Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebisingan merupakan masalah yang sering dijumpai oleh perusahaan besar saat ini.
Penggunaan mesin dan alat kerja yang mendukung proses produksi berpotensi menimbulkan
suara kebisingan. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak di kehendaki sehingga
mengganggu atau membahayakan kesehatan (Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002).
Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan manusia
itu sendiri. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakan, terutama pada era industrialisasi
yang ditandai adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi
globalisasi. Dalam keadaan demikian penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi, dan bahan-
bahan berbahaya akan terus meningkat sesuai kebutuhan industrialisasi. Namun demikian, disisi
lain kemajuan teknologi juga mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan yaitu berupa
terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja dan timbulnya berbagai macam
penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008).
Kebisingan menimbulkan beberapa dampak pada kesehatan.Selain berdampak pada
gangguan pendengaran intensitas bising yang tinggi juga dapat mengakibatkan hilangnya
konsentrasi, hilangnya keseimbangan dan disorientasi, kelelahan, gangguan komunikasi,
gangguan tidur, gangguanpelaksanaan tugas, gangguan faal tubuh, serta adanya efek visceral,
seperti perubahan frekuensi jantung/peningkatan denyut nadi, perubahan tekanan darah dan
tingkat pengeluaran keringat (Harrington & Gill, 2003).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa masyarakat yang terpapar kebisingan cenderung
memiliki emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stres.
Stres yang cukup lama, akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, sehingga
memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh (Jennie, 2007).
Keselamatan kerja bertujuan melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional, menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja, sumber produksi
dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Perlindungan keselamatan karyawan
mewujudkan produktivitas yang optimal (Suma’mur, 2009).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa Pengaruh Kebisingan?
2. Bagaimana Sifat kebisingan dan Sumber Bunyi?
A. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Sifat kebisingan dan Sumber Bunyi
2. Mengetahui Jenis-jenis Kebisingan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kebisingan
Kebisingan pada lingkungan dapat bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-
mesin industri dan sebagainya. Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup No.32
Kep-48/MENLH/11/1996, tentang baku tingkat Kebisingan menyebutkan: “ kebisingan adalah
bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu  yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan”. Berikut ini
definisi kebisingan menurut para ahli.

Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,
pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis merupakan
sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang
sampai ke gendang telinga.”

Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak
sesuai dengan tempat dan waktunya.”. Menurut Prabu, Putra (2009) “bising adalah suara yang
mengganggu”. Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) “bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan”.

Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi di lingkungan.
Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini,
frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai ditelingasetiap detiknya, sedangkan intensitas
merupakan besranya arus energi yng diterima oleh telinga manusia.

B. Sifat kebisingan dan Sumber Bunyi


1. Sifat Kebisingan
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003): Kadarnya
berbeda, Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula. Bising perlu
dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
2. Sumber Bunyi
Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran
sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-
molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan
energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang
diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu
sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.
Jika dilihat di sekitar kita sumber bising sangatlah banyak. Sumber bising ialah sumber
bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun
tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan,
pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri,
sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
● Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.
● Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan,
benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila,
batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
● Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas,
dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas,
outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain
A. Jenis-jenis Kebisingan
Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang
memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi 4 bagian
yaitu:

1. Bising yang kontinyu


Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus.
Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas bising ini relatif tetap
dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara kipas
angin, suara mesin tenun.
b. Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas.
2. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut juga  intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secara
tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal
terbang, dan kereta api.
3. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat
cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon,
meriam.
4. Bising impulsif berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas :
● Bising yang mengganggu (Irritating noise).
Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
● Bising yang menutupi (Masking noise)
Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini
akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat
tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
● Bising yang merusak (damaging/injurious noise)
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas.Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
B. Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki  intensitas yang berbeda, contohnya  jika kita berteriak suara kita
lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai
jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur  intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel
merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat
kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya
meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara
berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat
bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat: Noise Level
Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan; peralatan audiometric, untuk
mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan
dilingkungan kerja :
1. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau
beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi kebisingan
yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator. Jarak
pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari jetinggian 1 meter. Selain itu
juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur kebisingan,
karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area.
Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai
dengan pengukurannya yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambar
keadaan kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA warna jingga untuk tingkat kebisingan di
atas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.
3. Pengukuran dengan gird
Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi
yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interfal yang sama diseluruh
lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak
yang sama, misalnya: 10 x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan batis dan kolom untuk
memudahkan identitas.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter,
sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk
permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup
banyak memberikan informasi :
a. Sound Level Meter (SLM)
SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator,3
jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi
sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam
pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai
dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun
tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon
manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk
mengkompensasi perbedaan respon manusia.
b. Octave Band Analyzer (OBA)
Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang
berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja
tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang
digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk
pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada
adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
C. Pengaruh Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera
pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan
terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus
mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.
Dempak kebisingan tergantung kepada besar tingkat kebisingan. Tingkat kebisingan adalah
ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell (dB). Pemantauan tingkat kebisingan
dapat dilakukan dengan alat sound Level Meter.
Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendengar, kebisingan juga
dapat menyebabkan gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut
jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadap
masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 
1. Ganguan Fisiologis
Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi
pada manusia. Gangguan ini diantaranya:
a. Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan
kulit menyempit akibat bising  > 70 dB.
b. Otot-otot menjadi tegang akibat bising  > 60 dB.
c.  Gangguan tidur
d. Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang
telinga.
 Penurunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori meliputi:
1) Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti
sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga
dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani,
putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising
dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara
ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau
saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).
2) Temporary Threshold Shift (TTS) atau Tuli Sementara
Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan
ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan
kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang
disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila
akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui
batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan
akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan
pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya
dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga
kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu, Putra,
2009).
3) Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga
tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-
alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap
bising yang berulang.
4) Gangguan Psikologis
Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan
psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila
kebisingan diterima dalam  waktu lama dapat menyebabkan  penyakit psikosomatik berupa
gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat pekerja.
Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu:
a. kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising
b. kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding dengan
kerja manual.
Selain sisi negatif berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga memberikan sisi
negataif salah satunya adalah menambah produktifitas musik.

D. Pengendalian Kebisingan
Mengingat dampak negatif dari pemaparan kebisingan bagi masyarakat, sebisa mungkin
diusahakan agar tingkat kebisingan yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat
kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kebisisngan pada sumbernya,
penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi ataupun proteksi pada masyarakat yang
terpapar.
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang
melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) yang mengelurkan bunyi dengan tingkat
kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat
dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising
dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bamboo disekitar kawasan
industry dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat ataupun proteksi kebisingan ada
masyarakat yang terpapar dapat dilakukan pengguanaan sumbat telinga pada masyarakat yang
berada dekat kawasan industry yang menghasilkan kebisingan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kami tentang “Kebisingan” maka dapat kami simpulkan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan ataupun bunyi yang tidak sesuai dengan tempat
dan waktu yang bersumber dari segala aktivitas/kegiatan manusiayangdapat berpengaruh
terhadap derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena Masyarakat yang terpapar oleh kebisingan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan pendengaran serta
kenyamanan lingkungan, karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan kebisingan
yang ada dilingkungan tersebut.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan pada pembaca makalah ini yaitu kiranya pembaca makalah
ini bisa mengetahui dengan jelas tentang Perkembangan ilmu Kesehatan dan keselamatan kerja
agar dapat berguna bagi kehidupan para pembaca makalah ini, dan kiranya pembaca makalah ini
bisa mengkritik dan memperbaiki cara penulisan atau penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Penerbitan Universitas


Atma Jaya.
Joko, S (Penerjemah). 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. WHO.
Kadir, Sunarto. 2010. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Gorontalo: Universitas negeri
Gorontalo.
Machfoeds, Ircham. 2003. Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:
fitramaya
Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Grahara Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai