Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN-B

INVESTIGASI KASUS KERACUNAN MAKANAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penyehatan Makanan
Minuman-B
Tahun Ajaran 2020-2021

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Dewi Widya N P21335118018


Muhammad Dimas S P21335118037
Nadhifa Athira A P21335118040
Nafilza Ibra P21335118044
Renaldi Ardiya H P21335118054
Zahra Hanafa P21335118080

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA


II
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Hang Jebat III/F3 KebayoranBaru Jakarta Selatan 12120 Telp. 021-7397641,
7397643 Fax. 021-7397769 Website : www.poltekkesjkt2.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pelatihan Penjamah Makanan”. Sebagai tugas dan bahan diskusi, yang diberikan oleh dosen
Mata Kuliah Penyehatan Makanan Dan Minuman-B.
Kami berterima kasih kepada para dosen yang telah membeikan arahan dan bantuan,
kami menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak. Oleh Karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis haturkan permohonan maaf atas segala maaf, bila penyusunan
Makalah ini dianggap kurang berkenan, terutama oleh pihak dianggap dirugikan dan lain-lain.
Oleh karena itu keritikan yang bersikap konstruktis senantiasa kami harapkan, baik dari
pembimbing maupun yang membaca Makalah ini agar kami dapat memperbaiki diri.
Oleh sebab itu akibat segalah kekurangan isi Makalah kami, kami ucapkan banyak
terimakasih jika ada segalah kritik dan saran dari berbagai pihak pembaca. Semoga Tuhan yang
Maha Esa senantiasa membalas kebaikan yang telah diperbuat dan memaafkan setiap kekeliruan
yang telah kami lakukan. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
sebab itu kami akan sangat berterima kasih sekirahnya mendapatkan masukan untuk
menyempurnakan.

Jakarta, Oktober 2020

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global,


sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan
penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian pencemaran pangan
terjadi tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene
umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju.
Diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di negara maju mengalami keracunan
pangan setiap tahunnya. Bahkan di Eropa, keracunan pangan merupakan penyebab kematian
kedua terbesar setelah Infeksi Saluran Pernafasan Atas atau ISPA.
Hal inilah yang menarik perhatian dunia internasional World Health
Organization (WHO) mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan atau
dikenal dengan istilah “foodborne disease outbreak” sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua
orang atau lebih yang menderita sakit setelah mengkonsumsi pangan yang secara epidemiologi
terbukti sebagai sumber penularan. Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia mempunyai makna
sosial dan politik tersendiri karena peristiwanya sering sangat mendadak, mengena banyak orang
dan dapat menimbulkan kematian.
Badan POM RI melalui Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, secara
rutin memonitor kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia khususnya keracunan
yang telah diketahui waktu paparannya (point source) seperti pesta, perayaan, acara keluarga
dan acara sosial lainnya. Selama tahun 2004, berdasarkan laporan Balai Besar/Balai POM di
seluruh Indonesia telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan sebanyak 153
kejadian di 25 propinsi.
Jumlah KLB keracunan pangan pada bulan Januari sampai Desember 2004, adalah 153
kejadian di 25 propinsi. Kasus keracunan pangan yang dilaporkan berjumlah 7347 kasus
termasuk 45 orang meninggal dunia.
KLB keracunan pangan terbanyak di Propinsi Jawa Barat yaitu sebesar 32 kejadian
(21%), Jawa Tengah 17 kejadian (11%), DKI Jakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat
3
masing-masing 11 kejadian (7,2%), Bali 10 kejadian (6,5%), DI Yogyakarta 9 kejadian (5,9 %),
Kalimantan Timur 7 kejadian (4,6%),Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan masing-masing 5
kejadian (3,3 %), Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur masing-
masing 4 kejadian (2,6%), Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Tenggara masing-masing
3 kejadian (2%), NAD, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan Maluku masing-masing 2
kejadian (1,3%), Riau, Bangka Belitung, Banten, dan Kalimantan Selatan masing-masing 1
kejadian (0,7%).
Ditinjau dari sumber pangannya, terlihat bahwa yang menyebabkan keracunan pangan
adalah makanan yang berasal dari masakan rumah tangga 72 kejadian keracunan (47,1%),
industri jasa boga sebanyak 34 kali kejadian keracunan (22,2 %), makanan olahan 23 kali
kejadian keracunan (15,0 %), makanan jajanan 22 kali kejadian keracunan (14,4 %) dan 2 kali
kejadian keracunan (1,3 %) tidak dilaporkan.
Berdasarkan data tersebut sumber pangan penyebab keracunan pangan terbesar yaitu
masakan rumah tangga. Hal ini disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kebersihan
dan higiene pengolahan pangan (makanan dan air) dalam rumah tangga masih cukup rendah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KERACUNAN MAKANAN


keracunan makanan adalah penyakit yang dihasilkan akibat dari penggunaan makanan
yang tercemar, patogen bakteri, virus, atau parasit yang mencemari makanan, dan juga kimia
atau racun alami seperti sebagai jamur. keracunan makanan dapat diartikan sebagai suatu
kondisi penyakit yang ditimbulkan jika seseorang selesai mengkonsumsi makanan. Penyakit
yang dirasakan dapat berupa pusing, muntah diare, panas, atau hanya seperti reaksi alergi gatal-
gatal dan pembengkakan
Onset gejala dan tingkat keparahan tergantung pada waktu yang infeksi yang diperlukan
untuk kalikan dan memegang. Kali ini disebut periode inkubasi-nya. Ada lebih dari 250 penyakit
yang bertalian dengan makanan.
CDC memperkirakan bahwa 68% dari kasus-kasus keracunan makanan yang disebabkan
karena organisme tidak terdeteksi atau tidak diketahui. Hal ini karena kebanyakan kasus
menyelesaikan sendiri dan tidak memerlukan rawat inap. Penyebab adalah terutama dua-
organisme menular dan racun. Keracunan makanan dapat diklasifikasikan menurut keparahan
dan awal.
Keracunan makanan yang merupakan istilah masyarakat pada umumnya di setiap
dampak yang ditimbulkan sehabis mengkonsumsi makanan, tanpa memperhatikan Apa
penyebab sesungguhnya. Jika dilihat dari sumber penyebab timbulnya masalah atau gangguan
kesehatan bagi seseorang setelah mengkonsumsi makanan dapat dibagi menjadi di dua
kelompok yaitu: infeksi makanan dan keracunan makanan. Istilah infeksi makanan lebih
disebabkan karena masuknya sumber kontaminan atau mikroorganisme ke dalam tubuh dan
menimbulkan gangguan kesehatan misalnya seperti tertelan Salmonella thypi, virus hepatitis B.
Sedangkan untuk keracunan makanan karena yang masuk ke dalam tubuh seseorang adalah
toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme bisa jadi mikroorganismenya sendiri sudah mati
atau tidak ada, misalnya toksin Clostridium botulinum, Alfa toksin dan lain sebagainya.

5
B. PROSEDUR PENYELIDIKAN KERACUNAN KARENA MAKANAN.

Jika terjadi kasus keracunan diakibatkan oleh makanan, maka sebagian petugas sanitasi harus
melakukan penyelidikan atau investigasi terhadap kejadian tersebut langkah-langkah
investigasi adalah:

 Bila terjadi kasus diare yang dilaporkan oleh pusat layanan kesehatan atau
puskesmas atau RS atau institusi ataupun perorangan, umumnya salmonellosis yang
pertama-tama disangka.
 Lakukan wawancara terhadap Semua kasus tersangka serta mencari informasi bila
ada kasus yang tidak dilaporkan.
 Kemudian temukan rata-rata waktu mulainya gejala (onset time) yaitu 12 sampai 14
jam atau rata-rata 18 jam untuk masa inkubasi Salmonella sehingga didapat jam
berapa makanan yang terinfeksi dimakan
 Melakukan wawancara terhadap pasien dan orang-orang yang makan pada jam yang
diperkirakan tersebut, jenis makanannya dan tempat makan.
 Lalu dihitung persentase orang yang sakit yang makan makanan yang dihidangkan
pada jam tersebut, dibandingkan dengan persentase orang yang sakit tetapi tidak
makan makanan tersebut . persentase yang tinggi dari orang yang sakit akan
dijumpai pada orang yang makan makanan terinfeksi, dan persentase yang rendah
bila ada akan dijumpai pada orang-orang yang tidak makan makanan yang terinfeksi.
 Jika tidak ditemukan tempat makan yang umum pada jam yang diperkirakan, maka
dicoba mencari tempat umum lainnya atau data dari pasien Apakah mereka memiliki
kesamaan tempat makan, misalnya pada sebuah pesta hajatan perusahaan.
 Setelah didapat sumber makanan terkontaminasi maka perlu dijajaki dan diselidiki
Bagaimana makanan tersebut dapat terkontaminasi, sehingga dapat dicegah kejadian
berikutnya atau pun dapat menjadi suatu kajian Apakah penyelenggara makanan
tersebut dapat diberikan atau diperpanjang izinnya
 Diagnosa hasil salmonella atau bakteri lain harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap sampel makanan atau muntahan dengan sampel klinik lain
dari penderita.

6
Makanan disebut sebagai sumber infeksi bila cukup mengandung organisme
infeksius yang menyebabkan manusia sakit makanan hanya dapat menjadi sumber
infeksi bila:
 Vulnarable (dapat menyebabkan pertumbuhan organisme infeksius)
 Terkontaminasi (organisme infeksius ditemukan di dalamnya dan dalam jumlah
yang cukup sesuai dengan patogenitasnya)
 Temperatur yang cocok (untuk pertumbuhan organisme infeksius tersebut)
 Waktu yang adekuat (dari mulai makanan terkontaminasi sampai dimakan untuk
pertumbuhan organisme menjadi infektif)
Contoh bagi salmonella, makanan yang sempurna label adalah makanan yang
mengandung air/aw dan protein tinggi temperatur yang cocok untuk pertumbuhan
salmonella antara 10 sampai 45 oC waktu yang adekuat bagi salmonella untuk
berkembang biak cukup dalam waktu 4 jam.

C. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA HASIL PENYELIDIKAN KASUS


KERACUNAN KARENA MAKANAN
Dari data hasil penyelidikan terhadap pasien sakit ataupun orang-orang yang
makan makanan terduga kontaminasi, maka data didiolah dengan cara:
 Membuat tabel ringkasan
 Membuat attack rate table
 Menghitung persentase antara orang yang makan dan tidak makan makanan pernah
vurnarable

Contoh kasus :
Dugaan keracunan makanan pada tanggal 17 Mei 2014, jumlah orang yang
sakit berasal dari acara yang sama dan jumlah kasus sementara 7 orang karena
dilakukannya acara peresmian Mikrohidro yang dilaksanakan oleh warga setempat
tanggal 16 Mei 2014 di Desa Banjaroyo. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
tim seksi acara, undangan yang disebarkan sebanyak 204 ekslamplar yang berhasil
diwawancarai sebanyak 230 orang dimana 60 orang tidak mengalami sakit dan 170
orang mengalami sakit.
 Analisis yang digunakan yaitu univariat, bivariat menggunakan uji chi-square,
Attributable risk dan analisis multivariat menggunakan uji logistik berganda

7
 Pelacakan dilakukan di desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang sebagai
tempat kejadian dugaan keracunan makanan dan catering sebagai tempat
pengolahan makanan.
Tabel 1 Distribusi Menurut Gejala – gejala Keracunan Makanan.

GEJALA N (JUMLAH) %
Diare 169 73,16
Nyeri/ Kram Perut 155 67,10
Mual 113 48,92
Kejang Perut 82 35,50
Lemas 66 28,57
Pusing 57 24,68
Mules 39 16,88
Panas 15 6,49
Tremor 11 4,76
Muntah 5 2,16

Berdasarkan Tabel 1., menunjukkan bahwa gejala yang banyak dirasakan


responden adalah diare (73,16%), dari gejala yang dirasakan paling banyak,
selanjutnya ditetapkan diagnosa banding penyakit. Gejala yang dirasakan responden
dugaan sementara penyebab keracunan makanan acara di Desa Banjaroyo adalah
Bacillus Cereus, C. Perfringen dan Staphylaccocus Aureus. Berdasarkan dari hasil
investigasi penderita yang diobati sebanyak 117 penderita dengan gejala utama
diare, mulas, dan pusing, semua pasien boleh pulang (rawat jalan) dan dilaporkan
sekitar 8 orang yang berobat ke bidan setempat. Sampel makanan catering dan
beberapa snack dikirim ke BLK Yogyakarta. Setelah dilakukan pemasangan
menurut jenis kelamin dan umur responden yang mengalami keracunan makanan
yang paling tinggi pada umur 21-45 tahun sebanyak 29 orang (48,33%) dan menurut
jenis kelamin adalah laki-laki sebanyak 41 orang (68,33%). Responden yang
mengalami sakit paling tinggi setelah mengonsumsi makanan yang dihidangkan
dalam acara tersebut adalah laki-laki sebanyak 41 orang (68,33%) sebelumnya
dilakukan matching menurut umur dan jenis kelamin.

Grafik Epidemik

8
60
50
40
30
20
10
0
06.00 08.01 10.01 12.01 14.01- 16.01 18.01 20.01 22.01 (17- 02.01 04.01 06.01 08.01
- - - - 16.00 - - - - 05- - - - -
08.00 10.00 12.00 14.00 18.00 20.00 22.00 24.00 13) 04.00 06.00 08.00 10.00
00.01
-
02.00

Keterangan :

 06.00 – 08.00 : Jam Pengambilan Makanan


 12.01 – 14.00 : Jam Makan
 08.01 – 10.00 : Investigasi dilakukan tanggal 17 – 05 – 13
Berdasarkan grafik epidemik menunjukkan bahwa adanya jarak interval waktu
dari jam mengonsumsi makanan dengan munculnya gejala pertama memberikan
indikator kemungkinan kontaminasi toksin (racun) dari bakteri pada makanan,
ketahanan tubuh masing-masing orang berbeda serta jumlah makanan pada makanan
yang dimakan. Kurva epidemik tersebut menunjukkan cara penularan pada peristiwa
keracunan pasca acara tersebut adalah common source artinya penularan keracunan
makanan bersumber dari satu sumber yang berlangsung dalam waktu yang cepat.
Keracunan makanan yang terjadi kemungkinan adanya keterkaitan erat dengan
menu yang dimakan sebelumnya. Menu yang disuguhkan dalam dus yaitu nasi,
ayam, gudeg, sambel krecek, telur. Snack berasal dari produksi warga setempat
terdiri dari kacang, pisang, buah naga, geblek, tiwul, tempe koro/benguk, nasi
jagung, gula semut, bajingan, dan klepon. Mengetahui kemungkinan risiko pada
masing-masing makanan dengan menghitung attack rate perjenis makanan dan untuk
mengetahui asosiasi menggunakan odds ratio pada studi kasus control.

Tabel 2. Attributable risk Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan


Olahan Catering Makanan

9
Tabel 3. Attributable risk Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Lokal

Tabel 3. Attributable risk Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Lokal

Tabel 4. Odds Ratio Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Olahan.

10
Tabel 5. Odds Ratio Menurut Jenis Keracunan Makanan

Hasil yang diperoleh bahwa Attributable risk yang paling tinggi menurut jenis
olahan makanan catering adalah nasi (50,6%). Artinya, jika nasi tidak dikonsumsi
oleh populasi yang berisiko kemungkinan akan terjadi penurunan proporsi kasus
sebesar 50,6% (Tabel 2).

11
Sedangkan hasil yang diperoleh berdasarkan (Tabel 3) menunjukkan bahwa
Attributable risk yang paling tinggi menurut jenis olahan makanan lokal adalah
pisang rebus dan kacang rebus.
Artinya, jika pisang rebus atau kacang rebus tidak dikonsumsi oleh populasi
yang berisiko kemungkinan akan terjadi penurunan proporsi kasus sebesar 3,4% atau
2,3%. Nilai OR yang paling tinggi adalah gudeg sebesar 38 (p=0,000;- CI=5,21-
276,76) artinya orang yang makan gudeg lebih rentan berisiko mengalami sakit
sebesar 38 kali dibandingkan dengan orang yang tidak makan gudeg (Tabel 4).
Berdasarkan (Tabel 5) dapat dijelaskan bahwa sambal krecek (OR=6,7) artinya
orang yang makan sambal krecek berisiko mengalami sakit sebesar 7 kali daripada
orang yang tidak makan sambal krecek (p=0,018;CI=1,3-34,3), ayam bacem
(OR=10,4) artinya orang yang makan ayam bacem berisiko mengalami sakit sebesar
10 kali daripada orang yang tidak makan ayam bacem (p=0,002;CI=2,34-46,70).
Hasil pemeriksaan laboratorium spesimen makanan catering yaitu
Staphylococcus, Aeromonas Sobri, Jamur/Yeast, Pseudomonas Aeruginosa, dan
Enterobacter Aerogenes, sedangkan makanan lokal mengandung bakteri patogen
yaitu Staphylococcus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan penjamah makanan diperoleh informasi
bahwa semua yang telah dilakukan dari pembelian bahan mentah, penyimpanan
bahan mentah, pengolahan bahan mentah, penyimpanan makanan siap saji,
pemanasan makanan serta pengepakan makanan telah dilakukan sesuai prosedur
yang baik dan benar. Pengolahan makanan dilakukan seluruh penjamah makanan
dalam keadaan sehat serta kondisi dapur bersih.
Waktu pelaksanaan diolahnya bahan makanan dimulai pada jam 15.00 WIB
tang gal 15 Mei sampai selesai lalu didiamkan dalam suhu kamar dan wadah
makanan tersebut ditutup. Makanan dihangatkan kembali pada jam 04.00 WIB
tanggal 16 Mei, makanan yang telah hangat lalu dikemas ke kotak kemudian
makanan kotak tersebut diambil oleh pihak penyelenggara pada jam 08.00 WIB
tanggal 16 Mei 2014. Makanan tersebut diambil dan dibawa ketempat acara dengan
kendaraan tertutup. Hasil wawancara dari pihak penyelenggara dikatakan bahwa nasi
kotak tersebut diambil jam 08.00 WIB dan diletakkan diatas meja dengan ruangan
terbuka. Kemudian dikonsumsi jam 12.00 WIB.

12
Berdasarkan hasil investigasi menurut masa inkubasi, gejala yang dirasakan
oleh penderita dan grafik kurva epidemik serta jenis makanan yang dicurigai
menyebabkan keracunan makanan dapat dilihat dari hasil nilai uji multivariat adalah
ayam bacem (OR=10,4), dan sambel krecek (OR=6,7), serta makanan tersebut
diduga terkontaminasi oleh bakteri Staphylococcus. Hasil penemuan epidemiologi
sama dengan hasil laboratorium yang diperoleh bahwa positif Staphylococcus,
berdasarkan jenis makanan dari catering dan lokal.

D. PENANGGULANGAN KERACUNAN KARENA MAKANAN


Ada kebanyakan kasus, khususnya pada keracunan makanan yang disebabkan
oleh virus, kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Meski
begitu, gejala keracunan makanan akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat
menjadi parah.
Untuk mengatasi keracunan makanan, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan, yaitu:

1. Cukupi kebutuhan cairan tubuh


Diare dan muntah akibat keracunan makanan dapat membuat tubuh
kehilangan banyak cairan. Anda perlu mengisi kembali cairan ini dengan
memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi.
Selain minum air putih, Anda juga bisa mengonsumsi minuman elektrolit dan
makanan berkuah atau sup untuk mengembalikan cairan dan elektrolit tubuh yang
hilang. Minumlah sedikit-sedikit tapi sering, agar tidak mual.

2. Santap makanan yang tepat


Saat gejala baru muncul, disarankan untuk tidak mengonsumsi makanan apa
pun terlebih dahulu selama beberapa jam.
Setelah merasa lebih nyaman, coba konsumsi makanan yang mudah dicerna,
yaitu makanan rendah lemak, rendah serat, dan tanpa banyak tambahan bumbu.
Beberapa contoh makanan ini adalah nasi atau bubur, kentang, pisang, dan madu.

13
Anda juga sebaiknya menghindari makanan yang pedas, berminyak, dan
terlalu banyak bumbu, serta makanan dan minuman yang asam karena dapat
memperparah gejala. Selain itu, hindari juga konsumsi minuman yang mengandung
alkohol, kafein, atau susu.

3. Hindari penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter


Diare dan muntah selama keracunan makanan adalah proses alami tubuh untuk
membersihkan saluran cerna dari racun dan bakteri, virus, serta parasit berbahaya.
Maka dari itu, sebaiknya hindari penggunaan obat diare,
seperti loperamide pada waktu-waktu awal terjadinya keracunan makanan. Minum
obat diare justru bisa memperpanjang gejala keracunan.
Selain itu, gejala diare akibat keracunan makanan juga tidak selalu perlu
diobati dengan antibiotik. Hal ini karena antibiotik tidak dapat mengobati keracunan
makanan yang disebabkan oleh virus.
Untuk menentukan apakah keracunan makanan perlu diobati dengan obat
diare dan antibiotik, sebaiknya konsultasikan ke dokter terlebih dahulu.

4. Konsumsi air jahe


Untuk membantu meredakan mual dan rasa tidak nyaman di perut, cobalah
minum air jahe. Minuman jahe dikenal memiliki efek menenangkan bagi saluran
cerna.
Selain jahe, keracunan makanan juga bisa ditangani dengan mengonsumsi
asupan yang mengandung probiotik, seperti yoghurt, yang dapat menyehatkan
kembali saluran cerna. Meski begitu, yoghurt lebih baik dikonsumsi saat kondisi
tubuh sudah mengalami perbaikan.

5. Istirahat yang cukup


Saat mengalami keracunan makanan, perbanyaklah istirahat agar daya tahan
tubuh dapat bekerja optimal untuk melawan kuman penyebab keracunan. Selain itu,
gejala keracunan makanan juga dapat membuat tubuh lemas. Oleh karena itu,
dibutuhkan istirahat yang cukup untuk mengembalikan energi.

14
Gejala Keracunan Makanan yang Perlu Segera Diobati oleh Dokter. Gejala keracunan
makanan umumnya akan mereda dalam beberapa hari hingga satu minggu. Segeralah  ke
dokter bila gejala keracunan makanan tidak kunjung membaik atau disertai dengan:

 Demam tinggi
 Kram parah pada perut
 BAB berdarah
 Pandangan kabur
 Otot-otot tubuh terasa lemah
 Kesemutan atau mati rasa
 Muntah setiap kali makan atau minum
 Sangat lemas atau pingsan

Anda mungkin perlu diinfus dan dirawat di rumah sakit bila dokter menilai
kondisi keracunan makanan yang dialami cukup parah dan disertai dengan dehidrasi.
Dokter juga akan memberikan antibiotik apabila keracunan makanan disebabkan
oleh bakteri.
Agar keracunan makanan dapat dihindari, jaga kebersihan makanan yang akan
dikonsumsi, cuci bahan makanan sebelum diolah, masak makanan hingga benar-
benar matang, cuci tangan sebelum makan, dan jangan menyantap makanan sudah
berbau tak sedap, berlendir, atau berjamur.

15
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Keracunan makanan adalah segala gejala yang timbul akibat makanan
yang terkontaminasi. Makanan terkontaminasi dapat mengandung organisme
infeksius berupa bakteri, virus, maupun parasit atau toksin yang dihasilkan oleh
organisme tertentu. Organisme infeksius atau toksin dapat mengkontaminasi
makanan pada segala titik dari mulai proses, produksi atau distribusi suatu makanan.
Kontaminasi makanan dapat terjadi di segala titik pembuatan makanan, mulai
dari proses pengambilan bahan baku, pemasakan, hingga pengedaran makanan.
Kontaminasi ini terjadi di segala tempat, mulai dari kantin, katering, hingga di
rumah sendiri. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari
keracunan makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang, yaitu:
 Mencuci tangan
 Menyimpan bahan makanan dengan tepat
 Penyimpanan bahan makanan
 Membuang makanan yang meragukan

Selain itu, lakukan pengolahan makanan sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada,
agar tidak terjadi dan menghindari kontaminasi silang.

b. Saran
Penjamah makanan harus lebih menjaga personal hygine, dan menjaga pengolahan
makanan mulai dari pembelian bahan, pengolahan makanan, hingga penyajian
makanan yang sudah di olah. Masak makanan dengan tingkat kematangan yang
sempurna sesuai dengan jenis bahan makanannya. Segera konsumsi makanan yang
sudah selesai di olah agar makanan tidak terkontaminasi jika makanan dikonsumsi
terlalu lama dari waktu produksi, pastikan wadah pengolahan dan penyajian juga
hygienis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, Kusrini, dkk. 2011. Serial Buku Ajar Kesehatan Lingkungan, Penyehatan
Makanan dan Minuman-B. Jakarta : Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Jakarta II.

https://id.wikipedia.org/wiki/Keracunan_makanan

http://laboratoriumlingkungan.blogspot.com/2011/04/makalah-investigasi-wabah-klb-
keracunan.html

17

Anda mungkin juga menyukai