Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MANDIRI

KEBISINGAN DAN GETARAN


PENGUKURAN TINGKAT KEBISINGAN MESIN

NAMA : Denis Irwin Maulana


NRP : 0317040021

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2020
I. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pengukuran kebisingan mesin kendaraan bermotor ini adalah
sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu menggunakan alat ukur tingkat intensitas bunyi dengan benar,
2. Mahasiswa mampu memahami Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan,
3. Mahasiswa mampu menentukan apakah tingkat intensitas bunyi di bawah atau di
atas NAB sesuai dengan beberapa standar (acuan).
II. Dasar Teori
A. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat
mengganggu pendengaran dan dapat menurunkan daya dengar seseorang yang terpapar
(WHS, 1993). Menurut Wilson (1989), bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian
gelombang yang merambat dari suatu sumber getar akibat perubahan kerapatan dan
tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk
bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri,
sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan
konsentrasi kerja, merusak pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja.

B. Jenis Kebisingan
Suma’mur (1993) mengemukakan jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum
bunyi dapat dibagi sebagai berikut :
1. Bising yang kontinyu Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6
dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising
ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik
berturut-turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
b. Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya
gergaji sirkuler, katup gas.
2. Bising terputus-putus Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu
bising yang berlangsung secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif
tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api
3. Bising impulsif Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB
dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara
tembakan suara ledakan mercon, meriam.
4. Bising impulsif berulang Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi
berulang-ulang, misalnya mesin tempa.

C. Karakteristik Kebisingan
Terdapat beberapa karakteristik kebisingan yang terdapat pada modul ajar
Kebisingan dan Getaran PPNS (Jami’in, Anindita and Santoso, 2019). Diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Frekuensi, merupakan satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik)
dengan satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20-20.000 Hz.
Frekuensi di bawah 20 Hz disebut Infra Sound sedangkan frekuensi di atas 20.000
Hz disebut Ultra Sound. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi
250 – 4.000 Hz. Umumnya suara percakapan manusia punya frekuensi sekitar 1.000
Hz.
2. Intensitas suara, didefinisikan sebagai energi suara rata-rata yang ditransmisikan
melalui gelombang suara menuju arah perambatan dalam media.
3. Amplitudo, merupakan satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara
pada arah tertentu.
4. Kecepatan suara, merupakan suatu kecepatan perpindahan perambatan udara per
satuan waktu.
5. Panjang gelombang, merupakan jarak yang ditempuh oleh perambatan suara
untuk satu siklus.
6. Periode, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan
periode adalah detik.
7. Oktave band, merupakan kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari suara yang
dapat di dengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi-frekuensi puncak
suara meliputi Frekuensi : 31,5 Hz – 63 Hz – 125 Hz – 250 Hz – 500 Hz – 1000 Hz – 2
kHz – 4 kHz – 8 kHz – 16 kHz.

D. Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat
pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Sumber kebisingan
suara terbesar di kapal adalah di ruang mesin. Kebisingan dengan tingkat intensitas tinggi
yang tidak disadari menyebabkan dampak serius bagi ABK serta ketidaknyamanan untuk
setiap penumpang. Dengan begitu perlu adanya peredaman kebisingan suara agar
didapatkan lingkungan yang sehat (Yudo and Jokosisworo, 2006).

E. Nilai Ambang Batas (NAB)


Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai
kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat
diterima Tenaga Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
(KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA, 2018). Menurut Permenaker RI
No. 5 Tahun 2018, NAB Kebisingan adalah 85 dB(A). Untuk NAB pada kapal, terdapat
beberapa standard yang umum digunakan (Yudo and Jokosisworo, 2006; Sasono, 2007),
diantaranya :
• American Bureau of Shipping (ABS) dalam ABS Guide for American Bureau of
Shipping – Guide for PassengerComfort on Ships

Gambar 1. Noise Criteria for Ships (American Bureau of Shipping)


• International Maritime Organization (IMO)-Code on Noise Levels on Board Ship -
Chapter 4 – Maximum Acceptable Sound Pressure Levels

Gambar 2. IMO Limits for noise levels (dB(A)) specified for various spaces (International
Maritime Organization)

• Llyod’s Register (LR) – Provisional Rules for Passenger and Crew Accommodation
Comfort, Provisional Rules for Passenger and Crew Accommodation Comfort

Gambar 3. LR tingkat kebisingan maksimum di ruang mesin


• Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) – Koda yang mengatur tingkat kebisingan pada kapal:
Resolusi Marine Safety Committee (MSC.337(91))(Biro Klasifikasi Indonesia, 2014).

Gambar 4. BKI Limits for noise levels (dB(A)) specified for various spaces (Biro Klasifikasi
Indonesia, 2014)

F. Sound Level Meter (SLM)


Sound Level Meter (SLM) adalah suatu perangkat alat uji untuk mengukur tingkat
kebisingan suara, hal tersebut sangat di perlukan terutama untuk lingkungan industri,
contoh pada industri penerbangan dimana lingkungan sekitar harus diuji tingkat
kebisingan suara atau tekanan suara yang ditimbulkannya untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar (Alat Uji, 2020). Satuan pengukuran tingkat
kebisingan adalah decibel (dB). Namun, dalam penerpan pengukuran tingkat kebisingan,
umumnya satuan yang digunakan pada SLM adalah dB(A). Selain SLM dalam bentuk
hardware, saat ini sudah banyak aplikasi mobile SLM yang dapat dipasang pada ponsel
pintar.
III. Metode Praktikum
A. Alat dan Bahan
1. Mesin mobil (atau sejenisnya) atau sepeda motor;
2. Aplikasi SLM pada smartphone;
3. Penggaris atau meteran;
4. Stopwatch.

B. Langkah Kerja
1. Siapkan aplikasi SLM pada smartphone, pastikan satuan yang digunakan adalah
dB(A);
2. Usahakan suara gangguan (noise) lingkungan seminimal mungkin;
3. Hidupkan mesin dengan ketentuan sebagai berikut:
- Untuk mobil, atur kecepatan putar mesin pada 3000 RPM,
- Untuk sepeda motor, atur kecepatan putar mesin pada 5000 RPM. Jika sepeda
motor tidak dilengkapi dengan tachometer, atur tuas gas kira-kira setengah dari
gas penuh;
4. Letakkan SLM pada jarak 0,5-meter dari mesin;
5. Ukur tingkat kebisingan mesin dengan ketentuan sebagai berikut:
- Pastikan SLM sejajar dengan telinga pengamat, arahkan microphone ke sumber
(mesin);
- Lakukan pengukuran selama 30 detik;
- Ambil nilai maksimal yang tertera pada SLM, catat ke lembar kerja;
- Ulangi sampai didapat 5 kali data pengukuran;
6. Ulangi Langkah 5 untuk jarak 1-meter dan 1,5-meter.
LEMBAR KERJA
PRAKTIKUM PENGUKURAN TINGKAT KEBISINGAN MESIN KENDARAAN
BERMOTOR
Nama Mahasiswa : Denis Irwin Maulana
NRP : 0317040021
Mesin yang diamat : Supra 4-Langkah, SOHC, Silinder Tunggal 124,89 cc
Pengukuran Tingkat Kebisingan (dB(A))
0,5-m 1-m 1,5-m

Ke-1 85 84 81

Ke-2 84 84 80

Ke-3 85 84 80

Ke-4 85 84 80

Ke-5 85 84 80

Rata-rata: 84.8 84 80.2


Dokumentasi Praktikum :
1. Pelaksanaan Praktikum

2. Sampel Hasil Pengukuran

Jarak 0.5 m Jarak 1 m Jarak 1.5 m


IV. Analisa Data dan Kesimpulan
Dari data lapangan yang diperoleh pada hasil pengukuran noise level rata rata
sebesar 84.8 dB untuk jarak 0.5 m, 84 dB untuk jarak 1 m, dan 80.2 dB untuk jarak 1.5
m. Noise level tersebut tidak melewati standar kebisingan dengan standard ABS (kamar
mesin dengan ABK berada terus menerus di kamar mesin) yaitu sebesar 100 dB, IMO
(machinery spaces – continuously manned) sebesar 90 dB, LR (machinery spaces –
continuously manned) sebesar 90 dB, BKI (MSC.337(91) - Machinery spaces) sebesar 90
dB dan Permenkes RI (waktu kerja tidak melebihi 8 jam sehari) sebesar 85 dB.
V. Referensi
Alat Uji (2020) Pengertian dan Cara Menggunakan Sound Level Meter. Retrieved May 1,
2020, from https://www.alatuji.com/index.php?/article/detail/551/pengertian-dan-cara-
menggunaan-sound-level-meter
American Bureau of Shipping (2014) ‘Guide For Crew Habitability On Ships’, American
Bureau of Shipping, (September), pp. 1–96. Available at:
http://www.eagle.org/eagleExternalPortalWEB/ShowProperty/BEA
Repository/Rules&Guides/Current/102_CrewHabitabilityonShips/Pub102_CrewHabitability.
Biro Klasifikasi Indonesia (2014) Koda yang mengatur tingkat kebisingan pada kapal.
International Maritime Organization (2012) ‘Adoption of the Code on Noise Levels on Board
Ships’, MSC 91/22/Add.1 Annex 1, 337(November), pp. 1–36.
Jami’in, M. A., Anindita, G. and Santoso, M. Y. (2019) Kebisingan dan getaran. Surabaya:
PPNS.
KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA (2018) PERATURAN MENTERI
KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA. Indonesia.
‘Koda Aturan tingkat Kebisingan Kapal BKI.pdf’ (no date).
Sasono, E. J. (2007) ‘Pengukuran tingkat kebisingan pada kapal coaster’, KAPAL : Jurnal
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan, 4(1), pp. 30–34.
Yudo, H. and Jokosisworo, S. (2006) ‘Standar kebisingan suara di kapal’, KAPAL : Jurnal
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan, 3(3), pp. 70–72.

Anda mungkin juga menyukai