Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN AKHIR

PRAKTIK FISKA LINGKUNGAN


ANALISIS KEBISINGAN MENGGUNAKAN SOUND LEVEL METER
DIGITAL

PRAKTEK KE - : 14 ( EMPAT BELAS )


TANGGAL PRAKTEK : 07, Desember 2020
KELOMPOK : 1 ( SATU )

DISUSUN OLEH :
ASTRI FEBRIANTI 200107011 TPPL 1B

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNIK PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK NEGERI CILACAP

CILACAP
2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dan manfaat diadakannya praktikum analisis kebisingan dengan sound level meter
digital bertujuan agar :
a. Mahasiswa diharapkan terampil dalam menggunakan atau mengoprasikan alat
pengukur kebisingan melalui aplikasi sound level meter digital.
b. Mahasiswa dapat mengukur intensitas bunyi yang dihasikan dari sumber
kebisingan.
c. Mahasiswa dapat melakukan pengolahan data intensitas bunyi pada suatu kawasan
dari hasil pengukuran.
d. Menjadi wawasan tambahan bagi mahasiwa dalam pengukuran kebisingan dan
tingkat kebisingan sumber kebisingan.
II. DASAR TEORI
Analisis merupakan istilah yang banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan, seperti ilmu bahasa, sosial ekonomi bisnis, pengetahuan alam, manajemen,
akuntansi, dan lain sebagainya. Yang dimana istilah analisis berasal dari bahasa Yunani Kuno
“analusis” yang memiliki arti “melepaskan”. Dalam hal ini, berdasarkan kalimat bahwa
analisis diartikan sebagai sebuah proses pemeriksaan dan evaluasi dari data atau informasi
yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk mempelajari lebih dalam dan
bagaimana bagian-bagian ini berhubungan satu sama lain. Sedangkan menurut Satori dan
Komariyah, 2014:200 Analisis adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus
kajian menjadi bagian-bagian (decomposition) sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang
diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya
atau lebih jernih dimengerti duduk perkaranya.
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi
mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau zat
perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Suara adalah urutan gelombang tekanan yang
merambat melalui media kompresibel (udara ataupun air). Suara biasanya diproduksi oleh
mahluk hidup sebagai alat berkomunikasi dalam sesamanya atau mengirim sinyal-sinyal
komunikasi kepada komunitas lainnya jika terjadi suatu kondisi tertentu baik itu
menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara
teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz)
dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia
mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai
kegendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia
kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam
kurva responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic dan dibawah 20 Hz disebut infrasonik.
Kebisingan telah menjadi salah satu jenis pencemaran yang sangat diperhatikan, karena
berdampak terhadap kesehatan. Berbagai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) sepakat memasukkan dampak kebisingan sebagai menu wajib dampak besar
penting yang harus dikelola. Sebagaimana kita ketahui, berbagai jenis kegiatan, tentu akan
menghasilkan dampak kebisingan dalam pelaksanaannya. Dan kebisingan sering digunakan
sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia atau aktifitas-aktifitas alam yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB).
Pengertian kebisingan terkait tempat kerja menurut Kepmenaker No 51 tahun
1999 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
poduksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang
tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 8/Menkes/Per/XI/1 987, kebisingan
adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat
membahayakan kesehatan. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber
suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara
sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan
terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan
longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan
dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan
kesehatan.
1. Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat dibagi sebagai
berikut :
a. Bising yang kontinyu
Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus.
Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
 Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif
tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti
suara kipas angin, suara mesin tenun.
 Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup
gas.
b. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung
secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas,
kendaraan, kapal terbang, kereta api.
c. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan
mercon, meriam.
d. Bising impulsif berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin
tempa.
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas :
 Bising yang mengganggu (Irritating noise) merupakan bising yang mempunyai
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
e. Bising yang menutupi (Masking noise)
Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi
ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau
isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
f. Bising yang merusak (damaging/injurious noise)
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini
akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

2. Beberapa faktor terkait kebisingan yaitu:


a. Frekuensi
Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik) dengan satuan
Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20-20.000 Hz. Frekuensi dibawah 20 Hz
disebut Infra Sound sedangkan frekuensi diatas 20.000 Hz disebut Ultra Sound. Suara
percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi 250 – 4.000 Hz. Umumnya suara
percakapan manusia punya frekuensi sekitar 1.000 Hz.
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka
bising dibagi dalam 3 kategori:
 Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
 Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi
antara 31,5 – 8.000 Hz.
 Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya
bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
b. Intensitas suara
Intensitas didefinisikan sebagai energi suara rata-rata yang ditransmisikan melalui
gelombang suara menuju arah perambatan dalam media.
c. Amplitudo
Amplitudo adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara pada arah
tertentu.
d. Kecepatan suara
Kecepatan suara adalah suatu kecepatan perpindahan perambatan udara per satuan waktu.
e. Panjang gelombang
Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan suara untuk satu siklus.
f. Periode
Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan periode adalah
detik.
g. Oktave band
Oktave band adalah kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari suara yang dapat di
dengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi-frekuensi puncak suara meliputi
Frekuensi : 31,5 Hz – 63 Hz – 125 Hz – 250 Hz – 500 Hz – 1000 Hz – 2 kHz – 4 kHz – 8
kHz – 16 kHz.
h. Frekuensi bandwidth
Frekuensi bandwidth dipergunakan untuk pengukuran suara di Indonesia.
i. Pure tune
Pure tone adalah gelombang suara yang terdiri yang terdiri hanya satu jenis amplitudo
dan satu jenis frekuensi.
j. Loudness
Loudness adalah persepsi pendengaran terhadap suara pada amplitudo tertentu satuannya
Phon. 1 Phon setara 40 dB pada frekuensi 1000 Hz.
k. Kekuatan suara
Kekuatan suara satuan dari total energi yang dipancarkan oleh suara per satuan waktu.
l. Tekanan suara
Tekanan suara adalah satuan daya tekanan suara per satuan.

3. Nilai ambang batas kebisingan


Batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha
atau kegiatan telah diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun
1996 tentang baku tingkat kebisingan. Sedangkan nilai ambang batas kebisingan di tempat
kerja telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun
2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.
Waktu pemaparan per Intensitas kebisingan
hari (dBA)

8 Jam 85

4 Jam 88

2 Jam 91

1 Jam 94

30 Menit 97

15 Menit 100

7,5 Menit 103

3,75 Menit 106

1,88 Menit 109

0,94 Menit 112

28,12 Detik 115

14,06 Detik 118

7,03 Detik 121

3,52 Detik 124

1,76 Detik 127

0,88 Detik 130

0,44 Detik 133

0,22 Detik 136

0,11 Detik 139

Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk
sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang Batas
untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang
masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap
untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya.

3. Zona Kebisingan
Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan :
 Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat
penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.
 Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan,
tempat Pendidikan dan rekreasi.
 Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran,
Perdagangan dan pasar.
 Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik,
stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
Zona Kebisingan menurut IATA (International Air Transportation Association)
 Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan harus dihindari.
 Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar perlu memakai
pelindung telinga (earmuff dan earplug).
 Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff.
 Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug.

4. Dampak Kebisingan
Menurut Depnaker yang dikutip oleh Srisantyorini (2002) kebisingan mempunyai
pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai dari gangguan ringan berupa gangguan terhadap
konsentrasi kerja, sampai pada cacat yang berat karena kehilangan daya pendengaran (tuli)
tetap. Gangguan terhadap konsentrasi kerja dapat mengakibatkan menurunnya kualitas
pekerjaan. Hal ini pernah dibuktikan pada sebuah perusahaan film dimana penurunan
intensitas kebisingan berhasil mengurangi jumlah film yang rusak sehingga menghemat
bahan baku.
a. Gangguan terhadap komunikasi, akan menganggu kerja sama antara pekerja dan
kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian secara tidak langsung dapat menurunkan
kualitas atau kuantitas kerja. Kebisingan juga mengganggu persepsi tenaga kerja terhadap
lingkungan sehingga mungkin sekali tenaga kerja kurang cepat.
b. Gangguan dalam kenikmatan kerja berbeda-beda untuk tiap-tiap orang. Pada orang
yang sangat rentan kebisingan dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi, dan
kehilangan semangat kerja.
c. Penurunan daya pendengaran akibat yang paling serius dan dapat menimbulkan
ketulian total sehingga seseorang sama sekali tidak dapat mendengarkan pembicaraan orang
lain.
5. Pengendalian Kebisingan
Menurut Pramudianto yang dikutip oleh Babba (2007), pada prinsipnya pengendalian
kebisingan di tempat kerja terdiri dari:
A. Pengendalian secara teknis
Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising
dan jarak sumber bising terhadap pekerja. Pengendalian bising pada sumbernya merupakan
pengendalian yang sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang paling
tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain :
a. Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang bergerak,
menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah
usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih baik.
b. Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang bersuara dan
melumasi semua bagian yang bergerak.
c. Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari pekerja/penerima,
menutup mesin ataupun membuat barrier/penghalang.
d. Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk mengurangi
getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak
maupun pada sabuk roda.
e. Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang kerja.
Pemasangan peredam ini dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan bising.
B. Pengendalian secara administratif
Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh kebisingan dengan
intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, cara mengurangi paparan
bising dan melindungi pendengaran.
C. Pemakaian alat pelindung telinga
Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat
kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan.
III.ALAT DAN BAHAN
Alat ukur kebisingan yang paling sering digunakan untuk mengukur kebisingan yaitu
SLM . Sound Level Meter terdiri dari mikrofon, amplifier , weighting network dan layar
(display) dalam satuan decibel (dBA). Lainnya dapat berupa manual yang ditunjukkan
dengan jarum dan angka seprti halnya pada jarum manual ataupun berupa layar digital.
Alat :
1. Sound level meter digital
2. Stopwatch
3. Sumber bunyi
Cara menggunakan sound level meter :
a. Persiapan alat
1. Pasang baterai pada tempatnya
2. Tekan tombol power
3. Cek garis tanda pada monitor untuk mengetahui baterai dalam keadaan
baik atau tidak
4. Kalibrasi alat denga kalibator sehingga alat pada monitor sesuai dengan
angka kalibator
b. Pengukuran
1. Pilih sector pada posisi
i. Fast : untuk jenis kebisingan kontinu
ii. Slow : untuk kebisingan terputus putus
2. Pilih weighting network atau pembobotan
IV. PROSEDUR PRAKTIKUM
Dalam melakukan praktikum ini ada beberapa prosedur yang harus dilakukan,
diantaranya :
1. Diaktifkan alat dengan menekan tombol power, lalu menunggu hingga angka
pada monitor menjadi stabil;
2. Ditekan tombol slow untuk jenis kebisingan terputus-putus ;
3. Pada tombol A/C, pilih tombol A sebagai tanda bahwa yang akan diukur
merupakan intensitas kebisingan yang sampai ke individu ;
4. Posisikan alat sejajar dengan telinga;
5. Pembacaan dilakukan setiap 1 detik selama ±15 menit dengan menggunakan
stopwatch;
6. Catat setiap hasil pembacaan pada tabel yang tersedia
Metode Pengukuran
Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 48 tahun 1996, pengukuran
tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB(A)
selama 15 ( lima belas) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5
(lima) detik.
V. DATA HASIL PENGAMATAN
Hari/Tanggal : Senin/ 07 Desember 2020

Lokasi : Politrknik Negeri Cilacap

Foto :

Interval waktu : 5 ( Lima ) Detik

Tabel Hasil Pengukuran L1&L2


VI. PERHITUNGAN
1. Perhitungan Data Kebisingan Perempatan Politeknik Negeri Cilacap

Rumus : keterangan :
Leq60 : 10*log 1/60(n1*10L1/10+ n1*10L1/10+dst) leq : tingkat kebisingan
Leq15 : 10(log 1/15(n1*10L1/10+ n1*10L1/10++dst) n : interval waktu pengambilan data
2. Tabel Distributif
NILAI FREKUENSI PERSEN
NO INTERVAL PERSEN
TENGAH SAMPEL KUMULATIF

1 61.5 - 63.8 62.65 10 6% 6%

2 63.9 - 66.2 65.05 25 14% 20%

3 66.3 - 68.6 67.45 29 16% 36%

4 68.7 - 71 69.85 37 21% 57%

5 71.1 - 73.4 72.55 29 15% 72%

6 73.5 - 75.8 74.7 17 9% 81%

7 75.9 - 78.2 77.05 19 11% 92%

8 78.3 - 80.6 79.45 3 2% 94%

9 80.7 - 83 81.85 4 2% 96%

10 83.1 - 85.4 84.25 2 1% 97%

11 85.5 - 87.8 86.65 2 1% 98%

12 87.9 - 90.2 89.05 3 2% 100%

JUMLAH 180 100%

3. Grafik
4. Leq Total
VII. PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan yang saya dapatkan setelah melakukan observasi di Politeknik
Negeri Cilacap pada :
Hari : Senin
Tanggal : 07 Desember 2020
Lokasi : Politeknik Negeri Cilacap
Foto :

Dengan pengamatan menggunakan metode pengukuran dengan cara sederhana menurut


Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 yaitu menggunakan sound level
meter digital untuk mengukur tingkat tekanan bunyi dBA selama 15 menit untuk setiap
pengukuran, dan pembacaan dilakukan setiap 5 detik.
Kondisi simpang empat ( lampu merah ) Politeknik Negeri Cilacap sendiri ketika
dilakukan pengamatan banyak dilalui kendaraan baik roda dua, roda empat, bahkan roda
enam. Kendaraan pribadi maupun kendaraan barang bahkan kendaraan umum. Dengan
knalpot yang beradam yang menimbulkan suara yaang berlebih pula.
Dari pengamatan tersebut bahwasannya telah didapatkan beberapa data sebanyak 180
data decibel, menyatakan bahwa tingkat kebisingan setiap menit bahkan detik selalu berbeda.
Hal ini dapat dibenarkan dengan data hasil pengukuran dan grafik rata-rata kebisingan.
Data kebisingan tertinggi yang didapatkan dari hasil penelitian adalah 89.5 dBA dan nilai
terkecilnya adalah 61.5 dBA ini artinya melebihi nilai ambang batas kebisingan yang
ditetakan oleh Departemen Lingkungan Hidup menurut keputusan nomor 98/MenLHK/1996
yang seharusnya untuk kawasan ruang terbuka hijau adalah 50 dBA. Hal ini masih jauh dari
kata sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
Perbedaan nilai minimal dan maksimal kebisingan tersebut terjadi karena di
perempatan lampu merah ketika lampu menunjukan merah kebisingan turut menurun, dan
meningkat kembali ketika lampu hijau.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan analisis kebisingan sound level meter digital, dapat
disimpulkan bahwa kebisingan dapat terjadi dimana saja, salah satunya fasilitas umum yaitu
jalan raya atau perempatan jalan yang kemungkinana dapat mengakibatkan gangguan pada
pendengaran dikarenakan kebisingan yang melalui nilai ambang batas.
Pada hasil pengukuran pada 1 titik pengukuran di perempatan atau lampu merah dekat
Politeknik Negeri Cilacap selama 15 menit dengan pembacaan 5 detik dengan data yang tidak
mengalami kestabilan yang artinya setiap 5 detiknya menampilkan kebisingan yang berbada-
beda.
Perubahan yang signifikan terjadi ketika lampu merah menunjukan warna hijau,
karena semua kendaraan akan melajukan kendaraannya yang otomatis mengeluarkan suara.
Hingga pada saat pengamatan nilai maksimalnya menunjukan angka 89.5
Dengan adanya hasil pengukuran yang melebihi Nilai Ambang Batas maka wilayah
ruang terbuka hijau tersebut kurang aman untuk dilakukan aktivitas tanpa ada pengendalian
atau pencegahan kebisingan ataupun mengurangi aktivitas disana.

B. Saran
Setelah melakukan percobaan pada praktikum ini, maka ada beberapa saran yang
dikeluarkan, diantaranya:
1. Berada pada tempat yang memiliki tingkat kebisingan tinggi dapat menggangu
pendengaran
2. Pengendara bermotor menggunakan knalpot sesuai standar yang telah
ditentukan.
3. Melakukan pencengahan atau pengendalian kebisingan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambar, 1999, pencemaran udara
Babba, J., 2007, Hubungan Antara Intensitas Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan
Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan PT Semen Tonasa di
Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan). Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro, Semarang.
Danar, 2020, pengertian analisis
<Diakses pada Minggu, 06 September 2020 pukul 06.02 WIB>
Faisolhezim1994, 2014, kebisingan Diakses pada minggu,
<06 September 2020 pikul 06.47 WIB>
Indonesianhealth, 2016, kategori tingkat kebisingan
<Diakses pada Sabtu, 05 September 2020 pukul 10.49 WIB>
Keputusan Menteri tenaga Kerja No 51. tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
faktor fisik di tempat kerja.
Kepmenkes Nomor 1405 /2002 DNasri, 1997 Teknik Pengukuran dan Pemantauan
Kebisingan di Tempat Kerja,
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/Menkes/Per/XI/1 987
Pertanyaan.com, 2018, perbedaan bunyi dan suara
<Diakses pada Sabtu 05 September 2020 pukul 07.27 WIB>
Putra, 2020, pengertian analisis:fungsi,tujuan,dan jenis analisa. \
<Diakses pada Minggu, 06 September 2020 pukul 06.47 WIB>
Putraprabu, 2019, Pengukuran nilai ambang dan zona kebisingan
<Diakses pada Minggu, 06 September 2020 pukul 09.50 WIB>
Sastrowinoto, 1985, Penanggulangan Dampak Pencemaran Udara Dan Bising Dari Sarana
Transportasi Surat Keputusan Dirjen P2M dan PLP Depkes RI Nomor 70-
1/PD.03.04.Lp, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang
Berhubungan dengan Kesehatan.
Teknik lingkungan ITATS, 2017, baku tingkat kebisingan dan nilai ambang batas kebisingan
Widyapura, , 1993, Masalah Pencemaran Udara di Perkotaan.
LAMPIRAN
LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIK FISIKA LINGKUNGAN


Nama Mahasiswa Astri Febrianti
NIM 200107011
Kelas TPPL 1B
Tanggal/hari 07, Desember 2020/Senin
Praktek ke - 14
Judul Praktek Analisis Kebisingan Dengan Sound Level Meter Digital

Hari/tanggal : Senin, 07, Desember 2020


Lokasi : Politeknik Negeri Cilacap ( Perempatan )
Foto :

5 Detik (interval)
DATA HASIL PENGAMATAN

Tanggal pengumpulan : Dosen Pengampu :

07 Desember 2020 Nurlinda Ayu Triwuri, S.T.,M.Eng

Anda mungkin juga menyukai