi terjadinya aliran gen
ketanaman sekarabat atau kerabat dekat. Adanya aliran gen menyebabkan
tanaman tersebut bias saja menjadi tanaman yang sifatnya kurang menguntungkan

14
atau bahkan dapat mengganggu keseimbangan ekologi di wilayah tersebut.
Dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh bioteknologi adalah ketidakadilan,
misalnya, sangat terasa dalam produk pertanian transgenik yang sangat merugikan
bagi agraris berkembang. Hak paten yang dimiliki produsen organisme transgenik
juga semakin menambah dominasi negara maju. Dampak selanjutnya adalah
berkurangnya plasma nutfah karena manusia hanya membudidayakan
tanaman/hewan yang mempunyai kualitas bagus. Dengan fenomena tersebut
tanaman/hewan yang mempunyai sifat tidak unggul akan dilupakan sehingga
suatu saat akan terancam punah.
G. Rekayasa Genetika sebagai Cara Konservasi
Rekaya genetika dapat digunakan sebagai salah satu cara konservasi yaitu
melalui penyimpanan gene atau gene complexes yang mungkin pada masa
mendatang akan bernilai ekonomis serta memiliki sifat adaptasi yang baik. Gene
complexes tidak dapat disamakan dengan genotipe suatu jenis individu, karena
justru merupakan kombinasi perilaku gen yang menentukan sifat-sifat yang
spesifik.
Secara umum konservasi genetik dengan menggunakan rekayasa genetika
dapat dilakukan melalui pendekatan ex-situ. Sering kali digunakan juga istilah
gene bank sebagai pengganti istilah ex-situ, bilamana materi konservasi genetik
yang dibangun berbentuk koleksi klon yang ada di lapangan, kebun benih maupun
pertanaman (Chomchalow, 1985). Ukuran populasi untuk dapat dimasukkan
dalam program konservasi genetik dapat diduga dan dihitung dengan
menggunakan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan frekuensi allel unik
yang cukup populer (Zulkarnaen, 2006).
Secara singkat tujuan dari konservasi sumber daya genetik sangat
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai (Soekotjo, 2004):
1. Bagi breeders dan/atau biotechnologists, kegiatan ini bertujuan untuk
menyediakan sumber daya genetik sehingga dapat digunakan saat diperlukan.
2. Bagi ahli biologi evolusioner, konservasi sumber daya genetik bertujuan
untuk menjamin dan memelihara kemampuan adaptasi, evolusi dan seleksi
dari jenis dalam populasinya agar mampu menyesuaiakan diri dengan

15
perubahan yang akan terjadi khususnya dari persyaratan ekologi, ekonomi
serta viabilitas yang mendukung ekosistem.
3. Bagi ahli kehutanan, konservasi bertujuan agar jenis-jenis target dan
habitatnya lestari.
4. Bagi awam, konservasi bertujuan agar keanekaragaman hayati terjamin.

16
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan Latar belakang dan Kajian pustaka yang dijelaskan, kesimpulan yang
dapat dirumuskan adalah:
1. konservasi adalah suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan
keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi
manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi generasi yang akan datang.
2. Kenekaragaman hayati adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup
dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem
akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian
dari keanekaragamannya
3. rekayasa genetika adalah kegiatan rekayasa gen di mana terdapat
manipulasi atas materi genetik dengan cara menambah atau
menghilangkan gen tertentu
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Saran
dari pembaca sangat diharapkan untuk menyempurnakan malakah ini.
.

17
DAFTAR RUJUKAN

Forest Watch Indonesia. 2015. Media Informasi Seputar Hutan Indonesia: Intiip
Hutan. Bogor: FWI Press
DITR [Department of Industry Tourism and Resources of Australian
Government]. 2007. Biodiversity Management: Leading Practice
Sustainable Development Program for the Mining Industry. Department of
Industry, Tourism and Resources, Government of Australia, Canberra
Klug, W.S. & Cumming, M.R. 1994. Concepts of Genetic. UK: Prentice-Hall Inc
Kusmana, Cecep. 2015. Makalah Utama: Keanekaragaman Hayati (Biodeversitas)
sebagai Elemen Kunci Ekosistem Kota Hijau. Prosiding Seminar Nasional
Masyarakat Biodevirsitas Indonesia, 1(8): 1747-1755.
Miklos, G. & Couet, H. G. 1990. The mutations previously designated as
flightless-I3, flightless-O2 and standby are members of the W-2 lethal
complementation group at the base of the X-chromosome of Drosophila
melanogaster. Journal of Neurogenetics, 6(3):133-51.
Norton, D.A. & Lindsay, J. R. 2004. Assessing significance for biodiversity
conservation on private land in New Zealand. New Zealand Journal of
Ecology. 28(2): 295-305.
Purvis A, Hector A. 2000. Getting the measure of biodiversity. Nature 405: 212-
219.
Richmond, A. & Bracker, A. 2009. Conservation: Principles, Dilemmas and
Uncomfortable Truths 1st Edition. UK: Butterworth-Heinemann.
Schaltegger S, Beständig U. 2012. Corporate Biodiversity Management
Handbook: A Guide for Practical Implementation. BMU, Berlin.
Suhartini. 2009. Peran Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Menunjang
Pembangunan yang Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA, UNY. 16 Mei 2009.
Suparna, N. 2001. Forest Governance and Law Enforcement in Indonesia. Paper
presented at the “Forest Law Enforcement & Governance –East Asia: A
Ministrial Conference”, Bali, Indonesia 11 –13 Sep 2001
Soekotjo. 2004. Status Riset Konservasi KSDG ‘Indigenous species’ Indonesia.
Workshop Nasional Konservasi, Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya
Genetik Tanaman Hutan. Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan dan Japan International Cooperation Agency. Yogyakarta,2004.
Soule, E.M., 1991. Conservation: Tactics for a Constant Crisis, Science vol. 253,
USA.
Spellerberg, L. F. 1996. Conservation Biology. USA: Prentice Hall

18
Trisyani, N. 2017. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi (Study pada spesies
Lorjuk, Solen sp). Seminar Nasional Kelautan XII Fakultas Teknik dan Ilmu
Kelautan Hang Tuah, Surabaya.
Undang-undang No. 9 tahun 1997. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Kementrian Lingkungan Hidup
Utama, I Made S. 2011. Modul Keanekaragaman Hayati “Tropical Plant
Curriculum Project”. Bali: Universitas Udayana.
Zulkarnaen, I. 2006. Kaidah-Kaidah Ilmiah dalam Pelaksanaan Konservasi
Sumber Daya Genetik Tanaman Hutan. Workshop Nasional III.
Sinkronisasi Kegiatan Konservasi Sumberdaya Genetik untuk Mendukung
Pengembangan Hutan Tanaman. Pusat Litbang Hutan Tanaman.

19

Anda mungkin juga menyukai