MANAJEMEN LINGKUNGAN
Makalah Teoritis
Oleh :
Kelompok 5 Offering GHI-K 2015
1. Awalia Siska Puji Lestari (150342605762)
2. Dyan Listiana (150342602064)
Penulis
PENDAHULUAN
Saat ini kehidupan terancam oleh tiga macam bahaya lingkungan yaitu zat-
zat kimia toksik, energi radiasi dan gelombang elektromagnetik, dan organisme
patogen. Berbagai pertanyaan terkait hal tersebut dapat dijawab oleh model kajian
Public Health Assessment (PHA). PHA didefiniskan sebagai evaluasi data dan
informasi mengenai pelepasan bahan berbahaya ke lingkungan untuk menilai
setiap dampak (yang lalu), kini, atau yang akan datang terhadap kesehatan
masyarakat, mengembangkan anjuran-anjuran kesehatan dan rekomendasi-
rekomendasi lain, dan mengidentifikasi kajian atau tindakan yang dibutuhkan
untuk mengevaluasi dan meniadakan atau mencegah efek terhadap kesehatan
manusia. Selama ini ada dua model kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan
yang biasanya dilakukan secara idependen, yaitu studi epidemiologi kesehatan
lingkungan (EKL) dan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL).
EKL umumnya dilakukan atas dasar kejadian penyakit (disease oriented)
atau kondisi lingkungan yang spesifik (agent oriented) (WHO 1983), sedangkan
ARKL bersifat agent specific dan site specific. ARKL adalah proses perhitungan
atau prakiraan risko pada suatu organisme sasaran, sistem atau sub-populasi,
termasuk identifikasi ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpajan oleh
agen tertentu, dengan memerhatikan karakteristik yang melekat pada agent itu dan
karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risko itu sendiri didefinisikan sebagai
kebolehjadian (probabilitas) efek merugikan pada suatu organisme, sistem atau
sub-populasi yang disebabkan oleh pemajanan suatu agent dalam keadaan tertentu
(IPCS 2004). Metoda, teknik dan prosedur ARKL yang ada saat ini
dikembangkan dari Risk Analysis Paradigm. Jika EKL menyelediki kejadian dan
distribusi penyakit, cedera atau kematian menurut orang, tempat dan waktu
(Griffith et al. 1993; WHO 1983) yang bersifat kilas balik maka ARKL adalah
kajian kilas depan dengan meramalkan risiko kesehatan yang bisa menimpa
orang-seorang pada suatu waktu. Dalam PHA dua studi itu dapat digabungkan
dengan tidak menghilangkan cirinya masing-masing. Gabungan ini dapat
dianalogikan seperti hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan. PHA tidak
saja memberikan estimasi numerik risiko kesehatan melainkan juga perspektif
kesehatan masyarakat dengan memadukan analisis mengenai kondisi spesifik
pemajanan setempat, data efek kesehatan dan kepedulian masyarakat. Efek
kesehatan yang timbul akibat asesmen pajanan (exposure) dapat dicegah melalui
higiene industri serta manajemen lingkungan yang tepat.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat asesmen
pajanan (exposure) bahaya-bahaya lingkungan?
2. Bagaimana higiene industri yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi,
merekognisi, mengevaluasi dan mengendalikan faktor-faktor lingkungan
yang muncul?
3. Bagaimana manajemen lingkungan yang tepat untuk menghindari asesmen
pajanan (exposure) bahaya lingkungan?
Manfaat
Manfaat makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat asesmen pajanan
(exposure) bahaya-bahaya lingkungan.
2. Mengetahui higiene industri yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi,
merekognisi, mengevaluasi dan mengendalikan faktor-faktor lingkungan
yang muncul.
3. Mengetahui manajemen lingkungan yang tepat untuk menghindari asesmen
pajanan (exposure) bahaya-bahaya lingkungan.
KAJIAN PUSTAKA
Resiko Kesehatan
Sebuah aspek yang penting dari pajanan yaitu lamanya waktu pajanan
yang diterima oleh seseorang yang mana jangka waktu tersebut akan memiliki
dampak yang sangat signifikan untuk kesehatan. Jika pajanan kontaminan yang
didapatkan dalam jangka waktu yang lama maka dampak yang ditimbulkan juga
akan memiliki faktor risiko yang sangat tinggi. para ilmuwan yang ahli dalam hal
pajanan kontaminan membedakan antara paparan akut dengan paparan kronis.
Paparan akut merupakan sifat bawaan dan ketika terjadi dalam level yang tinggi,
keracunan atau respon akut lainnya akan mengikuti sedangkan pajanan kronis
terjadi selama berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan dalam dekade. Paparan
kronik dalam jumlah yang kecil akan mengakibatkan penyakit yang bersifat
nonakut sepertu karsinogenik, kerusakan paru-paru dalam jangka panjang, atau
efek lain yang hampir mirip. Pajanan yang bersifat sub-kronis akan terjadi dalam
skala waktu intermediet (Frumkin, 2010).
Terdapat tiga prinsip dari jalur pajanan sebuah kontaminan yaitu inhalasi,
ingesti dan dermal yang mana masing jalur tersebut memiliki perbedaan yang
sangat mendasar. Jalur pajanan merupakan cara bagaimana suatu kontaminan
dapat berpindah dari suatu tempat atau sumber ke reseptor manusia, contohnya
yaitu sulfurdioksida. Sulfurdioksida bisa dihasilkan melalui pembakaran yang
mengandung batu bara dan biasanya dilakukan oleh industri-industri besar,
kemudian diikuti oleh pelepasan kontaminan dari gas tersebut dari fasilitas
pembakaran serta dengan cara adveksi dan dispersi di udara. Sulfurdioksida yang
telah terdispersi diudara kemudian akan dihirup langsung oleh para pekerja atau
masyarakat yang berada dosekitar area pabrik sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan meskipun hal tersebut baru dapat dilihat dalam jangka waktu
yang lama. contoh lainnya yaitu pajanan dari karbon monoksida. Jalur dari
pajanan karbon monoksida ini ada 2 yaitu dalam mode aktif dan dalam mode
pasif. dalam mode aktif. Salah satu contoh yang nampak terlihat yaitu pada
seorang perokok. Seorang perokok membawa persentase yang besar, setinggi 4
persen, karena menghiruo CO dari rokok cigaret. Untuk mengetahui pajanan
karbon monoksida tersebut peru dilakukan biology markers dengan menggunakan
konsentrasi darah dari karboksihemoglobin. Orang yang tidak terpajan biasanya
memiliki sekitar 1 persen karboksihemoglobin dalam darah mereka karena
produksi CO secara endogen. Efek dari karboksihemoglobin terhadap kesehatan
meskipun dalam jumlah yang sedikit tidak bisa diabaikan begitu saja yang mana
jika hal tersebut tidak ditangain maka akan dapat menimbulkan kematian
(Frumkin, 2010).
Antisipasi
Antisipasi merupakan estimasi proaktif pada perhatian kesehatan dan
keselamatan yang umum. Dalam hal antisipasi, prioritas yang diutamakan yaitu
penerimaan infromasi dari lingkungan kerja serta mengunjunginya agar
mengetahui yang sebenarnya mengenai lingkungan kerja tersebut, seperti dalam
segi history atau sejarah dari industri itu, proses kerja dari pabrik dalam tempat
tersebut, judul pekerjaan, dan penggunaan bahan kimia sehingga dari hal-hal
tersebut dapat diketahui informasi serta pengetahuan dari industri itu. Antisipasi
yang dapat dilakukan oleh suatu industri yaitu mengenai bahaya kesehatan dan
keselamatan baik itu untuk pekerja, lingkungan maupun masyarakat yang berada
disekitar area industri. untuk bahaya dari kesehatan, hal yang perlu diantisipasi
yaitu jalur keluar darurat, tempat penyimpanan bahankimia yang terhindar dari
ledakan atau api, serta risiko yang lainnya. Kemudian ada antisipasi bahaya
kesehatan yang meliputi antisipasi bahaya fisik dan bahaya dari bahankimia.
Untuk antisipasi bahaya fisik yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kebisingan dari
proses produksi suatu produk, temperatur selama proses produksi, kelembapan
serta paparan radiasi yang di dapatkan pekerja selama proses produksi.
Rekognisi
Insiasi fase rekognisi biasanya dicapai selama kunjungan pabrik. imdustri
higienis meninjau berbagai proses dan prosedur mengenai fasilitas, kategori
pekerjaan, jumlah pekerja disetiap kategori pekerjaan, deskripsi pekerjaan mereka,
dan program kesehatan serta keamanan pekerja di tempat pekerjaan. aspek penting
lainnya yaitu rekognisi subpopulasi dalam fasilitas. contohnya: pekerja tertentu
mungkin terkena bahaya ergonomis karena mereka melakukan aktivitas
mengangkat atau melakukan pemindahan berulang-ulang sebagai bagian dari
pekerjaan mereka. Grup kedua mungkin bekerja dalam temperatur yang tinggi dan
mengalami stres panas (Frumkin, 2010).
Evaluasi
Beberapa alasan dalam menerapkan ISO 14001 yaitu alasan utama yaitu
untuk meningkatkan image perusahaan, meningkatkan partisipasi karyawan,
mengurangi pencemaran lingkungan dan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan
ISO 14001, perusahaan dapat mengalami pengurangan pencemaran lingkungan
sebesar 20%. Tujuan dari penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 ini
yaitu untuk mendukung perlindungan lingkungan dan pencegahan pencemaran
yang seimbang dengan kebutuhan sosial ekonomi (Hilman dan Kristiningrum,
2007).
PEMBAHASAN
Pajanan kontaminan dalam lingkungan
Pajanan debu yang terhirup serta gangguan fungsi paru pada pekerja
industri. Dalam penelitian tersebut diketahu bahwa pekerja industri memiliki
risiko yang sangat besar untuk menghirup debu hasil dari aktivitas industri yang
mana semakin sering menghirup debu tersebut maka semakin lama debu yang
terhirup akan semakin banyak dan terakumulasi pada paru-paru. Dari hasil
penelitan diketahui bahwa paparan debu yang terhirup mempunyai hubungan
yang signifikan dengan terjadinya gangguan fungsi paru serta memiliki
probabilitas terjadinya gangguan paru dengan akumulasi debu yang dihirup yaitu
sebesar 68,6%. debu kapur yang terhirup ke dalam pernapasan akan
mempengaruhi saluran napas menjadi tidak efektif karena zat kapur (CaCO3) dan
MgCO3 yang terkandung di dalam debu kapur akan menurunkan daya recoil dari
paru pada saat ekspirasi. selain itu, debu kapur juga dapat menimbulkan reaksi
alergi yang mana debu kapur yang menempel pada permukaan mukosa saluran
pernapasan disertai dengan media reaksi imunoglobulin E akan mengikat sel
mukosa yang berakibat sel mukosa akan melepaskan vasoaktif termasuk histamin.
Reaksi alergi tersebut menyebabkan terjadinya bronkhostriksi, meningkatnya
sekresi mukus, dan meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai akibat dari reaksi
histamer (Yulaekah, Siti 2007).
Kontrol
Dalam suatu penelitian tentang Perilaku pekerja dan dampak
penambangan batu piring terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat
diperoleh hasil bahwa dalam hal penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang
diterapkan oleh pihak industri ternyata tidak dipatuhi oleh para pekerja. Para
pekerja tersebut tidak pernah menggunakan alat perlindungan diri untuk
menghindari dan mengurangi dampak negatif dari debu dan serpihan batu piring.
Pekerja yang bekerja di tempat dengan lingkungan udara yang tidak sehat dalam
jangka waktu yang lama, memiliki risiko tinggi terkena penyakit, diantaranya
yaitu dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fatal pada paru yang timbul
setelah terpajan debu selama 5-25 tahun. Dari hasil penelitian tersebut telah
diketahui bahwa aspek-aspek yang perlu diterapkan dalam hygiene industri tidak
berjalan secara normal. Hal tersebut bisa berakibat buruk bagi para pekerja baik
untuk kesehatan maupun keselamatan kerja dari para pekerja tersebut. Dalam
kondisi tersebut seharusnya pihak industri memberikan teguran ataupun
memberikan peraturan dengan sanksi yang tegas agar dapat tercipta higiene
industri dan juga dapat menjaga kesehatan serta keselamatan baik bagi pekerja,
lingkungan maupun masyarakat disekitar industri (Ningrum et al , 2017)
Dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa para pekerja menganggap
APD (Alat Pelindung Diri) hanya akan mempersulit pekerjaan mereka dan
membuat mereka tidak leluasa bekerja. Hal tersebut tentu saja sangat
memprihatinkan karena tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih
rendah. Selain itu akibat banyaknya pekerja yang enggan memakai APD
menyebabkan pihak perusahaan atau industri enggan untuk menyediakan APD
sehingga jika anggota pekerja yang lain ingin memakai APD maka mereka harus
membelinya sendiri. Dari sini juga dapat diketahui bahwa industri yang terkait
juga mengabaikan keselamatan dari semua pekerja. Hal tersebut sangat
memprihatinkan dan tidak sesuai dengan higiene industri yang harusnya
diterapkan (Ningrum et al , 2017).
Menurut Hapsari (2003), APD yang baik yaitu APD yang memenuhi
standar keamanan dan kenyamanan bagi pekerja. APD yang tepat untuk tenaga
kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi
tinggi adalah masker yang berguna untuk melindungi debu atau partikel-partikel
yang lebih kasar masuk ke dalam saluran pernapasan. Masker tersebut hendaknya
terbuat dari bahan kain dengan ukuran pori-pori tertentu dan respirator pemurni
udara, membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan
toksinitas rendah sebelum memasuki saluran pernapasan (Ningrum et al , 2017).
PENUTUP
Simpulan
Simpulan dari materi yang telah dijabarkan pada makalah ini yaitu:
1. Sebuah aspek yang penting dari pajanan yaitu lamanya waktu pajanan
yang diterima oleh seseorang yang mana jangka waktu tersebut akan
memiliki dampak yang sangat signifikan untuk kesehatan. Jika pajanan
kontaminan yang didapatkan dalam jangka waktu yang lama maka
dampak yang ditimbulkan juga akan memiliki faktor risiko yang sangat
tinggi.
2. Dalam mengembangkan higiene industri, yang perlu diperhatikan yaitu
faktor antisipasi, rekognisi, evaluasi dan kontrol atau pengendalian dalam
lingkungan kerja.
3. Dengan menerapkan ISO 14001, perusahaan dapat mengalami
pengurangan pencemaran lingkungan sebesar 20%. Tujuan dari penerapan
sistem manajemen lingkungan ISO 14001 ini yaitu untuk mendukung
perlindungan lingkungan dan pencegahan pencemaran yang seimbang
dengan kebutuhan sosial ekonomi.
DAFTAR RUJUKAN
ATSDR. 2005. ATSDR Public Health Assessment Guidance Manual. US
Department of Health and Human Services (Diakses pada 2 September
2017 pada http://www.atsdr.cdc.gov/HAC/PHAManual/).
Dalem, Raka A.A.G. tidak ada tahun. Sistem manajemen Lingkungan Tri Harta
Karana dan Implementasinya pada Hotel. Denpasar: PPLH Universitas
Udayana.
Frumkin, 2010. Edisi terbaru. Environmental Health from Global to
Local. San Francisco: John Willey & Sons,Inc.
Griffith J, Aldrich TE, Duncan RC. 1993. Epidemiology Research Methods. In:
Environmental Epidemiology and Risk Assessment (Cooke C, ed). New
York:Van Nostrand Reinhold, 27-60.
Hapsari, ND. 2003. Penggunaan APD bagi tenaga kerja. Bunga Rampai Hiperkes
dan Keselamatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Hilman, M.S dan Kristiningrum, E. 2007. Kajian penerapan ISO 14001 pada 12
Perusahaan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
IPCS. 2004. Environmental Health Criteria XXX: Principles for modelling dose-
response for the risk assessment of chemicals (Draft). Geneva: World
Health Organization and International Programme on Chemical Safety.
Justisia, Ike, Buana. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Industri Yang Berkelanjutan
Berdasarkan ISO 14001. Semarang:Teknik Industri, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.
Ningrum, Prehatin Trirahayu., Khoiron, dan Pujiati Rahayu Sri. 2017. Perilaku
Pekerja dan Dampak Penambangan Batu Piring Terhadap Lingkungan
dan Kesehatan Masyarakat. Jurnal kesehatan, Vol. 5 (1)
WHO. 1983. Environmental Health Criteria 27: Guidelines on Studies in
Environmental Epidemiology. Geneva:World Health Organization.
Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Industri Batu Kapur. Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang.