Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang


Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang menggunakan
teknologi maju dan moderen. Penggunaan teknologi yang modern tidak hanya memberikan
kemudahan untuk proses produksi dan meningkatkan produktivitas kerja. Akan tetapi, perlu
di sadari juga bahwa penggunaan teknologi tersebut di sisi lain juga cenderung menimbulkan
resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang lebih besar. Potensi bahaya itu
bersumber dari bangunan, industri, bahan, peralatan, proses, cara kerja dan lingkungan kerja
[1].
Salah satu faktor lingkungan kerja yang berbahaya bagi kesehatan adalah kebisingan.
Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran
yang menyebabkan tuli progresif yang merupakan akibat dari penggunaan mesin-mesin, alat-
alat transportasi berat, dan lain sebagainya [1].
Besarnya proporsi penyakit akibat kerja karena paparan kebisingan, maka perlu adanya
upaya pengendalian bahaya sehingga dapat mengurangi dampak paparan kebisingan tersebut.
Pengendalian bahaya kerja merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan
dipenuhi oleh setiap perusahaan baik formal maupun informal dalam upaya mengendalikan
dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan citra dari perusahaan dan meningkatkan kinerja dari pekerja.
UD. Hidup Baru Dua yang berlokasi di Kuta Blang Bireun merupakan salah satu
industri yang bergerak dalam bidang minyak kelapa murni. Dalam proses produksi
pembuatan minyak perusahaan menggunakan bahan baku kelapa dan bahan penolong kayu
kering untuk memanaskan minyak sampai 100 oC. UD. Hidup Baru Dua menerapkan 5 hari
kerja, dalam seminggu dapat memproduksi minyak maksimal 50 ton dan minimal 25 ton
dalam lima hari kerja dan dalam sebulan dapat memproduksi minyak maksimal 200 ton dan
minimal 100 ton dengan jumlah karyawan 12 orang. Adapun minyak kelapa pada UD.Hidup
Baru Dua di pasarkan ke wilayah Sumatera Utara.
UD. Hidup Baru Dua memiliki satu mesin cater pillar, dua mesin parut, satu tempat
penampungan ampas mentah, satu dapur pemanas (kompor), satu penampungan ampas
masak, satu tempat ponggorengan minyak, dua kuali saringan minyak, dua mesin press I dan
10 mesin press II.
Dari urutan mesin-mesin tersebut, tingkat kebisingan yang paling tinggi terjadi pada
area mesin cater pillar dan area dapur pemanas, dimana operator yang bekerja diarea tersebut
sering mengeluh akibat kebisingan yang tinggi.

1.2         Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana menganalisis tingkat kebisingan ?
2.      Bagaimana pengendalian kebisingan ?

1.3         Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tingkat kebisingan
2.      Untuk melakukan pengendalian tingkat kebisingan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak di kehendaki karena tidak sesuai konteks ruang dan
waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia.
Bunyi yang menimbulkan kebisingan di sebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran
sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara di sekitarnya sehingga
molekul-molekul udara ikut bergetar .
Kebisingan didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran
melalui media elastis, dan menakala suara tersebut tidak dikehendaki, maka ditanyatakan
sebagai kebisingan.
Jenis-jenis kebisingan adalah sebagai berikut :
a.       Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar.
Misalnya: bising mesin, kipas angin, dapur pijar.
b.      Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis. Misalnya: bising gergaji
sirkuler, katup gas.
c.       Kebisingan terputus-putus. Misalnya: bising lalu lintas, suara kapal terbang di bandara.
d.      Kebisingan impulsive timpact or impulsive noise. Misalnya: bisig pukulan palu, tembakan
bedil atau meriam, dan ledakan.
e.       Kebisingan impilsive berulang. Misalnya: bising mesin tempat di perusahaan atau tempaan
tiang pancang bangunan.
Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber, yaitu :
1.      Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran kebisingannya dalam bentuk bola-
bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan
kecepatan sekitar 360m/ detik.
2.      Sumber garis berasal dari sumber bergerak dan penyebaran kebisingannya dalam bentuk
silinder-silinder konsentris dengan sumber kebisingan sebagai sumbunya dan menyebar di
udara dengan kecepatan sekitar 360 m/ detik, sumber kebisingan ini umumnya berasal dari
kegiatan transportasi.
Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi yang ada. Intensitas atau arus energi per
satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (db) dengan
memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/ cm2 yaitu kekuatan dari bunyi
dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal .
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 – 20.000 Hz.
Frekuensi bicara terdapat pada rentang 250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah bunyi
yang paling berbahaya .
Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut :
a.       Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Infra sonic tidak dapat di dengar
oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan frekuensi
<16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan kadang-kadang perubahan
penglihatan.
b.      Sonic, bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz, merupakan frekuensi yang dapat ditangkap
oleh telinga manusia.
c.       Ultra sonic, bila gelombang > 20.000 Hz. Frekuensi di atas 20.000 Hz sering di gunakan
dalam bidang kedokteran, seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak
karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mampunyai daya tembus jaringan cukup besar,
sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat di dengar oleh telinga manusia.
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera
pendengaran yang menyebabkan ketulian .
Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteriktik fisik, waktu
berlangsung dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat
menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan
yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut :
a.       Gangguan pendengaran
Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi
audio/ suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang
mampu merespon suara pada kisaran anatara 0-140 dB tanpa menimbulkan rasa sakit.
Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang
berlangsung secara terus-menurus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan
memerlukan kriteria yang berbuhungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya
kebisingan yang diterima.
b.      Gangguan percakapan
Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang
berlangsung (tatap muka/ via telepon)
c.       Gangguan psikologis
Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan
ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi,
periode, saat dan lama kejadian, kompleksitas spektrum/ kegaduhan dan ketidak teraturan
kebisingan.
d.      Ganguan produktivitas kerja
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan
seseorang memulai gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan
produktivitas kerja.
e.       Gangguan kesehatan
Kebisingan berpotensi untuk mengnggu kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam
suatu periode yang lama dan terus menerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran,
kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta
meningkatkan tekanan darah.
Dampak kebisingan terhadap kesehatan tenaga kerja adalah sebagai berikut :
1.      Pada indera pendengaran (Auditory Effect)
Telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan terhadap tingkat suara/
bising, tetapi setelah terlalu sering mengalami perubahan yang berulang-ulang, lama-
kelamaan daya akomodasinya akan menjadi lelah dan gagal dalam memberikan reaksi.
Dalam keadaan ini pendengaran timbul akibat pekerjaan (occupational deafness), tidak hanya
terdapat pada pekerja pabrik saja tetapi juga pada pekerjaan-pekerjaan luar, seperti sopir
taksi/ alat transportasi, polisi lalulintas, dan sebagainya.
Efek kebisingan pada indera pendengaran dapat diklasifikasikan menajdi :
-       Trauma akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal terhadap
intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Sebagai contoh ketulian
yang disebabkan oleh suara ledakan bom.
-       Ketulian sementara (temporary threshold shift/ TTS), gangguan pendengaran yang di alami
seseorang yang sifatnya sementara. Daya dengarnya sedikit demi sedikit pulih kembali,
waktu untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-
& hari), namun yang paling lama tidak lebih dari sepuluh hari.
-       Ketulian permanen (permanent threshild shift/ PTS), bilamana seseorang pekerja mengalami
TTS dan kemudian terpajan bising kembali sebelum pemulihan secara lengkap terjadi, maka
akan terjadi “akumulasi” sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang,
sifat ketuliannya akan menjadi berubah menetap (permanen). PTS sering juga di sebut NIHL
(noise induced hearing loss) dan NIHL terjadi umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih.
2.      Gangguan komunikasi
Kebisingan dapat menganggu percakapan sehingga dapat menimbulkan salah pengertian dari
penerimaan pembicaraan.

3.      Gangguan tidur


Manusia dapat terganggu tidurnya pada intensitas suara 33-38 dBA dan keluhan ini akan
semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas suara di ruang tidur mencapai 48 dB.
4.      Gangguan pelaksanaan tugas
Terutama pada tugas-tugas yang membutuhkan ketelitian atau pekerjaan yang rumit dan
pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
5.      Perasaan tidak senang/ mudah marah
6.      Stress, pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukkan beberapa tahapan akibat
stress kebisingan, yaitu: menurunnya daya konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan
komunikasi, gangguan fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/ penurunan daya dengar
menetap.
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas seseorang yang bekerja di
tempat kerja yang bising dan faktor-faktor tersebut adalah :
a.    Frekuensi kebisingan, nada tinggi adalah lebih mengganggu dari pada nada rendah.
b.    Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus (intermitten noise) adalah lebih menganggu dari
pada kebisingan kontinu.
c.    Sifat pekerjaan, pekerjaan yang rumit atau kompleks lebih banyak terganggu dari pada
pekerjaan yang sederhana.
d.   Variasi kebisingan makin sedikit variasinya makin sedikit juga gangguannya.
e.    Sikap individu.
Nilai ambang batas (NAB) kebisingan adalah standar faktor tempat kerja yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Menurut surat keputusan menteri tenaga kerja No Kep. 51/MEN/1999 tentang NAB faktor
fisik di tempat kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan di indonesia adalah 85 dB. Akan
tetapi NAB bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena
resiko akibat bising tetapi hanya mengurangi resiko yang ada .
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Intensitas Kebisingan
Waktu pemajanan perhari Intensitas kebisingan dalam dB
(1) (2)
8 jam 85
4 jam 88
2 jam 91
1 jam 94
30 menit 97
15 menit 100
7.5 menit 103
3.75 menit 106
1.88 menit 109
0.94 menit 112
28.12 detik 115
14.06 detik 118
7.03 detik 121
3.52 detik 124
1.76 detik 127
0.88 detik 130
0.44 detik 133
0.22 detik 136
0.11 detik 139
Tidak boleh 140

2.1.2   Ambang Dengar


Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat didengar
telinga. Tingkat intensitas suara minimum yang dapat didengar oleh telinga orang muda sehat
adalah 20 mikropaskla (satuan), hal ini dikenal sebagai tingkat akustik 0 dB, pada audiometri
digunakan tingkat referensi lain yang dikenal sebagai tingkat ambang dengar 0 dB, pada
frekuensi ± 3000 Hz, tingkat ambang dengar lebih tiggi 10 dB di atas tingkat akustik. Hasil
pemeriksaan normal berada dalam kisaran ≤ 25 dBpada seluruh frekwensi. Bila terdapat
kecenderungan hasil pemeriksaan melebihi 25 dB terutama pada frekwensi 500 atau 1000 Hz,
kemungkinan terdapat latar belakang kebisingan ruang pemeriksaan yang terlalu bising. Bila
terdapat perbedaan > 40 dB antara telinga kanan dan kiri, maka dilakukan prosedur masking
untuk menentukan tingkat ambang sebenarnya .
2.1.3   Gangguan kesehatan akibat kebisingan
Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap
kesehatan. Pengaruh buruk kebisingan, didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan
fisiologi suatu organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk
mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisme terhadap
pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat
sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara
fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan
pendengaran, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, fisiologis, gangguan
mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku, ketidak nyamanan, rasa jengkel, rasa kawatir,
cemas, mudah marah dan cepat tersinggung dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-
hari . Jenis-jenis akibat kebisingan dapat dilihat pada tebel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Dari Akibat Kebisingan
Tipe Uraian
Kehilangan Perubahan ambang batas sementara
Pendengaran akibat kebisingan, perubahan ambang
Akibat-akibat batas permanen akibat kebisingan.
Badaniah Akibat-akibat Rasa tidak nyaman atau stress
Fisiologis meningkat, tekanan darah meningkat,
sakit kepala, bunyi dering.
Gangguan Kejengkelan, kebigungan.
Emosional
Gangguan Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Akibat-akibat gaya hidup konsentrasi, waktu bekerja, membaca,
Psikologis dan sebagainya.
Gangguan Merintangi kemampuan
pendengaran mendengarkan televisi, radio,
percakapan, telepon dan sebagainya.

2.2         Ergonomi
Kata “ergonomi” dibentuk dari dua kata dalam bahasa yunani, yaitu ergon yang berarti
kerja dan nomos yang berarti hukum. Pada beberapa Negara istilah ergonomi sering kali
digantikan atau disandingkan dengan terminology human factors. Ergonomi adalah suatu
kajian terhadap interaksi antara manusia dengan mesin yang digunakannya, beserta faktor-
faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut. Ergonomi adalah suatu disiplin ilmu yang
memiliki fokus pada pemahaan interaksi antara manusia dan elemen-elemen lain dalam
sistem, dan profesi yang menerapkan teori, prinsip-prinsip, data dan metode perancangan,
dengan tujuan untuk mengoptimalkan kehidupan manusia dan keseluruhan performa system .
Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni, dan teknologi yang berupaya untuk
menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala
keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk
dari pekerjanya. Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja
harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi .

2.3         Jenis kebisingan


Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah :
-          Kebisingan yang kontinu dengan spectrum frekwensi yang luas (steady state, wide band
noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.
-          Kebisingan kontinu dengan spectrum frekwensi sempit (steady state, narrow band noise),
Misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain
-          Kebisingan terputus-putus (intermeittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang
dilapangan udara.
-          Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), seperti pukulan tukul, tembakan bedil
atau meriam, ledakan.
-          Kebisingan impulsive berulang, misalnya mesin ditempat perusahaan.
Sedangkan kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu :
1.              Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu:
-          Kebisingan dengan frekwensi terputus (discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni
pada frekwensi yang beragam
-            Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekwensi terputus yang lebih bervariasi
(bukan “nada” murni).
2.              Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu:
-          Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama
rentang waktu tertentu,
-          Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh
kebisingan lalu lintas,
-          Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga)
dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api.

2.3.1   Sumber bising


Sumber kebisingan diperusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin untuk proses
produksi dan alat-alat lain yang dipakai untuk melakukan pekerjaan. Contoh sumber
kebisingan diperusahaan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti :
-          Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik
-          Mesin-mesin produksi
-          Mesin potong gergaji, seperti diperusahaan kayu
-          Ketel uap atau boiler untuk pemanas air
-          Alat-alat lain yang menimbulkan suara dan getaran.
-          Kendaraan bermotor lalu lintas dll.
Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi dan dinilai kehadirannya agar
dapat dipantau sendiri mungkin dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh
pemaparan kebisingan terhadap pekerja yang terpapar. Dengan demikian penilaian tingkat
intensitas kebisingan di perusahaan secara umum dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu :
a.         Memperoleh data intensitas kebisingan pada sumber suara
b.         Memperoleh data intensitas kebisingan pada penerima suara (pekerja dan masyarakat sekitar
perusahaan).
c.         Menilai efektifitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan merencanakan
langkah pengendalian lain yang lebih efektif.
d.        Mengurangi tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun pada penerima
suara sampai batas diperkenankan.
e.         Membantu memilih alat pelindung dari kebisingan yang tepat sesuai jenis kebisingannya.
Sumber kebisingan dapat diidentifikasi jenis dan bentuknya. Kebisingan yang berasal
dari berbagai peralatan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu model ke model
lain.

2.3.2   Pengukuran kebisingan


Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan
atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan
gangguan. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter dan
noise dosimeter. Sound level meter adalah alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu
mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan frekwensi-frekwensi dari 20-20.000 Hz. Noise
dosimeter adalah alat yang digunakan untuk memonitor dosis kebisingan yang telah dialami
oleh seorang pekerja.
Maksud pengukuran kebisingan adalah:
a.         Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja, dan
b.         Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan.
Kebanyakan alat-alat pengukur kebisingan, hanya mengukur intensitas pada suatu
waktu dan suatu tempat dan tidak menunjukkan dosis kumulatif kepada seorang tenaga kerja
meliputi waktu-waktu kerjanya.

2.4        Pengaruh kebisingan


Pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang
didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan.
Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (diatas NAB) dan kedua, adalah
pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB) .
a.         Pengaruh kebisingan intensitas tinggi
-            Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (diatas NAB) adalah terjadinya kerusakan
pada indera pendengaran yang dapat menurunkan daya pendengaran yang dapat
menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat
permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang permanen, biasanya
didahului dengan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat menggangu kehidupan
yang bersangkutan baik ditempat kerja maupun dilingkungan keluarga dan lingkungan
sosialnya.
-            Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan
sumbernya tidak diketahui.
-            Secara fisiologis, kebisingan dengan intesitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan
seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung sangat
meningkat, gangguan pencernaan.
-            Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya
sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dll.
b.         Pengaruh kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah atau dibawah NAB banyak ditemukan dilingkungan
kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Intensitas kebisingan yang
masih dibawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran.
Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja,
sebagai salah satu penyebab stress yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat
menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Secara spesifik stress
karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain:
-          Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur
-          Gangguan reaksi psikomotorik
-          Kehilangan konsentrasi
-          Gangguan komunikasi antara lawan bicara
-          Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efesiensi
dan produktifitas kerja.

2.4.1   Gangguan kebisingan pada kesehatan


Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-
indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif, dan akibat ini telah diketahui dan
di terima umum untuk berabad-abad lamanya. Dengan kemampuan higene perusahaan dan
kesehatan kerja, akibat-akibat buruk ini dapat dicegah .
Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran sementara dan pemulihan terjadi secara
cepat setelah dihentikan kerja di tempat bising. Tetapi kerja terus menerus ditempat bising
berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali, biasanya dimulai
pada fekwensi sekitar 4000 Hz.

2.4.2   Pendengaran
Daya dengar seseorang dalam menangkap suara sangat dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal meliputi umur, kondisi kesehatan maupun riwayat penyakit
yang pernah diderita, obat-obatan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal dapat
meliputi masa kerja, tingkat intensitas suara di sekitarnya, lamanya terpajan dengan
kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan. Dari berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi ambang dengar tersebut yang paling menonjol adalah faktor
umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan (masa kerja di tempat tersebut) .
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara
lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian .
Pengaruh utama dari paparan kebisingan adalah gangguan terhadap indera pendengaran
yang menyebabkan ketulian progresif. Ditempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan
oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan
(tingkat kebisingan 80-90 dB (A) atau lebih dapat membahayakan pendengaran).
Pendengaran akan terganggu apabila tenaga kerja terpapar terus menerus terhadap bising
diatas 85 dB dibanding dengan pemaparan secara intermitten yang kurang berbahaya .
Apabila telinga memperoleh rangsang suara, sesuai dengan besarnya rangsangan akan
terjadi proses :
a.    Adaptasi, yang berlangsung 0-3 menit, yakni berupa kenaikan ambang dengar sesaat. Jika
rangsangan berhenti, ambang dengar akan kembali seperti semula.
b.    Pergeseran ambang dengar sementara (Temporary Threshold shift), sebagai kelanjutan proses
adaptasi akibat rangsang suara yang lebih kuat dan dapat dibedakan dalam dua tahap yakni
kelelahan (fatigue) dan tuli sementara terhadap rangsangan (Temporary Stimulation
Deafness). Kelelahan tersebut, akan pulih kembali secara lambat, dan akan semakin
bertambah lambat lagi jika tingkat kelelahan semakin tinggi. Sedang tuli sementara akibat
rangsang suara dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama.
c.    Pergeseran ambang dengar yang persisten (Persistent Threshold Shift), yang masih ada
setelah 40 jam rangsang suara berhenti.
d.   Pergeseran ambang dengar yang menetap (Permanent Threshold Shift), meskipun rangsang
suara sudah tidak ada. Pada keadaan ini sudah terjadi kelainan patologis yang permanen pada
cochlea umumnya pada kasus trauma akustik dan akibat kebisingan akibat kebisingan di
tempat kerja.
Di tempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak
pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan. Pada 80- 90 dB (A) atau
lebih dapat membahayakan pendengaran seseorang yang terpapar kebisingan secara terus
menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian.
ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus menerus tersebut
dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a.         Temporary deafness.
Yaitu kehilangan pendengaran sementara. Tuli sementara diakibatkan pemaparan terhadap
bising dengan intensitas tinggi, tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang
sifatnya sementara. Biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja
diberikan waktu istirahat secara cukup maka daya dengarnya akan pulih kembali kepada
ambang dengar semula dengan sempurna.
b.         Permanent deafness.
Yaitu kehilangan pendengaran secara permanen. Tuli permanen atau menetap atau
disebut juga ketulian syaraf biasanya diakibatkan oleh karena pemaparan yang lama (kronis).
Tingkat kebisingan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kecelakaan dan efek
terhadap produksi karena tanda bahaya atau peringatan dan sinyal lainnya tidak dapat
didengar.
Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat tergantung pada
kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman
percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu alunan musik tertentu merupakan
suatu proses harmonis di dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik berdasarkan
frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk masing-masing rangsangan auditorik
tersebut.
Perbedaan kecil tekanan suara akan didengar oleh telinga sebagai kuat atau lemahnya
suara. Makin tinggi tekanan udara, makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga
manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan pada frekuensi suara yang sama
tergantung pada frekuensi suara tersebut, nilai ambang di atasnya, dan durasi.
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech
discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan
kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,
seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali.
Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :
1.    Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
2.    Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami
penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu
singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan
pulih kembali.
3.    Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
4.    Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor
sebagai berikut :
a.       Tingginya level suara.
b.      Lama paparan.
c.       Spektrum suara.
d.      Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS akan lebih
besar.
e.       Kepekaan individu.
5.      Trauma Akustik
Trauma akustik adalah setiap perlakuan yamg merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari
bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakanledakan atau suara yang sangat keras,
seperti suara ledakan meriam yang dapa memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang
pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
6.      Prebycusis
Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami
hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada
tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan
bising ditempat kerja.
7.      Tinitus
Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran Gejala yang
ditimbulkan yaitu telinga berdengung. Orang yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan
gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada
diruang pemeriksaan audiometri.

2.5         Pengendalian Kebisingan


kebisingan juga merupakan polusi yang berpengaruh kurang baik terhadap lingkungan,
maka diperlukan cara-cara  bagaimana menaggulanginya dan mengendalikan kebisingan
tersebut agar tidak mengganggu konsentrasi pekerja .
Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan upaya-upaya sebagai
berikut :

2.5.1   Survei dan analisis kebisingan


Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja apakah tingkat
kebisingan telah melampaui NAB, bagaimana pola kebisingan di tempat kerja serta
mengevaluasi keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perlu dilakukan analisis
intensitas dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terus-menerus atau berubah dan
sebagainya. Berdasarkan hasil survei dan analisis ini, ditentukan apakah program
perlindungan ini perlu segera dilaksanakan atau tidak di perusahaan tersebut.

2.5.2    Teknologi pengendalian kebisingan


Dalam hal ini dilakukan upaya menentukan tingkat suara yang dikehendaki,
menghitung reduksi kebisingan dan sekaligus mengupayakan penerapan teknisnya. Teknologi
pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan media perambatnya dilakukan dengan
mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang suara yang
menimbulkan bisingnya; menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara;
mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan; substitusi mesin yang bising
dengan mesin yang kurang bising; menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada
sambungan yang goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet; modifikasi mesin
atau proses; merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik .
1.      Pengendalian secara administratif
Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan adanya pengadaan ruang kontrol
pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada.
2.      Penggunaan alat pelindung diri Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung
telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke
dalam telinga.
Ada dua jenis alat pelindung telinga, yaitu :
a.    Sumbat telinga atau ear plug
Ukuran, bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda dan
bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama berlainan. Oleh karena itu sumbat telinga
harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi saluran telinga pemakainya. Diameter
saluran telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling banyak 5-11 mm. Umumnya bentuk
saluran telinga manusia tidak lurus, walaupun sebagian kecil ada yang lurus. Sumbat telinga
dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dB. Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas
(wax), plastik karet alami dan sintetik, menurut cara penggunaannya, di bedakan menjadi
‘disposible ear plug”, yaitu sumbat telinga yang digunkan untuk sekali pakai saja kemudian
dibuang, misalnya sumbat telinga dari kapas, kemudian cara pengguanan yang lain yaitu,
“non dispossible ear plug” yang digunakan waktu yang lama terbuat dari karet atau plastik
cetak. Dalam pemakaiannya sumbat telinga mempunyai keuntungan dan kerugian.
Keuntungan dari pemakaian sumbat telinga yaitu :
-          Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil
-          Relatif lebih nyaman dipakai ditempat kerja yang panas
-          Tidak membatasi gerak kepala
-          Harga relatif murah daripada tutup telinga (ear muff)
-          Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala,
anting-anting dan rambut
Sedangkan Kerugiannya antara lain :
-          Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telinga untuk pemasangan yang tepat.
-          Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga
-          Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah memakai APD karena sukar dilihat oleh
pengawas
-          Hanya dapat dipakai oleh saluran telinga yang sehat
-          Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka saluran telinga
akan mudah terkena infeksi karena iritasi.
b.         Tutup telinga atau ear muff
Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa cairan atau
busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian yang lama,
sering ditemukan efektifitas telinga menurun yang disebabkan oleh bantalan mengeras dan
mengerut akibat reaksi bahan bantalan dengan minyak kulit dan keringat. Tutup telinga
digunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB dengan frekuensi 100-8000Hz.
Keuntungan dari tutup telinga (ear muff) adalah :
-          Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan ukuran telingan yang
berbeda.
-          Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.
-          Dapat dipakai yang terkena infeksi (ringan).
-          Tidak mudah hilang
Kerugian dari tutup telinga adalah :
-          Tidak nyaman dipakai ditempat kerja yang panas
-          Efektifitas dan kenyamanan pemakaiannya, dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup
kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga
-          Tidak mudah dibawa atau disimpan
-          Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit.
-          Harganya relatif lebih mahal dari sumbat telinga

3.      Pemeriksaan audiometri


Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan pada akhir
masa kerja, pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang terpapar kebisingan.

4.        Pelatihan dan Penyuluhan


Pada pekerja semua orang di perusahaan tentang manfaat, cara pemakaian dan
perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain
yang berkaitan.
c.       Penghalang dengan tanaman
Tanaman yang digunakan untuk penghalang kebisingan harus memiliki kerimbunan dan
kerapatan daun yang cukup dan merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang
diharapkan. Untuk itu, perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu, dan
pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1 Kebisingan adalah bunyi yang tidak di kehendaki karena tidak sesuai konteks ruang dan
waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia.
2 Akibat dari kebisingan yaitu trauma, gangguan pendengaran sementara/permanen, gangguan
psikologis, dll
3.         Pengendalian kebisingan dapat dilakukan secara teknis (kontrol engineering), modifikasi
lingkungan kerja, pengaturan pola kerja dan penggunaan alat pelindung telinga secara baik
dan benar bagi pekerja, serta pelaksanaan program penyuluhan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.

5.2 Saran
1 Gunakan selalu Alat Pelindung Diri (APD) dalam bekerja
2 Pemeriksaan mesin secara rutin agar tidak menyebabkan kecelakaan kerja
DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur, P.K. 1984. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Saksama.
Joko Suyono. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC.
Dwi P. Sasongko. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro.
http://bemfkmuit2010.blogspot.com/2011/01/makalah-kebisingan.html
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/05/dampak-kebisingan-terhadap-kesehatan

Anda mungkin juga menyukai