OLEH
Saat ini, di Indonesia banyak didirikan berbagai macam industri. Hal ini
akan semakin banyak pula menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan
dengan proses-proses produksi pada industri tersebut. Pada setiap industri dalam
proses produksi akan menghasilkan efek negatif yang berupa pencemaran.
Diantara berbagai gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu merupakan
salah satu sumber yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi tertentu debu
merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang
prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan berkurangnya kenyamanan
kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi paru-paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum. Apabila debu-debu yang ada pada ruangan kerja
yang konsentrasinya melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional maka hal ini
akan menimbulkan gangguan kesehatan pada karyawan. Untuk itu perlu adanya
keseimbangan dan keselarasan antara manusia dan lingkungan kerjanya.
Namun pada dasar nya paparan debu ini masih dirasakan oleh banyak
orang, terutama pekerja lapangan dan pekerja di industri. Dimana pekerja
merasakan langsung debu hasil dari pengolahan industri. Paparan tersebut
membuat pekerja mual dan pusing, terlebih lagi debu sangat membahayakan
kesehatan pernafasan manusia. Sehingga upaya pencegahan seperti memakai alat
pelindung diri (APD) dalam bekerja dan mengatur jam kerja dapat diperlukan. Hal
tersebut mampu mengurangi risiko dari paparan debu yang berlebih terhadap
pekerja.
a. Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu
kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya).
b. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur
logam (Pb, Hg, Cd, dan Arsen)
c. Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa
kompleks (SiO2, SiO3, dll).
Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu
fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik),
dan debu biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah
terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium, plutonium), debu inert (debu
yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain) (Wardhana, 1994).
a. Inert dust
Golongan debu inert tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis
pada paru efeknya sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan
normal. Reaksi jaringan pada paru terhadap jenis debu ini adalah susunan
nafas alat tetap utuh, tidak terbentuk fibrosis di paru, reaksi jaringan
potensi dapat pulih kembali, dan tidak merupakan predisposing faktor
penyakit TBC (Lestari, 2010).
b. Proliferative dust
Golongan debu proliferatif di dalam paru akan membentuk fibrosis,
fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehinnga
mengganggu fungsi paru.
c. Debu lain
Debu yang tidak termasuk dalam debu inert maupun debu ganas, yaitu
keluhan debu yang tidak ditahan dalam paru, namun dapat menimbulkan
efek iritasi yaitu debu bersifat asam atau basa kuat. Efek keracunan secara
umum misalnya debu arsen, lead, sedangkan efek alergia khususnya debu
golongan organik.
Nilai ambang batas (NAB) paparan debu merupakan batas nilai maksimal
untuk paparan debu sehingga masih dapat diterima oleh pernapasan dalam batas
waktu tertentu. Jika jumlah paparan debu diatas NAB dan waktu terpapar debu,
maka seseorang akan menderita gangguan pernapasan. Standar Nilai Ambang
Batas paparan debu telah diatur dalam beberapa pertaruran yang terkait, meliputi
paparan debu di tempat kerja, baku tingkat paparan debu hingga paparan debu
yang berhubungan dengan kesehatan.
Menurut PP 41-1996 tentang Baku Mutu Udara Ambien NAB debu total
untuk waktu pemaparan selama 24 jam adalah 230 µg/m3. NAB batubara menurut
Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisik di Tempat
Kerja adalah 2 mg/m3.
2.4 Sifat – Sifat Debu
Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak
berdifusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan
kerja biasanya berasal dari bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1994).
a. Sifat Pengendapan
Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi.
Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih
besar dari debu yang terdapat di udara.
b. Permukaan cenderung selalu basah
Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena
permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini
menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
c. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah
maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk
gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi
di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
d. Debu Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya penggumpalan.
e. Sifat Opsis
Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar
yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
Debu yang berukuran antara 5 ± 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan
tertimbun pada saluran nafas bagian atas; debu yang berukuran antara 3 ± 5
mikron tertahan dan tertimbun pada saluran nafas tengah. Partikel debu dengan
ukuran 1 ± 3 mikron disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya
karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis sampai alveoli.
Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila
jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila jumlahnya
1.000 partikel per milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan
ditimbun dalam paru (Irjayanti, 2012).
a. Kadar debu di udara : makin pekat kadar debu, makin cepat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenikmatan.
b. Ukuran/ diameter debu : debu yang berdiameter kecil akan dapat masuk
jauh ke dalam alveoli sementara yang besar akan tertahan di cilia dari
saluran nafas atas.
c. Sifat debu : berdasarkan sifat debu dalam memberikan gangguan
kesehatan, maka ada debu yang digolongkan mempunyai sifat inert,
fibrogenesis, dan karsinogenik.
d. Reaktifitas debu : debu organik kurang reaktif namun dapat menyebabkan
reaksi alergik. Debu anorganik lebih reaktif namun dapat menyebabkan
reaksi iritasi.
e. Cuaca kerja : lingkungan kerja yang panas dan kering, mendorong
timbulnya debu, dan debu yang terbentuk dalam keadaan demikian akan
menjadi lebih reaktif.
f. Lama waktu pemaparan : debu menimbulkan kelainan dalam paru dalam
jangka waktu yang cukup lama.
g. Kepekaan individu : bentuk kepekaan seseorang sangat berbeda satu
dengan yang lain. Kepekaan disini tidak hanya dalam bidang imonologis
namun juga dalam bidang psikologis dan iritasi.
2.7 Upaya Pengendalian Paparan Debu
3.1.1 Alat
1. Huz Dust
3.1.2 Bahan
1. Debu
2. Tisu
Data hasil
Catat hasil setelah pengukuran dapat Lalu tuliskan
selesai melakukan dilihat di menu angka urutan yang
pengukuran "review data" - tertera pada alat
statistic - new tag
Drs. Irzal, M. K. (2016). Buku Dasar – Dasar Kesehatan & Keselamatan Kerja. In
Kesehatan Masyarakat.
Gholampour, A., Nabizadeh, R., Hassanvand, M. S., Taghipour, H., Nazmara, S.,
& Mahvi, A. H. (2015). Characterization of saline dust emission resulted
from Urmia Lake drying. Journal of Environmental Health Science and
Engineering, 13(1), 1–11.
Lestari, A. (2010). Pengaruh paparan debu kayu terhadap gangguan fungsi paru
tenaga kerja di CV. Gion & Rahayu, kec. Kartasura, kab. Sukoharjo Jawa
Tengah.
Walangare, K. R., Tuda, J., & Runtuwene, J. (2013). Tungau debu rumah di
kelurahan taas kecamatan tikala kota manado. EBiomedik, 1(1).