Anda di halaman 1dari 19

Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses

yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Bahaya (hazard) terdiri dari
senyawa biologi, kimia atau fisik yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan.
Sedangkan risiko (risk) merupakan fungsi peluang terjadinya gangguan kesehatan dan
keparahan (severity) gangguan kesehatan oleh karena suatu bahaya.
Risiko lingkungan merupakan risiko terhadap kesehatan manusia yang disebabkan
oleh karena faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial-ekonomi-budaya.
Salah satu bahaya yang berpotensi menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia dan
lingkungan yakni bahaya kimia yang berupa keberadaan polutan di udara.

2.1 Pengertian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan


Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) adalah salah satu alat pengelolaan
risiko yang digunakan untuk melindungi kesehatan pada masyarakat akibat efek dari
lingkungan yang buruk. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) merupakan suatu
pendekatan untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia, termasuk
identifikasi terhadap adanya faktor ketidakpastian, penelusuran pada pajanan tertentu,
memperhitungkan karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi perhatian dan
karakteristik dari sasaran yang spesifik. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia
ARKL merupakan pendekatan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADK). Landasan
hukum ARKL untuk ADKL antara lain yaitu PerMenLH No 08/2006 tentang Pedoman
Penyusunan Amdal, dan KepMenKes No 876/Menkes/SK/ VIII/2001 tentang Pedoman
Teknis ADKL. ARKL yang digunakan sebagai pendekatan ADKL merupakan alat untuk
mengenal, memahami, dan meramalkan kondisi dan karakteristik lingkungan yang berpotensi
menimbulkan risiko kesehatan sebagai dasar untuk menyusun atau mengembangkan
pengelolaan dan pemantauan risiko kesehatan lingkungan. ARKL juga merupakan suatu
metode yang adequate untuk melakukan kajian dampak kesehatan kasuskasus pencemaran
secara umum.
Mengacu pada International Program on Chemical Safety (IPCS, 2004) Risk
Assessment Terminology, Analisis adalah pengujian terperinci dari sesuatu yang kompleks
(rumit) dengan maksud untuk memahami sifat dasarnya dan untuk menentukan
komponen/ciri-ciri dan sifat pentingnya, kemudian Risiko merupakan Kemungkinan atau
kebolehjadian dari suatu dampak buruk pada organisme, sistem, atau sub/populasi timbul
akibat (disebabkan) oleh terpajan suatu agen pada kondisi tertentu. Analisis Risko Kesehatan
Lingkungan (ARKL) merupakan proses untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada
kesehatan manusia, termasuk juga identifikasi terhadap keberadaan faktor ketidakpastian,
penelusuran pada pajanan tertentu, memperhitungkan karakteristik yang melekat pada agen
yang menjadi perhatian dan karakteristik dari sasaran yang spesifik.
Analisis risiko adalah padanan istilah untuk risk assessment, yaitu karakterisasi efek-
efek yang potensial merugikan kesehatan manusai oleh pajanan bahaya lingkungan (Aldrich
dan Griffith 1993). Analisis risiko merupakan suatu alat pengelolaan risiko prses penilaiaan
bersama para ilmuwan dan birokrat untuk meprakirakan peningkatan risiko kesehatan pada
manusia yang terpajan (NRC 1983). WHO (2004) mendefinisikan analisis risiko sebagai
proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada suatu organisme
sasaran, sistem atau sub populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian yang menyertainya,
setelah terpajan oleh agen tertentu, dengan memerhatikan karakteristik yang melekat pada
penyebab (agen) yang menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik.
Risiko itu sendiri didefinisikan sebagai kebolehjadian (probabilitas) suatu efek merugikan
pada suatu organisme, sistem atau su (populasi) yang disebabkan oleh pemajanan suatu agen
dalam keadaan tertentu. Definisi lain menyebutkan risiko kesehatan manusia sebagai

1
kebolehjadian kerusakan kesehatan seseorang yang disebabkan oleh pemajanan atau
serangkaian pemajanan bahaya lingkungan (WHO 2004).

2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan


Pada dasarnya penelitian epidemiologi untuk penyelidikan berbagai kejadian penyakit
yang disebabkan oleh factor lingkungan, telah dirintis sejak manusia mencoba
menghubungkan antara penyakit dan lingkungan. Dalam bidang kesehatan, berbagai
komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan faktor risiko timbulnya penyakit, hal
ini dipelajari dalam ilmu kesehatan lingkungan.
Ilmu Kesehatan Lingkungan merupakan salah satu cabang ilmu kesehatan masyarakat,
yang memperhatikan terhadap segala macam bentuk kehidupan, bahan-bahan, kekuatan, dan
kondisi di sekitar manusia yang bisa mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan. Sedangkan
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai faktor yang berperan dalam kejadian
satu penyakit, bagaimana penyakit itu disebarkan, serta karakteristik satu kejadian timbulnya
penyakit tersebut. Sebagian bahkan mengatakan bahwa epidemiologi merupakan ilmu yang
mempelajari satu fenomena ataupun hubungan satu dua atau lebih variabel. Untuk
mempelajari studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (dan kesehatan kerja), diperlukan dua
persyaratan pokok, yaitu sebagai berikut.
1. Memahami konsepsi dan jangkauan pemahaman Ilmu Kesehatan Lingkungan (dan
Kesehatan kerja). Dengan kata lain, perlu pemahaman dinamika hubungan interaktif
lingkungan-manusia, beserta pemahaman indikator dinamika hubungan tersebut.
2. Memiliki kemampuan dasar metode epidemiologi.
Epidemiologi Kesehatan Lingkungan atau Epidemiologi Lingkungan adalah studi atau
cabang keilmuan yang mempelajari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
(kejadian) suatu penyakit, dengan cara mempelajari dan mengukur dinamika hubungan
interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya pada suatu
waktu dan kawasan tertentu, untuk upaya promotif lainnya (Achmadi, 1991). Kawasan di sini
dapat berupa lingkungan kerja, lingkungan pemukiman, lingkungan tempat-tempat umum dan
transportasi pada skala lokal perkotaan atau pedesaan, lingkungan nasional, regional atau
global. Sering kali, lingkungan nasional seperti halnya perkotaan atau batasan suatu negara
sulit untuk memberikan batas tegas karena sifat kejadian atau fenomena Kesehatan
lingkungan pada dasarnya adalah lintas batas dan atau kecamatan atau kelurahan. Oleh sebab
itu, kawasan di sini juga dapat bermakna atau menggunakan batasan wilayah/kawasan
“habitat” manusia, seperti Daerah Aliran Sungai, Daerah Pegunungan, Daerah Pantai, dan
sebagainya.
Batasan atau definisi Epidemiologi Lingkungan dari sebuah buku (Cordis, 1994) juga
dapat dikutipkan di sini.
“Environmental Epidemiology may be defined as the study of environmental that influence
the distribution and determinants of diseases in human population”
Kedua definisi di atas, baik definisi “domestik” (Achmadi, 1991) yang dikemukakan
pada tahun 1991 maupun definisi baru yang dikemukakan Cordis (1994) dapat diperoleh
makna bahwa faktor “lingkungan” lebih ditonjolkan, diutamakan untuk dipelajari, bukan
penyakitnya. Epidemiologi Lingkungan pada prinsipnya juga tidak berbeda dengan
epidemiologi dalam pengertian umum. Tetap menggunakan variabel penting dalam setiap
kejadian penyakit, seperti orang, waktu, dan kawasan/tempat. Seseorang ataupun tim yang
hendak melakukan Studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (dan atau Kesehatan Kerja)
terlebih dahulu harus memahami beberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Paradigma (Konsep/Model) Kesehatan Lingkungan (Dan atau Kesehatan Kerja)
2. Dinamika atau Kinetika Perjalanan Suatu Bahan Toksik dan atau Faktor Penyebab
Penyakit
2
3. Parameter Kesehatan Lingkungan
4. Kemampuan Mengidentifikasi (Population At Risk)
5. Standar Normalitas
6. Desain Studi
Metode epidemiologi dasar cenderung mengandalkan observasi yang cermat dan
penggunaan kelompok pembanding yang valid untuk menilai apakah apa yang diamati,
seperti jumlah kasus penyakit di daerah tertentu selama jangka waktu tertentu atau frekuensi
eksposur antara orang-orang dengan penyakit, berbeda dari apa yang dapat diharapkan.
Namun, epidemiologi juga mengacu pada metode dari bidang ilmiah lainnya, termasuk
biostatistik dan informatika, dengan biologis, ekonomi, sosial, dan ilmu perilaku,
epidemiologi sering digambarkan sebagai ilmu dasar Kesehatan masyarakat, dan untuk alasan
yang baik.
Pertama, epidemiologi adalah disiplin kuantitatif yang bergantung pada pengetahuan
tentang probabilitas, statistik, dan metode penelitian suara. Kedua, epidemiologi adalah
metode penalaran kausal berdasarkan mengembangkan dan menguji hipotesis didasarkan pada
bidang ilmu seperti biologi, ilmu perilaku, fisika, dan ergonomi untuk menjelaskan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan, negara, dan acara. Namun, epidemiologi bukan hanya
kegiatan penelitian tetapi merupakan komponen integral dari kesehatan masyarakat,
memberikan dasar untuk mengarahkan Tindakan kesehatan masyarakat praktis dan sesuai
berdasarkan ilmu pengetahuan dan penalaran kausal.
Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan penilaian atau penaksiran risiko
kesehatan yang bisa terjadi di suatu waktu pada populasi manusia berisiko. Kajian prediktif
ini menghasilkan karakteristik risiko secara kuantitatif, pilihanpilihan manajemen risiko dan
strategi komunikasi untuk meminimalkan risiko tersebut. Data kualitas lingkungan yang
bersifat agent specific dan site specific, karakteristik antropometri dan pola aktivitas populasi
terpajan dibutuhkan untuk kajian ini.
Analisis risiko adalah padanan istilah untuk risk assessment, yaitu karakterisasi efek
yang potensial merugikan kesehatan manusia oleh pajanan bahaya lingkungan. Analisis risiko
merupakan suatu alat pengelolaan risiko, yaitu proses penilaian bersama para ilmuwan dan
birokrat untuk memprakirakan peningkatan risiko kesehatan pada manusia yang terpajan oleh
zatzat toksik. Tujuannya adalah untuk menyediakan kerangka ilmiah guna membantu para
pengambil keputusan dan orangorang yang berkepentingan (legislator dan regulator,industri
dan warganegara yang peduli lainnya) dalam memecahkan masalahmasalah lingkungan dan
kesehatan.
Risk analysis bukan padanan istilah analisis risiko. Analisis risiko adalah padanan
istilah risk assessment. Karena analisis risko sudah dipakai secara luas sedangkan risk
analysis relatif jarang digunakan. Manajemen atau pengelolaan risiko merupakan proses
pengambilan keputusan yang melibatkan pertimbangan faktorfaktor politik, sosial, ekonomi
dan teknik yang relevan dengan pengembangan, analisis pemilihan dan pelaksanaa mitigasi
risko yang disebabkan oleh bahayabahaya lingkungan. Pengelolaan risiko terdiri dari tiga
unsur yaitu evaluasi risiko, pengendalian emisi dan pemajanan serta pemantauan risiko.
Analisis risiko terbagi dalam tahapan identifikasi bahaya atau hazard identification, analisis
dosisrespon atau doserespone assessment, analisis pemajanan atau exposure assessment dan
karakterisasi risiko atau risk characterization seperti Gambar 1. Dengan demikian, analisis
risiko merupakan bagian risk analysis sedangkan manajemen risiko bukan bagian analisis
risiko tetapi kelanjutandari analisis risiko. Supaya tujuan pengelolaan risiko dapat dicapai
dengan baik maka pilihanpilihan manajemen harus dikomunikasikan kepada pihakpihak yang
berkepentingan (stakeholders). Langkah ini dikenal dengan komunikasi risiko:

3
Gambar 1. Ruang Lingkup Langkah-langkah risk analysis
Analisis risiko sebagai proses untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada
suatu organisme sasaran, sistem atau (sub) populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian yang
menyertainya, setelah perpajan oleh agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang
melekat pada agent yang menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik.
Risiko itu sendiri didefiniskan sebagai probabilitas efek merugikan pada suatu organisme,
sistem atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pemajanan suatu agent dalam keadaan
tertentu. Definisi lain menyebutkan risiko kesehatan manusia sebagai kerusakan kesehatan
seseorang yang disebabkan oleh pemajanan atau serangkaian pemajanan bahaya lingkungan.
Penilaian pajanan merupakan bagian penting dalam penilaian risiko. Pemajanan
adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan bahaya lingkungan berupa risk
agent, sebagai jembatan yang menghubungkan ’bahaya’ dengan ’risiko’. Pemajanan bisa
terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air dan makanan, terserap
lewat kulit atau kontak langsung dengan tubuh bagi bahaya fisik seperti radiasi, panas,
kebisingan atau getaran. Data untuk penilaian pajanan dapat diperoleh dari pengukuran
langsung (monitoring atau uji petik), model matematis, atau perkiraan ilmiah lainnya. Analisis
pemajanan digunakan untuk menentukan dosis risk agent yang diterima individu sebagai
asupan atau intake.

Gambar 2. Studi Epidemiologi vs Analisis Risiko


2.3 Tahapan yang harus dilaksanakan dalam menerapkan Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan
A. Perencanaan ARKL
Analisis risiko kesehatan manusia dimulai dengan perencanaan yang baik. Sebelum
memulai apapun diperlukan penilaian awal saat merencanakan analisis risiko mayor yang
4
meliputi tujuan, ruang lingkup dan pendekatan teknis yang akan digunakan. USEPA memulai
proses analisis risiko kesehatan manusia dengan perencanaan dan riset.
Tahapan ini harus menjawab pertanyaan agen risiko spesifik apa yang berbahaya, di
media lingkungan yang mana agen risiko eksisting, seberapa besar kandungan/konsentrasi
agen risiko di media lingkungan, gejala kesehatan apa yang potensial. Untuk memulai analisis
risiko, asessor akan menanyakan beberapa pertanyaan berikut ini:
1. Siapa/Apa/Dimana yang berisiko?
a. Individu
b. Populasi umum
c. Life-stages yang terdiri dari anak-anak, remaja, ibu hamil/menyusui.
d. Populasi tertentu –sangat rentan, misalnya disebabkan oleh penyakit asma,
genetika, dsb dan tinggi pajanan misalnya berdasarkan pada wilayah geografis,
gender, kelompok ras atau etnis atau status ekonomi.
2. Apa jenis hazard yang membahayakan lingkungan?
a. Kimiawi (berisiko 1x/berulang kali/ kumulatif)
b. Radiasi
c. Fisik (debu, panas)
d. Mikrobiologis atau Biologis
e. Nutrisi (misalnya, makanan, fitness atau kondisi metabolisme)
f. Sosial Ekonomi (misalnya, akses pelayanan kesehatan)
3. Darimana hazard lingkungan tersebut berasal?
a. Point sources (misalnya, limbah asap atau cairan dari pabrik; kontaminasi dari
superfund site).
b. Non-point sources (misalnya, pembuangan asap knalpot mobil, sampah
pertanian).
c. Sumber Alam.
4. Bagaimana munculnya pajanan?
a. Pathway (melalui satu jalur pajanan atau bisa jadi lebih)
b. Udara
c. Air permukaan
d. Air tanah
e. Tanah
f. Limbah padat
g. Makanan
h. Non-food products, Farmasi
i. Rute (dan aktivitas manusia yang berisiko terhadap pajanan)
j. Apapun yang ditelan (baik makanan dan minuman)
k. Kontak dengan kulit
l. Inhalasi
m. Non-dietary ingesrtion (misalnya, sikap “hand-to-mouth”)
5. Apa respon tubuh terhadap hazard lingkungan dan bagaimana cara berbagai faktor
mempengaruhinya?
a. Penyerapan – apakah tubuh menyerap hazard lingkungan
b. Distribusi – apakah hazard lingkungan menjalar ke seluruh bagian tubuh atau
menetap di satu tempat?
c. Metabolisme – apakah tubuh memecah hazard lingkungan?
d. Ekskresi – Bagaimana tubuh mengeluarkannya?
6. Apa efeknya bagi kesehatan?
Beberapa contoh efek bagi kesehatan diantaranya kanker, penyakit jantung, hati dan
saraf.
5
7. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk hazard lingkungan memberikan efek
toksik? Apakah yang akan terjadi jika pajanan mempunyai efek seumur hidup?
a. Berapa lama?
b. Akut – segera atau dalam rentang beberapa jam hingga 24 jam
c. Subkronik – mingguan atau bulanan (untuk manusia umumnya kurang dari
10% jangka hidup)
d. Kronik – waktu terlama atau sepanjang hidup (untuk manusia sedikitnya 7
tahun)
e. Intermitten
f. Waktu
Apakah ada periodekritis di fase kehidupan dimana bahan kimiawi berada dalam
kondisi paling beracun (contohnya, perkembangan janin, usia anak-anak, lanjut
usia).
B. Pelaksanaan Menerapkan ARKL
Beberapa langkah dalam pelaksanaan penerapan Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan, adalah sebagi berikut:
Langkah 1 : Identifikasi Bahaya/Hazard
Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam ARKL yang digunakan
untuk mengetahui secara spesifik agen risiko apa yang berpotensi menyebabkan gangguan
kesehatan bila tubuh terpajan. Sebagai pelengkap dalam identifikasi bahaya dapat
ditambahkan gejala–gejala gangguan kesehatan apa yang terkait erat dengan agen risiko
yang akan dianalisis.
Menilai apakah stressor berpotensial menyebabkan bahaya pada manusia dan/atau
sistem ekologi, dan jika demikian berada di lingkungan yang bagaimana. Tujuan dari
Tahap 1 adalah untuk mengenali berbagai macam efek kesehatan yang dapat disebabkan
oleh beberapa agen dan menentukan kualitas maupun beban evidence yang mendukung
identifikasi tersebut.
Identifikasi hazard adalah proses menentukan apakah pajanan terhadap stressor
dapat menyebabkan peningkatan kejadian efek samping tertentu bagi kesehatan (misalnya,
kanker, cacat lahir) serta menentukan apakah efek samping bagi kesehatan tersebut
cenderung terjadi pada manusia. Dalam hal stressor kimiawi, proses yang dilakukan dengan
memeriksa data-data ilmiah tentang bahan kimiawi dan mengembangkan evidence untuk
menentukan hubungan antara efek negatif dan agen kimia. Pajanan terhadap stressor dapat
menimbulkan berbagai efek samping pada manusia diantaranya dapat menimbulkan
penyakit, tumor, kelainan reproduksi, kematian atau efek lainnya. Uraian apa yang harus
dijawab dalam identifikasi bahaya dapat dilihat pada table 1 di bawah ini:
Tabel 1. Uraian yang harus di jawab dalam identifikasi bahaya
No Pertanyaan Uraian
1. Agen risiko spesifik apa yang Agen risiko bahan kimia jelaskan spesi atau senyawa
berbahaya kimia apayang berbahaya secara jelas. Contoh:
Merkuri (Hg) jelaskan apakah agen risiko berupa
elemental mercury, anorganic mercury, atauorganic
mercury (methyl mercury). Agen risiko biologi
jelaskan spesiesnya.
2. Di media lingkungan yang Jelaskan media lingkungan dimana agen risiko
mana agen risiko eksisting eksisting; apakah di udara ambien, air, tanah, sludge,
biota, hewan, dll. Contoh: jika merkuri sebagai agen
risiko, maka media lingkungan yang terkontaminasi
antara lain: air bersih, sludge (jika pada
6
pertambangan emas rakyat), ataupun di hewan (ikan
yang dikonsumsi).
3. Seberapa besar Jelaskan konsentrasi hasil pengukurannya di media
kandungan/konsentrasi agen lingkungan.
risiko di media lingkungan
4. Gejala kesehatan apa yang Uraikan gejala kesehatan / gangguan kesehatan apa
potensial : yang dapat terkait dengan agen risiko. Contoh: jika
merkuri sebagai agen risiko maka gejala/gangguan
kesehatan yang mungkin timbul antara lain: tremor,
gemetaran pada saat berdiri, pusing pada saat berdiri,
rasa nyeri pada tangan dan kaki, dan gangguan pada
susunan saraf pusat

Studi klinis kontrol statistik pada manusia menyediakan evidence terbaik yang
menghubungan stressor (yang paling sering bahan kimia) terhadap efek yang terjadi.
Namun studi seperti itu sudah lama tidak dilaksanakan sejak ada aturan etika tentang uji
coba manusia dan hazard lingkungan. Beberapa studi epidemiologi meliputi evaluasi
statistik terhadap populasi manusia dilakukan untuk memeriksa apakah ada hubungan
antara pajanan terhadap stressor dan efek kesehatan pada manusia. Keuntungan studi ini
adalah melakukan uji pada manusia meskipun hasilnya dianggap lemah karena tidak
memiliki informasi pajanan yang akurat dan sulit menilai efek dari berbagai stressor. Saat
data studi terhadap manusia tidak tersedia, maka data diambil dari studi terhadap hewan
(tikus, kelinci, monyet, anjing, dsb) untuk memperkirakan potensi hazard terhadap
manusia. Studi pada hewan dapat dilakukan desain, kontrol dan modifikasi namun belum
diketahui secara pasti sejauh mana keakuratannya untuk data terhadap manusia.
Berbagai studi dan analisis digunakan untuk mendukung analisis identifikasi
hazard.
a. Toksokinetik menentukan bagaimana tubuh mengabsorbsi, mendistribusi,
memetabolisme dan mengeliminasi bahan kimiawi tertentu.
b. Toksodinamik fokus pada efek dari bahan kimiawi terhadap tubuh manusia.
Langkah 2 : Analisis Dosis Respon
Memeriksa nilai numerik antara pajanan dan efeknya. Tujuan dari tahap 2 adalah
untuk menentukan hubungan antara dosis dan efek toksik. Hubungan dosis-respon
menggambarkan bagaimana tingkat keparahan dan kemiripan efek kesehatan (respon)
berhubungan dengan jumlah dan kondisi pajanan kepada agen (dosis tertentu). Prinsip yang
sama juga dilakukan pada beberapa studi dimana pajanan berhubungan dengan konsentrasi
agen (misalnya, konsentrasi bahan gas pada studi pajanan inhalasi) disebut sebagai hubungan
“konsentrtasi-respon”. Istilah hubungan “pajanan-respon” dapat digunakan untuk
menggambarkan baik dosis-respon atau konsentrasi-respon atau kondisi pajanan lainnya.
Biasanya seiring dengan meningkatnya dosis maka respon yang terukur juga akan
meningkat. Pada dosis rendah mungkin saja tidak akan ada respon. Pada beberapa tingkatan
dosis, respon mulai akan muncul pada sebagian kecil populasi studi atau pada tingkatan
probabilitas yang rendah. Baik dosis maupun tingkatan, yang dapat meningkatkan respon
dapat bervariasi pada berbagai polutan, individu, rute pajanan, dan sebagainya.
Bentuk hubungan dosis-respon tergantung pada agen, jenis respon (tumor, munculnya
banyak penyakit, kematian, dsb) dan subjek penelitian (manusia, hewan). Misalnya, mungkin
saja ada satu hubungan terhadap suatu respon seperti ‘menurunnya berat badan’ dan
hubungan yang berbeda pada respon lainnya seperti ‘kematian’. Karena tidak memungkinkan
untuk melakukan studi semua kemungkinan hubungan pada semua kemungkinan respon, riset
7
toksisitas biasanya fokus pada sedikit efek samping yang ditimbulkan.
Analisis dosis- respon dilakukan mencari nilai RfD, dan/atau RfC, dan/atau SF dari
agen risiko yang menjadi fokus ARKL, serta memahami efek apa saja yang mungkin
ditimbulkan oleh agen risiko tersebut pada tubuh manusia. Analisis dosis-respon ini tidak
harus dengan melakukan penelitian percobaan sendiri namun cukup dengan merujuk pada
literatur yang tersedia.
Langkah analisis dosis respon ini dimaksudkan untuk: 1) Mengetahui jalur pajanan
(pathways) dari suatu agen risiko masuk ke dalam tubuh manusia; 2) Memahami perubahan
gejala atau efek kesehatan yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi atau dosis agen risiko
yang masuk ke dalam tubuh; 3) Mengetahui dosis referensi (RfD) atau konsentrasi referensi
(RfC) atau slope factor (SF) dari agen risiko tersebut.
Uraian tentang dosis referensi (RfD), konsentrasi referensi (RfC), dan slope factor
(SF) adalah sebagai berikut:
a. Dosis referensi dan konsentrasi yang selanjutnya disebut RfD dan RfC adalah nilai
yang dijadikan referensi untuk nilai yang aman pada efek non karsinogenik suatu
agen risiko, sedangkan SF (slope factor) adalah referensi untuk nilai yang aman
pada efek karsinogenik
b. Nilai RfD, RfC, dan SF merupakan hasil penelitian (experimental study) dari
berbagai sumber baik yang dilakukan langsung pada obyek manusia maupun
merupakan ekstrapolasi dari hewan percobaan ke manusia
c. Untuk mengetahui RfC, RfD, dan SF suatu agen risiko dapat dilihat pada
Integrated Risk Information System (IRIS)
d. Jika tidak ada RfD, RfC, dan SF maka nilai dapat diturunkan dari dosis
eksperimental yang lain seperti NOAEL (No Observed Adverse Effect Level),
LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level), MRL (Minimum Risk Level), baku
mutu udara ambien pada NAAQS (National Ambient Air Quality Standard) dengan
catatan dosis eksperimental tersebut mencantumkan faktor antropometri yang jelas
(Wb, tE, fE, dan Dt).
e. Satuan dosis referensi (RfD) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat per kilogram
(Kg) berat badan per hari, disingkat mg/kg/hari. Dalam literatur terkadang ditulis
mg/kgxhari, mg/kg●hari, dan mg/kg-hari. Satuan konsentrasi referensi (RfC)
dinyatakan sebagai milligram (mg) zat per meter kubik (M3) udara, disingkat
mg/M3. Konsentrasi referensi ini dinormalisasikan menjadi satuan mg/kg/hari
dengan ara memasukkan laju inhalasi dan berat badan yang bersangkutan.Pada tabel
berikut disajikan contoh RfD, RfC dan SF.

Sebagai komponen dari Langkah 1, informasi ilmiah dievaluasi untuk pemahaman


biologis yang lebih baik mengenai bagaimana maisng-masing jenis toksisitas atau respon
yang muncul dikenal dengan istilah “mode of action”. Berdasarkan mode of action tersebut,
agensi menentukan sifat ekstrapolasi yang dipakai pada Langkah 2 baik melalui analisis
dosis-respon non linear maupun linear.
1. Analisis Dosis-Respon Non-Linear
Analisis Dosis-Respon Non-Linear memiliki orisinalitasnya pada hipotesis ambang
batas yang menjelaskan bahwa rentang pajanan dari nol sampai nilai tertentu dapat
ditoleransi oleh organisme dengan tidak menimbulkan efek toksik apapun, dan
ambang batas toksisitas adalah dimana efek mulai muncul. Pada kasus ini baiknya
difokuskan pada anggota populasi yang paling sensitif; karena itu berbagai aturan
dibuat untuk memastikan pajanan dibawah ambang batas penduduk yang diartikan
sebagai ambang batas terendah tiap individu dari satu populasi.
Pada informasi mode of action menunjukkan bahwa toksisitas ada ambang batas
8
yang diartikan bahwa dosis rendah tanpa menimbulkan efek, maka dari itu tipe
asesmen ini disebut dengan Analisis dosis-respon non- linear. Istilah non-linear
disini digunakan lebih sempit dibandingkan artinya di bidang matematika; asesmen
non-linear menggunakan hubungan dosis- respon dengan lengkungan nya nol (yang
bermakna tidak ada respon) pada dosis nol.

2. Analisis Dosis-Respon Linear


Pada informasi mode of action menunjukkan bahwa toksisitas tidak ada ambang
batas maka dari itu tipe asesmen ini disebut dengan Analisis dosis- responlinear.
Pada kasus karsionegenik, jika informasi mode of action tidak cukup maka
ekstrapolasi linear biasanya digunakan sebagai pendekatan standar untuk Analisis
dosis-respon.
Pada tipe asesmen ini, secara teoritis tidak ada tingkatan pajanan bahan kimia yang
tidak berefek karsinogenik yang sedikit namun berbatas.
Risiko kanker ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut ini: Risiko
Kanker = Pajanan x Slope Factor. Total risiko kanker dihitung dnegan
menambahkan risiko kanker individu pada setiap polutan pada setiap jalur pajanan
(misalnya, inhalasi, proses menelan, dan absorbsi kulit), kemudian menjumlahkan
risiko dari semua jalur.
Istilah yang sama yang dikenal sebagai inhalation unit risk (IUR) digunakan untuk
menilai risiko inhalasi dimana hubungan pajanan-respon mengacu pada konsentrasi
pajanan di udara.
Langkah 3 : Analisis Pajanan
Menilai frekuensi, waktu dan level kontak dengan stressor.Analisis Pajanan adalah
proses yang mengukur atau memperkirakan besaran, frekuensi dan durasi pajanan manusia
terhadap agen di lingkungan, atau memperkirakan pajanan di masa depan terhadap agen
yang belum keluar. Analisis Pajanan meliputi beberapa bahasan mengenai ukuran, sifat,
dan berbagai macam populasi penduduk yang terpapar agen, serta bahasan mengenai
ketidakpastian yang telah disebutkan sebelumnya.
Pajanan dapat diukur secara langsung, namun paling sering diestimasi secara tidak
langsung melalui pertimbangan konsentrasi terukur yang berada di lingkungan,
pertimbangan transportasi dan sifat bahan kimia dan perkiraan waktu terpajannya manusia.
1. Berbagai Jenis Dosis
Analisis Pajanan memperhitungkan baik jalur pajanan (perjalanan agen dari
sumbernya hingga ke manusia terpapar) maupun rute pajanan (cara masuk agen ke
dalam tubuh). Rute pajanan pada umumnya dikenal sebagai intake (melalui bagian
tubuh yang terbuka, contohnya melalui makan, minum, atau inhalasi) atau uptake
(absorpsi melalui jaringan contohnya melalu kulit atau mata).
Dosis terkena adalah jumlah agen pada barrier absorpsi yang dapat diserap. Dosis
potensial adalah jumlah agen yang ditelan, dihisap atau yang kontak terhadap kulit.
Dosis terkenadapat saja lebih sedikit dibandingkan dosis potensial jika agennya
hanya sebagian tersedia secara hayati. Dosis internal atau dosis terserap adalah
jumlah agen yang telah terabsorbsi nad tersedia untuk dapat berinteraksi dengan
reseptor biologis di dalam tubuh manusia. Dosis terantar adalah jumlah agen yang
tersedia untuk berinteraksi dengan organ atau sel yang spesifik.
2. Rentang Pajanan

9
Pada agen atau lokasi tertentu, terdapat rentang pajanan yang sebenarnya dialami oleh
setiap individu. Beberapa individu dapat memiliki derajat kontak yang tinggi pada
periode waktu yang lama (misalnya, pekerja pabrik terpapar terhadap agen di tempat
kerjanya). Individu lainnya dapat memiliki derajat kontak yang lebih rendah pada
periode waktu yang lebih singkat (misalnya, individu yang sesekali berkunjung ke
pabrik).Kebijakan EPA terhadap Analisis Pajanan mensyaratkan pertimbangan rentang
level pajanan.

Gambar 3. Rentang Pajanan


Dua skenario yang umum muncul pada kemungkinan pajanan adalah “Central

Tendency” dan “High End”. Pajanancentral tendency adalah perkiraan rata-rata


pengalaman populasi yang terpapar, berdasarkan jumlah agen yang muncul di
lingkungan dan frekuensi maupun durasi pajanan. Pajananhigh end adalah dosis
tertinggi yang diperkirakan dialami oleh beberapa individu, biasanya dikenal dengan
“lebih kurang sama dengan persentil ke 90” kategori pajanan pada setiap individu.
3. Ukuran Pajanan
Terdapat tiga pendekatan dasar untuk mengukur pajanan. Masing-masing
pendekatan berdasarkan pada data yang berbeda, memiliki kekuatan dan kelemahan
yang berbeda. Jika menggunakan pendekatan yang dikombinasikan dapat
memperkuat kredibilitas asesmen risiko pajanan.
a. Titik Pengukuran Kontak
Pajanan dapat diukur pada titik kontak (lapisan terluar tubuh), mengukur
konsentrasi pajanan dan waktu kontak, kemudian diintegrasikan;
b. Evaluasi Skenario
Pajanan dapat diperkirakan dengan mengevaluasi secara terpisah konsentrasi
pajanan dan waktu kontak, kemudian mengkombinasikannya;
c. Rekonstruksi
Pajanan dapat diukur dari dosis, yang pada gilirannya dapat direkonstruksi
melalui indikator internal (biomarker, beban tubuh, level ekskresi, dsb) setelah
pajanan terjadi (rekonstruksi).
Analisis pajanan mengukur atau menghitung intake/asupan dari agen risiko. Untuk
menghitung intake digunakan persamaan atau rumus yang berbeda. Data yang digunakan
untuk melakukan perhitungan dapat berupa data primer (hasil pengukuran konsentrasi agen
risiko pada media lingkungan yang dilakukan sendiri) atau data sekunder (pengukuran
konsentrasi agen risiko pada media lingkungan yang dilakukan oleh pihak lain yang
dipercaya seperti BLH, Dinas Kesehatan, LSM, dll), dan asumsi yang didasarkan
pertimbangan yang logis atau menggunakan nilai default yang tersedia. Rumus
perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

10
Langkah 4 : Karakterisasi Risiko
Langkah ARKL yang terakhir adalah karakterisasi risikoyang dilakukan untuk
menetapkan tingkat risiko atau dengan kata lain menentukan apakah agen risiko pada
konsentrasi tertentu yang dianalisis pada ARKL berisiko menimbulkan gangguan kesehatan
pada masyarakat (dengan karakteristik seperti berat badan, laju inhalasi/konsumsi, waktu,
frekuensi, durasi pajanan yang tertentu) atau tidak. Karakteristik risiko dilakukan dengan
membandingkan / membagi intake dengan dosis /konsentrasi agen risiko tersebut. Variabel
yang digunakan untuk menghitung tingkat risiko adalah intake(yang didapatkan dari
analisis pemajanan) dan dosis referensi (RfD) / konsentrasi referensi (RfC) yang didapat
dari literatur yang ada.
Menilai bagaimana data yang ada mendukung kesimpulan tentang sifat dan
penyebaran risiko dari pajanan terhadap stressor lingkungan. Tujuan dari Tahap 4 adalah
untuk merangkum dan mengintegrasikan informasi dari tahap-tahap analisis risiko
sebelumnya untuk merumuskan kesimpulan menyeluruh mengenai risiko.
Karakterisasi risiko menyampaikan keputusan assesor mengenai sifat dan
kemunculan atau ketidakmunculan risiko, bersama dengan informasi tentang bagaimana
risiko dikaji, dimana asumsi dan ketidakpastian masih muncul, dan dimana pilihan
kebijakan akan diperlukan untuk disusun. Karakterisasi risiko berlaku baik pada asesmen
risiko kesehatan manusia maupun asesmen risiko ekologis.
Pada praktiknya masing-masing komponen asesmen risiko (misalnya, asesmen
hazard, Analisis dosis-respon, Analisis Pajanan) memiliki karakteristik risiko sendiri-
sendiri yang mengarah pada penemuan kunci, asumsi, pembatasan dan ketidakpastian.
Kumpulan dari karakterisasi risiko ini menyediakan informasi basis bagi analisis
karakterisasi risiko.
Pada akhirnya, karakterisasi risiko secara keseluruhan terdiri dari karakterisasi
risiko individu ditambahkan dengan analisis yang telah diintegrasi. Karakterisasi risiko
yang baik akan mengungkapkan cakupan asesmen, menjabarkan hasil secara jelas,
mengartikulasi asumsi mayor dan ketidakpastian, mengidentifikasi alternatif interpretasi
yang beralasan, dan memisahkan kesimpulan ilmiah dari keputusan kebijakan.
Karakterisasi risiko pada efek non karsinogenik
1. Perhitungan tingkat risiko non karsinogenik
Tingkat risiko untuk efek non karsinogenik dinyatakan dalam notasi Risk Quotien
(RQ). Untuk melakukan karakterisasi risiko untuk efek non karsinogenik dilakukan
perhitungan dengan membandingkan / membagi intake dengan RfC atau RfD. Rumus
untuk menentukan RQ adalah sebagai berikut:

I/1RfC
Keterangan:
Di gunakan untuk menghitung RQ pada pemajanan jalur inhalasi (terhirup)
I (intake) :Intake yang telah dihitung dengan rumus
1RfC (reference concentration) :Nilai referensi agen risiko pada pemajanan
inhalasi

I/1RfD

Keterangan:
Di gunakan untuk menghitung RQ pada pemajanan jalur ingesti (tertelan)
I (intake) :Intake yang telah dihitung dengan rumus
RfD (reference dose) :Nilai referensi agen risiko pada pemajanan ingesti.

11
2. Interpretasi tingkat risiko non karsinogenik
Tingkat risiko yang di peroleh pada ARKL merupakan konsumsi pakar ataupun
praktisi, sehingga perlu disederhanakan atau dipilihkan bahasa yang lebih sederhana
agar dapat diterima oleh khalayak atau publik. Tingkat risiko dinyatakan dalam angka
atau bilangan desimal tanpa satuan. Tingkat risiko dikatakan AMAN bilamana intake
≤ RfD at au RfC nya atau dinyatakan dengan RQ ≤ 1.
Tingkat risiko dikatakan TIDAK AMAN bilamana intake > RfD at au RfC nya atau
dinyatakan dengan RQ > 1. Narasi yang digunakan dalam penyederhanaan interpretasi
risiko agar dapat diterima oleh khalayak atau publik harus memuat sebagai berikut:
a. Pernyataan risiko = aman atau tidak aman.
b. Alur pajanan (dasar perhitungan)= inhalasi at au ingesti.
c. Konsentrasi agen risiko (dasar perhitungan) misalnya 0,00008 μg/m3, 0,02 mg/l,
dll.
d. Populasi yang berisiko= misalnya pekerja tambang, masyarakat di sekitar jalan
tol, dll
e. Kelompok umur populasi (dasar perhitungan)= dewasa atau anak – anak.
f. Berat badan populasi (dasar perhitungan) = mis. 15 kg, 55 kg, 65 kg, 70 kg, dll.
g. Frekuensi pajanan (dasar perhitungan)= mis. 350 hari/tahun, 250 hari/tahun, dll.
h. Durasi pajanan (dasar perhitungan)= misanya si A yang terpajan selama 10 tahun,
30 tahun, dll.
Contoh : Tingkat risiko ECR untuk pajanan benzene (inhalasi) sebesar 0,3 μg/m3 pada
pekerja depo penampungan BBM di Jakarta dengan berat badan rata - rata 60 kg dan
telah terpajan 250 hari/tahun selama 10 tahun diketahui sebesar 4, 56E-4.
Kebijakan karakterisasi risiko EPA konsisten dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Transparancy (Transparansi)
Karakterisasi harus membuka metode analisis risiko secara penuh dan eksplisit,
asumsi yang standar, logis, rasional, ekstrapolasi, ketidakpastian dan kekuatan
menyeluruh dari masing-masing tahap analisis;
b. Clarity (Kejelasan)
Produk dari karakterisasi risiko harus siap dipahami oleh pembaca didalam
maupun diluar proses analisis risiko. Dokumentasinya harus ringkas, bebas
jargon, dan terdiri dari tabel, grafik dan persamaan yang dapat dimengerti;
c. Consistency (Konsistensi)
Analisis risiko harus dihubungkan dan ditampilkan secara konsisten dengan
kebijakan EPA dan konsisten dengan karakterisasi risiko lainnya yang
cakupannya sama dengan program lainnya didalam EPA;
d. Reasonableness (Kelayakan)
Analisis risiko harus berdasarkan oada keputusan yang logis dengan metode
dan asumsi yang konsisten terhadap ilmu pengetahuan saat ini dan disampaikan
secara lengkap dan seimbang serta informatif.
Empat prinsip ini disingkat dengan TCCR. Untuk mencapai TCCR pada tahap
karakterisasi risiko ini, prinsip TCCR juga perlu diterapkan pada tahap-tahap
sebelumnya yang pada akhirnya mengarah pada karakterisasi risiko.
C. Pengelolaan risiko
Setelah melakukan keempat langkah ARKL di atas maka telah dapat diketahui apakah
suatu agen risiko aman/dapat diterima atau tidak. Pengelolaan risiko bukan termasuk langkah
ARKL melainkan tindak lanjut yang harus dilakukan bilamana hasil karakterisasi risiko
menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman atau pun unacceptable. Dalam melakukan
pengelolaan risiko perlu dibedakan antara strategi pengelolaan risiko dengan cara pengelolaan
risiko. Strategi pengelolaan risiko meliputi penentuan batas aman yaitu:
12
1. Konsentrasi agen risiko (C), dan /atau
2. Jumlah konsumsi (R), dan/atau
3. Waktu pajanan (tE), dan/atau
4. Frekuensi pajanan (fE), dan/atau
5. Durasi pajanan (Dt)
Setelah batas aman ditentukan, selanjutnya perlu dilakukan penapisan alternatif
terhadap batas aman yang mana yang akan dijadikan sebagai target atau sasaran pencapaian
dalam pengelolaan risiko. Batas aman yang dipilih adalah batas aman yang lebih rasional dan
realistis untuk dicapai.
D. Komunikasi risiko
Komunikasi risiko dilakukan untuk menyampaikan informasi risiko pada masyarakat
(populasi yang berisiko), pemerintah, dan pihak yang berkepentingan lainnya. Komunikasi
risiko dapat dilakukan dengan teknik atau metode ceramah ataupun diskusi interaktif, dengan
menggunakan media komunikasi yang ada seperti media massa, televisi, radio, ataupun
penyajian dalam format pemetaan menggunakan geographical information system (GIS)
kepentingan lainnya. Komunikasi risiko merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ARKL dan
merupakan tanggung jawab dari pemrakarsa atau pihak yang menyebabkan terjadinya risiko.
Bahasa yang digunakan haruslah bahasa umum dan mudah dipahami, serta memuat seluruh
informasi yang dibutuhkan tanpa ada.
2.4 Produk Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang menargetkan kesehatan
masyarakat
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) merupakan suatu pendekatan untuk
menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia, termasuk identifikasi
terhadap adanya faktor ketidakpastian, penelusuran pada pajanan tertentu, memperhitungkan
karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi perhatian dan karakteristik dari sasaran
yang spesifik (WHO, 2004). Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia ARKL
merupakan pendekatan ADK. Landasan hukum ARKL untuk ADKL antara lain yaitu
PerMenLH No 08/2006 tentang Pedoman Penyusunan Amdal, dan KepMenKes No
876/Menkes/SK/ VIII/2001 tentang Pedoman Teknis ADKL.
ARKL yang digunakan sebagai pendekatan ADKL merupakan alat untuk mengenal,
memahami, dan meramalkan kondisi dan karakteristik lingkungan yang berpotensi
menimbulkan risiko kesehatan sebagai dasar untuk menyusun atau mengembangkan
pengelolaan dan pemantauan risiko kesehatan lingkungan. ARKL dapat memungkinkan para
penentu kebijakan dalam menentukan langkah yang diambil dalam meminimalkan bahkan
menghilangkan risiko kesehatan yang dapat terjadi. ARKL merupakan model matematis yang
telah digunakan di sebagian Negara maju untuk menentukan besaran risiko akibat pencemaran
lingkungan yang memberikan paparan kepada manusia.
Beberapa contoh produk dari analisis risiko kesehatan lingkungan yang menargetkan
kesehatan masyarakat secara luas, yaitu :
1. Pajanan SO2, H2S, NO2 dan TSP Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor
Kadar pencemaran udara ditentukan oleh adanya zat-zat seperti karbon monoksida,
debu/partikel, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), hidrokarbon dan
hidrogen sulfida (H2S) serta partikel (PM2,5, PM10, TSP). Zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia seperti sakit kepala,
sesak nafas, iritasi mata, batuk, iritasi saluran pernafasan, rusaknya paruparu,
bronkhitis, dan menimbulkan kerentanan terhadap virus influensa. Selain manusia zat-
zat tersebut juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman, misalnya zat NO2
dapat menimbulkan bintik-bintik pada daun sampai mengakibatkan rusaknya tulang-
tulang daun. Pencemaran udara juga akan menimbulkan kerusakan pada bangunan,

13
misalnya asam sulfat yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara SO3 dengan uap air
yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Udara dimana di dalamnya terkandung sejumlah oksigen, merupakan komponen
esensial bagi kehidupan, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Udara
merupakan campuran dari gas, yang terdiri dari sekitar 78% Nitrogen; 20% Oksigen;
0,93% Argon; 0,03% Karbon Dioksida (CO2) dan sisanya terdiri dari Neon (Ne),
Helium (He), Metana (CH4) dan Hidrogen (H2). Udara dikatakan "normal" dan dapat
mendukung kehidupan manusia apabila komposisinya seperti tersebut di atas.
Sedangkan apabila terjadi penambahan gas-gas lain yang menimbulkan gangguan
serta perubahan komposisi tersebut, maka dikatakan udara sudah tercemar/terpolusi.
Pencemaran udara disamping berdampak langsung bagi kesehatan manusia, juga
berdampak tidak langsung bagi kesehatan. Efek SO2 terhadap vegetasi dikenal dapat
menimbulkan pemucatan pada bagian antara tulang atau tepi daun. Emisi oleh Fluor
(F), Sulfur Dioksida (SO2), dan Ozon (O3) mengakibatkan gangguan proses asimilasi
pada tumbuhan. Pada tanaman sayuran yang terkena pencemar Pb yang pada akhirnya
memiliki potensi bahaya kesehatan masyarakat apabila tanaman sayuran tersebut di
konsumsi oleh manusia.
Pencemaran udara terjadi akibat berkembangnya jumlah kendaraan dan pembangunan
kota yang tidak ramah lingkungan. Pertambahan jumlah kendaraan yang tidak
sebanding dengan pembangunan jalan. Hal tersebut didukung pula dengan tidak
adanya peraturan pembatasan penggunaan kendaraan. Selain itu, pembangunan
gedung-gedung tidak sepenuhnya memperhatikan dampak kelancaran lalu lintas
sehingga bermunculan titik - titik rawan kemacetan.
Studi analisis risiko kesehatan lingkungan terhadap pencemaran akibat kendaraan
bermotor ini bertujuan :
a. Memperkirakan tingkat risiko kesehatan warga yang tinggal di pinggir jalan
utama.
b. Mengidentifikasi lokasi studi yang dilakukan aman untuk dihuni masyarakat atau
tidak.
c. Merumuskan pengelolaan dan pengendalian risiko kesehatan jika lokasi studi
tidak aman untuk dihuni masyarakat.
Pengendalian resiko terkait pencemaran ini dapat dilakukan dengan :
a. Menggalakkan program langit biru,
b. Menggalakkan penanaman tumbuhan,
c. Melarang penduduk untuk bertempat tinggal di sepanjang jalan utama, dan
penduduk bisa pindah ke tempat yang lebih aman dari paparan risk agent karena
manajemen risiko yang dilakukan terkait pengurangan konsentrasi dan waktu
pajanan sudah tidak realistik, atau dapat juga dengan
d. Menggunakan masker, namun hanya bersifat sementara.
2. Debu (Total Suspended Particulate)
Debu (Total Suspended Particulate) merupakan salah satu jenis pencemar udara yang
sering ditemukan. Pajanan debu pada waktu lama dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Selain itu, adanya debu di tempat kerja dapat menimbulkan efek
ketidaknyamanan dalam bekerja dan apabila terhirup dalam waktu yang lama juga
dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan tenaga kerja.
Beberapa upaya preventif yang dapat dilakukan adalah:
a. pengendalian sumber seperti perawatan pada alat penyaring debu,
b. mengurangi jumlah pajanan yaitu dengan memakai alat pelindung diri (APD)
berupa respirator (masker anti debu),

14
c. Monitoring alat pengendalian emisi secara rutin agar sistem penyaringan yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik
d. Mengontrol emisi partikulat pada standar yang telah ditetapkan.
e. Melakukan pengendalian secara administratif dengan cara mengurangi waktu dan
frekuensi pajanan debu seperti rotasi karyawan ke unit kerja lain
f. Melakukan sosialisasi mengenai bahaya dan dampak pajanan debu (Total
Suspended Particulate) kepada pekerja dan meningkatkan kesadaran karyawan
akan pentingnya memakai APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai dengan jenis
pekerjaannya
3. Analisis Risiko Asupan Oral Pajanan Mangan dalam Air
Mangan yang secara alami dapat ditemukan di air, tanah, dan udara adalah zat nutrisi
esensial bagi manusia dan hewan. Asupan yang tidak mencukupi atau yang berlebihan
dapat membuat gangguan kesehatan. Pajanan kronik mangan pada dosis yang tinggi
dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf. Suatu studi epidemiologi yang
dilakukan di Yunani menunjukkan bahwa konsumsi air minum yang secara alami
mengandung konsentrasi mangan yang cukup tinggi seumur hidup, berisiko
menimbulkan gejala-gejala neurologi dan peningkatan retensi mangan. Hal tersebut
ditandai oleh konsentrasi mangan yang tinggi dalam rambut penduduk berusia di atas
50 tahun.
Suatu komunitas kecil di Jepang yang terdiri dari 25 orang mengkonsumsi air minum
dari sumur yang tercemar mangan konsentrasi tinggi dari sumber pencemaran sel-sel
baterai kering yang dikubur tidak jauh dari sumur penduduk. Setelah mengkonsumsi
air yang terkontaminasi tersebut selama sekitar 3 bulan mereka mengalami kelainan
neurologis dengan gejala-gejala yang meliputi letargi, peningkatan tonus otot, tremor,
gangguan mental, dan bahkan kematian.
Dinas Kesehatan Kota Tangerang, melakukan pengambilan sampel terhadap seluruh
sumur penduduk di sekitar TPA Rawakucing. Dari hasil pemeriksaan parameter kimia,
seluruh sumur menunjukkan konsentrasi mangan berada di atas kadar maksimum yang
diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
416/MENKES/ SK/IX/90 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih yaitu 0,5 mg/L.
Konsentrasi mangan terendah adalah 1,61 mg/L dan konsentrasi tertinggi 13,95 mg/L.
Masyarakat di kawasan TPA Rawakucing kecamatan Neglasari kota Tangerang
Propinsi Banten sangat rentan terhadap terjadinya gangguan kesehatan akibat
tingginya konsentrasi mangan pada air sumur mereka yang jauh melebihi kadar
maksimum yang diperbolehkan.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini melakukan analisis risiko dampak
mangan dalam air sumur terhadap kesehatan masyarakat di kawasan TPA
Rawakucing. Penelitian dengan disain crossectional ini dilakukan terhadap masyarakat
di wilayah sekitar TPA Rawakucing yang meliputi masyarakat yang bermukim di
dalam kawasan (114 orang), dan di luar kawasan TPA (177 orang). Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata konsentrasi mangan dalam air sumur di wilayah sekitar TPA
Rawakucing (4.3 mg/l; SD=2.8873 mg/l). Berbeda secara bermakna dengan di luar
TPA Rawakucing (0.300 mg/l; SD=0.1888 mg/l). (nilai p<0.5). Rata-rata besaran
risiko (RQ) gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi air yang mengandung mangan
pada masyarakat yang tinggal di TPA Rawakucing (0.2347) dan yang tinggal di luar
TPA Rawakucing (0.2955). Hal ini disebabkan terdapat dua buah variabel yang
homogen yaitu variabel durasi pajanan dan berat badan. Masyarakat yang tinggal di
TPA berisiko gangguan kesehatan 8,12 kali lebih besar daripada yang tinggal di luar
TPA (p<0.05) dengan OR=8.109 (95% CI = 2.668-24.650).

15
Dari hasil analisa resiko tersebut, diharapkan agar Pemerintah Kota (Pemkot)
Tangerang mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan TPA di Rawakucing,
salah satu alternatifnya adalah :
a. Menggunakan sistem sanitary landfill. Dengan sistem ini, cairan lindi tidak akan
mencemari air permukaan dan air tanah di kawasan atau sekitar TPA, karena
cairan lindi akan tertampung di kolam pengolah lindi.
b. Membuat pengolahan air komunal yang dapat menghasilkan air yang layak dan
aman untuk dikonsumsi warga masyarakat di sekitar Rawakucing.
c. Dinkes Kota Tangerang diharapkan mampu melakukan upaya
manajemen/pengelolaan risiko bagi anggota masyarakat dengan RQ>1. Dengan
melakukan manajemen risiko diharapkan anggota masyarakat yang memiliki
risiko akan terkena gangguan kesehatan di kemudian hari akibat mengkonsumsi
air yang mengandung mangan dapat terhindar.
4. Pestisida
Petani dalam mengolah lahan membutuhkan pestisida untuk memberantas hama dan
gulma. Namun di sisi lain pestisida dapat membahayakan kesehatan diri petani,
konsumen, organisme non target serta lingkungan. Pajanan pestisida dapat masuk ke
dalam tubuh petani melalui kulit, pernapasan dan pencernaan. Petani dapat terpajan
pestisida pada waktu membawa, menyimpan, memindahkan konsentrat, mencampur,
menyemprot serta membersihkan alat semprot yang telah digunakan.
Semakin besar peluang pajanan pestisida dapat meningkatkan tingginya kejadian
keracunan kronis pada petani. Analisis risiko dapat memberikan gambaran pajanan
pestisida dalam tubuh petani, melalui tahapan identifikasi bahaya, dosis response,
penentuan pajanan serta penetapan karakteristik risiko. Petani harus menggunakan
pestisida dengan benar dan bijak dengan membaca label kemasan, penyemprotan pada
waktu yang tetap dan penggunaan alat pelindung diri untuk menjaga keselamatan di
tempat kerja.
5. Pencemar Makanan
Risiko terkait makanan dapat terjadi karena berbagai faktor, dan dalam banyak kasus,
saling ketergantungan faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan saat menilai risiko.
Beberapa faktor risiko yang terkait dengan makanan adalah:
a. residu bahan kimia pertanian dan hewan
b. agen biologis, termasuk mikroorganisme, virus, dan parasit
c. bahan tambahan makanan untuk memasak dan proses terkait artefak, alat bantu
pemrosesan dan bahan pengemas
d. mikotoksin, racun tumbuhan dan laut
e. novel makanan dan bahan
f. radionuklida
g. kontaminan lingkungan lainnya.
Beberapa di antaranya mungkin terjadi sebagai akibat dari penanaman atau
pemrosesan makanan secara komersial, beberapa di antaranya mungkin karena
pencemaran lokal pada titik penanaman, pemanenan, atau peternakan. Di mana
makanan ditanam sendiri (misalnya di kebun sayur di halaman belakang), kontaminasi
mungkin terkait dengan serapan dari tanah yang terkontaminasi secara lokal. Jika
kontaminasi terjadi sebagai akibat dari beberapa aktivitas komersial yang dapat
dikontrol oleh peraturan (misalnya menentukan aditif makanan yang diperbolehkan
atau migrasi dari bahan pengemasan yang menetapkan praktik pertanian yang baik
untuk memastikan sisa makanan tidak melebihi residu pestisida maksimum yang
diatur - MRL), aspek-aspek ini peraturan makanan termasuk dalam yurisdiksi
Australian Pesticides and Veterinary Medicines Authority (APVMA) dan / atau Food
16
Standards Australia New Zealand (FSANZ). MRL dapat diakses di Food Standards
Code. Di mana kontaminasi terjadi sebagai akibat kontaminasi lingkungan dari sumber
alam (misalnya racun laut atau tumbuhan, mikotoksin), peran pengatur makanan
adalah untuk menentukan tingkat maksimum (MLs) yang melindungi kesehatan
manusia. ML yang dipublikasikan dapat ditemukan di Food Standards Code. Sumber
informasi utama adalah rangkaian publikasi Survei Keranjang Pasar Australia yang
diterbitkan dua kali setahun oleh FSANZ. Ini memberikan informasi tentang zat
tertentu dalam berbagai makanan di seluruh Australia.

6. Pencemaran Air
Ada berbagai jenis air, penggunaan air dan kemungkinan rute penularan bahaya yang
ditularkan melalui air ke manusia. Dalam melakukan asesmen risiko kesehatan perlu
ditentukan karakteristik dan potensi penggunaan badan air. Sumber air meliputi air
tawar, muara, laut dan air limbah. Penggunaan air dapat mencakup penyediaan air
minum untuk minum dan mandi, rekreasi, budidaya perairan, dan irigasi tanaman.
Paparan manusia terhadap kontaminan yang ditularkan melalui air dapat mencakup:
a. paparan langsung melalui konsumsi, kontak kulit, penghirupan aerosol atau
semprotan.
b. paparan tidak langsung melalui makanan yang terkontaminasi oleh air irigasi atau
air yang digunakan untuk budidaya dan makanan laut yang terkontaminasi oleh
pembuangan air limbah.
Risiko kesehatan yang terkait dengan kontaminasi makanan melalui rute yang
ditularkan melalui air berada dalam lingkup penanganan penilaian risiko makanan.
Berikut ini adalah ringkasan dokumen yang memberikan peraturan dan panduan yang
lebih spesifik terkait dengan pencemaran air.
Pedoman air minum Australia Diterbitkan oleh NHMRC, pedoman air minum
Australia (ADWG) dimaksudkan untuk memberikan kerangka kerja untuk pengelolaan
pasokan air minum yang baik yang, jika diterapkan, akan menjamin keamanan di
tempat penggunaan. ADWG dikembangkan setelah mempertimbangkan bukti ilmiah
terbaik yang tersedia. Mereka dirancang untuk memberikan referensi otoritatif tentang
apa yang mendefinisikan air yang aman dan berkualitas baik, bagaimana hal itu dapat
dicapai dan bagaimana hal itu dapat dijamin. Mereka memperhatikan keselamatan dari
sudut pandang kesehatan dan kualitas estetika. ADWG bukanlah standar wajib.
Namun, mereka memberikan dasar untuk menentukan kualitas air yang akan disuplai
ke konsumen di semua bagian Australia. Penentuan ini perlu mempertimbangkan
beragam faktor regional atau lokal, dan mempertimbangkan masalah ekonomi, politik
dan budaya, termasuk harapan pelanggan, dan kemauan serta kemampuan untuk
membayar. ADWG dimaksudkan untuk digunakan oleh masyarakat Australia dan
semua lembaga dengan tanggung jawab yang terkait dengan penyediaan air minum,
termasuk pengelola daerah tangkapan air dan sumber daya air, pemasok air minum,
regulator air dan otoritas kesehatan (NHMRC & NRMMC 2004).
2.5 Keterkaitan antara Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan lingkungan dan
kesehatan global
Undang  – undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi –
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. Selanjutnya  juga disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Hal tersebut juga dikuatkan dengan
17
undang – undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang menyebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan
menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia. Di Indonesia, dalam peraturan
perundangan ARKL menjadi bagian analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL).
Terdapat kaitan yang erat antara analisis risiko kesehatan lingkungan dengan
lingkungan dan kesehatan global. Seperti kita ketahui, interaksi agen lingkungan (kimia, fisik,
biologi) dan aktifitas manusia saling mempengaruhi terhadap kesehatan. Saat ini tiga macam
bentuk ancaman bahaya lingkungan yaitu zat-zat kimia toksik, energi berbahaya (radiasi dan
gelombang elektromagnetik) dan organisme patogen. Pertanyaan-pertanyaan yang selalu
muncul antara lain: Berapa besar risiko kesehatan akibat pajanan bahaya-bahaya lingkungan
tersebut? Apakah risiko dapat dikendalikan tanpa menghentikan kegiatan sumber-sumber
risikonya? Apakah perangkat hukum dan teknologi yang tersedia dapat melindungi kesehatan
orang-orang yang terpajan dari efek-efek yang merugikan kesehatan? Analisis risiko
kesehatan lingkungan merupakan salah satu metoda kajian efek lingkungan terhadap
kesehatan. Kajian ini biasanya dilakukan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan khalayak
ramai yang (bisa) menimbulkan kepanikan meluas, mencegah provokasi yang dapat memicu
ketegangan sosial, atau dalam situasi kecelakaan dan bencana. Metoda sangat cocok dipakai
untuk kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan masyarakat. Analisis risiko merupakan
suatu alat pengelolaan risiko, yaitu proses penilaian bersama para ilmuwan dan birokrat untuk
memprakirakan peningkatan risiko kesehatan pada manusia yang terpajan oleh zat-zat toksik.
Tujuannya adalah untuk menyediakan kerangka ilmiah guna membantu para pengambil
keputusan dan orang-orang yang berkepentingan (legislator dan regulator, industri dan
warganegara yang peduli lainnya) dalam memecahkan masalah-masalah lingkungan dan
kesehatan.
ARKL (Risk assessment) menawarkan kerangka sistematik dan ilmiah untuk
mendefinisikan, memberi prioritas dan mitigasi risiko dalam ranah pengambilan keputusan
kesehatan masyarakat dan lingkungan. Risk assessment memberikan estimasi risiko, bukan
menjawab pertanyaan bagaimana aman itu adalah aman, tetapi memberikan jawaban tentang
risiko yang dapat diterima atau ditoleransi dan bentuk pengelolaan risiko yang diperlukan. Di
dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL), ARKL didefinisikan sebagai suatu pendekatan
untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendeskripsikan masalah
lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang
berkaitan dengan masalah lingkungan yang bersangkutan. Pada aplikasinya, ARKL dapat
digunakan untuk memprediksi besarnya risiko dengan titik tolak dari kegiatan sudah
pembangunan yang sudah berjalan, risiko saat ini dan memprakirakan besarnya risiko di masa
yang akan datang

18
19

Anda mungkin juga menyukai