Kebisingan
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
SEMESTER IV
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..ii
Bab Pembahasan……………………………………………………………………………1.
1. Pengertian Kebisingan………………………………………………………………...1
3 Sumber Kebisingan…………………………………………………………………….3
4. Dampak Kebisingan…………………………………………………………………..3.
5. Pengukuran Kebisingan……………………………………………………………….4
7. Rekognisi Kebisingan…………………………………………………………………8
8. Evaluasi Kebisingan………………………………………………………………......9
9. Pengendalian Kebisingan……………………………………………………………..9
Bab Penutup………………………………………………………………………………..11
Kesimpulan……………………………………………………………………………...11
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………...12
ii
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kebisingan
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga
oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan
gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala
bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar
kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan
sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak
dikendaki (noise is unwanted sound).(Suma’mur,2009)
Saat ini, kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan yang
penting. Pada tahun 70-an di Amerika Serikat, tingkat kebisingan kota bertambah dengan 1
dB per tahun dan 10 dB per decade. Penyebabnya adalah bertambahnya jalan bebas hambatan
(freeways) di perkotaan, peningkatan kepadatan lalu lintas udara, perubahan dari pesawat
berpropeller menjadi pesawat jet, bertambahnya aktivitas konstruksi, dan bertambahnya
mekanisasi baik di daerah pemukiman maupun di daerah perindustrian; seperti sepeda motor,
pemotong rumput bermotor dan mesin cuci.Akibat dari mekanisme dan elektrifikasi peralatan
ini adalah meningkatnya jumlah penderita ketulian akibat kebisingan.(Slamet,2009).
Contoh : kipas angin, suara mesin gergaji sirkuler (Circular Chain Saw)(Chandra, 2007)
PE
2) Nonsteady State and Narrow Band Noise
3) Impact/Impulse Noise
Kebisingan yang implusif atau yang dapat memekakkan telinga. Kebisingan yang
ditimbulkan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-
tiba.
Contoh : kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan bom atau meriam( Chandra,2007 dan
Subaris dan Haryono,2000)
4) Intermitten/Interuted Noise
Contoh : kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan lalu lintas atau pesawat
udara(Chandra,2007, Subaris dan Haryono,2000)
Terdapat 2 (dua) karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau
suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik
dengan satuan Hertz(Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap
detiknya..Nada suatu kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber
bunyi.(Suma’mur,2009)
Intensitas atau arus energy satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan
logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan memperbandingakannya dengan kekuatan
standart 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat
dapat didengar telinga normal.(Suma’mur,2009).
3. Sumber Kebisingan
Di tempat kerja, sumber kebisingan berasal dari peralatan dan mesin-mesin. Peralatan dan
mesin-mesin dapat menimbulkan kebisingan karena:
2
1. Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua
2. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi
dalam periode operasi cukup panjang.
3. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya. Misalnya: mesin
diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.
4. Melakukan modifikasi perubahan pergantian secara parsial pada komponen-komponen
mesin produksi tanpa mengidahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk
menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.
5. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat(terbalik atau
tidak rapat/longgar),terutama pada bagian penghubung antara modul mesin(bad
conection)
6. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.( Babba,2007)
4. Dampak Kebisingan
1. Pada indera pendengaran (Audiotory Effect)
Telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan terhadap tingkat
suara/bising, tetapi setelah terlalu sering mengalami perubahan yang berulang-ulang
lama-kelamaan daya akomodasinya akan menjadi lelah dan gagal dalam memberikan
reaksi.(Heru Subaris dan haryono,2000)
a. Trauma akustik
Trauma akustik merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan
tunggal terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba.
Sebagai contoh ketulian yang disebabkan oleh suara ledakan bom.NAB yang dapat
menyebabkan trauma akustik adalah dari 100-120 dB.(Subaris dan Haryono,2000)
3
c. Ketulian permanen (Permanent Threshold Shift/PTS)
Jika seorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajan bising kembali sebelum
pemulihan secar lengkap terjadi, maka akan terjadi akumulasi sisa ketulian (TTS),dan
bila ini berlangsung secara berulang dan menahun, sifat ketuliannya akan berubah
menjadi menetap (permanent). PTS juga disebut NIHL (Noise Induced Hearing Loss)
dan ini terjadi pada umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih.(Subaris dan
Haryono,2000)
5. Pengukuran Kebisingan
Maksud pengukuran kebisingan adalah:
a) Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana
saja.( Suma’mur ,2009)
b) Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan
tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi
pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan
atasketenangan dalam kehidupan bermasyarakat .(Suma’mur ,2009).
Alat yang digunakan untuk pengukuran intensitas kebisingan adalah Sound Level
Meter (SLM) yang mempunyai beberapa jenis antara lain :
4
b. General Purpose Sound Level Meter
General Purpose Sound Level Meter adalah alat mengukur kebisingan yang
digunakan untuk mengukur berbagai keperluan di laboratorium,dapat mengukur
dengan batas lebih kurang 0.7 dB.
c. Survey Sound Level Meter
Survey Sound Level Meter alat pengukur kebisingan yang digunakan untuk survey
lapangan, dapat mengukur dengan batas lebih kurang 1,0 dB dan lebih kurang 1,5 dB
d. Special Purpose Sound Level Meter
e. Survey Purpose Sound Level Meter adalah alat pengukur kebisingan yang digunakan
mengukur kebisingan diatas dari 1,5 dB.(Heru Subaris dan Haryono,2000)
Gambar Sound Level Meter.
Ada dua pokok-pokok penting bila mengukur kebisingan : tingkat tekanan suara
berbobot A yang kemudian dibandingkan dengan nilai referensi dan kebisingan itu sendiri
karena frekwensi harus dianalisa untuk merumuskan langkah-langkah pencegahan terhadap
kebisingan.
2. Studi-studi pendahuluan
a. Sifat dari masalah kebisingan
b. Periode waktu dan berapa sering kebisingan dihasilkan
c. Situasi propagasi
Situasi propagasi adalah situasi yang direncanakan dimana karyawan-
karyawan di suatu perusahaan dipengaruhi untuk menerima dan ikut dalam
tindakan sesuai yang telah direncanakan.
5
d. Situasi kerusakan
Situasi kerusakan adalah situasi yang terjadi apabila terdapat kerusakan-
kerusakan pada system kerja.
e. Situasi kebisingan latar belakang (apakah ada sumber-sumber lain atau tidak)
situasi yang memang sudah terdapat diperusahaan yang berkenaan dengan
proses produksi(operasi mesin-mesin produksi)(Subaris dan Haryono,2000)
3. Perencanaan pengukuran
Dalam merencanakan pengukuran, perlu untuk menginvestigasi:
a. Titik-titik pengukuran
b. Personalia
c. Peralatan pengukuran
d. Proses-proses pengukuran
e. Metode komunikasi ( Subaris dan Haryono,2000)
Persiapan-persiapan Pengukuran
a. Peralatan pengukuran
Membuat daftar dari peralatan yang diperlukan dan terlebih dahulu periksalah batere,
operasi, dan aspek-aspek lain dari peralatan.( Subaris dan Haryono,2000)
b. Dokumen-dokumen
Untuk merekam titik-titik pengukuran dan informasi lain di lapangan, siapkan
dokumen-dokumen lapangan atas dasar peta-peta lingkungan sekitarnya.(Subaris dan
Haryono,2000)
6
4. Periode pengukuran
Pilihlah waktu yang kebisingan latar belakangnya stabil dan tidak ada sumber-sumber
lainnya yang mempengaruhi pengukura-pengukuran.
5. Mengatur lingkup
6. Pelihara catatan-catatan selama pengukuran
Dengan menggunakan indera pendengaran seseorang, bedakan antara suara target dan
kebisingan lainnya dan buatlah catatan tentang itu pada kertas rekaman selama pengukuran.
7. Instruksi kepada orang lain
Peringatkan orang-orang untuk tidak membuat suara-suara selama merekam
kebisingan.
8. Catatan-catatan titik pengukuran
Bedakan titik-titik perekaman dengan angka-angka atau cara-cara lainnya dan terlebih
dahulu tandailah hal-hal itu pada dokumen-dokumen yang disediakan. Untuk mengecek
kembali titik pengukuran sesudah pengukuran, ambillah foto tempat kerja.
9. Komunikasi selama pengukuran
Bila daerah perbatasan tak dapat dilihat dari sumber, tempatkan seseorang pada
sumber untuk memantau operasi dan seorang lain pada titik pengukuran, keduanya
berkomunikasi dengan transceiver.(Subaris dan Haryono,2000)
Transceiver adalah adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang pada sumber
untuk memantau operasi dan seorang yang lain pada titik pengukuran. Alat yang digunakan
berupa alat yang dipakai oleh petugas keamanan seperti polisi dan satpam atau yang disebut
dengan walkie talkie,namun alat ini hanya bisa digunakan dengan jarak 100-200 meter.
6. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai factor bahaya di tempat kerja adalah
standart sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapi tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari.(Suma’mur,2009)
Lingkungan kerja industry, tingkat kebisingan biasanya tinggi sehingga harus ada batas
waktu pajanan kebisingan. Batasan kebisingan yang diberikan oleh The Workplace and Safety
(Noise) ComplienceStandart 1995, SL No.381 adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan
suara 85 dB(A).(Babba,2007)
NAB Kebisingan adalah 85 dB(A). NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja dan merupakan standart dalam Standart Nasional Indonesia (SNI)
7
16-7063-2004 Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan lengan dan
radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja. ( Suma’mur ,2009).
Berikut ini adalah table Niai Ambang Batas tentang kebisingan adalah:
Zona A(dB A): Intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan harus dihindari
Zona B(dB B):Intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar perlu memakai pelindung
telinga (earmuff dan earplug)
Zona C(dB C): Intensitas 115-135 dB → perlu memakai earmuff
Zona D(dB D): Intensitas 100-115 dB → perlu memakai earplug
7. Rekognisi
Rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenal suatu bahaya lebih detail
dan komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan
suatu hasil yang objektif sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bisa dipertanggung
jawabkan.
Dalam mengetahui bahaya dari kebisingan di tempat kerja, dapat dilakukan berbagai
cara, salah satunya adalah survey jalan pintas/ispeksi yaitu:
a) Melakukan perencanaan
b) Penyelidikan
8
Jumlah pekerja yang terlibat dalam proses dan mereka yang dapat terkena efek kebisingan
tersebut.
c) Melakukan evaluasi
d) Membandingkan ancaman bahaya, mengambil keputusan untuk kebutuhan informasi
lebih lanjut.
e) Melakukan pelaporan dan tindakan.(.dyahpitaloka,2013 )
8. Evaluasi
Pada tahap penilaian evaluasi lingkungan dilakukan pengukuran sampel dan analisis di
laboratorium.Melalui analisis dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitas dan
terinci, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian.Evaluasi juga
merupakan langkah untuk mengurangi kebisingan di tempat kerja.
(yanilucciyan.,2013 )
Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :
9. Pengendalian
Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam cara ini adalah sebagai berikut :
9
1. Meredam bising/getaran yang ada
2. Mengurangi luas permukaan yang bergetar
3. Mengatur kembali tempat sumber
4. Mengatur waktu operasi mesin
5. Pengecilan/pengurangan volume
6. Pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas.
b) Pengendalian pada media bising
Langkah-langkah yang bisa dilakukan dengan cara ini adalah sebagai berikut :
1. Memperbesar jarak sumber bising dengan pekerjaan atau pemukiman
2. Memasang peredam suara pada dinding dan langit-langit
3. Membuat ruang kontrol agar dapat dipergunakan untuk mengontrol pekerjaan dari
ruang terpisah
4. Bila sumber bising adalah lalulintas, bisa dilakukan pembatasan jalan dengan
rumah/gedung/rumah sakit.
a. Pengendalian pada penerima
Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
Member alat pelindung diri seperti ear plug, ear muff, dan helmet
Memberikan latihan dan pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya
tentang kebisingan dan pengaruhnya
Tindakan pengamanan juga dapat dilakukan dengan cara memindahkan tenaga kerja
terkena bising.( Subaris dan Haryono,2000)
10
PENUTUP
Kesimpulan
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga
oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan
gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala
bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar
kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan
sebagai kebisingan. Adapun jenis kebisingan yang terdiri dari: Steady State Noise and
Narrow Band Noise, Nonsteady State and Narrow Band Noise, Impact/Impulse Noise,
Intermitten/Interuted Noise. Sedangkan sumber kebisingan bisa berasal dari mana saja namun
bila dilihat dari tempat- tempay kerja bahwa kebisingan lebih banyak berasal dari mesin-
mesin. Efek kebisingan bagi kesehatan seperti Trauma akustik, ketulian sementara, ketulian
permanen, selain itu kebisingan juga berdampak pada gangguan komunikasi,ganguan
pekerjaan,gangguan tidur,gangguan dalam mengerjakan tugas sehingga tidak teliti,serta
mengakibatkan stress dan pekerja terkadang mudah sekali untuk marah. Pengendalian yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kebisingan bisa dilakukan pada sumber kebisingan tersebut,
pada media bisingdan pada penerima kebisingan tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
Suma’mur.2009. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta :Sagung Seto
12
PERTANYAAN
1. Pertanyaan: Lia Suyanti (Kelompok II)
Bagaimana cara menyikapi seorang karyawan yang bebal, sedangkan Anda telah
memberi informasi mengenai pengaruh kebisingan bagi kesehatan karyawan?
Penjawab: Yoris Pratiwi Lubis dan Yosephine
Jika ada kasus yang seperti itu maka yang akan kami lakukan adalah menetapkan
kebijakan bagi semua karyawan agar memakai alat pelindung diri dalam bekerja,jika
hal tersebut dilanggar maka kami akan membuat sanksi bagi karyawan yang tidak
mentaatinya,selain itu untuk memastikan bahwa karyawan tersebut memakai alat
pelindung diri tentunya bibutuhkan peran serta supervisior untuk memantau para
karyawan. Namun tidak hanya peran serta seorang pemantau saja tapi dibutuhkan
kerjasama antara karyawan yang lain dalam hal saling mengingatkan bahwa penting
nya APD. Namun jika masih ada karyawan yang bebal tidak memakai APD maka
pilihan terakhir adalah karyawan itu terpaksa dikeluarkan,hal ini dilakukan karena
menyangkut kesehatan si karyawan tersebut.
.
6. Pertanyaan: Sohma (Kelompok VII)
Jelaskan bagaimana komunikasi dengan transceiver?
Penjawab: Rahayu Wibowo, Yoris Pratiwi dan Cut Ruqaiyah
Transceiver adalah adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang pada sumber
untuk memantau operasi dan seorang yang lain pada titik pengukuran. Alat yang
digunakan berupa alat yang dipakai oleh petugas keamanan seperti polisi dan satpam
atau yang disebut dengan walkie talkie,namun alat ini hanya bisa digunakan dengan
jarak 100-200 meter.