Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Amerika Serikat, 80% orang pada usia 18-55 tahun

mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung (Hochschuler, 2002).

Posisi duduk saat bekerja tidak hanya terdapat di perkantoran atau

industri saja, namun mengendarai mobil khususnya pengemudi

angkutan kota juga termasuk pekerjaan dalam posisi duduk. Pekerjaan

sebagai pengemudi angkutan kota rentan terhadap gangguan

kesehatan, misalnya nyeri punggung atau musculoskeletal. Faktor

penyebabnya antara lain adalah umur, lama kerja dan getaran dalam

mengendarai mobil (Marthin, 2016).


Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang

akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan

kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam

hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang

harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa

Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan

perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi

Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa

depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,

memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Depkes, 2009).
Di dalam lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi beban

tambahan akibat lingkungan kerja. Beban tambahan akibat lingkungan


kerja tersebut dapat berasal dari faktor kimiawi, fisik, biologis,

fisiologis, pisikis. Beban tambahan lingkungan kerja fisik khususnya

lingkungan kerja panas memegang peranan yang penting. Untuk

efisisensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, pekerjaan harus

dikerjakan dengan cara dan dalam lingkungan yang memenuhi syarat

kesehatan (Agus, 2015).


Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh

pekerja untuk dapat bekerja lebih produktif, karena itu lingkungan kerja

harus didesain sebaik-baiknya sehingga lingkungan kerja menjadi

kondusif bagi pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana

yang aman dan nyaman. Di dalam mendesain ruang kerja perlu

diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi

lingkungan kerja. Salah satu faktor penting dari lingkungan kerja yang

dapat memberikan kepuasan kerja dan produktivitas adalah adanya

pencahayaan yang baik. Pencahayaan yang baik memungkinkan

pekerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat

dan tanpa mengupayakan usaha yang berlebih (Dwi, 2013).


Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki,

misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan

sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang

menghalangi gaya hidup. Diantara pencemaran lingkungan yang lain,

pencemaran atau polusi akibat kebisingan dianggap istimewa, hal ini

dikarenakan penilaian pribadi dan subjektif sangat menentukan untuk

mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak, serta


kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan

pencemaran udara dan pencemaran air dan bising pesawat

merupakan pengecualian.
Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan masalah

tersendiri bagi tenaga kerja, umumnya berasal dari mesin kerja. Tetapi

banyak tenaga kerja yang telah terbiasa dengan kebisingan tersebut,

meskipun tidak mengeluh gangguan kesehatan tetap terjadi,

sedangkan aefek kebisingan terhadap kesehatan tergantung pada

intensitasnya (Fathoni, 2013).


Penanganan untuk menurunkan tingkat kebisingan dapat

dilakukan pada sumber kebisingan, media perantara dan penerima

kebisingan. Penurunan pada sumber kebisingan dilakukan secara

keteknikan dengan mengubah mekanisme kerja dari sumber bising.

Penurunan melalui media perantara dapat dilakukan dengan

pelapisan, enclosure, dan pemasangan barrier. Penuruan pada

penerima kebisingan dapat dilakukan dengan pemberian earplug atau

earmuff (Dedy, 2013).


Tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas dapat

mendorong timbulnya gangguan pendengaran dan risiko kerusakan

pada telinga baik bersifat sementara maupun permanan setelah

terpapar dalam periode waktu tertentu tanpa penggunaan alat proteksi

yang memadai (Bambang, 2014).


Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali

suatu objek secara visual. Pencahayaan yang baik memungkinkan

orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan


cepat. Hampir kebanyakan pengguna energi komersial dan industri

peduli penghematan energi dalam sistim penerangan. Seringkali,

penghematan energi yang cukup berarti investasi yang minim dan

masuk akal (Nurhani, 2011).


Peran pencahayaan menjadi hal yang sangat penting karena

dengan segala elemen dan prinsip desain yang diterapkan tidak ada

artinya tanpa kehadiran cahaya. Pencahayaan mempunyai dua fungsi

utama yaitu untuk penglihatan (vision) dan menciptakan suasana

interior (estetika). Pencahayaan yang diterapkan pada desain interior

terdiri dari pencahayaan alami (cahaya siang, daylight) dan

pencahayaan buatan (lampu dengan energi listrik) (Nabeela, 2014).


Getaran merupakan faktor fisik di tempat kerja yang berasal

dari peralatan kerja yang digunakan. Getaran yang dihasilkan oleh

mesin apabila terpapar oleh manusia atau pekerja dapat menimbulkan

efek yang merugikan bagi kesehatan (Dimi, 2014).


Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh getaran adalah

kelainan pada peredaran darah dan syaraf, serta kerusakan pada

persendian dan tulang berupa rasa nyeri sampai dengan mati rasa

(Arika, 2011).
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi

untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada

pada kondisi yang ekstrim. Lingkungan kerja yang panas akan

mempengaruhi kesehatan pekerja akibat suhu yang tinggi seperti

miliaria, heat cramps, heat stroke, heat exhaustion yang ditandai

dengan penderita berkeringat banyak, suhu tubuh normal dan sub


normal, tekanan darah menurun dan denyut nadi bergerak cepat (Sri,

2016).
Lingkungan dan cara yang dimaksud meliputi tekanan

panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap

badan, perserasian manusia dan mesin. Efisiensi kerja sangat

dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam lingkungan nikmat kerja.

Temperatur yang terlalu panas menjadikan perasaan cepat lelah dan

mengantuk, sebaliknya temperatur yang teralu dingin mengurangi daya

atensi dan ketidak tenangan yang berpengaruh negatif terutama pada

kerja mental. Dengan demikian penyimpangan dari batas kenyamanan

suhu baik di atas maupun di bawah nyaman akan berdampak buruk

pada kelelahan kerja. Kondisi panas sekeliling yang berlebihan akan

mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kesetabilan dan

meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja.


Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang keselamatan

dan kesehatan kerja Pasal 86 Ayat 1 dan 2 yang menyatakan “Setiap

pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya

keselamatan dan kesehatan kerja” (Agus, 2015).


B. Tujuan Percobaan
1. Untuk membandingkan hasil pengukuran kebisingan dengan nilai

ambang batas
2. Untuk membandingkan hasil pengukuran iklim kerja dengan nilai

ambang batas
3. Untuk membandingkan hasil pengukuran getaran dengan nilai

ambang batas
4. Untuk membandingkan hasil pengukuran pencahayaan dengan

nilai ambang batas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Kebisingan


1. Definisi Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh

telinga. Bunyi secara berkelanjutan atau impulsif dapat

mengakibatkan kerusakan pada telinga. Kerusakan telinga

biasanya terjadi pada gendang telinga atau ossicles. Awalnya akan

terjadi kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi, namun

perlahan pada frekuensi yang semakin menurun sampai kepada

frekuensi rendah (Dedy, 2013)


Kebisingan adalah semua bunyi yang mengalihkan

perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain pola intensitas,

frekuensi dan pembangkitan (Fathoni, 2013).


Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Pasal 1 Nomor 13 tahun 2011, kebisingan adalah


semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat

proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu

dapat menimbulkan gangguan pendengaran.


2. Jenis-jenis Kebisingan
Kebisingan pada umumnya merupakan bunyi yang terdiri

dari sejumlah frekuensi dengan tingkat bunyi yang berbeda-beda

dalam besaran decibel (dBA). Ditinjau dari hubungan tingkat bunyi

sebagai waktu maka kebisingan dapat dibedakan menjadi (Prima,

2015):
a. Kebisingan kotinyu (Steady State Wide Band Noise).
Kebisingan dimana fluktuasi intensitas pada kebisingan ini tidak

lebih dari 6 dBA dengan spektrum frekuensi yang luas. Sebagai

contoh adalah bunyi yang ditimbulkan oleh mesin gergaji dan bunyi

yang ditimbulkan oleh katub gas.


b. Kebisingan terputus-putus (Intermitten Noise)
Merupakan kebisingan dimana bunyi mengeras dan melemah

secara perlahan-lahan. Seperti kebisingan yang ditimbulkan oleh

aktifitas jalan raya, dan bunyi yang ditimbulkan oleh kereta api
c. Kebisingan impulsif berulang (Impulse Noise)
Merupakan kebisingan dimana waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai puncaknya tidak lebih dari 65 ms dan waktu yang

dibutuhkan untuk penurunan intensitasnya sampai 20 dBA dibawah

puncaknya tidak lebih dari 500 ms. Seperti bunyi mesin tempa di

pabrik-pabrik
d. Steady-state noise
Adalah kebisingan yang tingkat tekanan bunyinya stabil terhadap

perubahan waktu dan tak mengalami kebisingan yang stabil adalah


kebisingan sekitar air terjun dan kebisingan pada interior pesawat

terbang saat sedang di udara

e. Fluctuating noise
Adalah kebisingan yang kontinyu namun berubah-ubah tingkat

tekanan bunyinya. Contoh fluctuating noise adalah kebisingan

akibat lalu lintas pada jalan raya


3. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas kebisingan adalah 85 dBA untuk

waktu pemajanan selama 8 jam per hari. Pengendalian kebisingan

dilakukan dengan mengatur waktu kerja sehubungan dengan

tingkat paparan kebisingan, seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. 1
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu pajanan per hari Intensitas (dB)
8 85
4 88
Jam
2 91
1 94
30 97
15 100
7,5 103
Menit
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 Detik 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

Sumber: Try, 2012


a. Zona Kebisingan
Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang

diizinkan ( Try, 2012)

Zona A :Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

tempat penelitian, RS, tempat perawatan

kesehatan/sosial & sejenisnya.

Zona B :Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

perumahan, tempat Pendidikan dan rekreasi.

Zona C :Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

perkantoran, Perdagangan dan pasar.

Zona D :Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

industri, pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.

4. Dampak Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan

pada manusia yang terpapar dan dapat dikelompokan secara

bertingkat sebagai berikut (Bambang, 2012):


a. Gangguan Fisiologis
Seseorang yang terpapar bising dapat menggangu, lebih-lebih

yang terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba dan tak

terduga. Gangguan dapat terjadi seperti, peningkatan tekanan

darah, peningkatan denyut nadi, basa metabolisme, kontraksi

pembuluh darah kecil, dapat menyebabkan pucat dan gangguan

sensoris, serta dapat menurunkan kinerja otot


b. Gangguan Psikologis
Seseorang yang terpapar bising dapat teganggu kejiwaanya,

berupa stres, sulit berkonsentrasi dan lain-lain, dengan akibat

mempengaruhi kesehatan organ tubuh yang lain


c. Gangguan komunikasi
Yaitu gangguan pembicaraan akibat kebisingan sehingga lawan

bicara tidak mendengar dengan jelas. Untuk rnengatasi

pembicaraan perlu lebih diperkeras bahkan berteriak


d. Gangguan keseimbangan
Kebisingan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan gangguan

keseimbangan yang berupa kesan seakan-akan berjalan di

ruang angkasa
e. Ketulian
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh

kebisingan, maka gangguan yang paling serius adalah ketulian.

Ketulian akibat bising ada tiga macam yaitu, tuli sementara, tuli

menetap, trauma akustik


B. Tinjauan Umum Mengenai Iklim Kerja

1. Definisi Iklim kerja


Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu,

kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan

tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat

pekerjaannya (Permenakertrans No.13 Tahun 2011).


Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang

berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja

bila berada pada kondisi yang ekstrim. Kondisi temperatur

lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang

berada di luar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi

Persoalan tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi


temperatur lingkungan adalah ekstrim menjadi penting, mengingat

kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat bervariasi dan

dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian secara umum kita

dapat menentukan batas kemampuan manusia untuk beradaptasi

dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dengan

menentukan rentang toleransi terhadap temperature lingkungan.


Pekerjaan dan tempat kerja pada umumnya beriklim

kerja panas yang biasanya tekanan panas melebihi keadaan

sehari-hari kehidupan pada umumnya. Pekerja baru yang mulai

bekerja pada lingkungan kerja dengan tekanan panas demikian

akan mengalami proses aklimatisasi terhadap intensitas paparan

panas yang sebelumnya tidak pernah dialami. Untuk melindungi

tenaga kerja baru tersebut, perlu diatur agar pekerjaan pada waktu

minggu-minggu pertama pekerjaan dilakukan secara bertahap baik

mengenai lama maupun beban kerjanya (Sri, 2016).


Iklim kerja ditentukan oleh sumber panas yang berasal

dari matahari, tanur, dapur, genset, boiler, bejana uap, dan lighting.

Tekanan panas ditentukan oleh sumber panas, radiasi matahari,

panas tubuh, kecepatan udara dan kelembaban udara.


2. Dampak Iklim Kerja
Dampak yang ditimbulkan dari iklim kerja yang buruk

adalah (Arika, 2011):


a. Prickly heat/heat rash/mikaria rubra yaitu timbulnya bintik-bintik

merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi

kelenjar keringat.
b. Heat cramps yaitu otot kejang dan sakit, terutama otot anggota

badan atas dan bawah.


c. Heat Exhaustion yaitu tubuh kehilangan cairan dan elektrolit.
d. Heat stroke mengakibatkan thermoregulatory terganggu,

jantung berdebar, nafas pendek dan cepat, tekanan darah naik

atau turun, tidak berkeringat, suhu badan tinggi dan hilang

kesadaran.
3. Nilai ambang Batas Iklim Kerja
Suhu nyaman pada saat bekerja adalah antara 24°C -

26°C, dan selisih suhu di dalam dan di luar tidak lebih dari 5°C.

Kelembaban udara yang baik berkisar antara 65% - 95%. NAB iklim

kerja berdasarkan ISBB yang diperkenankan, dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 2.2
ISBB Yang Diperkenankan
Pengaturan waktu kerja ISBB (oC)
setiap hari Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Ringan Sedang Berat
Istirahat
Bekerja terus- - 30,0 26,7 25,0
menerus
75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9
50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% istirahat 32,3 31,1 30,0
Sumber : Arika, 2011

Catatan:

a) Beban kerja ringan membutuhkan 100-200 kkal/jam


b) Beban kerja sedang membutuhkan >250 – 350 kkal/jam
c) Beban kerja berat membutuhkan >350-500 kkal/jam
C. Tinjauan Umum Mengenai Getaran
1. Definisi Getaran
Getaran merupakan faktor fisik di tempat kerja yang

berasal dari peralatan kerja yang digunakan. Getaran yang


dihasilkan oleh mesin apabila terpapar oleh manusia atau pekerja

dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan (Dimi,

2014).
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan yang teratur

dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan

keseimbangan (Hidayat, 2011).

2. Jenis-Jenis Getaran
a. Getaran Karena Gerakan Udara
Menurut Gierke dan Nixon (1976) getaran udara juga

disebabkan melalui udara sehingga akan mencapai telinga.

Getaran dengan frekuensi 1-20 Hz tidak akan menyebabkan

gangguan vestibulur yaitu gangguan orientasi, kehilangan

keseimbangan dan mual-mual. Akan tetapi dapat menimbulkan

nyeri pada telinga, nyeri dada, dan biasa terjadi getaran seluruh

tubuh.
b. Getaran Mekanis
Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang

ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran

ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang

tidak diinginkan pada tubuh kita. Getaran mekanis dapat

dibedakan berdasarkan pajanannya. Terdapat dua bentuk, yaitu

getaran seluruh badan dan getaran pada lengan dan tangan

(Ririn, 2009).
c. Getaran Seluruh Badan
Getaran pada seluruh tubuh atau umum (whole body vibration)

yaitu terjadi getaran pada tubuh pekerja yang bekerja sambil


Duduk atau sdang berdiri di mana landasannya yang

menimbulkan getaran. Biasanya frekuensi getaran ini adalah

sebesar 5-20 Hz. Getaran seperti ini biasanya dialami oleh

pengemudi kendaraan seperti : traktor, bus, helikopter, atau

bahkan kapal.
d. Getaran pada Lengan
Menurut Salim (2002:253) menyebutkan getaran setempat yaitu

getaran yag merambat melalui tangan akibat pemakaian

peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20-500

Hz. Frekuensi yang paling berbahaya adalah pada 128 Hz,

karena tubuh manusia sangat peka pada frekuensi ini. Getaran

ini berbahaya pada pekerjaan seperti : supir bajaj, operator

gergaji rantai, tukang potong rumput, gerinda, penempa palu

(Dimi 2014).
3. Dampak Getaran
Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh getaran

adalah kelainan pada peredaran darah dan syaraf, serta kerusakan

pada persendian dan tulang berupa rasa nyeri sampai dengan mati

rasa (Arika, 2011).


Terdapat dua jenis dampak getaran, yaitu dampak

getaran seluruh tubuh dan dampak getaran pada lengan:


a. Getaran Seluruh Tubuh
Efek getaran dalam tubuh tergantung dari jaringan. Hal ini

didapatkan pada frekuensi alami, yaitu 3-9 Hz untuk kesatuan

getaran pada bagian tubuh seperti dada dan perut. Frekuensi

lebih tinggi dapat mempengaruhi alat-alat dengan frekeunsi

alami yang lebih tinggi pula. Leher, kepala, dan pinggul,


beresonansi baik terhadap getaran pada frekuensi 10 Hz.

Getaran-getaran kuat dapat menyebabkan rasa nyeri yang luar

biasa.
b. Getaran pada Lengan
Gangguan-gangguan tersebut antara lain kelainan dalam

peredaran darah dan persarafan, serta kerusakan pada

persendian dan tulang. Gejala kelainan pada peredaran darah

dan persarafan sangat mirip dengan fenomena Raynaud.

Gejala-gejala awal adalah pucat dan kekakuan pada ujung-

ujung jari yang terjadi berulang secara tidak teratur. Mula-mula

pada sebelah tangan kemudian dapat meluas pada kedua

tangan secara asimetris. Serangan berlangsung dari beberapa

menit sampai beberapa jam, dengan tingkatan yang berbeda

dalam hal intensitas nyeri, kehilangan daya pegang dan

pengendalian otot (Ririn, 2009).

4. Nilai Standar Getaran


Menurut Permenakertrans Nomor 13 tahun 2011 terkait

NAB getaran:
Tabel 2.3
NAB Getaran
Nilai percepatan pd frek
Jumlah waktu pemajanan
dominan
per hari kerja m/det2 Grafitasi (G)
4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
kurang dari 1 jam 12 1,22
Sumber : Arika, 2011
5. Pengendalian Getaran
Pengendalian getaran dapat dilakukan dengan beberapa

cara, yaitu pemasangan bantalan berupa karet atau pegas pada

mesin dan peralatan, penggantian komponen mesin yang sudah

aus serta penguatan baut atau ikatan yang longgar (Arika, 2011).
Strategi pengendalian getaran di tempat kerja akan

diarahkan pada menghilangkan atau mengurangi sumber getaran :


a. Mengganti mesin yang banyak getaran dengan yang sedikit

getarannya.
b. Memperbaiki pir kendaraan dan tempat duduk untuk

mengurangi getaran.
c. Mengurangi getaran mesin dengan menggunakan alas karet.
d. Memperhatikan betul perawatan dan reparasi yang tepat pada

mesin
e. Kenakan giliran kerja dan waktu istirahat yang diatur baik (Ririn,

2009).
D. Tinjauan Umum Mengenai Pencahayaan
1. Definisi Pencahayaan
Pencahayaan adalah salah satu elemen interior yang

berfungsi untuk tujuan penglihatan (vision) maupun estetis yang

dapat membentuk suasana interior sesuai arah konsep desain yang

diinginkan (Nabeela, 2014).


Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk

mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman,

serta mempunyai kaitan dengan produktivitas kerja. Pe-nerangan

yang buruk juga akan mengakibatan rendahnya produktivitas


kualitas maupun sakit mata, lelah, dan pening kepala bagi pekerja.

Penerangan yang lebih baik dapat memberikan hal berupa efisiensi

yang lebih tinggi, dapat meningkatkan produktivitas dan

mengurangi kesulitan serta tekanan penglihatan terhadap

pekerjaan (Hermawan, 2014).


2. Jenis-Jenis Pencahayaan
Pencahayaan sendiri dapat dibagi menjadi (Nurhani,

2011):
a. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan

yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai

banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat

membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami

pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar

ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas

lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif

dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain

karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami

menghasilkan panas terutama saat siang hari.


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar

penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:


1) Variasi intensitas cahaya matahari
2) Distribusi dari terangnya cahaya
3) Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan
4) Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung

b. Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang

dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami.


Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan

sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan

alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik

yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan

dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:


1) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni

melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta

kegiatan visual secara mudah dan tepat


2) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara

mudah dan aman


Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang

berlebihan pada tempat kerja


3) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap

menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan,

dan tidak menimbulkan bayang-bayang.


4) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan

meningkatkan prestasi.
5) Disamping hal-hal tesebut di atas, dalam perencanaan

penggunaan pencahayaan untuk suatu lingkungan kerja

maka perlu pula diperhatikan hal-hal berikut ini:


a. Seberapa jauh pencahayaan buata akan digunakan, baik

untuk menunjang dan melengkapi pencahayaan alami.


b. Tingkat pencahayaan yang diinginkan, baik untuk

pencahayaan tempat kerja yang memerlukan tugas

visual tertentu atau hanya untuk pencahayaan umum


c. Distribusi dan variasi iluminasi yang diperlukan dalam

keseluruhan interior, apakah menyebar atau tefokus pada

satu arah
d. Arah cahaya, apakah ada maksud untuk menonjolkan

bentuk dan kepribadian ruangan yang diterangi atau tidak


e. Warna yang akan dipergunakan dalam ruangan serta

efek warna dari cahaya


f. Derajat kesilauan obyek ataupun lingkungan yang ingin

diterangi, apakah tinggi atau rendah.


3. Intensitas Pencahayaan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun

2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang

kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatanya

seperti berikut:

Tabel 2. 4
Tingkat Penerangan atau NAB (Nilai Ambang Batas) di Masing-
Masing Area Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No.1405
Tahun 2002
Jenis Kegiatan Tingkat Keterangan
Pencahayaan
Minimal (lux)
Pekerjaan kasar 100 Ruang penyimpanan dan peralatan atau
dan tidak terus- instalasi yang memerlukan pekerjaan
menerus kontinyu
Pekerjaan kasar 200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan
dan terus- kasar
menerus
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol,
pekerjaan mesin dan perakitan
Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan
halus mesin kantor, pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,
pekerjaan mesin halus dan perakitan
halus
Pekerjaan sangat 1500 Mengukir dengan tangan, pemeriksaan
halus tidak menimbulkan pekerjaan mesin, dan perakitan yang
bayangan sangat halus
Pekerjaan terinci 3000 Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat
tidakmenimbulkan halus
bayangan
Sumber: Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

4. Dampak Pencahayaan
Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan

menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja.

Pengaruh dan penerangan yang kurang memenuhi syarat akan

mengakibatkan dampak, yaitu (Dwi, 2013):


a. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi

kerja.
b. Kelelahan mental, fisik dan psikologis.
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
d. Kerusakan indra mata dan lain-lain.
5. Hirarki Pengendalian Pencahayaan
Pengendalian terhadap penerangan buruk dapat

dilakukan dengan cara:


a. Pengenalian secara teknis
1) Memperbesar ukuran obyek (sudut penglihatan) dengan

menggunakan kaca pembesar dan kaca pembesar dan layer

monitor.
2) Memperbesar intensitas penerangan.
3) Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat obyek.
4) Bila menggunakan penerangan alami, harus diperhatikan

agar jalan masuknya sinar tidak terhalang.


b. Pengendalian secara administratif
Untuk pekerjaan malam atau yang membutuhkan

ketelitian tinggi, memperkerjakan tenaga kerja yang berusia

relatif masih muda dan tidak menggunakan kacamata adalah

lebih baik. Menjaga kebersihan dinding, langit-langit, lampu dan

perangkatnya penting untuk diperhatikan. Perawatan tersebut

sebaiknya dilakukan minimal 2 kali dalam 1 tahun, karena

kotoran atau debu yang ada ternyata dapat mengurangi

intensitas penerangan (Achmad, 2014).


Catat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengukuran
1. Kebisingan
a. Indoor (ruang dosen keperawatan UMI)
Tabel 4.1
Hasil pengukuran Kebisingan di ruang dosen keperawatan
FKM Universitas Muslim Indonesia
Tahun 2016
54,2 56,5 56,9 56,1 567 56,0
57,6 56,0 64,3 56,3 56,6 57,1
57,7 56,7 56,9 60,8 56,6 56,5
56,5 56,5 57,8 57,3 57,4 55,9
56,4 56,2 56,8 56,5 56,5 56,4
Sumber: Data Primer
1) Rentangan (Range) = Nilai Max – Nilai Min
= 60,8 – 54,2
= 6,6
=7
2) Jumlah Kelas = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 4,884
= 5,8
=6

3) Interval =

= = 1,17

Tabel 4.2
Jumlah Kelas Interval
Tahun 2016
No Interval sampel % Sampel %
sampel kumulatif sampel
kumulatif
1 54,2-55,2 1 3,3 1 3,3
2 55,3-56,3 6 20 7 23,3
3 56,4-57,4 17 56,7 24 80
4 BAB III 4 13,3 28 93,3
METODE PRAKTIKUM
A. Kebisingan
1. Lokasi Percobaan
Lokasi pengukuran

kebisingan ini terbagi menjadi

dua tempat, yaitu indoor dan

outdoor, dimana indoor adalah

ruang dosen keperawatan dan

outdoor adalah koridor FKM

UMI.
2. Waktu Percobaan
Waktu Percobaan

dilakukan pada hari Jumat 27

Mei 2016 pukul 11.00 WITA.


3. Alat
Alat yang digunakan

untuk mengukur kebisingan

adalah:
a. Sound Level Meter Merk

Lutron SL: 4010


b. Kertas
c. Pulpen
d. Buku panduan
e. Dokumentasi
f. Stopwatch
4. Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari alat

kebisingan adalah apabila ada

suatu benda bergerak maka

akan menyebabkan

perubahan tekanan udara


yang ditangkap oleh alat SLM

dan selanjutnya akan

menggerakkan meter

petunjuk.

5. Prosedur Kerja
a. Pegang alat SLM setinggi

telinga
b. Kemudian tekan tombol

power lalu tunggu hingga

angkanya stabil
c. Atur rangenya di 80-130

dBa.
d. Kemudian tekan tombol

hold pada SLM pada detik

ke-5 dan catat hasilnya.

Lakukan ini sebanyak 30

kali percobaan.
B. Iklim kerja
1. Lokasi Percobaan
Lokasi pengukuran

iklim kerja ini terbagi menjadi

dua tempat, yaitu indoor dan

outdoor, dimana indoor adalah

ruang dosen keperawatan dan

outdoor adalah area parkir

FKM UMI.
2. Waktu Percobaan
Waktu Percobaan
dilakukan pada hari Jumat 27

Mei 2016 pukul 15.00 WITA.


3. Alat
Alat yang digunakan

untuk mengukur iklim kerja

adalah:
a. Heat Stress Meter
b. Hygrometer
c. Kertas
d. Pulpen
e. Buku Panduan
f. Dokumentasi
g. Stopwatch

4. Prosedur Kerja
a. Heat Stress Meter
1) Tekan tombol power

untuk mengaktifkan
2) Tekan tombol ‘mode’

pada alat untuk

memindahkan nilai

WGBT (Welt Bulb

Globe

Temperature/ISBB),

nilai tg (temperature

globe), nilai ta

(temperature

udara/suhu kering). Hal

ini berlaku dalam

ruangan maupun laur


ruangan.
b. Hygrometer
1) Arahkan alat pada

sumber angina
2) Tekan tombol power

untuk mengaktifkan alat


3) Perhatikan angka yang

muncul pada display

monitor, catat angka

maximum dan minimum

yang tertera (angka

kecepatan angina

maupun suhu)
C. Getaran
1. Lokasi Percobaan
Lokasi pengukuran

getaran ini dilakukan di area

parkir motor FKM UMI.


2. Waktu Percobaan
Waktu Percobaan

dilakukan pada hari Jumat 27

Mei 2016 pukul 10.30 WITA.

3. Alat
Alat yang digunakan

untuk mengukur getaran pada

alat kerja adalah:


a. Vibration Meter
b. Pulpen
c. Kertas
d. Buku panduan
e. Dokumentasi
f. Stopwatch
g. Motor
4. Prinsip Kerja
a. Sensor getaran berfungsi

menangkap sumber

getaran dan hasilnya

dibaca di display monitor


b. Display monitor berfungsi

menampilkan angka hasil

pengukuran getaran
5. Prosedur Kerja
a. Hand Arm Vibration
1) Nyalakan (tekan tombol

ON) pada Vibration

Meter
2) Ujung dari magnet

vibration meter

diletakkan pada alat

yang akan diukur, yaitu

pada tempat pegangan

bila tenaga kerja

menggunakan alat

tersebut.
3) Operasikan alat kerja

yang diukur.
4) Tekan tombol hold pada

vibration meter pada


detik ke-20 dan catat

hasil tingkat getaran

pada vibration meter


5) Lakukan kembali

sebanyak lima kali

percobaan dalam

hitungan 20 detik.
b. Whole Body Vibration
1) Nyalakan (tekan tombol

ON) pada Vibration

Meter
2) Letakkan vibration

meter pada lantai

dimana biasanya

tenaga kerja duduk

atau berdiri pada

kendaraan operasional

yang dipakai
3) Operasikan/jalankan

kendaraan tersebut
4) Tekan tombol hold pada

vibration meter pada

menit pertama dan

catat hasil tingkat

getaran pada vibration

meter
5) Lakukan kembali
sebanyak lima kali

percobaan dalam

hitungan satu menit.


D. Pencahayaan
1. Lokasi Percobaan
Lokasi pengukuran

pencahayaan ini dilakukan di

dua tempat, yaitu indoor dan

outdoor, dimana indoor adalah

di laboratorium terpadu

Kesehatan Masyarakat UMI

dan outdoor adalah di tangga

FKM UMI
2. Waktu Percobaan
Waktu percobaan

dilakukan pada hari Jumat 27

Mei 2016 pukul 14.00 WITA.


3. Alat
Alat yang digunakan

dalam pengukuran

pencahayaan adalah:
a. Lux Meter
b. Pulpen
c. Kertas
d. Buku panduan
e. Dokumentasi
4. Prinsip Kerja
Lux meter terdiri atas

monitor dan photocell yang

berfungsi menangkap cahaya


yang masuk kemudian

menjadi energy listrik dan

akan ditampilkan dalam

bentuk angka yang dapat

dibaca di display monitor.


5. Prosedur Kerja
a. Indoor (Laboratorium

Terpadu FKM UMI)


1) Perlakuan I (saat lampu

dinyalakan)
a) Lampu dinyalakan

dan buka tirai

jendela
b) Kemudian, sediakan

luxmeter untuk

mengukur intensitas

penerangan di

dalam ruangan
c) Bagilah luas

ruangan menjadi

beberapa

bagian/bidang,

dimana tiap bidang

mempunyai 90x90

cm. Pengukuran

dilakukan pada
salah satu sudut

bidang tersebut.

Baca intensitas

cahaya pada level

meter (display).

Lanjutkan

pengukuran pada

titik ke-2 dan

seterusnya sampai

titik terakhir.
2) Perlakuan II (saat

lampu dipadamkan)
a) Lampu dipadamkan

dan tutup tirai

jendela
b) Kemudian, sediakan

luxmeter untuk

mengukur intensitas

penerangan di

dalam ruangan
c) Bagilah luas

ruangan menjadi

beberapa

bagian/bidang,

dimana tiap bidang


mempunyai 90x90

cm. Pengukuran

dilakukan pada

salah satu sudut

bidang tersebut.

Photocell

menghadap sumber

cahaya, alat

dipegang ± 85 cm

dari lantai. Baca

intensitas cahaya

pada level meter

(display). Lanjutkan

pengukuran pada

titik ke-2 dan

seterusnya sampai

titik terakhir (titik ke-

9)
d) Setelah

mendapatkan hasil

dari pengukuran

tersebut, maka kita

dapat menghitung

intensitas
pencahayaan pada

saat lampu

dipadamkan.
b. Outdoor (Tangga)
1) Hitung semua jumlah

anak tangga lalu dibagi

2 hasilnya titik potong

dimana pencahayaan

dilakukan
2) Letakkan lux meter

pada anak tangga


3) Lihat hasil yang

ditampilkan oleh

display monitor
57,5-58,5
5 58,6-59,6 0 0 0 0
6 59,7-69,7 2 6,7 30 100
Sumber: Data Primer

L1 = = = 13,63

L2 = = = 13,90

L3 = = = 14,18

L4 = = = 14,45

L5 = = = 14,73

L6 = = = 15,75
Log = 10 log (∑ni x 10 )

Log = 10 log (1x10. ) + (6x10 ) + (17x10. )

+ (4x10. ) + (0x10, ) + (2x10. )

Log = 10 log

Log = 10 log (427,39)

Log = 10 log 14,2463

Log = 11,53

b. Outdoor (koridor FKM UMI)


Tabel 4.3
Hasil pengukuran kebisingan di area koridor FKM
Universitas Muslim Indonesia
Tahun 2016
70,4 69,4 69,0 69,6 71,0 71,0
68,6 68,5 81,3 69,6 67,0 70,6
65,6 67,2 69,2 68,3 67,5 65,8
64,3 64,0 63,3 65,1 69,9 69,2
69,1 66,8 67,7 69,8 71,2 69,0
Sumber: Data Primer
1) Range= Nila Max-Nilai Min

= 81,3-63,3

= 18

2) Jumlah Kelas = 1+3,3 log 30

=6

3) Interval Kelas =

= =3

Tabel 4.4
Jumlah Kelas Interval
Tahun 2016
No Interval Sampel % Sampel Sampel % kumulatif
Kumulatif
1 63.3 – 66.3 6 20 6 20
2 66.4 – 69.4 14 46.7 20 66.7
3 69.5 – 72.5 9 3 29 96.7
4 72.6 – 75.6 0 0 0 0
5 75.7 – 78.7 0 0 0 0
6 78.8 – 81.8 1 3.4 1 3.4
Sumber: Data Primer

L1 = = = 16,1
L2 = = = 16,9

L3 = = = 17,6

L4 = = = 18,4

L5 = = = 19,17

L6 = = = 19,95

Log = 10 log

= 10 log (6.10 ) + (14.10 ) + (9.10 )+

(0.10 ) + (0.10 ) + (1.10 )

= 10 log ( 96,6+2,37+158,4+0+0+19,95)

= 10 log (277,32)
=10 log 9,244

=9,658 db

2. Iklim Kerja
a. Indoor (ruang dosen keperawatan UMI)
Dik. ISBB = 23.60C
Tg = 27.20C
Dit. tw indoor
Penye. ISBB Indoor = 0.7 tw + 0.3 tg
23.6 = 0.7 tw + 0.3 (27.2)
23.6 = 0.7 tw + 8.16
23.6 – 8.16 = 0.7 tw
tw = 15.44∕0.7
= 22.050C
b. Outdoor (area parkir FKM UMI)
Dik. ISBB = 32.50C
tg = 36.60C
ta = 29.30C
Dit. tw Outdoor
Penye. ISBB Outdoor = 0.7 tw + 0.2 tg + 0.1 ta
32.5 = 0.7 tw + 0.2 (36.6) + 0.1 (29.3)
32.5 = 07 tw + 7.32 + 2.93
32.5 = 0.7 tw + 10.25
32.5 – 10.25 = 0.7 tw
tw = 22.25∕0.7
= 31.70C
ISBB rata-rata = (ISBB1) (t1) + (ISBB2) (t2) : (t1 + t2)
= (47.2 + 65) + (2+2)
= 112.2 : 4
= 28.050C
c. Hygrometer
Tabel 4.5
Hasil pengukuran Kecepatan Angin di dalam ruangan
dosen dan di luar ruangan area parkir FKM
Universitas Muslim Indonesia
Dalam Luar
No Pengukuran
Ruangan Ruangan
1 Kelembaban Udara (Max RH) 63.3 70.5
2 Kelembaban Udara (Min RH) 61.5 64.9
3 Suhu (Max RH) 27.1 32.3
4 Suhu (Min RH) 27.0 32.3
Sumber: Data Primer, 2016
3. Getaran
Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Getaran di area parkir FKM
Universitas Muslim Indonesia
Hasil Pengukuran
Percobaan Whole Body Hand Arm
Vibration Vibration
I 5.2 7.4
II 8.2 8.6
III 8.4 8.5
IV 12.5 8.5
V 10.5 9.3
Rata-rata 8.96 Hz 8.46 Hz
Sumber: Data Primer, 2016
a. Whole Body Vibration
Rata – rata = Hasil Percobaan
Jumlah Percobaan
= 5.2 + 8.2 + 8.4 + 12.5 + 10.5
5
= 8.96 Hz
b. Hand Arm Vibration
Rata – rata = Hasil Percobaan
Jumlah Percobaan
= 7.4 + 8.6 + 8.5 + 8.5 + 9.3
5
= 8.46 Hz
4. Pencahayaan
a. Indoor (Laboratorium Terpadu FKM UMI)
Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Pencahyaan di Laboratorium
Terpadu Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Perlakuan I Perlakuan II
(saat lampu (saat lampu
dinyalakan) dipadamkan)
Titik 1 30 Titik 1 4
Titik 2 42 Titik 2 8
Titik 3 75 Titik 3 6
Titik 4 53 Titik 4 2
Titik 5 59 Titik 5 1
Titik 6 42 Titik 6 1
Titik 7 37 Titik 7 2
Titik 8 45 Titik 8 1
Titik 9 37 Titik 9 1
Total 420 Total 26
Sumber: Data Primer, 2016
Besarnya Internsitas Pencahayaa Umum:
a. Hasil pengukuran saat lampu dinyalakan

= 30 + 42 + 75 + 53 + 59 + 42 + 37 + 45 + 37

= 420

= 46.6 lux

b. Hasil pengukuran saat lampu dipadamkan

=4+8+6+2+1+1+2+1+1

= 26

= 2.88 lux

b. Outdoor (Tangga)
Tabel 4.7
Hasil Pengukuran Pencahayaan di tanggan FKM
Universitas Muslim Indonesia
Titik Pengukuran Hasil
Titik 1 8 lux
Titik 2 5 lux
Titik 3 19 lux
Titik 4 12 lux
Titik 5 35 lux
Sumber: Data Primer, 2016

Besarnya Internsitas Pencahayaa Umum:


= 8 + 5 + 19 + 12 + 35

= 79

= 8.7 lux

B. Pembahasan
1. Kebisingan
a. Indoor dan Outdoor (Ruang Dosen Keperawatan dan

koridor FKM UMI)

Kebisingan adalah semua bunyi yang mengalihkan

perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-

hari. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain pola

intensitas, frekuensi dan pembangkitan (Fathoni, 2013).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan

Industri, standar tingkat kebisingan di ruang kerja tanpa

pelindung maksimal 85 dB.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan

yang dilakukan di ruang dosen keperawatan FKM UMI diperoleh

hasil, yaitu 11.53 dBa. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui

bahwa ruang tersebut masih dalam kategori normal karena


masih berada dibawah nilai ambang batas kebisingan, yaitu

sebesar 85 dBa. Sedangkan hasil pengukuran intensitas

kebisingan yang dilakukan di koridor FKM UMI diperoleh hasil,

yaitu 9,6 dBa. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa

ruang tersebut masih dalam kategori normal karena masih

berada dibawah ini ambang batas kebisingan, yaitu sebesar 85

dBa.

2. Iklim Kerja
Iklim kerja yaitu lingkungan manusia di mana para

karyawan organisasi melaksanakan pekerjaan mereka. Iklim tidak

dapat dilihat dan disentuh tetapi iklim tersebut ada dan akan

mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi.


Suatu Kondisi Lingkungan kerja dikatakan baik atau

sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara

optimal, sehat aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja

dapat dilihat akibat nya dalam jangka yang lama. Lebih jauh lagi

lingkungan kerja lingkungan kerja yang kurang baik dapat membuat

tenaga kerja malas dan bosan (Riska, 2013)


Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan Heat Stress Meter diperoleh hasil, yaitu ISBB di luar

ruang, yaitu 31.70C dan ISBB di dalam ruangan adalah 22.05 0C dan

ISBB rata-rata adalah 28.050C.


3. Getaran
Getaran merupakan faktor fisik di tempat kerja yang

berasal dari peralatan kerja yang digunakan. Getaran yang

dihasilkan oleh mesin apabila terpapar oleh manusia atau pekerja


dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan (Dimi,

2014).
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di area

parkir dengan menggunakan motor, kami melakukan dua jenis

pengukuran. Pertama adalah pengukuran getaran seluruh tubuh

(whole body vibration), dengan prosedur, sensor diletakkan pada

tempat kaki pengemudi berinjak lalu melakukan pengukuran

selama satu menit. Percobaan ini dilakukan sebanyak lima kali.

Diketahui bahwa getaran pada seluruh tubuh yakni, 8.96 m/s 2,

dimana hasil tersebut memenuhi standar (5-20 Hz). Selanjutnya

pengukuran jenis kedua, yaitu pengukuran getaran pada lengan

(hand arm vibration) dengan prosedur meletakkan sensor di setang

motor dekat tangan pengemudi, lalu melakukan pengukuran

selama 20 detik sebanyak lima kali percobaan. Maka diketahui

hasilnya, yakni, 8.46 m/s2 tidak memenuhi standar (20-500 Hz).


4. Pencahayaan

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan

yang kami lakukan di tangga, pertama kami menghitung ada

berapa jumlah anak tangga lalu kami membagi setengah dari

anak tangga dan disitulah kami meletakkan lux meter dan mulai

melakukan pengukuran. Perlakuan yang sama dilakukan pada

tangga-tangga yang lain, kami melakukan pengukuran di tangga

sebanyak lima kali percobaan di lima tangga. Hasil pengukuran

dengan nilai lux paling tinggi adalah terletak pada titik kelima
dimana hasilnya adalah sebesar 35 lux, hal tersebut terjadi

karena tangga kelima terletak di bagian yang sedikit langsung

berhadapan dengan sumber cahaya, yaitu cahaya matahari.

Dan hasil pengukuran dengan nilai lux paling kecil adalah

terletak di titik kedua, dimana hasilnya adalah sebesar 2 lux, hal

tersebut terjadi karena sumber cahaya yang ada di tangga

kedua dihalangi oleh gedung sehingga pencahayaannya

menjadi sedikit gelap. Jadi besar intensitas pencahayaan umum

yang dilakukan di tangga adalah sebesar 8.7 lux, ini

menunjukkan pencahayaannya kurang baik karena sangat

berada di bawah standar pencahayaan yang telah ditentukan.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas

pencahayaan yang dilakukan di dalam ruangan Laboratorium

Terpadu FKM UMI, sebelum melakukan percobaan, kami

menentukan besarnya ruangan tersebut agar titik-titik

pengukuran dapat diketahui. Luas ruangan laboratorium

termasuk dalam kategori 10-100 m sehingga kami menentukan

jarak-jarak setiap 3 meter. Apabila luas ruangan hanya <10 m

maka penentuan titik dari titik pertama ke titik kedua dan titik

selanjutnya adalah sepanjang 1 meter, dan untuk untuk luas

ruangan yang berkisar lebih dari 100 m maka penentuan titik

pengukuran adalah setiap 6 m. Setelah menentukan titik, kami


mendapatkan sembilan titik pengukuran dari luas ruangan 10-

100 m.

Setelah melakukan penentuan titik sesuai luas

ruangan maka kami akan melakukan dua perlakuan, dimana

perlakuan pertama adalah dengan menyalakan semua lampu

dan membuka semua tirai jendela, lampu yang menyala di

ruangan tersebut hanya sebanyak empat buah lampu. Hasil

yang kami dapatkan adalah titik dengan nilai lux paling besar

adalah di titik ketiga, yaitu sebesar 75 lux, hal ini karena titik

tersebut terletak langsung di bawah cahaya lampu. Dan titik

dengan nilai lux paling kecil adalah di titik pertama, yaitu

sebesar 30 lux, hal ini karena titik tersebut terletak di belakang

pintu sehingga cahaya dihalangi oleh pintu dan sumber cahaya

lampu tidak ada. Jadi besar intensitas pencahayaan umum di

laboratorium dengan menyalakan lampu adalah sebesar 46,6

lux, maka hal tersebut termasuk dalam kategori pencahayaan

yang baik karena telah memenuhi standar yang telah

ditentukan.

Selanjutnya kami melakukan perlakuan II, yaitu

dengan prosedur memadamkan lampu dan menutup semua tirai

jendela. Hasil yang kami dapatkan adalah titik dengan nilai lux

paling besar adalah di titik kedua, yaitu sebesar 8 lux, hal ini
karena titik tersebut terletak langsung di bawah ventilasi dengan

sumber cahaya matahari. Dan titik dengan nilai lux paling kecil

adalah di titik kelima, keenam ,kedelapan dan kesembilan, yaitu

hanya sebesar 1 lux, hal ini karena titik-titik tersebut terletak

jauh dari sumber cahaya matahari dan letaknya di setiap sudut

ruangan. Jadi besar intensitas pencahayaan umum di

laboratorium pada saat lampu dipadamkan adalah sebesar 2.8

lux, maka hal tersebut termasuk dalam kategori pencahayaan

yang kurang baik karena sangat berada di bawah standar yang

telah ditentukan.

Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang

alami atau buatan memegang peranan yang cukup penting

dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan

produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan disuatu

tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat

iluminasi yang menyebabkan obyek dan sekitarnya terlihat jelas

tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya

menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe

dan tingkat kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja

khususnya mengenai warna dari dinding, langit-langit, peralatan

kerja ikut menentukan tingkat penerangan di tempat kerja (Riski,

2006).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan yang ada pada ruangan

dosen dan koridor FKM UMI adalah 10 dB, dan tingkat

kebisingannya sudah memenuhi standar yang telah ditentukan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan

lingkungan kerja di Perkantoran dan Industri, standar tingkat

kebisingan di ruang kerja tanpa pelindung maksimal 85 dBa.


2. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan Heat Stress Monitor diperoleh hasil, yaitu ISBB di

luar ruang, yaitu 31.70C dan ISBB di dalam ruangan adalah 22.05 0C

dan ISBB rata-rata adalah 28.050C.


3. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa getaranpada

seluruh tubuh yakni, 8.96 Hz, dimana hasil tersebut memenuhi

standar (5-20 Hz) dan pada lengan yakni, 8.46 Hz tidak memenuhi

standar (20-500 Hz).


4. Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan di ruangan prodi FKM

UMI diketahui bahwa dari 2 tempat, indoor dengan perlakuan

pertama hasilnya sebesar 46.6 lux hal ini menunjukkan

pencahayaan yang memenuhi standar dan pada perlakuan yang

kedua hasilnya adalah sebesar 2.8 lux, hal ini menunjukkan

pencahayaan yang tidak memenuhi standar. Hasil pengukuran di

outdoor adalah sebesar 8,7 lux, hal ini menunjukkan pencahayaan


tersebut tidak memenuhi standar yang telah ditentukan Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

standar intensitas cahaya di ruang kerja, minimal 100 lux.


B. Saran

1. Untuk mencegah dampak kebisingan bagi kesehatan, sebaiknya

kita selalu memperhatikan dan berusaha menjauhi sumber

kebisingan terutama yang memiliki intensitas kebisingan yang tinggi

dan jika terlanjur terpapar atau tidak dapat menghindari sumber

bising tersebut, sebaiknya kita menggunakan alat pelindung diri

berupa earplug atau earmuff


2. Pencahayaan atau penerangan disuatu tempat tempat kerja harus

diperhatikan dengan baik karena penerangan yang kurang dapat

menyebabkan berbagai gangguan kesehatan dan dapat

mengganggu kualitas pekerjaan. Pencahayaan disuatu tempat

kerja sebaiknya memenuhi syarat intensitas pencahayaan yang

telah ditentukan.
3. Untuk pekerja yang terpapar dengan getaran sebaiknya tidak

melakukan pekerjaannya tersebut dengan sistem shift agar

pemaparannya dapat berkurang sehingga risiko juga semakin

berkurang. Beberapa cara juga dapat dilakukan untuk mengontrol

atau mengurangi getaran seperti isolasi sumber getaran, meredam

getaran, mengurang gangguan yang yang dapat menimbulkan

getaran hingga penggunaan alat pelindung diri bagi pekerja yang

terpapar getaran.
4. Pada ruang kerja di dalam maupun di luar ruangan sebaiknya

memperhatikan intensitas ISBB agar tidak menggangu kesehatan

pekerja. Pada ruangan kerja sebaiknya memiliki kecepatan gerakan

atau aliran udara yang aman dan nyaman dalam bekerja sesuai

standar dan sebaiknya ruang kerja memiliki ventilasi yang memadai

untuk mendukung sirkulasi udara yang baik.


DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 2014. Pencegahan Penyakit Akibat Bising dan Pencahayaan
yang Tidak Baik. Academia. Laptop. (online).
www.academia.edu. Diakses tanggal 1 Juni 2016.

Ady, Hermawan. 2014. Intensitas Pencahayaan dan Kelainan Refraksi


Mata Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal kesehatan Masyarakat.
Laptop. (online). journal.unnes.ac.id. Diakses tanggal 1 Juni 2016.

Agus. 2015. Pengaruh Iklim Kerja Panas Terhadap Kelelahan Pada


Pekerja Di Bagian Sizing Pt. Iskandar Indah Printing Textile
Surakarta. Laptop. (online) http://eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal
30 Mei 2016.

Arika. 2011. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Industri


Kerajinan Kerang Mutiara. Laptop. (online) ejournal.unpatti.ac.id.
Diakses tanggal 30 Mei 2016.

Bambang. 2014. Analisis Kebisingan Terhadap Karyawan Di Lingkungan


Kerja Pada Beberapa Jenis Perusahaan. Laptop. (online)
https://jurnal.ftumj.ac.id Diakses tanggal 28 Mei 2016.

Dedy. 2013. Analisis Tingkat Kebisingan Untuk Mereduksi Dosis


Paparan Bising DI PT. XYZ. Laptop. (online) jurnal.usu.ac.id.
Diakses tanggal 28 Mei 2016.

Dewi dkk. 2014 Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt
Diva Elektronika Singaraja Tahun 2013. Laptop. (online)
http://ejournal.undiksha.ac.id. diakses tanggal 28 Mei 2016.

Dimi, dkk. 2014. Hubungan Intensitas Getaran Dengan Keluhan


Muskuloskeletal Disorders (MSDS) Pada Tenaga Kerja Unit
Produksi Paving Block CV. Sumber Galian Makassar. Laptop.
(online) http://repository.unhas.ac.id. Diakses tanggal 30 Mei 2016.
Dwi. 2013. Analisis Pencahayaan Ruang Kerja: Studi Kasus Pada Usaha
Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) Batik Tulis di Yogyakarta.
Laptop. (online) http://dinarek.unsoed.ac.id. Diakses tanggal 30 Mei
2016.

Fathoni. 2013. Tingkat Kebisingan Pada Perumahan Di Perkotaan.


Laptop. (online) http://journal.unnes.ac.id. Diakses 28 Mei
2016.

Hidayata. 2011. Paparan Getaran Mesin Gerinda Dan Keluhan Subyektif


(Hand Arm Vibration Syndrome ) Pada Tenaga Kerja Di Abadi
Dental Laboratorium Gigi Surabaya. Laptop. (online)
http://download.portalgaruda.org. Diakses tanggal 30 Mei 2016.

Marthin, dkk. 2016. Hubungan Antara Umur, Lama Kerja, Dan Getaran
Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Supir Bus Bus Trayek
Bitung-Manado Di Terminal Tangkoko Bitung Tahun 2016.
Laptop. (online) . http://ejournal.unsrat.ac.id. Diakses tanggal 1
Juni 2016.

Nabeela. 2014. Tinjauan Pencahayaan pada Restoran Sambara Bandung.


Laptop. (online) http://jurnalonline.itenas.ac.id. diakses tanggal
30 Mei 2016.

Nurhani. 2011. Optimasi Sistem Pencahayaan Dengan Memanfaatkan


Cahaya Alami (Studi Kasus Lab. Elektronika Dan
Mikroprosessor Untad). Laptop. (Online). jurnal.untad.ac.id
Diakses tanggal 30 Mei 2016.

Pafera, Riska. 2013. Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Semangat Kerja


(Kasus Karyawan Bagian Produksi PT. Asia Sawit Makmur
Jaya, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau). Jurnal Aplikasi Bisnis
Laptop. Laptop. (Online). http://download.portalgaruda.org.
Diakses tanggal 31 Mei 2016.
Prima. 2015. Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja pada Area
Utilities Unit PLTD dan Boiler di PT.Pertamina RU II Dumai.
Padang. Laptop. (online). http://download.portalgaruda.org. Diakses
tanggal 1 Juni 2016.

Riski. 2006. Hubungan Antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara


Dengan Kelelahan Mata Karyawan pad Bagian Administrasi Di PT.
Hutama Karya Wilayah IV Semarang. Library Unnes. Laptop.
(online). http://lib.unnes.ac.id. Diakses tanggal 2 Juni 2016.

Setyaningsih, Ririn. 2009. Hubungan Antara Getaran Mesin Dengan


Kelelahan pada Pekerja Bagian Moulding Industri Pengolahan
Kayu Brumbung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Semarang: Perpustakaan Unas. Laptop. (online).
http://lib.unnes.ac.id. Diakses tanggal 1 Juni 2016.

Sri. 2016. Perbedaan Tingkat Dehidrasi Dan Kelelahan Pada Karyawan


Terpapar Iklim Kerja Melebihi Nab (Stock Yard) Dengan Sesuai Nab
(Produksi Jalur 2) Di Pt. Wijaya Karya Beton Tbk Ppb Majalengka.
Laptop. (online) http://eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 30 Mei 2016.

Try. 2012. Kebisingan. Laptop. (online) https://www.google.co.id. Diakses


tanggal 28 Mei 2016.

Anda mungkin juga menyukai