Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENYEHATAN UDARA - A

“Faktor Lingkungan Fisik Udara ( Kebisingan, Pencahayaan, Suhu dan


Kelembaban )”

Disusun oleh:

Ahmad Hafiyyan N

Annisa Rahmawati

Jihan Salma Salsabila

Kisi Rahmadevy

Muhammad Dimas Setiadi

Renaldi Ardiya

Salsabila Faradini

Zahra Hanafa

Kelompok 3

3 DIV-A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA 2


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120
Telp. 021.7397641, 7397643 Fax. 021.7397769

E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Faktor Lingkungan Fisik Udara ( Kebisingan, Pencahayaan, Suhu dan
Kelembaban )”. Sebagai tugas dan bahan diskusi, yang diberikan oleh dosen Mata
Kuliah Penyehatan Udara - A.

Kami berterima kasih kepada para dosen yang telah membeikan arahan dan bantuan, kami
menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Oleh Karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis haturkan permohonan maaf atas segala maaf, bila penyusunan Makalah
ini dianggap kurang berkenan, terutama oleh pihak dianggap dirugikan dan lain-lain. Oleh
karena itu keritikan yang bersikap konstruktis senantiasa kami harapkan, baik dari pembimbing
maupun yang membaca Makalah ini agar kami dapat memperbaiki diri.

Oleh sebab itu akibat segalah kekurangan isi Makalah kami, kami ucapkan banyak
terimakasih jika ada segalah kritik dan saran dari berbagai pihak pembaca. Semoga Tuhan yang
Maha Esa senantiasa membalas kebaikan yang telah diperbuat dan memaafkan setiap kekeliruan
yang telah kami lakukan. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
sebab itu kami akan sangat berterima kasih sekirahnya mendapatkan masukan untuk
menyempurnakan.

Jakarta, Agustus 2020

Kelompok 3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................1

1.2 Tujuan...................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................2

2.1 Kebisingan............................................................................................................2

2.2 Pencahayaan..........................................................................................................10

2.3 Suhu dan Kelembaban..........................................................................................14

BAB III PENUTUP....................................................................................................18

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa sekarang ini, manusia telah berada pada jaman teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat sebanding dengan
meningkatnya pembangunan fisik kota dan kegiatan perindustrian. Udara merupakan
faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik
kota dan pusat-pusat industry, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang
dulunya segar, kini kering dan kotor.

Perubahan lingkungan udara yang diakibatkan oleh pencemaran udara jika tidak
segera ditanggulangi tentu dapat membahayakan kesehatan manusia dan mengganggu
keseimbangan lingkungan. Dari faktor-faktor penyebab pencemaran tersebut kemudian
dilakukan analisis yang pada akhirnya didapatkan solusi untuk pengendalian
pencemaran udara. Hal ini perlu dilakukan mengingat pencemaran udara telah
banyak terjadi di kota-kota besar karena kegiatan manusia, diharapkan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya dapat meningkatkan
pembangunan fisik kota, tetapi juga dapat menjaga kelestarian lingkungannya.

Pada pembahasan kali ini penulis akan menjelaskan mengenai faktor-faktor lingkungan
fisik tentang udara yang mencakup kebisingan, pencahayaan, suhu dan kelembaban.

1.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui faktor lingkungan fisik yaitu kebisingan

b. Untuk mengetahui faktor lingkungan fisik yaitu pencahayaan

c. Untuk mengetahui faktor lingkungan fisik yaitu suhu

d. Untuk mengetahui faktor lingkungan fisik yaitu kelembaban

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan


Suara adalah sensasi yang sewaktu vibrasi longitudinal dari molekul- molekul
udara, yang berupa gelombang mencapai membrana timpani dari telinga
(Perhimpunan Ahli Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Indonesia, 1985).
Tambunan (2005), menyatakan bahwa dalam konteks keselamatan dan kesehatan
kerja, pembahasan suara (sound) agak berbeda dibandingkan pembahasan-
pembahasan suara dalam ilmu fisika murni maupun fisika terapan. Dalam K3,
pembahasan suara lebih terfokus pada potensi gelombang suara sebagai salah
satu bahaya lingkungan potensial bagi pekerja di tempat kerja beserta teknik-
teknik pengendaliannya.

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH NO 48. tahun 1996).
Menurut Suma’mur (2009), bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada
sel saraf pendengaran dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang
ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut
merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi
atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul
diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara
demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi
yang tidak dikehehndaki. Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap
tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa
gangguan pendengaran, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan
pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
menurunnya performa kerja, kelelahan dan stres.

2
Jenis pekerjaan yang melibatkan paparan terhadap kebisingan antara lain
pertambangan, pembuatan terowongan, mesin berat, penggalian (pengeboman,
peledakan), mesin tekstil, dan uji coba mesin jet. Bising dapat didefinisikan
sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang
menjengkelkan. Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun,
lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi pekerja
akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan
yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga
akan menimbulkan kerugian (Anizar, 2009).

Frekuensi kebisingan juga penting dalam menentukan perasaan yang


subjektif, namun bahaya di area kebisingan tergantung pada frekuensi bising
yang ada (Ridley, 2003). Menurut Harrianto (2008), tuli dapat disebabkan oleh
tempat kerja yang terlalu bising. Yang dimaksud dengan “tuli akibat kerja” yaitu
gangguan pendengaran parsial atau total pada satu atau kedua telinga yang
didapat di tempat kerja. Termasuk dalam hal ini adalah trauma akustik dan tuli
akibat kerja karena bising. Industri yang menghasilkan pajanan 90 dBA atau
lebih ditemukan pada pabrik tekstil, penggergajian kayu, industri mebel, produk-
produk yang menggunakan bahan baku logam, dan industri otomotif.

2.1.2 Jenis – Jenis Kebisingan


Menurut Buchari (2007), kebisingan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas, misalnya


mesin-mesin, dapur pijar, dan lain-lain.
2. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit,
misalnya gergaji serkuler, katup gas, dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah kebisingan
dimana suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan,
misalnya lalu-lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas:

1. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras,


misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secra tidak langsung bunyi ini akan
3
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan isyarat
atau tanda bahaya tenggelam dari bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise), adalah bunyi yang
melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi
pendengaran.

2.1.3 Pengukuran Kebisingan


Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Sound Level Meter. Sebelumnya, intensitas bunyi adalah
jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang per detik. Metode
pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja, yaitu:

1. Pengukuran dengan titik sampling


Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya
pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk
mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana,
misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus
dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus
diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.

Gambar 1 : Sound Level Meter

2. Pengukuran dengan peta kontur

4
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur
kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi
kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat
gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat.
Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan,
warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye
untuk tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna kuning untuk
kebisingan dengan intensitas antara 85–90 dBA.

2.1.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan


NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI
16-7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam
perhari atau 40 jam perminggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat
kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih diterima
tenaga kerja tanpa menghilangkan daya dengar yang tetap untuk waktu terus-
menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Menurut
Permenaker No. per-51/MEN/1999, ACGIH dan SNI 16- 7063-2004, waktu
maksimum bekerja dapat dirumuskan sebagai berikut:

8
T=

2 (L–85).3–1

L = {[2 log (8.T-1)]}.3}+85

Keterangan:

T = Waktu (jam)

L = Pajanan kebisingan

Tabel 1. NAB kebisingan berdasarkan Kepmenaker No. Kep-


51/MEN/1999

5
No Tingkat Kebisingan Pemajan
(dBA) Harian
1 82 16 jam
2 83,3 12 jam
3 88 8 jam
4 85 4 jam
5 91 2 jam
6 94 1 jam
7 97 30 menit
8 100 15 menit

Kebisingan di atas 80 dB dapat menyebabkan kegelisahan, tidak enak badan,


kejenuhan mendengar, sakit lambung, dan masalah peredaran darah. Kebisingan
yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah- masalah kelainan
seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan luka perut. Pengaruh
kebisingan yang merusak pada efisiensi kerja dan produksi telah dibuktikan
secara statistik dalam beberapa bidang industri (Prasetio, 2006).

2.1.5 Pengaruh Paparan Bising Terhadap Kesehatan Pekerja


Sanders dan Mc Cormick, 1987, dan Pulat, 1992, dalam Tarwaka (2004)
menyatakan bahwa pengaruh pemaparan kebisingan secara umum ada dua
berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu
pemaparan, yaitu:

1. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB)


a. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi terjadinya kerusakan pada indera
pendengaran yang dapat menurunkan pendengaran baik yang bersifat
sementara maupun permanen atau ketulian.
b. Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya
terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui.
c. Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah (± 10 mmHg),
peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama tangan dan

6
kaki, serta dapat menyebabkan pucat, gangguan sensoris dan denyut
jantung, risiko serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.
d. Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat dari suatu proses produksi
demikian hebatnya, sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar
kegiatan tersebut dihentikan.
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah
perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor
vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo.
Perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising
terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah,
sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Pengaruh kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB)


Secara fisiologis intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tidak
menyebabkan kerusakan pendengaran, namun demikian kehadirannya sering
dapat menurunkan performasi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan
gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena pemaparan
kebisingan dapat menyebabkan antara lain:

a. Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
b. Seperti halnya dampak dari bising intensitas tinggi, bising intensitas rendah
juga dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga yang akan
menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur, dan sesak
nafas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan,
dan keseimbangan elektrolit.

c. Gangguan reaksi psikomotorik.


d. Kehilangan konsentrasi.

7
e. Gangguan konsentrasi antara lawan bicara. Biasanya disebabkan masking effect
(bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan
suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan berteriak. Gangguan ini
mengakibatkan terganggunya pekerja, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan
karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara
tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.
f. Penurunan performasi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada
kehilangan efisiensi dan produktivitas.

2.1.6 Pengendalian Kebisingan


Secara konseptual teknik pengendalian kebisingan yang sesuai dengan hirarki
pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) adalah :

1. Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yan bersifat permanen


dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama.
Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem
kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada
batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan dan standart
baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).

2. Subtitusi
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan- bahan dan
peralatan yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang
kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu
dalam batas yang masih bias ditoleransi atau dapat diterima.

3. Engenering Control
Pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah struktur objek
kerja untuk menceganh seseorang terpapar kepada potensi bahaya,
seperti pemberian pengaman pada mesin.

4. Isolasi
Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan
seseorang dari objek kerja. Pengendalian kebisingan pada media
propagasi dengan tujuan menghalangi paparan kebisingan suatu sumber
8
agar tidak mencapai penerima, contohnya : pemasangan barier,
enclosure sumber kebisingan dan tehnik pengendalian aktif (active
noise control) menggunakan prinsip dasar dimana gelombang
kebisingan yang menjalar dalam media penghantar dikonselasi dengan
gelombang suara identik tetapi mempunyai perbedaan fase 180 0 pada
gelombang kebisingan tersebut dengan menggunakan peralatan control

5. Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem
kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi
bahaya. Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku
pekerja dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya
pengendalian secara administratif ini. Metode ini meliputi pengaturan
waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi
kelelahan dan kejenuhan.

6. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang
digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara, ketika suatu
sistem pengendalian yang permanen belum dapat diimplementasikan.
APD (Alat Pelindung Diri) merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem
pengendalian risiko tempat kerja.

Antara lain dapat dengan menggunakan alat proteksi pendengaran


berupa : ear plug dan ear muff. Ear plug dapat terbuat dari kapas, spon,
dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk satu kali pakai.
Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak
(molded rubber/ plastic) dapat digunakan berulang kali. Alat ini dapat
mengurangi suara sampai 20 dB(A).

Sedangkan untuk ear muff terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah
headband. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara hingga 30 dB(A)
dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras
atau percikan bahan kimia.

9
2.2 Pencahayaan
2.2.1 Pengertian Pencahayaan
Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerjayang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri standart intensitas cahaya di ruang kerja
minimal 100 lux. Prinsip penerangan yang baik adalah jumlah dan intensitas penerangan
yang diperlukan hendaknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan, daya lihat seseorang dan
lingkungannya.
Daya listrik maksimum untuk pencahayaan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)
pada Peraturan Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 13
Tahum 2012 tentang penghematan pemakaian tenaga listrik untuk:
1) Ruang resepsionis 13 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah
300 lux.
2) Ruang kerja 12 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 350
lux.
3) Ruang rapat, ruang arsip aktif 12 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan
paling rendah 300 lux.
4) Gudang arsip 6 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 150
lux.
5) Ruang tangga darurat 4 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling
rendah 150 lux.
6) Tempat parkir 4 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 100
lux.
2.2.2 Jenis Pencahayaan
Menurut sumbernya, terdapat jenis-jenis pencahayaan yang dibagi
menjadi :
1)Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga

10
dapat membunuh kuman. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif
dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas
cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang
hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat
keuntungan, yaitu:
a. Variasi intensitas cahaya matahari.
b. Distribusi dari terangnya cahaya.
c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan.
d. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.

2)Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya
selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukanapabila posisi ruangan
sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak
mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara
tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah
sebagai berikut:
a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara
detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan
tepat.
b. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.
c. Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat
kerja.
d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara
merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-
bayang.
e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
2.2.3 Dampak Pencahayaan
Penerangan ruangan kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi
penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan, menurut Soewarno (1992),
menyebutkan bahwa penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya Astenopia
(kelelahan mata) dan mempertinggi kecepatan serta efisiensi membaca. Penerangan yang
kurang bukannya menyebabkan penyakit mata tetapi menimbulkan kelelahan mata.

11
Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada
otot yang berfungsi untuk akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk
melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama.
Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih
dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (korpus siliaris) makin besar sehingga
terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada
retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan
waktu pengamatan yang cukup lama.
2.2.4 NAB Pencahayaan
Nilai ambang dari bahaya fisik intensitas pencahayaan tidak ditampilkan melalui satuan
waktu paparan tetapi ditentukan melalui jenis pekerjaan dan berapa taraf standar
kebutuhan akan cahaya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Menurut IES (Illuminating
Engineering Society) dalam [10], sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki
pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminansi sebesar 300 lux yang merata pada
bidang kerja. Apabila iluminansinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka dapat
menyebabkan ketidak nyamanan dalam bekerja, dan pada akhirnya menurunkan kinerja
pekerja. Standar atau nilai ambang batas pencahayaan Persyaratan Pencahayaan sesuai
Peruntukan Ruang, menurut Permenkes No. 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Perkantoran:

Standar intensitas cahaya pada ruangan:

12
2.2.5 Metode Pengukuran
Alat yang digunakan untuk mengetahui intensitas pencahayaan adalah “lux meter”. Alat
bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenagalistrik oleh photo electric
cell. Intensitas dinyatakan dalam pencahayaan dalam Lux. Intensitas pencahayaan diukur
dengan 2 cara yaitu:
1) Pencahayaan Umum
Pencahayaan umum adalah pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi
luas lantai, dengan tinggi pengukuran kurang lebih 85 cm dari lantai (setinggi
pinggang). Penentuan titik pengukuran umum: titik potong garis horizontal panjang
dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai.
2) Pencahayaan lokal
Pencahayaan lokal adalah pengukuran ditempat kerja atau meja kerja pada
objek yang dilihat oleh tenaga kerja (contoh : lampu belajar). Pengukuran titik
pengukuran lokal: objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan. Bila
merupakan meja kerja pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada

2.3 Suhu dan Kelembaban

13
2.3.1 Pengertian Suhu dan Kelembaban

Suhu udara adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat
yang digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer, sedangkan suhu dan
kelembaban bersama-sama diukur dengan thermohygrometer. Persyaratan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri standart Suhu adalah
Suhu 18°C - 28°C.
Menurut SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan,
getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja, NAB iklim kerja
(panas) di tempat kerja dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) tidak diperkenankan
melebihi:
1) Untuk beban kerja ringan : 30,00 C.
2) Untuk beban kerja sedang : 26,70 C.
3) Untuk beban kerja berat : 25,00 C.
Dengan catatan :
1) Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100 – 200 kkal/jam.
2) Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih besar 200 – 350
kkal/jam.
3) Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih besar dari 350 – 500
kkal/jam.
Kelembaban udara (humidity gauge) adalah jumlah uap air diudara (atmosfer).
Kelembapan adalah konsentrasi uap air diudara. Kelembaban udara adalah tingkat
kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Angka
konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau
kelembapan relatif. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembapan disebut dengan
Higrometer, sedangkan suhu dan kelembaban bersama-sama diukur dengan
thermohygrometer. Persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran Dan Industri standart Kelembaban adalah 40 % - 60 %.

2.3.2 Jenis-jenis Suhu dan Kelembaban

A. Jenis-jenis Kelembaban

14
1. Kelembaban mutlak (absolut), adalah banyak sedikitnya uap air dalam gram
pada 1 cm3 atau jumlah uap air yang dikandung udara pada suatu daerah tertentu
yang dinyatakan dalam gram uap air tiap m3 udara. Kelembaban absolut
tergantung pada suhu yang mempengaruhi kekuatan udara untuk memuat uap air.
Tiap-tiap suhu mempunyai batas dari uap air yang dimuatnya.

2. Kelembaban relatif (nisbi), yaitu perbandingan antara uap air di udara pada suhu
yang sama, dengan jumlah uap air maksimum yang dikandung udara dan
dinyatakan dengan persen. Pada suhu udara yang semakin naik maka kelembaban
relatif akan semakin kecil. Kelembaban relatif paling besar adalah 100%. Pada saat
itu terjadi titik pengembunan, artinya pendinginan terus berlangsung dan terjadilah
kondensasi yaitu uap air menjadi titik air dan jika melampaui titik beku terjadilah
kristal es atau salju. Kelembaban relatif dari suatu campuran udara-air
didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap
tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.Perhitungan kelembaban relatif ini
merupakan salah satu data yang dibutuhkan (selain suhu, curah hujan, dan
observasi visual terhadap vegetasi) (Santoso, 2007).

B. Tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat bergantung


pada beberapa factor sebagai berikut:

a. Suhu. Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan
molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan
benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda- benda lain atau
menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Suhu udara adalah derajat panas
dari aktifitas molekul dalam atmosfer. 8 Alat untuk mengukur suhu temperature
atau derajat panas disebut thermometer. Dimana pada praktikum ini menggunakan
thermometer bola kering dan thermometer bola basah. Suhu dan kelembaban udara
sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga
akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban tinggi,
memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang
karena naik turunnya suhu udara.

b. Kuantitas dan kualitas penyinaran Kualitas intensitas Lamanya radiasi yang


mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai proses

15
fisiologi tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis,
fototropisme, dan fotoperiodisme.

c. Pergerakan angin Semakin tinggi kecepatan pergerakan angin akan lebih


mempercepat pegangkatan uap air menggempul diudara.

d. Tekanan udara Tekanan udara erat kaitannya dengan pergerakaan angin.

e. Vegetasi Semakin banyak vegetasi suatu daerah semakin mempengaruhi tingkat


kelembaban suatu daerah, mengingat tanaman termasuk salah satu penghasil uap
air melaui proses transpirasi.

f. Ketersediaan air di suatu tempat (air tanah)

2.3.3 Dampak Kesehatan Suhu dan Kelembaban

Kelembaban dapat mengancam kesehatan tubuh manusia. Jenis penyakit seperti batuk dan
flu adalah penyakit yang disebabkan oleh masalah kelembaban. Selain flu dan batuk,
infeksi saluran pernapasan juga bisa berisiko. Influenza dan gatal-gatal adalah efek
kelembaban pada kesehatan tubuh Infeksi pernapasan disebabkan oleh kenyataan bahwa
udara menjadi kurang sehat karena spora yang disebabkan oleh jamur yang berkembang
karena kelembaban. Selain jamur yang hidup karena udara basah dan kutu debu, makhluk
ini sering muncul di kasur, selimut atau karpet.

A. Suhu tinggi dapat mengakibatkan :

• Kejang panas (heat cramps), bertambah banyaknya keluar keringat yang


menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh. Gejalanya kejang otot perut
sakit, pingsan, badan terasa lemah, mual dan muntah-muntah.

• Penat panas (heat exhaustion), Penderita biasanya keluar keringat banyak tetapi
suhu badan normal atau subnormal, tekanan darah menurun, denyut nadi lebih
cepat.

• Pukulan atau struk panas (Heat stroke), terjadi karena pengaruh suhu panas
yang sangat hebat, sehingga suhu badan naik, kulit kering dan panas

• Miliaria adalah kelainan kulit, sebagai akibat keluarnya keringat yang


berlebihan.

16
B. Suhu rendah dapat mengakibatkan:

• chilblains, disebabkan oleh bekerja di tempat yang dingin untuk waktu lama.
Gejala: membengkak, berwarna merah, merasa panas dan sakit dengan diselingi
gatal.

• Trench foot adalah kerusakan anggota-anggota badan, terutama kaki, oleh


kelembaban atau dingin, biarpun suhu lingkungan masih berada di atas titik beku.

• Frostbite¸disebabkan akibat suhu yang sangat rendah dibawah titik beku air.
Stadium akhir Frostbite adalah gangren (membusuknya jaringan)

2.3.4 NAB Suhu dan Kelembaban

Menurut Permenkes No. 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja Perkantoran

• suhu ruang perkantoran = 23° C sampai 26° C

• Kelembaban ruang perkantoran = 40-60%

• Kelembaban untuk lobi dan koridor = 30-70%

2.3.5 Metode Pengukuran

 Nama Alat : Thermohigrometer

 Cara kerja :

- Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

- Gantungkan thermohigrometer ditengah ruangan yang akan diukur suhu dan


kelembaban.

- Biarkan thermohigrometer itu sekitar 10-15 menit

- Catat suhu dan kelembaban yang tertera pada thermohigrometer ke dalam buku
catatan

- Ulangi kegiatan tersebut sampai 3 kali

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Keseimpulan

 Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH NO 48. tahun 1996).
Menurut Suma’mur (2009).
 Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Sound Level Meter. Metode pengukuran akibat kebisingan di
lokasi kerja, yaitu: Pengukuran dengan titik sampling dan Pengukuran dengan
peta kontur
 NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI
16-7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam
perhari atau 40 jam perminggu.

 Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) : Pengaruh kebisingan


intensitas tinggi terjadinya kerusakan pada indera, kebisingan dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan
darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat, gangguan sensoris
dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat, dan gangguan
pencernaan.
 Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerjayang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Persyaratan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri standart
intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux.

 Jenis-jenis pencahayaan yang dibagi menjadi : Pencahayaan alami dan Buatan


 Dampak penerangan ruangan kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan
mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan

18
 Alat yang digunakan untuk mengetahui intensitas pencahayaan adalah “lux meter”.
Alat bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenagalistrik oleh
photo electric cell. Intensitas dinyatakan dalam pencahayaan dalam Lux. Intensitas
pencahayaan diukur dengan 2 cara yaitu: pencahayaan umum dan lokal.
 Suhu udara adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan
alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer, sedangkan suhu
dan kelembaban bersama-sama diukur dengan thermohygrometer.

 Kelembaban udara (humidity gauge) adalah jumlah uap air diudara (atmosfer).
Kelembapan adalah konsentrasi uap air diudara. Kelembaban udara adalah tingkat
kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air.

 Jenis-jenis kelembaban ada 2 yaitu : kelembaban mutlak dan kelembaban relatif.

 Menurut Permenkes No. 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja Perkantoran, NAB suhu dan kelembaban yaitu :

• suhu ruang perkantoran = 23° C sampai 26° C

• Kelembaban ruang perkantoran = 40-60%

• Kelembaban untuk lobi dan koridor = 30-70%

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran Dan Industri.
2. Republik Indonesia 2002. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
3. Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 Mengenai Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja.
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang Baku
Tingkat Kebisingan.
5. Kepmenkes RI No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
6. Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga
University Press.
7. Suma’mur, P. K. 1996. Hygiene  Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Jakarta :
Cetakan Kedua. CV. Haji Mas Agung.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,
tentang Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Pembagian Zona Bising Oleh
Menteri Kesehatan.
9. Cok Gd Rai Padmanaba, 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap
Produktivitas Mahasiswa Desain Interior.
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartementID=INT. Diakses pada
tanggal 22 Februari 2010.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat
Kerja.
11. http://eprints.ums.ac.id/18503/2/BAB_II.pdf
12. https://www.slideshare.net/arinideventer/sistem-pengukuran-suhu-dan-kelembaban-
udara
13. Permenkes No. 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Perkantoran.

20
21

Anda mungkin juga menyukai