PENDAHULUAN
Tempat kerja, terdapat faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor
fisik, dan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Lingkungan kerja
merupakan salah satu sumber utama bahaya potensial kesehatan kerja. Salah satu dari faktor
yang terdapat dalam lingkungan kerja adalah kebisingan. Kebisingan dapat menimbulkan
dampak, salah satunya bisa menimbulkan stres terhadap seseorang yang terpapar kebisingan.
gan kerja adalah kebisingan.
Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem tersendiri bagi tenaga kerja,
umumnya berasal dari mesin kerja. Sayangnya, banyak tenaga kerja yang telah terbiasa
dengan kebisingan tersebut, meskipun tidak mengeluh gangguan kesehatan tetap terjadi,
sedangkan efek kebisingan terhadap kesehatan tergantung pada intensitasnya (Anies,
2005:91). Pekerjaan yang menimbulkan bising dengan intensitas tinggi umumnya terdapat di
pabrik tekstil, genarator pabrik yang digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, pekerjaan
pemotongan plat baja, pekerjaan bubut, gurinda, pengamplasan bahan logam dan sebagainya
(A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:33).
Pada umumnya, kebisingan yang bernada tinggi sangat mengganggu, terlebih jika
kebisingan tersebut berjenis terputus-putus atau yang datang hilangnya secara tiba-tiba dan
tidak terduga dapat menimbulkan gangguan berupa 3 tekanan darah, peningkatan nadi,
kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan
pucat dan gangguan sensoris. Pengaruh kebisingan sangat terasa, apabila tidak diketahui apa
dan dimana tempat sumbernya (Suma’mur P.K., 2009:125).
i
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa definisi kebisingan?
2. Apa saja sumber sumber kebisingan?
3. Apa saja tipe tipe kebisingan ditempat kerja?
4. Apa saja peraturan kebisingan?
5. Apa saja alat untuk mengukur kebisingan?
6. Bagaimana APD untuk kebisingan?
7. Apa saja dampak dari kebisingan?
8. Apa itu Hearing Conservation Program (HCP)?
BAB II
i
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebisingan
Kebisingan bisa didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pendengarnya. Bising dapat diartikan sebagai bunyi
yang tidak dikehendaki, dimana kebisingan tersebut bersumber dari aktivitas alam seperti
bicara serta aktivitas buatan manusia seperti penggunaan mesin (Marisdayana et.al, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), kebisingan bisa diartikan sebagai suara apa saja
yang sudah tidak diperlukan serta memiliki efek yang buruk bagi kualitas kehidupan,
Kesehatan dan kesejahteraan (WHO, 2011). Djalante (2010) menambahkan bahwa polusi
udara atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan
mengganggu manusia. Sehingga seberapa kecil atau lembutnya suara yang terdengar, jika hal
tersebut dianggap tidak diinginkan maka akan disebut mengganggu
Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik berupa bunyi yang dapat menimbulkan
akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Sedangkan dalam keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia “Bising adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran”. Dari kedua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebisingan merupakan keseluruhan bunyi atau suara yang tidak diinginkan yang dapat
mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar, 2009)
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebisingan merupakan
bunyi atau suara yang tidak diinginkan atau dikehendaki yang bersumber dari alam atau usaha
kegiatan manusia yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia serta
kenyamanan lingkungan.
i
penjagaan serta pemeliharaan konstruksi rel. Namun, sumber utama kebisingan kereta
api sebenarnya berasal dari gesekan antara roda dan rel serta proses pembakaran pada
kereta api tersebut. Kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api ini berdampak pada
masinis, awak kereta api, penumpang, dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar
pinggiran rel kereta api.
5. Kebisingan konstruksi bangunan
Berbagai suara timbul dari kegiatan konstruksi bangunan mulai dari peralatan dan
pengoperasian alat, seperti memalu, penggilingan semen, dan sebagainya.
6. Kebisingan dalam ruangan
Kebisingan dalam ruangan bersumber dari berbagai sumber seperti Air Condition
(AC), tungku, unit pembuangan limbah, dan sebagainya. Suara bising yang beraasal
dari luar ruangan juga dapat menembus ke dalam ruangan sehingga menjadi sumber
kebisingan di dalam ruangan.
Menurut Tambunan (2005), dilihat dari hubungan tingkat bunyi sebagai waktu maka
kebisingan dapat dibagi menjadi:
a. Kebisingan Kontinyu
Kebisingan yang fluktuasi intensitas kebsingan tidak lebih dari 6 dB dengan spektrum
frekuensi yang luas. Contohnya misalnya seperti suara mesin gergaji.
b. Kebisingan terputus-putus
Kebisingan yang dimana bunyi mengeras dan melemah secara perlahan. Contohnya
misalnya seperti jalan raya dan bunyi yang dihasilkan dari kereta api.
c. Kebisingan impulsif berulang
Kebisingan dimana waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncaknya tidak lebih
dari 65 ms dan waktu yang dibutuhkan untuk penuruna intensitasnya sampai 20 dBA
dibawah puncaknya tidak lebih dari 500 ms. Contohnya seperti suara mesin tempa di
pabrik.
d. Steady-state noise
i
Kebisingan dengan tingkat tekana bunyi stabil terhadap perubahan waktu dan tak
mengalami kebisingan yang stabil. Contohnya seperti kebisingan sekitar air terjun dan
kebisingan pada interior pesawat terbang saat sedang diudara.
e. Fluctuating noise
Kebisingan yang kontinyu namun berubah-ubah tingkat tekanan bunyinya.
i
d. Zona D untuk lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api dan terminal bus.
Tingkat kebisingan berkisar 60-70 dB.
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 Tentang NAB Faktor Fisika di
Tempat Kerja
NAB kebisingan adalah 85 dB(A).
Tabel NAB Kebisingan:
Standar alat ukur yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level
meter (SLM). Sound Level meter (SLM) sendiri merupakan alat ukur dengan basis sistem
pengukuran elektronik. Menurut Buchla dan Mclachan (1992), Meskipun pengukuran bisa
dibuat secara langsung dengan cara mekanis, sistem pengukuran elektronik memberikan
banyak keuntungan untuk beberapa pengukuran, antara lain kecepatan sistem mengambil,
mengirim, mengolah, dan menyimpan data.
Sound Level meter (SLM) dapat mengukur tiga jenis karakter respon frekuensi, yang
ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala ditemukan paling mewakili batasan pendengaran
manusia dan respons telinga terhadap kebisingan, termasuk kebisingan akibat lalu lintas, serta
kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Skala A dinyatakan dalam
satuan dBA (Djalante, 2010). Menuruut Anizar (2010), Sound Level meter (SLM) biasanya
dipakai untuk mengukur tingkat kebisngan pada saat tertentu. Biasanya alat ini digunakan
untuk mengidentifikasi tempat-tempat yang tingkat kebisingannya lebih tinggi dari aturan
batas maksimum yakni 85 dBA. Alat ini terdiri dari Microphone, alat penunjuk elektronik,
amplifilter, 3 skala pengukuran A,B,C.
i
2.6 APD untuk Kebisingan
a) Sumbat telinga (ear plug), dapat mengurangi kebisingan 8-30 dB. Biasanya digunakan
untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga antara lain:
Formable type, Costum-molded type, premolded type.
b) Tutup telinga (ear muff), dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB. Digunakan untuk
proteksi sampai dengan 110 dB.
c) Helm (helmet), menurunkan kebisingan 40-50 dB (Alfarisi, 2008). Berikut ini gambar
masing-masing APT
i
desiBel (dB). Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis,
waktu berlangsung dan waktu kejadiannya. Pendengaran manusia sebagai salah satu indera
yang berhubungan dengan komunikasi/suara.
Peningkatan tingkat kebisingan yang terus menerus dari berbagai aktifitas pada lingkungan
Bandara dapat berujung kepada gangguan kebisingan, efek yang ditimbulkan kebisingan
(Sasongko dkk, 2000) :
1. Efek psikologis pada manusia (kebisingan dapat membuat kaget, mengganggu,
mengacaukan konsentrasi).
2. Efek fisis kebisingan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan pendengaran dan
rasa sakit pada tingkat yang sangat tinggi. Selain gangguan kesehatan kerusakan
terhadap indera-indera pendengar, kebisingan juga dapat menyebabkan: gangguan
kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah
dan gangguan-gangguan lainnya.
Secara umum pengaruh kebisingan terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Ganguan Fisiologis Gangguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni
gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya:
Peredaran darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan
permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB.
2. Gangguan Psikologis Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan
sukar untuk diukur. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan
lain-lain
1. Suvei kebisingan
2. Pengendalian secara teknis dan administrative
3. Pendidikan dan latihan
4. Perlindungan pendengaran (APD)
5. Monitoring audiometri
Selain kelima elemen tersebut, agar pelaksanaan HCP bisa efektif dan sesuai dengan
yang diharapkan, maka ada beberapa elemen lain yang juga perlu diperhatikan seperti
pernyataan kebijakan dari top manajemen, evaluasi dan sistem pemeliharaan rekaman.
i
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebisingan bisa didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pendengarnya. Bising dapat diartikan sebagai bunyi
yang tidak dikehendaki, dimana kebisingan tersebut bersumber dari aktivitas alam seperti
bicara serta aktivitas buatan manusia seperti penggunaan mesin.
Sumber -sumber kebisingan pada dasarnya dibagi menjadi tiga macam diantaranya
sumber titik, sumber bidang, dan sumber garis.
Dilihat dari hubungan tingkat bunyi sebagai waktu maka kebisingan dapat dibagi
menjadi: kebisingan kontinyu, kebisingan terputus putus, kebisingan impulsive berulang,
steady-state noise, dan Fluctuating noise.
Sebagaimna juga kita ketahuia bahwa peraturan kebisingan telah diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2011, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang Tingkat Baku
Kebisingan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 Tahun 1987 tentang Kebisingan pada
Kesehatan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 Tentang NAB Faktor
Fisika di Tempat Kerja
Standar alat ukur yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level
meter (SLM). Sound Level meter (SLM) sendiri merupakan alat ukur dengan basis sistem
pengukuran elektronik.
APD untuk Kebisingan adalah sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff), dan
Helm (helmet).
i
3.1 Saran
Berdasarkan yang telah dijelaskan pada makalah ini penulis berharap pembaca dapat
mengetahui definisi dari kebisingan, apa saja sumber sumber penyebab kebisingan ditempat
kerja, apa saja tipe tipe kebisingan, apa saja peraturan kebisingan, bagaimana alat ukur
kebisingan, APD pada kebisingan, apa dampak dari kebisingan, dan apa itu Hearing
Conservation Program (HCP). Pembaca juga diharapkan dapat memberikan saran atau
masukan apabila dan penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan ataupun kekurangan.
Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaq, F., Marji, M. and Fanani, E., 2016. PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN MAHASISWA TERKAIT
PENGGUNAANALAT PELINDUNG TELINGA DARI BAHAYA KEBISINGAN SAAT
MENGGERINDA DI RUANG PENGELASAN UNIVERSITAS NEGERI
MALANG. Preventia: The Indonesian Journal of Public Health, 1(2), pp.198-209.
Pradana, A., 2013. Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja bagian
gravity PT. Dua Kelinci (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
i
Sance, B. (2017). Pemodelan kebisingan akibat aktifitas pesawat dan optimalisasi kebisingan
di bandara juanda dengan menggunakan model Les Frair (Doctoral dissertation, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember).
Wafiroh, A.H., 2013. Pengukuran tingkat kebisingan di lingkungan SMPN 2 Jember.
file:///C:/Users/User/Downloads/Chapter%20II.pdf
Ramadhani, S., Silaban, G., & Hasan, W. PEMAKAIAN APT DENGAN GANGGUAN
PENDENGARAN PEKERJA GROUND HANDLING DI BANDARA KUALANAMU.
Pradana, A. (2013). Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja bagian
gravity PT. Dua Kelinci (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
https://media.neliti.com/media/publications/225545-dampak-kebisingan-dari-aktifitas-
bandara-4fa75534.pdf
Peppy Herawati., DAMPAK KEBISINGAN DARI AKTIFITAS BANDARA SULTAN
THAHA JAMBI TERHADAP PEMUKIMAN SEKITAR BANDARA Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.1 Tahun 2016
Djalante, S. 2010. Analisis Tingkat Kebisingan di Jalan Raya yang Menggunakan Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APIL): Jurnal SMARTek. Vol. 8 (4) halaman 280-300
Gani, L.R, dkk. 2018. Hubungan antara Kebisingan di Tempat Kerja dengan Kualitas Tidur
pada Pekerja Pabrik Kayu PT. Muroco Jember. Journal of Agromedicine and Medical
Sciences. Vol 4 (2) hlmn 72-76 [Online]
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAMS/article/download/6790/5530 [Diakses: 2018]