Anda di halaman 1dari 35

KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA FISIK

KEBISINGAN DAN RADIASI DI LINGKUNGAN KERJA

Dibuat untuk memenuhi Tugas dalam mata kuliah :


KESEHATAN LINGKUNGAN

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Jalius, MS

Disusun Oleh :
Nama : Rista Agustin
NIM : P2F119027

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan fisik di tempat kerja merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang
kenyamanan dan produktivitas pekerja. Bahkan, gangguan kesehatan dapat timbul akibat
lingkungan fisik yang buruk. Menurut Manuaba (1992) dalam (Cahyadi, 2011) lingkungan
kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia untuk dapat beraktivitas secara optimal
dan produktif. Aspek-aspek kesehatan lingkungan kerja salah satunya diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan No 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, yaitu meliputi persyaratan air, udara, limbah,
pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan lokasi,
ruang dan bangunan, toilet dan instalasi.
Ditempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti;
faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut akan
menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. bahwa lingkungan keja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja
untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus
ditangani dan di desain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk
melaksanakan kegiatan dalam suasana yang nyaman dan aman (Manuaba, 1992 dalam
Tarwaka, dkk, 2004).
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik yakni Kebisingan, Radiasi, getaran,
cahaya, kelembaban, Temperatur, ketinggian, dll. Dalam melakukan pencegahan Penyakit
akibat Kerja yang disebabkan oleh faktor lingkungan kerja fisik perlu dilakukan identifikasi
bahaya dan penilaian faktor lingkungan kerja fisik. Penilaian faktor fisik lingkungan kerja di
tempat kerja telah diatur dalam Kepmenaker No. Kep-51/ME N/1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Peraturan ini dibuat untuk melindungi tenaga kerja dari
berbagai macam resiko yang kemungkinan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Kebisingan atau noise pollution sering diartikan sebagai suara atau bunyi yang tidak
diinginkan (unwanted sound) atau suara yang salah pada waktu yang salah. Pengaruh utama
kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan indra pendengaran yang dapat
menyebabkan ketulian (Chandra, 2006). Kebisingan yang melebihi ambang batas dapat
menimbulkan banyak efek terhadap kesehatan, termasuk tekanan darah tinggi, kinerja
menurun, kesulitan tidur, mudah marah dan stres, tinitus, pergeseran ambang batas
sementara dan ketulian.
Gangguan pendengaran merupakan efek paling serius karena
menyebabkan kerusakan permanen pada mekanisme pendengaran dari telinga bagian dalam
(Nelson et al., 2005).
Sedangkan radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi.
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kebisingan

2.1.1. Pengertian Kebisingan

Suara adalah sensasi yang sewaktu vibrasi longitudinal dari molekulmolekul

udara, yang berupa gelombang mencapai membrana timpani dari telinga

(Perhimpunan Ahli Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Indonesia, 1985). Tambunan

(2005), menyatakan bahwa dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja,

pembahasan suara (sound) agak berbeda dibandingkan pembahasan-pembahasan suara

dalam ilmu fisika murni maupun fisika terapan. Dalam K3, pembahasan suara lebih

terfokus pada potensi gelombang suara sebagai salah satu bahaya lingkungan potensial

bagi pekerja di tempat kerja beserta teknik-teknik pengendaliannya. Kebisingan

adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu

dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan

lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun 1996). Menurut Keputusan Menteri Tenaga

Kerja No KEP–51/MEN/I999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat

Kerja, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari

alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran. Bising adalah campuran berbagai suara yang

tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan dan merupakan salah satu

“penyakit lingkungan” yang penting saat ini (Slamet, 2006). Sumbernya dapat

berhubungan dengan kemajuan pembangunan, transportasi udara, laut dan darat,

kebisingan industri, serta kebisingan dari tempat rekreasi (Joseph, 2009).

Sedangkan Menurut Suma’mur (2009), bunyi atau suara didengar sebagai

rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam telinga oleh gelombang longitudinal

yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut

merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau
suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar

kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian

dinyatakan sebagai kebisingan. Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak

dikehehendaki. Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja,

seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan

ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan

pendengaran, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan pendengaran

seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa

kerja, kelelahan dan stres. Jenis pekerjaan yang melibatkan paparan terhadap

kebisingan antara lain pertambangan, pembuatan terowongan, mesin berat,

penggalian (pengeboman, peledakan), mesin tekstil, dan uji coba mesin jet. Bising

dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau

bunyi yang menjengkelkan. Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh

siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi

pekerja akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka

pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan

sehingga akan menimbulkan kerugian (Anizar, 2009). Frekuensi kebisingan juga

penting dalam menentukan perasaan yang subjektif, namun bahaya di area

kebisingan tergantung pada frekuensi bising yang ada (Ridley, 2003). Menurut

Harrianto (2008), tuli dapat disebabkan oleh tempat kerja yang terlalu bising. Yang

dimaksud dengan “tuli akibat kerja” yaitu gangguan pendengaran parsial atau total

pada satu atau kedua telinga yang didapat di tempat kerja. Termasuk dalam hal ini

adalah trauma akustik 10 dan tuli akibat kerja karena bising. Industri yang

menghasilkan pajanan 90 dBA atau lebih ditemukan pada pabrik tekstil,

penggergajian kayu, industri mebel, produk-produk yang menggunakan bahan baku

logam, dan industri otomotif.


2.1.2. Jenis Kebisingan

Menurut Buchari (2007), kebisingan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas, misalnya mesin-
mesin, dapur pijar, dan lain-lain.
2. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit, misalnya
gergaji serkuler, katup gas, dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah kebisingan dimana
suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan, misalnya lalu-
lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.

Sedangkan berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas:


1. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras, misalnya
mendengkur.
2. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secra tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya
tenggelam dari bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise), adalah bunyi yang melampaui
NAB. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi pendengaran.

2.1.3. Pengukuran Kebisingan

Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan


menggunakan alat Sound Level Meter. Sebelumnya, intensitas bunyi adalah jumlah
energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang per detik. Metode pengukuran akibat
kebisingan di lokasi kerja, yaitu:

1. Pengukuran dengan titik sampling Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan


diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja.
Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan yang
disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya kompresor/generator. Jarak
pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1
meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang
digunakan.
Gambar 2.1.3.1 Sound Level Meter
2. Pengukuran dengan peta kontur Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat
bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan
gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini
dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai
dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk
menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan
intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye untuk tingkat kebisingan yang tinggi
di atas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85–90
dBA.

2.1.4. Nilai Ambang Batas Kebisingan

NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI
16-7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam perhari
atau 40 jam perminggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih diterima tenaga kerja tanpa
menghilangkan daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8
jam sehari atau 40 jam perminggu. Menurut Permenaker No. per-51/MEN/1999,
ACGIH dan SNI 16- 7063-2004, waktu maksimum bekerja dapat dirumuskan sebagai
berikut:

8
T=
2(𝐿−85).3−1

L = {[2 log (8.T-1)]}.3}+85 13

Keterangan:

T = Waktu (jam)

L = Pajanan kebisingan
Tabel 2.1.4.1. NAB kebisingan berdasarkan Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999

No Tingkat Kebisingan (dBA) Pemajan Harian


1 82 16 jam
2 83,3 12 jam
3 88 8 jam
4 85 4 jam
5 91 2 jam
6 94 1 jam
7 97 30 menit
8 100 15 menit

Kebisingan di atas 80 dB dapat menyebabkan kegelisahan, tidak enak badan,


kejenuhan mendengar, sakit lambung, dan masalah peredaran darah. Kebisingan yang
berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalahmasalah kelainan seperti
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan luka perut. Pengaruh kebisingan yang
merusak pada efisiensi kerja dan produksi telah dibuktikan secara statistik dalam
beberapa bidang industri (Prasetio, 2006).

2.1.5. Dampak Kebisingan

Sanders dan Mc Cormick, 1987, dan Pulat, 1992, dalam Tarwaka (2004)
menyatakan bahwa pengaruh pemaparan kebisingan secara umum ada dua
berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan,
yaitu:

1. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB)


a. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi terjadinya kerusakan pada indera
pendengaran yang dapat menurunkan pendengaran baik yang bersifat
sementara maupun permanen atau ketulian.
b. Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-
putus dan sumbernya tidak diketahui.
c. Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah (± 10 mmHg),
peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama tangan dan kaki,
serta dapat menyebabkan pucat, gangguan sensoris dan denyut jantung, risiko
serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan. d. Reaksi masyarakat,
apabila kebisingan akibat dari suatu proses produksi demikian hebatnya,
sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut
dihentikan.

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila


terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam
telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah
tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.

2. Pengaruh kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB) Secara fisiologis


intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tidak menyebabkan kerusakan
pendengaran, namun demikian kehadirannya sering dapat menurunkan performasi
kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres
yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan antara lain:
a. Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
Seperti halnya dampak dari bising intensitas tinggi, bising intensitas
rendah juga dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga
yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur,
dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem
pencernaan, dan keseimbangan elektrolit.
b. Gangguan reaksi psikomotorik.
c. Kehilangan konsentrasi.
d. Gangguan konsentrasi antara lawan bicara. Biasanya disebabkan masking
effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau
gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan
dengan berteriak. Gangguan ini mengakibatkan terganggunya pekerja,
sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar
isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan seseorang.
e. Penurunan performasi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada
kehilangan efisiensi dan produktivitas. Kemampuan seorang tenaga kerja
berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung kepada:
1. Ketrampilan. Semakin tinggi ketrampilan yang dimiliki, semakin
efisien badan dan jiwa pekerja, sehingga beban kerja menjadi relatif
sedikit. Tidaklah heran jika angka sakit dan mangkir kerja sangat
kurang pada mereka yang memiliki ketrampilan tinggi, lebih-lebih bila
mereka memiliki cukup motivasi dan dedikasi.
2. Keserasian (fitness). Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang
penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Hal ini tidak saja
pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga gambaran
keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaannya, yang banyak
dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan, dan
pengetahuan yang dimiliki.
3. Keadaan gizi. Tingkat gizi, terutama bagi pekerja kasar dan berat
adalah faktor penentu derajat produkvitas kerjanya. Biasanya kerja
yang berat disertai penurunan berat badan.
4. Jenis kelamin. Laki-laki dan wanita berbeda dalam kemampuan
fisiknya, dan juga kekuatan kerja otot. Menurut pengalaman, ternyata
siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik,
melainkan lebih bersifat sosial dan budaya, kecuali pada mereka yang
mengalami kelainan haid
5. Usia. Proses menjadi tua serta disertai kurangnya kemampuan kerja
oleh karena perubahan pada alat-alat tubuh, system cardiovascular, dan
hormon.
6. Ukuran tubuh. Baik secra statis ataupun dinamis harus digunakan
sebagai pedoman pembuatan ukuran mesin dan alat-alat kerja sehingga
dicapai efisiensi dan produktivitas kerja semaksimal mungkin.

2.1.6. Pengendalian Kebisingan

Secara konseptual teknik pengendalian kebisingan yang sesuai dengan hirarki


pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) adalah :
1. Eliminasi
Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yan bersifat permanen dan harus
dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai
dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan
tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh
ketentuan, peraturan dan standart baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang
Batas (NAB).
2. Subtitusi
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan
yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau
yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias
ditoleransi atau dapat diterima.
3. Engenering Control
Pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah struktur objek kerja untuk
menceganh seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian
pengaman pada mesin.
4. Isolasi
Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari
objek kerja. Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan
menghalangi paparan kebisingan suatu sumber agar tidak mencapai penerima,
contohnya : pemasangan barier, enclosure sumber kebisingan dan tehnik
pengendalian aktif (active noise control) menggunakan prinsip dasar dimana
gelombang kebisingan yang menjalar dalam media penghantar dikonselasi dengan
gelombang suara identik tetapi mempunyai perbedaan fase 1800 pada gelombang
kebisingan tersebut dengan menggunakan peralatan control.
5. Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja
yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode
pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerja dan memerlukan
pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian secara administratif ini.
Metode ini meliputi pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk
mengurangi kelelahan dan kejenuhan.
6. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan
untuk jangka pendek dan bersifat sementara, ketika suatu sistem pengendalian
yang permanen belum dapat diimplementasikan. APD (Alat Pelindung Diri)
merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian risiko tempat kerja.
Antara lain dapat dengan menggunakan alat proteksi pendengaran berupa : ear
plug dan ear muff.
Ear plug dapat terbuat dari kapas, spon, dan malam (wax) hanya dapat digunakan
untuk satu kali pakai. Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang
dicetak (molded rubber/ plastic) dapat digunakan berulang kali. Alat ini dapat
mengurangi suara sampai 20 dB(A). Sedangkan untuk ear muff terdiri dari dua
buah tutup telinga dan sebuah headband. Alat ini dapat mengurangi intensitas
suara hingga 30 dB(A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari
benturan benda keras atau percikan bahan kimia

2.1.7. Kasus Terkait Kebisingan di Jambi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Peppy, 2016 bahwa terdapat dampak
kebisingan yang terjadi dalam 17 kali penerbangan dalam satu hari di Bandara Sultan
Thaha Jambi terhadap Masyarakat sekitar permukiman. Berdasarkan pengukuran
yang dilakukan selama 8 hari di sekitar kawasan Permukiman Bandara Sultan Thaha
Jambi dari tanggal 13 februari-20 februari 2014 pada 3 daerah titik sampling
didapatkan tingkat kebisingan rata-rata diatas ambang batas 55 dB sehingga
memperlihatkan kawasan tersebut tidak layak dijadikan kawasan pemukiman. Dan
Dari hasil kuisioner didapatkan persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandara
Sultan Thaha kurang baik hal ini dikarenakan masyarakat banyak mengalami perasaan
tidak nyaman dan gangguan pendengaran. Selain itu berdampak buruk terhadap faktor
psikologis seperti gangguan emosional, kurang konsentrasi dan gangguan istirahat
pada siang hari.

Selain itu penelitian lain yang di lakukan oleh Putri, dkk (2016) di PLTD/G
Payo Selincah Jambi bahwa terdapat hubungan antara variabel intensitas kebisingan,
lama pajanan dan masa kerja dengan kejadian tekanan darah pada pekerja di PLTD/G
Payo Selincah Kota Jambi.
2.2. Radiasi

2.2.1. Pengertian Radiasi

Radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang


karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya
(BAPETEN, 2010). Sedangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (2008),
menyatakan bahwa Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang
dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari
sumber radiasi.

Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita,
contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave
oven), komputer, dan lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik
atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan
muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi
tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan
handphone.

Gambar 2.2.1. Radiasi Pengion dan non pengion


Sumber : Batan Eksiklopedi, 2008

2.2.2. Jenis Radiasi


Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-
pengion (BATAN, 2008).
1. Radiasi Pengion Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan
proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi
dengan materi. Jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar
gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus.
Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar
gamma (γ), sinar-X dan partikel neutron (BATAN, 2008).
Radiasi pengion adalah radiasi yang apabila menumbuk atau menabrak
sesuatu, akan muncul partikel bermuatan listrik yang disebut ion. Peristiwa
terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini kemudian akan menimbulkan efek atau
pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup. Radiasi pengion disebut juga radiasi
atom atau radiasi nuklir. Yang termasuk ke dalam radiasi pengion adalah sinar-X,
sinar gamma, sinar kosmik, serta partikel beta, alfa dan neutron.
a. Karakteristik Sinar Alpha
1. Mempunyai inti atom helium yang bermuatan positif 2 dan
mempunyai berat massa 4 sma. Sinar alpha mempunyai 2 neutron dan
2 proton yang membentuk 4 nukleon
2. Jika sinar alpha dibelokkan melewati medan magnetik akan
bermuatan positif
3. Mempengaruhi plat dotografi dan menyebabkan fluorensi pada bahan
fluorescent
4. Sinar alpha akan terjadi perpindahan energi jika mengenai suatu
materi
5. Memiliki daya tembus kecil (daya jangkau 2,8 – 8,5 cm dalam udara)
6. Dapat mengionsasi molekul yang dilaluinya
7. Memiliki energi kinetik yang besar.
8. Sinar alfa ini dapat menyebabkan satu atau lebih elektron suatu
molekul lepas, sehingga molekul berubah menjadi ion (ion positif dan
elektron) per cm bila melewati udara, dalam medan listrik dapat
dibelokkan ke arah kutub negative
9. Partikel-partikel alfa bergerak dengan kecepatan antara 2.000 –
20.000 mil per detik, atau 1 – 10 persen kecepatan cahaya.
10. Efektif memproduksi pasangan ion (di udara memproduksi 30.000-
100.000 pasangan ion) radiasi dari luar tubuh tidak bisa menembus
kulit, tapi bila emisinya masuk dalam tubuh & memproduksi banyak
pasangan ion dapat menyebabkan kerusakan lokal di kulit.
b. Karakteristik Sinar Betha
1. Radiasi sinar beta mempunyai muatan negatif 1 yang kecepatan
perambatannya menyamai kecepatan cahaya.
2. Jika sinar beta dibelokkan melewati medan magnetik akan bermuatan
negatif.
3. Daya ionisasinya lebih lemah dari sinar alfa, memproduksi 200 ion
radiasi yang dapat menembus beberapa cm dari jaringan otot.
4. Bermassa sangat kecil, yaitu 5,5 x 10-4 satuan massa atom atau amu,
diberi simbol beta atau e.
5. Memiliki daya tembus yang jauh lebih besar daripada sinar alfa (dapat
menembus lempeng timbel setebal 1 mm).
c. Karakteristik Sinar Gamma
1. Mempunyai kekuatan penetrasi yang paling kuat dibandingkan sinar
radiasi alpha dan beta (dapat menembus lempeng timbel setebal 20
cm)
2. Daya ionisasinya paling lemah
3. Sinar gamma tidak mempunyai massa dan muatan karena panjang
gelombangnya sangat pendek
4. Terdifraksi oleh Kristal
5. Dapat dengan mudah melewati tubuh manusia dan menyebabkan
kerusakan biologis yang besar
6. Kecepatan sinar gamma sama dengan kecepatan cahaya
7. Tidak terpengaruh oleh medan listrik maupun medan magnet.

d. Karakteristik Partikel Neutron


Neutron merupakan salah satu bentuk dari partikel subatomik yang
diklasifikasikan kedalam baryon dimana komposisinya terdiri dari satu (1)
up quark dan dua (2) down quark seperti pada gambar disamping, Statistik
perilakunya ini termasuk kedalam fermion dan neutron menjadi agen yang
sangat penting dalam pengembangan Nuklir. Neutron hanya dapat
berinteraksi dengan gaya gravitasi , gaya lemah dan gaya kuat. Ia juga
mempunya massa 1,67492729 x 10-27 Kg = 939,565560 MeV =
1,0086649156 u dengan waktu paruh ± 10 menit. Neutron ini mempunyai
anti partikel yang disebut antineutron.
Adapun yang membedakan neutron dengan partikel subatomik lainnya
adalah neutron ini tidak bermuatan (netral). Neutron yang terikat dalam inti
stabil adalah stabil, Namun ada juga yang dikatakan sebagai neutron bebas
dimana neutron ini tidak stabil. Karakteristiknya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Diemisi dari beberapa energi
2. Mempunyai daya penetrasi
3. Tidak dapat memproduksi pasangan ion di udara atau di jaringan
karena tidak bermuatan
4. Efek ionisasinya disebut secondary emmisions

e. Karakteristik Sinar-X
Sinar–X adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang
gelombang 10-8 -10-12 m dan frekuensi sekitar 1016 -1021 Hz. Mempunyai
daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan dengan daya
tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses radiografi.
Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang
gelombang yang kelihatan.
Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film
setelah diproses di kamar gelap. Mempunyai sifat berionisasi, efek primer
sinar X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi
partikel-partikel bahan zat tersebut. Mempunyai efek biologi, sinar X akan
menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini
digunakan dalam pengobatan radioterapi.

f. Karakteristik Sinar Kosmik


Sinar kosmik adalah radiasi dari partikel bermuatan berenergi tinggi
yang berasal dari luar atmosfer Bumi. Sinar kosmik dapat berupa elektron,
proton dan bahkan inti atom seperti besi atau yang lebih berat lagi.
Kebanyakan partikel-partikel tersebut berasal dari proses-proses energi
tinggi di dalam galaksi, misalnya seperti supernova.
Dalam perjalanannya, sinar kosmik berinteraksi dengan medium
antarbintang dan kemudian atmosfer bumi sebelum mencapai detektor.
Hampir 90% sinar kosmik yang tiba di permukaan Bumi adalah proton,
sekitar 9% partikel alfa dan 1% elektron.
Sinar kosmik dapat memiliki energi lebih dari 1020 eV, jauh lebih
tinggi dari 1012-1013 eV bahwa akselerator partikel Terestrial dapat
menghasilkan. Sinar kosmik yang diperkaya dengan lithium, berilium, dan
boron berkaitan dengan kelimpahan relatif dari unsur-unsur di alam semesta
dibandingkan dengan hidrogen dan helium.
Karena intensitas sinar kosmik jauh lebih besar di luar atmosfer bumi
dan medan magnet, diharapkan memiliki dampak besar pada desain
pesawat ruang angkasa yang aman dapat mengangkut manusia dalam ruang
antarplanet.

Berdasarkan asalnya sumber radiasi pengion dapat dibedakan menjadi dua


yaitu sumberradiasi alam yang sudah ada di alam ini sejak terbentuknya, dan
sumber radiasi buatan yangsengaja dibuat manusia untuk berbagai tujuan.

1. Sumber Radiasi Alam


a. Sumber radiasi kosmis
Radiasi kosmis berasal dari angkasa luar, sebagian berasal dari ruang
antar bintang danmatahari. Radiasi ini terdiri dari partikel dan sinar
yang berenergi tinggi dan berinteraksidengan inti atom stabil di
atmosfir membentuk inti radioaktif seperti Carbon -14, Helium-
3,Natrium -22, dan Be-7.
b. Sumber radiasi terestrial
Radiasi terestrial secara natural dipancarkan oleh radionuklida di
dalam kerak bumi.Radiasi ini dipancarkan oleh radionuklida yang
disebut primordial yang ada sejakterbentuknya bumi. Radionuklida
yang ada dalam kerak bumi terutama adalah deretUranium, yaitu
peluruhan berantai mulai dari Uranium-238, Plumbum-206, deret
Actinium(U-235, Pb-207) dan deret Thorium (Th-232, Pb-208).
c. Sumber radiasi internal yang berasal dari dalam tubuh sendiri
Sumber radiasi ini ada di dalam tubuh manusia sejak dilahirkan, dan
bisa juga masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman,
pernafasan, atau luka. Radiasi internal ini terutamaditerima dari
radionuklida C-14, H-3, K-40, Radon, dll.
2. Sumber Radiasi Buatan
Sumber radiasi buatan telah diproduksi sejak abad ke 20, dengan
ditemuk-annya sinar-Xoleh WC Rontgen. Saat ini sudah banyak sekali jenis
dari sumber radiasi buatan baik yangberupa zat radioaktif dan sumber
pembangkit radiasi (pesawat sinar-X dan akselerator).
Radioaktif dapat dibuat oleh manusia berdasarkan reaksi inti antara
nuklida yang tidakradioaktif dengan neutron atau biasa disebut sebagai
reaksi fisi di dalam reactor atom.Radionuklida buatan ini bisa memancarkan
radiasi alpha, beta, gamma dan neutron.
Proses terbentuknya sinar-X adalah sebagai akibat adanya arus listrik
pada filamen yangdapat menghasilkan awan elektron di dalam tabung
hampa. Sinar-X akan terbentuk ketikaberkas elektron ditumbukan pada
bahan target.
a. Zat Radioaktif
Materi yang mengandung inti tak-stabil yang memancarkan radiasi,
disebut zat radioaktif.
b. Pesawat Sinar-X
Pesawat sinar-x adalah pesawat yang menghasilkan gelombang
elektromagnetik frekuensi tinggi (sinar-x) untuk digunakan dalam
diagnostik atau terapi. Blok diagram pesawat sinar-x ditunjukkan
pada gambar dibawah ini
Sebuah sumber tegangan tinggi dari 20 – 200 kV diperlukan untuk
menghasilkan sinar-x pada tabung sinar-x. Penentuan waktu durasi
tegangan tinggi yang dipakai pada tabung harus dibatasi dengan hati-hati
supaya pasien tidak menerima dosis yang berlebihan, film tidak menjadi
terlalu hitam, dan tabung sinar-x tidak terlalu panas.

Selama tabung sinar-x dioperasikan dalam batas termalnya, intensitas


sinar-x diatur oleh arus filamen. Sebagai sebuah proteksi terhadap
kelebihan panas, temperatur anoda dimonitor oleh pendeteksi temperatur.
Jika temperature anoda melebihi nilai tertentu, kelebihan panas akan
dideteksi dan suplai tegangan tinggi akan mati secara otomatis. Sebagian
besar anoda tabung sinar-x diputar oleh motor induksi untuk membatasi
daya sinar-x pada satu titik dan membantu pendinginan anoda.

Sumber tegangan tinggi pada gambar dihasilkan oleh sebuah trafo


tengangan tinggi ke tingkat 20 – 200 kV. Tegangan tinggi kemudian
disearahkan dan dihubungkan ke tabung sinar-x yang akan melewatkan arus
konvensional hanya dalam satu arah dari anoda ke katoda.

Produksi sinar-x oleh anoda merupakan radiasi bremsstrahlung yang


terdiri dari sebaran frekuensi. Sinar-x dengan frekuensi rendah tidak
memiliki kontribusi yang berarti dalam data diagnostik tetapi akan
meningkatkan dosis yang diterima pasien. Untuk mereduksi sinar-x
frekuensi rendah digunakan filter aluminium sedangkan kolimator
digunakan untuk membatasi luas paparan radiasi sinar-x

c. Akselerator
Akselerator adalah alat yang dipakai untuk mempercepat gerak
partikel bermuatan seperti elektron, proton, inti-inti ringan, dan inti atom
lainnya. Mempercepat gerak pertikel bertujuan agar pertikel tersebut
bergerak dengan cepat sehingga memiliki energi kinetik yang sangat tinggi.
Untuk mempercepat gerak partikel ini diperlukan medan listrik ataupun
medan magnet.
Dilihat dari jenis gerakan medan partikel, ada dua jenis akselerator,
yaitu akselerator dengan gerak partikelnya lurus (lebih dikenal sebutan
akselerator liniear) dan gerak partikelnya melingkar (akselerator magnetik)
dengan jenis-jenisnya antara lain: Betatron, Siklotron, Generator Netron,
EULIMA dan HIMAC.
2. Radiasi Non-Pengion Radiasi non-pengion adalah
Merupakan jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling
kehidupan kita. Jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio
(yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi), gelombang
mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone),
sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas), cahaya tampak
(yang bisa kita lihat), dan sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari) (BATAN,
2008).
Sedangkan menurut Handley, 1997 Radiasi non-pengion adalah radiasi
yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion
adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan
ultraviolet. Radiasi non ionisasi adalah radiasi dengan energi yang cukup untuk
mengeluarkan elektron atau molekul tetapi energi tersebut tidak cukup untuk
membentuk /membuat formasi ion baru
Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi
energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi
radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam
media tersebut. Istilah radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi
elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 e V.
Seperti namanya, radiasi non pengion tidak mengionisasi (memecah ion-
ion) atom, sehingga dampaknya pun tidak terlalu luas. Radiasi non pengion
biasanya memiliki memiliki energi yang hanya bisa mengubah struktur atom,
tanpa mengionisasinya.
Jenis- jenis radiasi yang termasuk dari radiasi non-ionizing adalah radiasi
sinar ultra ungu (Ultra violet ), radiasi sinar infra merah, dan radiasi sinar laser.
Ketiga radiasi tersebut merupakan radiasi gelombang mikro (micro wave). Jadi
radiasi non-ionizing sama dengan radiasi gelombang mikro. Istilah gelombang
mikro digunakan untuk spektrum gelombang mikro dengan interval panjang
gelombang antara 0,3 sampai dengan 3000 centimeter. Gelombang mikro dengan
panjang gelombang tersebut biasanyadigunakan dalam peralatan medis, peralatan
industri dan juga untuk kepentingan ilmiah.
Sinar radiasi ultra ungu (ultra violet) merupakan radiasi elektromagnetik
yang mempunyai panjang gelombang 180 sampai 400 nm. Intensitas energi sinar
ultra ungu diukur dalam satuan mikroWatt/cm2. Radiasi ini dapat diukur dengan
alat yang bernama radiometer. Biasanya alat tersebut bentuknya portable dan
panjang gelombang yang dapat diukur kisaran 180 – 400 nm dan mampu
mengukur energi radiasi dari 0 sampai 19.990 mikroWatt/cm2
Radiasi sinar infra merah ini tidak bisa dilihat langsung oleh mata manusia,
sinar ini juga tidak tembus pandang jika menembus materi yang tidak tembus.
Panjang gelombang sinar infra merah ini berbanding terbalik dengan suhu. Ketika
panjang gelombang mengalami penurunan.maka suhu akan mengalami kenaikan.
Kemudian untuk sinar radiasi laser sendiri merupakan sinar radiasi yang
mempunyai emisi energi yang cukup tinggi. Menurut zat kimia yang di gunakan
untuk mengasilkan sinar laser adalah terdapat laser gas ( Helium – Neon, Argon,
CO2 dan N2+ ), laser kristal padat ( Nd3, C23+), dan laser semi konduktor.
Pada intinya radiasi tidak bisa dilihat oleh indra manusia sehingga untuk
mendeteksinya memperlukan alat pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi
untuk membantu pendeteksian. Terdapat banyak jenis alat buat pendeteksi yang
spesifik dan kemampuan untuk menemukan keberadaan jenis radiasi tertentu
yaitu detektor alpha, detektor beta, detektor gamma. Radiasi bisa berinteraksi
dengan berbagai materi yang dilaluinya melalui proses ionisas dan eksitasi.
Pada umumnya, sumber radiasi ionizing dan non-ionizing dikategorikan
menjadi dua yaitu yang pertama adalah radiasi dari alam dan radiasi buatan.
Untuk radiasi dari alam bisa didapatkan dari berbagai macam sumber.
Diantaranya ada sinar kosmos/kosmik dan hasil pencampuran thorium dan radon
di udara bebas.
Untuk radiasi alam diantaranya sinar kosmos/kosmik banyak ditemukan
berasal dari luar angkasa, sebagian berasal dari ruang matahari dan antar bintang.
Radiasi ini terdiri dari sinar berenergi tinggi dengan partikel yang berinteraksi
dengan nuklida-nuklida stabil di atmosfir dan akhirnya
Kemudian untuk thorium dan radon berbentuk gas dan merembes dari
dalam bumi yang secara natural dipancarkan oleh radionuklida di dalam kerak
bumi dengan waktu jarak waktu antara milyaran tahun dan kemudian bercampur
dengan udara bebas. Radiasi letaknya berbeda-beda tergantung pada konsentrasi
sumber radiasi yang ada di dalam kerak bumi.
Yang kedua ada radiasi buatan dimana radiasi ini diciptakan dari kegiatan
manusia seperti penyinaran di bidang medis, radiasi yang didapat di fasilitas
nuklir, radiasi yang berasal dari kegiatan di industri. Contohnya reaktor nuklir
yang mekanisme kerjanya sebagai pembelahan inti. Dari mekanisme proses
tersebut terlihat bahwa setiap reaksi pembelahan akan menghasilkan lebih dari
satu neutron baru atau akan terjadi multiplikasi neutron yang bisa melakukan
pembelahan selanjutnya jika di sekitarnya ada inti yang dapat membelah yang
lain. Mekanisme ini akan berlangsung terus menerus yang disebut proses reaksi
berantai. Di dalam reaktor nuklir proses pembelahan ini tidak akan dibiarkan
berlangsung secara bebas tetapi harus tetap dikendalikan karena berbahaya.

2.2.3. Satuan Radiasi

Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung pada kriteria
penggunaannya, yaitu (BATAN, 2008) :

1. Satuan untuk Paparan Radiasi Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen,
atau sering disingkat dengan R, satuan Rontgen adalah suatu satuan yang
menunjukkan besarnya intensitas sinar-X atau sinar gamma yang dapat
menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Satuan Rontgen
penggunaannya terbatas untuk mengetahui besarnya paparan radiasi sinar-X atau
sinar gamma di udara. Satuan Rontgen belum bisa digunakan untuk mengetahui
besarnya paparan yang diterima oleh suatu medium, khususnya oleh jaringan
kulit manusia.
2. Satuan Dosis Absorbsi Medium Radiasi pengion yang mengenai medium akan
menyerahkan energinya kepada medium. Dalam hal ini medium menyerap
radiasi. Mengetahui banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu medium
digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation Absorbed Dose yang
disingkat Rad. Jadi dosis absorbsi merupakan ukuran banyaknya energi yang
diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Dalam satuan SI, satuan dosis
radiasi serap disebut dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy sama
dengan energi yang diberikan kepada medium sebesar 1 Joule/kg. Dengan
demikian maka, 1 Gy = 100 Rad. Hubungan antara Rontgen dengan Gray adalah :
1 R = 0,00869 Gy 10
3. Satuan Dosis Ekuivalen Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan
berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia atau sistem biologis
lainnya. Dosis ekuivalen ini semula berasal dari pengertian Rontgen Equivalen Of
Man atau disingkat dengan Rem yang kemudian menjadi nama satuan untuk dosis
ekuivalen. Hubungan antara dosis ekuivalen dengan dosis absobrsi dan quality
faktor adalah sebagai berikut :
Dosis ekuivalen (Rem) = Dosis serap (Rad) X Q
Dosis ekuivalen dalam satuan SI mempunyai satuan Sievert yang disingkat
dengan Sv. Hubungan antara Sievert dengan Gray dan Quality adalah sebagai
berikut :
Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q

Berdasarkan perhitungan :

1 Gy = 100 Rad, maka 1 Sv = 100 Rem.

United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah satu sumber
informasi resmi yang dijadikan standar di beberapa negara untuk penetapan garis
pedoman pada proteksi radiasi. NRC telah menyatakan bahwa dosis individu
terpapar radiasi maksimal adalah 0.05 Sv atau 5 rem/tahun. Walaupun NRC
adalah badan resmi yang berkenaan dengan batas pencahayaan ionisasi radiasi,
namun ada kelompok lain yang juga merekomendasikan hal serupa. Salah satu
kelompok tersebut adalah National Council on Radiation Protection (NCRP),
yang merupakan kelompok ilmuwan pemerintah yang rutin mengadakan
pertemuan untuk membahas riset radiasi terbaru dan mengupdate rekomendasi
mengenai keamanan radiasi. Menurut NCRP (2009), tujuan dari proteksi radiasi
adalah :
1. Mencegah radiasi klinis yang penting, dengan mengikuti batas dosis
minimum yang tidak melebihi 50 mSv (5 rem) per tahun.
2. Membatasi resiko terhadap kanker dan efek kelainan turunan pada
masyarakat.

Maximum Allowable Dose Index (MADI) menyatakan bahwa dosis


maksimum yang diijinkan adalah jumlah maksimum penyerapan radiasi yang
sampai pada seluruh tubuh individu, atau sebagai dosis spesifik pada organ
tertentu yang masih dipertimbangkan aman. Aman dalam hal ini berarti tidak
adanya bukti bahwa individu mendapatkan dosis maksimal yang telah ditetapkan,
dimana cepat atau lambat efek radiasi tersebut dapat membahayakan tubuh secara
keseluruhan atau bagian tertentu.

2.2.4. Efek Radiasi terhadap tubuh manusia

2.2.4.1. Efek Radiasi Pengion terhadap tubuh manusia

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic
adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic
adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi
dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik.

Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari
individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi
yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Bila ditinjau dari dosis radiasi
(untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan
efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel
akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat
paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.

Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan
yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta
merta terkait dengan paparan individu.

Respon dari berbagai jaringan dan organ tubuh terhadap radiasi pengion sangat
bervariasi. Selain bergantung pada sifat fisik radiasi juga bergantung pada karakteristik
biologi dari sel penyusun jaringan/organ tubuh terpajan. Berikut ini adalah efek radiasi
pada sebagian organ tubuh akibat pajanan radiasi eksterna (dari luar tubuh) yang terjadi
secara akut.

1. Sistem Pembentukan darah


Sumsum tulang adalah organ sasaran dari sistem pembentukan darah karena
pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa
minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah sel basal pada
sumsum tulang secara tajam.
2. Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Pajanan radiasi
sekitar2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) sementara yang
timbul dalam waktubeberapa jam. Dosis sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya
kerontokan rambut (epilasi)dan pengelupasan kering (deskuamasi kering) dalam
waktu 3 – 6 minggu setelah pajananradiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, 12 – 20
Gy, akan mengakibatkan terjadinyapengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan
dan bernanah (blister) serta peradangan akibatinfeksi pada lapisan dalam kulit
(dermis) sekitar 4 – 6 minggu kemudian.
3. Mata
Lensa mata merupakan bagian dari struktur mata yang paling sensitif terhadap
radiasi.Terjadinya kekeruhan atau hilangnya sifat transparansi lensa mata sudah
mulai dapatdideteksi setelah pajanan radiasi yang relatif rendah yaitu sekitar 0,5
Gy dan bersifatakumulatif.
4. Organ reproduksi
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau
kemandulan.Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan
sel sperma yang akhirnyaakan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan
dihasilkan. Pengaruh radiasi pada sel telursangat bergantung pada usia. Semakin
tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karenasemakin sedikit sel telur yang
masih tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapatmenyebabkan
menopuse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi.
5. Paru-paru
Paru-paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna. Efek
deterministik berupapneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu
atau bulan. Efek stokastikberupa kanker paru
6. Sistem Pencernaan
Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus halus.
Kerusakanpada saluran pencernaan menimbulkan gejala mual, muntah, diare, dan
gangguan sistempencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi yang tinggi
dapat mengakibatkankematian karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang
parah. Efek stokastik yang timbulberupa kanker pada epitel saluran pencernaan
7. Efek pada DNA
Kerusakan pada DNA sebagai akibat radiasi dapat terjadi secara langsung
maupun tak langsung. Kerusakan yang parah adalah putusnya kedua atau salah
satu untai pasangan DNA yang masing-masing dikenal sebagai double strand
breaks atau single strand break, serta clustered damage sebagai gabungan dari
semua kerusakan yang berada pada suatu tempat yang sama. Selain itu radiasi
juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa,
hilangnya gula atau basa dan lainnya.
8. Efek pada Kromosom
Radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan baik pada jumlah maupun pada
struktur kromosom yang disebut dengan aberasi kromosom. Perubahan jumlah
kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan
timbulnya kelainan genetik. Sedangkan kerusakan struktur kromosom berupa
patahnya lengan kromosom yang terjadi secara acak dengan peluang yang
semakin besar dengan meningkatnya dosis radiasi.
9. Efek pada sel
Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah sel
yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak
sel yang rusak/mati, semakin parah perubahan fungsi yang terjadi sampai
akhirnya organ tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk menjalankan
fungsinya dengan baik sehingga menimbulkan kerusakan yang dapat diamati
secara klinik. Gangguan pada fungsi jaringan atau organ tubuh ini menimbulkan
efek deterministik. Banyaknya sel yang mengalami kematian akan meningkat
dengan meningkatnya dosis radiasi.

2.2.4.1. Efek Radiasi non pengion terhadap tubuh manusia

Efek biologik radiasi non pengion akan dibedakan atas efek akibat radiasi optik
yang meliputi radiasi ultraviolet (100 – 400 nm), radiasi tampak/cahaya (400 – 770 nm)
dan radiasi infra merah ( 770 nm - 1 mm) dan efek medan radiofrekuensi
elektromagnetik yang meliputi gelombang mikro (1 mm – 30 cm), gelombang frekuensi
tinggi (30 cm – 100 km) dan gelombang frekuensi rendah ( > 100 km).

Radiasi UV pendek (< 220 nm) diserap oleh oksigen pada lapisan terluar
atmosfer yang kemudian membentuk lapisan ozon yang berfungsi sebagai filter atau
pelindung terhadap radiasi UV dengan panjang gelombang < 310 nm.

Dengan demikian radiasi lainnya yang dapat menembus lapisan ozon yang akan
menimbulkan efek bagi manusia. Tetapi semakin berkurangnya lapisan ozon sebagai
akibat dari pelepasan chlorofluorocarbon ke atmosfer menyebabkan tingkat kerusakan
akibat pajanan radiasi UV semakin besar
1. Radiasi optik
Berdasarkan panjang gelombang, radiasi UV dibagi atas UV-C (100 -
280 nm), UV-B (280 - 315 nm) dan UV-A (315 - 400 nm), sedangkan
radiasi infra merah dibagi atas IR-A (770 nm -1,4µm), IR-B (1,4 – 3 µm)
dan IR-C (3 µm – 1 mm).Efek yang ditimbulkan akibat pajanan radiasi
optik pada tubuh sangat bergantung pada panjang gelombang yang
berhubungan dengan daya tembus atau penetrasi radiasi optik pada jaringan
tubuh. Sasaran utama dari pajanan pada tubuh adalah kulit dan mata
a. Efek radiasi optik pada kulit
Mekanisme yang dominan dari efek pajanan radiasi pada kulit
adalah reaksifotokimia. Efek dari pajanan kronik radiasi UVlebih
serius dari pada pajanan akut. Pajanan kronik pada kulit menyebabkan
perubahan yangsangat bervariasi dalam struktur dan komposisi kulit,
yang mengarah pada hilangnya sifat elastisitas (elastosis), dilasi
pembuluh darah, dan penebalan kulit (keratosis). Efek kronik
yangpaling penting adalah risiko kanker kulit khusus.
b. Efek radiasi optik pada mata
Paling tidak terdapat 3 jenis kerusakan akibat pajanan radiasi
UV pada mata, yaitu:
1. Photokeratoconjunctivitis/welder’s flash/ snow blindness yaitu
reaksi peradangan akut pada kornea dan conjunctiva mata
sebagai akibat pajanan radiasi pada panjang gelombang 200 –
400 nm (UV-C, UV-B dan UV-A). Ini merupakan kerusakan
akibat reaksi fotokimia pada kornea (fotokeratitis) dan
konjunctiva (fotokonjunctiva) yang timbul beberapa jam setelah
pajanan akut dan umumnya berlangsung hanya 24 – 48 jam.
2. Pterygium dan droplet keratopathy adalahpatologis pada kornea
yang berhubungan dengan mata yang umum dijumpai pada
lingkungan pulau yang kaya akan pajanan radiasi UV kronik
(pajanan sepanjang hidup). Pterygium atau penebalan
conjuctiva sebagai hasil dari pertumbuhan jaringan lemak diatas
kornea, sedangkan droplet keratopathy adalahdegenerasi lapisan
ikat/fibrous pada kornea dengan droplet-shaped deposit.
3. Kataraktogenesis atau proses pembentukan katarak. Telah
diduga radiasi UV pada panjang gelombang 290 – 320 nm
menyebabkan katarak
2. Radiasi Radiofrekuensi
Dalam membahas efek biologi dari medan radiasi radiofrekuensi
elektromagnetik pada manusia, radiasi non pengion kelompok ini dibedakan
atas 2 sub kelompok yaitu gelombang mikro (microwave) dan gelombang
radiofrekuensi
a. Gelombang mikro
Efek kesehatan pada umumnya sebagai akibat dari panas yang
timbul pada saat terjadi interaksi antara energi gelombang mikro
dengan materi biologik. Efek biologik yang terjadi karena pemanasan
disebut efek termal dan yang terjadi bukan karena proses pemanasan
disebut efek non termal. Efek yang berbahaya akibat pajanan
microwave adalah efek termal atau hipertermia yang terutama
merusak mata dan testis. Kedua jaringan relatif sangat sensitf
terhadap kenaikan suhu jaringan.
b. Gelombang radiofrekuensi
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan
pemanfaatan radiasi non pengion menyebabkan timbulnya
kekhawatiran tentang efek negatif radiasi elektromagnetik pada
kesehatan. Para ahli mengungkapkan bahwa radiasi yang ditimbulkan
oleh telepon seluler tidak sepenuhnya berbahaya sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terhadap manusia, karena masih
banyak orang tetap menggunakan piranti wireless dalam
kesehariannya untuk memudahkan aktifitasnya dan tidak terjadi
sesuatu hal apapun yang membahayakan sehingga bisa dikatakan
masih aman-aman saja (Swamardika, 2009, hal. 107).
Radiasi RF tidak bisa mengionisasi molekul pada jaringan
secara biologi karena kuantum energinya hanya 4 meV pada 1 THz,
sementara itu energi minimal untuk mengionisasi molekul tersebut
sekitar 12 eV. Berdasarkan informasi dan pemahaman sekarang,
radiasi RF tidak bisa menyebabkan mutasi contohnya kanker
Meskipun begitu radiasi RF dapat memiliki resiko yang disebut
dengan resiko termal (Räisänen dan Lehto. 2003, hal. 363). Efek
biologis radiasi RF sudah dipelajari melalui percobaan dengan hewan
dan model, serta melalui penelitian epidemologi. Efek radiasinya
dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu efek thermal dan non
thermal. Efek biologis yang dihasilkan oleh pemanasan jaringan oleh
energi RF selalu menunjuk pada efek thermal. Hal ini sudah diketahui
selama beberapa tahun bahwa pembukaan tingkatan-tingkatan tinggi
dari radiasi RF bisa berbahaya karena berkaitan dengan energi RF
untuk memanaskan jaringan biologi secara cepat (Cleveland dan
Ulcek. 1999).
Efek thermal yang diamati dengan teliti adalah skatarak,
kenaikan suhu jaringan dan luka bakar (Räisänen dan Lehto. 2003 hal
363).
Permukaan yang peka terhadap panas dan rasa sakit yang
berasal dari panas untuk sebagian besar frekuensi adalah sebuah
penunjuk ketidak percayaan untuk keberadaan radiasi frekuensi tinggi
karena energi selalu diserap pada lapisan yang lebih dalam di bawah
kulit yang peka terhadap panas. Efek biologis yang sudah diamati
dibawah kondisi dimana frekuensi tinggi yang dapat menyebabkan
kenaikan suhu sebenarnya tidak terjadi (Bernhardt, 1992 hal 815).

2.2.5. Keselamatan Radiasi

Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang


mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan
pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada
keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.
Keselamatan radiasi adalah bagian dari keselamatan secara keseluruhan.

Terminologi keselamatan radiasi dan proteksi radiasi sering digunakan secara


bersamaan. Proteksi radiasi berhubungan dengan pembatasan dosis radiasi sedangkan
keselamatan radiasi berhubungan dengan mengurangi potensi kecelakaan radiasi.
Menurut PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi,
sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh
radiasi yang merusak akibat papaparan radiasi.

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion


dan Keamanan Sumber Radioaktif menyatakan bahwa Petugas Proteksi Radiasi (PPR)
adalah petugas yang ditunjuk oleh Pemegang Izin dan oleh BAPETEN dinyatakan
mampu melaksanakan perkerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi.

Pengelompokan sumber radioaktif berdasarkan sumber radiasi, pemancar


partikel, dan aktivitas yang telah dikategorisasikan sebagaimana ditetapkan oleh
Peraturan Kepala BAPETEN No. 6 Tahun 2015 tentang Keamanan Sumber Radioaktif
untuk Kegiatan Well Logging PT. Halliburton Indonesia disusun berdasarkan :

1. Kelompok Keamanan B
2. Kategorisasi Sumber 3
3. Jenis Pemanfaatan Gauging untuk Well Logging

Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Peraturan Kepala Badan Pengawas


Tenaga Nuklir (BAPETEN) No. 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam
Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well Logging, menyatakan bahwa Program Proteksi
dan Keselamatan Radiasi tidak perlu disetujui oleh Kepala BAPETEN sebagaimana
salah satu persyaratan izin dalam hal keselamatan radiasi. Oleh karena itu, Program
Proteksi dan Keselamatan Radiasi sangat terbuka untuk dikembangkan secara periodik
sesuai situasi dan kondisi 15 baik atas inisiatif pihak pengguna sendiri maupun
berdasarkan masukan yang disampaikan oleh BAPETEN, antara lain melalui inspektur
pada saat pelaksanaan inspeksi. Perka BAPETEN No. 1 Tahun 2010 tentang
Kesiapsiagaan dan Penaggulangan Kedaruratan Nuklir menyatakan bahwa,
keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja,
anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Sedangkan proteksi
radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang
merusak akibat paparan radiasi.

Paparan radiasi merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau
materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi:

1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.


2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang
diterima organ/jaringan.
3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan.
4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk
mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.

Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Proteksi radiasi kerja yang merupakan perlindungan pekerja.


2. Proteksi radiasi medis yang merupakan perlindungan pasien dan pekerja radiasi.
3. Proteksi radiasi masyarakat yang merupakan perlindungan individu, anggota
masyarakat dan penduduk secara keseluruhan.

Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi
adalah:

1. Meniadakan bahaya radiasi dengan mentaati dan melaksanakan peraturan proteksi


radiasi.
2. Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia dengan merancang tempat kerja dan
menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik serta penahan radiasi yang
memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman.
3. Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi yang memerlukan pemonitoran dan
pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya.

Tujuan Umum Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah menunjukkan


tanggung jawab manajemen untuk Proteksi dan Keselamatan Radiasi melalui penerapan
struktur manajemen, kebijakan, prosedur, dan susunan rencana organisasi yang sesuai
dengan sifat dan tingkat risiko (Perka BAPETEN No. 5 Tahun 2009). Proteksi radiasi
dimaksudkan agar seseorang menerima atau terkena dosis radiasi sekecil mungkin.
Falsafah baru tentang proteksi muncul dengan diterbitkannya Publikasi ICRP No. 26
Tahun 1977. 17

Adapun tujuan utama dari proteksi radiasi adalah:

1. Mencegah terjadinya efek non stokastik (deterministik) yang membahayakan.


2. Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah
yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.
Efek stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan akibat
dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang,
sedangkan efek deterministik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung
pada dosis radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang. Efek
negatif ini disebut efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi
dan disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya.
Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah
menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur
manajemen, kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko.
Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, dokumen program proteksi dan
keselamatan radiasi menjadi salah satu topik diskusi antara tim inspeksi dengan
Pemegang Izin, Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan petugas terkait radiasi
lainnya. International Atomic Energy Agency (IAEA) tidak menggunakan
terminologi prinsip atau asas proteksi radiasi (Radition Protection Principle)
dalam BSS No. 115 tetapi dengan terminologi persyaratan.
Pemahaman ini diuraikan dalam BSS pada bagian ke dua, Persyaratan
untuk Pemanfaatan (Requirement for Practices), salah satu unsurnya adalah
Persyaratan Proteksi Radiasi (Radiation Protection Requirements) yang harus
berurutan, sebagai berikut :
a. Justifikasi Pemanfaatan Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu
dijustifikasi antara manfaat dan risiko, dalam hal ini manfaat harus lebih
besar dari risiko. Jenis pemanfaatan yang telah dijustifikasi inilah yang
diberi otorisasi oleh Badan Pengawas (BP) tiap negara anggota. Namun
demikian tidak ada yang absolut atau mutlak, artinya semuanya dinamis,
dapat berubah, dalam konteks sains nuklir, hari kemarin dan pada saat ini
adalah justifikasi (justify) tetapi besok dan lusa dapat menjadi tidak
justifikasi atau dilarang (not justify or unjustified).
b. Limitasi Dosis Limitasi dosis yang diberlakukan untuk paparan kerja
(occupational exposure) dan paparan masyarakat (public exposure) melalui
penerapan Nilai Batas Dosis (NBD). Harus diingat bahwa Limitasi Dosis
tidak berlaku untuk paparan medik (medical exposure) dan paparan yang
berasal dari alam.
c. Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi. Optimalisasi Proteksi dan
Keselamatan Radiasi yang harus diupayakan agar besarnya dosis yang
diterima serendah mungkin atau disebut As Low As Reasonably Achievable
(ALARA) dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Namun
demikian, dalam penerapan Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
harus juga mempertimbangkan:
a. Pembatas Dosis (Dose Constraint), dan
b. Tingkat Panduan (Guidance Level for Medical Exposure). 22.2.6.
Kasus Terkait Radiasi
2.2.6. Kasus Terkait Kejadian Radiasi
Telah terjadi dampak akibat paparan radiasi pada pekerja konstruksi di
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Fukushima yakni setelah PLTN tersebut
mengalami kebocoran setelah dilanda tsunami pada tahun 2011 lalu. Seorang pria yang
berumur 30-an tersebut didiagnosis mengalami leukimia setelah 18 bulan bekerja pada
tahun 2011- 2013 dengan dosis total 15,7 millisieverst radiasi. Kebocoran yang terjadi
akibat tsunami tersebut menyebabkan tersebarnya radiasi yang membahayakan warga
sekitar. Menurut operator Tokyo Electric Power Co, sebanyak 15.408 orang dari
pekerja mereka telah terkena radiasi melebihi 10 millisieverts pertahun, sedangkan
menurut PBB rata-ratapada keadaan normal orang bisa terkena dosis radiasi dalam 2,4
millisieverts pertahun selama kehidupan sehari-hari karena radiasi alam dan radiasi
buatan.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis, Dasar-dasar Proteksi Radiasi. Jakarta 2000

BAPETEN. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 2008, tentang


Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir”, Jakarta, 2008

BAPETEN. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2007, tentang


Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif”, Jakarta, 2007

BAPETEN. ”Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion”.


PP No. 63/2000, Jakarta (2000).

BAPETEN. ”Ketenaganukliran”. Undang-undang No. 10/1997, Jakarta (1997).

BAPETEN. ”Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir”. PP No. 64/2000, Jakarta (2000).

BAPETEN.”Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi”. Keputusan Ka.


BAPETEN No. 01/KaBAPETEN/V-99, Jakarta (1999).

Chusna, Huboyo dan Andarani. (2017). Analisis Kebisingan peralatan Pabrik


Terhadap Daya Pendengaran Pekerja di PT. Pura Barutama Unit PM 569 Kudus.
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 6, No. 1. Semarang: Universitas Diponegoro.

Fithri Prima, Annisa Indah Qisty. (2015). Analisis Intensitas Kebisingan


Lingkungan Kerja Pada Area Utilities Unit PLTD dan Boiler di PT. Pertamina RU II
Dumai. Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol. No. 2, ISSN: 1693-2390. Padang:
Universitas Andalas.

Harahap. S Putri (dkk). 2016. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tekanan


Darah Pekerja PLTD/G. Jambi

Harianto, Edy. 2013. Pajanan Kebisingan dengan Hipertensi Pada Kalangan


Karyawan di Pelabuhan Tarakan. Kalimantan Utara. Jurnal Kesehatan MasyarakatNasional
Vol. 08 No 05.

Herawati, Peppy. 2016. Dampak kebisingan dari Aktivitas Bandara Sultan Thaha
Jambi Terhadap Permukiman di Sekitar Bandara. Jurnal Ilmiah Universitas Batang
Hari Jambi, Vol. 16 No. 1. Jambi : Universitas Batang Hari.

Hiswara, Eri, “Tinjauan Umum Prinsip Keselamatan Radiasi”, Jakarta, 1999

IAEA. ”Prevention of the Inadvertent Movement and Illicit Trafficking of Radioactive


Materials”. IAEATECDOC-1311, Vienna (2002).

IAEA. ”Security of Radioactive Sources: Interim Guidance for Comment”. IAEA-


TECDOC-1355, Vienna (2003).

International Labour Organization, “ Keselamatan dan Kesehatan Kerja sarana untuk


produktivitas”, Jakarta, 2013
Ira Natalia 2014, Pengaruh Aktifitas Penerbangan terhadap Tingkat Kebisingan
di kawasan Pemukiman.Universitas Batanghari

JUMPENO, B. Y. E. “Keselamatan dan Keamanan Pemanfaatan Material Radioaktif”.


Bahan Ajar Petugas Pengamanan Instalasi Radiasi, Jakarta (2006).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996. Baku


Mutu Kebisingan. Jakarta.

Nugroho, Aribowo. (2019). Identifikasi Kebisingan Serta Upaya Pengendalian di


Unit Power Plant Kenali Asam PT. Pertamina EP ASSET 1 Jambi Field. Jurnal Teknik
Industri. ISSN: 2337 – 4349. Jakarta: Universitas Al-Azhar Indonesia.

O’NEILL K. “The Nuclear Terrorist Threat”. Institute for Science and International
Security, Artikel Internet (1997). 9. www.bapeten.go.id, Berita Perizinan. Berita
internet (2004)

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018.


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

Ramli, Soehatman, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta


2010

Sasmita A, Elystia dan Asmura. (2016). Evaluasi Kesehatan dan Keselamatan


Kerja (K3) di Unit PLTD/G Teluk Lembu PT. PLN Pekanbaru dengan Metode NIOSH.
Jurnal Sains dan Teknologi 15 (2), ISSN: 1412-6257. Riau: Universitas Riau.

SNI. 2009. Metode Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja. SNI


7231:2009.

Suwarda, “Pengaruh Pajanan Radiasi Eksternal Terhadap Kesehatan Pekerja Radiasi


di Pusat Penelitian Tenaga Atom, Badan Tenaga Atom Nasional”, Serpong, 1997

Syukri Sahab, 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :
PT Bina Sumber Daya Manusia

www.liputan6.com/health/read/2345076/seorang-pekerjan-di-Jepang-terkena-kanker-
akibat-radiasi-nuklir diakses pada 12 September 2019

Anda mungkin juga menyukai