Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM K3

PENGUKURAN KEBISINGAN

Oleh:

Dear Rizky Adinata

141000613 – Kelompok IV

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Medan

2017
Bab II. Bagian Awal

2.1 Judul Pratikum : Pengukuran Kebisingan

2.2 Tujuan Pratikum

Tujuan dari praktikum ini adalah:

a. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran intensitas kebisingan dengan

menggunakan Sound Level Meter.

b. Mahasiswa mampu melakukan analisis hasil pengukuran intensitas

kebisingan.

2.3 Landasan teori

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Kebisingan

Pencemaran fisis yang sering ditemukan adalah

kebisingan.Kebisingan pada lingkungan dapat bersumber dari suara

kenderaan bermotor, suara mesin-mesin industri dan sebagainya. Keputasan

Menteri Negara lingkungan hidup No.32Kep-48/MENLH/11/1996, tentang

baku tingkat Kebisingan menyebutkan: “ kebisingan adalah bunyi yang tidak

diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertuntu yang

dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan

lingkungan” Berikut ini definisi kebisingan menurut para ahli:

Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan

penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti

misalnya udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai


akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke

gendang telinga.”

Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai

bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.”Menurut Prabu,

Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu

Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi

yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan

kesehatan.

Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada

bunyi dilingkungan.Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu

frekuensi dan intensitas.Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran

yang sampai ditelingasetiap detiknya.Sedangkan intensitas merupakan

besarnya arus energi yang diterima oleh telinga manusia.Sifat dari kebisingan

antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).


a. Kadarnya berbeda

b. Jumlah tingkat bising bertambah,maka gangguan akan bertambah pula

c. Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.

Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang

bergetar.Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya

sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar.Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya

gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan

longitudinal.Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan

dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan

kesehatan.

Jika dilihat di sekitar kita sumber bising sangatlah banyak.Sumber bising ialah

sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber

bergerak maupun tidak bergerak.Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan

industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan

rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam,

yaitu:

a. Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.

b. Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan

akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi

pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.

c. Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat

pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya

pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-

lain
1. Jenis Kebisingan

Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang

memiliki karakteristik yang berbeda.

Jenis-jenis kebisingan menurut Suma’mur (1994) dapat dibedakan menjadi 5 bagian yaitu:

a. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit, misalnya suara mesin

gergaji sirkuler

b. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi luas seperti mesin, kipas angin.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu lintas, suara pesawat terbang

dibandara.

d. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya tembakan meriam,

ledakan.

e. Kebisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa.

Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996)

TIPE URAIAN

Kebisingan di antara jumlah kebisingan


Kebisingan Spesifik
yang dapat dengan jelas dibedakan untuk

alasan-alasan akustik. Seringkali sumber

kebisingan dapat di identifikasikan.

Kebisingan yang tertinggal sesudah


Kebisingan Residual
penghapusan seluruh kebisingan spesifik

dari jumlah kebisingan di suatu tempat

tertentu dalam suatu waktu tertentu.


Semua kebisingan lainnya ketika
Kebisingan Latar Belakangan
memusatkan perhatian pada suatu

kebisingan tertentu.

2. Pengukuran Kebisingan

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak

suara kita lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar

untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel

(dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik.Penambahan tingkat desibel

berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar.Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB,

volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.

Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya.Sebagai contoh,

suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk

menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan

bantuan alat: Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi

paparanPeralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk

menganalisis dampak paparan pada pekerja.

Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan

dilingkungan kerja.

a. Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya

pada satu atau beberapa lokasi saja.Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk

dapat mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana

misalnya kompresor/generator.Jarak pengukuran dari sumber harus


dicantumkan missalnya 3 meter dari jetinggian 1 meter.Selain itu juga harus

diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan.

b. Pengukuran dengan peta kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala

mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang

kondisi kebisingan dalam cakupan area.Pengukuran ini dilakukan dengan

membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan

pengukurannya yang dibuat.Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk

menggambar keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna

orange untuk tingkat kebisingan diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan

dengan intensitas antara 85-90 dBA.

c. Pengukuran dengan gird

Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data

kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat

dengan jarak interfal yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi

dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya:

10 x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan batis dan kolom untuk memudahkan

identitas.

Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey

meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk

permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup

banyak memberikan informasi.

a. Sound Level Meter (SLM)


SLMadalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran

kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik

termasuk attenuator,3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator

dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar

SLM.Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam

pengukuran tingkat kebisingan total.Respon manusia terhadap suara

bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya.Telinga kurang

sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang

rendah.Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia

terhadap berbagai frekuensi.Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk

mengkompensasi perbedaan respon manusia.

b. Octave Band Analyzer (OBA)

Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-

beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa

nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif.Untuk kondisi pengukuran

yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah

OBA.Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk

pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf

standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400,

2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

3. NAB dan Standar Kebisingan


Nilai batas ambang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk

sebagaian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas

untuk kebisingan ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang

masih dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap

untuk waktu teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Setelah

pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat

diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh

berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan :

Tabel 1. Standar kebisingan yang dianjurkan untuk kesehatan

Tingkat Kebisingan (dB)

Maksimum Minimun yg
NO ZONA
yang dianjurkan

dianjurkan

1 A= penelitian,rumah sakit, 45 dB 35 dB

tempat perawatankesehatan

2 B= perumahan, tempat 55 dB 45 dB

pendidikan, rekreasi

3 C= perkantoran, pertokoan, 60 dB 50 dB

perdagangan, pasar bersambung

sambungan
4 D= industri, pabrik, stasiun 70 dB 60 Db

kereta api, terminal bis

Menurut Surat Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang

Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, yang dimaksud dengan NAB adalah

standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit

atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari

atau 40 jam seminggu. Batas-batas NAB kebisingan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Batas NAB dari KEMENAKER

Waktu Pemajanan perhari Intensitas Kebisingan dalam dBA

8 Jam 85

4 Jam 88

2 Jam 91

1 Jam 94

30 Menit 97

15 Menit 100

7,5 Menit 103

3,75 Menit 106

Bersambung

Sambungan

1,88 Menit 109

0,94 Menit 112

28,12 Detik 115

14,06 Detik 118


7,03 Detik 121

3,52 Detik 124

1,76 Detik 127

0,88 Detik 130

0,44 Detik 133

0,22 Detik 136

0,11 Detik 139

Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBa walaupun sesaat.

Besar NAB = 85 dB untuk pemajanan 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.

Menurut Suma’mur P. K. (1996 : 58) Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah

intensitas kebisingan dimana manusia masih sanggup menerima tanpa menunjukkan gejala

sakit akibat bising, atau seseorang tidak menunjukkan kelainan pada pemaparan atau

pemajanan kebisingan tersebut dalam waktu 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-

48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan.

Tabel 3. Baku tingkat kebisingan menurut KEMENLH

Peruntukan Kawasan/ Tingkat kebisingan

Lingkungan Kegiatan DB (A)

Bersambung
Sambungan

a. Peruntukan kawasan 55

1. Perumahan dan 70

pemukiman 65

2. Perdagangan dan Jasa 50

3. Perkantoran dan 70

Perdagangan 60

4. Ruang Terbuka Hijau 70

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan 60

Fasilitas Umum

7. Rekreasi

8. Khusus:
*)
- Bandar udara
*)
- Stasiun Kereta Api

- Pelabuhan Laut

- Cagar Budaya

4. Pengaruh Kebisingan

Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-

indera pendengar.Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan

pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan.Tetapi pemaparan secara


terus-menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera

pendengaran.Dampak kebisingan tergantung kepada besar tingkat kebisingan.Tingkat

kebisingan adalah ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell

(dB).Pemantauan tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan alat Sound Level Meter.

Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendegar, kebisingan

juga dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional,

stress, denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh

kebisingan terhadapa masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan

Gangguan psikologis Pengaruh bising terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi dua

macam yaitu:

a. Ganguan Fisiologis

Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung

terjadi pada faal manusia yang diantaranya :

1) Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan

permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB.

2) Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB

3) Gangguan tidur

4) Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang

telinga.

Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori meliputi:

1) Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara

yang keras seperti sebuah letusan.Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga

dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat

menyebabkan rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran

atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik

adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang

disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising

dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras,

seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga,

merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra,

2009).

2) Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara

Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising

berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah

berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah

kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh energi suara

dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu.Maka apabila akhir pemaparan

dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui

batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara

berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,

2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi.

Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan
biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu

istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009).

3) Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen

Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat

irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan.Gangguan dapat terjadi pada

syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri.Ini dapat

diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang.

a) Gangguan pencernaan

b) Gangguan system saraf

b. Gangguan Psikologis

Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur.

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah..

Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik

berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat

pekerja. Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu:

1) Kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising

2) Kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding

dengan kerja manual.

Selain sisi negative berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga

memberikan sisi negatif salah satunya adalah menambah produktifitas musik.


B. Perundang-undangan

a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang

baku tingkat kebisingan.

b. Kepmenaker Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di

Tempat Kerja.

c. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1 (g).

”Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,

kotoran, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar/radiasi, suara dan getaran”.

d. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 13.

”Barang siapa akan memasuki tempat kerja diwajibkan menaati semua petunjuk

keselamatan kerja dan memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”.

e. Permenaker No.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, pasal 3

ayat 1.

“Bila ada penyakit akibat kerja harus dilaporkan ke Depnaker dalam waktu 2 x 24 jam dan

segera dilakukan diagnosa

f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang

kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.


2.4 Deskripsi alat yang digunakan

4.1 Gambar Sound Level Meter

Sound Level Meter ialah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan, suara yang tak

dikehendaki, atau yang dapat menyebabkan rasa sakit ditelinga. Sound level meter biasanya

digunakan di lingkungan kerja seperti, industri penerbangan dan sebagainya.

Sound Level Meter berfungsi untuk mengukur kebisingan antara 30-130 dB dalam satuan dBA

dari frekuensi antara 20-20.000Hz.

2.5 Metode pengukuran

a. Prosedur Pengukuran

1) Membunyikan sumber bising.

2) Melakukan pengukuran menggunakan Sound Level Meter dengan mengatur jarak

1 meter dari sumber bising.

3) Arahkan mikrofon pada sumber bising.

4) Tinggi alat pengukur adalah setinggi pusar.


5) Lakukan pengukuran selama 1 menit.

6) Baca angka skala sampai hampir menunjukkan angka yang stabil.

7) Mencatat hasil pengukuran

8) Lakukan langkah pada poin c - g untuk jarak 2 meter, 3 meter, 4 meter, 5 meter,

dan 6 meter dari sumber bising.

9) Menghitung intensitas nilai kebisingan dari hasil tersebut.

b. Cara Kerja Alat

1) Pemakaian Alat

a) Nyalakan alat dengan menekan tombol power.

b) Jika telah menyala, tekan tombol MODE untuk memilih jenis operasi yang

dikehendaki.

c) Untuk operasi Sound Level Meter (SLM) maka display tampil dBA

d) Range SLM : type 2,70 – 140 dB

2) Kalibrasi

a) Set alat pada mode SLM

b) Set respon time pada slow mode

c) Masukkan sensor SLM pada alat kalibrasi

d) Nyalakan kalibrator pada 94 dB, lalu stel crew kalibrasi hingga penunjukkan di

94 dB

e) Kalibrasi sebaiknya dilakukan saat alat akan dilakukan

3) Data Logging

a) Saat mode SLM, alat ini bisa melakukan perekaman data


b) Tekan tombol RUN untuk mengaktifkan operasi ini. Display akan tampil icon

MEM yang berkedip

c) Untuk menghentikan perekaman data tekan kembali tombol RUN

d) Pembacaan data dapat dilakukan melalui PC dengan software yang disertakan

4) Operasi Dosimeter

a) Tekan tombol MODE, lalu pilih %MODE

b) Pilih lokasi penyimpanan data (E1 – E5) dengan tombol EVENT

c) Pasang alat di ikat pinggang atau saku, letakkan mic di dekat telinga

d) Tekan tombol RUN dan akan tampil icon JAM pada display

e) Jika akan melakukan jeda pada saat pengukuran tekan tombol PAUSE dan untuk

memulai pengukuran tekan RUN kembali

f) Untuk mengakhiri operasi ini tekan tombol RUN selama 3 detik

g) Pembacaan data dapat dilakukan melalui PC dengan software yang telah

disertakan

2.6 Hasil Pengukuran


2.7 Pembahasan Hasil Pengukuran
2.8 Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.

Tim penyusun, 2010. Buku Pedoman Praktikum Semester III. Surakarta : Program D.IV

Kesehatan Kerja.

Suma’mur, 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji Masagung.

Tim Penyusun.2009. Buku Pedoman Praktikum Semester III. Surakarta: Program D.IV Kesehatan

Kerja FK UNS.
BAB III. BAGIAN AKHIR

3.1 Kesimpulan

1. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan yaitu suara yang tidak disukai atau tidak
diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang.
2. Cara mengendalikan kebisingan yaitu dengan cara eliminasi, substitusi, engineering
control, administrative control, dan pemakaaian alat pelindung diri (APD).
3. Alat untuk mengukur tingkat kebisingan yaitu dengan menggunakan sound level meter
(SLM).
4.

Anda mungkin juga menyukai