Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

PRAKTIKUM SOUND LEVEL METER

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat


Dalam Mata Kuliah Laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat

OLEH
Nama : Eprilia Annisya Putri
NIM : 10011382025175
Kelompok : 3 (Tiga)
Dosen : Mona Lestari, S.KM., M.KKK.
Poppy Fujianti, S.KM., M.Sc.
Asisten : Dita Farica

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
BAB II TINJUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Sound Level Meter ......................................................................................... 3
2.2 Definisi Kebisingan ....................................................................................... 3
2.3 Nilai Ambang Batas Kebisingan ................................................................... 4
2.4 Tipe-Tipe Kebisingan .................................................................................... 5
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebisingan .......................................... 6
2.6 Dampak Kebisingan....................................................................................... 6
2.7 Pengendalian Kebisingan............................................................................... 7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 9
3.1 Alat dan Bahan .............................................................................................. 9
3.1.1 Alat .......................................................................................................... 9
3.1.2 Bahan .......................................................................................................... 9
3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................... 9
3.2.1 Kalibrasi Alat .......................................................................................... 9
3.2.2 Keterangan Instrumen Alat ..................................................................... 9
3.2.3 Cara Kerja ............................................................................................. 11
3.2.4 Cara Mengganti Baterai ........................................................................ 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 12
4.1 Hasil Praktikum ........................................................................................... 12
4.1.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 12
4.1.2 Hasil Pengukuran .................................................................................. 12
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 14
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 17
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18
LAMPIRAN ......................................................................................................... 19

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Sound Level Meter ............................................................................... 9
Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja Alat ................................................................ 11
Gambar 3.4 Flowchart Cara Mengganti Baterai ................................................... 11
Gambar 4.1 Pengukuran titik 1 di dekat kaca ....................................................... 12
Gambar 4.2 Pengukuran titik 2 di dekat pintu ...................................................... 13
Gambar 4.3 Pengukuran titik 3 di belakang dekat dinding ................................... 13
Gambar 4.4 Pengukuran titik 4 di belakang dekat kaca ........................................ 13
Gambar 4.5 Pengukuran titik 5 di tengah kelas .................................................... 14
Gambar 4.6 Layout Pengukuran Kebisingan ........................................................ 12

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut Permenaker Republik
Indonesia No 5 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan Kerja .................................. 5
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran………………………………………………………12

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologi
bising adalah campuran nada bunyi murni dengan berbagai frekuensi. Secara
audiologi bising adalah campuran nada bunyi murni dengan berbagai frekuensi.
Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran corti di telinga dalam. Yang sering
mengalami kerusakan adalah alat corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 6000
Hz dan yang terberat kerusakan alat corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
4000 Hz. Kebisingan adalah semua suara yang tidak di kehendaki yang bersumber
dari alatalat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No.5 tentang NAB Fisika di
Tempat Kerja, 1999).
Ketulian merupakan dampak yang paling serius terhadap paparan bising dan
biasanya ketulian akibat bising akan diikuti dengan tinnitus yaitu telinga yang
tersasa berdenging. Pendegaran akibat terpapar suara yang bising atau Noise
Induced Hearing Loss (NHL) merupakan salah satu penyakit akibat kerja paling
banyak dijumpai diperusahaan. Noise Induced Hearing Loss dalam bahasa
Indonesia disebut Tuli Akibat Bising (TAB). TAB adalah suatu kelainan atau
gangguan pendengaran berupa penurunan fungsi indera pendengaran akibat
terpapar oleh bising dengan intensitas yang berlebih terus-menerus dalam waktu
lama (Rotinsulu, 2019).
Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan
terhadap kesehatan dipengarui oleh beberapa faktor yaitu intensitas kebisingan dan
lamanya seseorang berada di tempat bising. Suara bising mampu mempengaruhi
kesehatan manusia secara fisik maupun psikis yang memberikan efek kesehatan
seperti ketergantungan pola tidur, kardiovaskuler, sistem pernafasan, pendengaran,
psikologis, dan fisiologis yang telah diakui oleh World Health Organisation
(WHO). Pengaruh utama kebisingan kepada manusia adalah indera pendengeran
mengalami kerusakan yang menyebabkan ketulian progresif dan akibat ini
diketahui dan diterima umum untuk berabad-abad lamanya (Lianasari, 2018).

1
Biasanya telinga manusia mempunyai kepekaan terhadap rentang bunyi 20-
20.000 Hz sesuai dengan umur dan pertambahan umurnya. Selain rentang frekuensi
tersebut, terdapat rentang frekuensi di bawah 20 Hz yang disebut dengan bunyi infra
(infra sounic) dan di atas 20.000 Hz disebut dengan bunyi ultra (ultra sounic).
WHO (World Health Organization) yang menetapkan 3 tingkatan kebisingan
berdasarkan dB, yakni aman, untuk rentang 0-75 dB, ambang batas bahaya, untuk
rentang 75-85 dB, dan bahaya, untuk rentang lebih dari 85 dB. Standar ini
ditetapkan berdasarkan pengaruh tingkat kebisingan tertentu terhadap kesehatan
manusia (Setiawan, 2019).
Kebisingan ditempat kerja sering kali merupakan problem tersendiri bagi
tenaga kerja. Umumnya berasal dari mesin kerja, peralatan yang bergerak, kontak
dengan logam, kompresor dan sebaginya. Sayangnya banyak tenaga kerja yang
telah terbiasa dengan kebiasaan tersebut, bahkan banyak pekerja yang tidak mau
memakai alat pelindung dengan alasan: tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak
dipakai, berat, atasan juga tidak memakai. Meskipun tidak mengeluh tetapi
gangguan kesehatan tetap terjadi (Silviana et al., 2021).
Faktor yang dapat mempengaruhi gangguan pendengaran akibar bising ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti durasi paparan, intensitas kebisingan,
masa kerja, umur dan penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT). Jenis pekerjaan
yang melibatkan paparan terhadap kebisingan antara lain, mesin pencacah, mesin
tekstik, mesin blower, mesin boiler, mesin chiller, pertambangan, pembuatan
terowogan, dan lain sebagainya. Tingkat kebisingan yang berlebihan dapat
memberikan dampak negatif yang sangat berbahaya dalam banyak hal, yaitu
dampak dari segi kesehatan, segi psikologis serta teknis (Hendrawan, 2020).
Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering dijumpai di
lingkungan kerja. Dalam pengendalian kebisingan terarah jangka panjang terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan, seperti sumber kebisingan dihilangkan,
pengendalian teknis, dan kontrol administratif dan akhirnya menggunakan alat
pelindung diri, pemosisian jangka pendek dan sebaliknya, menghilangkan sumber
kebisingan. Laporan ini berisikan materi mengenai hasil praktikum dan paparan
kebisingan yang ada di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya dengan menggunakan alat Sound Level Meter.

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Sound Level Meter
Sound Level Meter merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
tingkat kebisingan, suara yang tak dikehendaki, atau yang dapat menyebabkan rasa
sakit ditelinga. Sound Level Meter sendiri merupakan alat ukur dengan basis sistem
pengukuran elektronik. Sound Level Meter biasanya digunakan di lingkungan kerja
seperti, industri penerbangan, lingkungan pabrik dan sebagainya. Selain itu Sound
Level Meter juga dapat digunakan untuk memverifikasi persis berapa banyak
tingkat suara telah berubah (Leonardo et al., 2019).
Sound Level Meter (SLM) dapat mengukur tiga jenis karakter respon
frekuensi, yang ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala ditemukan paling
mewakili batasan pendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan,
termasuk kebisingan akibat lalu lintas, serta kebisingan yang dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Pembobotan frekuensi A (dBA) untuk merespon frekuensi
yang biasa didengar oleh manusia (20 Hz – 20 kHz), Pembobotan frekuensi C
(dBC) untuk merespon frekuensi yang dihasilkan oleh mesin pabrik (lingkungan
industri). Selain itu, terdapat juga pengaturan respon detektor Fast dan Slow, serta
terdapat pengaturan jangkauan intensitas suara (dB) yang berbeda di setiap Sound
Level Meter (Cahyadi, 2015).
2.2 Definisi Kebisingan
Menurut Kemnaker dalam Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, kebisingan didefinisikan
sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Kondisi lingkungan kerja fisik bisa membuat tenanga kerja
yang berkerja menjadi nyaman karena tenaga kerja wajib bisa dibina serta diarakan
jadi sumber daya yang berarti. Kebisingan atau noise pollution sering di definisikan
sebagai suara atau bunyi yang tidak di inginkan atau suara yang salah pada waktu
yang salah. Secara fisik suara adalah energi berbentuk getaran yang bergerak dari
satu titik dan merambat pada media udara. Hal ini menandakan bahwa kebisingan
adalah hal yang sebjektif (Fithri & Annnisa, 2018).

3
Kebisingan adalah salah satu faktor fisik berupa bunyi yang dapat
menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Sedangkan
dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia “Bising adalah semua
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau
alatalat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran”. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebisingan
adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu
kesehatan dan keselamatan (Suryaatmaja & Eka Pridianata, 2020).
Kebisingan bisa didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan yang
dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pendengarnya. Bising dapat diartikan
sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari aktivitas alam seperti
bicara dan aktivitas buatan manusia seperti penggunaan mesin. Menurut World
Health Organization (WHO), kebisingan juga bisa diartikan sebagai suara apa saja
yang sudah tidak diperlukan dan memiliki efek yang buruk untuk kualitas
kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan (WHO, 2014).
Peningkatan tingkat kebisingan yang terus-menerus dari berbagai aktivitas
manusia pada lingkungan industri dapat berujung kepada gangguan kebisingan.
Efek yang ditimbulkan kebisingan adalah (Fithri & Annnisa, 2018):
1. Efek psikologis pada manusia (kebisingan dapat membuat kaget,
mengganggu, mengacaukan konsentrasi) .
2. Menginterferensi komunikasi dalam percakapan dan lebih jauh lagi
akan menginterferensi hasil pekerjaan dan keselamatan bekerja.
3. Efek fisis (kebisingan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan
pendengaran dan rasa sakit pada tingkat yang sangat tinggi.
2.3 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas kebisingan merupakan salah satu nilai yang mengatur
mengenai tekanan bising rata-rata ataupun level kebisingan berdasarkan durasi
paparan bising yang telah mewakili kondisi dimana hampir semua jenis pekerja
terpapar kebising berulang-ulang tanpa menimbulkan gangguan pendengaran
ataupun memahami pembicaraan normal. NAB kebisingan untuk 8 jam kerja per
hari ialah sebesar 85 dBA (Permenaker No.5 Tentang K3 Lingkungan Kerja, 2018).

4
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Menurut Permenaker Republik
Indonesia No 5 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan Kerja
Waktu Pemaparan Perhari Intensitas Kebisingan dalam
dBA
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94

30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 Detik 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber : Permenaker Republik Indonesia No 5 Tahun 2018 Tentang K3 Lingkungan Kerja

2.4 Tipe-Tipe Kebisingan


Kebisingan dapat dibagi menjadi beberapa tipe. Adapun tipe-tipe dari
kebisingan adalah sebagai berikut (Abdullah et al., 2020):
1. Kebisingan kontinu dengan spektrum yang luas (wide band noise).
Contoh dari kebisingan ini adalah mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
2. Kebisingan kontinu dengan spektrum yang sempit (narrow band noise).
Contoh dari kebisingan ini adalah gergaji sirkuler dan katup gas.
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Contoh dari kebisingan ini
adalah lalu lintas dan suara pesawat terbang di bandara.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Contoh dari
kebisingan ini adalah pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, dan
ledakan.
5. Kebisingan impulsif berulang. Contoh dari kebisingan ini adalah mesin
tempa di perusahaan.

5
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebisingan
Faktor-faktor yang memengaruhi kebisingan dibagi menjagi dua sebagai
berikut (Wijaya & Yusuf, 2019) :
1. Faktor Akustikal
a. Tingkat kekerasan bunyi
b. Frekuensi bunyi
c. Durasi munculnya bunyi
d. Fluktuasi kekerasan bunyi
e. Fluktuasi frekuensi bunyi
f. Waktu munculnya bunyi
2. Faktor Non-Akustikal
a. Pengalaman terhadap kebisingan
b. Kegiatan
c. Perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan
d. Manfaat objek yang menghasilkan kebisingan
e. Kepribadian
f. Lingkungan dan keadaan.
2.6 Dampak Kebisingan
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan bunyi hingga tingkat
tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf dapat terganggu. Kekerasan bunyi
dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia, bila berlangsung terus
menerus. Dampak yang diberikan bising terhadap kesehatan manusia secara
langsung adalah dampak ke kemampuan pendengaran. Dari sistem pendengaran ini
selanjutnya dapat berpengaruh pada sistem yang lain. Adapun dampak kebisingan
terhadap kesehatan manusia adalah sebagai berikut (Agusmansyah et al., 2019):
1. Gangguan fisiologis
Bising yang bernada tinggi sangat mengganggu, terutama bila
bising bersifat putus-putus dan datang secara tiba-tiba. Gangguan dapat
berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, pusing/vertigo
konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta
dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

6
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Apabila paparan kebisingan
berlangsung secara lama maka dapat menyebabkan penyakit
psikososmatik berupa gangguan gastritis, jantung, stres, dan kelelahan.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan ini disebabkan oleh masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan
suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.
Gangguan ini pada akhirnya akan menyebabkan pekerjaan terganggu
sampai ke dalam kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak
mendengar tanda bahaya. Walaupun bukan gangguan secara langsung,
gangguan komunikasi tetaplah berbhahaya.
4. Gangguan keseimbangan
Bising yang berada dalam tingkat yang sangat tinggi dapat
menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang yang
dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
5. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah gangguan utama yang diterima
dari kebisingan. Kebisingan dapat menyebabkan kerusakan pada
indra pendengaran yang berupa tulis progresif. Bila pekerja terus
berada di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat
normal kembali.
2.7 Pengendalian Kebisingan
Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
(Soedirman, 2016):
1. Pengendalian bising pada sumber
a. Subtitusi, dengan cara mengganti seluruh alat atau mesin yang
mengeluarkan kebisingan tinggi dengan alat atau mesin yang
mengeluarkan kebisingan rendah.

7
b. Modifikasi, dengan cara mengganti atau mengubah komponen
tertentu pada alat atau mesin yang menyebabkan alat atau mesin
mengeluarkan kebisingan yang tinggi dengan komponen yang
mengeluarkan kebisingan yang rendah.
c. Silencer atauperedam suara dipasang pada peralatan atau mesin yang
memiliki tingkat kebisingan tinggi agar dapat menurunkan tingkat
kebisingan menjadi rendah.
d. Perawatan berkala dengan alat atau mesin dengan cara pelumasan
atau perbaikan bagian-bagian yang rusak.
2. Pengendalian bising pada media
a. Enclosure, dengan cara menutup sumber bising dalam sungkup yang
dilengkapi dengan peredam suara sehingga antara sumber bising
dengan operator dapat terpisah.
b. Accoustic wall and ceiling dengan cara memasang bahan akustik di
plafon dan dinding sehingga suara bising yang dihasilkan oleh mesin
dapat diserap oleh plafon dan dinding akustik.
c. Remote control dengan cara pengoperasian alat atau mesin yang
ditempatkan dalam operation room.
3. Pengendalian administrasi
Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan
bahaya dengan peraturan-peraturan terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja yang dibuat. Contoh pengendalian administrasi adalah
melaksanakan inspeksi keselamatan terhadap peralatan secara periodik,
melaksanakan pelatihan, mengatur keselamatan dan kesehatan kerja
pada aktivitas kontraktor, melaksanakan safety induction, memastikan
operator forklift sudah mendapatkan lisensi yang diwajibkan,
menyediakan instruksi kerja untuk melaporkan kecalakaan, mengganti
shift kerja, menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan dan risiko
pekerjaan (misal terkait dengan pendengaran, gangguan pernafasan,
gangguan kulit), serta memberikan instruksi terkait dengan akses
kontrol pada sebuah area kerja

8
BAB III
METODOLOGI PRAKTIUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Sound Level Meter

Gambar 3.1 Sound Level Meter

3.1.2 Bahan
-
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Kalibrasi Alat
1. Terdapat 2 jenis cara kalibrasi yaitu kalibrasi dengan eksternal dan
internal
2. Untuk Sound Level Meter digunakan dengan kalibrasi ekternal
3. Kalibrasi ekternal dilakukan oleh lembaga atau intansi yang memiliki
sertifikasi kalibrasi atau lembaga yang sudah terstandarisasi
4. Kalibrasi ekternal dilakukan dengan pilihan pertahun atau perjumlah
penggunaan alat.
3.2.2 Keterangan Instrumen Alat
1. Windscreen / pelindung sensor suara
Digunakan untuk melindungi sensor suara mikrofon dari debu dan
angin, dianjurkan menggunakan windscreen untuk mencegah sensor
cepat rusak

9
2. LCD Display
Layar tampilan yang menampilkan informasi nilai pengukuran dan
berbagai indikator
3. Tombol power ON/OFF
Tombol untuk menyalahkan dan mematikan alat
4. Tombol Backlight
Tombol untuk menyalakan atau mematikan lampu layar
5. Tombol mode A weighting / C weighting
Tombol untuk memilih antara mode tertimbang A / C
Tombol A : Digunakan untuk pengukuran suara pada umumnya
Tombol B : Digunakan untuk pengukuran suara dengan frekuensin
rendah
6. Tombol mode Time Weighting
Tombol yang digunakan untuk mengaktifkan mode tertimbang waktu
respon (Fast / Slow)
F (Fast response) : Digunakan untuk pengukuran normal (lingungan
ambient standar)
S (Slow response) : Digunakan untuk pengukuran tingkat rata-rata
darifluktasi suara
7. Tombol mode rentang ukur
Digunakan untuk memilih rentang ukur yang diinginkan Rentang
bawah /Lo = 30 – 100 dB dan Rentang atas / Hi = 0 – 130 dB
Catatan: Jika dalam pengukuran muncul indikator “OVER”, coba
gunakan rentang ukur yang lain
8. Tombol amax / hold
Tombol untuk menampilkan nilai maksimum dari pengukuran yang
sudah dibaca. Tombol ini juga untuk mengaktifkan fitur HOLD,
caranya dengan menekan dan tahan tombol selama 2 detik.
9. Mikrofon
Sensor pengambil suara yang kemudian di olah instrumen
10. Tempat Baterai
Cara mengukur intensitas kebisingan menggunakan Sound Level Meter

10
3.2.3 Cara Kerja
Tekan tombol power

Pilih selektor pada posisi


Fast untuk jenis kebisingan kontinyu
Slow untuk jenis kebisingan terputus-putus

Pilih Selektor range kebisingan


High : 60 - 130 dB
Low : 30 - 100 dB

Tutup dan pasang kembali sekrup


Gambar 3.2 Flowchart Cara Kerja Alat
3.2.4 Cara Mengganti Baterai

Lepaskan sekrup yang terdapat di belakang alat

Angkat penutup baterai untuk membuka tempat baterai

Masukkan baterai dengan sisi kutub yang benar

Tutup dan pasang kembali sekrup


Gambar 3. 3 Flowchart Cara Mengganti Baterai

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Waktu dan Tempat
1. Hari/tanggal : Rabu, 23 Agustus 2023
2. Waktu : 13.00 WIB
3. Lokasi : Laboratorium FKM UNSRI
4.1.2 Hasil Pengukuran

Gambar 4.1 Layout Pengukuran Kebisingan

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran


Keterangan
Hasil NAB Baku
No Dokumentasi Hasil NAB Baku
(dB) (8 jam) Mutu
Mutu
1

Tidak Melebihi
62 85 55 Melebihi Baku
NAB Mutu

Gambar 4.2 Pengukuran


titik 1 di dekat kaca

12
2

Tidak Melebihi
66 85 55 Melebihi Baku
NAB Mutu

Gambar 4.3 Pengukuran


titik 2 di dekat pintu

Tidak Melebihi
66 85 55 Melebihi Baku
NAB Mutu

Gambar 4.4 Pengukuran


titik 3 di belakang dekat
dinding

Tidak Melebihi
70,2 85 55 Melebihi Baku
NAB Mutu

Gambar 4.5 Pengukuran


titik 4 di belakang dekat
kaca

13
5

Tidak Melebihi
68 85 55 Melebihi Baku
NAB Mutu

Gambar 4.6 Pengukuran


titik 5 di tengah kelas

Sumber : Praktikum Laboratorium K3

4.2 Pembahasan
Praktikum Sound Level Meter ini memiliki tujuan, yaitu mengukur
kebisingan di suatu lingkungan dan mengukur kebisingan pada orang. Kebisingan
atau noise pollution sering di definisikan sebagai suara atau bunyi yang tidak di
inginkan atau suara yang salah pada waktu yang salah. Secara fisik suara adalah
energi berbentuk getaran yang bergerak dari satu titik dan merambat pada media
udara. Suara-suara yang tidak atau kurang dikehendaki dan menimbulkan gangguan
disebut sebagai kebisingan. Hal ini menandakan bahwa kebisingan adalah hal yang
sebjektif (Fithri & Annnisa, 2018).
Alat yang di gunakan dalam Uji Kebisingan ini adalah Sound Level Meter.
Alat ini dapat mengukur kebisingan yang terdapat di suatu lingkungan dan
kebisingan pada seseorang. Sound Level Meter (SLM) dapat mengukur tiga jenis
karakter respon frekuensi, yang ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Pembobotan
frekuensi A (dBA) untuk merespon frekuensi yang biasa didengar oleh manusia (20
Hz – 20 kHz), Pembobotan frekuensi C (dBC) untuk merespon frekuensi yang
dihasilkan oleh mesin pabrik (lingkungan industri). Selain itu, terdapat juga
pengaturan respon detektor Fast dan Slow, serta terdapat pengaturan jangkauan
intensitas suara (dB) yang berbeda di setiap Sound Level Meter (Rimantho &
Cahyadi, 2015).

14
Praktikum kali ini mengukur nilai paparan kebisingan terhadap pekerja dan
lingkungan kerja sakitar. Pengukuran kali ini dilakukan di ruang kelas B1.02
menggunakan alat Sound Level Meter dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kebisingan yang ada pada lingkungan ruang kelas di Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sriwijaya. Pengukuran kebisingan dilakukan di 5 titik
pengukuran (Gambar 4.6).
Sebelum memulai pengukuran, pastikan jarak sensor 1 meter dari dinding
dan 1 meter dari lantai dan hilangkan semua barrier yang dapat membuat hasil
pengukuran menjadi bias. Tekan tombol power untuk menghidupkan alat. Lalu
pilih jenis kebisingan (fast/slow) dan intensitas kebisingan (high/slow). Setelah itu
tekan hold untuk memulai pengukuran. Lakukan pengukuran selama 1 menit
dengan mencatat hasil pengukuran setiap 5 detik sekali. Lakukan pengukuran pada
5 titik yang telah ditentukan dengan cara yang sama. Setelah selesai, matikan
kembali alat dengan menekan tombol power.
Tingkat keamanan kebisingan dapat dibandingkan dengan Nilai Ambang
Batas dan Baku Mutu Kebisingan. Nilai ambang batas kebisingan diatur pada
Permenaker no.5 tahun 2018 tentang K3 Lingkungan kerja dengan batas paparas 85
dBA untuk 8 jam kerja. Baku mutu kebisingan diatur dalam Kepmen LH no.48
tahun 1996 tentang baku mutu kebisingan dimana kebisingan untuk sekolah atau
sejenisnya sebesar 55 dBA.
Pada titik 1 didapat hasil pengukuran sebesar 62 dB. Menurut Permenaker
no. 05 tahun 2018, kebisingan di sekitar titik 1 ruang kelas B1.02 tidak melebihi
ambang batas dan merupakan lingkungan yang aman dan nyaman. Namun menurut
Baku mutu kebisingan dalam Kepmen Lh no. 48 tahun 1996 kebisingan di sekitar
titik 1 tuang kelas B1.02 melebihi nilai baku mutu sehingga termasuk ke dalam
lingkungan yang kurang nyaman.
Pada titik 2 didapat hasil pengukuran sebesar 66 dB. Menurut Permenaker
no. 05 tahun 2018, kebisingan di sekitar titik 1 ruang kelas B1.02 tidak melebihi
ambang batas dan merupakan lingkungan yang aman dan nyaman. Namun menurut
Baku mutu kebisingan dalam Kepmen Lh no. 48 tahun 1996 kebisingan di sekitar
titik 1 tuang kelas B1.02 melebihi nilai baku mutu sehingga termasuk ke dalam
lingkungan yang kurang nyaman.

15
Pada titik 3 didapat hasil pengukuran sebesar 66 dB. Menurut Permenaker
no. 05 tahun 2018, kebisingan di sekitar titik 1 ruang kelas B1.02 tidak melebihi
ambang batas dan merupakan lingkungan yang aman dan nyaman. Namun menurut
Baku mutu kebisingan dalam Kepmen Lh no. 48 tahun 1996 kebisingan di sekitar
titik 1 tuang kelas B1.02 melebihi nilai baku mutu sehingga termasuk ke dalam
lingkungan yang kurang nyaman.
Pada titik 4 didapat hasil pengukuran sebesar 70,2 dB. Menurut Permenaker
no. 05 tahun 2018, kebisingan di sekitar titik 1 ruang kelas B1.02 tidak melebihi
ambang batas dan merupakan lingkungan yang aman dan nyaman. Namun menurut
Baku mutu kebisingan dalam Kepmen Lh no. 48 tahun 1996 kebisingan di sekitar
titik 1 tuang kelas B1.02 melebihi nilai baku mutu sehingga termasuk ke dalam
lingkungan yang kurang nyaman.
Pada titik 5 didapat hasil pengukuran sebesar 68 dB. Menurut Permenaker
no. 05 tahun 2018, kebisingan di sekitar titik 1 ruang kelas B1.02 tidak melebihi
ambang batas dan merupakan lingkungan yang aman dan nyaman. Namun menurut
Baku mutu kebisingan dalam Kepmen Lh no. 48 tahun 1996 kebisingan di sekitar
titik 1 tuang kelas B1.02 melebihi nilai baku mutu sehingga termasuk ke dalam
lingkungan yang kurang nyaman.
Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (diatas NAB) dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat
menurunkan daya pendengaran sehingga tidak bisa mendengar dengan baik.
Gangguan pendengaran dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen atau
ketulian. Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun
syaraf dapat terganggu. Kekerasan bunyi dapat menimbulkan dampak buruk bagi
kesehatan manusia, bila berlangsung terus menerus. Dampak yang diberikan bising
terhadap kesehatan manusia secara langsung adalah dampak ke kemampuan
pendengaran. Dari sistem pendengaran ini selanjutnya dapat berpengaruh pada
sistem yang lain. Beberapa cara untuk meredam kebisingan yang ada adalah dengan
pengendalian eksterior dengan menggunakan penghalang dan atau barier bising,
memperluas sempadan bangunan, meletakan bangunan yang membutuhkan
ketenangan pada posisi terjauh dari sumber kebisingan lingkungan yang ada
(Agusmansyah et al., 2019)

16
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum Kebisingan yang dilakukan Laboratorium
FKM UNSRI dengan menggunakan alat Sound Level Meter, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Kebisingan tempat kerja adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
2. Alat yang diginakan untuk mengukur kebisingan yaitu Sound Level
Meter.
3. Hasil Pengukuran intensitas kebisingan pada titik 1 adalah 62 dB, titik
2 adalah 66 dB, titik 3 adalah 66 dB, titik 4 adalah 70,2 dB, dan titik 5
adalah 68 dB.
4. Berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang K3 lingkungan
kerja hasil pengukuran intensitas kebisingan pada titik 1, titik 2, titik 3,
titik 4, dan titik 5 tidak melebihi nilai ambang batas kebisingan dimana
hasil pengukuran kurang dari 85 dBA.
5. Berdasarkan Baku Mutu Kebisingan dalam Kepmen Lh no. 48 tahun
1996 tentang Baku Mutu Kebisingan, hasil pengukuran intensitas
kebisingan pada titik 1, titik 2, titik 3, titik 4, dan titik 5 melebihi nilai
baku mutu kebisingan dimana hasil pengukuran lebih dari 55 dBA
(Standar kebisingan wilayah sekolah atau sejenisnya).
6. Dampak negatif bagi kesehatan yaitu gangguan fisiologi, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan, dan efek
pada pendengaran.

17
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. P. I., Purnomo, S. D., & Ihsani, I. P. (2020). Hubungan Kebisingan
dan Masa Kerja terhadap Jenis Ketulian dan Stres pada Pekerja PT. Semen
Tonasa. UMI Medical Journal, 5(1), 69–80.
https://doi.org/10.33096/umj.v5i1.77
Agusmansyah, S., Ramadhian, M. R., & Mustofa, S. (2019). Uji Efektifitas
Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Tua Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap
Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi dan Staphylococcus
aureus. Jurnal Majority, 8(1), 66–70.
Fithri, P., & Annnisa, I. Q. (2018). Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan
Kerja pada Area Utilities Unit. Jurnal Sains, Teknologi Dan Industri, 12(2),
278–285.
Hendrawan, A. (2020). Analisa Tingkat Kebisingan Kamar Mesin Pada Kapal.
Wijayakusuma Prosiding Seminar Nasional, 1(1), 10–15.
Leonardo, C., Suraidi, & Tanudjya, H. (2019). Analisis Kalibrasi Pengukuran Dan
Ketidakpastian Sound Level Meter. Jurnal TEKNIK INDUSTRI, 8(1), 46–
53.
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. (1999). Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia. Kep.51/Men/1999, 15–20.
Nasution, M. (2019). Ambang Batas Kebisingan Lingkungan Kerja Agar Tetap
Sehat Dan Semangat Dalam Bekerja. Buletin Utama Teknik, 15(1), 87–90.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018.
(2018). Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018,
5, 11.
Rimantho, D., & Cahyadi, B. (2015). Analisis Kebisingan Terhadap Karyawan Di
Lingkungan Kerja Pada Beberapa Jenis Perusahaan. Jurnal Teknologi, 7(1),
21–27.
Suryaatmaja, A., & Eka Pridianata, V. (2020). Hubungan antara Masa Kerja, Beban
Kerja, Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja di PT Nobelindo
Sidoarjo. Journal of Health Science and Prevention, 4(1), 14–22.

18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan Pengukuran
Tabel Hasil Pengukuran Kebisingan 5 Titik
Detik Pengambilan Sampel
No
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
1 58,1 63,0 64,6 61,2 61,6 62,3 62,3 62,3 62,9 63,6 60,9 60,7
2 66,5 65,7 65,6 62,2 64,8 67,7 67,4 65,1 65,6 69,2 67,9 64,6
3 62,0 63,7 62,9 66,2 67,2 65,4 65,4 69,7 63,1 61,6 64,7 69,1
4 71,1 74,5 71,2 70,8 69,3 66,6 66,6 71,0 70,7 67,9 69,9 67,5
5 71,3 67,9 65,2 66,1 67,8 64,3 64,3 67,5 71,8 69,4 68,1 65,6

1. Perhitungan Kebisingan titik 1 di dekat kaca.


Range = 64,4 – 58,1
= 6,5
Kelas = 1 + 3,3 (Log N)
= 1 + 3,3 (Log 12)
= 1 + 3,3 (1,08)
= 4,5 ≈ 5
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 6,5
Interval = = = 1,3
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Tabel Distribusi Frekuensi Titik 1


Interval Frekuensi NT
58,1 – 59,4 1 58,7
59,5 – 60,8 1 60,1
60,9 – 62,2 3 61,5
62,3 – 63,6 6 62,9
63,7 - 65 1 64,3

1
𝐿𝑠1 = 10 𝐿𝑜𝑔 ∑ 𝑇𝑛0,1 𝑥 𝑙𝑛 𝑑𝐵
𝑛
1
𝐿𝑠1 = 10 𝐿𝑜𝑔 (1 𝑥 105,87 + 1 𝑥 106,01 + 3 𝑥 106,15 + 6 𝑥 106,29 +
12

1 𝑥 106,43 ) 𝑑𝐵
1
𝐿𝑠1 = 10 𝐿𝑜𝑔 (20.392.818,26) 𝑑𝐵
12

𝐿𝑠1 = 10 𝐿𝑜𝑔 1.699.401,52 𝑑𝐵


𝐿𝑠1 = 10 𝑥 6,2 𝑑𝐵
𝐿𝑠1 = 62 𝑑𝐵𝐴

19
2. Perhitungan Kebisingan titik 2 di dekat pintu
Range = 69,2 – 62,2
=7
Kelas = 1 + 3,3 (Log N)
= 1 + 3,3 (Log 12)
= 1 + 3,3 (1,08)
= 4,5 ≈ 5
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 7
Interval = = = 1,4
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Tabel Distribusi Frekuensi Titik 2


Interval Frekuensi NT
62,2 – 63,6 1 62,9
63,7 – 65,1 3 64,4
65,2 – 66,6 4 65,9
66,7 – 68,1 3 67,4
68,2 – 69,6 1 68,9

1
𝐿𝑠2 = 10 𝐿𝑜𝑔 ∑ 𝑇𝑛0,1 𝑥 𝑙𝑛 𝑑𝐵
𝑛
1
𝐿𝑠2 = 10 𝐿𝑜𝑔 (1 𝑥 106,29 + 3 𝑥 106,44 + 4 𝑥 106,59 + 3 𝑥 106,74 +
12

1 𝑥 106,89 ) 𝑑𝐵
1
𝐿𝑠2 = 10 𝐿𝑜𝑔 (50.023.033,86) 𝑑𝐵
12

𝐿𝑠2 = 10 𝐿𝑜𝑔 4.168.586,15 𝑑𝐵


𝐿𝑠2 = 10 𝑥 6,6 𝑑𝐵
𝐿𝑠2 = 66 𝑑𝐵
3. Perhitungan Kebisingan titik 3 di belakang dekat dinding
Range = 69,7 – 61,6
= 8,1
Kelas = 1 + 3,3 (Log N)
= 1 + 3,3 (Log 12)
= 1 + 3,3 (1,08)
= 4,5 ≈ 5
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 8,1
Interval = = = 1,6
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 5

20
Tabel Distribusi Frekuensi Titik 3
Interval Frekuensi NT
61,6 – 63,2 4 62,4
63,7 – 64,9 2 64,1
65 – 66,6 3 65,8
66,7 – 68,3 1 67,5
68,4 - 70 2 69,2

1
𝐿𝑠3 = 10 𝐿𝑜𝑔 ∑ 𝑇𝑛0,1 𝑥 𝑙𝑛 𝑑𝐵
𝑛
1
𝐿𝑠3 = 10 𝐿𝑜𝑔 (4 𝑥 106,24 + 2 𝑥 106,41 + 3 𝑥 106,58 + 1 𝑥 106,75 +
12

2 𝑥 106,92 ) 𝑑𝐵
1
𝐿𝑠3 = 10 𝐿𝑜𝑔 (45.756.365,42) 𝑑𝐵
12

𝐿𝑠3 = 10 𝐿𝑜𝑔 3.813.080,42 𝑑𝐵


𝐿𝑠3 = 10 𝑥 6,6 𝑑𝐵
𝐿𝑠3 = 66 𝑑𝐵
4. Perhitungan Kebisingan titik 4 di belakang dekat kaca
Range = 74,5 – 66,6
= 7,9
Kelas = 1 + 3,3 (Log N)
= 1 + 3,3 (Log 12)
= 1 + 3,3 (1,08)
= 4,5 ≈ 5
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 7,9
Interval = = = 1,58 ≈ 1,6
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Tabel Distribusi Frekuensi Titik 4


Interval Frekuensi NT
66,6 – 68,2 4 67,4
68,3 – 69,9 2 69,1
70 – 71,6 5 70,8
71,7 – 73,3 0 72,5
73,4 - 75 1 74,2

21
1
𝐿𝑠4 = 10 𝐿𝑜𝑔 ∑ 𝑇𝑛0,1 𝑥 𝑙𝑛 𝑑𝐵
𝑛
1
𝐿𝑠4 = 10 𝐿𝑜𝑔 (4 𝑥 106,74 + 2 𝑥 106,91 + 5 𝑥 107,08 + 0 𝑥 107,25 +
12

1 𝑥 107,42 ) 𝑑𝐵
1
𝐿𝑠4 = 10 𝐿𝑜𝑔 (124.654.146,91) 𝑑𝐵
12

𝐿𝑠4 = 10 𝐿𝑜𝑔 10.387.845,57 𝑑𝐵


𝐿𝑠4 = 10 𝑥 7,02 𝑑𝐵
𝐿𝑠4 = 70,2 𝑑𝐵
5. Perhitungan Kebisingan titik 5 di tengah kelas
Range = 71,8 – 64,8
= 7,5
Kelas = 1 + 3,3 (Log N)
= 1 + 3,3 (Log 12)
= 1 + 3,3 (1,08)
= 4,5 ≈ 5
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 7,5
Interval = = = 1,5
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Tabel Distribusi Frekuensi Titik 5


Interval Frekuensi NT
64,3 – 65,8 3 65
65,9 – 67,4 2 66,6
67,5 – 69 4 68,2
69,1 – 70,6 1 69,8
70,7 – 72,2 2 71,4

1
𝐿𝑠5 = 10 𝐿𝑜𝑔 ∑ 𝑇𝑛0,1 𝑥 𝑙𝑛 𝑑𝐵
𝑛
1
𝐿𝑠5 = 10 𝐿𝑜𝑔 (3 𝑥 106,5 + 2 𝑥 106,66 + 4 𝑥 106,82 + 1 𝑥 106,98 +
12

2 𝑥 107,14 ) 𝑑𝐵
1
𝐿𝑠5 = 10 𝐿𝑜𝑔 (82.213.945,89) 𝑑𝐵
12

𝐿𝑠5 = 10 𝐿𝑜𝑔 6.851.162,15 𝑑𝐵


𝐿𝑠5 = 10 𝑥 6,8 𝑑𝐵
𝐿𝑠5 = 68 𝑑𝐵

22
Lampiran 2 Dokumentasi Pengukuran
1. Proses Pengukuran Penggunakan Sound Level Meter

Pengukuran Pengukuran Pengukuran


Kebisingan di titik 1 Kebisingan di titik 2 Kebisingan di titik 3

Pengukuran Pengukuran
Kebisingan di titik 4 Kebisingan di titik 5

2. Beberapa Hasil Pengukuran

Titik 1 Titik 2

23
Titik 3 Titik 4 Titik 5

24

Anda mungkin juga menyukai