TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Umum
Definisi dari suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal
molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu fase pemadatan dan peregangan dari
molekulmolekul yang silih berganti, mengenai membrane timpani. Pola dari
gerakan ini digambarkan sebagai perubahanperubahan tekanan pada membran
timpani tiap unit waktu merupakan sederetan gelombang dan gerakan ini dalam
lingkungan sekitar kita umumnya dinamakan gelombang suara. Lebih lanjut,
Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 memberikan pengertian mengenai kebisingan
sebagai seluruh jenis suara atau bunyi yang tidak diharapkan yang bersumber baik
dari suatu proses alat-alat produksi maupun peralatan kerja pada tingkat tertentu
yang dapat mendorong terjadinya gangguan pendengaran. Intensitas kebisingan
atau arus energi persatuan luas secara umum dinyatakan dalam satuan logaritmis
yang disebut dengan desibel (dB) dengan memperbandingkan dengan kekuatan
dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang
tepat didengar oleh telinga normal (Rimantho, 2015).
2.3. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan merupakan
faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
Berdasarkan Kepmen LH RI No. 48 Tahun 1996 tentang Nilai Ambang Batas
Tingkat Kebisingan menyatakan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,
termasuk ternak, satwa, dan sistem alam. Setelah polusi udara dan air, polusi suara
di perkotaan dianggap sebagai jenis pencemaran lingkungan yang paling serius
ketiga oleh WHO. Secara umum polusi suara di daerah perkotaan dihasilkan
melalui sumber yang berbeda, diantaranya lalu lintas jalan, konstruksi dan
kegiatan komersial, industri, bandara dan daerah perumahan (Dewanty, 2015).
Kebisingan berasal dari kata bising yang artinya semua bunyi yang mengalihkan
perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari hari, bising
umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan juga dapat
menyebabkan polusi lingkungan. Suara adalah sensasi atau rasa yang dihasilkan
oleh organ pendengaran manusia ketika gelombang-gelombang suara dibentuk di
udara sekeliling manusia melalui getaran yang diterimanya. Gelombang suara
merupakan gelombang longitudinal yang terdengar sebagai bunyi bila masuk ke
telinga berada pada frekuensi 20–20.000 Hz atau disebut jangkauan suara yang
dapat didengar. Kebisingan bisa didefinisikan sebagai suara yang tidak
diharapkan. Kebisingan adalah suara apapun yang tidak diperlukan dan memiliki
efek buruk pada kualitas kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Suara lalu
lintas, musik yang keras, dan suara-suara keras lainnya adalah contoh kebisingan
yang dapat menurunkan tingkat konsentrasi dan produktivitas belajar (Hendrawan,
2020).
HANNA DIVANY PUTRIA ZOELKY 2110943013
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2.3.2 Sifat, Sumber, Jenis dan Karakteristik Kebisingan
Sumber kebisingan di tempat kerja berasal dari peralatan dan mesin-mesin yang
sedang beroperasi. Hal-hal yang dapat menimbulkan kebisingan pada peralatan
dan mesin-mesin yaitu (Fithri, 2015):
1. Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua.
2. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup
tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
3. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya.
Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan
4. Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial pada komponen-
komponen mesin produksi
5. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat
(terbalik atau tidak rapat/longgar
6. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.
Karakteristik dari kebisingan adalah berbentuk suara yang tidak diinginkan yang
bersumber dari alat produksi dan atau alat yang pada tingkat tertentu akan
menimbulkan gangguan pendengaran. Terbentuk dari sebuah getaran yang dapat
berpindah melalui medium padat, cair, dan gas (Fithri, 2015).
Pengendalian bising dan akustik pada ruang arsitektur dapat dilakukan dengan
mengendalikan getaran dan juga penggunaan material bangunan yang efektif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebisingan dan bunyi
yang tidak diinginkan adalah dengan pemasangan bahan penyerap suara, yaitu
dengan pemilihan material yang dapat mengurangi 73 mereduksi kebisingan dan
kekuatan suara hingga 10 dB. Sedangkan menurut Cox dan D'Antonio (2009),
dengan penambahan bahan yang memiliki kemampuan penyerapan suara,
kebisingan menurun sampai 3-4 dBA dan tingkat gema dalam ruang akan
berkurang (Putra dan Nazhar, 2020).
Pengukuran tingkat tekanan suara dilakukan pada tempat dan waktu yang telah
ditetapkan. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran tingkat kebisingan
adalah Sound Level Meter (SLM). Penentuan waktu sampling berpedoman
KepMenLH No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Lamanya
waktu pengukuran untuk menentukan tingkat kebisingan adalah selama 24 jam
(LSM). Dengan asumsi pada siang hari tingkat aktivitas yang paling tinggi selama
16 jam (Ls) pada selang waktu 06.00-22.00 WIB dan malam hari selama 8 jam
(LM) pada selang waktu 22.00-06.00 WIB. Setiap pengukuran harus dapat
mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan 4 waktu pengukuran siang
hari dan 3 waktu pengukuran malam hari. Pencatatan tingkat tekanan suara
dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit, waktu-waktu pengukuran tersebut
adalah sebagai berikut (Bachtiar, dkk., 2018):
a. L1 terletak antara 06.00-09.00 WIB.
b. L2 terletak antara 09.00-14.00 WIB.
c. L3 terletak antara 14.00-17.00 WIB.
d. L4 terletak antara 17.00-22.00 WIB.
e. L5 terletak antara 22.00-24.00 WIB.
f. L6 terletak antara 24.00-03.00 WIB.
g. L7 terletak antara 03.00-06.00 WIB.
Tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses penelitian menggunakan SLM ini
adalah (Harahap, 2016):
1. Mengidentifikasi area yang terpapar kebisingan untuk menentukan titik
sampling pengambilan data.
2. Menentukan cuplikan pengukuran dalam pengambilan data sampel.
3. Menyiapkan SLM dan tripod (dengan tinggi 1,2 meter) pada titik area yang
terpapar kebisingan.
4. Melakukan pengukuran dengan cuplikan 15 detik selama lima menit pada
setiap titik sampel.
5. Mencatat hasil pengukuran yang tertera pada SLM pada setiap cuplikan.
6. Menentukan nilai LAeq berdasarkan hasil pengukuran.
7. Melakukan analisis terhadap data dengan menentukan nilai Lmax, Lmin dan
LAeq.
8. Memeriksa apakah upaya penanganan kebisingan yang telah dilakukan sudah
memadai.
Baku mutu tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang
diperbolehkan terpapar ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan bahwa tingkat kebisingan
maksimum untuk beberapa kawasan seperti yang tercantum pada tabel: