OLEH
Nama : Nur Zihan Ariqa
NIM : 10011381924142
Kelompok : Kelompok 4
Dosen : Poppy Fujianti, S.KM., M.Sc.
Asisten : Farah Arsi Solehah, S.KL.
DAFTAR ISI.....................................................................................................................i
DAFTAR TABEL........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................................ 3
1.2.1. Tujuan Umum ..................................................................................................... 3
1.2.2. Tujuan Khusus .................................................................................................... 3
1.3. Manfaat .............................................................................................................. 4
1.3.1. Bagi Mahasiswa .................................................................................................. 4
1.3.2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat .............................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
2.1. Definisi Cahaya .................................................................................................. 5
2.2. Definisi Pencahayaan ......................................................................................... 5
2.3. Sumber Cahaya .................................................................................................. 6
2.4. Sistem Pencahayaan ........................................................................................... 7
2.5. Faktor yang Menentukan Kualitas dan Kuantitas Pencahayaan ........................ 8
2.6. Prinsip – Prinsip dan Sifat – Sifat Cahaya ......................................................... 9
2.7. Nilai Ambang Batas Pencahayaan ....................................................................11
2.8. Peraturan yang Berkaitan dengan Pencahayaan .............................................. 15
2.9. Dampak Pencahayaan bagi Kesehatan Mata ................................................... 17
2.10. Penanggulangan dan Pencegahan dari Dampak Negatif Pencahayaan ........ 18
2.11. Luxmeter ....................................................................................................... 19
BAB III METODE PRAKTIKUM ............................................................................. 21
3.1. Alat dan Bahan ................................................................................................. 21
3.1.1. Alat ..................................................................................................................... 21
3.2. Prosedur Kerja ................................................................................................. 21
3.2.1. Prosedur Kalibrasi pada Alat Multiparameter............................................... 21
i
3.2.2. Prosedur Pengukuran Pencahayaan Menggunakan Alat Lux Meter .......... 22
3.2.3. Prosedur Pengukuran Pencahayaan Menggunakan Alat Lux Meter .......... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 23
4.1. Hasil Praktikum ............................................................................................... 23
4.1.1. Tempat dan Waktu Pengukuran ...................................................................... 23
4.1.2. Tabel Hasil Pengukuran Pencahayaan .......................................................... 23
4.2. Pembahasan ..................................................................................................... 26
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 28
5.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 29
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pencahayaan alami merupakan sinar matahari, yang merupakan sumber
energi yang tak terbatas, namun manusia memiliki keterbatasan waktu
penggunaan yang disebabkan peredaran bumi terhadap matahari. Selain itu juga,
pencahayaan alami dipengaruhi beberapa faktor yaitu desain jendela, bentuk dan
kedalaman ruang, kenyamanan visual, dan faktor eksternal (Widiyantoro,
Mulyadi and Vidiyanti, 2017). Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhannya
manusia juga memerlukan pencahayaan buatan untuk mendukung aktivitasnya.
Pencahayaan buatan secara prinsip dimanfaatkan manusia untuk menggantikan
pencahayaan alami. Dalam dunia moderen pencahayaan buatan ditemukannya
lampu sebagai pengganti api (Soekanto, 2018).
Seiring dengan perkembangan teknologi, pencahayaan buatan sekarang ini
memiliki berbagai varian jenis lampu, armatur, tata cara pencahayaan, tampilan
warna, temperatur warna dan renderisasi warna. Dengan banyaknya varian
pencahayaan buatan, akan menimbulkan persepsi kenyamanan visual yang
berbeda-beda untuk masing-masing orang dengan rekayasa pencahayaan yang
sama (Soekanto, 2018). Selain adanya pencahayaan alami dan buatan, terdapat
juga sistem pencahayaan yang baik dan yang harus memenuhi kriteria tiga kriteria
utama, yaitu kualitas, kuantitas, dan aturan pencahayaan.
Tidak adanya dukungan pencahayaan yang baik dalam suatu ruang akan
mengakibatkan aktivitas dalam ruangan tersebut menjadi terganggu misalnya
ketika pencahayaan terlalu berlebihan akan berakibat menggangu pengelihatan.
Dengan demikian intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian
kebutuhan pengelihatan di dalam ruang berdasarkan jenis aktivitas-aktivitasnya
(Fleta, 2021).
Dan dalam laporan praktikum ini berisikan mengenai materi pencahayaan,
definisi pencayahaan, sumber cahaya, sistem pencahayaan, faktor yang
menentukan kualitas dan kuantitas cahaya, nilai ambang batas pencahayaan,
peraturan yang berkaitan dengan pencahayaan, dampak akibat pencahayaan,
penanggulangan dari paparan pencahayaan yang berlebihan, serta hasil dan
pembahasan praktikum mengenai pengukuran pencahayaan umum yang berada di
ruang kelas B1.02 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
2
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum mengenai paparan pencahayaan umum
yang diterima oleh pekerja dan pelaksanaan kegiatan dari praktikum paparan
pencahayaan umum yang dilakukan di lingkungan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya terutama paparan pencahayaan umum di ruang
kelas B1.02 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
3
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran rangkaian kegiatan dari praktikum
paparan pencahayaan umum yang dilaksanakan di lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya terutama paparan pencahayaan
umum di ruang kelas B1.02 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya.
2. Mahasiwa mengetahui bagaimana cara penggunaan alat pengukuran paparan
pencahayaan umum yaitu Lux Meter dengan baik dan benar serta mengetahui
Nilai Ambang Batas (NAB) dari paparan pencahayaan umum.
3. Melalui penggambaran yang nyata dan turut ikut serta dalam kegiatan
praktikum paparan pencahayaan umum, mahasiswa dapat menjadikan
kegiatan ini sebagai pembelajaran yang sangat bermanfaat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.3. Sumber Cahaya
Sumber cahaya sendiri bermacam-macam yakni dapat berasal dari sinar
matahari, lampu, ataupun benda-benda lainnya yang dapat tembus pandang
seperti air atau kaca. Cahaya juga merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi
manusia karena tanpa adanya cahaya manusia tidak akan bisa melihat apa-apa,
namun adanya cahaya yang berlebihan pun akan menimbulkan silau yang juga
akan mengganggu kenyamanan visual. Sehingga cahaya yang baik ialah antara
batas maksimum dan batas minimum sesuai kebutuhan (Hamzah, 2022).Sumber
pencahayaan terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan beberapa sumber
yang didapatkan dan berikut penjelasannya :
1. Sumber Pencahayaan Alami
Menurut sumber pencahayaan alami dibagi menjadi 3 bagian yaitu
(Panjaitan ; Mira D. Pangestu, 2018):
a. Sunlight, yaitu cahaya matahari langsung dengan tingkat cahaya
tinggi.
b. Skylight, yaitu cahaya matahari yang sudah tersebar dan dipantulkan
atmosfer menjadi terang langit dengan tingkat cahaya rendah.
c. Reflected light, yaitu cahaya matahari yang sudah dipantulkan baik
di luar maupun di dalam bangunan.
6
2.4. Sistem Pencahayaan
Menurut berbagai sumber yang didapatkan terdapat beberapa jenis sistem
pencahayaan, berikut penjelasannya :
1. Sistem Pencahayaan Merata atau umum,
Sistem pencahayaan merata memberikan tingkat pencahayaan yang
merata di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di
seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama
(Chandra and Amin, 2017).
7
5. Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat
Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah system
pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata dengan armatur yang
dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan
digunakan untuk (Hamzah, 2022):
a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi,
b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang
dari arah tertentu,
c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada
tempat yang terhalang tersebut,
d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua
atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.
2. Kualitas pencahayaan
Menurut Ramdan (2013) faktor-faktor yang menentukan kualitas
pencahayaan yaitu warna, arah sinar, kecerahan, kontras, diffusi, keseragaman
distribusi, kesilauan yang langsung maupun pantulan. Kualitas pencahayaan
dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
a. Brightness Distribution (Pemerataan Cahaya)
Menunjukkan jangkauan dari luminansi dalam daerah penglihatan.
8
b. Glare (Silau).
Cahaya berlebihan yang mengenai mata akan menyebabkan kesilauan.
Sumber – sumber glare seperti, lampu-lampu yang dipasang terlalu rendah
dan tanpa pelindung, lampu atau cahaya dengan tingkat keterangan yang
terlalu tinggi, dan pantulan yang berasal dari permukaan yang terang.
c. Shadows (Bayang – Bayang)
Bayang-bayang yang tajam (sharp shadows) adalah akibat dari sumber
cahaya buatan (artificial) yang kecil atau cahaya yang berasal langsung
dari matahari. Kedua sumber tersebut dapat menyebabkan perbandingan
terang yang berlebihan dalam jangkauan penglihatan.
d. Background (Latar Belakang).
Latar belakang seharusnya dibuat sesederhana mungkin sampai pada
daerah utama. Latar belakang yang kacau atau yang mempunyai banyak
perpindahan sedapat mungkin dihindari, dengan menggunakan sekat-
sekat.
9
4. Transmisi
Terjadi apabila gelombang cahaya diteruskan oleh suatu benda tanpa
pembelokan atau tanpa perubahan frekuensi. Tingkat transmisi atau
transmittance (τ) adalah perbandingan total cahaya yang diteruskan oleh
suatu material dengan total cahaya yang datang.
5. Absorbsi
Adalah proses perubahan gelombang cahaya yang mengenai suatu
permukaan menjadi bentuk energi yang lain, biasanya energi panas.
10
2. Cahaya Dapat Dipantulkan
Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur dan
pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai
permukaan yang kasar atau tidak tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar
pantul arahnya tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur
terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan
mengkilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya
pada cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang
teratur. Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan
cahaya.
3. Cahaya Dapat Dibiaskan
Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya
berbeda, cahaya tersebut dapat dibelokkan. Peristiwa pembelokkan
arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang
berbeda disebut pembiasan.
4. Cahaya Dapat Diuraikan
Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Dispersi
merupakan penguraian cahaya putih menjadi berbagai warna. Cahaya
matahari terlihat berwarna putih. Namun, sebenarnya cahaya matahari
tersususn atas banyak cahaya berwarna.
11
Nomor PER.13/MEN/X/2011, 2011). Menurut (Aprimavista, 2020) intensitas
pencahayaan dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Pencahayaan Baik jika ≥ 300 lux
2. Pencahayaan Buruk jika <300 lux
Sedangkan untuk nilai ambang batas dari pencahayaan menurut (Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, 2018) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. 1 Syarat Penerangan di Tempat Kerja
Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan Keterangan
Minimal (Lux)
Penerangan yang cukup 100 Mengerjakan barang-barang
untuk pekerjaan- besi dan baja yang setengah
pekerjaan yang selesai pemasangan yang
membedakan barang- kasar, tempat menyimpan
barang kecil sepintas lalu barang-barang sedang dan
kecil
12
Tabel 2.2 Standar Pencahayaan
No. Keterangan Intensitas (Lux)
1. Penerangan darurat 5
13
g. Mengerjakan kayu
h. Melapis perabot
14
2.8. Peraturan yang Berkaitan dengan Pencahayaan
Peraturan yang berkaitan dengan pencahayaan adalah :
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri.
Dalam peraturan ini bertujuan untuk mencegah timbulnya gangguan
kesehatan dan pencemaran lingkungan di perkantoran dan industri, perlu
ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Selain itu juga, dalam peraturan
ini membahas mengenai Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran
dan industri meliputi persyaratan air, udara, Iimbah, pencahayaan, kebisingan,
getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan lokasi, ruang dan
bangunan, toilet dan instalasi.
Untuk tata cara pelaksanaan dari pencahayaan pada peraturan ini bertujuan
agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan dan persyaratan
pencahayaan dengan intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1405/Menkes/SK/XI/2002, 2002).
15
c. SNI 7062: 2019 Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja
Pada standar ini membahas mengenai Pengukuran intensitas penerangan
di tempat kerja. Standar ini dimaksudkan untuk menjadi acuan metode
pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja. Standar ini direvisi karena
perkembangan teknologi dan regulasi. Standar pengukuran intensitas
pencahayaan di tempat kerja bertujuan agar diperoleh keseragaman metode
pengukuran secara nasional. Dan dalam SNI 7062: 2019 berisikan tentang
ruang lingkup intensitas pencahayaan, pengukuran pencahayaan umum,
pengukuran pencahayaan setempat, metode pengukuran yang dilakukan serta
alat yang digunakan dalam pengukuran pencahayaan (Badan Standardisasi
Nasional, 2019).
16
2.9. Dampak Pencahayaan bagi Kesehatan Mata
Pencahayaan yang kurang menyebabkan mata pekerja menjadi cepat lelah
karena mata akan berusaha untuk melihat dengan cara membuka lebar – lebar.
Lelahnya mata ini akan mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh lagi
dapat menimbulkan kerusakan pada mata (Yusuf, 2015). Selain itu juga, terdapat
beberapa dampak yang ditimbulkan dari pencahayaan, selain itu juga dampak
negatif ini dapat mempengaruhi kesehatan mata.
Contoh dari dampak negatif pencahyaan seperti, kelelahan mata dikenal
sebagai tegang mata atau astenophia yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada
organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan
dengan penggunaan mata secara intensif (Amin, Winiarti and Panzilion, 2019).
Definisi kelelahan mata menurut (Yusuf, 2015) adalah ketegangan pada mata dan
disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan
kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai
dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman.
Pencahayaan baik yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan
berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan saraf para pekerja yang
pencahayaan tempat kerjanya tidak memadai atau tidak sesuai standar. Faktor
yang sangat menentukan dalam pencahayaan adalah ukuran objek, derajat kontras
antara objek dan sekelilingnya, luminensi dari lapangan penglihatan, yang
tergantung dari pencahayaan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta
lamanya melihat (Amin, Winiarti and Panzilion, 2019).
Selain itu juga menurut Suma’mur (2013), akibat pencahayaan buruk seperti
berkurangnya daya dan efesiensi kerja akibat kelelahan mata, mengalami
kelelahan mental atau psikis, mengalami sakit kepala di sekitar mata dan keluhan
pegal di daerah mata, mengalami kerusakan indera penglihatan (mata). Dan
terdapat beberapa pendapat lain dari Widayana dan Wiratmaja (2014) yaitu
pengaruh dari kelelahan pada mata tersebut akan bermuara kepada penurunan
peformasi kerja termasuk kehilangan produktivitas, kualitas kerja menjadi rendah,
terjadi banyak kesalahan pada saat bekerja, meningkatnya kecelakaan kerja
(Aprimavista, 2020).
17
2.10. Penanggulangan dan Pencegahan dari Dampak Negatif Pencahayaan
Menurut (Amin, Winiarti and Panzilion, 2019) terdapat beberapa cara untuk
melakukan beberapa pencegahan dari adanya kerusakan mata yang disebabkan
pencahayaan, dan berikut penjelasannya :
a. Mengalihkan Perhatian
Yang perlu dilakukan adalah mengalihkan fokus selama 20 detik pada
beberapa objek lain. Ini merupakan salah satu cara terbaik dan paling
sederhana untuk mengatasi ketegangan pada mata. Jika objek yang
dilihat terlalu silau dapat dilakukannya pengalihan perhatian selama
beberapa detik.
b. Mengedipkan Mata Berulang Kali
Hal ini bisa meregangkan otot mata yang tegang. Contohnya akibat
terlalu lama menatap komputer dengan jangka waktu yang lama dapat
membuat mata kering dan lelah. Dengan mengedipkan mata, anda bisa
membasahi mata secara teratur.
c. Olahraga Mata
Latihan otot mata bisa meringankan rasa lelah pada penglihatan lakukan
sedikit perenggangan pada mata seperti menggerakkan mata, berkedip
atau pun mengalihlan fokus.
d. Pijat Area Sekitar Kelopak Mata
Pijat kelopak mata dan otot-otot di sekitarnya dengan lembut. Ini
termasuk cara melakukan relaksasi dan meningkatkan sirkulasi. Pijatan
ini juga merangsang kelenjar air mata, yang mencegah kekeringan pada
mata.
e. Perawatan Mata
Mata lelah juga bisa dicegah dengan perawatan mata, di antaranya
mengompres mata dengan kain yang sudah dibasahi air hangat. Mata
membutuhkan waktu untuk beristirahat sejenak. Luangkan sedikit waktu
untuk melakukan relaksasi pada mata
18
2.11. Luxmeter
Luxmeter adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas
cahaya atau tingkat pencahayaan. Biasanya digunakan dalam ruangan. Kebutuhan
pencahayaan setiap ruangan terkadang berbeda, semuanya tergantung dan
disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan. Dalam penerapannya, ada beberapa
metode pengukuran yang harus diperhatikan (Pengukuran Intensitas Cahaya di
Tempat Kerja dengan Luxmeter, 2019):
a. Persiapan Pengukuran
Diantaranya memastikan baterai alat lux meter memiliki daya yang
cukup dan alat berfungsi dengan baik, memastikan luxmeter sudah
terkalibrasi serta menyiapkan alat bantu ukur dimensi ruangan
(meteran).
b. Persyaratan Pengukuran
Yakni kondisi tempat kerja dalam keadaan sesuai dengan pekerjaan yang
biasa dilakukan.
c. Penerangan Setempat
Dilakukan pada benda-benda, obyek kerja, peralatan atau mesin dan
proses produksi serta area kerja tertentu.
d. Penentuan Titik
Penentuan titik pengukurannya sensor ditempatkan sejajar dengan
permukaan objek dan pengukuran pada bidang vertikal. Jika pengukuran
pada meja kerja dibagi menjadi 4 titik penempatan luxmeter dan pada
stasiun kerja komputer berjarak 10 cm dari layar komputer.
e. Penerangan Umum
Penerangan umum dibagi berdasarkan luas ruangan, dan berikut
penjelasannya :
1. Jika luas ruangan kurang dari 50 m2 : jumlah titik pengukuran
dihitung dengan mempertimbangkan bahwa 1 titik pengukuran
mewakili area maksimal 3 m2. Titik pengukuran merupakan titik
temu antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
19
2. Jika luas ruangan antara 50-100 m2 : Jumlah titik pengukuran
minimal 25 titik, titik pengukuran merupakan titik temu antara dua
garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
3. Jika luas ruangan lebih dari 100 m2 : Jumlah titik pengukuran
minimal 36 titik, titik pengukuran merupakan titik temu antara dua
garis diagonal panjang dan lebar ruangan (Badan Standardisasi
Nasional, 2019).
f. Ketinggian Pengukuran
Pencahayaan umum adalah sensor alat berjarak 0.8 m dari lantai.
g. Dan Hal-Hal Lainnya
Hal lainnya adalah seperti petugas tidak menggunakan pakaian yang
dapat memantulkan cahaya yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran
dan juga petugas memposisikan diri sedemikian rupa agar tidak
menghalangi cahaya yang jatuh ke sensor luxmeter.
20
BAB III
METODE PRAKTIKUM
21
3.2.2. Prosedur Pengukuran Pencahayaan Menggunakan Alat Lux Meter
Angkat penutup
Lepaskan sekrup Masukkan baterai Tutup kembali
baterai untuk
yang terdapat di dengan sisi kutub dan pasang
membuka
belakang alat yang benar kembali sekrup
tempat baterai
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
25 105
26 239,4
27 309,5
28 306,5
29 261,2
30 291,2
31 157,43
32 242,2
33 87,17
34 189,13
35 227,3
36 198,17
37 183,13
38 154,93
39 236,93
40 255,5
Rata – Rata 169,56 lux
24
Gambar 4.5 Pengukuran Pencahayaan
Gambar 4.4 Alat Lux Meter Umum Di Titik Tertentu
25
4.2. Pembahasan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang
untuk menunjang kenyamanan pengguna. Ruang dengan sistem pencahayaan
yang baik dapat mendukung aktivitas pekerja yang dilakukan di dalamnya. Ruang
yang baik adalah ruang yang nyaman untuk melakukan suatu pekerjaan maupun
aktivitas di dalamnya agar seluruh kegiatan yang berjalan di dalamnya dapat
berjalan secara optimal. Kenyamanan visual dapat dicapai salah satunya dengan
pencahayaan yang baik. Kenyamanan visual didalam ruangan yang bersumber
dari pencahayaan dipengaruhi oleh jumlah, ukuran dan penempatan
bukaan/jendela.
Dalam pencahayaan sendiri dibagi menjadi 2 bagian yaitu pencahayaan
alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami merupakan sinar matahari,
yang merupakan sumber energi yang tak terbatas, namun manusia memiliki
keterbatasan waktu penggunaan yang disebabkan peredaran bumi terhadap
matahari. Sedangkan untuk pencahayaan buatan adalah segala bentuk cahaya
yang bersumber dari alat yang diciptakan manusia, seperti lampu pijar, lilin,
lampu minyak tanah, dan obor. Ada begitu banyak jenis lampu yang dijual di toko,
antara lain adalah lampu pijar (incandescent), lampu fl ourescent, lampu HID
(High Density Discharge), dan lampu LED (Light Emitting Diode).
Pencahayaaan memiliki nilai ambang batas atau standart yang sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Untuk standart maksimal dari
pencahayaan adalah 300 Lux. Peraturan yang menjelaskan mengenai nilai ambang
batas pencahayaan terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/2018 K3
Lingkungan Kerja. Jika pekerja menerima pencahayaan kurang dari 300 lux maka
dapat disimpulkan bahwa pencahayaan yang diterima oleh pekerja adalah
pencahayaan yang buruk, jika pekerja menerima pencahayaan berkisar tidak lebih
dari 300 lux, maka dapat disimpulkan bahwa pencahayaan yang diterima oleh
pekerja adalah pencahayaan yang baik. Dampak dari paparan pencahayaan ada
berbagai macam seperti, kelelahan mata, kelelahan mental atau psikis, mengalami
sakit kepala di sekitar mata dan keluhan pegal di daerah mata, mengalami
kerusakan indera penglihatan.
26
Pada Mata Kuliah Laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
telah melakukan praktikum mengenai materi pencahayaan. Praktikum
pencahayan dilakukan di ruang kelas B1.02 Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Untuk pengukuran pencahayaan umum ini menggunakan alat Lux Meter. Sebelum
dilakukan pengukuran pencahayaan, mahasiswa dan mahasiswa melakukan
pengecekan dan pengkalibrasian pada alat Lux Meter. Setelah alat dapat
digunakan, penguji melakukan pengukuran ruangan kelas B1.02. Dan didapatkan
luas dari ruangan kelas sebesar 10 m2 x 12 m2, dan jika dijumlahkan maka ruang
kelas B1.02 memiliki luas lebih dari 100 m2 yaitu luas ruang kelas sebesar 120
m2. Maka yang dapat disimpulkan bahwa pengukuran pencahayaan
menggunakan pengukuran pencahayaan setempat, dan berikut penjelasannya.
Jika luas ruangan lebih dari 100 m2 : Jumlah titik pengukuran minimal 36
titik, titik pengukuran merupakan titik temu antara dua garis diagonal panjang dan
lebar ruangan (Badan Standardisasi Nasional, 2019). Dan untuk titik pengukuran
di ruang kelas B1.02 terdiri dari 40 titik. Titik pengukuran merupakan titik temu
antara 2 garis diagonal panjang dan lebar ruangan. Setelah di dapatkan titik-titik
pengukuran dilakukan pengujian pencahayaan di 40 titik yang telah ditentukan.
Dan didapatkan hasil rata-rata dari pengukuran di 40 titik yaitu sebesar 169,56
lux.
Jika dibandingkan dengan nilai ambang batas atau standart pencahayaan
yang ada di terdapat di Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/2018 K3
Lingkungan Kerja, maka dari pengujian pencahayaan tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengukuran pencahayaan di ruang kelas B1.02, tidak melebihi nilai
ambang batas atau standart yang ditetapkan dalam peraturan. Dalam peraturan
ditetapkan 300 lux sebagai batas maksimal dari pencahayaan sedangkan untuk
pengukuran pemcahayaan di dapatkan hasil sebesar 169,56 lux.
27
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum pencahayaan ini adalah sebagai
berikut :
1. Dalam praktikum pencahyaan ini didapatkan hasil sebesar 169,56 lux.
Yang berarti nilai tersebut tidak melebihi nilai ambang batas yang
terdapat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/2018 K3
Lingkungan Kerja yaitu sebesar 300 lux.
2. Selain itu dari diadakannya pelaksanaan ini mahasiswa FKM UNSRI
mampu memahami mengenai mengenai cahaya, pencahayaan, sumber-
sumber pencahayaan, sistem pencahayaan, faktor yang menentukan
kualitas dan kuantitas pencahayaan, nilai ambang batas dari
pencahayaan, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pencahayaan,
dampak kesehatan akibat paparan pencahayaan serta dcara
penanggulangan dan pencegahan dari paparan pencahayaan bagi
pekerja.
3. Mahasiswa mengetahui mengenai cara penggunaan dari alat Lux Meter.
4. Dampak pencahayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja
maupun masyarakat disekitarnya seperti, kelelahan mata, kelelahan
mental atau psikis, mengalami sakit kepala di sekitar mata dan keluhan
pegal di daerah mata, mengalami kerusakan indera penglihatan.
5. Dan untuk pencegahan serta penanggulangan dari paparan cahaya yang
belebih contohnya seperti mengalihkan perhatian, mengedipkan mata
berulang kali, olahraga mata, pijat area sekitar kelopak mata dan
perawatan mata
28
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., Winiarti, W. and Panzilion (2019) ‘Hubungan Pencahayaan Dengan Kelelahan
Mata Pada Pekerja Taylor’, Jurnal Kesmas Asclepius Volume, 1(1), pp. 10–27.
doi: https://doi.org/10.31539/jka.v1i1.523 HUBUNGAN.
Aprimavista, T. (2020) ‘Hubungan Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Di Pt. Perintis Sarana Pancing Indonesia Tanjung Morawa Tahun 2019’. Available
at:
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26723/151000320.pdf?s
equence=1&isAllowed=y.
Badan Standardisasi Nasional (2019) ‘SNI 7062: 2019 Pengukuran Intensitas Penerangan
di Tempat Kerja’, Standar Nasional Indonesia, pp. 1–17.
Chandra, T. and Amin, A. R. Z. (2017) ‘Simulasi Pencahayaan Alami dan Buatan dengan
Ecotect Radiance Pada Studio Gambar’, Arsitektur Komposisi, 10(3), pp. 171–
182.
Fleta, A. (2021) ‘Analisis pencahayaan alami dan buatan pada ruang kantor terhadap
kenyamanan visual pengguna’, Jurnal patra, 3(1), pp. 33–42.
Hamzah, B. M. I. (2022) ‘Analisa Pencahayaan Buatan Pada Ruang Penumpang Kapal
Ferry Ro-Ro 500 Gt Lintas Kepulauan Selayar Saat BeroperasI’. Available at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rj
a&uact=8&ved=2ahUKEwicyJWtxqX6AhUMFbcAHaB7A5kQFnoECAgQAQ
&url=http%3A%2F%2Frepositori.uin-
alauddin.ac.id%2F6165%2F1%2Fskirpsi%2520MIFTAHUL%2520JANA%252
0%252860400112020%2529.pdf&usg=AOvVa.
Jana, M. (2017) ‘Pengaruh ukuran jendela terhadap intensitas pencahayaan pada ruang’,
Tesis, p. 106. Available at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rj
a&uact=8&ved=2ahUKEwicyJWtxqX6AhUMFbcAHaB7A5kQFnoECAgQAQ
&url=http%3A%2F%2Frepositori.uin-
alauddin.ac.id%2F6165%2F1%2Fskirpsi%2520MIFTAHUL%2520JANA%252
0%252860400112020%2529.pdf&usg=AOvVa.
29
Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja (2018)
‘Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018’,
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, (567), pp. 1–69.
Available at:
https://indolabourdatabase.files.wordpress.com/2018/03/permenaker-no-8-
tahun-2010-tentang-apd.pdf.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR1405/MENKES/SK/XI/2002
(2002) ‘Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri
Menteri Kesehatan Republik Indonesia’, pp. 1–22. Available at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rj
a&uact=8&ved=2ahUKEwiW2sGXtab6AhUuTGwGHRCvBNsQFnoECAsQA
Q&url=https%3A%2F%2Findok3ll.com%2Fkeputusan-menteri-kesehatan-
republik-indonesia-nomor-1405-menkes-sk-xi-
2002%2F&usg=AOvVaw3I4TKeX.
Kurniawan, H. (2019) ‘Potensi Laser (Light Amplification By Stimulated Emission Of
Radiation) Sebagai Pendeteksi Bakteri (Studi awal detektor makanan halal)’,
CIRCUIT: Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, 3(1), p. 1. doi:
10.22373/crc.v3i1.3638.
Panjaitan ; Mira D. Pangestu, D. M. (2018) ‘the Impact of Daylight Apertures and
Reflective Surfaces on the Effectiveness of Natural Lighting At the Rumah
Kindah Office in Jakarta’, Riset Arsitektur (RISA), 2(01), pp. 70–88. doi:
10.26593/risa.v2i01.2932.70-88.
Pengukuran Intensitas Cahaya di Tempat Kerja dengan Luxmeter (2019). Available at:
https://petrolab.co.id/equipping-researchers-lab-in-the-developing-5/ (Accessed:
26 March 2022).
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja (2018) ‘Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No 5/2018 K3 Lingkungan Kerja’, Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 5 Tahun 2018, 5, p. 11. Available at:
30
https://jdih.kemnaker.go.id/keselamatan-kerja.html.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
PER.13/MEN/X/2011 (2011) ‘Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Kimiaa di Tempat Kerja’. Available at:
https://jdih.kemnaker.go.id/katalog-146-Peraturan Menakertrans.html.
Permenkes RI No. 70 Tahun 2016 (2016) ‘Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industr’, 1. Available at: https://persi.or.id/wp-
content/uploads/2020/11/pmk702016.pdf.
Qira, P. (2017) ‘Pemanfaatan Lensa Fresnel Sebagai Collector Cahaya Pada Kompor
Surya’. Available at:
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/73802/MzgzMjE1/Pemanfaatan-
lensa-fresnel-sebagai-collector-cahaya-pada-kompor-surya-depan_1.pdf.
Soekanto, A. K. (2018) ‘Kenyamanan Visual Ruang Pertemuan dengan Sistem
Pencahayaan Buatan Studi Kasus Grand Admiral Semarang’, pp. 1–11. Available
at: http://repository.unika.ac.id/16660/.
Widiyantoro, H., Mulyadi, E. and Vidiyanti, C. (2017) ‘Analisis Pencahayaan Terhadap
Kenyamanan Visual Pada Pengguna Kantor (Studi Kasus:Kantor PT Sandimas
Intimitra Divisi Marketing di Bekasi)’, Jurnal Arsitektur, Bangunan &
Lingkungan, 6(2), pp. 65–70.
Yusuf, M. (2015) ‘Efek Pencahayaan Terhadap Prestasi Dan Kelelahan Kerja Operator’,
Seminar Nasional IENACO, pp. 325–332. Available at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2
ahUKEwjIzKjO56j6AhWgUWwGHc69C-
QQFnoECAYQAw&url=https%253A%252F%252Fpublikasiilmiah.ums.ac.id%
252Fbitstream%252Fhandle%252F11617%252F5742%252FIENACO%252520
04%252520%2525E2%252580%252593%252520Muhammad%252520Yusuf.p
df%253.
31