Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising.
Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu
industri terutama proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat
mengganggu pekerja maupun masyarakat sekitarnya.
Kebisingan adalah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada
tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Upaya pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang
menentukan kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah
lingkungan yang muncul.
PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PUSRI) adalah perusahaan yang
bergerak di bidang produksi dan penjualan pupuk urea di Indonesia. Namun
sejak beberapa tahun ke belakang perusahaan yang terletak di sekitar sungai
musi palembang ini sering mendapat tudingan dari masyarakat dan
pemerintah karena kegiatan produksinya yang mencemari lingkungan. Dalam
pengelolaan pupuk, pabrik pupuk tertua di Asia Tenggara ini menggunakan
amoniak sebagai bahan baku . Aktivitas dari PT. Pusri ini tidak hanya
mencemari udara dan air sungai musi tetapi juga menimbulkan kebisingan di
sekitar pemukiman di wilayah tersebut.
Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu
diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada
suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan,
maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian
melalui berbagai macam cara.
1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan
mata kuliah Pengendalian Bising Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Riau

1.2.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

a. Memberikan gambaran umum kebisingan sebagai salah satu faktor yang


dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat;
b. Mengetahui tingkat kebisingan di industri PT.PUSRI
Palembang serta bentuk pengendaliannya;

1.3 Ruang Lingkup


Makalah ini membatasi pembahasan hanya pada Sistem Pengendalian
bising pada Industri Pupuk PT.PUSRI Palembang secara umum.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika dari penulisan ini adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang,maksud dan tujuan ,ruang lingkup
dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka berisi dasar teori dan persyaratan yang
dibutuhkan untuk mendukung makalah ini.
BAB III : PEMBAHASAN
Pembahasan menjelaskan tentang hasil kajian dan membahas
permasalahan yang terdapat pada studi kasus.
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
Pernyataan singkat dan tepat yang di jabarkan dari hasil penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebisingan
Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain:
a. Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan
penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti
misalnya udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai
akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke
gendang telinga.
b. Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara
yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.
c. Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu
d. Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang
tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan
kesehatan.
e. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-
48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.

Kebisingan dapat juga diartikan bentuk suara yang tidak sesuai dengan
tempat dan waktunya, sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai
suara yang merugikan manusia dan lingkungan. Bising dikategorikan pada
polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya cukup besar.
Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja.

2.2 Sifat dan Sumber Bising


2.2.1 Sifat Bising
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003):

Kadarnya berbeda;
Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah;
Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
2.2.2 Sumber Bising
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi
kebisingan industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan
olahraga dan seni, dan kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi
kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap, dan alat-alat.
Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
a. Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin;
b. Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain.

Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:


a) Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)
Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:
- Kecepatan lalu lintas;
- Kecepatan kendaraan;
- Kondisi permukaan jalan.
b) Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan
Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, blower, kompresor,
kipas dan pompa;
Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, fan dan katup
ketel uap.
c) Bidang jasa gedung: ventilasi, pembangkit pendingin ruangan,
pompa pemanas, plambing dan elevator;
d) Bidang domestik: kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin
cuci, dan pemotong rumput;
e) Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.

2.3 Jenis-Jenis Bising


Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:
2.3.1 Bising terus menerus (continuous noise)
Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti,
misalnya blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan
peralatan pemprosesan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Bising terus-menerus (Prabu,Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi


dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising
kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang


luas. bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk
periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara kipas angin, suara
mesin tenun.
Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi
hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000,
4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas.
2.3.2 Bising terputus-putus (intermittent noise)
Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat,
seperti lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan udara (Goembira,
Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini sering disebut juga
intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak terus-
menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas,
kendaraan, kapal terbang, kereta api (Prabu,Putra, 2009).

2.3.3 Bising tiba-tiba (impulsive noise)


Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek
awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan,
misalnya dari mesin pemancang, pukulan, tembakan bedil atau meriam,
ledakan dan dari suara tembakan senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam
(Prabu,Putra, 2009).
2.3.4 Bising berpola (tones in noise)
Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau
pengulangan yang ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola
gangguan misalnya disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor,
kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan
mendengarkan atau secara objektif dengan analisis frekuensi (Goembira,
Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
2.3.5 Bising frekuensi rendah (low frequency noise)
Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-
100 Hz. Bising jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di
kereta api, kapal dan pabrik, dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan
menyebar dengan mudah ke segala arah dan dapat didengar sejauh bermil-
mil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
2.3.6 Bising impulsif berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang,
misalnya mesin tempa (Prabu,Putra, 2009).

2.4 Efek Kebisingan


Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:
a. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008);
b. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non
pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi,
gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak
senang/mudah marah (Dian Anggraeni, 2006);
c. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan
gangguan pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada
pekerja di industri kompor dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001);
d. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya
kualitas dan kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);
e. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan
terhadap kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan
konsentrasi dan kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003);
Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan
dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran


Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus
di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,
biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia

Bunyi (dBA) Pengaruh terhadap Manusia

39-40 Tidak mengganggu

Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan


55-65
frekuensi denyut jantung

70 Kontinu akan berdampak penyakit jantung

Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan


80
jengkel

Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya


90
pendengaran

Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara


100 permanen dan pada waktu singkat dapat mengurangi
daya dengar

120 Rasa nyeri dan sakit

150 Kehilangan pendengaran pada saat itu juga

2.5 Pengendalian Bising


Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen,
(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003), yaitu:
1. Sumber radiasi;
2. Jalur tempuh radiasi (Medium perantara);
3. Penerima (telinga).
Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga
komponen ini. Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu
pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif
(passive noise control).

2.5.1 Active Noise Control


a. Kontrol Sumber (Pengendalian dari sumber)

Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi


sumber, yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau
mesin supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program
maintenance yang baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian
proses. Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara,
memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada
mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini
memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang
sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain


(Tambunan, 2005):

Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat


kebisingan yang lebih rendah
Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih
rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan
digunakan sbg penggantian proses riveting
Modifikasi tempat mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan
material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih
tinggi
Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja
Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih
murah (unit harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada
propagasi atau kontrol lingkungan. Pada area kerja dengan kebisingan >
100 dB A, kontrol sumber berupa kontrol rekayasa mesin adalah hal yang
mutlak dilakukan menurut Standard Basic Requirement OSHA.

b. Kontrol Lingkungan (Pengendalian pada medium)

Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik.


Beberapa industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat
memilih alat baru, namun terkadang masih mengalami masalah
kebisingan. Hal lain yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan
pengendalian pada medium perambatan. Sebenarnya upaya pengendalian
ini memiliki tujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber
suara yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan,
ditempatkanlah sound barrier antara sumber suara dan telingan.
Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika sound barrier tidak
ikut bergetar saat tertimpa gelombang yang merambat (tidak
beresonansi). Faktor terpenting yang akan mempengaruhi keberhasilan
sound barrier adalah bahan dimensi. Pengendalian kebisingan pada
medium rambat terpaut pada:
Pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik;
Menggunakan material yang memiliki daya serap suara;
Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising
dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber
dan penerima;
Memasang panel dan penghalang;
Memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.

c. Proteksi Personal (Pengendalian dari penerima)


Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan
earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan
kondisi. Pada kenyataannya, earmuffs bisa mengurangi desibel yang
masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun, pengalaman
menunjukkan bahwa over proteksi juga dapat mengurangi efektifitas
proses.

1. Earmuffs
Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk
intensitas tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya
bisa disesuaikan untuk berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan
walaupun terjadi infeksi pada telinga alat tetap dapat dipakai.
Kekurangannya, penggunaan earmuffs menimbulkan
ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal,
sukar dipasang pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala
dan kurang praktis karena ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif
daripada earplugs jika digunakan dengan tepat, tapi kurang efektif jika
penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan kaca mata.

Gambar 2.1 Earmuff (Tambunan, 2005)

2. Earplugs
Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat
kebisingan sedang (80-95 dB) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis
earplugs ada bermacam-macam: padat dan berongga. Bahannya
terbuat dari karet lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi
dari bahan-bahan tersebut.
Gambar 2.2 Earplug (Tambunan, 2005)

Keuntungan dari ear plug adalah: mudah dibawa karen akecil, lebih
nyaman bila digunakan pada tempat yang panas, tidak membatasi gerakan
kepala, lebih murah daripada ear muff, lebih mudah dipakai bersama
dengan kacamata dan helm. Sedangkan kekurangan dari ear plug yaitu
atenuasi lebih kecil, sukar mengontrol atau diawasi, saluran telingan lebih
mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear plug tidak dapat dipakai.

Gambar 2.3 Earplug

2.5.2 Passive Noise Control


Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase
180o dari sumber bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang
merambat dengan gelombang p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti
bising p2 dengan komponen amplitudo dan frekuensi yang sama dengan
gelombang p1, dan berbeda fasa 180o, maka super posisi kedua gelombang akan
saling meniadakan.

2.6 Pengukuran Kebisingan

Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh,


suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk
menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring
dengan bantuan alat:
a. Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan;
b. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan
untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey
meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-
lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band
analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.

Sound Level Meter (SLM)


SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk
attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga
jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk
memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan
total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan
frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah
maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang
tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga
pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon
manusia.

Octave Band Analyzer (OBA)


Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda,
oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa
nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran
yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA.
Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk
pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain.
Oktaf standar yang ada adalah 37,5 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-
2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

2.6 Standar Kebisingan


Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah
kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau
kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak.
1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai
ambang batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.

2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE


01/MEN/1978
Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja
adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap
untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam
seminggu. NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)

3. Department of Labor (DOL) OSHA CFR 1910.95


4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan
kesehatan

5. ACGIH dan NIOSH

BAB III

PEMBAHASAN

(STUDI KASUS : INDUSTRI PT. PUPUK SRIWIDJAJA ,PALEMBANG)


3.1 Sumber Kebisingan di PT PUPUK SRIWIDJAJA (PUSRI)
Sumber-sumber kebisingan di PT PUSRI berasal dari mesin-mesin
produksi pada Pabrik Amoniak-Urea IB, II, III, IV, dan PT Sri Melamin Rezeki
(anak perusahaan PT PUSRI).
Kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan di PT PUSRI antara lain:
1. Proses Produksi
Proses produksi pupuk urea yang menghasilkan kebisingan seperti pada
pembentukan butir-butir urea kristal pada Prilling Tower, pompa gas
ammonia, compressor urea, vent-vent gas, area plant dan yang lainnya.
2. Pengantongan
Sumber kebisingan di proses pengantongan ini berasal dari mesin dan
peralatan packer pupuk
3. PLTD
Sumber kebisingan di PLTD ini berasal dari mesin atau generator pembangkit
tenaga listrik
4. Perbengkelan
Sumber kebisingan pada bengkel berasal dari kegiatan perbaikan mesin-mesin
dan peralatan lainnya, seperti memotong besi dan sebagainya.
Lokasi masing-masing kegiatan ini dapat dilihat pada lampiran.

3.2 Tingkat Bising pada Sumber


Pengukuran tingkat bising di PT. PUSRI dilakukan pada tempat-tempat tertentu
yang memiliki tingkat bising tinggi dimana sumber bising berada pada tempat
tersebut. Pengukuran tingkat bising dilakukan dengan menggunakan Sound Level
Meter Type CR-274. Tingkat bising pabrik PT PUSRI dapat dilihat pada Tabel 3.1
berikut.

Tabel 3.1 Tingkat Bising Pabrik PT PUSRI

Tingkat
Arah
Tanggal Pukul Tempat Bising
Angin
(dBA)
Prilling Tower bagian bawah 88 T
Sebelah timur Prilling Tower 83 T
7 Januari
09.00 Depat Kantor Kabag Shift PPU 81 T
2005
Demin Plant PUSRI III 83 T
Dermaga PUSRI II/III 75 T
Prilling Tower Urea 88 S
10.00 Dermaga 5 65 S
Green Barier 68 S
Prilling Tower Urea 89 S
13.00 Dermaga 5 66 S
Green Barier 67 S
Depan CR UR PII 87 S
24
Sebelah barat Prim.Ref 89 S
Januari 14.00
Amoniak PII 88 S
2005
Selatan Demin Plant PII
Sebelah Barat Pril. Ref. Amn 91 S
25 PII 86 S
Januari 08.30 Depan CR UR PII 87 S
2005 Sekitar Demin lant PII 78 S
Sekitar Dermaga II
Depan CR UR PII 85 S
Sekitar Carb Tank UR PII 86 S
14.30
Sekitar Dermaga III 71 S
Sekitar Demin Plant PII 79 S
Depan CR UR PII 85 S
Sekitar Carb Tank UR PII 88 S
17.30
Sekitar Dermaga III 70 S
Sekitar Demin Plant PII 86 S
26
Januari 08.10 Sekitar Demin Plant PUSRI II 78 S
2005
08.20 Dermaga III 71 S
08.40 Depan Control Room Urea PII 76 S
14.30 Depan Control Room UR P2 75 S
14.40 Sekitar Demin Plant PII 76 S
14.50 Dermaga III 70 S
Depat CR Urea PUSRI II 85 S
27
Sekitar Carbamat Tank PII 80 S
Januari 08.30
Sekitar Dermaga III 65 S
2005
Sekitar Demin Plant PUSRI II 70 S
Sekitar CR UR PIV 89 S
14 Carb Tank UR PIV 87 S
Februari 00.00 Depan CR PIB 88 S
2005 Depan CR PIII 88 S
Green Barier 72 S
Compressor UR PIII 107 S
16 Compressor PIV 87 S
Februari 10.00 Pabrik Amoniak PIV 93 S
2005 Pabrik Amoniak PIB 90 S
Primary Ref 104 S
21
Februari 00.00 Sekitar Stack UR PII 92 S
2005
00.10 Sekitar Musi Sewer 1 80 S
00.30 Depan CR UR PII 98 S
05.10 Sekitar Carb Tank UR PII 85 S
Sekitar Control Resource UR
05.15 90 S
PII
05.20 Sekitar Musi Sewer 1 70 S
05.30 Sekitar Kolam Limbah 60 S
23 Compressor NH3 PIB 98 S
Februari 16.00 Compressor PII 96 S
2005 Green Barrier 78 S
Sumber: Data LABLING PT PUSRI (dikutip pada Rozita E, Wahyuni T),
2005
3.3.1 Pengukuran Kebisingan di Lingkungan
Untuk mengetahui tingkat kebisingan lingkungan, pengukuran dilakukan
mulai tanggal 3-25 Februari 2005. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui
apakah tingkat kebisingan yang terjadi telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)
yang ditetapkan berdasarkan SK Menaker No. KEP-51/MEN/1999 tentang NAB
faktor fisika di tempat kerja, dan prosedur pelaksanaan pengukuran berdasarkan
keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang metode pengukuran, perhitungan
dan evaluasi kebisingan lingkungan, Kep.Men LH NO.48/Men-LH/II/1996.
A. Tujuan dan Waktu Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk menentukan Ls yaitu nilai tertentu kebisingan
yang berubah-ubah (fluktuasi selama waktu tertentu, yang setara dengan
tingkat kebisingan dari kebisingan yang steady pada selang waktu yang sama)
pada siang hari dalam satuan dB. Waktu pengukuran dilakukan pada aktivitas
paling tinggi pada siang hari selama 10 jam dengan selang waktu 06.00-22.00
dengan menetapkan 4 waktu pengukuran yang mewakili selang waktu tertentu
yaitu:
o L1 pada jam 08.00, mewakili jam 06.00-09.00
o L2 pada jam 11.00, mewakili jam 09.00-11.00
o L3 pada jam 14.00, mewakili jam 14.00-17.00
o L4 pada jam 17.00, mewakili jam 17.00-22.00
B. Alat yang Digunakan
1. Sound Level Meter Type CR-274
2. Stop Watch
C. Lokasi Pengukuran
Pengukuran dilakukan pada dua titik/lokasi pengukuran yaitu:
Titik 1: berada pada sebelah utara gedung Dinas Lingkungan Hidup
Titik 2: berada pada sebelah barat gedung Dinas Lingkungan Hidup
Lokasi kedua titik ini dapat dilihat pada peta lokasi pengukuran pada
lampiran.

D. Prosedur Pengukuran
Prosedur Pengukuran:
i. Pasang baterai pada tempatnya
ii. Kalibrasikan alat dengan noise calibrator
iii. Atur skala dalam satuan desibel yang diperlukan pada tampilan skala
meter, untuk kondisi yang normal adalah dari 30130 dBA
iv. Berdiri pada titik pengukuran dan pegang alat dan mircophone diarahkan
pada sumber bising pada derah tersebut
v. Pengukuran dilakukan selama 10 menit untuk masing-masing titik dan
pembacaan dilakukan setiap 1 menit pada empat waktu pengukuran yaitu pada
pukul 08.00, 11.00, 14.00, dan 17.00.
vi. Lakukan pengukuran yang sama untuk titik 2.

Contoh Perhitungan:
Untuk data pada tanggal 3 Februari 2005:
Titik 1
L1 (jam 08.00) = 64,6 dBA
L2 (jam 11.00) = 66 dBA
L3 (jam 14.00) = 63,8 dBA
L4 (jam 17.00) = 65,6 dBA
Sehingga, LS = 10 log 1/16 (3 . 100,1.64,6 + 2. 10 0,1.66 + 3.10 0,1..63,8 + 5 . 10 0,1.65,6)
= 64,2 dBA

Titik 2
L1 (jam 08.00) = 67,4 dBA
L2 (jam 11.00) = 78,2 dBA
L3 (jam 14.00) = 69,8 dBA
L4 (jam 17.00) = 71,4 dBA
Sehingga, LS = 10 log 1/16 (3 . 100,1..67,4 + 2. 10 0,1.78,2 + 3.10 0,1..69,8 + 5 . 10 0,1.71,4)
= 71,87 dBA
3.4 Sistem Pengendalian Kebisingan di PT PUSRI
Usaha-usaha yang dilakukan oleh PT PUSRI dalam rangka mengurangi
tingkat kebisingan meliputi:

a. Pengendalian pada sumber


i. Pemeliharaan mesin-mesin secara kontinu;
ii. Penempatan mesin-mesin pada ruangan khusus dan jauh dari kegiatan
masyarakat atau karyawan;
iii. Melengkapi mesin-mesin dengan penutup mesin sehingga dapat mengurangi
kebisingan;
iv. Penggunaan alat peredam bising pada vent gas
Alat pengendalian kebisingan yang selama ini digunakan PT PUSRI adalah
Silencer. Silencer ini dipasang pada vent. Vent gas yang merupakan salah satu
sumber kebisingan terbesar di pabrik. Penyerapan bunyi oleh silencer
mencapai 50%, namun alat ini hanya dipasang pada pabrik amoniak PUSRI
IV.

Silencer dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan dengan frekuensi


tinggi, kompresor, blower, dan pompa vakum. Alat ini didisain sedemikian
rupa sehingga aliran udara melewati tabung akustik berlubang yang
dikelilingi oleh lapisan tebal dari material penyerap suara yang akan
menurunkan kebisingan dengan range frekuensi tinggi dengan penurunan
tekanan minimum.

Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar dilapisi dengan
baik. Alat ini didisain untuk menangani udara kering dengan temperatur di
bawah 93oC. Untuk temperatur tinggi digunakan kemasan fiberglass.

Gambar 3.1 Konstruksi Silencer


(Sumber: Rozita E, Wahyuni T, 2005)
b. Pengendalian pada medium propagasi
i. Adanya Green Barrier yang membatasi daerah pabrik dengan daerah
pemukiman masyarakat;
ii. Memasang dinding pemisah antara sumber-sumber bising dengan ruangan
karyawan atau ruang kerja karyawan yang kedap suara.

c. Pengendalian pada penerima


i. Melakukan pembinaan dan pelatihan karyawan mengenai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) secara berkala;
ii. Melengkapi karyawan dengan alat pelindung diri (ear muff dan ear plug).

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun
efeknya cukup besar. Kerusakan yang diakibatkan oleh bising
kebanyakan merupakan kerusakan setempat dan sporadis. Selain
berpengaruh pada fisiologis dan psikologis manusia, bising juga
berpengaruh terhadap auditori manusia.
b. Komponen utama timbulnya bising adalah sumber bising, media
penghantar dan objek pendengar atau manusia. Pengendaliannya dapat
dilakukan terhadap salah satu bagian maupun keseluruhan dari
komponen tersebut.
c. Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat kebisingan di PT Pupuk
Sriwijaya berada pada taraf yang mengganggu. Usahausaha yang telah
dilakukan oleh PT Pusri untuk mengurangi kebisingan di
perusahaannya meliputi pengendalian di sumber, medium penghantar
dan pekerjanya.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Dian. 2006. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut
Masa Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT.
Sinar Sosro Ungaran Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah.
http://digilib.unnes.ac.id. diakses pada 09 September 2009.
Doelle, L. Leslie., Akustik Lingkungan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.
Defi P., Iferta Inafalia., 2005. Monitoring Kualitas Lingkungan Kerja di Billet
Steel Plant PT. Krakatau Steel. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas
Andalas. Padang.
Freddy Hernawan. 2008. Gangguan Kebisingan Selama Di Wonodadi.

http://Orlyn.wordpress.com/2008/11/20/gangguan kebisingan selama di


Wonodadi. diakses pada 09 september 2009.

Goembira, Fadjar., Vera S Bachtiar, Diktat Mata Kuliah Pengendalian Bising,


2003, Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang.
Ikron, I Made Djaja, Ririn Arminsih Wulandari. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu
lintas Terhadap Psikologi Anak Di Sekolah Dasar Cipinang
Muarakabupaten Jatinegara, Jakarta Timur, Provinsi Jakarta.
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Indonesia.

http://www.suaramerdeka.com/harian/0607. diakses pada 09 September


2009.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996 tentang


Baku Tingkat Kebisingan.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai


Ambang Batas Kebisingan.

Patrick, Cunniff F., Enviromental Noise Pollution, John Wiley & Sons Inc.
Canada. 1977.

Pasaoran Tamba, I. 2001. Analisis Paparan Kebisingan Implusif dan Kontinyu


terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja (Studi di Industri Kompor dan
Bengkel Las Malang). Program Pasca sarjana, Universitas Airlangga.
Malang.
http://adln.fkm.unair.ac.id. diakses pada 09 September 2009.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


718/MEN/Kes/Per/XI/1987 tentang Kebisingan yang Berhubungan
dengan Kesehatan.
Prabu, Putra. 2009. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan.
http://putraprabu.wordpress.com, diakses pada 09 September 2009.
Prabu, Putra. 2009. Jenis dan Penyebab Kebisingan Kesehatan Lingkungan.
http://lingkungan.infogue.com/jenis_dan_penyebab
kebisingan.kesehatan.lingkungan, diakses pada 09 September 2009.
Rozita E., Wahyuni T., 2005. Pengendalian dan Pengukuran Kebisingan di
Lingkungan Kerja PT. Pupuk Sriwidjaja. Jurusan Teknik Lingkungan,
Universitas Andalas. Padang.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE


01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB).

Surat Keputusan Menaker No. KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas


(NAB) Faktor Fisika Di Tempat Kerja.

Tambunan. 2005. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

http://www.freewebs.com/stb_tambunan/OSH.htm, diakses pada 09


September 2009.

Anda mungkin juga menyukai