Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling

Pada praktikum kebisingan dan kondisi meteorologi ini dilakukan sampling pada
hari Selasa, 14 Maret 2023 pukul 14.30 WIB. Lokasi sampling berada di Jalan
Musala Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat. Koordinat
titik sampling dilakukan pada titik 0˚54’47” LS dan 100˚27’51” BT dengan elevasi
294 mdpl. Kondisi cuaca saat sampling adalah berawan dengan suhu rata-rata
30,5C. Sumber kebisingan pada area sampling diperkirakan berasal dari pengeras
suara yang digunakan untuk aktivitas musala. Kecepatan angin pada saat sampling
adalah sebesar 0,54 m/s dan arah angin bergerak dari Selatan ke Utara, tekanan
udara rata-rata yang terukur 28,73 inHg dan kelembapan udara terukur sebesar
65,02%.

2.2 Umum

Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering dijumpai
dilingkungan kerja. Kebisingan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
industrilisasi karena hampir semua proses produksi di industri akan menimbulkan
kebisingan. Kebisingan merupakan faktor lingkungan fisik yang berpengaruh pada
kesehatan kerja dan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan beban
tambahan bagi tenaga kerja (Fithri, 2015).

Suara adalah sensasi atau rasa yang dihasilkan oleh organ pendengaran manusia
ketika gelombang-gelombang suara dibentuk di udara sekeliling manusia melalui
getaran yang diterimanya. Gelombang suara merupakan gelombang longitudinal
yang terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga berada pada frekuensi 20
20.000 Hz atau disebut jangkauan suara yang dapat didengar. Tingkat intensitas
bunyi dinyatakan dalam satuan bel atau desibel (dB). Polusi suara atau kebisingan
dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu
manusia. Sehingga beberapa kecil atau lembut suara yang terdengar, jika hal
tersebut tidak diinginkan maka akan disebut kebisingan (Ikhwan, 2018).
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Kebisingan (noise) berasal dari bahasa latin nausea yang artinya adalah bunyi yang
tidak diinginkan. Kebisingan dapat didefinisikan sebagai bunyi dengan intensitas
melebihi batas normal yang berasal dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu, sehingga dapat menyebabkan gangguan dalam berkomunikasi,
gangguan kesehatan, dan berdampak terhadap kenyamanan lingkungan. Sekitar
lebih dari 70% sumber kebisingan berasal dari aktivitas industri pada pabrik.
Implikasi dari fakta tersebut adalah para pekerja pabrik akan menjadi pihak pertama
yang terkena paparan kebisingan secara intens dan memiliki risiko terdampak oleh
hal tersebut (Ikhwan, 2018).

Alat standar untuk pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM). SLM
dapat mengukur tiga jenis karakter respon frekuensi, yang ditunjukkan dalam skala
A, B, dan C. Skala A ditemukan paling mewakili batasan pendengaran manusia dan
respons telinga terhadap kebisingan, termasuk kebisingan akibat lalu lintas, serta
kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Skala A dinyatakan
dalam satuan dBA. Pemerintah Indonesia, melalui SK Menteri Negara Lingkungan
Hidup No: Kep.48/MENLH/XI/1996, tanggal 25 November 1996, tentang kriteria
batas tingkat kebisingan untuk daerah pemukiman mensyaratkan tingkat kebisingan
maksimum untuk outdoor adalah sebesar 55 dBA (Ikhwan, 2018).

2.3 Kebisingan

2.3.1 Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang
dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. Baku tingkat kebisingan adalah
batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari
usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (Kepmen LH Nomor 48 Tahun 1996).

Kebisingan adalah polutan lingkungan dari aktivitas antopogenik. Kebisingan


merupakan suara yang dapat menghasilkan efek fisiologis atau psikologis dan yang
tidak diinginkan, yang dapat mengganggu tujuan sosial individu atau kelompok.

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Efek fisiologis dan psikologis dari kebisingan pada kita sering halus dan berbahaya,
muncul secara bertahap sehingga menjadi sulit untuk menghubungkan penyebab
dengan efek. Kebisingan bersifat subjektif, apa yang dianggap kebisingan oleh satu
pendengar dapat diinginkan oleh yang lain. Kebisingan tidak tetap berada di
lingkungan untuk waktu yang lama, seperti halnya polusi udara dan air (Davis,
2013).

2.3.2 Sifat, Sumber, Jenis, dan Karakteristik Kebisingan

Sumber kebisingan utama dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (Warsito, 2014):
1. Bising interior
Bising interior berasal dari manusia, alat rumah tangga, atau mesin-mesin, dan
gedung. Contohnya adalah radio, televisi, bantingan pintu, kipas angin,
komputer, pembuka kaleng, pengkilap lantai dan pengkondisi udara.
2. Bising exterior
Bising exterior berasal dari sumber suara yang berada di luar ruangan.
Contohnya adalah suara dari kendaraan, mesin-mesin diesel dan transportasi
lainnya.

Sumber-sumber bising pada dasarnya ada dua macam, yaitu sumber bising titik dan
sumber bising garis. Sumber titik berasal dari sumber diam. Penyebaran
kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan
sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan keccepatan sekitar 360 m/detik.
Sumber garis berasal dari sumber bergerak. Penyebaran kebisingannya dalam
bentuk silinder-silinder konsentris dengan sumber kebisingan sebagai sumbunya
dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik, sumber kebisingan
ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi (Warsito, 2014).

Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat dibagi sebagai
berikut (Warsito, 2014):
1. Bising yang kontinu
Bising kontinu adalah keadaan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih
dari 6 dB(A) dan tidak putus-putus. Bising kontinu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
a. Wide Spectrum
Jenis bising ini yaitu bising dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini
relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB(A) untuk periode 0.5 detik
berturut-turut, seperti suara kipas angin dan suara mesin tenun.
b. Norrow Spectrum
Jenis bising ini yaitu bising yang relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler
dan katup gas.
2. Bising terputus-putus
Bising terputus-putus adalah bising yang sering disebut juga intermittent noise,
yaitu bising yang berlangsung secara tidak terus-menerus, melainkan ada
periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang dan kereta
api.
3. Bising impulsif
Bising impulsif adalah jenis bising yang memiliki perubahan intensitas suara
melebihi 40 dB (A) dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya.
4. Bising impulsif berulang
Bising impulsif berulang hampir sama dengan bising impulsif, hanya bising ini
terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa.

Karakteristik kebisingan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


Nomor 48 Tahun 1996 adalah sebagai berikut:

1. Kebisingan Spesifik
Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas dibedakan
untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan dapat di
identifikasikan.
2. Kebisingan Residual
Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh kebisingan spesifik
dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dalam suatu waktu tertentu.
3. Kebisingan Latar Belakangan
Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
tertentu.

2.3.3 Dampak Kebisingan

Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis,


gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Gangguan kebisingan
dapat berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan
gangguan non auditory seperti gangguan untuk komunikasi, ancaman bahaya
keselamatan, menurunnya performan kerja, stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak
kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut (Harahap, 2016):
1. Gangguan Fisiologis
Umumnya bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputusputus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstraksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi
dapat menyebabkan sakit pada kepala.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, dan cepat marah. Apabila kebisingan diterima dalam waktu lama
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres,
kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda
bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan
keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif. Mula-mula efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihannya terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus
di area bising maka akan terjadi tuli menetap/permanen dan tidak dapat normal
kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin
meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.

2.3.4 Pengendalian Kebisingan

Tindakan kontrol yang harus dilakukan untuk mengatasi tingkat kebisingan yang
tinggi harus mengacu pada HoC. Berikut merupakan HoC yang dapat dilakukan
(Harahap, 2016):
1. Eliminasi
Eliminasi berarti menghilangkan sumber kebisingan yang ada. Apabila secara
teknis dan tujuan memungkinkan, maka tindakan menghilangkan sumber
kebisingan merupakan tindakan control yang paling aman. Sumber kebisingan
dapat diketahui untuk kemudian dihilangkan dengan pembuatan noise map
untuk setiap area yang terpapar.
2. Substitusi
Substitusi berarti mengganti peralatan yang dapat menjadi sumber kebisingan
dengan peralatan lain yang memiliki tingkat kebisingan yang lebih rendah.
Sumber kebisingan dapat diketahui untuk kemudian dilakukan substitusi dengan
pembuatan noise map untuk setiap area yang terpapar kebisingan.
3. Engineering Control
Engineering Control dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian berupa
kegiatan teknis terhadap sumber kebisingan maupun area kebisingan. Kegiatan
ini dapat berupa sebagai berikut:
a. Redesigning equipment
Metode ini dapat dilakukan dengan cara menata ulang peralatan yang ada
agar pengaruh dari kebisingan yang dirasakan pekerja dapat dikurangi dan

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
memasang peredan pada intake dan knalpot.
b. Perawatan dan Perbaikan Alat
Pergantian bagian yang telah rusak atau tak layak lagi digunakan secara
berkala dan melakukan pelumasan pada setiap moving parts.
c. Isolating Equipment
Isolasi dari peralatan yang merupakan sumber bunyi dapat dilakukan
dengan pengaturan jarak dengan daerah pekerja atau dengan memberikan
hambatan.
d. Damping and Cushioning Noise Source,
Metode ini dilakukan dengan memberi bantalan karet untuk mengurangi
kebisingan yang berasal dari metal parts dan mengurangi kejatuhan dari
material atau barang yang jatuh pada belt atau bins.
e. Installing Absorbtive Baffles.
Penggunaan absorbtive baffles pada area kerja dapat menyerap suara dari
beberapa sumber kebisingan pada suatu area.
4. Administrative Control
Kegiatan administrative control dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan
waktu terhadap pekerja yang berada pada daerah dengan tingkat kebisingan yang
tinggi. Pembatasan tersebut dilakukan pada area-area dimana earplug yang
digunakan tidak dapat melindungi paparan kebisingan.

2.3.5 Pengukuran Tingkat Kebisingan

Mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan


alat Sound Level Meter (SLM). Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat
kebisingan di lokasi kerja, diantaranya adalah sebagai berikut (Harahap, 2016):
1. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya
pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana,
misalnya kompresor atau generator. Jarak pengukuran dari sumber harus
dicantumkan. Perlu diperhatikan pula arah mikrofon alat pengukur yang
digunakan. Data sampel yang diperoleh pada pengukuran ini selanjutnya diolah

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
dengan menggunakan uji statistik, dengan cara melakukan uji kecukupan dan
keseragaman data.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur
kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi
kebisingan dalam cakupan area.
3. Pengukuran dengan grid
Mengukur dengan grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada
lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interval
yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi
beberapa kotak dengan ukuran dan jarak yang sama. Kotak tersebut ditandai
dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.

2.3.6 Baku Mutu Kebisingan

Baku mutu dari tingkat kebisingan telah diatur pada peraturan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996. Baku mutu tingkat kebisingan dapat
dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Baku Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan (dB)
a. Peruntukan Kawasan
55
1. Perumahan dan Pemukiman
70
2. Perdagangan dan jasa
65
3. Perkantoran dan perdagangan
50
4. Ruang terbuka hijau
70
5. Industri
60
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum
70
7. Rekreasi
8. Khusus:
- Bandar Udara *)
- Stasiun Kereta api *)
- Pelabuhan laut
70
- Cagar Budaya
60

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
b. Lingkungan Kegiatan
55
1. Rumah sakit atau sejenisnya
55
2. Sekolah dan sejenisnya
55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya
Sumber: KEPMENLH No. 48 Tahun 1996

2.4 Kondisi Meteorologis

Pengukuran kondisi meteorologi merupakan faktor penting dalam melakukan


pengukuran tingkat tekanan suara. Kondisi meteorologi seperti suhu, kelembapan,
tekanan udara, arah dan kecepatan angin dapat berpengaruh terhadap besarnya
intensitas suara yang terukur (Bachtiar dkk., 2013):
1. Suhu;
Suhu udara pada saat melakukan pengukuran pada titik sampling berkisar antara
26,3-33,8˚C dan 23,0-34,4˚C. Suhu udara yang terukur pada saat sampling
dilakukan tidak berpengaruh terhadap tingkat tekanan suara yang terbaca pada
Sound Level Meter (SLM). Hal ini dikarenakan SLM dibuat untuk bekerja pada
range suhu antara -10˚C hingga 50˚C.
2. Kelembapan udara;
Dari data meteorologi yang terukur di titik sampling, tingkat kelembapan udara
yang terukur berkisar antara 48,1-60,3% dan 46,7-68,7% sehingga kelembapan
udara tidak berpengaruh terhadap pengukuran tingkat tekanan suara.
3. Tekanan udara;
Tekanan udara saat dilakukan sampling adalah sebesar 25,59-29,98 inHg.
Kondisi tekanan udara seperti ini tidak berpengaruh terhadap pengukuran tingkat
tekanan suara pada titik sampling.
4. Kecepatan Angin;
Kecepatan angin pada saat pengukuran dilakukan adalah sebesar 0,2-1,1 m/s
Pada kondisi ini, kecepatan angin pada saat pengukuran tidak melebihi 5 m/s
sehingga tidak berpengaruh terhadap perubahan tingkat tekanan suara yang
terukur pada alat sound level meter.
5. Arah angin;
Pada kondisi angin bertiup dari sumber bunyi menuju suatu titik, maka titik
tersebut akan menerima bunyi lebih cepat. Sebaliknya, angin yang bertiup

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
menuju arah yang berlawanan maka titik tersebut akan menerima kekuatan yang
lebih lemah. Pada saat pengukuran, kecenderungan arah angin bertiup adalah ke
arah timur.

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.3 Pembahasan

Pada praktikum kebisingan dan kondisi meteorologi ini dilakukan sampling pada
hari Selasa, 14 Maret 2023 pukul 14.30 WIB. Lokasi sampling berada di Jalan
Musala Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat. Koordinat
titik sampling dilakukan pada titik 0˚54’47” LS dan 100˚27’51” BT dengan elevasi
294 mdpl. Kondisi cuaca saat sampling adalah berawan dengan suhu rata-rata
30,5C. Sumber kebisingan pada area sampling diperkirakan berasal dari pengeras
suara yang digunakan untuk aktivitas musala. Kecepatan angin pada saat sampling
adalah sebesar 0,54 m/s dan arah angin bergerak dari Selatan ke Utara, tekanan
udara rata-rata yang terukur 28,73 inHg dan kelembapan udara terukur sebesar
65,02%.

Hasil rata-rata tingkat kebisingan yang didapatkan dari pengolahan data


pengukuran kebisingan dengan alat Sound Level Meter (SLM) yaitu sebesar 50,4
dB. Hasil perhitungan ini jika dibandingkan dengan kondisi meteorologi
menyatakan bahwa tingkat kebisingan pada lokasi sampling tidak dipengaruhi
oleh suhu, kelembapan udara, tekanan udara, dan kecepatan angin. Hal ini
dikarenakan tingkat kebisingan masih dalam kisaran angka yang tidak
memengaruhi tingkat kebisingan.

Pada praktikum kebisingan dan kondisi meteorologi ini, didapatkan hasil tingkat
kebisingan rata-rata sebesar 50,4 dB. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu
Tingkat Kebisingan, mengatur bahwa baku mutu kebisingan yang ditetapkan
untuk daerah kawasan/ lingkungan pendidikan adalah 55 dB. Dapat disimpulkan
dari hasil perhitungan tingkat kebisingan sampel di Jalan Musala Fakultas Teknik
Universitas Andalas ini masih memenuhi baku mutu tingkat kebisingan
maksimum dan tidak melampaui batas baku mutu yang ditetapkan. Apabila
dibandingkan dengan ketetapan dari aturan tersebut, tingkat kebisingan pada
lokasi pengambilan sampel masih aman untuk Kesehatan pendengaran manusia.

Tingkat kebisingan yang telah melewati baku mutu dapat memberikan dampak
negatif bagi manusia itu sendiri. Fungsi indra pendengaran jika terpapar

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
kebisingan yang melewati batas baku mutu dapat berkurang, bahkan dalam
beberapa kasus dapat hilang sepenuhnya. Kebisingan yang tinggi juga dapat
mengakibatkan terjadinya pusing dan sakit pada kepala sehingga menimbulkan
efek dari vertigo. Selain itu, kebisingan juga dapat menganggu keberlangsungan
aktivitas manusia dan menurunnya produktivitas kerja dengan signifikan karena
terganggunya fokus.

Penggunaan absorbtive baffles pada area kerja dapat menyerap suara dari beberapa
sumber kebisingan pada suatu area. Hal ini termasuk dalam Engineering Control
dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian berupa kegiatan teknis terhadap
sumber kebisingan maupun area kebisingan. Dengan adanya absorbtive baffles
diharapkan dapat mengoptimalkan pengendalian bahaya dari penggunaan APD
menjadi engineering control, pekerja akan lebih aman dan nyaman dalam bekerja.
Selain itu kerusakan lingkungan akibat limbah masker juga dapat diminimalisir
dengan adanya inovasi ini.

AL HADHRAMI ALMA 2110943006


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melaksanakan praktikum ini adalah:


1. Pada praktikum kebisingan dan kondisi meteorologi ini dilakukan sampling di
Jalan Musala Fakultas Teknik, Universitas Andalas pada hari Selasa, 14 Maret
2023 pukul 14.30 WIB. Pengambilan sampel dilakukan pada kondisi
kecepatan angin 0,54 m/s, arah angin bergerak dari Selatan ke Utara, suhu rata-
rata 35oC, tekanan udara rata-rata yang terukur 28,73 inHg, kelembapan udara
terukur sebesar 65,03%, dan cuaca berawan. Sumber pencemaran diperkirakan
berasal adari aktivitas manusia dan pengeras suara;
2. Hasil pengukuran kebisingan dengan alat Sound Level Meter (SLM) yaitu
sebesar 50,4 dB. Hasil perhitungan ini jika dibandingkan dengan kondisi
meteorologi menyatakan bahwa tingkat kebisingan pada lokasi sampling tidak
dipengaruhi oleh suhu, kelembapan udara, tekanan udara, dan kecepatan angin.
Hal ini dikarenakan tingkat kebisingan masih dalam kisaran angka yang tidak
memengaruhi tingkat kebisingan;
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan, tingkat
kebisingan pada area sampling memenuhi baku mutu;
4. Dampak negatif yang ditimbulkan kebisingan diantaranya adalah
terganggunya pendengaran, mengakibatkan pusing dan sakit kepala sehingga
menurunnya produktivitas kerja.
5. Penggunaan absorbtive baffles merupakan salah satu cara yang dapat
mengurangi tingkat kebisingan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah:


1. Praktikan selanjutnya diharapkan dapat memahami prosedur penggunaan
alat, prosedur pelaksanaan praktikum dengan baik;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pihak-
pihak yang dapat melanggar peraturan terkait kebisingan;
3. Departemen Teknik Lingkungan dapat lebih tegas dengan mengeluarkan
regulasi terkait pengurangan tingkat kebisingan pada area studi;
4. Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan dapat terus memberikan inovasi
terkait pengendalian kebisingan.

DEVINA RAHMADYANTHI SUHENDRI 1910943004


DAFTAR PUSTAKA

Davis, Mackenzie L and David A. Cornwell. 2013. Introduction to Environmental


Engineering. New York: McGraw-Hill.

Fithri, Prima. 2015. Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja Pada


AreaUtilities Unit PLT Dan Boiler Di PT.Pertamina RU II Dumai.
Padang: Universitas Andalas.

Harahap, Juliansyah. 2016. Penentuan Tingkat Kebisingan pada Area Pengolahan


Sekan Padi, Siltone Crusher, Cooler dan Power Plant pada PT Lafarge
Cement Indonesia-Lhoknga Plant. Eikawnie: Journal off Islamic Science
and Technology Vol 2, No.2.

Ikhwan, W. 2018. Pengaruh Kebisingan Terhadap Tekanan Darah dan Nadi pada
Pekerja. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 6, No.1.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996


tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.

Warsito, dkk. 2014. Analisis Tingkat Kebisingan Suara di Lingkungan Universitas


Lampung. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 03, No. 01.

Anda mungkin juga menyukai