Anda di halaman 1dari 11

BAB III

SISTEM PROSES
PT Pupuk Kujang memiliki dua plant yaitu Ammonia Plant dan Urea Plant. Pada
Ammonia Plant berlangsung proses pembuatan amonia dengan mengolah gas alam dan udara.
Produk Amonia tersebut akan menjadi salah satu bahan baku pada Urea Plant sehingga
menghasilkan produk berupa urea.
3.1 Ammonia Plant
Ammonia Plant memproses gas alam, udara, dan air untuk menghasilkan amonia
dengan kapasitas 1000 ton/hari, dan menghasilkan produk samping berupa CO2. Proses
pembuatan amonia di PT. Pupuk Kujang meliputi beberapa tahapan proses yaitu pemurnian
gas alam, pembuatan gas sintesa, pemurnian gas sintesa, sintesis ammonia, pemurnian dan
refrigasi serta peroses recovery. Berikut adalah diagram alir proses pada Unit amonia :
Pembuatan Gas Sintesa
Pemurnian Gas Sintesa
Gas Alam Pemurnian Gas Alam

Recovery

Ammonia Uap
Sintesis Ammonia
Pemurnian dan Refrigasi
Gambar 3.1 Diagram Blok Ammonia Plant

Produk yang dihasilkan pada unit ammonia sebagian besar akan menjadi bahan baku
Ammonia Cair
Ammonia
Hidrogen
padadan
proses
pembuatan urea, dan sebagian lagi di distribusikan ke anak perusahaan seperti PT
Sintas Kurama Perdana, PT Multi Nitrotama Kimia dan PT Peroksida Indonesia Pratama.

3.1.1

Unit Pemurnian Gas Alam


Unit ini bertujuan untuk memisahkan zat-zat pengotor pada gas alam yang dapat
mengganggu proses sintesa amonia. Pengotor yang dimaksud berupa debu, fraksi berat
(hidrokarbon), merkuri, dan senyawa belerang. Prinsip pemurniannya adalah sebagai berikut :
1). Pemisahan Debu dan Fraksi Berat
Proses pemisahan fraksi berat/hidrokarbon pada gas alam berlangsung pada knock out
drum (116-F) dengan tekanan 15 kg/cm2 dan temperatur 30,880C, proses pemisahan
dilakukan berdasarkan beda berat jenis antara gas alam dengan pengotornya (debu dan
hidrokarbon). Gas alam keluar melalui bagian atas knock out drum, sedangkan cairan

hidrokarbon keluar dari bagian bawah knock out drum. Debu dan cairan hidrokarbon fraksi
berat dapat mengurangi konversi pembentukkan amonia (Yield ammonia), oleh karena itu
pengotor dalam gas alam yang berupa debu dan hidrokarbon harus dihilangkan. Gas alam
yang dihasilkan dari proses ini adalah sebesar 80%, hasil ini akan diproses lebih lanjut
menjadi gas sintetis, sisanya sebagai fuel gas pada Auxilary Boiler dan Start Up Primary
Reformer
2). Penghilangan merkuri
Proses penghilangan merkuri dilakukan dengan cara melewatkan gas alam pada mercury
guard chamber yang berisi katalis karbon aktif dan dilapisi oleh sulfur. Gas alam keluaran
knock out drum masih mengandung merkuri sehingga perlu dihilangkan, hal ini dikarenakan
merkuri dapat meracuni katalis dan membentuk katalis menjadi getas, sehingga mudah patah
pada seksi konveksi Primary Reformer. Lapisan sulfur pada Mercury Guard Chamber akan
mengikat merkuri menjadi HgS dengan reaksi berikut :
Hg(s) + S(s)

HgS(s)

...(3.1)

Kondisi operasi yaitu pada tekanan 10,9 kg/cm 2 dan temperatur 320C, kondisi tekanan
kemudian dinaikan menjadi 44,7 kg/cm2 oleh feed gas compressor (A-102-J) agar gas dapat
dialirkan ke peralatan yang lain. Setelah itu gas dialirkan kedalam Cobalt-molty Chamber
(101-D) untuk dihilangkan kandungan sulfurnya.
3). Desulfurisasi
Proses desulfurisasi adalah proses untuk menghilangkan kadar belerang yang terkandung
pada gas alam. Kandungan belerang merupakan racun bagi katalis di primary reformer dan
secondary reformer. Kandungan belerang akan menempel pada dinding katalis sehingga
bahan baku tidak dapat kontak dengan katalis. Penghilangan belerang dilakukan dalam 2
tahap, yaitu di Cobalt-molty Hydrotreater (101-D) dan di Zinc Oxyde Guard Chamber (108D).
Pada tahap pertama desulfurisasi dilakukan pada alat Cobalt-molty Hydrotreater (101-D)
dengan kondisi operasi berada pada tekanan 41 kg/cm 2 dan temperatur pada 3800-4000C,
dimana senyawa sulfur dihidrogenasi menjadi hidrogen sulfida pada bed katalis
Cobalt/Molybdenum (CoMo), hidrogen sulfida (H2S) merupakan sulfur anorganik, rekasi
yang terjadi adalah :
RSH(g) + H2(g) RH(g) + H2S(g)
RSR(g) + H2(g) RH(g) + RH(g) + H2S(g)

... (3.2)

Pada tahapan kedua, gas alam masuk ke Zinc Oxyde Guard Chamber, pada tahap ini
terjadi reaksi antara sulfur anorganik (H2S) dengan zinc oksida (ZnO), sehingga sulfur akan
diikat oleh zinc, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
H2S(g) + ZnO(s) ZnS(s) + H2O(g)

...(3.3)
Reaksi yang terjadi berlangsung pada kondisi operasi pada temperatur 360 0C-3710C dan tekanan
44 kg/cm2. Setelah melalui tahap Zinc Oxyde Guard Chamber ini proses desulfurisasi telah
selesai kemudian gas alam dapat dimasukkan ke proses selanjutnya yaitu pembuatan gas
sintesa.
3.1.2

Unit Pembuatan Gas Sintesa


Gas sintesa digunakan sebagai bahan baku ammonia. Pembuatan gas sintesa
dilakukan dengan cara memproses gas alam dan udara menjadi gas hidrogen dan gas nitrogen
dengan perbandingan 3:1 molar. Pembentukan gas sintesa dilakukan dengan 2 tahapan yaitu
reforming dan shift conversion. Tahap tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu primary
reformer dan secondary reformer untuk tahap reforming dan HTS conversion dan LTS
conversion untuk tahap shift conversion. Penjelasannya sebagai berikut :
1). Reforming
Proses reforming merupakan proses reaksi gas alam dengan steam menjadi CO dan H 2,
reaksi ini disebut juga steam reforming. Sebagian CO yang dihasilkan akan bereaksi dengan
steam untuk membentuk CO2. Gas H2 yang dihasilkan berfungsi untuk sintesa amonia di
ammonia converter. Proses reforming dilakukan dengan 2 tahapan yaitu tahapan primary
reformer dan secondary reformer. Pada primary reformer (101-B) kondisi umpan berada pada
tekanan 36,8 kg/cm2 dan suhu 483oC. Gas alam yang masuk kedalam primary reformer (101B) diatur agar perbandingan mol S:C 3,2:1, karena jika steam kurang akan menyebabkan
reaksi samping sebagai berikut :
CH4(g)

C(s) + 2H2(g)

HR0 = +31,2 kcal/mol

2CO(g)
C(s) + CO2(g)
H R0 = -23 kcal/mol
...(3.4)
Saat kondisi tersebut tercapai umpan akan dialirkan menuju tube katalis, katalis yang
digunakan adalah Nikel Oksida. Mekanisme yang terjadi dalam primary reformer 101-B
adalah sebagai berikut :
CH4(g) + H2O(g)
CO(g) + H2O(g)

CO(g) + 3H2(g)
CO2(g) + H2(g)

HR0 = +49,3 kcal/mol


H R0 = -9,8 kcal/mol

...(3.5)

Sembilan baris tube katalis pada primary reformer, dimana masing-masing baris terdiri
dari 42 tube. Reaksi yang terjadi bersifat endotermik, sehingga diperlukan penyediaan panas,
sumber panas diperoleh melalui pembakaran gas alam pada bagian luar tube. Jika pemakaian
steam kurang maka dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi agar reaksi berlangsung kearah
kanan kesetimbangan, reaksi pembakaran yang terjadi adalah sebagai berikut:
CH4(g) + 2O2(g)
2H2(g) + O2(g)

CO2(g) + 2H2O(g)
HR0 = -191,7 kcal/mol
0
2H2O(g)
HR = -57,58 kcal/mol...(3.6)

Jumlah karbon yang terbentuk ini akan melapisi permukaan katalis, sehingga akan
mengurangi keaktifan katalis, dan akan menyebabkan local overheating pada tube.
Akibatnya, efisiensi perpindahan panas dapat berkurang dan merusak tube.
Gas yang bereaksi didalam tube akan keluar melalui bagian bawah tube (bottom tube) dan
riser (pipa besar untuk menyatukan gas yang berasal dari masing-masing baris). Dari riser,
gas dialirkan melalui suatu pipa besar (transfer line) untuk dikirim ke secondary reformer
(103-D). Kondisi gas yang keluar memiliki temperatur sekitar 800 - 815 0C dengan tekanan
32,5 kg/cm2. Gas CH4 yang keluar dari primary reformer diharapkan kurang dari 10%.
Setelah proses dari primary reformer, proses dilanjutkan ke secondary reformer, proses ini
merupakan proses penyempurnaan reaksi pembentukan gas sintesis dari primary reformer.
Secondary reformer dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian atas yang disebut zona
percampuran (mixing zone) dan bagian bawah yang disebut zona reaksi (reaction zone).
Reaksi yang terjadi didalam secondary reformer ditunjukkan sebagai berikut:
CH4(g) +2O2(g)
CO2(g) + 2H2O(g)
HR0 = -191,7 kcal/mol
2H2(g) + O2(g)
2H2O(g)
HR0 = -57,58 kcal/mol... (3.7)
Jumlah udara yang masuk diatur berdasarkan kebutuhan nitrogen untuk sintesis
ammonia, sehingga gas H2 dan N2 yang keluar mempunyai perbandingan mol yang sesuai
sehingga umpan ammonia converter yaitu 3:1.
Reaction zone berupa packed bed yang terdiri dari tiga buah bed katalis nikel oksida
yang berbeda-beda komposisinya. Temperatur gas di bed pertama sekitar 11340C dan
tekanannya 32,5 kg/cm2. Sedangkan sampai di bed ketiga suhunya menjadi 8720C dan
tekanan 31,5 kg/cm2g. Kadar CH4 dalam gas yang keluar dari secondary reformer 0,3 % dan
kadar N2:H2 yaitu 1:3.
Kondisi gas keluaran pada proses ini masih memiliki kandungan CO sebesar 0,5%-1%,
kemudian CO ini dikonversikan menjadi CO2 sehingga dapat digunakan kembali sebagai
bahan baku urea. Koversi ini dilakukan pada shift converter (104-D).
Shift converter digunakan untuk mengonversi Gas CO menjadi CO2 . Mekanisme yang
terjadi didalam shift converter adalah sebagai berikut :

CO(g) + H2O(g)

CO2(g) + H2(g)

HR0 = -9,8 kcal/mol

(3.8)

Reaksi yang terjadi bersifat eksotermis, sehingga apabila temperatur diturunkan maka
reaksi akan bergeser ke kanan sehingga konversi gas CO menjadi CO2 akan bertambah besar.
Tetapi jika temperatur rendah maka laju reaksi juga akan menurun. Untuk mengatasi hal
tersebut maka shift converter dibagi dua bagian yaitu high temperature shift converter (HTS)
dan low temperature shift converter (LTS).
HTS berisi katalis Fe-Cr berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi konversi.
Kondisi aliran gas yang memasuki HTS memiliki temperatur 3680C dengan tekanan 31,4
kg/cm2 dan keluaran gas dari dasar HTS memiliki temperatur 4430C.
LTS dengan katalis CuO/ZnO/Al2O3 berfungsi untuk meningkatkan konversi reaksi
pembentukan CO2. Kondisi gas yang masuk LTS memiliki suhu 2020C dengan tekanan
28,90 kg/cm2 dan keluaran gas dari LTS memiliki temperatur 232 0C dengan tekanan 28,26
kg/cm2.
Selanjutnya pendinginan gas dengan kondensat air yang berasal dari keluaran raw gas
separator (102-F) didalam knock out drum untuk menurunkan temperatur gas yang masuk ke
LTS. Sebelum dikirimkan ke unit pemurnian gas sintesa, kondensat air dihilangkan terlebih
dahulu.

3.1.3

Unit Pemurnian Gas Sintesa


Kandungan gas CO dan CO2 pada gas sinsitesis perlu dipisahkan karena senyawa
tersebut dapat merusak katalis pada ammonia converters, untuk itu gas perlu diolah lebih
lanjut dengan cara dimurnikan agar kandungan CO dan CO2 dapat berkurang. Proses
pemurnian gas sintesa dilakukan dengan tiga tahapan yaitu absorbsi CO 2 oleh CO2 absorber,
pelepasan CO2 dari aliran rich solution aMDEA, dan metanasi oleh metanator yang berfungsi
untuk mengubah senyawa CO dan CO2 menjadi methan (CH4) dimana methan merupakan
senyawa yang bersifat inert sehingga tidak merusak katalis.
1). Adsorbsi CO2
Proses adsorbsi CO2 berlangsung pada alat adsorber CO 2 (A-1101-E) yang terdiri dari
empat buah bed yang berisi tumpukan-tumpukan slotted ring. Prinsip kerjanya yaitu dengan
mengkontakkan gas keluaran dari LTS converter ke bagian bawah CO2 Absorber (1101-E)
dengan aliran lean solution aMDEA yang dipompakan ke bagian atas adsorber, larutan

aMDEA dapat menyerap CO2 yang masih terkandung didalam gas. Reaksi yang terjadi
adalah:
aMDEA + H2O(l) +CO(g)
MDEAH+ + HCO3...(3.9)
Larutan aMDEA yang dipakai ada dua aliran yaitu larutan lean aMDEA yang masuk dari
bagian atas absorber dan larutan semi aMDEA yang masuk melalui bagian tengah absorber.
Larutan lean solution aMDEA adalah larutan yang sama sekali tidak mengandung CO2.
Larutan ini dipompakan oleh pompa 107-JA, JB, JC ke bagian tengah absorber. Gas sintesa
yang telah mengalami penyerapan CO2 keluar dari puncak absorber dengan temperature
sekitar 71oC, sedangkan larutan aMDEA yang kaya dengan CO2 (rich solution aMDEA)
keluar dari bagian bawah absorber yang kemudian akan masuk ke CO2 stripper A-102-E
untuk melepas CO2
2). Pelepasan CO2
Pelepasan CO2 dilakukan didalam CO2 stripper (1102-E). Prinsip kerjanya dengan cara
mengumpankan larutan aMDEA yang kaya akan CO2 (rich solution aMDEA) dikirim ke CO2
stripper (A-102-E) untuk melepaskan CO2 yang terkandung didalamnya. Stripper CO2 ini
memiliki tiga bagian yaitu bagian atas yang disebut dengan seksi pendinginan (contact
cooler), bagian tengah yang disebut dengan Low Pressure Flash, dan bagian bawah yang
disebut dengan seksi pelucutan atau stripping section.
Aliran larutan rich solution aMDEA dimasukkan ke dalam bagian tengah stripper CO2
yang disebut LP Flash section, penurunan tekanan didalam LP Flash membuat tekanan
parsial CO2 meningkat sehingga CO2 terlepas menjadi fasa uap dari larutan aMDEA. Larutan
yang memiliki sedikit kandungan CO2 (semi lean solution aMDEA) selanjutnya masuk ke
bagian bawah (Stripping Section) untuk penyempurnaan pelepasan CO2
Kandungan CO2 yang keluar melalui bagian atas stripper akan didinginkan oleh CO2
stripper quench cooler (A-107-C) tujuan pendinginan ini agar larutan aMDEA dan steam
yang terbawa akan berubah menjadi kondensat sehingga tidak terbawa oleh aliran CO2.
Untuk menghasilkan gas CO2 yang murni maka gas tersebut harus dipisahkan terlebih dahulu
kandungan air dan larutan aMDEA yang terbawa. Kondisi operasi berlangsung pada suhu
700C sampai 350C Produk yang dihasilkan dari proses ini adalah kandungan CO 2 dengan
kemurnian 99% basis kering yang kemudian akan dikirim ke unit urea.
Reaksi yang terjadi adalah kebailkan dari adsorbsi CO2 yaitu :
MDEAH+ + HCO3aMDEA + H2O(l) +CO2(g) ..(3.10)
Lean solution dari A-102-E didinginkan di A-112C, larutan kemudian didinginkan oleh
air pendingin didalam lean solution cooler (A-110-C) dan di lean solution BFW exchanger
(A-109-C) setelah pendingian lean solution dikirimkan melalui bagian atas adsorber.
3). Metanasi

Methanasi bertujuan untuk menyempurnakan pemisahan CO dan CO 2 dari gas sintesa


karena oksida karbon merupakan racun bagi katalis di ammonia converter. Gas-gas proses
keluaran dari CO2 absorber KO drum masih mengandung 0,1 % mol CO 2 dan sekitar 0,6 %
mol CO, kemudian dipanaskan hingga 316oC di (104-C) sebelum masuk ke methanator yang
berisi katalis Nikel. Didalam methanator, oksida-oksida karbon diubah menjadi methan yang
berperan sebagai gas inert didalam ammonia converter.Reaksi methanasi adalah sebagai
berikut :
HR0 = +54,1 kkal/mol

CO(g) + 3H2(g)

CH4(g) + H2O(g)

CO2(g) + 4H2(g)

CH4(g) + 2H2O(g) HR0 = +44,2 kkal/mol

..(3.11)

Kedua reaksi di atas merupakan reaksi eksotermis yang dapat menyebabkan kenaikan
temperatur sekitar 72oC untuk 1% mol oksida karbon yang terdapat didalam gas proses. Pada
operasi normal, kenaikan temperatur gas sintesa di methanator adalah sekitar 48oC. Hal ini
menyebabkan temperatur outletgas methanator menjadi 363oC.
3.1.4

Unit Sintesa Ammonia


Proses pembentukkan ammonia terjadi pada unit sintesa amonia, kondisi operasi
didalam ammonia converter yaitu dengan temperatur 4300C-5000C dan tekanan 140-150
kg/cm2 sehingga tekanan harus di kompresi didalam synthetis compressor (A-103-J), yang
terbagi menjadi 2 bagian yaitu low pressure case (LP) dan high pressure (HP) case
compressor dengan konversi ammonia sebesar 12%-C
Produk hasil sintetis gas dialirkan menuju ammonia converter feed/effluent exchange
A-121-C untuk dipanaskan terlebih dahulu sebelum menuju converter. Saat pemanasan,
temperatur gas sintetis akan mengalami kenaikan dari 550C menjadi 2380C. Pada bagian atas
converter terdapat make up gas yang diperlukan untuk mengurangi konsentrasi ammonia di
bagian masukkan converter sehingga reaksi yang dapat dicapai akan lebih banyak dan
kebutuhan daur ulang akan lebih sedikit.
Aliran keluaran gas exchanger terbagi menjadi dua bagian yaitu aliran gas yang
masuk melalui Ammonia Converter Interchanger A-122-C dan aliran yang langsung
memasuki bed katalis di dalam Ammonia Synthetis Converter A-105-D.
Gas sintetis yang keluar melalui LP case compressor didinginkan dahulu didalam
synthetis gas compressor intercooler first stage separator (A-105-F) setelah itu gas sintetis
akan mengalir ke sistem pengeringan. Gas sintetis yang sudah dikeringkan kemudian akan di
kompresi ke HP case compressor bersama-sama dengan recycle gas dari ammonia separator
(A-106-F) dan tekanan yang keluar dari kompresor sebesar 144,6 kg/cm2 dan suhu 550C.

Sistem pengeringan yang digunakan dengan menggunakan molecular sieve untuk


menghilangkan air dan sejumlah CO2 sehingga mencegah keracunan katalis pada converter,
sistem dryer ini menggunakan 3 macam yaitu molecular sieve dryer ( untuk mengurangi
kandungan uap air pada gas), molecular sieve regeneration gas dryer (untuk mengurangi
kandungan air hydrogen-lean off gas yang berguna sebagai regenerasi dryer) dan molecular
sieve regeneration heater (untuk memanasi gas regenerasi dengan high pressure steam hingga
2880C)
Reaksi sintesis ammonia menggunakan katalis Fe pada tekanan 141 kg/cm 2 dan reaksi
yang dihasilkan bersifat eksotermik, konsentrasi ammonia yang dihasilkan dari reaksi ini
adalah 16,3% volume. Reaksi pembentukan amonia mengikuti persamaan berikut :
N2(g) + 3H2(g)

2NH3(g) HR0 = +44,2 kkal/mol

..(3.12)

Reaksi tersebut bersifat eksotermis dan dibatasi oleh kesetimbangan kimia, dengan
proses Kellog, pada kondisi operasi dengan temperatur 430-500oC dan tekanan 140-150
kg/cm2 didapatkan kandungan amonia yang keluar reaktor adalah 12% mol, kondisi optimum
reaksi diperoleh dengan cara mendinginkan gas hasil reaksi tepat sebelum keadaan
kesetimbangan tercapai, pendinginan tersebut dilakukan dengan mencampurkan gas umpan
segar kedalam reactor dari arah yang berbeda. Dampak dari pencampuran tersebut adalah
penurunan kadar ammonia dalam produk dan penurunann fraksi reaktan sehingga reaksi akan
mengalami kesetimbangan kembali, hal ini menunjukan bahwa reaksi akan bergeser ke arah
pembentukan ammonia.

3.1.5

Refrigerasi dan Pemisahan Produk


Produk yang keluar melalui synthetis converter akan didinginkan di A-123-C
hingga temperatur 2610C, kemudian di A-121-C hingga 720C
kemudian ammonia ini akan mulai terkondensasi di ammonia converter
effluent cooler (A-124-C) hingga temperatur 380C.
Proses pendinginan akhir berlangsung didalam ammonia unitized chiller (A120-C), pendinginan dilakukan oleh ammonia cair yang berada di dalam
refrigrant flash drum.
Ammonia yang terkondensasi dipisahkan dari fasa gas nya. Gas ini akan
menjadi cold fluid pada exchanger yang mengalami pemanasan kembali di A120-C dan kemudian dikirimkan ke A-103 J.

Sedangkan ammonia cair dengan suhu -180C dari A-106 F mengalami flasing di
ammonia let down drum ( A107-F), aliran uap yang ter-flashing akan dialirkan
ke ammonia recovery bercampur dengan aliran purge dan ammonia cair akan
memasuki bagian sistem refrigerasi.
Dengan mengembunkan dan memisahkan produk amonia dari rangkaian gas
sintesa pada kondisi temperaturnya -23,3oC dan tekanan 140,6 147,6 kg/cm2,
akan menurunkan amonia dalam aliran gas kembali dari 12% menjadi 2%.
Amonia dingin berkumpul di 106-F yang selanjutnya amonia dikirim ke
sistem pemurnian dan refrigasi untuk dimurnikan.
Pada sistem refrigerasi, ammonia akan mengalir ke dalam masing-masing flash
drum, pada flash drum sebagian ammonia akan tercairkan menjadi fluida dan
pendinginan gas keluaran converter.
Ammonia dialirkan dengan urutan stage ke-4 hingga ke stage pertama dan
sebagian kecil ammonia cair keluaran stage pertama akan keluar menjadi
produk ammonia dingin.
Produk ammonia dingin ini memiliki suhu -330C dan dialirkan menuju
ammonia storage oleh cold ammonia product pump (A-124,J,JA)
Ammonia yang telah dikompresikan pada high pressure unit akan dicampur dengan
ammonia yang berasal dari ammonia recovery, campuran ini kemudian akan dikondensasikan
sehingga memiliki temperatur 380C. Ammonia yang mengalami kondensasi akan diumpankan
kedalam refrigrant receiver (A-109F), sedangkan untuk uap yang tidak terkondensasikan
akan mengalami scrubbing didalam bed pall ring. Gas yang lolos dari proses scrubbing akan
dikirim ke ammonia recovery.
Produk amonia yang dihasilkan ada 2, yaitu amonia cair panas dan amonia cair
dingin. Amonia cair panas mempunyai suhu sekitar 30 oC, sedangkan amonia
cair dingin mempunyai suhu sekitar - 23,3oC.
Amonia cair panas ini yang akan digunakan sebagai umpan/bahan baku dalam
pembuatan urea. Sedangkan amonia cair dinngin akan disimpan sebagai
cadangan bila sewaktu-waktu unit urea membutuhkan amonia cair panas yang
lebih banyak dari yang dihasilkan dan juga amonia cair dingin ini dijual ke
perusahaan lain, misalnya perusahaan pembuat MSG.
3.1.6

Proses Recovery

Proses recovery ammonia bertujuan untuk mengambil kembali senyawa yang masih
bisa di manfaatkan kembali, unit ini terbagi menjadi dua, yaitu Ammonia Recovery Unit
(ARU) dan Hydrogen Recovery Unit (HRU). Proses pada ARU bertujuan untuk mengambil
senyawa ammonia untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku sintesis urea, proses
ARU terbagi menjadi dua tahapan yaitu tahap scrubbing dan tahap stripping. Sedangkan
HRU bertujuan untuk mengambil kembali gas buang (purge gas) dari daur gas sintesa pabrik
ammonia yang sebagian besar mengandung gas hidrogen.
1). Ammonia Recovery Unit (ARU)
Proses pada ARU terbagi menjadi dua, yaitu proses scrubbing dan proses stripping.
Proses scrubbing memiliki dua proses yang berbeda, yaitu dengan tekanan tinggi
di dalam HP Ammonia Scrubber A-104-E dan tekanan rendah didalam LP
Ammonia Scrubber A-103 E.
Gas bertekanan tinggi (purge gas) dari synthetis loop dikirim ke HP ammonia
scrubber (A-104-E) sedangkan uap dari A-107 F dan A-109 F dikirim ke LP
ammonia scrubber (A-103-E) untuk penyerapan ammonia, amonia yang diserap
kemudian di recovery di Ammonia Stripper A-105 E. Overhead gas dari HP
Scrubber A-104 E dikirim ke Hydrogen Recovery Unit (HRU). Overhead gas dari
LP Scrubber A-103 E dikirim ke feul gas.
Dari LP Ammonia Scrubber A-103 E, larutan amonia dipompa oleh LP Ammonia
Scrubber Pump A-140-J dan dicampur dengan larutan amonia yang meninggalkan
HP Ammonia Scrubber A-104 E. Campuran tersebut dipanaskan di Ammonia
Stripper Feed A-141-C1/C2 dengan suhu 160oC, kemudian dikirim ke Ammonia
Stripper Reflux amonia cair dialirkan ke bagian atas stripper refrigerant receiver
oleh warm product pump A-113 J dan uap amonia murni dari bagian atas stripper
dikirim ke refrigerant condenser.
Larutan diuapkan kembali oleh Ammonia stripper reboiler A-140-C dengan
menggunakan medium-pressure steam. Sebagian kecil steam condensate dari
reboiler digunakan untuk make up air ke Ammonia recovery system.
2). Unit Hydrogen Recovery dan Purge Gas Recovery (HRU dan PGRU)
HRU bertujuan untuk memanfaatkan kembali gas buang (purge gas) dari daur gas
sintesa pabrik amonia yang sebagian besar mengandung gas hydrogen. Sistem
pemisahan gas ini terbagi atas tiga bagian utama, yaitu

penyerapan

amonia(pretreatment), pemurnian amonia dengan penyulingan (post treatment),

dan pemisahan gas hidrogen dari gas bebas amonia dengan cara melewatkannya
melalui membran semi permeable yang disebut prism separator.
Gas dari bagian atas dari HP Ammonia Scrubber dikirim ke membrane-type
Hydrogen Recovery Unit (HRU) A-103-L. Kandungan amonia dalam gas ini
sekitar 20 ppmv. Hidrogen dan sebagian kecil nitrogen dilewatkan melalui
membrane, direcovery dan direcycle ke synthesis loop. Disini akan dihasilkan dua
steam gas recovery. Aliran steam bertekanan tinggi dialirkan ke stage kedua
syngas compressor. Sedangkan aliran steam bertekanan rendah dialirkan ke stage
pertama syngas compressor. Gas yang tidak dapat melewati membran seperti
methan dan argo akan dikeringkan di A-111-D dan kemudian digunakan untuk
regenerasi syngas driers. Dari sana, gas langsung dikirim ke fuel gas system.

Anda mungkin juga menyukai