Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KEBISINGAN DENGAN SOUND LEVEL METER DI GEDUNG ADMINISTRASI

INDONESIA POWER CILACAP


oleh : Savannah Yonita C.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Higiene
Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higiene Perusahan dan
Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu
Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat
lingkungan kerja diantaranya melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan
melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi
tenaga kerja yang mungkin dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya
personil di lingkungan industri yang mengerti tentang higiene industri dan
menerapkannya di lingkungan kerjanya.
Higiene industri merupakan satu ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana
melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian terhadap faktor-faktor
lingkungan yang muncul di tempat kerja yang dapat menyebabkan pekerja sakit,
mengalami gangguan kesehatan dan rasa ketidaknyamanan baik diantara para pekerja
maupun penduduk dalam suatu komunitas.[1]
Higiene industri dan kesehatan kerja sebagai suatu kesatuan upaya dengan
tujuan mewujudakan sumber daya manusia yang sehat dan produktif dapat
diterjemahkan dalam bahasa asing sebagai Industrial Hygiene and Occupational Health,
yang cendrung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi problematika
kesehatan kerja secara menyeluruh.[4]
Konsep dalam higiene industri adalah bagaimana membatasi paparan hazard
yang diterima pekerja di tempat kerja. Pembatasan dilakukan melalui proses
antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian paparan hazard yang ada di tempat
kerja. Pendekatannya melalui usaha preventive untuk melindungi kesehatan pekerja
dan mencegah timbulnya efek yang ditimbulkan oleh bahaya (hazard).
Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising.
Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama
proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja
maupun masyarakat sekitarnya.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada
tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya
pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi
suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang
intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan
biasanya terjadi pada kedua telinga.
Dalam suatu kegiatan industri, pasti ada suatu aktivitas yang menyebabkan
kebisingan. Salah satunya adalah sumber kebisingan dari alat-alat industri. Dalam
makalah ini akan menganalisis kebisingan pada gedung administrasi Indoenesia Power
Cilacap.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kebisingan
Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan frekuensi pendengaram baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran)
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Kebisingan didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki “, misalnya yang
yang merintangi terdengarnya suara – suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa
sakit atau yang menghalangi gaya hidup.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menmbulkan
ketulian.
2.2. Sumber Kebisingan
Sumber bising adalah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat
pembangkit tenaga,alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di industri, sumber
kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin.
b. Vibrasi
Kebisingan yang dittimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan, atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada
roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain – lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam
kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet
pipa, gas buang, jet. Flare boom, dan lain – lain.
2.3. Kategori Kebisingan
Berdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi
maka bising dibagi dalam tiga kategori yaitu audible noise, occupational noise, dan
impuls noise (Gabriel JF, 1996)

1. Audible noise (bising pendengaran), bising ini disebabkan oleh frekuensi bunyi
atau 31,5 – 8.000 Hz.
2. Occupational noie (bising berhubungan dengan pekerjaan), bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin ditempat kerja.
3. Impuls Noise (impact noise = bising impulsive), bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak. Misalnya pukulan palu, ledakan, mriam,
tambakan bedil dan lain –lain.

2.4. Jenis Kebisingan


Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut – turut.
Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga
relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, dan 4000 hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
c. Bising terputus – putus (Intermitten). Bising ini tidak terjadi secara terus –
menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas,
kebisingan di lapangan terbang.
d. Bising Impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan,
suara ledakan mercon, meriam.

e. Bising Impulsif Berulang


Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang – ulang.
Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :
a. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras.
Misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking Noise) . Merupakan bunyi yang menutupi
pendengarn yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya
tenggelam dalam bising dari sumber lain.
c. Bising yang merusak (damaging/ injurious noise)
bunyi yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran.
2.5. Nilai Ambang Batas Kebisingan
NAB kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar
tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-
01/MEN/1978, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja ada;ah intensitas
tertingi dan merupakan nilai rata – rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetao untuk waktu terus menerus tidak
lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya.
Waktu maksimum untuk bekrja adalah sebagai berikut :

a. 82 dB : 16 jam per hari


b. 85 dB : 8 jam per hari
c. 88 dB : 4 jam per hari
d. 91 dB : 2 jam per hari
e. 97 dB : 1 jam per hari
f. 100 dB : ¼ jam per hari
NAB Kebisingan menurut SK Menteri Tenaga Kerja No : Kep-51/Men/1999 tentang
NAB batas faktor fisik di tempat kerja :

Sedangkan menurut OSHA untuk batas waktu pemaparan bising yang


diperkenankan adalah
2.6. Pengertian Sound Level Meter
Sound Level Meter merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
tingkat kebisingan, suara yang tak dikehendaki, atau yang dapat menyebabkan rasa
sakit ditelinga. Sound level meter biasanya digunakan di lingkungan kerja seperti,
industri penerbangan dan sebagainya.Selain itu Sound Level Meter juga dapat
digunakan untuk memverifikasi persis berapa banyak tingkat suara telah berubah.
Semua Sound Level Meter memiliki fitur pengukuran pengukur kondensor mikrofon
omnidirectional, preamp pic, jaringan pembobotan frekuensi, rangkain detector RMS,
layar pengukuran, AC dan DC output yang digunakan untuk merekam data hasil
pengukuran.

2.7. Fungsi Sound Level Meter


Sound Level Meter berfungsi mengukur tingkat kebisingan di lingkungan kerja,
dan berfungsi untuk untuk memverifikasi persis berapa banyak tingkat suara telah
berubah.Sound Level Meter juga berfungsi untuk mengukur kebisingan antara 30-130
dB dalam satuan dBA dari frekuensi antara 20-20.000Hz.
Sound Level Meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
berapa frekuensi/berat suara yang akan ditampilkan pada dB-SPL. 0.0 dB-SPL adalah
ambang pendengaran, dan sama dengan 20uPa (micropascal). Dalam rangka untuk
menjamin kerataan SLM ada toleransi tambahan yang ditentukan untuk berbagai
frekuensi dan mikrofon juga.
SLM Kelas-0 bekerja untuk mengkalibrasi SLMs lain dan dapat digunakan untuk
pengukuran kebisingan presisi yang sangat tinggi di ruang kontrol dan / atau untuk
penelitian akademis.
SLM Kelas-1 dan Kelas-2 yang paling banyak digunakan oleh acousticians, profesional
sound system, desainer industri / produsen dan peneliti di akademisi dan pemerintah.
Pengukuran yang dilakukan dengan tingkat akurasi ini umumnya diterima sebagai bukti
dalam penyelesaian sengketa hukum. Sedangkan SLM Kelas-3 dibatasi untuk noise
survey meters dan dosimeter.

2.9. Prinsip Kerja


Dalam mengukur tingkat kebisingan di lokasi instalasi, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan.Jika mengukur tingkat kebisingan dari ruang rak, misalnya,
pastikan bahwa SLM diposisikan jauh dari dinding, lantai dan pembatas besar
lainnya.Level sinyal untuk kebisingan jarang menjadi masalah bagi pengukuran sistem
loudspeaker karena kita dapat mengubah suatu sistem menjadi lebih meningkat, jauh
dari tingkat kebisingan.
Prinsip kerja Sound Level Meter ialah didasarkan pada getaran yang terjadi.
Apabila ada objek atau benda yang bergetar, maka akan menimbulkan terjadinya
sebuah perubahan pada tekanan udara yang kemudian akan ditangkap oleh sistem
peralatan, Lalu selanjutnya jarum analog akan menunjukkan angka jumlah dari tingkat
kebisingan yang dinyatakan dengan nilai dB.
Pada umumnya SLM akan diarahkan ke sumber suara, setinggi telinga, agar bisa
menangkap kebisingan yang telah tercipta. Untuk keperluan mengukur nilai kebisingan
pada suatu ruang kerja, pencatatan dilaksanakan satu shift kerja penuh dengan
beberapa kali pencatatan dari SLM.
BAB III
HASIL ANALISA
3.1. Metode Analisa
Penelitian dilakukan pada area kerja gedung administrasi Indonesia Power
Cilacap. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan dengan direct
reading dengan bantuan alat Sound Level Meter. Titik pembacaan dengan jarak
pengukuran 0,5 - 1 meter dari titik sampling pengukuran. Titik sampling ini dipilih
karena memiliki potensi kebisingan yang cukup tinggi, yaitu yang terdekat dekat
dengan pintu dekat pabrik beroperasi.
Safety and Health Admistration (OSHA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dan mengacu pada Keputusan Menteri Karyawan No. KEP-51/ MEN/1999, tentang baku
mutu tingkat kebisingan, yaitu intensitas bising rata-rata tidak lebih dari 85 dB (A)
selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.
Rumus uji t yang digunakan adalah sebagai berikut (Sugiyono,2007):

3.2. Hasil Analisa


Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan, kemudian dilakukan
perhitungan dengan uji t untuk mengetahui tingkat kebisingan yang ada diperusahaan
untuk dibandingkan dengan standar kebisingan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sebesar 85 dB (A). Nilai rata-rata pada hasil pengolahan data menunjukkan bahwa rata-
rata pengukuran kebisingan di area kerja gedung administrasi Indonesia Power Cilacap
adalah 55.4 dB (A) , berdasarkan SNI 7231-2009 tingkatt kebisingan pada perkantoran
55-66 dB. Hal ini menunjukkan bahwa level kebisingan di area gedung administrasi
Indonesia Power Cilacap di bawah rata-rata level kebisingan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yaitu sebesar 85, dan secara statistik perbedaan itu signifikan. Nilai
Ambang Batas (NAB) kebisingan telah direkomendasikan menurut ACGIH dan ISO
(International Standart Organization) sebesar 85 dB (A) sedangkan menurut OSHA
(Occupational Safety and Health Assosiation) sebesar 90 dB (A) untuk waktu kerja 8
jam sehari dan 40 jam seminggu (Prabu, 2009). Sedangkan Imansyah (2006)
menyatakan bahwa tingkat maksimal yang dapat didengar telinga manusia adalah 130
dB (A).

3.3. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka terdapat kesimpulan-kesimpulan
yang dapat diambil, yaitu:
1. Higiene industri dan kesehatan kerja sebagai suatu kesatuan upaya dengan
tujuan mewujudakan sumber daya manusia yang sehat dan produktif . Tujuan utama
dari Higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang
sehat dan produktif.
2. Konsep dalam higiene industri adalah bagaimana membatasi paparan hazard
yang diterima pekerja di tempat kerja. Pembatasan dilakukan melalui proses antisipasi,
rekognisi, evaluasi dan pengendalian paparan hazard yang ada di tempat kerja.
3. Kebisingan yang intensitasnya lebih dari 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat
menyebabkan gangguan pendengaran.
4. Nilai rata-rata pada hasil pengolahan data menunjukkan bahwa rata-rata
pengukuran kebisingan di area kerja gedung administrasi Indonesia Power Cilacap
adalah 55.4 dB (A) dan di bawah rata-rata level kebisingan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yaitu sebesar 85 dB.

Anda mungkin juga menyukai