Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM K3KL

“ ANALISA KUALITAS AIR SUMUR”

Disusun oleh: KELOMPOK 7

Kelas : B

Nama Kelompok :

1. Ella Rafikasari 10011181520002


2. Rinto Mangitua Hutapea 10011181520017
3. Ade Pratama 10011181520018
4. Evi Sundari 10011181520090
5. Deyan Pratama Putra 10011181520262
6. Anggun Ikha Maqpiroh 10011281520207
7. Fahruniza Meiga M 10011381520209
8. M.Hatta Illah 10011281520229
9. Syifa Putri Arisandi 10011381520290
10. Monica 10011381520126

Pembimbing : Dessy Widiyaristi, S.si

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
I. Nomor Percobaan : II (Dua)
II.Nama Percobaan : ANALISA DERAJAT KEASAMAN (pH),
CONDUCTIVITY, SALINITAS DAN ZAT PADAT TERLARUT
(TDS) DALAM AIR
III. Tujuan Percobaan :
1. Mampu menggunakan pH meter untuk analisis sampel
2. Mengetahui suhu, sanitasi dan derajat keasaman (pH) berbagai
larutan
3. Mengetahui dan dapat menghitung jumlah zat padat yang terlarut
dalam air
4. Mengetahui Daya Hantar Listrik yang dimiliki berbagai larutan
IV. Dasar Teori :
Air dalam keadaan murni merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan
setelah udara, tiga perempat dari bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak
seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa meminum air. Selain itu
air juga dipergunakan antara lain untuk keperluan minum, mandi, masak,
mencuci, membersihkan rumah, pelarut obat dan pembawa bahan buangan
industri. Volume rata-rata air yang dibutuhkan oleh setiap individu untuk semua
kegiatan sehari-hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air
ini bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, serta
kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).
Air merupakan salah satu kebutuhan hidup dan merupakan dasar bagi
kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat
berlangsung. Oleh karena itu, penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan
utama bagi manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi factor penentu dalam
kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, antara lain kepentingan rumah tangga, industri, perikanan,
pertanian, dan sarana angkutan air. Sesuai kebutuhan akan air dan kemajuan
tekhnologi air permukaan dapat dimanfaatkan lebih luas lagi untuk baku mutu
sumber air minum dan air industri (Sumantri, 2010).
Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air
menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air
menurut peruntukannya adalah sebagai berikut :
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa penggolongan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku minum.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.
Jika kita tinjau dari segi kualias, air bersih yang digunakan harus
memenuhi syarat secara fisik, kimia, dan mikrobiologi. Menurut Sutrisno dan
Suciastuti (2002), persyaratan secar fisik meliputi air harus jernih, tidak berwarna,
tidak berasa, tidak berbau, temperatur normal, dan tidak mengandung zat padatan
(dinyatakan dengan uji TS,TDS,TSS). Persyaratan secara kimia meliputi derajat
keasaman, kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD,COD,
TOC), mineral atau logam, nitrien atau hara, kesadahan dan sebagainya (Chandra,
2007).
Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan untuk menegtahui baku mutu
air adalah melalui pengukuran kandungan zat padatan TSS, dan TDS. Berikut
penjelasan dari TS, TSS, dan TDS.
Total Solid (TS), merupakan semua bahan yang terdapat didalam air.
Contoh air setelah dipanaskan pada suhu 103°-105°C selama tidak kurang dari 1
jam. Bahan ini tertinggal sebagai residu melalui proses evaporasi. Total solid pada
air terdiri dari total padatan terlarut (total dissolved solids) dan total zat padat
tersuspensi (total suspended solids) (Achmad, 2004).
Uji TSS (Total suspended Solid) merupakan suatu cara untuk
menguji kadar total padatan terlarut dalam suatu bahan makanan. Bahan
makanan yang dicuci terlalu lama akan menyebabkan hilangnya
kandungan gizi dalam jumlah banyak, selainitu pemanasan yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan hilangnya kandungan gizi dalam bahan makanan
tersebut. Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat.
Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau
solute, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak dari pada zat-zat lain dalam
larutan disebut pelarut atau solven (Ana, 2014).

Kelarutan zat padat dalam air atau disebut sebagai total Dissolved solid
(TDS) adalah terlarutnya zat padat, baik berupa ion, berupa senyawa, koloid di
dalam air. Sebagai contoh adalah air permukaan apabila diamati setelah turun
hujan akan mengakibatkan air sungai maupun kolam kelihatan keruh yang
disebabkan oleh larutnya partikel tersuspensi di dalam air, sedangkan pada musim
kemarau, air kelihatan berwarna hijau karena adanya ganggang di dalam air.
Konsentrasi kelarutan zat padat ini dalam keadaan normal sangat rendah, sehingga
tidak kelihatan oleh mata telanjang (Suharto, 2011).
Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat dalam
mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan
dengan membran berukuran 0,45 mikron. Materi yang tersuspensi mempunyai
dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke
dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan bagi organisme produsen. Suspended solid (material tersuspensi)
dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid (Sujinto, 2003).

Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang


tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm.
Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut
dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah
bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh
air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut
air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian (Margareth,
2009).
Bila total zat padat terlarut bertambah maka kesadahan akan naik pula.
Selanjutnya efek padatan terlarut ataupun kesadahan terhadap kesehatan
tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut. Umumnya ion kalsium
dan magnesium di dalam air yang akan menyebabkan sifat kesadahan air. Bila air
yang mempunyai tingkat kesadahan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan korosi
pada benda-benda yang terbuat dari logam, dan dapat menimbulkan endapan.
Untuk itu maka, air yang akan digunakan untuk industri terlebih dahulu
dihilangkan kesadahannya (Ana, 2014).
Pengukuran zat padat terlarut dapat dilakukan secara pecobaan di
laboratorium melalui penguapan air (pada volume tertentu) di dalam oven,
kemudian mengukur berat beker sebelum dan sesudah pengeringan air, dinyatakan
sebagai total zat padat terlarut yang dinyatakan sebagai mg per liter atau part
permillion (ppm). Adapun cara lain untuk pengukuran zat padat terlarut dengan
TDS meter. TDS meter adalah suatu alat teknologi yang digunakan untuk
mengetahui jumlah zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang
terdapat pada sebuah larutan (Sumantri, 2010)
Zat padat terlarut di dalam air perlu diketahui untuk mengetahui
produktivitas air, karena produktivitas air terhadap kehidupan air sangat
ditentukan oleh kelarutan zat padat di dalamnya. Produktivitas air akan tinggi
terhadap kehidupan organisme seperti tumbuhan dan mikroba apabila zat padat
terlarut tersebut berupa nutrient berupa posfat, nitrat, dsb, yang akan mendukung
kehidupan organisme, air ini disebut eutrofik, sedangkan air yang mengandung
sedikit zat padat terlarut berupa nutrient berarti mempunyai daya dukung rendah
terhadap organisme disebut oligotrofik (Suharto, 2011).

Zat padat di dalam air juga merupakan indikasi ketidaknormalan air, yaitu
terjadi penyimpangan air dari keadaan yang sebenarnya. Penyimpangan keadaan
air ini paling banyak disebabkan oleh kegiatan manusia seperti buangan berupa
limbah industri, kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, dan lain-lain.
Dengan demikian kesadaran manusia terhadap lingkungan dapat mengurangi
kelarutan zat padat di dalam air (Ana, 2014).

Zat padat tersuspensi yang mengandung zat-zat organik pada umumnya


terdiri dari protein, gangguan dan bakteri. Pengukuran konsentrasi
mikroorganisme dalam limbah diukur dengan zat padat tersuspensi organik
sebagai padatan tersuspensi yang menguap pada temperature tertentu. Kekeruhan
yang terjadi karena zat padat yang tersuspensi baik organik maupun anorganik.
Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang
organik baiasanya berasal dari lapukan tanaman dan hewan. Buangan industri
dapat menjadi sumber utama kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan
bakteri sehingga mendukung perkembangbiakan. Bakteri ini juga merupakan zat
organik tersuspensi sehihingga pertambahannya akan menambah pula kekeruhan
air. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat
tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan bila mikroba itu
patogen (Achmad, 2004).

Peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat


mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik, sehingga kedalaman perairan
produktif menjadi turun. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam
analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.
Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu
pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan (Suharto, 2011).

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan
yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.
Tahap pengukuran dalam metode gravimetri adalah penimbangan. Analitnya
secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun
pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling meluas penggunaannya
untuk memisahkan analit dari pengganggu-pengganggunya (Misnani, 2010).

Nilai TSS biasanya ditentukan dengan cara menuangkan air dengan


volume tertentu, biasanya dalam ukuran liter, melalui sebuah filter dengan ukuran
pori-pori tertentu. Sebelumnya, filter ini ditimbang dan kemudian beratnya akan
dibandingkan dengan berat filter setelah dialirkan air setelah mengalami
pengeringan. Berat filter tersebut akan bertambah disebabkan oleh terdapatnya
partikel-partikel tersuspensi yang terperangkap dalam filter tersebut. Padatan yang
tersuspensi ini dapat berupa bahan-bahan organik dan inorganik. Satuan TSS
adalah miligram per liter (mg/l) (Ana, 2014).

V. Alat dan Bahan :


Alat yang digunakan :
1. Ph meter
2. Beaker gelas 250 ml
3. Batang Pengaduk
4. Gelas ukur 25 ml
5. Pipet Tetes
6. Corong gelas
7. Kertas saring
8. Kertas Ph

Bahan yang digunakan :


1. Sampel Air Sumur

VI. Cara Kerja :


A. Kalibrasi Alat
B. Analisa Sampel Air
1. Lepaskan tutut elektroda sebelum pengukuran
2. Hubungkan elektroda pH ke konektor alat. Hubungkan probe
suhu ke konektor (penghubung)
3. Hidupkan alat dengan menekan “ON/OFF
4. Pilih pH mode dengan menekan tombol “OK”
5. Untuk pengukuran pH batang elektroda harus tercelup minimal 4
cm dan probe temperatur diletakkan juga di dalam cairan sampel
yang akan dianalisa
C. TSS dan TDS
1. Zat Padat Tersuspensi (TSS)
a. Panaskan kertas saring dan cawan penguapan dalam oven
dengan suhu 105° celcius selama 1 jam. Dinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan kemudian timbang dengan
tepat. Pemanasan biasanya cukup 1 jam. Namun pemanasan
perlu di ulang hingga mendapatkan panas yang konstan
kehilangan berat sesudah pemansan ulang kurang dari 0,5
mg.
b. Sampel yang sudah dikocok merata, sebanyak 100 ml
dipindahkan dengan menggunakan pipet atau labu ukur, ke
dalam alat penyaring corong buchner, yang sudah ada kertas
saring didalamnya. Kemudian saring dengan sistem vacum.
c. Kertas saring di ambil dari alat penyaring dan letakkan
dicawan dengan hati-hari, filter beserta dengan cawan Gooch
dimasukan dalam oven untuk dipanaskan pada suhu 105°
celcius, selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator dan
kemudian timbang dengan cepat. Ulangi pemanasan dan
penimbangan sampai beratnya konstan atau berkurangnya
berat sesudah pemanasan ulang, kurang dari 0,5 mg.
Biasanya pemanasan 1 sampai 2 jam sudah cukup.

2. Zat Padat Tersuspensi (TDS)


a. Sampel yang lolos dari filter kertas, dituangkan dalam cawan
penguapan.
b. Cawan yang berisi sampel tersebut, diuapkan dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105° celcius sampai
semua air telah menguap. Ulangi pemanasan dalam oven dan
penimbangan sampai diperoleh berat yang konstan atau
berkurangnya berat <0,5 mg.

Perhitungan :

𝑎−𝑏 𝑥 1000
mg/1 Zat Tersuspensi (TSS) =
𝑐

Dimana : a = berat filter dan residu sesudah pemanasan 105℃ (mg)

b = berat kering (sudah dipanasi 105℃ ) (mg)

c = volume contoh uji (ml sampel)


A−B x 1000
mg/1 Zat terlarut (TDS) =
c

Dimana: A= berat cawan dan residu sesudah pemanasan 105℃


(mg)

B = berat cawan kosong (sudah dipanasi 105℃ ) (mg)

c = volume contoh uji (ml sampel)


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. ANDI : Yoyakarta.

Ana, Merliana. 2004. Analisis TSS (Total Suspended Solid) dan TDS (Total
Disolved Solid). Semarang : Universitas Diponogoro.

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC : Jakarta.

Elisa, Margareth. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS), Amoniak
(NH3), Sianida (CN) Dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20925/4/Chapter%2009.
pdf. . Online diakses pada tanggal 10 Oktober 2018

Misnani. 2010. Praktikum Tiknik Lingkungan Total Padatan terlarut Laporan


Praktikum . Online diakses pada tanggal 10 Oktober 2018.

Misnani. 2010. Praktikum Teknik Lingkungan Total Padatan Terlarut. Jakarta,


Indonesia.

Suharto. 2011. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara dan Air. ANDI :
Yogyakarta. 518 hlm.

Sujinto, R. 2003. Biodiversitas PlanktonSebagai Indikator Kualitas Perairan.


Makasar : FMIPA UNHAS.

Sumantri, Arif. 2010. Kesehtan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta :


Kencana.

Anda mungkin juga menyukai