Anda di halaman 1dari 14

BAB 2.

PEMBAHASAN
2.1 Biodiversitas
Biodiversitas merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan
keanekaragaman organisme hidup yang berasal dari berbagai sumber termasuk darat, laut dan
ekosistem perairan lainnya, dan semua kompleksitas ekologi dari masing-masingnya yang
meliputi keanekaragaman di dalam spesies (pada tingkat genetik), antar spesies dan
ekosistem. Pentingnya definisi ini adalah bahwa ia menarik perhatian pada banyak dimensi
keanekaragaman hayati. Ia secara eksplisit mengakui bahwa setiap biota dapat dicirikan oleh
taksonomi, ekologi, dan keragaman genetiknya dan bahwa cara dimensi keragaman ini
bervariasi dalam ruang dan waktu adalah ciri utama keanekaragaman hayati. Jadi, hanya
penilaian multidimensi keanekaragaman hayati yang dapat memberikan wawasan tentang
hubungan antara perubahan keanekaragaman hayati dan perubahan fungsi ekosistem dan jasa
ekosistem.
Keanekaragaman hayati mencakup semua ekosistem dikelola atau tidak. Terkadang
keanekaragaman hayati dianggap sebagai fitur yang relevan hanya pada ekosistem yang tidak
dikelola, seperti lahan liar, cagar alam, atau taman nasional. Padahal lahan yang dikelola baik
itu perkebunan, pertanian, lahan pertanian, lokasi akuakultur, padang rumput, atau bahkan
taman kota dan ekosistem perkotaan memiliki keanekaragaman hayati sendiri. Mengingat
bahwa ekosistem budidaya saja sekarang mencakup lebih dari 24% permukaan bumi.
Biodiversitas memang kompleks dan bukanlah konsep yang mudah untuk dijelaskan.
Kata “bio-diversitas” tercipta pada tahun 1980 dan sampai sekarang masih diselimuti
kesalahan dalam pemahamannya dan kesalahan dalam pengunaanya. Media selalu
memberitakan soal buruknya keadaan dari spesies langka yang karismatik seperti harimau,
atau mengenai ancaman terhadap hutan-hutan tropis dan terumbu karang. Tetapi biodiversitas
memiliki arti yang lebih dari sekedar kehidupan di alam liar atau di tempat-tempat terbuka.
Biodiversitas meliputi keseluruhan dari keanekaragaman jenis gen, spesies dan berbagai
ekosistem di planet bumi. Biodiversitas mencakup tanaman pokok yang kita makan dan
berbagai serangga yang menyerbukinya; tumbuh-tumbuhan yang kita gunakan untuk obat-
obatan tradisional dan obat-obatan modern; bakteri yang membantu tanah menjadi subur
sehingga menyukseskan proses bertani; dan plankton kecil di dasar rantai makanan yang
berakhir ketika dimakan ikan atau tersaji di piring kita saat makan malam. Bio-diversitas
mencakup berbagai ekosistem seperti hutan-hutan yang mengatur persediaan air dan
mengatur iklim. Dan, biodiversitas mencakup keanekaragaman di dalam dan di antara jenis-
jenis gen, spesies, dan berbagai ekosistem yang menciptakan susunan dalam kehidupan
manusia. Ini semua adalah jaring-jaring alam yang aman. Mereka membantu masyarakat
dengan berani menghadapi ketidaktentuan dan ketidakjelasan seperti variabel-variabel iklim.
Kehidupan yang alami memang sangat rentan terhadap campur tangan manusia di mana pun
itu, tetapi tidak bagi desa-desa tertinggal yang ada di negara-negara berkembang, di mana
ditemukan berbagai spesies di bumi dan terdapat ancaman yang besar terhadap spesies-
spesies itu. Dalam beberapa tahun ke depan, akan banyak ketetapan yang diumumkan dan
mulai menghubungkan kembali manusia dengan bio-diversitas di dalam agenda politik
global. Kita akan mempelajari berbagai hasil dari usaha keras yang telah dilakukan untuk
menemukan nilai-nilai ekonomi dari keanekaragaman hayati di muka bumi.

2.2 Biodiversitas dan Kesehatan Masyarakat


Penelitian terbaru menyoroti pentingnya ekosistem lamun bagi kesehatan manusia
dan organisme lain. Studi tersebut mengungkapkan bahwa padang lamun secara signifikan
mengurangi kelimpahan relatif bakteri patogen (Lamb et al. 2017). Diyakini bahwa bakteri
terkait lamun terlibat dalam mekanisme antipathogenic ini. Laporan sebelumnya menjelaskan
beberapa bakteri simbiosis memainkan peran protektif dengan melepaskan bahan kimia yang

1
melindungi inangnya (lamun) dari patogen dan biofouling oleh organisme lain (Tarquinio et
al. 2019). Banyak bakteri patogen manusia telah dilaporkan sebagai mikroorganisme yang
kebal antibiotik. Setengah dari obat yang sekarang tersedia di pasaran diformulasikan dari
produk kimia alami (Cita et al. 2017), sedangkan organisme laut telah berkontribusi pada
penemuan antibiotik baru (Webster dan Taylor 2011; Saggese et al. 2018). Lingkungan laut
dianggap sebagai sumber agen antimikroba yang sangat belum dijelajahi (Agrawal et al.
2017). Oleh karena itu, pemanfaatan bahan kimia yang disintesis oleh bakteri epifit laut untuk
aplikasi farmasi menjadi tantangan. Dalam studi ini, bakteri epifit diisolasi dari
Kuicheaiseagrass (H. Uninervis) yang dikumpulkan dari Rock Garden Beach Resort. Resor
ini terletak di Distrik Klaeng, Provinsi Rayong di EasternThailand. Bakteri epifit diisolasi,
dikultur, dan diidentifikasi secara genetik dengan analisis urutan nukleotida gen 16S rRNA.
Aktivitas antibakteri dari bakteri epifit yang diisolasi telah dianalisis sebelumnya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi secara genetik bakteri epifit laut dari padang
lamun lokal untuk kemungkinan digunakan dan dimanfaatkan dalam mikrobiologi terapan
dan memajukan penelitian farmasi lebih lanjut untuk kesehan masyarakat
2.3 Biodiversitas, Kerusakan Lingkungan, dan Issue Global Kesehatan
Berbagai kerusakan lingkungan yang kita rasakan saat ini memberikan dampak buruk
yang besar terhadap kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Sejarah tentang lingkungan
mulai ramai dibicarakan sejak diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan
Hidup di Stockholm, Swedia, pada 15 Juni 1972 silam. Sedangkan di Indonesia, tonggak
sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Pajajaran Bandung pada 15-
18 Mei 1972. Dua dasawarsa setelah diselenggarakannya konferensi PBB pada tahun 1972,
kemudian isu lingkungan hidup diangkat kembali dalam konferensi PBB tentang lingkungan
hidup di Rio De Janeiro, Brazil tahun 1992, yang sebelumnya diawali dengan konferensi
PBB mengenai perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada tahun 1990.
Pertemuan berkala Konferensi PBB tentang lingkungan hidup dan pembangunan ini
merupakan pertemuan tingkat global yang pertama dalam sejarah dunia. Kepedulian terhadap
lingkungan hidup menjadi isu global karena disebabkan antara lain permasalahan lingkungan
hidup ini selalu mempunyai efek global, menyangkut eksploitasi terhadap sumber daya global
seperti lautan dan atmosfer, bersifat transnasional yaitu kerusakan lingkungan di suatu negara
akan berdampak pula bagi wilayah disekitarnya, serta banyak kegiatan eksploitasi atau
degradasi lingkungan memiliki skala lokal atau nasional, dan dilakukan di banyak tempat di
seluruh dunia sehingga dapat dianggap sebagai masalah global. Forum-forum internasional,
regional maupun nasional bertujuan untuk tujuan usaha mengembalikan daya dukung
lingkungan dan keseimbangan alam yang kita diami sekarang ini.
Sebelumnya kita menduga bahwa masalah lingkungan global banyak dipengaruhi
oleh faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan
udara dll. Namun, belakangan ini orang mulai menyadari bahwa aktifitas manusia pun
mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Selain itu, masalah global yang juga
mempengaruhi lingkungan adalah pertumbuhan penduduk dunia yang sangat pesat.
Peningkatan pertumbuhan penduduk yang pesat memiliki dampak terhadap peningkatan
pertumbuhan kawasan urban, kebutuhan tambahan produksi pangan dan peningkatan
kebutuhan energi, yang pada masing-masing kebutuhan ini berimplikasi pada lingkungan.
Contohnya yaitu peningkatan kebutuhan lahan urban dan lahan pertanian akan menyebabkan
terjadinya konversi lahan hutan yang kemudian berdampak pada berkurangnya daerah-
daerah resapan air, sehingga mengakibatkan terjadinya krisis air tanah. Di sisi lain di
beberapa kawasan berkemiringan cukup tajam menjadi rawan longsor, karena pepohonan
yang tadinya menyangga sistem kekuatan tanah semakin berkurang. Kemudian karena

2
resapan air ke tanah berkurang, terjadilah over-flow pada air permukaan. Ketika kondisi ini
beresonansi dengan sistem drainase yang buruk di perkotaan terjadilah banjir.
Dalam masalah eksploitasi energi, masih banyak negara termasuk Indonesia sangat
bergantung pada sumber energi minyak bumi. Para ilmuwan yang bergerak di bidang
lingkungan sudah sangat khawatir membayangkan bencana besar yang akan melanda umat
manusia karena eksploitasi minyak bumi ini, ditambah lagi masih belum meratanya
kesadaran masyarakat umum bahkan di kalangan pemimpin terutama di negara berkembang
akan permasalahan lingkungan.
Berikut dibawah ini adalah beberapa isu lingkungan global dan dampak yang
diakibatkan:
1. Pemanasan Global
Pemanasan Global/Global Warming pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan
temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang
disebabkan oleh meningkatnya emesi gas karbondioksida, metana, dinitrooksida, dan
CFC sehingga energi matahari tertangkap dalam atmosfer bumi. Adapun dampak bagi
lingkungan biogeofisik: pelelehan es di kutub, kenaikan mutu air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna, migrasi
fauna dan hama penyakit. Sedangkan dampak bagi aktifitas sosial ekonomi masyarakat
adalah gangguan pada pesisir dan kota pantai, gangguang terhadap prasarana fungsi
jalan, pelabuhan dan bandara. Gangguan terhadap pemukiman penduduk, ganggungan
produktifitas pertanian serta adanya peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit.
2. Penipisan Lapisan Ozon
Dalam lapisan statosfer pengaruh radiasi ultraviolet, CFC terurai dan membebaskan atom
klor. Klor akan mempercepat penguraian ozon menjadi gas oksigen yang mengakibatkan
efek rumah kaca. Beberapa atom lain yang mengandung brom seperti metal bromide dan
halon juga ikut memeperbesar penguraian ozon. Dampak bagi makhluk hidup yaitu
meningkatnya kasus kanker kulit melanoma yang bisa menyebabkan kematian,
meningkatkan kasus katarak pada mata dan kanker mata, menghambat daya kebal pada
manusia (imun), penurunan produksi tanaman jagung, kenaikan suhu udara dan kematian
pada hewan liar, dll.
3. Hujan Asam
Proses revolusi industri mengakibatkan timbulnya zat pencemaran udara. Pencemaran
udara tersebut bisa bereaksi air hujan dan turun menjadi senyawa asam. Dampak dari
hujan asam yaitu mempercepat proses korosi, menyebabkan iritasi pada kulit, gangguan
sistem pernafasan, serta menyebabkan pengasaman pada tanah.
4. Pertumbuhan populasi
Pertambahan penduduk dunia yang mengikuti pertumbuhan secara ekponensial
merupakan permasalahan lingkungan. Dampaknya yaitu terjadinya pertumbuhan
penduduk akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan sumber daya alam dan ruang.
5. Desertifikasi
Desertifikasi merupakan penggurunan, menurunkan kemampuan daratan. Pada proses
desertifikasi terjadi proses pengurangan produktifitas yang secara bertahap dan penipisan
lahan bagian atas karena aktivitas manusia dan iklim yang bervariasi seperti kekeringan
dan banjir. Dampak yang diakibatkan awalnya bersifat lokal namun sekarang isu
lingkungan sudah berdampak global dan menyebabkan semakin meningkatnya lahan
kritis di muka bumi sehingga penangkap CO2 menjadi semakin berkurang.
6. Penurunan keaneragaman hayati
Menurunnya keaneragaman jenis spesies makhluk hidup, tidak hanya mewakili jumlah
atau sepsis di suatu wilayah, tetapi juga meliputi keunikan spesies, gen serta ekosistem
yang merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Dampaknya: karena

3
keaneragaman hayati ini memiliki potensi yang besar bagi manusia baik dalam
kesehatan, pangan maupun ekonomi.
7. Pencemaran limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan yang diindentifikasi memiliki bahan kimia
satu atau lebih dari karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, penyebab infeksi, bersifat korosif. Dahulu dampak yang diakibatkan bersifat
lokal, namun sekarang antar negara pun melakukan proses pertukaran dan limbahnya di
buang di laut lepas. Dan jika itu semua terjadi maka limbah bahan berbahaya dan
beracun dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup.
Faktor penentu kesehatan lingkungan (seperti udara kualitas, ketahanan pangan,
ketahanan air, kebebasan dari penyakit, dll) saling terkait dan terpengaruh secara merugikan
dengan berkurangnya kemampuan ekosistem yang terdegradasi dan biota untuk beradaptasi
dengan dampak perubahan iklim, udara polusi, bencana alam atau kelangkaan air. Banyak
dari dinamika antara keanekaragaman hayati dan manusia kesehatan berada di bidang infeksi,
yang ditularkan melalui vector penyakit. Dalam beberapa kasus, hilangnya keanekaragaman
hayati (seperti yang terkait dengan deforestasi) dapat meningkat risiko beberapa penyakit
seperti malaria (Chaves).
Tipe interaksi keanekaragaman hayati-kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Keanekaragaman hayati meningkatkan manfaat Kesehatan
Misalnya spesies yang berbeda (serta varietas tanaman dan ras ternak) menyediakan
nutrisi dan obat-obatan. Keanekaragaman hayati juga menopang fungsi ekosistem, yang
menyediakan jasa seperti pemurnian air dan udara, pengendalian hama dan penyakit, dan
penyerbukan. Keanekaragaman hayati juga dapat menjadi sumber patogen sehingga
berdampak negatif pada kesehatan. Perubahan keanekaragaman hayati akan
menyebabkan perubahan manfaat kesehatan. Pemicu perubahan tersebut memperluas
penyebab perubahan di bagian hulu.
2. Interaksi muncul dari pendorong perubahan yang berefek pada keanekaragam hayati dan
kesehatan secara paralel.
Misalnya, polusi udara dan air dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati
dan berdampak langsung pada kesehatan. Deforestasi (atau perubahan penggunaan lahan
lainnya atau gangguan ekosistem) dapat menyebabkan hilangnya spesies dan habitat, dan
juga meningkatkan risiko penyakit bagi manusia. Sebaliknya, konsumsi daging yang
tidak berlebihan dapat mengurangi tekanan pada keanekaragaman hayati (lebih sedikit
perubahan penggunaan lahan; emisi gas rumah kaca yang lebih rendah) dan juga
memiliki manfaat kesehatan bagi individu. Selain efek paralel dari pendorong terhadap
keanekaragaman hayati dan kesehatan, mungkin ada dampak tambahan dari perubahan
keanekaragaman hayati pada Kesehatan misalnya, pencemaran air, selain membahayakan
kesehatan meskipun kehilangan kualitas air minum, dapat menyebabkan runtuhnya
ekosistem akuatic melalui eutrofikasi yang menyebabkan kematian ikan dan akibatnya
negatif terhadap nutrisi.
3. Interaksi yang muncul dari dampak intervensi sektor kesehatan terhadap
keanekaragaman hayati dan intervensi keanekaragaman hayati terhadap Kesehatan
Misalnya, penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan pelepasan bahan aktif ke
lingkungan dan merusak spesies dan ekosistem. Sekali lagi, ini mungkin memiliki efek
negatif pada kesehatan manusia. Di sisi lain, kawasan lindung atau larangan berburu
dapat menghalangi akses masyarakat lokal akan daging hewan liar dan makanan liar
lainnya, dengan dampak nutrisi yang negatif. Interaksi positif jenis ini juga
dimungkinkan misalnya, pembentukan kawasan lindung dapat melindungi pasokan air
dengan manfaat positif bagi Kesehatan.

4
Kebutuhan mendesak untuk bersama-sama mengatasi faktor penentu kesehatan sosial
dan lingkungan (Bircher dan Kuruvilla 2014) telah diakui secara luas melalui berbagai
perjanjian multilateral. Namun, peran keanekaragaman hayati sebagai pengaruh perantara
pada kesehatan manusia (melalui hilangnya jasa ekosistem, yang dengan sendirinya
dimediasi oleh proses ekologi), sementara mendapatkan perhatian yang lebih luas sejak Rio,
manfaatnya penilaian yang jauh lebih sistematis serta kebijakan dan strategi yang lebih
terstruktur, koheren, dan lintas sektor. Keterkaitan kritis ini harus diterjemahkan ke dalam
target kebijakan konkret saat kami memulai serangkaian komitmen global baru pada
pembangunan berkelanjutan saat MDGs mencapai masa jabatannya pada tahun 2015.
Secara umum, aktivitas manusia memiliki dampak negatif utama pada alam
lingkungan, antara lain:
1. Perubahan habitat
Perubahan penggunaan lahan (misalnya pembukaan penuh atau sebagian untuk produksi
pertanian atau ekstraksi sumber daya alam, seperti untuk kayu, pertambangan dan
minyak) adalah penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati di ekosistem darat.
Perubahan habitat asli juga dapat mengurangi ketahanan; misalnya, kawasan yang
gundul dapat mengalami erosi tanah, meningkatkan risiko ekologi akibat cuaca ekstrim
seperti banjir yang tiba-tiba, dan potensi produksi pangan yang terbatas akibat
berkurangnya pengayaan tanah.
2. Eksploitasi berlebihan dan pemanen yang merusak
Eksploitasi berlebihan keanekaragaman hayati dan praktik pemanenan yang merusak
mengurangi kelimpahan populasi spesies yang bersangkutan, dan dalam beberapa kasus,
dapat mengancam kelangsungan hidup spesies itu sendiri. Dengan menurunnya
keanekaragaman hayati asli, sumber protein lokal dari perburuan atau pengumpulan
untuk kebutuhan sehari-hari dapat berkurang, menyebabkan nutrisi yang tidak memadai
jika alternatif tidak tersedia atau kekurangan nutrisi yang diperlukan. Selain itu,
perburuan dan konsumsi daging hewan liar, kadang-kadang di daerah yang sebelumnya
tidak ditargetkan untuk sumber makanan (misalnya, di kamp-kamp pertambangan yang
baru didirikan di habitat yang sebelumnya masih asli) dapat menimbulkan resiko
penularan penyakit menular baru secara langsung. Intensifikasi panen dan praktik
eksploitasi, seperti pencampuran satwa liar dan spesies domestik di pasar, serta
pencampuran dan penyebaran patogen mereka, dapat menciptakan epidemi global,
seperti yang terlihat dengan wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) tahun 2003.
3. Polusi
Polusi lingkungan menimbulkan ancaman langsung bagi keanekaragaman hayati dan
kesehatan manusia dalam banyak hal. Risiko paparan polutan berpotensi meningkat
untuk konsumen teratas seperti manusia dan mamalia laut melalui bioakumulasi di
sepanjang rantai makanan, seperti yang terlihat pada merkuri. Paparan polusi udara
menghadirkan risiko penyakit pernapasan. Apa yang disebut "penyakit gaya hidup"
(seperti obesitas dan diabetes) mungkin dipengaruhi oleh akses ke kebugaran fisik, yang
mungkin dibatasi oleh tingkat polusi udara luar dan dalam ruangan. Air yang
terkontaminasi polusi juga dapat memungkinkan persistensi agen infeksi manusia dan
penyakitnya, seperti vibrio penyebab kolera dan schistosomiasis yang ditularkan oleh
cacing parasit.
4. Spesies asing invasif
Spesies asing invasif (IAS) menimbulkan ancaman langsung terhadap spesies asli
dan/atau endemik. Pengenalan IAS dapat mengakibatkan spesies invasif bersaing dengan
sumber makanan penting dan obat tradisional untuk populasi manusia, serta
menyebabkan dampak mendasar pada ekosistem yang dapat memengaruhi proses
kesehatan. Contohnya termasuk kualitas air yang terganggu dari introduksi kerang zebra

5
di Inggris dan Amerika Utara, kualitas tanah yang berubah melalui penyebaran gulma,
dan dekomposisi spesies yang berkurang yang difasilitasi oleh babi liar yang merumput
di tanaman asli serta tanah pertanian.
5. Perubahan iklim
Dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan iklim juga menimbulkan risiko
bagi keanekaragaman hayati dan kesehatan; sebagai contoh, pergeseran dalam rentang
spesies juga dapat memfasilitasi perubahan dalam distribusi patogen dan / atau
kelangsungan hidup, seperti yang diproyeksikan untuk virus Nipah (Daszak et al. 2013).
Perubahan iklim juga berkontribusi pada pengasaman laut, pemutihan karang dan
penyakit dalam kehidupan laut, karena spesies karang pembentuk terumbu terancam
punah. Pola cuaca yang lebih ekstrim dan naiknya permukaan laut (misalnya kekeringan,
banjir, awal embun beku) juga dapat merusak ketahanan pangan dan air, terutama untuk
populasi yang bergantung pada pertanian subsisten dan sumber air alami. Populasi
manusia juga dapat menderita dampak kesehatan yang akut dari cuaca ekstrim (misalnya
cedera akibat panas atau dingin).
6. Faktor demografis, termasuk migrasi
Selain penyebab langsung hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan sosial dan
demografis skala besar, atau ketergantungan yang intensif pada ekosistem untuk
penghidupan atau mata pencaharian, yang sering dikaitkan dengan perubahan
keanekaragaman hayati, juga dapat berdampak pada kerentanan terhadap penyakit.
Misalnya, penghuni manusia baru (pendatang baru) mungkin tidak memiliki kekebalan
terhadap penyakit zoonosis yang endemik di daerah tersebut, membuat mereka sangat
rentan terhadap infeksi. Wanita yang diharuskan untuk membantai hewan liar yang
dipanen, atau pria yang berburu hewan buruan, mungkin sangat berisiko.
7. Urbanisasi
Urbanisasi sebagai tantangan dan peluang untuk mengelola jasa ekosistem Urbanisasi,
transisi demografis dari pedesaan ke perkotaan, dikaitkan dengan pergeseran dari
ekonomi berbasis pertanian ke industri massal, teknologi dan jasa. Pola urbanisasi yang
tidak terencana atau tidak terencana juga memiliki konsekuensi negatif bagi kesehatan
dan keselamatan masyarakat, antara lain penurunan aktivitas fisik dan pola makan tidak
sehat yang mengakibatkan peningkatan risiko PTM seperti penyakit jantung, kanker,
diabetes dan penyakit paru-paru kronis (WHO 2010).

2.4 Kerusakan Lingkungan Mempengaruhi Biodiversitas


Antara manusia dan lingkungan adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dan
saling pengaruh mempengaruhi. Pengaruh alam terhadap manusia lebih bersifat pasif,
sedangkan pengaruh manusia terhadap alam lebih bersifat aktif. Dalam pemenuhan
kebutuhan hidupnya, aktifitas yang dilakukan manusia terhadap alam selalu menimbulkan
kerusakan terhadap lingkungan itu sendiri. Menurut Undang-undang RI tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 bahwa, kerusakan lingkungan
hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau
hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Salah satu rekomendasi yang dihasilkan pada Seminar Pengelolaan Lingkungan


Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Pajajaran Bandung yang dilaksanakan
pada 15 – 18 Mei 1972, yaitu faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah
besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk). Pertumbuhan penduduk yang pesat

6
berdampak pada terjadinya kerusakan lingkungan, sekaligus tantangan yang dicoba untuk
diatasi dengan pembangunan dan industrialisasi.
Pemetaan terkait permasalahan lingkungan telah dilakukan baik pada forum nasional
maupun forum regional dan internasional, dan dikelompokkan dalam tiga skala besar
prioritas, yakni:
1. Isu Lingkungan Lokal
Isu menipisnya lapisan ozon cukup sering diperbincangkan. Tanpa lapisan ozon, akan sangat
banyak dampak negatif yang menimpa makhluk hidup di muka bumi ini, antara lain:
Penyakit-penyakit akan menyebar tanpa terkendali, cuaca tidak menentu, pemanasan global,
bahkan tenggelamnya suatu daratan akibat muka air laut meningkat disebabkan mencairnya
es yang ada di kutub Utara dan Selatan. Penyebab isu lingkungan lokal, contoh:
a. Kekeringan : kekurangan air yang terjadi akibat sumber air tidak dapat menyediakan
kebutuhan air bagi manusia dan makhluk hidup yang lainnya.
Dampak : menyebabkan ganggungan kesehatan, keterancaman pangan.
b. Banjir : merupakan fenomena alam ketika sungai tidak dapat menampung limpahan
air hujan karena proses influasi mengalami penurunan. Itu semua dapat terjadi karena
hijauan penahan air resapan berkurang.
Dampak : ganggungan kesehatan, penyakit kulit, aktivitas manusia terhambat,
penurunan produktifitas pangan, dll.
c. Longsor : adalah terkikisnya daratan oleh air resapan karena penahan air berkurang.
Dampak : terjadi kerusakan tempat tinggal, ladang, sawah, mengganggu
perekonomian dan kegiatan transportasi
d. Erosi pantai : terkikisnya lahan daratan pantai akibat gelombang air laut.
Dampak : menyebabkan kerusakan tempat tinggal dan hilangnya potensi ekonomi
seperti kegiatan pariwisata.
e. Instrusi Air Laut : air laut (asin) mengisi ruang bawah tanah telah banyak digunakan
oleh manusia dan tidak adanya tahanan instrusi air laut seperti kawasan mangrove.
Dampak : terjadinya kekurangan stok air tawar, dan mengganggu kesehatan

2. Isu Lingkungan Nasional


Beberapa isu nasional tentang lingkungan dan dampaknya antara lain:
a. Kebakaran Hutan : Kebakaran hutan dapat terjadi dengan alami atau ulah manusia.
Kebakaran oleh manusia biasanya karena pembukaan lahan untuk perkebunan.
Dampak : memeberi kontribusi CO2 di udara, hilangnya keaneragaman hayati,
mengganggu kesehatan (ISPA), berdampak gangguan kenegra lain.
b. Pencemaran minyak lepas pantai : hasil ekploitasi minyak bumi diangkut oleh kapal
tanker ke tempat pengolahan minyak bumi. Pencemaran minyak lepas pantai
diakibatkan oleh sistem penampungan yang bocor atau kapal tenggelam yang
menyebankan tumpahnya/lepasnya minyak ke perairan. Dampak : mengakibatkan
limbah tersebut dapat tersebar tergantung gelombang air laut. Akibatnya tertutupnya
lapisan permukaan laut yang menyebabkan penetrasi matahari berkurng
menyebabkan fotosintesis terganggu, pengikatan oksigen, dan dapat menyebabkan
kematian organisme laut.
c. Banjir : merupakan suatu peristiwa terbenamnya daratan (yang pada keadaan normal
kering) karena meningkatnya volume air. Banjir dapat disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya akibat pemanasan global, yaitu dapat meningkatkan tinggi permukaan air
laut, sehingga beberapa daerah di pesisir pantai akan terkena luapan air tersebut.
Selain itu banjir juga disebabkan karena meningkatnya curah hujan dan tidak adanya
saluran air yang baik dan cukup untuk menampung air hujan. Banjir juga dapat
disebabkan karena peluapan air sungai akibat meningkatnya curah hujan atau karena

7
sebab lain, seperti pecahnya bendungan sungai. Banjir yang banyak melanda kota-
kota besar biasanya disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat yang
membuanga sampah ke sungai atau saluran air lain. Banjir juga disebabkan oleh
kurangnya resapan air karena tanah telah tertutup bangunan. Banjir menyebabkan
kerugian pada segi perekonomian, kesehatan, dan lingkungan.
d. Kerusakan hutan di Indonesia, akibat manusia melakukan eksploitasi dari hutan
secara berlebihan dan mengabaikan segi ekologisnya. Faktor alam yang merusak
hutan salah satunya adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini dipicu oleh musim
kemarau yang panjang maupun pemanasan global.
e. Sampah/limbah yang dihasilkan berupa bahan organik dan anorganik. Sampah
anorganik dihasilkan dari rumah tangga maupun industri. Sampah merupakan
masalah sosial yang dapat menyebabkan konflik. Di indonesia masalah sampah
kurang mendapat penanganan yang baik. Sampah plastik adalah isu yang paling
mengkhawatirkan di decade ini, dan patalnya bahwa Indonesia adalah produsen
sampah plastik nomor dua di dunia setelah China dan nomor satu penyumbang
sampah plastik yang dibuat ke laut, demikian pulan Indonesia merupakan Negara
nomor tiga terburuk diantara 11 negara Asia dalam pengelolaan lingkungan kumuh.
f. Reklamasi sangat berpotensi menghasilkan ketidak seimbangan ekosistem karena
perubahan topografi area reklamasi yang pada akan memberikan efek domino
terhadap ekologi dan rantai kehidupan sekitarnya, termasuk gangguan terhadap biota
laut, terutama pada rantai makanan akibat hilangnya populasi planton dan
fitoplanton, sehingga keberaan ikan kecil juga akan hilang atau bermigrasi, dan pasti
diikuti oleh bergesernya populasi ikan sedang dan ikan besar, sehingga nelayanpun
akan bergeser dalam pencarian lokasi tangkapan.

3. Isu Lingkungan Global


Masalah lingkungan global lebih banyak dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang
mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dll. Disamping itu
pertumbuhan penduduk yang amat pesat juga merupakan masalah global yang mempengaruhi
lingkungan. Pertumbuhan penduduk memiliki arti pertumbuhan kawasan urban dan juga
kebutuhan tambahan produksi pangan, belum lagi ada peningkatan kebutuhan energi. Pada
masing-masing kebutuhan ini ada implikasi pada lingkungan. Contoh dari kebutuhan lahan
urban dan lahan pertanian. Pemenuhan kebutuhan ini akan meminta konversi lahan hutan.
Semakin lama daerah-daerah resapan air makin berkurang, akibatnya terjadi krisis air tanah.
Di sisi lain di beberapa kawasan berkemiringan cukup tajam menjadi rawan longsor, karena
pepohonan yang tadinya menyangga sistem kekuatan tanah semakin berkurang. Kemudian
karena resapan air ke tanah berkurang, terjadilah over-flow pada air permukaan. Ketika
kondisi ini beresonansi dengan sistem drainase yang buruk di perkotaan terjadilah banjir.
Masalah eksploitasi energi. Saat ini Indonesia misalnya masih sangat bergantung pada
sumber energi minyak bumi. Ini yang menjelaskan betapa hebohnya pemerintah dan
masyarakat akibat masalah minyak. Kyoto Protokol adalah konvensi yang masih cukup
hangat dan masih akan diberlakukan secara efektif dimasa datang. Isi utama Protokol ini
adalah upaya pengurangan emisi enam gas yang mengakibatkan kenaikan suhu global. Pada
tahun 2008-2012 akan diadakan pengukuran sistematis balance pengeluaran dan penyerapan
gas-gas ini pada semua negara yang telah menandatangani Protokol ini. Beberapa contoh isu
lingkungan global telah dibahas pada sub bab sebelumnya.
Kerusakan alam yang terjadi dapat menyebabkan hilangnya habitat dan menyebabkan
puluhan ribu spesies terancam punah. Dari 20 negara di dunia yang jenis-jenis alamiahnya
terancam, maka Indonesia menduduki posisi ke-5, dimana terdapat 1126 spesies yang
terancam punah. Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab utama hilangnya

8
biodiversitas adalah: kerusakan habitat, perubahan iklim (pemanasan global), eksploitasi
yang berlebihan, pencemaran lingkungan, ketidaksengajaan/kecelakaan dan datangnya
spesies asing (WWF 2012). Faktor-faktor penyebab, pemacu, dan tekanan langsung
berkontribusi terhadap degradasi keanekaragaman hayati global dan jasa ekosistem.

Faktor Penyebab hilangnya biodiversitas (WWF2012)

2.5 Kerusakan Lingkungan dan Biodiversitas Mempengaruhi Kesehatan Masyarakat


Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber
daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Kerusakan
lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan
oleh High Level Threat Panel dari PBB. The World Resources
Institute (WRI), UNEP (United Nations Environment Programme), UNDP (United Nations
Development Programme), dan Bank Dunia telah melaporkan tentang pentingnya lingkungan
dan kaitannya dengan kesehatan manusia.
Sejak tahun 1970-an dunia mulai memberikan perhatian besar terhadap masalah
lingkungan, seperti pembangunan berwawasan lingkungan guna menjaga kelangsungan hidup
di muka bumi. Namun demikian sampai saat ini lingkungan hidup sebagai wahana bagi
makhluk hidup khususnya manusia terus mengalami kerusakan. Lebih jauh dapat dikatakan
bahwa, perilaku manusia terhadap alam sangat tergantung bagaimana cara pandangnya
terhadap alam itu senidiri. Jika alam dipandang sebagai hal yang penting dan menguntungkan
maka perilaku yang muncul adalah perilaku yang menghargai. Namun sebaliknya, jika tidak,
maka perilaku yang muncul adalah perilaku yang merusak. Manusia memiliki cara pandang
tersendiri terhadap alam. Cara pandang tersebut menjadi landasan bagi manusia untuk
bertindak terhadap alam. Salah satu cara pandang manusia terhadap alam adalah
“Antroposentrisme”.
Antroposentrisme adalah cara pandang yang menempatkan manusia sebagai pusat
dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang
diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan kepentingan manusia. Maka
tidak heran jika fokus perhatian dalam pandangan ini terletak pada peningkatan kesejahteraan
dan kebahagiaan manusia. Alam dilihat sebagai objek untuk pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan manusia, sehingga alam hanya dijadikan alat untuk pencapaian tujuan.
Dengan cara pandang seperti diatas maka, banyak pendapat yang mengatakan bahwa
antroposentrisme merupakan salah satu penyebab terjadinya krisis lingkungan hidup.
Pandangan seperti ini membuat manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap
alam dengan menguras kekayaan alam demi kesejahteraan hidupnya.
9
Kegiatan manusia yang tidak memikirkan efek jangka panjang sering menjadikan
satwa dan tumbuhan sebagai korban. Terutama karena dalam ekosistem, organisme saling
bergantung untuk bertahan hidup, sehingga ketidakseimbangan dari satu spesies saja dapat
memberikan efek domino bagi organisme lain. Jika hal ini dibiarkan, dapat menyebabkan
kelangkaan hingga kepunahan spesies tertentu.
Beberapa kegiatan yang dapat merusak keanekaragaman hayati adalah kerusakan
habitat, contohnya terumbu karang. Terumbu karang merupakan rumah sekaligus sumber
makanan bagi beberapa jenis ikan, sehingga jika terumbu karang dirusak, dapat memengaruhi
jumlah ikan yang dapat bertahan hidup di habitat tersebut.
Pencemaran juga memberikan efek negatif bagi keanekaragaman hayati karena
mengotori lingkungan tempat tinggal berbagai makhluk hidup. Selain itu, satwa liar bisa juga
terkena dampaknya secara langsung karena tidak sengaja mengonsumsi sampah, contohnya
penyu yang melahap kantong plastik di laut karena mengiranya sebagai ubur-ubur.
Pembukaan lahan di hutan menjadi salah satu penyebab utama kelangkaan satwa liar,
seperti orang utan dan harimau Sumatera, karena hilangnya habitat mereka. Pembukaan lahan
juga dapat merusak keanekaragaman karena tumbuhan-tumbuhan yang menjadi sumber
makanan hewan tertentu telah ditebang dan diganti dengan jenis tumbuhan lain. Setelah
kehilangan habitat dan sumber makanan berkurang, tentu sulit bagi satwa terdampak untuk
bertahan hidup.
Biodiversitas yang sehat dapat berkontribusi untuk hasil pembangunan yang lebih
baik seperti keamanan pangan, kesehatan, pengurangan risiko bencana dan tata kelola. Studi
menunjukkan hubungan erat antara hilangnya biodiversitas dan peningkatan penularan
penyakit menular. Deforestasi, misalnya, dikaitkan dengan peningkatan munculnya SARS
dan virus lain yang menginfeksi hewan ke manusia.
1. Biodiversitas sebagai Pemicu Penyakit Menular Baru pada Manusia
Biodiversitas yang sehat dapat berkontribusi untuk hasil pembangunan yang lebih
baik seperti keamanan pangan, kesehatan, pengurangan risiko bencana dan tata kelola. Studi
menunjukkan hubungan erat antara hilangnya biodiversitas dan peningkatan penularan
penyakit menular. Deforestasi, misalnya, dikaitkan dengan peningkatan munculnya SARS
dan virus lain yang menginfeksi hewan ke manusia (Konservasi dkk, 2013).

Telah terjadi peningkatan besar penyakit muncul dalam 50 tahun terakhir yang
diyakini terutama kelakuan invasi manusia ke hutan atau alam liar tempat habitat hewan.
Deforestasi atau pembabatan hutan khususnya di hutan tropis merupakan pintu masuk awal
kontak manusia dengan populasi satwa liar, melalui patogen zoonosis dimana manusia belum
pernah terpapar sebelumnya, termasuk virus dan bakteri. Hal ini meningkatkan peluang
munculnya penyakit zoonosis.

10
Di Amerika Serikat penyebaran penyakit Lyme merupakan hasil dari pengurangan
dan fragmentasi hutan yang menyebabkan penurunan besar pada predator, yang
menyebabkan peningkatan berikutnya pada tikus putih, yang merupakan reservoir untuk
bakteri lyme.  Di Ontario, Kanada Timur, hilangnya hutan juga dikaitkan dengan peningkatan
populasi tikus putih dan potensi penyebaran penyakit Lyme. Penyakit ini menyebar dari tikus
putih melalui kutu hitam.
Di Indonesia pernah mangalami ancaman zoonosis berupa avian influenza (AI) atau
flu burung pada 2003. Hal ini dipicu dari berbagai faktor seperti peningkatan urbanisasi dan
populasi manusia, perubahan ekologi, dan deforestasi. Paparan flu burung meningkat pada
musim hujan dan menurun pada musim kemarau. Jumlah korban tertinggi di Indonesia
pernah mencapai lebih dari 2.700 orang pada 2007 (Aditya, 2018).
2. Biodiversitas dan Covid-19
Para peneliti meyakini Covid-19 muncul karena biodiversitas rusak. Hal ini
disampaikan oleh Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat, Veteriner, dan Karantina
Hewan, drh. Tri Satya Naipospos, Mphil, PhD., bahwa penyakit zoonotic tersebar berarti
adanya penyebaran dari inang alaminya. Patogen virus Covid-19 yang berasal dari hewan
kelelawar dapat menginfeksi manusia karena terjadi lompatan virus antar spesie (Ellyvon,
2020).
Peristiwa seperti Covid-19, seperti yg dijelaskan oleh Ellyvon, dapat terjadi apabila
manusia berburu satwa liar atau merusak habitatmya, sehingga virus dan pathogen lainnya
melompat antar spesies. Selain itu, peristiwa melompatnya virus zoonotic kerap dihubungkan
dengan perubahan lingkungan dan perilaku manusia. Diantaranya adalah gangguan terhadap
hutan alami seperti:
 Penebangan kayu
 Penambangan
 Urbanisasi yang cepat
 Pertumbungan penduduk
 Perdagangan satwa liar
 Perburuan satwa liar
Menurut Hayman, yang dikutip dari berita dw.com, menekankan bahwa dalam
beberapa abad terakhir, hutan tropis sudah berkurang 50%. Ini berakibat sangat buruk pada
ekosistem. Di sejumlah kasus, ilmuwan sudah berhasil mengungkap jika hewan bagian atas
rantai makanan akan punah, hewan di bagian bawah, seperti tikus yang membawa banyak
pathogen, mengambil di bagian atas rantai makanan. Bukti yang menunjukkan hubungan
antara perusakan ekosistem dan bertambahnya resiko penyebaran infeksi terbaru
menyebabkan para pakar menekankan pentingnya konsep “One Health” atau Kesehatan
Bersama.
3. Biodiversitas dan Obat-obatan
Hawksworth dan Rossman memperkirakan terdapat sekitar 1 juta spesies jamur,
100.000 diantaranya jenisnya telah dikenal. Diketahui terdapat sekitar 300.000 jenis tanaman
tersebar di muka bumi ini, bila masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba
endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur, bisa dibayangkan betapa besarnya kekayaan
biodiversitasnya. Mikroba endofir merupakan sumber keanekaragaman genetic yang kaya
dan dapat diandalkan dengan berbagai kemungkinan spesies baru yang belum dideskripsikan.
Mengingat biodiversitasnya yang sangat kaya tersebut maka kebutuhan akan produk bahan
alam yang digunakan sebagai antibiotic baru, bahan kemoterapi dan agrokimia yang memiliki
keefektifan tinggi, toksisitas rendah, namun tidak menganggu ekologi lingkungan dapat
diharapkan diroleh dari mikroba endofit sendiri (Hadi, 2011).
Endofit yang berasal dari daerah dengan biodiversitas tinggi memiliki potensi
menghasilkan keanekaragaman kimiawi juga tinggi dann mempunyai prospek ekonomi

11
dimasa depan. Tidak hanya tanaman yang berasal dari lingkungan dengan biotipe khusus
yang menjadi sumber endofit novel dan novel metabolit sekunder tetapi juga dari lingkungan
yang ekstrem.
Adapun pemanfaatan endofit dibidang pengobatan adalah sebagai:
 Antibiotic
 Antivirus
 Antikanker
 Insektisida
 Antimalaria
 Antidiabetes
 Antioksidan
2.6 Upaya-Upaya Mengatasi Masalah Kerusakan Lingkungan dan Biodiversitas
Tantangan dari biodiversitas adalah adanya pengrusakan terhadap habitat, pemanasan
global, ekploitasi yang berlebihan, pencemaran lingkungan, berikut beberapa upaya untuk
mengatasi masalah kerusakan lingkungan yaitu:

1. Metode pengukuran kualitas lingkungan alternatif.


Metode tersebut bersifat efisien dan ekonomis, serta mudah dipelajari dan
diimplementasikan siapa saja, karena hanya mengandalkan obyek-obyek yang sudah ada di
lapangan. Metode ini juga dapat dilakukan dengan bantuan penduduk setempat yang sudah
mengenal medan.
2. Program konservasi bagi berbagai spesies yang terancam punah.
Konservasi sendiri bertujuan untuk menjamin keberlangsungan jangka panjang bagi
sebanyak-banyaknya spesies yang memungkinkan. Mengkonservasi suatu spesies juga berarti
mengkonservasi habitatnya sekaligus berperan dalam mengkonservasi biosfer yang
menyangga kehidupan di bumi.
Terdapat beberapa metode untuk menentukan area konservasi, di antaranya adalah
dengan menentukan diversitas suatu area secara menyeluruh, menentukan jumlah diversitas
spesies endemik, serta melakukan analisis fauna kritis.
3. Terdiri dari Solusi Indvidu dan Kelompok
a. Sumber energi alternative, Sumber energi yang diperbaharui seperti tenaga angin,
tenaga ombak dan tenaga surya jauh lebih bersih.
b. Transportasi ramah lingkungan, untuk mengurangi jumlah polusi. Contoh sepeda.
c. Menggunakan green produk, misalnya makanan organik yang diproduksi tanpa
menggunakan pestisida.
d. Mendaur ulang limbah atau sampah, ada beberapa tindakan yang bisa di terapkam
oleh setiap rumah yang dapat dilakukan untuk melindungi dan menyelamatkan
lingkungan. Yaitu 3R: reduce-reuse-recycle.
e. Menjaga kualitas ekosistem air dengan cara mengurangi penggunaan detergen.
f. Pengembangan tempat Ekowisata, yaitu perjalanan ke daerah yang masih alami
serta rentan untuk degradasi, murni, dan biasanya dilindungi (konservasi).
g. Ide lain yang menarik adalah bahwa wisatawan dapat tinggal di rumah dengan
orang-orang lokal, bukan pemesanan hotel bintang lima dengan kondisi modern.
Mereka juga dapat mempelajari bagaimana masyarakat setempat bekerja seperti
beras tanam, menangkap-memancing, dll.
h. Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengenali peran penting
lingkungan.
i. Membentuk gerakan untuk melakukan penamanan sejuta pohon dengan
bearasosiasi dengan seluruh kalangan masyarakat.

12
j. pemerintah mengembangkan masyarakat buruh dan petani yang tidak memiliki
lahan pertanian maupun perkebunan untuk menanam bahan-bahan pangan dengan
cara pemerintah memberikan peminjaman lahan untuk keluarga, sehingga
meminimalisir kerusakan lahan mapun hutan
4. Upaya yang Dilakukan Pemerintah
a. Mengeluarkan UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup poin d : Bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor
P.75/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/10/2019 Tentang Peta Jalan pengurangan
Sampah oleh Produsen.
5. Membentuk kawasan perlindungan.
Biota kriptik adalah suatu jenis spesies yang memiliki hubungan yang sangat dekat
antar spesies tetapi memiliki sifat yang berbeda antar spesies, dan secara morfologi sangat
sulit untuk dibedakan satu dengan yang lainnya (Mulyaningsih 2002). Menurut Hutchings
(1983) dalam Adiatmaja (2013), biota kriptik adalah biota yang menggunakan subtrat yang
sementara atau permanen maupun yang bisa menciptakan ruang sendiri pada terumbu karang
dan bersifat invertebrata. Kekerabatan dari biota kriptik ini sangat dekat sehingga kebanyakan
antar spesies sangat sulit dicari perbedaannya. Untuk membedakan biota kriptik dapat
dilakukan dengan melakukan analisis urutan DNA, membandingkan kromosom polytene, dan
studi sejarah kehidupan.
Menurut konservasi biodiversitas Raja Ampat, salah satu kawasan di Indonesia yang
terdapat biota kriptik adalah wilayah Raja Ampat. Salah satu nya adalah kelompok udang
Pontoniine (Decapoda, Caridea, Palaemonidae), di perairan Raja Ampat ditemukan 74 jenis
udang spesies Pontoniine. contoh dari jenis biota kriptik dari kelompok udang ini adalah
sebagai berikut: (1). Periclimenes soror salah satu jenis dari biota kriptik dari kelompok
Pontoniine, spesies ini biasa bersimbiosis dengan bintang laut (2). Periclimenes venustus
adalah udang Pontoniine jenis lain yang juga ditemukan di Perairan Raja Ampat.
Keberadaan biota kriptik di Indonesia belum banyak diketahui karena belum
banyaknya informasi yang menjelaskan biota kriptik. Tantangan kedepan bagi peneliti
Indonesia adalah melakukan penelitian tentang biodiversitas biota kriptik di seluruh
Indonesia, dengan harapan keberadaannya biota kriptik juga bisa dimanfaatkan diberbagai
macam bidang.

13
14

Anda mungkin juga menyukai