OLEH
Nama : Eprilia Annisya Putri
NIM : 10011382025175
Kelompok : 3 (Tiga)
Dosen : Mona Lestari, S.KM., M.KKK.
Poppy Fujianti, S.KM., M.Sc.
Asisten : Dita Farica
ii
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Noise Dosimeter.................................................................................11
Gambar 3.4 Flowchart Kalibrasi Alat....................................................................11
Gambar 3.6 Flowchart Cara Kerja Alat.................................................................12
Gambar 3.7 Flowchart Cara Mengganti Baterai....................................................12
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut Permenaker Republik
Indonesia No 5 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan Kerja...................................7
v
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
4
2.3 Jenis-Jenis Kebisingan
WHO (World Health Organization) yang menetapkan 3 tingkatan
kebisingan berdasarkan dB, yakni aman, untuk rentang 0-75 dB, ambang batas
bahaya, untuk rentang 75-85 dB, dan bahaya, untuk rentang lebih dari 85 dB.
Kebisingan pada umumnya merupakan bunyi yang terdiri dari sejumlah frekuensi
dengan tingkat bunyi yang berbeda-beda dalam besaran desibel (dBA).
Kebisingan dalam ruang dapat terjadi karena energi suara di dalam ruangan
berjalan lambat sampai ke telinga pendengar. Ditinjau dari hubungan tingkat
bunyi sebagai waktu maka kebisingan dapat dibedakan menjadi (Fithri &
Annnisa, 2015):
1. Kebisingan Kotinyu (Steady State Wide Band Noise)
Kebisingan dimana fluktuasi intensitas pada kebisingan ini
tidak lebih dari 6 dBA dengan spektrum frekuensi yang luas. Sebagai
contoh adalah bunyi yang ditimbulkan oleh mesin gergaji dan bunyi
yang ditimbulkan oleh katub gas.
2. Kebisingan Terputus-Putus (Intermitten Noise)
Merupakan kebisingan dimana bunyi mengeras dan melemah
secara perlahan-lahan. Seperti kebisingan yang ditimbulkan oleh
aktifitas jalan raya, dan bunyi yang ditimbulkan oleh kereta api.
3. Kebisingan Impulsif Berulang (Impulse Noise)
Merupakan kebisingan dimana waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai puncaknya tidak lebih dari 65 ms dan waktu yang
dibutuhkan untuk penurunan intensitasnya sampai 20 dBA dibawah
puncaknya tidak lebih dari 500 ms. Seperti bunyi mesin tempa di
pabrik-pabrik.
4. Steady-State Noise
Kebisingan yang tingkat tekanan bunyinya stabil terhadap
perubahan waktu dan tak mengalami kebisingan yang stabil,
contohnya kebisingan sekitar air terjun dan kebisingan pada interior
pesawat terbang saat sedang di udara.
5. Fluctuating Noise
5
Kebisingan yang kontinyu namun berubah-ubah tingkat
tekanan bunyinya. Contoh fluctuating noise adalah kebisingan akibat
lalu lintas pada jalan raya.
2.4 Sumber Kebisingan
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan bunyi hingga tingkat
tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf dapat terganggu. Sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat
pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Sumber-sumber
kebisingan pada dasarnya dibagi menjadi tiga macam yaitu sumber titik, sumber
bidang, dan sumber garis. Untuk kebisingan lalu lintas termasuk dalam kriteria
sumber garis. Menurut WHO (2018), sumber kebisingan dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Lalu Lintas Jalan
Salah satu sumber kebisingan adalah suara lalu lintas jalan
raya. Kebisingan lalu lintas di jalan raya ditimbulkan oleh suara dari
kendaraan bermotor dimana suara tersebut bersumber dari mesin
kendaraan, bunyi pembuangan kendaraan, serta bunyi dari interaksi
antara roda dengan jalan.
2. Industri
Kebisingan industri bersumber dari suara mesin yang
digunakan dalam proses produksi. Intensitas kebisingan ini akan
meningkat sejalan dengan kekuatan mesin dan jumlah produksi dari
industri.
3. Pesawat Terbang
Kebisingan yang bersumber dari pesawat terbang terjadi saat
pesawat akan lepas landas ataupun mendarat di bandara. Kebisingan
akibat pesawat pada umumnya berpengaruh pada awak pesawat,
penumpang, petugas lapangan, dan masyarakat yang bekerja atau
tinggal di sekitar bandara.
4. Kereta Api
6
Pada umumnya sumber kebisingan pada kereta api berasal dari
aktivitas pengoperasian kereta api, lokomotif, bunyi sinyal di
pelintasan kereta api, stasiun, dan penjagaan serta pemeliharaan
konstruksi rel. Kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api ini
berdampak pada masinis, awak kereta api, penumpang, dan juga
masyarakat di sekitar.
2.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas kebisingan merupakan salah satu nilai yang mengatur
mengenai tekanan bising rata-rata ataupun level kebisingan berdasarkan durasi
paparan bising yang telah mewakili kondisi dimana hampir semua jenis pekerja
terpapar kebising berulang-ulang tanpa menimbulkan gangguan pendengaran
ataupun memahami pembicaraan normal. NAB kebisingan untuk 8 jam kerja per
hari ialah sebesar 85 dBA Permenaker No. 05 Tahun 2018. Nilai ambang batas
untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-
rata yang masih diterima tenaga kerja tanpa menghilangkan daya dengar yang
tetap untuk waktu terus-menerus. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri. Adapun nilai ambang batas kebisingan seperti pada
tabel berikut (Permenaker RI No.5 tentang K3 Lingkungan Kerja, 2019) :
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut Permenaker Republik
Indonesia No 5 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan Kerja
Waktu Pemaparan Perhari Intensitas Kebisingan dalam
dBA
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
7
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber : Permenaker Republik Indonesia No 5 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan
Kerja
2.6 Dampak Kebisingan
Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik namun
syaraf dapat terganggu. Menurut Satwiko (2014), kekerasan bunyi dapat
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia, bila berlangsung terus
menerus, kekerasan bunyi sebesar 30–65 dB akan mengganggu selaput telinga dan
menyebabkan gelisah, 65–90 dB akan merusak lapisan vegatatif manusia (jantung,
peredaran darah, dll), bila mencapai 90 – 130 dB akan merusak telinga.
Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis,
gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan
terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory, seperti gangguan komunikasi,
ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan kelelahan.
Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai
berikut (Rimantho & Cahyadi, 2015) :
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu,
apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan
dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan
nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan
kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal
ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular
dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo.
Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan
bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin,
tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
8
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima
dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa
gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect
(bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara
berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai
pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar
isyarat atau tanda bahaya.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di
ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada Pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan
pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek
ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-
mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan
terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan
tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi
tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada
frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi
sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan
untuk percakapan.
2.7 Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat bersumber dari aktivitas alam maupun aktivitas buatan
manusia seperti penggunaan mesin. Nilai Ambang Batas kebisingan di tempat
kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang
merupakan pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.
9
01/MEN/1978, dan Keputusan Menteri Kesehatan No: 405/Menkes/SK/XI/2002
besarnya rata-rata 85 dBA untuk batas waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari
8 jam. Berdasarkan hal itu, maka diperlukan beberapa cara bagaimana untuk
mengendalikan kebisingan tersebut agar tidak mengganggu lagi. Berikut ini cara
mengendalikan kebisingan tersebut (Novaria, 2017).:
1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya
Hal ini bisa dilakukan dengan menempelkan alat peredam suara
pada alat yang bersangkutan. Pada waktu sekarang penelitian dan
perencanaan yang disertai teknologi modern, mesin-mesin baru yang
mutakhir tidak lagi banyak menimbulkan kebisingan. Suara yang
ditimbulkan juga suda tidak lagi mengganggu dan membahayakan
lingkungan.
2. Penembatan penghalang pada jalan transmisi
Usaha ini dilakukan dengan jalan mengadakan isolasi ruangan
atau alat-alat penyebab kebisingan dengan jalan menempatkan bahan-
bahan yang mampu menyerap suara sehingga suaara-suara yang keluar
tidak lagi merupakan gangguan bagi ligkungan.
3. Pemakaian sumbat atau tutup telinga
Cara ini terutama dianjurkan kepaa orang yang berada di
sekitar sumber kebisingan yang tidak dapat dikendalikan, seperti
ledakan. Alat penyumbat telinga ini bisa mengurangi intensitas
kebisingan kurang lebih 24 dB. Selain itu, bagi orang yang bekerja di
ruangan dengan kebisingan di atas 100 dB diharuskan memakai tutup
telinga
10
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Noise Dosimeter
Atur alat pada mode SLM, Atur respon time pada slow mode (S)
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Waktu dan Tempat
1. Hari/tanggal : Rabu, 23 Agustus 2023
2. Waktu : 13.00 WIB
3. Lokasi : Laboratorium FKM UNSRI
4.1.2 Hasil Pengukuran
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan
Hasil
Dokumentasi Hasil Pengukuran NAB Keterangan
% dose dBA
Tidak
94
0,59 67,7 Melebihi
dBA
NAB
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini berjudul “Uji Kebisingan” yang memiliki tujuan untuk
mengukur kebisingan di suatu lingkungan dan mengukur kebisingan pada
seseorang/pekerja selama proses bekerja. Kebisingan adalah bunyi yang tidak di
inginkan karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat
menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi
yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar.
Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara di
sekitarnya sehingga moleku-molekul udara ikut bergetar. Rambatan gelombang di
udara ini dikenal sebagai suara atau bunyi. Dampak dari kebisingan yang
berlebihan dapat menyebabkan hilangnya indra pendengaran seseorang, gangguan
psikologis, psikologis seseorang, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan
dan yang paling sering kita jumpai adalah gangguan ketulian (Syah, 2016).
13
Alat yang di gunakan dalam Uji Kebisingan ini adalah Noise Dosimeter.
Alat ini dapat mengukur kebisingan yang terdapat di suatu lingkungan dan
kebisingan pada seseorang. Noise Dosimeter adalah alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat kebisingan yang dialami pekerjaan selama shifttnya. Noise
Dosimeter adalah instrumen untuk mengukur dan menyimpan level kebisingan
selama waktu pajanan dan menghitung dosis kumulatif sebagai persentase dosis
atau time weighted average pada personal, degan berbagai exchange rate
(misalnya 3,4, dan 5), criterion level 8 jam (misalnya 80,85 dan 90 dBA), dan
jarak pengukuran kebisingan (80 sampai 130 dBA) (Novaria, 2017).
Pengukuran kali ini dilakukan untuk untuk mengukur kadar kebisingan
terhadap pekerja, salah satu anggota kelompok praktikum diasumsikan sebagai
pekerja, serta membandingkan hasil tersebut dengan NAB yang telah ditetapkan
sehingga apabila melebihi NAB maka dapat dilakukan pengendalian yang tepat
terhadap paparan kebisingan tersebut. Pengukuran dilakukan pada satu orang
dengan mengaitkan alat (microfon) pada kerja baju, kemudian sumber kebisingan
pada pengukuran kebisingan ini menggunakan suara mesin yang berasal dari
industri bangunan. yang diputar melalui ponsel dan didekatkan pada telinga orang
yang sedang diukur.
Pengukuran kebisingan kali ini dilakukan pada hari Rabu, 23 Agustus 2023
pada pukul 13.00 WIB di Laboratorium FKM UNSRI. Sebelum melakukan
pengukuran pastikan alat sudah terklalibrasi. Untuk melakukan kalibrasi pada alat
atur alat pada mode SLM, atur respon pada slow mode (S), pasang sensor SLM
pada alat kalibrasi, nyalakan kalibrator pada 94dBA, lalu atur crew Kalibrasi
hingga menunjukan 94 dBA. Tekan tombol power untuk menghidupkan alat,
tunggu hingga display menunjukan angka pengukuran, lalu tekan tombol MODE
sampai logo % dose muncul di display. Lalu pilih penyimpanan menggunakan
tombol EVEN sebelum memulai pengukuran. Letakan sensor suara pada kerah
dibawah telinga pekerja menghap depan agar suara dapat ditangkap oleh sensor
alat. Pada saat pengukuran sumber bunyi didekatkan dengan sensor, kemudian
tekan tombol RUN hingga logo jam muncul untuk memulai pengukuran. Lakukan
pengukuran selama 5 menit. Jika pengukuran telah selesai tekan dan tahan tombol
RUN sampai logo jam hilang pada display. Selanjutnya sambungkan alat dengan
14
komputer untuk melihat hasil pengukuran yang telah dilakukan. Untuk melihat
hasil atau nilai pengukuran pada komputer dengan membuka aplikasi Noise
Dosimeter yang terdapat pada komputer, lalu mencari letak penyimpanan hasil
yang telah dipilih sebelum memulai pengukuran dimana kali ini disimpan pada
E1.
Pada praktikum ini nilai pengukuran untuk paparan kebisingan yakni
0,59% Dose atau 67,7 dBA. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang
digunakan yakni selama waktu 1 jam menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Lingkungan Kerja untuk NAB kebisingan selama 1 jam yakni 94 dBA.
Sehingga dapat disimpulkan sumber kebisingan yang di ambil sesuai pada
praktikum yang dilakukan masih dibawah Nilai Ambang Batas. Dalam hal ini
lingkungan di sekitaran wilayah tersebut tergolong lingkungan kerja yang aman
dan nyaman.
Apabila terpaparnya kebisingan dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan pengaruh negatif seperti dapat menyebabkan hilangnya indra
pendengaran seseorang, gangguan psikologis, psikologis seseorang, gangguan
komunikasi, gangguan keseimbangan dan yang paling sering kita jumpai adalah
gangguan ketulian. Kebisinga dapat menyebabkan rusaknya sistem pendengaran
diantaranya infeksi telinga bagian luar dan dalam, serta penyakit pendengaran
lainnya seperti diantaranya tinnitus, ketulian dan dalam beberapa kasus pada
kondisi kronis dapat menyebabkan kematian. Dampak kebisingan yang dapat
terjadi 15 terhadap kesehatan dapat mengakibatkan Noise Induced Hearing Loss
atau Tuli Akibat Bising (TAB). (Rimantho & Cahyadi, 2015).
Kebisingan dapat bersumber dari aktivitas alam maupun aktivitas buatan
manusia seperti penggunaan mesin. Lingkungan kerja yang nyaman memiliki
kadar kebisngan yang yang tidak melebihi dan juga tidak terlalu jauh dengan nilai
ambang batas yang tekah ditetapkan. Jika lingkungan kerja menjadi tempat yang
nyaman untuk para pekerja bekerja, maka kinerja dari pekerja juga akan lebih
maksimal. Lingkungan kerja yang memiliki nilai kebisingan melebihi nilai
ambang batas perlu diberlakukannya sebuah pengendalian. Pengendalian yang
dilakukan bisa berupa menghilangkan sumber kebisingan, mengganti alat/
15
perlengkapan yang menghasilkan kebisingan berlebih, dan/atau dengan cara
penggunaan alat pelindung diri (APD) (Novaria, 2017).
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dari usaha
atau kegiatan dan waktu tertentu yang dapat mengganggu kesehatan dan
kenyamanan lingkungan, terutama pada telinga manusia sebagai alat
pendengaran yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB).
2. Alat yang digunakan dalam pengukuran paparan kebisingan adalah Noise
Dosimeter.
3. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
No.5 Tahun 2018, Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan untuk waktu
kerja pemaparan 1 jam per hari ialah sebesar 94 dBA.
4. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan tersebut, didapatkan
hasil sebesar 0,59 % dose (67,7 dBA), yang dimana disimpulkan bahwa
intensitas kebisingan tersebut tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).
5. Dampak negatif yang ditimbulkan jika kebisingan melebihi Nilai Ambang
Batas (NAB) yang dianjurkan seperti, gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan dan ketulian.
6. Pengendalian risiko kebisingan bisa dilakukan melalui pengurangan
intensitas kebisingan dengan cara penguranganpada tahap perencanaan
mesin dan bangunan (Engineering Control Program), pemasangan
peredam, penyekat mesin-mesin dan bahan-bahan penyerap suara. Sesuai
dengan penyebab ketulian, yaitu sebaiknya pekerja dikurangi shift waktu
dalam bekerja di lingkungan bising atau menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD), seperti ear plug atau ear muff.
16
DAFTAR PUSTAKA
Amri, A., Erliana, C. I. & Lubis, R. A. F. 2019. Analisis Pengaruh Kebisingan
Terhadap Kelelahan Karyawan Di Bagian Operasi-1 Pt. Pupuk Iskandar
Muda, Krueng Geukuh, Aceh Utara. Industrial Engineering Journal, 8.
Ardiansyah, M. R. & Susihono, W. 2014. Pengaruh Intensitas Kebisingan
Terhadap Tekanan Darah Dan Tingkat Stres Kerja. Jurnal Teknik Industri
Untirta, 1.
Hamzah, H., Agriawan, M. N., & Abubakar, M. Z. (2020). Analisis Tingkat
Kebisingan Menggunakan Sound Level Meter berbasis Arduino Uno di
Kabupaten Majene. Education, Economics, Science, and Technology, 3,
25–32. https://www.j-hest.web.id/index.php.
Handayani, W. N. & Hati, S. W. 2018. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik
Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Operator Bagian Produksipada
Perusahaan Manufaktur Di Pt Abc Batam. Jurnal Aplikasi Administrasi,
21, 08-29.
Hasibuan, R. P. P. M. & Ashari, A. 2020. Optimasi Peran Negara Menghadapi
Pandemi Corona Virus Disease 2019 Dalam Perspektif Hukum Tata
Negara Darurat. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 7, 581-594.
Herawati, P. 2017. Dampak Kebisingan Dari Aktifitas Bandara Sultan Thaha
Jambi Terhadap Pemukiman Sekitar Bandara. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 16, 104-108.
Hidayat, R. W., Febriani, N. & Ridhoni, A. 2015. Analisis Faktor-Faktor
Kebisingan Komplek Perguruan Muhammadiyah Di Kota Pekanbaru.
Photon: Jurnal Sain dan Kesehatan, 6, 61-71.
Permenakertrans. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor Per. 13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja. Jakarta: Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Kosasih, D. P. & Rachman, M. 2019. Pengaruh Penggunaan Knalpot Modifikasi
Terhadap Suhu Dan Kebisingan Suara Pada Sepeda Motor. MESA (Teknik
Mesin, Teknik Elektro, Teknik Sipil, Arsitektur), 3, 44-48.
17
Krisdianto, A., Purwantiasning, A. W. & Aqli, W. 2018. Penerapan Arsitektur
Futuristik Terhadap Bangunan Gundam Base Indonesia Di Jakarta.
Purwarupa Jurnal Arsitektur, 2, 9-16.
Kurnia, M., Isya, M. & Zaki, M. 2018. Tingkat Kebisingan Yang Dihasilkan Dari
Aktivitas Transportasi (Studi Kasus Pada Sebagian Ruas Jalan: Manek
Roo, Sisingamangaraja Dan Gajah Mada Meulaboh). Jurnal Arsip
Rekayasa Sipil dan Perencanaan, 1, 1-9.
Laziardy, M. 2017. Kebisingan Terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja Logam
Bagian Produksi. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 1, 58-64.
Nasution, M. (2019). Ambang Batas Kebisingan Lingkungan Kerja Agar Tetap
Sehat Dan Semangat Dalam Bekerja. Buletin Utama Teknik, 15(1), 87–90.
Novaria, M. 2017. Rancang Bangun Alat Anti Kebisingan Suara Guna
Mendukung Etika Berkunjung Ke Rumah Sakit Berbasis Arduino Uno.
Politeknik Negeri Sriwijaya.
Permenkes, R. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua Dan Pemandian Umum. Menteri Kesehat.
Republik Indones, 17-20.
Ramadhan, N. P. 2019. Pengaruh Kebisingan Aktivitas Di Bandar Udara
Terhadap Lingkungan Sekitar.
Safitri, D. 2019. Hubungan Kebisingan Terhadap Stress Kerja Tenaga Kerja Di
Industri Penggilingan Padi Anugrah Mulya, Pringsewu, Lampung Tahun
2019. poltekkes tanjungkarang.
Sanjaya, H., Supriyani, P. & Sufanir, A. M. S. 2018. Perhitungan Kebisingan Pada
Rumah Sakit Dan Sekolah Akibat Arus Lalu Lintas Di Jalan Llre
Martadinata Kota Bandung (Hal. 133-143). RekaRacana: Jurnal Teknil
Sipil, 4, 133.
Setyawan, O., Zakki, A. F. & Iqbal, M. 2015. Analisa Estimasi Tingkat
Kebisingan Di Kamar Mesin Dan Ruang Akomodasi Pada Kapal Riset
Dengan Penggerak Motor Listrik. Jurnal Teknik Perkapalan, 3.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Proses Pengukuran Menggunakan Noise Dosimeter.
19