Disusun Oleh :
Nama : Rista Agustin
NIM : P2F119027
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
BAB I PENDAHULUAN
Lingkungan fisik di tempat kerja merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang
kenyamanan dan produktivitas pekerja. Bahkan, gangguan kesehatan dapat timbul akibat
lingkungan fisik yang buruk. Menurut Manuaba (1992) dalam (Cahyadi, 2011) lingkungan
kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia untuk dapat beraktivitas secara optimal
dan produktif. Aspek-aspek kesehatan lingkungan kerja salah satunya diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan No 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, yaitu meliputi persyaratan air, udara, limbah,
pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan lokasi,
ruang dan bangunan, toilet dan instalasi.
Ditempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti;
faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut akan
menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. bahwa lingkungan keja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja
untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus
ditangani dan di desain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk
melaksanakan kegiatan dalam suasana yang nyaman dan aman (Manuaba, 1992 dalam
Tarwaka, dkk, 2004).
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik yakni Kebisingan, Radiasi, getaran,
cahaya, kelembaban, Temperatur, ketinggian, dll. Dalam melakukan pencegahan Penyakit
akibat Kerja yang disebabkan oleh faktor lingkungan kerja fisik perlu dilakukan identifikasi
bahaya dan penilaian faktor lingkungan kerja fisik. Penilaian faktor fisik lingkungan kerja di
tempat kerja telah diatur dalam Kepmenaker No. Kep-51/ME N/1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Peraturan ini dibuat untuk melindungi tenaga kerja dari
berbagai macam resiko yang kemungkinan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Kebisingan atau noise pollution sering diartikan sebagai suara atau bunyi yang tidak
diinginkan (unwanted sound) atau suara yang salah pada waktu yang salah. Pengaruh utama
kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan indra pendengaran yang dapat
menyebabkan ketulian (Chandra, 2006). Kebisingan yang melebihi ambang batas dapat
menimbulkan banyak efek terhadap kesehatan, termasuk tekanan darah tinggi, kinerja
menurun, kesulitan tidur, mudah marah dan stres, tinitus, pergeseran ambang batas
sementara dan ketulian.
Gangguan pendengaran merupakan efek paling serius karena
menyebabkan kerusakan permanen pada mekanisme pendengaran dari telinga bagian dalam
(Nelson et al., 2005).
Sedangkan radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kebisingan
dalam ilmu fisika murni maupun fisika terapan. Dalam K3, pembahasan suara lebih
terfokus pada potensi gelombang suara sebagai salah satu bahaya lingkungan potensial
adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu
dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
Kerja, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan dan merupakan salah satu
“penyakit lingkungan” yang penting saat ini (Slamet, 2006). Sumbernya dapat
rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam telinga oleh gelombang longitudinal
yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut
merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau
suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar
kerja, kelelahan dan stres. Jenis pekerjaan yang melibatkan paparan terhadap
penggalian (pengeboman, peledakan), mesin tekstil, dan uji coba mesin jet. Bising
dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau
bunyi yang menjengkelkan. Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh
kebisingan tergantung pada frekuensi bising yang ada (Ridley, 2003). Menurut
Harrianto (2008), tuli dapat disebabkan oleh tempat kerja yang terlalu bising. Yang
dimaksud dengan “tuli akibat kerja” yaitu gangguan pendengaran parsial atau total
pada satu atau kedua telinga yang didapat di tempat kerja. Termasuk dalam hal ini
adalah trauma akustik 10 dan tuli akibat kerja karena bising. Industri yang
1. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas, misalnya mesin-
mesin, dapur pijar, dan lain-lain.
2. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit, misalnya
gergaji serkuler, katup gas, dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah kebisingan dimana
suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan, misalnya lalu-
lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.
NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI
16-7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam perhari
atau 40 jam perminggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih diterima tenaga kerja tanpa
menghilangkan daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8
jam sehari atau 40 jam perminggu. Menurut Permenaker No. per-51/MEN/1999,
ACGIH dan SNI 16- 7063-2004, waktu maksimum bekerja dapat dirumuskan sebagai
berikut:
8
T=
2(𝐿−85).3−1
Keterangan:
T = Waktu (jam)
L = Pajanan kebisingan
Tabel 2.1.4.1. NAB kebisingan berdasarkan Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999
Sanders dan Mc Cormick, 1987, dan Pulat, 1992, dalam Tarwaka (2004)
menyatakan bahwa pengaruh pemaparan kebisingan secara umum ada dua
berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan,
yaitu:
Pada penelitian yang dilakukan oleh Peppy, 2016 bahwa terdapat dampak
kebisingan yang terjadi dalam 17 kali penerbangan dalam satu hari di Bandara Sultan
Thaha Jambi terhadap Masyarakat sekitar permukiman. Berdasarkan pengukuran
yang dilakukan selama 8 hari di sekitar kawasan Permukiman Bandara Sultan Thaha
Jambi dari tanggal 13 februari-20 februari 2014 pada 3 daerah titik sampling
didapatkan tingkat kebisingan rata-rata diatas ambang batas 55 dB sehingga
memperlihatkan kawasan tersebut tidak layak dijadikan kawasan pemukiman. Dan
Dari hasil kuisioner didapatkan persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandara
Sultan Thaha kurang baik hal ini dikarenakan masyarakat banyak mengalami perasaan
tidak nyaman dan gangguan pendengaran. Selain itu berdampak buruk terhadap faktor
psikologis seperti gangguan emosional, kurang konsentrasi dan gangguan istirahat
pada siang hari.
Selain itu penelitian lain yang di lakukan oleh Putri, dkk (2016) di PLTD/G
Payo Selincah Jambi bahwa terdapat hubungan antara variabel intensitas kebisingan,
lama pajanan dan masa kerja dengan kejadian tekanan darah pada pekerja di PLTD/G
Payo Selincah Kota Jambi.
2.2. Radiasi
Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita,
contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave
oven), komputer, dan lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik
atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan
muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi
tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan
handphone.
e. Karakteristik Sinar-X
Sinar–X adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang
gelombang 10-8 -10-12 m dan frekuensi sekitar 1016 -1021 Hz. Mempunyai
daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan dengan daya
tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses radiografi.
Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang
gelombang yang kelihatan.
Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film
setelah diproses di kamar gelap. Mempunyai sifat berionisasi, efek primer
sinar X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi
partikel-partikel bahan zat tersebut. Mempunyai efek biologi, sinar X akan
menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini
digunakan dalam pengobatan radioterapi.
c. Akselerator
Akselerator adalah alat yang dipakai untuk mempercepat gerak
partikel bermuatan seperti elektron, proton, inti-inti ringan, dan inti atom
lainnya. Mempercepat gerak pertikel bertujuan agar pertikel tersebut
bergerak dengan cepat sehingga memiliki energi kinetik yang sangat tinggi.
Untuk mempercepat gerak partikel ini diperlukan medan listrik ataupun
medan magnet.
Dilihat dari jenis gerakan medan partikel, ada dua jenis akselerator,
yaitu akselerator dengan gerak partikelnya lurus (lebih dikenal sebutan
akselerator liniear) dan gerak partikelnya melingkar (akselerator magnetik)
dengan jenis-jenisnya antara lain: Betatron, Siklotron, Generator Netron,
EULIMA dan HIMAC.
2. Radiasi Non-Pengion Radiasi non-pengion adalah
Merupakan jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling
kehidupan kita. Jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio
(yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi), gelombang
mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone),
sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas), cahaya tampak
(yang bisa kita lihat), dan sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari) (BATAN,
2008).
Sedangkan menurut Handley, 1997 Radiasi non-pengion adalah radiasi
yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion
adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan
ultraviolet. Radiasi non ionisasi adalah radiasi dengan energi yang cukup untuk
mengeluarkan elektron atau molekul tetapi energi tersebut tidak cukup untuk
membentuk /membuat formasi ion baru
Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi
energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi
radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam
media tersebut. Istilah radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi
elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 e V.
Seperti namanya, radiasi non pengion tidak mengionisasi (memecah ion-
ion) atom, sehingga dampaknya pun tidak terlalu luas. Radiasi non pengion
biasanya memiliki memiliki energi yang hanya bisa mengubah struktur atom,
tanpa mengionisasinya.
Jenis- jenis radiasi yang termasuk dari radiasi non-ionizing adalah radiasi
sinar ultra ungu (Ultra violet ), radiasi sinar infra merah, dan radiasi sinar laser.
Ketiga radiasi tersebut merupakan radiasi gelombang mikro (micro wave). Jadi
radiasi non-ionizing sama dengan radiasi gelombang mikro. Istilah gelombang
mikro digunakan untuk spektrum gelombang mikro dengan interval panjang
gelombang antara 0,3 sampai dengan 3000 centimeter. Gelombang mikro dengan
panjang gelombang tersebut biasanyadigunakan dalam peralatan medis, peralatan
industri dan juga untuk kepentingan ilmiah.
Sinar radiasi ultra ungu (ultra violet) merupakan radiasi elektromagnetik
yang mempunyai panjang gelombang 180 sampai 400 nm. Intensitas energi sinar
ultra ungu diukur dalam satuan mikroWatt/cm2. Radiasi ini dapat diukur dengan
alat yang bernama radiometer. Biasanya alat tersebut bentuknya portable dan
panjang gelombang yang dapat diukur kisaran 180 – 400 nm dan mampu
mengukur energi radiasi dari 0 sampai 19.990 mikroWatt/cm2
Radiasi sinar infra merah ini tidak bisa dilihat langsung oleh mata manusia,
sinar ini juga tidak tembus pandang jika menembus materi yang tidak tembus.
Panjang gelombang sinar infra merah ini berbanding terbalik dengan suhu. Ketika
panjang gelombang mengalami penurunan.maka suhu akan mengalami kenaikan.
Kemudian untuk sinar radiasi laser sendiri merupakan sinar radiasi yang
mempunyai emisi energi yang cukup tinggi. Menurut zat kimia yang di gunakan
untuk mengasilkan sinar laser adalah terdapat laser gas ( Helium – Neon, Argon,
CO2 dan N2+ ), laser kristal padat ( Nd3, C23+), dan laser semi konduktor.
Pada intinya radiasi tidak bisa dilihat oleh indra manusia sehingga untuk
mendeteksinya memperlukan alat pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi
untuk membantu pendeteksian. Terdapat banyak jenis alat buat pendeteksi yang
spesifik dan kemampuan untuk menemukan keberadaan jenis radiasi tertentu
yaitu detektor alpha, detektor beta, detektor gamma. Radiasi bisa berinteraksi
dengan berbagai materi yang dilaluinya melalui proses ionisas dan eksitasi.
Pada umumnya, sumber radiasi ionizing dan non-ionizing dikategorikan
menjadi dua yaitu yang pertama adalah radiasi dari alam dan radiasi buatan.
Untuk radiasi dari alam bisa didapatkan dari berbagai macam sumber.
Diantaranya ada sinar kosmos/kosmik dan hasil pencampuran thorium dan radon
di udara bebas.
Untuk radiasi alam diantaranya sinar kosmos/kosmik banyak ditemukan
berasal dari luar angkasa, sebagian berasal dari ruang matahari dan antar bintang.
Radiasi ini terdiri dari sinar berenergi tinggi dengan partikel yang berinteraksi
dengan nuklida-nuklida stabil di atmosfir dan akhirnya
Kemudian untuk thorium dan radon berbentuk gas dan merembes dari
dalam bumi yang secara natural dipancarkan oleh radionuklida di dalam kerak
bumi dengan waktu jarak waktu antara milyaran tahun dan kemudian bercampur
dengan udara bebas. Radiasi letaknya berbeda-beda tergantung pada konsentrasi
sumber radiasi yang ada di dalam kerak bumi.
Yang kedua ada radiasi buatan dimana radiasi ini diciptakan dari kegiatan
manusia seperti penyinaran di bidang medis, radiasi yang didapat di fasilitas
nuklir, radiasi yang berasal dari kegiatan di industri. Contohnya reaktor nuklir
yang mekanisme kerjanya sebagai pembelahan inti. Dari mekanisme proses
tersebut terlihat bahwa setiap reaksi pembelahan akan menghasilkan lebih dari
satu neutron baru atau akan terjadi multiplikasi neutron yang bisa melakukan
pembelahan selanjutnya jika di sekitarnya ada inti yang dapat membelah yang
lain. Mekanisme ini akan berlangsung terus menerus yang disebut proses reaksi
berantai. Di dalam reaktor nuklir proses pembelahan ini tidak akan dibiarkan
berlangsung secara bebas tetapi harus tetap dikendalikan karena berbahaya.
Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung pada kriteria
penggunaannya, yaitu (BATAN, 2008) :
1. Satuan untuk Paparan Radiasi Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen,
atau sering disingkat dengan R, satuan Rontgen adalah suatu satuan yang
menunjukkan besarnya intensitas sinar-X atau sinar gamma yang dapat
menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Satuan Rontgen
penggunaannya terbatas untuk mengetahui besarnya paparan radiasi sinar-X atau
sinar gamma di udara. Satuan Rontgen belum bisa digunakan untuk mengetahui
besarnya paparan yang diterima oleh suatu medium, khususnya oleh jaringan
kulit manusia.
2. Satuan Dosis Absorbsi Medium Radiasi pengion yang mengenai medium akan
menyerahkan energinya kepada medium. Dalam hal ini medium menyerap
radiasi. Mengetahui banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu medium
digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation Absorbed Dose yang
disingkat Rad. Jadi dosis absorbsi merupakan ukuran banyaknya energi yang
diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Dalam satuan SI, satuan dosis
radiasi serap disebut dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy sama
dengan energi yang diberikan kepada medium sebesar 1 Joule/kg. Dengan
demikian maka, 1 Gy = 100 Rad. Hubungan antara Rontgen dengan Gray adalah :
1 R = 0,00869 Gy 10
3. Satuan Dosis Ekuivalen Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan
berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia atau sistem biologis
lainnya. Dosis ekuivalen ini semula berasal dari pengertian Rontgen Equivalen Of
Man atau disingkat dengan Rem yang kemudian menjadi nama satuan untuk dosis
ekuivalen. Hubungan antara dosis ekuivalen dengan dosis absobrsi dan quality
faktor adalah sebagai berikut :
Dosis ekuivalen (Rem) = Dosis serap (Rad) X Q
Dosis ekuivalen dalam satuan SI mempunyai satuan Sievert yang disingkat
dengan Sv. Hubungan antara Sievert dengan Gray dan Quality adalah sebagai
berikut :
Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q
Berdasarkan perhitungan :
United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah satu sumber
informasi resmi yang dijadikan standar di beberapa negara untuk penetapan garis
pedoman pada proteksi radiasi. NRC telah menyatakan bahwa dosis individu
terpapar radiasi maksimal adalah 0.05 Sv atau 5 rem/tahun. Walaupun NRC
adalah badan resmi yang berkenaan dengan batas pencahayaan ionisasi radiasi,
namun ada kelompok lain yang juga merekomendasikan hal serupa. Salah satu
kelompok tersebut adalah National Council on Radiation Protection (NCRP),
yang merupakan kelompok ilmuwan pemerintah yang rutin mengadakan
pertemuan untuk membahas riset radiasi terbaru dan mengupdate rekomendasi
mengenai keamanan radiasi. Menurut NCRP (2009), tujuan dari proteksi radiasi
adalah :
1. Mencegah radiasi klinis yang penting, dengan mengikuti batas dosis
minimum yang tidak melebihi 50 mSv (5 rem) per tahun.
2. Membatasi resiko terhadap kanker dan efek kelainan turunan pada
masyarakat.
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic
adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic
adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi
dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik.
Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari
individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi
yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Bila ditinjau dari dosis radiasi
(untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan
efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel
akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat
paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan
yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta
merta terkait dengan paparan individu.
Respon dari berbagai jaringan dan organ tubuh terhadap radiasi pengion sangat
bervariasi. Selain bergantung pada sifat fisik radiasi juga bergantung pada karakteristik
biologi dari sel penyusun jaringan/organ tubuh terpajan. Berikut ini adalah efek radiasi
pada sebagian organ tubuh akibat pajanan radiasi eksterna (dari luar tubuh) yang terjadi
secara akut.
Efek biologik radiasi non pengion akan dibedakan atas efek akibat radiasi optik
yang meliputi radiasi ultraviolet (100 – 400 nm), radiasi tampak/cahaya (400 – 770 nm)
dan radiasi infra merah ( 770 nm - 1 mm) dan efek medan radiofrekuensi
elektromagnetik yang meliputi gelombang mikro (1 mm – 30 cm), gelombang frekuensi
tinggi (30 cm – 100 km) dan gelombang frekuensi rendah ( > 100 km).
Radiasi UV pendek (< 220 nm) diserap oleh oksigen pada lapisan terluar
atmosfer yang kemudian membentuk lapisan ozon yang berfungsi sebagai filter atau
pelindung terhadap radiasi UV dengan panjang gelombang < 310 nm.
Dengan demikian radiasi lainnya yang dapat menembus lapisan ozon yang akan
menimbulkan efek bagi manusia. Tetapi semakin berkurangnya lapisan ozon sebagai
akibat dari pelepasan chlorofluorocarbon ke atmosfer menyebabkan tingkat kerusakan
akibat pajanan radiasi UV semakin besar
1. Radiasi optik
Berdasarkan panjang gelombang, radiasi UV dibagi atas UV-C (100 -
280 nm), UV-B (280 - 315 nm) dan UV-A (315 - 400 nm), sedangkan
radiasi infra merah dibagi atas IR-A (770 nm -1,4µm), IR-B (1,4 – 3 µm)
dan IR-C (3 µm – 1 mm).Efek yang ditimbulkan akibat pajanan radiasi
optik pada tubuh sangat bergantung pada panjang gelombang yang
berhubungan dengan daya tembus atau penetrasi radiasi optik pada jaringan
tubuh. Sasaran utama dari pajanan pada tubuh adalah kulit dan mata
a. Efek radiasi optik pada kulit
Mekanisme yang dominan dari efek pajanan radiasi pada kulit
adalah reaksifotokimia. Efek dari pajanan kronik radiasi UVlebih
serius dari pada pajanan akut. Pajanan kronik pada kulit menyebabkan
perubahan yangsangat bervariasi dalam struktur dan komposisi kulit,
yang mengarah pada hilangnya sifat elastisitas (elastosis), dilasi
pembuluh darah, dan penebalan kulit (keratosis). Efek kronik
yangpaling penting adalah risiko kanker kulit khusus.
b. Efek radiasi optik pada mata
Paling tidak terdapat 3 jenis kerusakan akibat pajanan radiasi
UV pada mata, yaitu:
1. Photokeratoconjunctivitis/welder’s flash/ snow blindness yaitu
reaksi peradangan akut pada kornea dan conjunctiva mata
sebagai akibat pajanan radiasi pada panjang gelombang 200 –
400 nm (UV-C, UV-B dan UV-A). Ini merupakan kerusakan
akibat reaksi fotokimia pada kornea (fotokeratitis) dan
konjunctiva (fotokonjunctiva) yang timbul beberapa jam setelah
pajanan akut dan umumnya berlangsung hanya 24 – 48 jam.
2. Pterygium dan droplet keratopathy adalahpatologis pada kornea
yang berhubungan dengan mata yang umum dijumpai pada
lingkungan pulau yang kaya akan pajanan radiasi UV kronik
(pajanan sepanjang hidup). Pterygium atau penebalan
conjuctiva sebagai hasil dari pertumbuhan jaringan lemak diatas
kornea, sedangkan droplet keratopathy adalahdegenerasi lapisan
ikat/fibrous pada kornea dengan droplet-shaped deposit.
3. Kataraktogenesis atau proses pembentukan katarak. Telah
diduga radiasi UV pada panjang gelombang 290 – 320 nm
menyebabkan katarak
2. Radiasi Radiofrekuensi
Dalam membahas efek biologi dari medan radiasi radiofrekuensi
elektromagnetik pada manusia, radiasi non pengion kelompok ini dibedakan
atas 2 sub kelompok yaitu gelombang mikro (microwave) dan gelombang
radiofrekuensi
a. Gelombang mikro
Efek kesehatan pada umumnya sebagai akibat dari panas yang
timbul pada saat terjadi interaksi antara energi gelombang mikro
dengan materi biologik. Efek biologik yang terjadi karena pemanasan
disebut efek termal dan yang terjadi bukan karena proses pemanasan
disebut efek non termal. Efek yang berbahaya akibat pajanan
microwave adalah efek termal atau hipertermia yang terutama
merusak mata dan testis. Kedua jaringan relatif sangat sensitf
terhadap kenaikan suhu jaringan.
b. Gelombang radiofrekuensi
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan
pemanfaatan radiasi non pengion menyebabkan timbulnya
kekhawatiran tentang efek negatif radiasi elektromagnetik pada
kesehatan. Para ahli mengungkapkan bahwa radiasi yang ditimbulkan
oleh telepon seluler tidak sepenuhnya berbahaya sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terhadap manusia, karena masih
banyak orang tetap menggunakan piranti wireless dalam
kesehariannya untuk memudahkan aktifitasnya dan tidak terjadi
sesuatu hal apapun yang membahayakan sehingga bisa dikatakan
masih aman-aman saja (Swamardika, 2009, hal. 107).
Radiasi RF tidak bisa mengionisasi molekul pada jaringan
secara biologi karena kuantum energinya hanya 4 meV pada 1 THz,
sementara itu energi minimal untuk mengionisasi molekul tersebut
sekitar 12 eV. Berdasarkan informasi dan pemahaman sekarang,
radiasi RF tidak bisa menyebabkan mutasi contohnya kanker
Meskipun begitu radiasi RF dapat memiliki resiko yang disebut
dengan resiko termal (Räisänen dan Lehto. 2003, hal. 363). Efek
biologis radiasi RF sudah dipelajari melalui percobaan dengan hewan
dan model, serta melalui penelitian epidemologi. Efek radiasinya
dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu efek thermal dan non
thermal. Efek biologis yang dihasilkan oleh pemanasan jaringan oleh
energi RF selalu menunjuk pada efek thermal. Hal ini sudah diketahui
selama beberapa tahun bahwa pembukaan tingkatan-tingkatan tinggi
dari radiasi RF bisa berbahaya karena berkaitan dengan energi RF
untuk memanaskan jaringan biologi secara cepat (Cleveland dan
Ulcek. 1999).
Efek thermal yang diamati dengan teliti adalah skatarak,
kenaikan suhu jaringan dan luka bakar (Räisänen dan Lehto. 2003 hal
363).
Permukaan yang peka terhadap panas dan rasa sakit yang
berasal dari panas untuk sebagian besar frekuensi adalah sebuah
penunjuk ketidak percayaan untuk keberadaan radiasi frekuensi tinggi
karena energi selalu diserap pada lapisan yang lebih dalam di bawah
kulit yang peka terhadap panas. Efek biologis yang sudah diamati
dibawah kondisi dimana frekuensi tinggi yang dapat menyebabkan
kenaikan suhu sebenarnya tidak terjadi (Bernhardt, 1992 hal 815).
1. Kelompok Keamanan B
2. Kategorisasi Sumber 3
3. Jenis Pemanfaatan Gauging untuk Well Logging
Paparan radiasi merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau
materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi:
Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi
adalah:
Herawati, Peppy. 2016. Dampak kebisingan dari Aktivitas Bandara Sultan Thaha
Jambi Terhadap Permukiman di Sekitar Bandara. Jurnal Ilmiah Universitas Batang
Hari Jambi, Vol. 16 No. 1. Jambi : Universitas Batang Hari.
O’NEILL K. “The Nuclear Terrorist Threat”. Institute for Science and International
Security, Artikel Internet (1997). 9. www.bapeten.go.id, Berita Perizinan. Berita
internet (2004)
Syukri Sahab, 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :
PT Bina Sumber Daya Manusia
www.liputan6.com/health/read/2345076/seorang-pekerjan-di-Jepang-terkena-kanker-
akibat-radiasi-nuklir diakses pada 12 September 2019