Anda di halaman 1dari 12

PENANGANAN BISING JALAN RAYA

Rizky Dwi Cahyadi


H1E109054

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Lambung Mangkurat
Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Lingkungan
Banjarbaru

I. Pendahuluan
Transportasi merupakan suatu pergerakan/perpindahan baik orang maupun
barang dari suatu tempat asal ke suatu tujuan. Dalam perpindahan atau pergerakan
tersebut tentu saja menggunakan sarana pengangkutan berupa kendaraan yang
dalam pengoperasiannya menimbulkan suara-suara seperti suara mesin yang keluar
melalui knalpot maupun klakson.Pada level tersebut suara-suara tersebut masih
dapat ditolerir dalam arti bahwa akibat yang ditimbulkannya bukan merupakan
suatu gangguan akan tertapi pada tingkat yang lebih tinggi suara yang ditimbulkan
oleh kendaraan tersebut sudah merupakan suatu gangguan atau polusi yang disebut
kebisingan. (Djalante, Susanti. 2010)
Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau
berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh
penerima. Seseorang cenderung mengabaikan bising yang dihasilkannya sendiri
bila bising itu wajar menyertai pekerjaan. Kebisingan dapat menjadi sesuatu yang
menggangu atau tidak, tergantung dari individu yang mendengarnya. Seperti yang
tertulis dalam jurnal Environmental Noise (Parliamentary Office of Science and
Technology, 2009).
Kekuatan tubuh manusia untuk secara efektif menyesuaikan dengan
lingkungan yang bising sangat mengagumkan, terutama bila bisingnya
berkelanjutan, tidak terlampau keras, dan tidak membawa informasi yang berarti,
yaitu pembicaraan yang jelas (intangible) atau musik yang dikenal (identifiable).
Bising yang cukup keras, di atas 70 dB dapat mengakibatkan kegelisahan
(nerveousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan
masalah peredaran darah. Bising 75 dB mengakibatkan kemunduran yang serius
pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya, bila lama, kehilangan
pendengaran sementara atau permanen. Produksi turun dan pekerja-pekerja
membuat lebih banyak kesalahan. Bukan kesunyian yang dibutuhkan tetapi
ketenangan, tiada gangguan dan bunyi sama sekali tak ada bunyi. (Ayuningtyas,
Dyah. 2010)
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah:
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band
noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh kipas angin;
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow
band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler dan katup
gas;
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suara lalu lintas, suara kapal
terbang dilapangan udara;
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya suara tembakan atau
meriam;
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara yang ditimbulkan mesin tempa.
Bunyi yang menimbulkan bising disebabkan oleh sumber yang bergetar.
Getaran sumber suara mengganggu molekul-molekul udara di sekitar sehingga
molekul-molekul ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya
gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambatan
longitudinal.
Bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan dampak dari aktivitas
berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe pembangunan
yaitu:
1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman;
2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal
tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah
dan lain sebagainya;
3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri;
4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air,
selokan induk air, dan lainnya.

Dilihat dari sifat sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya;
2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan
lainnya.
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang
dikeluarkannya ada dua:
1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya
sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak;
2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, contohnya kebisingan yang
timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi:
1. Bising Interior
Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau
mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat
musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada di gedung
tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-
lain.
2. Bising Eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara,
dan alat-alat konstruksi.
Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per satuan luas yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan
kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm
2
yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000
Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal. Desibel adalah satu per
sepuluh bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati Alexander Graham
Bell. Satuan bel terlalu besar untuk digunakan dalam kebanyakan keperluan, maka
digunakan satuan desibel yang disingkat dB.
Berbagai negara di dunia yang terus mengalami perkembangan lalu lintas
akan diiringi pula dengan penambahan tingkat kebisingan di sepanjang jalan raya.
Lalu lintas di jalan raya merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa
kebisingan lalu lintas adalah sumber utama ketergangguan lingkungan. Penelitian
membuktikan adanya korelasi positif antara tingkat kebisingan dan tingkat
ketergangguan.
Bunyi yang ditimbulkan oleh lalu lintas adalah bunyi dengan tingkat suara
yang tidak konstan. Tingkat gangguan kebisingan yang berasal dari bunyi lalu
lintas dipengaruhi oleh tingkat suaranya, seberapa sering terjadi dalam satu satuan
waktu, serta frekuensi bunyi yang dihasilkannya.
Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas
maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha
atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
Satuan tingkat intensitas bunyi adalah decibel (dB). Sound Level Meter
(SLM) adalah alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan. Prinsip kerja alat
tersebut adalah dengan mengukur tingkat tekanan bunyi. Tekanan bunyi adalah
penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh getaran partikel udara
karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai amplitudo dari fluktuasi
tekanan. SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran
tiga jenis karakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili
batasan pendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan. Jadi dB (A)
adalah satuan tingkat kebisingan dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan
respon telinga manusia normal. Kebisingan akibat lalu lintas dan kebisingan yang
dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan
dalam satuan dB (A).



Tabel 1.1 Baku Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan/ Tingkat Kebisingan
Lingkungan Kegiatan dB (A)
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.
a.
b.
c.
Peruntukan Kawasan
Perumahan dan Pemukiman
Perdagangan dan Jasa
Perkantoran dan Perdagangan
Ruang Terbuka Hijau
Industri
Pemerintahan dan Fasilitas Umum
Rekreasi
Lingkungan Kerja
Rumah Sakit atau Sejenisnya
Sekolah atau Sejenisnya
Tempat Ibadah atau Sejenisnya

55
70
65
50
70
60
70

55
55
55
Sumber: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996
Melalui SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-
48/MEN.LH/11/1996 tanggal 25 November 1996, pemerintah Indonesia telah
menetapkan baku tingkat kebisingan untuk daerah perkantoran dan perdagangan
adalah sebesar 65 dB (A).
Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik
terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh
suatu medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan
antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau
terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak
suatu kebisingan terhadap kesehatan.
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada indera pendengaran antara
lain trauma akustik, ketulian sementara, hingga ketulian permanen. Trauma akustik
adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tungal akibat
intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Ketulian
sementara merupakan gangguan pendengaran yang sifatnya sementara, daya dengar
mampu pulih kembali berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-10
hari). Jika seseorang terpapar pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian
dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang
tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang.
Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai
ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun
psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang
berasal dari kebisingan, antara lain ketergangguan pola tidur, kardiovaskuler, sistem
pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga berpengaruh
negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial. Efek psikologis akibat
kebisingan termasuk hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan kortisol dan stres
fisiologis meningkat. Efek psikologis dari kebisingan biasanya tidak terlihat dengan
baik dan sering diabaikan. Penelitian di Amerika Serikat dan di New Zealand
menyatakan bahwa kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.
Penelitian di Netherlands membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara
prevalensi efek kebisingan terhadap kesehatan seseorang dengan intensitas
kebisingan.
Respon masyarakat terhadap sumber bising tergantung dari:
1. Bagaimana variasi bising setiap waktu termasuk jenis bising.
Hal ini berhubungan dengan kebisingan yang tetap (steady noise) tidak terlalu
mengganggu seperti bising yang bervariasi keras suaranya atau bising jalan raya
yang intermiten, dan waktu yang sedikit sumber bising mengeluarkan tingkat bising
yang tinggi sedikit pengaruhnya terhadap masyarakat.
2. Waktu terjadinya bising
Bising yang terjadi pada malam hari di permukiman akan mengganggu tidur.
3. Lokasi dari sumber bising
Berkaitan penggunaan lahan yang sensitif terhadap bising. Faktor yang
menentukan dampak bising adalah berapa keras dan berapa lama paparan bising
yang akan sampai pada penduduk sekitar.


II. Faktor faktor yang mempengaruhi Intensitas Kebisingan Jalan Raya
Pengendalian kebisingan dapat dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi intensitas kebisingan di jalan raya. Berdasarkan teknik
pelaksanaannya, pengendalian bising dibedakan dalam tiga cara yaitu pengendalian
pada sumber, media dan penerima kebisingan. (Dedipurnomo. 2010)
1. Sumber
Faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan jalan raya dilihat dari
sumbernya adalah jumlah kendaraan bermotor.
a. Jumlah Kendaraan Bermotor
Salah satu sumber bising lalu lintas jalan raya yaitu berasal dari kendaraan
bermotor, baik roda dua, roda tiga, maupun roda empat, dengan sumber
kebisingan antara lain dari bunyi klakson kendaraan, sirine, gesekan mekanis
antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman mendadak dan kecepatan
tinggi, suara knalpot, dan kecelakaan antara sesama kendaraan. Semakin banyak
jumlah kendaraan yang melintas di jalan raya maka intensitas kebisingannya
semakin tinggi.
Beberapa teknik pengendalian pada sumber antara lain dengan cara meredam
sumber kebisingan atau getaran yang ada, mengurangi luas permukaan yang
bergetar, mengatur kembali tempat dan waktu operasi sumber kebisingan,
mengecilkan volume suara, pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas, dan lain
sebagainya.
2. Media
Faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan jalan raya dilihat dari
medianya, antara lain:
a. Jarak
Gelombang bunyi memerlukan waktu untuk merambat. Gelombang bunyi
merambat melalui udara di permukaan bumi. Gelombang bunyi akan mengalami
penurunan intensitas karena gesekan dengan udara dalam perjalanannya. Oleh
karena itu, semakin jauh jarak sumber kebisingan maka akan semakin kecil
intensitas kebisingan.


b. Serapan Udara
Udara mempunyai massa, mengisi ruang kosong diatas bumi dan digunakan
oleh suara untuk merambat. Akan tetapi adanya udara juga sebagai penghambat
gelombang suara. Gelombang suara akan mengalami gesekan dengan udara.
Udara yang kering akan lebih menyerap udara daripada udara lembab, karena
adanya uap air akan memperkecil gesekan antara gelombang bunyi dengan
massa udara. udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara daripada
udara bersuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi lebih rapat
sehingga gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar.
c. Arah Angin
Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang diterima oleh
pendengar. Arah angin yang menuju pendengar akan mengakibatkan suara
terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya.
d. Jenis Permukaan Bumi
Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan barrier yang
sangat alami. Suara yang datang akan terserap langsung. Sebaliknya, permukaan
yang tertutup aspal jalan atau konblok akan langsung memantulkan bunyi.
e. Tingkat Kerapatan Tanaman
Tanaman penyerap pencemaran udara dan kebisingan adalah jenis tanaman
berbentuk pohon atau perdu yang mempunyai massa daun yang padat dan dapat
menyerap pencemar udara dari gas emisi kendaraan dan kebisingan. Tanaman
merupakan pereduksi kebisingan yang ramah lingkungan dan memberikan
keindahan bila dilihat dari aspek visual. Penelitian di Jepang menyatakan bahwa
kesan keindahan dirasakan masyarakat dengan adanya tanaman. Penelitian di
China membuktikan bahwa tanaman mampu mereduksi kebisingan psikologis
seseorang.
Tanaman jika cukup tinggi, lebar, dan padat, dapat menurunkan kebisingan
lalu lintas jalan raya. Efektivitasnya tergantung pada kerapatan tanaman
sepanjang jalan raya dan kepadatan daun (jenis tanaman). Tanaman pereduksi
kebisingan yang efektif dapat mengurangi tingkat kebisingan dengan 10 sampai
15 desibel.
Hasil pengukuran pada penelitian yang dilakukan Institut Pertanian Bogor
(IPB) memperlihatkan bahwa tanaman memiliki kemampuan yang berbeda
dalam mereduksi kebisingan. Berdasarkan tingkatan frekuensi sumber bunyi,
tanaman tersebut juga mempunyai kemampuan mereduksi kebisingan yang
berbeda pada setiap frekuensi yang layak didengar manusia. Penelitian tersebut
telah membuktikan adanya perbedaan kemampuan reduksi kebisingan menurut
jenis vegetasi berdasarkan tingkat kerapatan tanaman. Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan hasil penelitian di Iran. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
campuran Pinus eldarica dan Robinia pseudoacasia mampu mereduksi
kebisingan lebih besar daripada hutan dengan murni Pinus eldarica atau murni
Robinia pseudoacasia. Hal ini membuktikan bahwa besarnya reduksi kebisingan
sebanding dengan kerapatan tanaman.
Hasil pengukuran pada soka, kasia, kayu manis, bambu dan akalipa, kembang
sepatu, dan bambu memperlihatkan bahwa kerapatan daun tanaman berperanan
penting dalam mereduksi kebisingan. Pada kelompok tanaman tersebut, tanaman
dengan kerapatan daun yang lebih tinggi mereduksi lebih baik. Kerapatan massa
tanaman berkaitan dengan luas bidang penahan rambatan suara.
f. Jenis Tanaman
Penelitian di IPB juga memperlihatkan bahwa bambu cina mereduksi
kebisingan lebih kecil daripada soka walaupun tingkat kerapatan bambu cina
lebih tinggi daripada soka. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kerapatan bukan
satu-satunya faktor yang menentukan. Kemampuan tanaman mereduksi
kebisingan diduga juga dipengaruhi oleh jenis tanaman yang memiliki perbedaan
ketebalan dan kelenturan daun. Ketebalan dan kelenturan daun diduga berkaitan
dengan kemudahan daun untuk bergerak karena angin dan energi suara. Adanya
gerakan daun dapat menyebabkan perubahan posisi antar daun sehingga
mempengaruhi ruang antar daun dan memungkinkan suara menembus ke
belakang vegetasi. Hal tersebut diduga menyebabkan tanaman soka yang
memiliki daun yang lebih tebal dan kaku mampu mereduksi kebisingan lebih
tinggi dari Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa kriteria vegetasi yang berfungsi
sebagai peredam kebisingan adalah terdiri dari pohon, perdu/semak; membentuk
massa; bermassa daun rapat; dan terdiri dari berbagai bentuk tajuk. Pohon adalah
semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras. Perdu/Semak adalah
tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki
lebih dari satu batang utama. Contoh jenis tanaman peredam kebisingan adalah
Tanjung (Mimusops elengi), Kiara payung (Filicium decipiens), Teh-tehan
pangkas (Acalypha sp), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis), Bougenvil
(Bougenvillea sp) dan Oleander (Nerium oleander).
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh
daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam
suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Dedaunan
tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Dengan menanam berbagai
jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat
mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari
bawah.
Penelitian di Yunani mampu membuktikan bahwa tanaman Pinus brutia
mampu mereduksi kebisingan lebih besar dibandingkan permukaan padang
rumput. Pinus brutia mampu mereduksi hingga sebesar 6 dB. Penelitian di Sri
Lanka membuktikan tanaman mampu mereduksi kebisingan hingga sebesar 4
dB.
Pengendalian pada media kebisingan dapat dilakukan dengan cara
memperbesar jarak sumber kebisingan dengan pemukiman atau pekerjaan,
memasang peredam suara pada dinding dan langi-langit, dan membuat ruang
kontrol untuk mengontrol pekerjaan di ruang terpisah. Bila sumber kebisingan
adalah lalu lintas maka rumah/gedung dapat dibatasi dengan penanaman pohon,
pembuatan gundukan tanah, pembuatan pagar atau tembok, pembuatan jalur
hijau, dan lain sebagainya.
3. Penerima
Pengendalian pada penerima kebisingan dilakukan apabila dua teknik
pengendalian sebelumnya tidak dapat dilaksanakan atau belum mampu
mengatasi gangguan akibat kebisingan. Faktor yang mempengaruhi intensitas
kebisingan jalan raya berdasarkan penerima kebisingan, antara lain:

a. Pemakaian Alat Peredam pada Penerima Kebisingan
Jika terdapat peredam pada penerima kebisingan (telinga pendengar), maka
intensitas kebisingan yang diterima dapat dikurangi (lebih kecil). Pengendalian
ini dengan cara pemakaian ear plug, ear muff dan helmet.
b. Pemindahan Penerima Kebisingan
Upaya pemindahan tempat dari tempat yang mempunyai intensitas kebisingan
tinggi ke tempat dengan intensitas kebisingan rendah merupakan alternatif bagi
manusia dengan toleransi kebisingan yang rendah.

III. Penutup
Jadi dari artikel diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau
berbahaya bagi kegiatan sehari-hari.
b. Bunyi yang ditimbulkan oleh lalu lintas adalah bunyi dengan tingkat suara
yang tidak konstan.
c. Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas
maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari
usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.
d. Satuan tingkat intensitas bunyi adalah decibel (dB).
e. Sound Level Meter (SLM) adalah alat standar untuk mengukur intensitas
kebisingan.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan di jalan raya adalah
sumber, media, dan penerima kebisingan.




IV. Daftar Pustaka

Ayuningtyas, Dyah. 2010. Pengendalian Bising Lalu Lintas di Sekolah Menengah
Studi Kasus: SMPN 115 Jakarta dan SMAN 37 Jakarta. Skripsi. Jurusan
Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, UI, Depok
Dedipurnomo. 2010. Pengendalian Kebisingan Lalu
Lintas.http://dedipurnomo.wordpress.com/2010/09/30/pengendalian-
kebisingan-lalu-lintas/
Diakses Tanggal 12 Maret 2014
Djalante, Susanti. 2010. Analisis Tingkat Kebisingan di Jalan Raya yang
Menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APIL). Vol. 8 (4) : 280-300.
Parliamentary Office of Science and Technology. Environmental Noise. London.
2009.

Anda mungkin juga menyukai