Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM HYGIENE INDUSTRI

KEBISINGAN LINGKUNGAN

Disusun oleh:

Nama Achhmad muhammad bilkhaqi


NRP 0523040001
Kelas K3-2A
Kelompok 1
Dosen pengampu:

AULIA NADIA RACHMAD, S.ST, M.T

Dr. INDRI SANTIASIH, S.ST., M.T

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2024
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang menggunakan


teknologi maju dan modern. Penggunaan teknologi yang modern memberikan banyak
kemudahan untuk proses produksi dan meningkatkan produktivitas kerja. Akan tetapi, perlu
disadari juga bahwa penggunaan teknologi tersebut disisi lain juga cenderung menimbulkan
resiko bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang lebih besar. Oleh karena itu
penggunaan teknologi maju dan modern harus memperhatikan adanya faktor bahaya.
Perkembangan industri yang semakin pesat, dapat berakibat meningkatkan potensi bahaya dan
penyakit akibat kerja. Potensi bahaya itu bersumber dari bangunan, peralatan, industri, bahan,
proses, cara kerja dan lingkungan kerja.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.13 Tahun 2011 tentang faktor fisik dalam Lingkungan Kerja, antara lain mengatur Nilai
Ambang Batas kebisingan adalah 85 dBA dalam 8 jam kerja per hari.

Kebisingan merupakan semua bunyi yang tidak dikehendak yang bersumberkan dari alat-
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
bahaya. Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap tenaga kerja adalah kebisingan, yang
bisa menyebabkan berkurangnya pendengaran.Faktor kimia, fisik, biologi, fisiologi dan mental
psikologi ditempat kerja dapat mempengaruhi kesehatan para tenaga kerja. Penyakit akibat
kebisingan menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja. Di berbagai industri di
Indonesia presentase penyakit akibat kebisingan ini berkisar antara 30%-50%.Besarnya proporsi
penyakit akibat kerja karena paparan kebisingan, maka perlu adanya upaya pengendalian bahaya
sehingga dapat mengurangi dampak paparan kebisingan tersebut. Pengendalian bahaya kerja
merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh setiap perusahaan baik
formal maupun informal dalam upaya mengendalikan dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra dari perusahaan dan
meningkatkan kinerja dari pekerja.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara melakukan pengukuran kebisingan denganmenggunakan Sound Level


Meter?
2. Bagaimana cara pengukuran kebisingan di area kerja yang tepat?
3. Apa saja standar atau batasan kebisingan yang harus dipatuhi di lingkungan kerja?
4. Bagaimana cara membuatan pemetaan ruangan (mapping)?
5. Bagaimana cara membuat peta kebisingan (noise mapping)?

1.2 TUJUAN

1. Mampu melakukan pengukuran kebisingan menggunakan Sound Level Meter


2. Mampu melakukan pengukuran kebisingan di area kerja dengan tepat
3. Mampu mengetahui standar atau batasan kebisingan di lingkungan kerja
4. Mampu membuat pemetaan ruangan
5. Mampu membuat noise mapping
1.4 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Tempat : Praktikum kali ini dilakukan di Bengkel Las 1

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

2. Waktu : Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa, 19

Maret 2024. Pukul 08.00-selesai.

3. Alat : Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah


 Sound Level Meter.
 Alat ukur (meteran)
4. Parameter : Kebisingan individu dan lingkungan.
5. Standar : Permenaker No. 5 Tahun 2018 dan NIOSH.
6. Praktikan :
 Achmad muhammad bilkhaqi(0523040001)
 Akmaludin daffa(0523040004)
 Alfina ramadhani(0523040014)
 Hanum salsabillah(0523040018)
 Muhammad rosyidan azmi(0523040030)
BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Kebisingan

Kebisingan didefinisikan sebagai suatu bunyi dengan intensitas yang tinggi, dan merupakan
suatu pencemaran yang dapat mengganggu percakapan dan merusak alat pendengaran. Dalam
KEP48/MENLH/11/1996 definisi kebisingan adalah suara yang tak diinginkan dari usaha atau
kegiatan pada tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
kenyamanan lingkungan. Dari kedua definisi tersebut, kebisingan dapat diartikan semua bunyi
atau suara yang tak diinginkan yang mampu mengganggu kesehatan dan keselamatan (Zulkipli,
2017). Dalam mempelajari mengenai bunyi, ada 2 hal yang berkaitan dengan kesehatan
pendengaran:

1. Frekuensi bunyi menentukan tinggi rendahnya bunyi.


2. Amplitudo mempengaruhi instensitas bunyi. Telinga manusia dapat menjangkau
gelombang bunyi atau Audible Range dari 20 - 20.000 Hz yang disebut gelombang
Audiosonic. Gelombang bunyi dengan frekuensi kurang dari 20 Hz disebut gelombang
Infrasonic dan gelombang bunyi yang frekuensinya lebih dari 20.000 Hz disebut
gelombang Ultrasonic (Halliday&Resnick, 1985: 656 dalam Malau,2018).

2.2 Jenis-jenis Kebisingan

Menurut Zulkarnaen, dkk (2015) Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, kebisingan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Bising kontinu berspektrum luas dan menetap (steady wide band noise) Bising ini relatif
tetap dalam batas 5 dBA untuk periode 0,5 detik berturut-turut, misalnya suara mesin dan
suara kipas angin. Bising kontinu, juga berspektrum sempit dan menetap (steady narrow
band noise), bising ini juga relatif tetap, tetapi hanya pada frekuensi 500, 1000, dan 4000
Hz, misalnya bunyi gergaji sirkuler dan bunyi katup gas.
Gambar 2.2.1 Contoh Grafik Steady State Wide-Band Noise

Sumber: (Zulkarnaen. dkk, 2015)

b) Bising terputus-putus (intermitten noise) Bising yang tak terjadi secara terus menerus,
melainkan ada periode relatif tenang, misalnya kebisingan di lapangan terbang.

Gambar 2.2.2 Contoh Grafik Intermitten Noise

Sumber: (Zulkarnaen. dkk, 2015)

c) Bising berasal dari ledakan tunggal (explosive noise) Bising yang memiliki perubahan
tekanan bunyi dalam waktu yang cepat dan biasanya mengejutkan pendengar. Contohnya
bunyi tembakan senapan atau meriam.

Gambar 2.2.3 Contoh Grafik Explosive Noise

Sumber: (Zulkarnaen. dkk, 2015)


Sedangkan Menurut Buchori (2007) dalam Fanny (2015) Kebisingan berdasarkan pengaruhnya
terhadap manusia ada 3 jenis, yaitu:

a) Bising yang mengganggu (Irritating Noise) Bising dengan intensitas yang tidak terlalu
tinggi, seperti mendengkur.
b) Bising yang menutupi (Masking Noise) Bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas.
Secara tidak langsung, bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja yang disebabkan teriakan, isyarat atau segala tanda bahaya tenggelam oleh bising.
c) Bising yang merusak (Damaging/Injurious Noise) Bising dengan intensitas yang
melampaui Nilai Ambang Batas (NAB). Bunyi jenis ini dapat merusak fungsi
pendengaran.

Menurut Setyawan. dkk (2015) Jenis kebisingan berdasarkan mekanisme penyebaran dan
perambatan energi bunyi ada 3 jenis, yaitu:

a) Struktur-Borne Noise Kebisingan yang dihasilkan oleh rambatan getaran struktur


komponen dari bagian yang bergetar, lalu merambatkan energi akustik dalam bentuk
gelombang longitudinal. Sumber energi didapat dari tidakseimbangnya gerakan bolak-
balik dari sistem.
b) Liquid-Borne Noise
Kebisingan yang dihasilkan oleh rambatan fluktuasi tekanan fluida, sehingga terjadi
getaran kolom fluida, pusaran fluida, bunyi aliran dan kavitasi.
c) Air-Borne Noise
Kebisingan yang merambat melalui fluktuasi tekanan yang timbul di udara rambatan
kebisingan melalui dua media yang saling berkaitan. Bila terjadi rambatan bunyi yang
berasal dari struktur, maka getaran struktur dapat menggetarkan udara disekelilingnya
.

2.3 Sumber dan Tingkatan Kebisingan

Menurut Setyawan. dkk (2015) Bila ditinjau dari sifatnya, sumber kebisingan dikelompokkan
menjadi 2 yaitu:

1. Sumber kebisingan statis, seperti pabrik, mesin, tape, dan lainnya.


2. Sumber kebisingan dinamis, seperti mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya.

Sedangkan sumber bising yang ditinjau dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber


bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tidak bergerak.
2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya kebisingan yang timbul
karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.

Berdasarkan letak sumber suaranya, dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Bising interior ialah bising yang bersumber dari manusia, alatalat rumah tangga atau
mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh televisi, alat-alat musik, dan juga
bising yang ditimbulkan oleh mesin yang ada digedung tersebut, dan lainlain
2. Bising eksterior ialah bising yang dikeluarkan oleh kendaraan transportasi darat, laut,
maupun udara, dan alat-alat konstruksi. Berdasarkan Lampiran I Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 baku tingkatan kebisingan
dibedakan berdasarkan setiap fungsi kawasan dan/atau penggunaan lahan, untuk tingkatan
baku kebisingannya sebagai berikut:
Tabel 2.3 tingkat baku kebisingan

Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB (A)


a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintah dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus:
- Bandar Udara *)
- Stasiun Kereta Api *)
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya
60

Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB (A)


b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau sejenisnya 55
Keterangan:
*) disesuaikan dengan ketentuan Menteri
Perhubungan
Sumber : Lampiran KEPMEN LH No. 48/ 1996
2.4 Zona kebisingan

Zona Kebisingan Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan

 Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, RS,
tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.
 Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat
pendidikan dan rekreasi.
 Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, Perdagangan
dan pasar.
 Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun
KA, terminal bis dan sejenisnya. Zona Kebisingan menurut IATA (International Air
Transportation Association)
 Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan harus dihindari
 Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang
 terpapar perlu memakai pelindung telinga
 (earmuff dan earplug)
 Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff
 Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug
2.5 Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan

Kebisingan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang terpapar dan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Rimantho, 2015):

a) Gangguan Fisiologis Seseorang yang terpapar bising dapat menyebabkan gangguan


fisiologis seperti, meningkatnya tekanan darah, denyut nadi, kontriksi pembuluh darah
perifer terutama pada tangan, wajah menjadi pucat dan gangguan sensoris, serta dapat
menurunkan kinerja otot.
b) Gangguan Psikologis Seseorang yang terpapar bising kejiwaanya bisa terganggu, seperti
stres, rasa tidak nyaman, susah tidur, cepat tersulut emosi, dan sulit berkonsentrasi.
c) Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan (masking effect) yaitu
bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas. Gangguan percakapan akibat
kebisingan, mengakibatkan lawan bicara tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang
kita bicarakan.
d) Gangguan Keseimbangan Kebisingan dengan intensitas yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan seperti, kesan seakan- akan berjalan di ruang
angkasa dan vertigo.
e) Ketulian Dari semua gangguan yang disebabkan oleh kebisingan, gangguan yang paling
serius adalah ketulian. Ketulian akibat bising ada tiga macam

2.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Menurut Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja, nilai ambang batas merupakan standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai
intensitas rata-rata yang masih bisa diterima tenaga kerja tanpa menimbulkan gangguan
kesehatan. NAB kebisingan yaitu sebesar 85 dBA sebagai intensitas yang masih dapat diterima
oleh pekerja untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu tanpa mengakibatkan
gangguan kesehatan (Ramadhan, 2019). Berikut tabel NAB kebisingan:
Tabel 2.6.1. Nilai Ambang Batas Kebisingan Permenaker 05/2018

Sumber: Permenaker No. 5 Tahun 2018

Tabel 2.6.2 Standar Kebisingan NIOSH


Sumber: Buku Occupational Noise Exposure revised criteria 1998

2.7 Metode Pengukuran Kebisingan


Sound Level Meter merupakan alat pengukur suara, dengan mekanisme kerja
apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan
tekanan udara yang dapat ditangkap oleh SLM, selanjutnya akan menggerakan
meter petunjuk.Metode pengukuran tingkat kebisingan diatur dalam Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996. Pengukuran dilakukan oleh
dua orang, dimana satu orang bertugas melihat waktu dan memberikan aba-
aba pembacaan tingkat kebisingan sesaat setiap lima detik dalam interval
sepuluh menit. Orang kedua mencatat pembacaan tingkat kebisingan sesaat dari
alat Sound Level Meter (SLM). Berikut langkah yang dijelaskan dalam surat
keputusan tersebut:
a. Waktu pengukuran adalah 10 menit tiap jam (dalam 1 hari ada 24 data).
b. Pencuplikan data adalah tiap 5 detik (10 menit ada 120 data).
c. Ketinggian microphone adalah 1,2 m dari permukaan tanah.
Noise mapping atau pemetaan kebisingan merupakan suatu metode
pemetaan dengan sketsa yang teliti dengan letak yang dilihat dari semua titik
sampling kebisingan. Dalam sketsa ditambahkan data tingkat kebisingan di
sekitar titik sampling kebisingan. Cara membuat noise mapping ini
adalah dengan melakukan pengukuran intensitas suara atau tingkat kebisingan
pada beberapa titik pengukuran sekitar sumber bising, dimana ada pekerja yang
terpapar bising dan titik- titik yang mempunyai tingkat kebisingan yang sama
tersebut dihubungkan sehingga terbentuk suatu garis pada peta menunjukan
tempat yang memiliki intensitas suara yang sama. (Rifani. dkk, 2017).

Gambar 2.6 Contoh Noise Mapping.

Sumber: http://www.occmatters.com.au/noise-mapping/ diaksespada 19 Maret 2020.


Pengukuran kebisingan lingkungan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
kebisingan di suatu area. Menurut Harahap (2016) Dalam pengukuran tingkat kebisingan di
lingkungan kerja ada tiga metode yang dapat dilakukan dengan alat Sound Level Meter (SLM)
diantaranya:

1. Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran yang dilakukan jika tingkat kebisingan diduga melampaui nilai ambang
batas dan hanya di berapa titik saja, pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kebisingan peralatan sederhana, seperti generator. Hal yang harus
diperhatikan dalam pengukuran yaitu arah mikrofon dan letaknya yang harus
dicantumkan.

2. Pengukuran dengan peta kontur

Pengukuran dengan peta kontur dapat menentukan gambar mengenai kebisingan dalam
cakupan sebuah area. Gambar yang dibuat memiliki kode warna untuk mengetahui
keadaan kebisingan yang terjadi.

3. Pengukuran dengan Grid

Untuk pengukuran ini, awalnya harus membuat contoh data kebisingan terlebih dahulu
pada lokasi yang diinginkan. Pengambilan titik sampling dilokasi semua harus memiliki
jarak interval yang sama. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak
yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya 10 x 10 m. Kotak tersebut ditandai
dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.

2.8 Perhitungan kebisingan

Tingkat pemaparan bising terhadap pekerja selama 8 jam kerja (1


shift) secara akumulatif dapat dihitung sebagai berikut:Rumus
Daily Noise Dose (DND):

C1 C2 Cn
DND = + +…+
TI T2 Tn
DND ≤ 1
Dengan: Cn = Waktu pemaparan dilokasi n.
Tn = Waktu pemaparan yang diperkenankan di lokasi n (sesuai
dengan standar yang digunakan).
Jika hasilnya = 1atau < 1 dianggap aman (dibawah NAB). Jika
hasilnya > 1 dianggap tidak aman (diatas NAB).
Kebisingan kombinasi adalah kebisingan yang diterima oleh pekerja
yang disebabkan 2 atau lebih peralatan dan menimbulkan kebisingan.Untuk
kebisingan kombinasi dapat dilakukan dengan cara perhitungan tabel yaitu
dengan ukuran desibel dari 2 suara yang berasal dari 2 atau lebih mesin tersebut
ditambahkan desibel sesuai dengan tabel penambahan desibel yang tersedia.
Berikut tabel penambahan desibel pada Sound Level Meter (SLM) dari sumber
yang beragam:
Perbedaan desibel (dB) Penambahan pada level tertinggi
3
1 2.6
2 2.1
3 1.8
4 1.4
5 1.2
6 1
7 0.8
8 0.6
9 0.5
10 0.4
11 0.3
12 0.2
More 0

Tabel 2.8.1 penambahan desibel pada SLM


2.9 Pengendalian Kebisingan
Dari banyaknya permasalahan yang disebabkan oleh kebisingan, maka perlu adanya
upaya pengendalian bahaya agar dapat mencegah terjadinya gangguan-gangguan akibat
lingkungan yang bising, baik gangguan pendengaran maupun gangguan lainnya. Berikut
merupakan beberapa upaya pengendalian kebisingan yang dapat dilakukan (Amalia, 2015):
1. Pengendalian Eliminasi
Eliminasi yaitu menghilangkan sumber kebisingan yang ada. Apabila secara teknis dan
tujuan memungkinkan, makaeliminasi adalah tindakan pengendalian yang paling aman.
Namun, menghilangkan sumber kebisingan tidak selalu praktis dan ekonomis, karena
akan membutuhkan dana untuk penggantian alat-alat kerja.
2. Pengendalian Substitusi
Substitusi berarti mengganti peralatan yang dapat menjadi sumber kebisingan dengan
peralatan lain yang memiliki tingkat kebisingan yang lebih rendah, misalnya palu untuk
membentuk plat diganti dengan mesin press yang suaranya senyap, sehingga dapat
mengurangi tingkat bising di area tersebut.
3. Pengendalian Engineering
Melakukan pengendalian berupa kegiatan teknis terhadap sumber kebisingan maupun
area kebisingan, misalnyapemberian barrier pada mesin diesel, memberi penghalang
yang berupa tembok dan seng berukuran tinggi mengelilingiarea body minibus untuk
meminimalisir penyebaran kebisingan menuju lingkungan sekitar.
4. Pengendalian Administrasi
Mengurangi waktu pemajanan tenaga kerja dengan cara mengatur jam kerja, sehingga
masih dalam batas aman, serta adanya informasi keselamatan dan kesehatan kerja terkait
kebisingan.
5. Pengendalian Secara Medis
Pengendalian ini berupa pemeriksaan pendengaran dengan tes audiometri, tes rinne atau
tes weber pada pekerja secara periodik.
6. Alat Pelindung Diri
Pengendalian kebisingan dengan alat pelindung diri sudah banyak ditemukan dalam
perusahaan-perusahaan, karena lebih praktis dan ekonomis. Misalnya penggunaan ear
plug dan ear muff.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP/51/MEN/1999 zona kebisingan
diklasifikasikan menjadi tiga:
a. Zona aman tanpa pelindung : < 85 dBA.

b. Zona dengan pelindung ear plug : 85-95 dBA.

c. Zona dengan pelindung ear muff : > 95 dBA.


BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 ALAT DAN BAHAN

1. Sound Level Meter


2. Ballpoint : 1 buah
3. Baterai 9V : 1 buah
4. Kertas : 5 lembar
5. Meteran

Perlengkapan APD yang digunakan dalam praktikum, antara lain:

1. Safety helmet
2. Safety shoes
3. Ear plug
4. Wearpack

3.2 TATA CARA PENGOPERASIAN ALAT

Prosedur penggunaan Sound Level Meter (SLM) adalah sebagai berikut :

1. Mengaktifkan SLM, memilih respon time (pilih F atau S) dan weighting


(function switch) yang diinginkan. Untuk respon time agar dapat menangkap
tinggi suara tertinggi memilih F, dan untuk tinggi suara rata – rata memilih S.
Untuk weighting, memilih A untuk general sound, dan C untuk suara dari
material akustik.
2. Memilih level yang diinginkan.
3. Memegang SLM dengan stabil dan mengarahkan microphone ke sumber suara.
4. Jika MAX yang dipilih, hasil yang tertera adalah level kebisingan maksimum.
5. Jika HOLD yang dipilih, maka hasil tertera akan ditahan agar tidak berubah.
Untuk keluar dari mode ini, menekan HOLD sekali lagi.
6. Mematikan alat jika sudah selesai.
3.3 DIAGRAM ALIR
MULAI

Membuat dan mengumpulkan laporan pendahuluan

Menyiapkan dan memeriksa peralatan yang dipakai

Menentukan lokasi,waktu,dan informasi lokasi prngukuran

Melakukan pengukuran kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan


mencatat hasil pengukuran

Melakukan asistensi hasil pengukuran ke dosen pengampu

TIDAK
DITERIMA

YA

Mengembalikan peralatan praktikum dalam kondisi baik

Menganalisa data pengukuran sesuai jobsheet

SELESAI
BAB IV

PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

4.1 DATA HASIL PENGUKURAN


Lokasi Pengukuran
No Hasil Pengukuran rata-rata (dBA)
X Y

1 1 1 62

2 1 2 74,3

3 1 3 74,3

4 1 4 76,2

5 1 5 78,5

6 1 6 78,5

7 1 7 78,5

8 1 8 78,5

9 1 9 78,5

10 1 10 73,5

11 1 11 76,5

12 1 12 74,4

13 1 13 78,5

14 1 14 78,4

15 1 15 78,4

16 1 16 76,7

17 1 17 78,6

18 1 18 71,5

19 1 19 75

20 1 20 75
21 1 21 75

22 1 22 75

23 2 1 55,5

24 2 2 49,3

25 2 3 71,6

26 2 4 74,1

27 2 5 78,5

28 2 6 76,9

29 2 7 74

30 2 8 78,5

31 2 9 70,7

32 2 10 70,3

33 2 11 76,

34 2 12 77,7

35 2 13 77,8

36 2 14 78,2

37 2 15 78,2

38 2 16 76,7

39 2 17 78,6

40 2 18 78,5

41 2 19 81

42 2 20 82,1
43 2 21 75,6

44 2 22 77,8

45 3 1 52,4

46 3 2 51,9

47 3 3 74,7

48 3 4 77

49 3 5 72,5

50 3 6 76,9

51 3 7 74

52 3 8 78,5

53 3 9 70,7

54 3 10 71

55 3 11 74,6

56 3 12 78,8

57 3 13 77,8

58 3 14 78,2

59 3 15 77,4

60 3 16 82

61 3 17 76,7

62 3 18 80,5

63 3 19 81,5

64 3 20 72,1
65 3 21 74

66 3 22 78,4

67 4 1 51,8

68 4 2 52,3

69 4 3 72,3

70 4 4 77,9

71 4 5 69,2

72 4 6 72,9

73 4 7 76,6

74 4 8 77,7

75 4 9 72,5

76 4 10 76,2

77 4 11 75,3

78 4 12 75,6

79 4 13 75,6

80 4 14 81,4

81 4 15 77,4

82 4 16 82

83 4 17 76,5

84 4 18 75,8

85 4 19 81

86 4 20 80,3
87 4 21 75,6

88 4 22 85

89 5 1 74,1

90 5 2 74,1

91 5 3 74,1

92 5 4 74,1

93 5 5 74,1

94 5 6 74,1

95 5 7 74,1

96 5 8 74,1

97 5 9 72,9

98 5 10 72,3

99 5 11 79,1

100 5 12 72,7

101 5 13 77,1

102 5 14 77,5

103 5 15 78,2

104 5 16 77,8

105 5 17 79,6

106 5 18 79,6

107 5 19 79,6

108 5 20 79,6
109 5 21 79,6

110 5 22 79,6

111 6 1 79,6

112 6 2 79,6

113 6 3 79,6

114 6 4 79,6

115 6 5 79,6

116 6 6 79,6

117 6 7 79,6

118 6 8 80,2

119 6 9 75,7

120 6 10 73,2

121 6 11 73,1

122 6 12 72,8

123 6 13 79

124 6 14 81,8

125 6 15 81,8

126 6 16 81,8

127 6 17 81,8

128 6 18 81,8

129 6 19 81,8

130 6 20 81,8
131 6 21 81,8

132 6 22 81,8

133 7 1 77,4

134 7 2 77,4

135 7 3 77,4

136 7 4 77,4

137 7 5 77,4

138 7 6 77,4

139 7 7 77,4

140 7 8 77,4

141 7 9 72,6

142 7 10 78,3

143 7 11 74,4

144 7 12 76,5

145 7 13 76,7

146 7 14 76,9

147 7 15 76,9

148 7 16 82,2

149 7 17 82,2

150 7 18 82,2

151 7 19 82,2

152 7 20 82,2
153 7 21 82,2

154 7 22 82,2

155 8 1 77,3

156 8 2 77,3

157 8 3 77,3

158 8 4 77,3

159 8 5 77,3

160 8 6 77,3

161 8 7 77,3

162 8 8 77,3

163 8 9 77

164 8 10 77

165 8 11 75,3

166 8 12 75,5

167 8 13 75,4

168 8 14 75,8

169 8 15 77,7

170 8 16 80,2

171 8 17 78,4

172 8 18 78,1

173 8 19 76,6

174 8 20 75,3
175 8 21 75,3

176 8 22 76,2

177 9 1 80,7

178 9 2 80,7

179 9 3 80,7

180 9 4 80,7

181 9 5 80,7

182 9 6 80,7

183 9 7 80,7

184 9 8 80,7

185 9 9 80,7

186 9 10 80,7

187 9 11 80,7

188 9 12 76,9

189 9 13 73,4

190 9 14 81,5

191 9 15 81,5

192 9 16 81,5

193 9 17 81,5

194 9 18 81,5

195 9 19 81,5

196 9 20 81,5
197 9 21 75,1

198 9 22 82

199 10 1 82

200 10 2 82

201 10 3 82

202 10 4 82

203 10 5 82

204 10 6 82

205 10 7 82

206 10 8 82,1

207 10 9 82,1

208 10 10 82,1

209 10 11 82,1

210 10 12 76,9

211 10 13 83,4

212 10 14 83,4

213 10 15 83,4

214 10 16 83,4

215 10 17 83,4

216 10 18 83,4

217 10 19 83,4

218 10 20 78,2
219 10 21 77,2

220 10 22 82,2

221 11 1 77,2

222 11 2 77,2

223 11 3 77,2

224 11 4 77,2

225 11 5 77,2

226 11 6 77,2

227 11 7 77,2

228 11 8 82,2

229 11 9 82,2

230 11 10 82,2

231 11 11 82,2

232 11 12 76,9

233 11 13 73,4

234 11 14 79,6

235 11 15 79,6

236 11 16 79,6

237 11 17 79,6

238 11 18 79,6

239 11 19 79,6

240 11 20 79,6
241 11 21 80,1

242 11 22 74,3

4.2 PERHITUNGAN KEBISINGAN KOMBINASI

Selisih Penambahan
Lokasi Intensitas Pengukuran
Kebisingan pada level
Pengukuran Kebisingan (dBA)
(dBA) tertinggi

10,14 83,4 0 3 86,4


10,15 83,4 3 1,8 85,2
10,16 83,4 1,8 2,1 85,5
10,17 83,4 2,1 2,1 85,5
10,18 83,4 2,1 2,1 85,5
10,19 83,4 2,1 2,1 85,5
7,18 82,2 3,3 1,8 84
7,19 82,2 1,8 2,1 84,3
7,2 82,2 2,1 2,1 84,3
7,21 82,2 2,1 2,1 84,3
7,22 82,2 2,1 2,1 84,3
11,9 82,2 2,1 2,1 84,3
11,1 82,2 2,1 2,1 84,3
11,11 82,2 2,1 2,1 84,3
10,9 82,1 2,2 2,1 84,2
10,1 82,1 2,1 2,1 84,2
10,11 82,1 2,1 2,1 84,2
6,18 81,8 2,4 2,1 83,9
6,19 81,8 2,1 2,1 83,9
6,2 81,8 2,1 2,1 83,9
6,21 81,8 2,1 2,1 83,9
6,22 81,8 2,1 2,1 83,9
9,14 81,5 2,4 2,1 83,6
9,15 81,5 2,1 2,1 83,6
9,16 81,5 2,1 2,1 83,6
9,17 81,5 2,1 2,1 83,6
9,18 81,5 2,1 2,1 83,6
9,19 81,5 2,1 2,1 83,6
9,9 80,7 2,9 1,8 82,5
9,1 80,7 1,8 2,1 82,8
9,11 80,7 2,1 2,1 82,8
5,18 79,6 3,2 1,8 81,4
5,19 79,6 1,8 2,1 81,7
5,2 79,6 2,1 2,1 81,7
5,21 79,6 2,1 2,1 81,7
5,22 79,6 2,1 2,1 81,7
11,14 79,6 2,1 2,1 81,7
11,15 79,6 2,1 2,1 81,7
11,16 79,6 2,1 2,1 81,7
11,17 79,6 2,1 2,1 81,7
11,18 79,6 2,1 2,1 81,7
11,19 79,6 2,1 2,1 81,7
1,6 78,5 3,2 1,8 80,3
1,7 78,5 1,8 2,1 80,6
1,8 78,5 2,1 2,1 80,6
1,9 78,5 2,1 2,1 80,6
2,8 78,5 2,1 2,1 80,6
3,8 78,5 2,1 2,1 80,6
2,6 76,9 3,7 1,4 78,3
3,6 76,9 1,4 2,6 79,5
2,7 74 5,5 1 75
3,7 74 1 2,6 76,6
2,9 70,7 5,9 1 71,7
3,9 70,7 1 2,6 73,3
Kebisingan Kombinasi 86,4 dB
4.3 LAYOUT RUANGAN

PEKERJAAN GERINDA
PEKERJAAN LAS

Keterangan: Pada saat melakukan pengukuran pada Selasa, 9 maret 2024 mesin dibengkel Las 1
nyala semua dan digunakan untuk praktek

4.4 PETA KEBISINGAN(NOISE MAPPING)


4.5 ANALISA PENGUKURAN (AREP)

Pada saat melakukan pengukuran kebisingan di bengkel Las 1, kegiatan yang dilakukan
adalah pengelasan pada besi/logam. Titik pengukuran ditentukan berdasarkan luas ruangan dan
banyaknya sumber kebisingan yang terdapat di ruangan. Setelah dilakukan perhitungan, di
dapatkan 242 titik sebagai tempat pengukuran di bengkel Las 1.Dapat dilihat pada tabel hasil
pengukuran, pada titik 10,14 memiliki hasil yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena pada titik
tersebut sedang melakukan pengelasan serta memukul logam sehingga menghasilkan bunyi yang
terdengar lebih keras dibanding lainnya. Sedangkan di titik lainnya, memiliki intenstitas
kebisingan yang lebih rendah karena tidak ada kegiatan memukul logam.

Dengan keadaan yang ada di lapangan, berikut merupakan analisa AREP :

1. Antisipasi Kegiatan Antisipasi berarti melihat ada apa saja potensi bahaya yang berada di
tempat. Dalam kegiatan ini yaitu sumber kebisingan yang mungkin dapat mengganggu
yaitu mesin gerinda serta kegiatan memukul logam.
2. Rekognisi Setelah menganalisa apa saja sumber gangguan yang ada diruangan,
selanjutnya yaitu melakukan perhitungan. untuk kebisingan lingkungan, dihitung dengan
menggunakan Sound Level Meter (SLM).
3. Evaluasi Setelah melakukan perhitungan, perlu dilakukan perbandingan antara keadaan di
tempat dengan standar NAB tertentu untuk mengevaluasi apakah keadaan di lokasi
tersebut aman. untuk kebisingan lingkungan menggunakan NIOSH dan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018.
4. Pengendalian Setelah dilakukan perbandingan, akan diketahui status aman atau tidaknya
keadaan tersebut. Apabila ditemukan keadaan yang tidak sesuai dengan NAB dapat
dilakukan hirarki pengendalian sebagai berikut :
 Eliminasi yaitu menghilangkan sumber kebisingan yang ada. dalam hal ini yaitu
mesin gerinda yang tidak mungkin dihilangkan karena apabila dihilangkan maka
kegiatan praktek tidak dapat dilakukan.
 Substitusi : Substitusi berarti mengganti alat yang menjadi sumber kebisingan.
dalam hal ini mesin gerinda tidak dapat diganti karena mahalnya biaya pergantian
alat.
 Pengendalian Teknik Pengendalian teknik berarti memberi alat-alat pendukung
untuk mengurangi kebisingan keluar ke lingkungan. Contohnya yaitu pemberian
barrier di sekitar alat. Dalam hal ini pemberian barrier kurang efektiv karena
mahasiswa atau operator tetap harus berada di dekat mesin atau alat untuk
melakukan praktek sehingga tetap saja akan terpapar kebisingan.
 Pengendalian Administrasi : Pengendalian administrasi berarti dengan
mengendalikan bagaimana pekerja atau mahasiswa bekerja. Contohnya yaitu
dengan mengatur jam kerja di bengkel sesuai dengan tingkat kebisingannya. ▪
APD APD atau alat pelindung diri digunakan saat 4 cara sebelumnya dirasa
kurang efektiv untuk mengatasi permasahalan yang ada. APD dipakai untuk
melindungi diri dari kemungkinan bahaya yang akan terjadi. contoh : ear muff, ear
plug, wearpack, safety shoes dan safety helmet.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu
bahwa untuk mengukur kebisingan dapat dilakukan menggunakan alat sound meter level
dengan cara mengikuti prosedur penggunaan alat dengan benar dan langkah-langkah
pengukuran yang sesuai dengan keperluan kita. Setelah mendapatkan data nilai
kebisingandari pengukuran yang memiliki satuan dBA, analisismenggunakan rumus DND
(Daily Noise Dose) untuk mengetahui apakah kebisingan dari ruangan yang diukur masih
dalam Nilai Ambang Batas (NAB) atau tidak, dengan ketentuan jika nilai DND ≤ 1 maka
dapat dikatakan ruangan tersebut aman dari kebisingan. Berdasarkan perhitungan
praktikum didapatkan nilai DND sebesar ≤ 1 (menggunakan acuan Permenaker No. 5
Tahun 2018) dan nilai DND sebesar ≤1 (menggunakan acuan NIOSH) yang artinya
ruangan tersebut masih aman dari kebisingan. Setelah itu, jika tingkat kebisingan melebihi
NAB maka dapat dilakukan pengendalian menggunakan hierarki pengendalian, antara
lain Eliminasi, Substitusi, Rekayasa Teknik, Pengendalian Administrasi, dan Manajemen
APD. Cara mengendalikan kebisingan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

 Menghilangkan sumber kebisingan yang ada di tempat kerja. (Eliminasi)


 Mengganti alat, bahan, ataupun proses kerja yang dapat menimbulkan
kebisingan.(Substitusi)
 Mengurangi kebisingan dengan menambah, memasang, atau menyisipkan peredam padalat
produksi atau alat yang menimbulkan kebisingan. (Rekayasa Teknik)
 Membatasi waktu terpapar kebisingan di lingkungan kerja dengan cara mengatur waktu
kerja yang sesuai dengan waktu yang diperbolehkan dengan nilai desibel tertentu. Bisa
juga membuat rambu, poster, atau peringatan tentang kebisingan di lingkungan kerja.
(Pengendalian Administrasi)
 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Contoh APD yang dapat meredam
kebisingan adalah Ear muff atau Ear plug.
5.2 SARAN

1. Untuk praktikum selanjutnya, lebih baik untuk melakukan pengukuran ke1 di semua titik
terlebih dahulu lalu untuk pengukuran ke-2 dan ke-3 juga dilakukan tahapan yang sama.
2. Menggunakan APD yang sesuai saat masuk bengkel untuk mengurangi resiko kecelakaan
pada saat pengukuran
3. Menggunakan alat sesuai dengan SOP sehingga tidak mengganggu yang sedang praktek

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. D., Jayanti, S., & Kurniawan, B. (2017). Analisis Pengendalian


Kebisingan di Area Body Minibus Perusahaan Karoseri Tahun 2015.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e Journal), 3(3), 621-624.
Dewanty, R. A., & Sudarmaji, S. (2016). ANALISIS DAMPAK INTENSITAS
KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN
PETUGAS LAUNDRY. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, 8(2), 229.
Fanny, N. (2015). Analisis Pengaruh Kebisingan Terhadap Tingkat Konsentrasi
Kerja Pada Tenaga Kerja di Bagian Proses PT. Iskandar Indah Printing
Textile Surakarta. Jurnal INFOKES Universitas Duta Bangsa Surakarta,
5(1), 53-54.

Fithri, P. (2015). Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja pada Area


Utilities Unit PLTD dan Boiler (Studi Kasus PT. Pertamina RU II Dumai).
Jurnal Sains dan Teknologi Industri, 12(2), 279.
Halil, A., Yanis, A., & Noer, M. (2015). Pengaruh Kebisingan Lalulintas terhadap
Konsentrasi Belajar Siswa SMP N 1 Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
4(1), 54.

Harahap, J. (2016). Penentuan Tingkat Kebisingan Pada Area Pengolahan Sekam


Padi, Siltstone Crusher, Cooler Dan Power Plant Pada PT Lafarge Cement
Indonesia-Lhoknga Plant. Elkawnie, 2(2), 132.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Ramadhan, Ario. (2019). ANALISIS INTENSITAS KEBISINGAN PENYEBAB
RISIKO NOISE INDUCED HEARING LOSS DI BANDAR
UDARA
INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA. Journal of Industrial Hygiene and
Occupational Health Vol. 3, No. 2, 168.

Rimantho, D., & Cahyadi, B. (2015). Analisis kebisingan terhadap karyawan di


lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan. Jurnal
Teknologi, 7(1), 23.

LAMPIRAN

LAYOUT RUANGAN

PEKERJAAN GERINDA
PEKERJAAN LAS
Tugas pendahuluan

(kebisingan lingkungan)

1. sebutkan dan jelaskan jenis jenis kebisingan.


 Continuous Noise
Jenis suara bising ini bersifat konstan dan terus menerus. Misalnya suara mesin yang
berbunyi selama 8 jam sehari. Suara bising seperti ini biasanya tidak disadari dan
dianggap remeh jika tidak terlalu berisik. Padahal suara ini sangat berbahaya jika
dibiarkan tanpa menggunakan alat pelindung telinga.
 Intermittent Noise
Jenis suara ini bersifat sementara dan hanya muncul di waktu tertentu selama bekerja.
Sebagai contoh, jika Anda supervisor lapangan atau tamu, Anda akan terpapar suara
bising ini saat sedang inspeksi di lapangan.
 Impact Noise atau kebisingan implusif
Jenis suara bising yang terakhir adalah kebisingan implusif. Suara bising yang satu ini
bersifat keras dan terputus-putus. Biasanya ada interval yang jelas, dan kurang dari 1
detik. Contohnya hentakan palu oleh pekerja atau suara ledakan.

2. Mengapa kebisingan harus dikendalikan


Kebisingan merupakan semua bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumberkan dari alat-
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
bahaya. Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap tenaga kerja adalah kebisingan,
yang bisa menyebabkan berkurangnya pendengaran,maka perlu adanya upaya
pengendalian bahaya sehingga dapat mengurangi dampak paparan kebisingan tersebut.
Pengendalian bahaya kerja merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan
dipenuhi oleh setiap perusahaan baik formal maupun non formal

3. Bagaimana cara mengendalikan kebisingan? jelaslan!


Terdapat beberapa metode pengendalian bahaya kebisingan, menurut hirarki pengendalian
bahaya ada enam yaitu eliminasi,substitusi, isolasi, engineering, administratif danalat
pelindung diri.
 Eliminasi yaitu dengan cara menghilangkan bahan atau proses kerja yang
berbahaya,
 substitusi dengan cara menggantibahan atau proses dengan yang lebih aman,
 isolasi dengan cara memisahkan pekerja dengan sumber bahaya
 engineering dengan cara membuat atau merekayasa mesin yang
membahayakan pekerja seperti pemberian pelindung pada mesin,
 administratif dengan cara job rotation dan yang terakhir ialah
 pamberian alat pelindung diri untuk pekerja.

4. Bagaimana cara membuat peta kebisingan(moise mapping)


Cara membuat noise mapping yaitu dengan melakukan pengukuran intensitas suara atau
tingkat kebisingan pada beberapa titik pengukuran sekitar sumber bising, dimana ada
pekerja yang terpapar bising dan titik-titik yang mempunyai tingkat kebisingan yang sama
tersebut dihubungkan sehingga terbentuk suatu garis pada peta menunjukan tempat yang
memiliki intensitas suara yang sama.

Anda mungkin juga menyukai