Anda di halaman 1dari 6

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk tempat kerja. Bahkan bunyi yang kitatangkap melalui telinga kita merupakan
bagian dari kerja misalnyabunyi telfon, bunyi mesin cetak, dan sebagainya. Namun, sering
bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan,
misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran.
Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau
kebisingan.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan
Jenis pekerjaan yang melibatkan paparan terhadap kebisingan antara lain
pertambangan, pembuatan terowongan, mesin berat, penggalian (pengeboman, peledakan),
mesin tekstil, dan uji coba mesin jet. Bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak
disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Suara bising adalah
suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan,
karena konsentrasi pekerja akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini
maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan
sehingga akan menimbulkan kerugian
Untuk mengetahui kebisingan di tempat kerja, penting bagi mahasiswa untuk
melakukan uji coba (praktikum) pengukuran kebisingan. Maka dilakukan pengukuran
kebisingan di lingkungan kerja, yang berlokasi di Kampus A Universitas Trisakti. Prinsip
dasar pengujian ini yaitu pengukuran tingkat kebisingan dengan cara sederhana dilakukan
dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db(A) selama 10 menit
untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan selama 5 db. Waktu pengukuran dilakukan
selama aktivitas 24 jam (Lsm) dengan cara pada siang hari tingkat aktivitas yang paling
tinggi selama 10 jam (Lb) pada selang waktu 06:00-22:00 dan aktivitas malam hari selama
8 jam (Lm) pada selang waktu 22:00-06:00.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur tingkat kebisingan dengan
cara sederhana menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) di pintu 2, Universitas
Trisakti
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Bising
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-
getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyu tersebut tidak dikehendaki,
maka dinyatakan sebagai kebisingan. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran
sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi ( Suma’mur,
1992).
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendakan oleh pendengaran manusia
yang mempunyai multi frekuensi dan multi amplitude dan umumnya terjadii pada
frekuensi yang tinggi (Nasri, 1997).

2.2 Sumber Bising


Seperti yang dikutip oleh Umaryadi (2006) sumber bising
dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain:
1. Mesin, disebabkan oleh karena mesin yang bergetar karena kurang
memadainya damper dan bunyi mesin itu sendiri karena gesekan atau
putaran. Bunyi mesin sangat tergantung pada:
 Jumlah silinder
Semakin banyak jumlah silindernya maka akan
menyebabkan makin tingginya bunyi bising yang
ditimbulkan
 Putaran motor
Semakin besar putaran motornya maka semakin
tinggi pula tingkat kebisingannya
 Berat jenis motor
Semakin besar berat jenis motornya maka semakin
tinggi pula tingkat bisingnya
 Jumlah daun propeller
Semakin banyak jumlah daun propellernya maka
akan semakin tinggi pula tingkat bisingnya

2. Peralatan yang bergetar/berputar untuk melakukan suatu proses kerja. Bunyi


timbul sebagai efek dari peralatan kerja yang bergetar/bergesek yang terbuat dari
campuran metal.
3. Aliran udara atau gas dengan tekanan tertentu keluar melalui outlet
menimbulkan bising. Bila aliran udara terjepit, suara yang keluar akan keras sekali
karena berfrekuensi tinggi

2.3 Dampak Bising


Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek
jangka pendek dan efek jangka panjang. Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa
menit setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadi sampai beberapa jam, hari
ataupun lebih lama. Efek jangka panjang dapat terjadi akibat efek kumulatif dari stimulus yang
berulang (Arifiani, 2004).
1. Efek jangka pendek
Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot,
refleks pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa akikardia,
meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata
berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai
timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang
telinga (yang paling rentan adalah paru-paru) (Arifiani, 2004).

2. Efek jangka panjang


Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan
homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan arasimpatis yang secara klinis
dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon
kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya (Arifiani, 2004).

2.4 Baku Mutu Kebisingan


Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 diperoleh
bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang dapat mempengaruhi
kesehatan(pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan yang bekerja
di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB,maka harus dilengkapi dengan alat
pelindung (penyumbat) telinga,guna mencegah gangguan-gangguan pendengaran.

2.5 Pengendalian Bising


Mengingat dampak negatif dari pemaparan kebisingan bagi
masyarakat, sebisa mungkin diusahakan agar tingkat kebisingan yang
memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat kebisingan. Hal ini dapat
dilakukan dengan pengendalian kebisingan pada sumbernya, penempatan
penghalang (barrier) pada jalan transmisi, ataupun proteksi pada masyarakat
yang terpapar (Octavia, 2013).
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan
peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) mengeluarkan
bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier)
pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar
(Mulia, 2005).

VIII PEMBAHASAN
Pengambilan sampel pada praktikum ini dilakukan di depan pintu kongres, Kampus A,
Universitas Trisakti. Pengambilan sampel dilakukan selama 10 menit, dengan pembacaan
dilakukan setiap 5 detik. Ketika dilakukan pengukuran data meteorologi, didapatkan suhu
udara sebesar 30,3 °C; kecepatan angin sebesar 1,23 m/s; tekanan udara sebesar 777 mmHg;
kelembapan udara sebesar 63%; dan angin berhembus dari timur ke barat.
Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter.
Prinsip kerja dari sound level meter yaitu tekanan bunyi menyentuh membran mikrofon pada
alat, kemudian sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik yang dilewatkan pad filter
pembobotan. Sinyal dikuatkan oleh amplifier dan diteruskan pada layar hingga dapat terbaca
tingkat intensitas bunyi yang terukur.
Berdasarkan penelitian, respon telinga manusia berada dalam grafik A yaitu kurang
sensitif pada frekuensi < 400 Hz dan > 10000 Hz. Oleh karena itulah pada praktikum ini
pengukuran dilakukan pada filter pembobotan frekuensi A (A-weighting) sehingga hasil yang
didapatkan dalam satuan dB(A). Respon pembobotan diatur pada mode fast atau sebesar 125
milisekon.
Pengukuran pada praktikum ini dilakukan pada pukul 09:40 sampai 09:50 sehingga
dianggap mewakili L3 dalam pengukuran 24 jam. Dari hasil pengukuran, didapatkan nilai L(10
menit) pada pengukuran pertama sebesar 74,0 dB(A) dan nilai L(10 menit) pada pengukuran kedua
sebesar 64,2 dB (A). Dari hasil kedua pengukuran tersebut, didapatkan nilai L2 sebesar 71,4
dB (A). Pada praktikum ini, dianggap data L1 hingga L7 sudah diketahui sehingga dapat
dihitung LS, LM, dan LSM-nya. Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai LS sebesar 70,5 dB(A)
dan LM sebesar 66,6 dB(A). Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat kebisingan pada
malam hari lebih rendah dari tingkat kebisingan di siang hari. Hal ini disebabakan karena di
area kampus, aktivitas pada malam hari jauh lebih sedikit dibandingkan dengan akrivitas pada
siang hari.
Dari hasil LS dan LM, maka didapatkan nilai Level Siang-Malam (LSM) sebesar 70,8
dB(A). Nilai ini sudah melampaui baku mutu tingkat kebisingan, baik berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP-48/MENLH/11/1996 maupun berdasarkan
Keputusa Gubernur Provinsi Daerah DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001, dimana keduanya
menetapkan baku tingkat kebisingan sebesar 55 dB (A) untuk kawasan sekolah dan sejenisnya.
Hal ini dapat diakibatkan karena fungsi Koperasi Mahasiswa sebagai tempat berkumpul dan
mengobrol.
Tingkat kebisingan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan fungsi indra
pendengaran, penurunan konsentrasi, dan menyebabkan perasaan terganggu. Pengendalian
kebisingan dapat dilakukan dengan cara membangun dinding kedap suara di tempat penghasil
kebisingan. Untuk menghindari gangguan diatas, dapat dilakukan beberapa hal. Untuk
mengendalikan kebisingan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat direncanakan
pembuatan Barrier yang berfungsi untuk menghalangi paparan bising dari sumber ke penerima
dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima dengan penggunaan material yang
memiliki daya serap suara. Salah satu usaha untuk mereduksi kebisingan pada daerah
permukiman, dilakukan dengan Green Barrier yang membatasi daerah sumber kebisingan
dengan daerah pemukiman masyarakat. Usaha lain yang dapat dilakukan semisal sudah
terjadinya penurunan daya dengar, maka dapat dipulihkan kembali dengan memberikan
istirahat yang cukup pada telinga atau proteksi dengan sumbat atau tutup telinga.

VII KESIMPULAN
Dari percobaan praktikum kebisingan lingkungan yang telah dilakukan dapat
diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Hasil pengukuran kebisingan Leq 10 menit dengan perlakuan duplo, yaitu
masing-masing sebesar 74,0 dB(A) dan 64,2 dB(A) sehingga nilai L2 sebesar
71,4 dB(A), nilai Ls sebesar 70,5 dB(A) dan nilai Lm sebesar 66,6 dB(A).
Dengan ini nilai Lsm yang diperoleh sebesar 70,8 dB(A).
2. Berdasarkan hasil praktikum penetapan tingkat kebisingan maka bila
dibandingkan dengan baku mutu dari KepMen LH Nomor 48 Tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebisingan yang memiliki standar baku tingkat
kebisingan untuk kategori sekolah dan sejenisnya sebesar 55 dB(A) dapat
disimpulkan bahwa tingkat kebisingan di lokasi sampling tersebut tidak
memenuhi standar baku mutu.
3. Dampak kesehatan yang akan dialami oleh manusia bila tingkat kebisingan
melebihi atau tidak memenuhi standar baku, yaitu kerusakan pada sistem
pendengaran, gangguan fisiologis, psikologis, dan gangguan komunikasi.
4. Cara pengendalian yang baik untuk mengurangi tingkat kebisingan adalah
pembuatan Barrier yang berfungsi untuk menghalangi paparan bising dari
sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan
penerima. Usaha lain dapat dilakukan misal dilakukan dengan pembangunan
Green Barrier yang membatasi daerah sumber kebisingan dengan daerah
pemukiman masyarakat. Selain itu, jika sudah terjadi penurunan fungsi
pendengaran, telinga dapat dipulihkan dengan mengistirahatkan telinga.
DAFTAR PUSTAKA
Suma’mur, P.K. 1992. Higine Perusahaan dan Keselamatan Kerja.Jakarta : CV Haji Mas
Agung

Arifiani N, 2004. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja. Cermi Dunia
Kedokteran N0 144; 24-28.
Octavia A, dkk. 2013. Pengaruh Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja Terhadap
Waktu Reaksi Karyawan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti
Banjarmasin. Berkala Kedokteran, Volume 9 No. 2, Tahun 2013. FK
Universitas Lampung

Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Umaryadi. 2006. Pengetahuan dasar Teknik Mesin. Surakarta: Yudistira.

Nasri, Syahrul M. Teknik Pengukuran dan pemantauan Kebisingan di Tempat Kerja, K3 FKM
UI, 1997

Anda mungkin juga menyukai