Anda di halaman 1dari 20

Kesimpulan Materi Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan

(ARKL)

Dosen Pengampu :
Fea Firdani, S.K.M., M.K.M

Nama : Annisa Alifha Putri


NIM : 1911212020
Peminatan : K3-Kesling

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
Kesimpulan Materi Analisis Risiko Kesehatan Linkungan (ARKL)

Judul Materi I : Konsep Dasar Analisis Risiko Kesehatan Linkungan


Isi Ringkasan
1.1 Pendahuluan
Analisis risiko adalah padanan istilah untuk risk assessment, yaitu karakterisasi efek
yang potensial merugikan kesehatan manusia oleh pajanan bahaya lingkungan. Kajian efek
kesehatan dikenal dengan health risk assessment (HRA; analisis risiko kesehatan),
sedangkan kajian efek lingkungan disebut ecological risk assessment (ERA). Selanjutnya
HRA tumbuh dan berkembang secara lebih spesifik menjadi environmental health risk
assessment (EHRA) yang dialih bahasakan menjadi analisis risiko kesehatan lingkungan
(ARKL).
ARKL merupakan suatu pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang
dimulai dengan mendiskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan
penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang
bersangkutan. Analisis risiko kesehatan biasanya berhubungan dengan masalah lingkungan
saat ini atau di masa lalu, misalnya: lokasi tercemar (Kepmenkes RI No
876/Menkes/SK/VIII/2001). Tujuannya adalah untuk menilai dan memperkirakan risiko
kesehatan manusia yang disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan..
Adapun perbedaan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dengan Epidemiologi
Kesehatan Lingkungan (EKL) (Rahman 2007) adalah :

 Dalam ARKL pajanan risk agent yang diterima setiap individu dinyatakan sebagai
intake atau asupan sedangkan pada studi epidemiologi umumnya tidak perlu
memperhitungkan asupan individu.
 Dalam ARKL perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi risk agent di dalam
media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri (seperti berat badan dan laju
inhalasi atau pola kon-sumsi) dan pola aktivitas waktu kontak dengan risk agent,
sedangkan dalam EKL konsentrasi dibutuhkan tetapi karakteristik antropometri dan
pola aktivitas individu bukan determinan utama dalam menetapkan besaran risiko
 Dalam ARKL risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan atas efek
karsinogenik dan nonkarsinogenik dengan perhitungan yang berbeda sedangkan
dalam EKL teknik analisis efek kanker dan nonkanker pada dasarnya sama
 ARKL tidak dimaksudkan untuk mencari indikasi atau menguji hubungan atau
pengaruh dampak lingkungan terhadap kesehatan (kejadian penyakit yang berbasis
lingkungan) melainkan untuk menghitung atau menaksir risiko yang telah, sedang
dan akan terjadi., Sedangkan dalam EKL efek kesehatan (kanker dan nonkanker)
yang ditentukan dengan berbagai pernyataan risiko (seperti odd ratio, relative risk
atau standardized mortality ratio) didapat dari populasi yang dipelajari.
 Dalam ARKL besaran risiko (dinyatakan sebagai RQ untuk non karsinogenik dan
ECR untuk karsinogenik) tidak dibaca sebagai perbandingan lurus (directly
proportional) melainkan sebagai probalitias. Dalam EKL pernyataan risiko seperti
OR, RR atau SMR dibaca sebagai per-bandingan lurus. Jadi misalnya, RQ = 2 tidak
dibaca sama dengan OR = 2.
 Kuantitas risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik digunakan untuk merumus kan
pengelolaan dan komunikasi risiko secara lebih spesifik. ARKL menawar kan
pengelolaan risiko secara kuantitatif seperti penetapan baku mutu dan reduksi
konsentrasi. Pengelolaan dan komunikasi risiko bukan bagian integral studi EKL dan
jika ada hanya relevan untuk populasi yang dipelajari.
 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan bersifat agent specific dan site specific.
Sedangkan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan umumnya dilakukan atas dasar
kejadian penyakit (disease oriented) atau kondisi lingkungan yang spesifik (agent
oriented).
 Dalam Public Health Assessment studi ARKL dan EKL dapat digabungkan dengan
tidak menghilangkan cirinya masing-masing. Analisis risiko kesehatan lingkungan
mampu meramalkan besaran tingkat risiko secara kuantitatif sedangkan epidemiologi
kesehatan lingkungan dapat membuktikan apakah prediksi itu sudah terbukti atau
belum.

1.2. Paradigma Analisis Risiko

1.3. Prinsip Dasar Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan


Secara garis besarnya analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) menurut
National Research Council (NRC) terdiri dari empat tahap kajian, yaitu: Identifikasi bahaya,
Analisis pemajanan, Analisis dosis-respon, dan Karakterisasi risiko (NRC 1983).
Ruang lingkup analisis risiko kesehatan lingkungan adalah mencakup dampak
kesehatan dari :
a) Polutan kimia dan kontaminan di udara, air, tanah dan makanan
b) Mikrobiologi patogen kontaminan dalam makanan dan air
c) Sumber radiasi
d) Medan elektromagnetik (EMFs)
e) Iklim dan perubahan iklim Untuk memulai kajian anal

1.4. Langkah – Langkah Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

1. Identifikasi Bahaya
2. Penilaian Pajanan
3. Penilaian Dosis Respon
4. Karakteristik Risiko
5. Manajemen Risiko
6. Komunikasi Risiko

1.5. Kerangka Konsep Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan


Alur pengumpulan data dan informasi untuk mendapatkan nilai numerik faktor-faktor
pemajanan antropometri populasi berisiko, digunakan untuk menghitung asupan, estimasi
risiko dan rumusan manajemen dan komunikasi risiko bagi efek-efek nonkarsinogenik.
Judul Materi II : Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Isi Ringkasan :
2.1. Pendahuluan
Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam ARKL yang digunakan untuk
mengetahui secara spesifik agen risiko apa yang berpotensi menyebabkan gangguan
kesehatan bila tubuh terpajan.
Tahapan identifikasi bahaya harus mampu menjawab pertanyaan :
- Agen risiko spesifik yang berbahaya
- Media lingkungan tempat agen risiko eksisting
- Besar kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan
- Gejala kesehatan yang dialami apabila terpajan

2.2. Agen Risiko (Risk Agent) dan gejala kesehatan yang potensial

Jenis – jenis risk agent dan gejala kesehatan yang di timbulkan :


1. Agen kimia
Bahan kimia dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
a) Korosi
b) Iritasi
Contoh penyebab iritasi pada pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen
dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

c) Kanker
Contohnya benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine,
benzidine (kanker kandung kemih); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma)

d) Racun Sistemik : Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ
atau sistem tubuh. Contoh :
- Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
- Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
- Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
- Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
- Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).

2. Agen Biologi
Zat yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri,
jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan
non-infeksi.
3. Agen Fisik
Bahaya fisik yang berpotensi menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap
individu atau populasi yang terpapar, contohnya radiasi, Medan elektromagnetik (EMFs) dan
perubahan iklim.
2.3. Media Lingkungan
1. Udara
Jenis pencemaran udara yang utamanya berupa: carbon oxides (CO dan CO2), sulfur
oxides (SO2 dan SO3), nitrogen oxides (N2O, NO dan NO2), hydrocarbons (CH4, C4H10
dan C6H6), photochemical oxidants (O3, PAN dan berbagai aldehid), particulates (asap,
debu, kabut, jelaga, asbestos, Pb, Be, Cd, minyak, semprotan, garam sulfat), senyawa
anorganik (asbestos, HF, H2S, NH3, H2SO4, HNO3), senyawa organik (pestisida, herbisida,
berbagai alkohol, asam, bahan kimia lain), zat radioaktif (tritium, radon, emisi dari BBM,
instalasi pembangkit listrik). Untuk mengetahui konsentrasi agen beresiko di udara maka
dilakukan pengukuran konsentrasi agen tersebut dan membandingkan dengan nilai ambang
batas yang diperbolehkan.

2. Air
Agen risiko yang masuk ke dalam suatu wilayah perairan dan menurunkan kualitas
air di wilayah perairan tersebut. Jenis bahan pencemar air utamanya berupa oxygen
demanding wastes (limbah rumah tangga, kotoran hewan, dan beberapa limbah industri),
diseases causing agents (fungi, bakteri, dan virus), inorganic chemicals and minerals (asam,
garam, dan logam beracun), organic chemicals (pestisida, plastik, deterjen, limbah industri
dan minyak), plant nutrients (nitrat dan fosfat), sediments (tanah, lumpur dan benda padat
yang dibawa erosi), radioactive substances, dan heat (berasal dan industri dan air pendingin
dari instalasi pembangkit listrik).
3. Tanah
Agen risiko yang berada di suatu areal lahan yang menyebabkan kualitas tanah di
areal lahan tersebut menurun atau membahayakan makhluk hidup yang memanfaatkan tanah
tersebut. Jenis bahan pencemar tanah dapat berupa bahan kimia, mikroorganisme, bahan
radioaktif.
2.4. Efek Kesehatan

Efek kesehatan yang ditimbulkan dari agen yang beresiko dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Efek Karsinogen
Agen beresiko yang dapat menyebabkan penyakit kanker. Contohnya benzene
( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker
kandung kemih); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma)
2. Efek Non Karsinogen
Agen beresiko yang dapat menyebabkan efek kesehatan selain kanker. Contohnya
gangguan pada paru – paru yang disebabkan oleh silica,asbestos dan debu batubara
(pneumoconiosis)

2.5. Contoh Identifikasi Bahaya


Akan dilakukan analisis risiko kesehatan lingkungan pada pekerja industri alas kaki
di Ciomas Bogor Jawa Barat, kegiatan yang dilakukan pada tahap identifikasi bahaya
adalah :
a) Menentukan sumber dan penggunaannya Bahaya berasal dari lem yang digunakan
pekerja dalam proses pembuatan sepatu, dimana pekerja setiap hari terpapar dengan lem
tersebu selama bekerja.
b) Menentukan agent risiko spesifik yang berbahaya ( dari lem yang digunakan pekerja)
Bahan kimia berbahaya yg terkandung didalam lem adalah Benzene, Toluene dan Xilene
(BTX).
c) Menentukan di media lingkungan yang mana agen risiko eksisting Diketahui bahwa
Benzene, Toluene dan Xilene yang ada didalam lem akan menguap ke udara, dan akan
masuk kedalam tubuh melalui udara yang terhirup. Jadi dari kondisi ini diketahui bahwa
media lingkungannya adalah udara.
d) Gejala kesehatan yang potensialGejala kesehatan dari agen yang beresiko diketahui
melalui studi literatur, baik dari buku, ebook maupun dari jurnal. Untuk benzene, toluene
dan xilene adalah :
- Pajanan benzene pada manusia dapat memberikan efek kesehatan terutama mengganggu
sistem saraf pusat, sistem hematopoietik, dan sistem kekebalan tubuh. Efek secara akut dapat
berupa iritasi laring, pusing, pucat, sesak napas, sakit kepala, kelelahan, mengantuk, dan
pingsan. Sedangkan efek secara kronis dapat berupa kanker (ATSDR,2007) – Efek
Karsinogen - Pajanan toluene dapat mengakibatkan pusing, vertigo, iritasi mata, iritasi
kulit, gangguan pernafasan, gangguan hepar, gangguan ginjal, gangguan susunan syaraf
pusat (ATSDR, 2000). - Efek Non Karsinogen
- Pajanan xilene dapat mengakibatkan pembesaran hati (liver), peningkatan berat ginjal dan
kandungan sitokrom ginjal, sebagaimana kejadian efek neurobehavioral dan peningkatan
tingkat katekolamin di otak (ATSDR,2007)
- Efek Non Karsinog
Judul Materi III : Analisis Pajanan (Exposure Assesment)
Isi Ringkasan :
3.1 Pendahuluan
Pajanan merupakan proses kontaknya antara agent baik kimia, fisik maupun biologi
dengan individu atau host. Analisis pajanan dilakukan dengan menghitung dosis atau jumlah
asupan (intake) yang diterima individu dalam populasi beresiko

No Aspek-aspek Keterangan
1 Agent Biologis, kimia, fisika
2 Sumber Antropogenik/nonantropogenik, area/titik, bergerak/diam,
indoor/outdoor
3 Media pembawa Air, udara, tanah, debu, makanan
(carrier medium)
4 Jalur pajanan Memakan makanan yang terkontaminasi, menghirup udara
(exposure pathways) yang terkontaminasi, menyentuh permukaan benda
5 Konsentrasi pajanan mg/kg (makanan), mg/liter (air), μm/cm3 (udara), μm/cm2
(permukaan terkontaminasi)
6 Rute Pajanan Inhalasi, kontak kulit, ingesti, rute berganda
7 Durasi Detik, menit, jam, hari , minggu, bulan, tahun, seumur hidup
8 Frekuensi Kontinu, intermiten, bersiklus, acak
9 Latar Pajanan Lingkungan kerja/bukan lingkungan kerja, pemukiman/bukan
pemukiman, indoor/outdoor
10 Populasi Terpajan Populasi umum, sub populasi, individu
11 Lingkup Geografis Tempat/sumber spesifik, local, regional, nasional,
12 Kerangka Waktu Masa lalu, sekarang, masa depan, trend

3.2. Perhitungan Intake (Asupan)

Rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :


1. Perhitungan intake non karsinogenik (INK)
a) Intake non karsinogenik pada jalur pemajanan inhalasi (terhirup)

Keterangan dari rumus :


- Ink (Intake) : Jumlah konsentrasi agen risiko (mg) yang masuk ke dalam tubuh manusia
dengan berat badan tertentu (kg) setiap harinya (satuannya mg/kg x hari)
- C (Concentration) : Konsentrasi agen risiko pada air bersih/minum atau pada makanan
(satuannya mg/l untuk air dan mg/kg untuk makanan)
- R (Rate) : Laju konsumsi atau banyaknya volume air atau jumlah berat makanan yang
masuk setiap jamnya (satuannya liter/hari untuk air dan gram/hari untuk makanan). Nilai
default untuk rate adalah :
• Air Minum
Dewasa (pemukiman) : 2 liter/hari
Anak – anak (pemukiman) : 1 liter/hari
Dewasa (lingkungan kerja) : 1 liter/hari
• Makanan
Buah – buahan : 42 gram/hari
Sayuran : 80 gram/hari
Ikan tangkapan : 54 gram/hari

- fE (frecuency of exposure) : Lamanya atau jumlah hari terjadinya pajanan setiap tahunnya
(satuannya hari/tahun). Ketentuan untuk frekuensi pajanan adalah :
• Pajanan pada pemukiman : 350 hari/tahun
• Pajanan pada lingkungan kerja : 250 hari/tahun
- Dt (duration time) : Lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan (satuannya tahun).
Nilai defaultnya adalah Residensial (pemukiman) / pajanan seumur hidup : 30 tahun
- Wb (weight of body) : Berat badan manusia / populasi / kelompok populasi (satuannya Kg),
apabila mengumpulkan data dilapangan gunakan berat badan sebenarnya, apabila tidak
diketahui berat badan maka gunakan nilai default yaitu Dewasa asia / Indonesia : 55 Kg dan
Anak – anak : 15 Kg
- tavg(nk) (time average) : Periode waktu rata – rata untuk efek non karsinogen (satuannya
hari) dengan ketentuan 30 tahun x 365 hari/tahun = 10.950 hari

b) Intake Non Karsinogenik pada jalur pemajanan ingesti (tertelan)

2. Perhitungan intake karsinogenik (IK)


a) Intake Karsinogenik pada jalur pemajanan inhalasi (terhirup)

- tavg(nk) (time average) : Periode waktu rata – rata untuk efek karsinogen (satuannya hari)
dengan ketentuan 70 tahun x 365 hari/tahun = 25.550 hari
b) Intake Karsinogenik pada jalur pemajanan ingesti (tertelan)

- tavg(nk) (time average) : Periode waktu rata – rata untuk efek karsinogen(satuannya hari)
dengan ketentuan 70 tahun x 365 hari/tahun = 25.550 hari

3.3. Nilai Default Faktor Pajanan

3.4. Contoh Perhitungan Intake


1. Pekerja (bpk A) di industri alas kaki informal di Bogor diketahui memiliki berat badan 46
kg, bekerja selama 9 jam perharinya dengan frekuensi pajanan 6 hari perminggu dan sudah
bekerja selama 21 tahun. Dari hasil pengukuran diketahui konsentrasi toluene di udara adalah
22,72 mg/m3 , pajanan toluene secara terus menerus dapat mengakibatkan pusing, vertigo,
iritasi mata, iritasi kulit, gangguan pernafasan, gangguan hepar, gangguan ginjal, gangguan
susunan syaraf pusat (ATSDR, 2000). Hitunglah intake dari pajanan toluene tersebut. (Data
dikutip dari hasil penelitian Fea Firdani, 2018)
Jawaban :

Diketahui :
C = 22,72 mg/m3
Wb = 46 kg
tE = 9 jam/hari
fE = 6 hari/ minggu = 6 x 52 minggu = 312 hari/tahun
Dt = 21 tahun
Laju asupan (R) inhalasi untuk pekerja (dewasa) adalah 0,83 m3 /jam Dari informasi diatas
diketahui bahwa toluene memiliki efek non karsinogenik. Maka tavg untuk efek non
karsinogenik adalah 30 x 365 hari

Ditanya : Intake non karsinogenik (Ink) inhalasi ?


Jawab :
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
Ink = 22,72 𝑚𝑔/𝑚3 𝑥 0,83 𝑚3/𝑗𝑎𝑚 𝑥 9 𝑗𝑎𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 312 ℎ𝑎𝑟𝑖/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥 21 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
46 𝑘𝑔 𝑥 30 𝑥 365
Ink = 2,20 m3 /kg/hari
Jadi besarnya asupan toluene yang masuk melalui pernafasan kedalam tubuh pekerja yang
memiliki berat badan 49 kg dengan jumlah asupan 0,83 m3 /jam adalah 2,20 m3 /kg/hari.
Judul Materi IV : Analisis Dosis Respons (Dose-Response Assesment)
Isi Ringkasan

4.1. Pendahuluan

Analisis dosis - respons adalah mengidentifikasi jenis dan besaran efek dari pajanan
zat toksik serta memahami efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko tersebut
pada tubuh manusia.

4.2. Dosis Referensi (RfD), Konsentrasi Referensi (RfC), dan Slope Factor (SF)

Uraian tentang dosis referensi (RfD), konsentrasi referensi (RfC), dan slope factor
(SF) adalah sebagai berikut :
a. Dosis referensi dan konsentrasi RfD dan RfC adalah nilai yang dijadikan referensi untuk
nilai yang aman pada efek non karsinogenik suatu agen risiko, Reference Concentration
(RfC) untuk pajanan melalui jalur inhalasi dan Reference Dose (RfD) untuk pajanan melalui
jalur oral.
b. SF (slope factor) adalah referensi untuk nilai yang aman pada efek karsinogenik.
c. Nilai RfD, RfC, dan SF merupakan hasil penelitian (experimental study) dari berbagai
sumber baik yang dilakukan langsung pada obyek manusia maupun merupakan ekstrapolasi
dari hewan percobaan ke manusia.
d. Untuk mengetahui RfC, RfD, dan SF suatu agen risiko dapat dilihat pada Integrated Risk
Information System (IRIS) yang bisa diakses di situs www.epa.gov/iris.
e. Jika tidak ada RfD, RfC, dan SF maka nilai dapat diturunkan dari dosis eksperimental yang
lain seperti NOAEL (No Observed Adverse Effect Level), LOAEL (Lowest Observed Adverse
Effect Level), MRL (Minimum Risk Level), baku mutu udara ambien pada NAAQS (National
Ambient Air Quality Standard) dengan catatan dosis eksperimental tersebut mencantumkan
faktor antropometri yang jelas (Wb, tE, fE, dan Dt).

Satuan RfD dan RfC adalah :


1. Satuan dosis referensi (RfD) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat per kilogram (Kg)
berat badan per hari, disingkat mg/kg/hari.
2. Satuan konsentrasi referensi (RfC) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat per meter kubik
(M3 ) udara, disingkat mg/M3 . Konsentrasi referensi RfC ini dinormalisasikan menjadi
satuan mg/kg/hari dengan cara memasukkan laju inhalasi dan berat badan yang bersangkutan.
Untuk mengetahui nilai RfC, RfD, dan SF suatu agen risiko dapat dilihat pada Integrated
Risk Information System (IRIS) yang bisa diakses disitus www.epa.gov/iris.
Judul Materi IV : Karakteristik Risiko (Risk Characterization)

5.1. Pendahuluan
Karakterisasi risiko dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko atau perkiraan risiko
yang merugikan akibat dari pajanan suatu agen pada konsentrasi tertentu yang beresiko
menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Karakteristik risiko dilakukan dengan
membandingkan atau membagi nilai intake dengan dosis atau konsentrasi agen risiko.

5.2. Karakterisasi Risiko


1. Karakterisasi risiko pada efek non karsinogenik
a) Rumus untuk menentukan RQ adalah sebagai berikut :

Keterangan dari rumus :


- I ( Intake) : Intake yang telah dihitung dengan rumus perhitungan analisis Pajanan
- RfC (reference concentration) : Nilai referensi agen risiko pada pemajanan inhalasi. Didapat
dari situs www.epa.gov/iris.
- RfD (reference dose) : Nilai referensi agen risiko pada pemajanan ingesti. Didapat dari situs
www.epa.gov/iris.

b) Interpretasi dari tingkat risiko non karsinogenik


Tingkat risiko dikatakan aman apabila intake ≤ RfD atau RfCnya atau dinyatakan
dengan RQ ≤ 1. Tingkat risiko dikatakan tidak aman apabila intake > RfD atau RfCnya atau
dinyatakan dengan RQ > 1.

2. Karakterisasi risiko pada efek karsinogenik


a) Rumus untuk menentukan ECR adalah sebagai berikut :

Keterangan dari rumus :


- I (Intake) : Intake yang telah dihitung dengan rumus perhitungan analisis Pajanan
- SF (slope factor) : Nilai referensi agen risiko dengan efek karsinogenik. Didapat dari situs
www.epa.gov/iris.
b) Interpretasi tingkat risiko karsinogenik
Tingkat risiko dikatakan acceptable atau aman bilamana ECR ≤ E-4 (10-4) atau
dinyatakan dengan ECR ≤ 1/10.000. Tingkat risiko dikatakan unacceptable atau tidak aman
bilamana ECR > E-4 (10-4) atau dinyatakan dengan ECR > 1/10.000.

5.3. Contoh Soal Perhitungan Tingkat Risiko


1. Pekerja (bpk A) di industri alas kaki informal di Bogor diketahui memiliki berat badan 46
kg, bekerja selama 9 jam perharinya dengan frekuensi pajanan 6 hari perminggu dan sudah
bekerja selama 21 tahun. Dari hasil pengukuran diketahui konsentrasi toluene di udara adalah
22,72 mg/m3 , Dosis respon inhalasi toluene (RfC) adalah 5 mg/m3. Pajanan toluene secara
terus menerus dapat mengakibatkan pusing, vertigo, iritasi mata, iritasi kulit, gangguan
pernafasan, gangguan hepar, gangguan ginjal, gangguan susunan syaraf pusat (ATSDR,
2000). Hitunglah intake dan tingkat risiko dari pajanan toluene tersebut. (Data dikutip dari
hasil penelitian Fea Firdani, 2018)

Jawaban :
Diketahui :
C = 22,72 mg/m3
Wb = 46 kg
tE = 9 jam/hari
fE = 6 hari/ minggu = 6 x 52 minggu = 312 hari/tahun
Dt = 21 tahun
Laju asupan (R) inhalasi untuk pekerja (dewasa) adalah 0,83 m3 /jam

Dari informasi diatas diketahui bahwa toluene memiliki efek non karsinogenik. Maka tavg
untuk efek non karsinogenik adalah 30 x 365 hari Dosis respon inhalasi toluene adalah 5
mg/m3

Ditanya : Intake non karsinogenik (Ink) inhalasi dan RQ ?


Jawab :

1. Menghitung intake
Ink = 𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
Ink = 22,72 𝑚𝑔/𝑚3 𝑥 0,83 𝑚3/𝑗𝑎𝑚 𝑥 9 𝑗𝑎𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 312 ℎ𝑎𝑟𝑖/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥 21 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
46 𝑘𝑔 𝑥 30 𝑥 365
Ink = 2,20 m3 /kg/hari

2. Menentukan dosis respon


Dosis respon inhalasi toluene (RfC) adalah 5 mg/m3 maka dikonversikan menjadi satuan
m3 /kg/hari dengan cara :
Nilai RfC dikali nilai default laju inhalasi yaitu 20 m3 /hari dibagi nilai default berat badan
dewasa 70 kg (US EPA,1991), sbb:
RfC = 5 𝑚𝑔/𝑚3 𝑥 20 𝑚𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖 70 𝑘𝑔 = 1,43 m3 /kg/hari

3. Menghitung Tingkat Risiko


RQ = 𝐼
𝑅𝑓𝐶
= 2,20
1,43
= 1, 54 (RQ > 1)

Maka dapat disimpulkan pajanan toluene sebesar 22,72 mg/m3 secara inhalasi pada
pekerja di industri alas kaki di Bogor dengan berat badan 46 Kg, sudah tidak aman untuk
frekuensi pajanan 312 hari/tahun hingga 21 tahun mendatang
Judul Materi VII : Manajemen dan Komunikasi Risiko
Isi Ringkasan
6.1. Pendahuluan
Pengelolaan risiko bukan termasuk langkah ARKL melainkan tindak lanjut yang
harus dilakukan apabila hasil karakterisasi risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman
ataupun unacceptable.

6.2. Pengelolaan Risiko (Manajemen Risiko)


a) Strategi pengelolaan risiko
Yaitu dengan menentukan batas aman, batas aman adalah nilai yang aman atau nilai
di bawah batas amannya sedangkan nilai yang sama dengan batas aman tersebut akan
menyebabkan tingkat risiko menjadi tidak aman.

Variabel yang dapat ditentukan batas amannya adalah :


- Konsentrasi agen risiko (C)
- Jumlah konsumsi (R)
- Waktu pajanan (tE)
- Frekuensi pajanan (fE)
- Durasi pajanan (Dt)

Langkah – langkah dalam pengelolaan risiko adalah sebagai berikut :

1. Penentuan konsentrasi aman (C)


Untuk menghitung konsentrasi aman digunakan rumus sebagai berikut :
- Konsentrasi aman (C) non karsinogenik
• Konsentrasi aman non karsinogenik (inhalasi)

• Konsentrasi aman non karsinogenik (ingestii)

- Konsentrasi aman (C) non karsinogenik


 Konsentrasi aman karsinogenik (inhalasi)

 Konsentrasi aman karsinogenik (ingesti)


Keterangan dari rumus :
✓ C (Concentration) aman : Konsentrasi agen risiko pada udara ambien atau pada air
bersih/minum atau pada makanan yang aman.
✓ RfC atau reference concentration : Nilai kuantitatif atau konsentrasi suatu agen risiko
yang dijadikan referensi untuk nilai yang aman bagi tubuh
✓ RfD atau reference dose : Nilai kuantitatif atau dosis suatu agen risiko yang dijadikan
referensi untuk nilai yang aman bagi tubuh.
✓ SF atau slope factor : Nilai kuantitatif suatu agen risiko karsinogenik yang dijadikan
referensi untuk nilai yang aman bagi tubuh dari efek karsinogenik.
✓ R (Rate) : Laju asupan :
Volume udara yang masuk tubuh (m3 ) setiap jamnya
Volume air minum yang masuk tubuh (liter) setiap harinya
Volume makanan yang masuk tubuh (gram) setiap harinya
✓ tE (time of exposure) : Lamanya atau jumlah jam terjadinya pajanan setiap harinya
✓ fE (frecuency of exposure) : Lamanya atau jumlah hari terjadinya pajanan setiap tahunnya
✓ Dt (duration time) : Lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan
✓ Wb (weight of body) : Berat badan manusia / populasi / kelompok populasi
✓ tavg (time average) : Periode waktu rata – rata untuk efek non karsinogenik

2. Penentuan jumlah konsumsi aman (R)

- Laju konsumsi aman non karsinogenik (ingesti)

- Laju konsumsi aman karsinogenik (ingesti)

Keterangan dari rumus :


✓ R (aman) : Laju konsumsi atau banyaknya volume makanan (gram) atau volume air (liter)
yang masuk tubuh setiap harinya yang aman.
✓ RfD atau reference dose : Nilai kuantitatif atau dosis suatu agen risiko yang dijadikan
referensi untuk nilai yang aman bagi tubuh.
✓ SF atau slope factor : Nilai kuantitatif suatu agen risiko karsinogenik yang dijadikan
referensi untuk nilai yang aman bagi tubuh dari efek karsinogenik.
✓ C (Concentration) : Konsentrasi agen risiko pada makanan atau air.
✓ fE (frecuency of exposure) : Lamanya atau jumlah hari terjadinya pajanan setiap tahunnya
✓ Dt (duration time) : Lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan
✓ Wb (weight of body) : Berat badan manusia / populasi / kelompok populasi
✓ tavg (time average) :
➢ Untuk agen risiko dengan efek non karsinogenik : Periode waktu rata – rata untuk efek
non karsinogenik
➢ Untuk agen risiko dengan efek karsinogenik : Periode waktu rata – rata untuk efek
karsinogenik

3. Penentuan waktu pajanan aman (tE)

- Waktu pajanan aman non kasrinogenik (inhalasi)

- Waktu pajanan aman kasrinogenik (inhalasi)

4. Penentuan frekuensi pajanan aman (fE)


- Frekuensi pajanan aman non karsinogenik (inhalasi)

- Frekuensi pajanan aman karsinogenik (inhlasi)

5. Penentuan durasi pajanan aman (Dt)


- Durasi pajanan aman non karsinogenik (inhalasi)

- Durasi pajanan aman non karsinogenik (inhalasi)


Keterangan dari rumus :
 Dt (duration time) aman : Lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan yang aman
 RfC atau reference concentration : Nilai kuantitatif atau dosis suatu agen risiko yang
dijadikan referensi untuk nilai yang aman bagi tubuh.
 C (Concentration) : Konsentrasi agen risiko pada udara ambien.
 R (Rate) : Laju konsumsi atau banyaknya volume udara (m3) atau masuk tubuh setiap
jamnya
 tE (time of exposure) : Lamanya atau jumlah jam terjadinya pajanan setiap harinya
 fE (frecuency of exposure) : Lamanya atau jumlah hari terjadinya pajanan setiap
tahunnya.
 Wb (weight of body) : Berat badan manusia / populasi / kelompok populasi
 tavg (time average :
 Untuk agen risiko dengan efek non karsinogenik : Periode waktu rata – rata untuk
efek non karsinogenik
 Untuk agen risiko dengan efek karsinogenik : Periode waktu rata – rata untuk efek
karsinogenik

b) Penapisan alternatif (pemilihan skenario) pengelolaan risiko


Penapisan alternatif pengelolaan risiko harus didasarkan pada pertimbangan logis dan
turut mempertimbangkan berbagai faktor termasuk cara pengelolaan risikonya.

c) Cara pengelolaan risiko


Dalam aplikasinya cara pengelolaan risiko dapat dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu :
1) Pendekatan teknologi
Pengelolaan risiko menggunakan teknologi yang tersedia meliputi penggunaan alat,
bahan, dan metode, serta teknik tertentu. Contoh pengelolaan risiko dengan pendekatan
teknologi antara lain : penerapan penggunaan IPAL, pengolahan / penyaringan air, modifikasi
cerobong asap, penanaman tanaman penyerap polutan, dll.

2) Pendekatan sosial - ekonomis


Pengelolaan risiko menggunakan pendekatan sosial - ekonomis meliputi pelibat-
sertaan pihak lain, efisiensi proses, substitusi, dan penerapan sistem kompensasi. Contoh
pengelolaan risiko dengan pendekatan sosial – ekonomis antara lain : 3R (reduce, reuse, dan
recycle) limbah, pemberdayaan masyarakat yang berisiko, pemberian kompensasi pada
masyarakat yang terkena dampak, permohonan bantuan pemerintah akibat keterbatasan
pemrakarsa (pihak yang bertanggung jawab mengelola risiko), dll

3) Pendekatan institusional
Pengelolaan risiko dengan menempuh jalur dan mekanisme kelembagaan dengan
cara melakukan kerjasama dengan pihak lain. Contoh pengelolaan risiko dengan pendekatan
institusional antara lain : kerjasama dalam pengolahan limbah B3, mendukung pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah, menyampaikan laporan kepada instansi yang berwenang,
dll.
6.3. Komunikasi risiko
Komunikasi risiko dilakukan untuk menyampaikan informasi risiko pada masyarakat
(populasi yang berisiko), pemerintah, dan pihak yang berkepentingan lainnya. Komunikasi
risiko merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ARKL dan merupakan tanggung jawab dari
pemrakarsa atau pihak yang menyebabkan terjadinya risiko.

Anda mungkin juga menyukai