Anda di halaman 1dari 64

1

LAPORAN PRAKTIKUM

HIGIENE INDUSTRI II

PENGUKURAN PENERANGAN
UMUM DAN LOKAL DI TEMPAT KERJA

Indahwati
R0214048

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
2

PENGESAHAN

Laporan Praktikum dengan Judul :

Pengukuran Penerangan Umum dan Lokal di Tempat Kerja

Indahwati, NIM : R0214048, Tahun : 2015

telah disahkan pada :

Hari…………Tanggal………….2015

Asisten, Praktikan,

Ica Yuniar, S.ST Indahwati


NIM. R0214048
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................... 2
C. Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 4
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 4
B. Perundang-undangan .................................................................. 18
BAB III. HASIL............................................................................................... 19
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran........................... 19
B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan ..................................................... 22
BAB IV. PEMBAHASAN .............................................................................. 25
BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 30
A. Simpulan .................................................................................... 30
B. Saran ........................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34
LAMPIRAN
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap hari manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan kerja yang
berbeda-beda dimana perbedaan kondisi tersebut sangat mempengaruhi
terhadap kemampuan manusia. Manusia akan mampu melaksanakan
kegiatannya dengan baik dan mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan
kerjanya mendukung. Manusia akan mampu melaksanakan pekerjaannya
dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi
lingkungan kerja dikatakan sebagai lingkungan kerja yang baik apabila
manusia bisa melaksanakan kegiatannya dengan optimal dengan sehat, aman
dan selamat. Ketidakberesan lingkungan kerja dapat terlihat akibatnya dalam
waktu yang lama. Lebih jauh lagi keadaan lingkungan yang kurang baik dapat
menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif.

Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk


dapat bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja
harus ditangani dan atau di desain sedemikian sehingga menjadi kondusif
terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan
nyaman. Evaluasi lingkungan dilakukan dengan cara pengukuran kondisi
tempat kerja dan mengetahui respon pekerja terhadap paparan lingkungan
kerja.

Di dalam perencanaan dan perancangan sistem kerja perlu


diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kerja
seperti, kebisingan, pencahayaan, suhu dan lain-lain. Suatu kondisi lingkungan
kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat
melaksanakan kegiatannya dengan optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja
5

dengan manusia yang bekerja pada lingkungan tersebut dapat terlihat


dampaknya dalam jangka waktu tertentu.

Dalam suatu lingkungan kerja, manusia mempunyai peranan sentral


kerja di mana manusia berperan sebagai perencana dan perancang suatu sistem
kerja di samping manusia harus berinteraksi dengan sistem untuk dapat
mengendalikan proses yang sedang berlangsung pada sistem kerja secara
keseluruhan. Manusia sebagai salah satu komponen dari suatu sistem kerja
merupakan bagian yang sangat kompleks dengan berbagai macam sifat,
keterbatasan dan kemampuan yang dimilikinya. Namun demikian usaha untuk
memahami tingkah laku manusia, khususnya tingkah laku kerja manusia tidak
dapat dilakukan hanya dengan memahami kondisi fisik manusia saja.
Kelebihan dan keterbatasan kondisi fisik manusia memang merupakan faktor
yang harus diperhitungkan, tetapi bukan satu-satunya faktor yang menentukan
produktivitas kerja. (Suma’mur, 2009)

Lingkungan kerja yang baik dan sesuai dengan kondisi manusia


(pekerja) tentu saja akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pekerja
itu sendiri dan tentu saja terhadap produktivitas kerja yang dihasilkan. Oleh
karena itu perancangan lingkungan kerja yang baik dan optimal sangat
diperlukan. Berikut ini penjelasan mengenai faktor-faktor fisik lingkungan
kerja. Kondisi yang ergonomis, yaitu lingkungan kerja yang memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi pekerja. Rasa nyaman sangat penting secara
biologis karena akan mempengaruhi kinerja pada organ tubuh manusia ketika
sedang bekerja. Penyimpangan dari batas kenyamanan akan menyebabkan
perubahan secara fungsional yang pada akhirnya berpengaruh pada fisik
maupun mental pekerja.

Beberapa industrialisasi telah membuktikan bahwa penerangan yang


cukup memberikan dampak positif seperti produktivitas yang meningkat dari
pada indutri yang penerangannya kurang. Dari segi lain penerangan sangat
berpengaruh pada tingkat keselamatan pekerja. Maka secara tidak langsung
6

membantu mengurangi tersedianya kecelakaan dan menimbulkan efek


samping yang merugikan.

Secara umum yang dimaksud penerangan yang baik adalah


penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan
teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, sehingga terhindar dari penyakit
akibat kerja. Untuk mempermudah penentuan kebutuhan penerangan di
lingkungan kerja maka disusun standart intensitas penerangan di tempat kerja.

Cahaya penerangan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas. Kuantitas


yaitu banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan yang menyebabkan
terangnya permukaan tersebut serta sekitarnya. Kuantitas cahaya tergantung
dari tingkat ketelitian yang diperlukan, bagian yang akan diamati dan
kemampuan dari obyek tersebut untuk memantulkan cahaya yang jatuh
padanya, serta brightness dari sekitar obyek. Sedangkan kualitas yaitu keadaan
yang menyangkut warna, arah dan difusi cahaya, serta jenis dan tingkat
kesilauan.

Kualitas cahaya atau penerangan terutama dilakukan oleh ada


tidaknya kesilauan langsung (direct glare) atau kesilauan karena pantulan
cahaya dari permukaan yang mengkilap (reflected glare) dan bayangan
(shawdows). Kesilauan didefinsikan sebagai cahaya yang tidak diinginkan
(unwanted light). Definisi yang lebih normal kesilauan adalah brightness yang
berada dalam lapangan penglihatan yang menyebabkan ketidaknyamanan,
gangguan (annoyance), kelelahan mata dan atau gangguan penglihatan.
Berdasarkan cara pemasangannya, lampu penerangan dibedakan menjadi
lampu duduk yang biasanya diletakkan diatas meja atau lantai (berdiri), lampu
temple yang menempel di dinding, di tiang, di langit-langit, serta lampu
gantung yang di pasang di plafond dan lampu tanam, yakni lampu yang
dimasukkan ke dalam plafond, dinding, dan lain-lain. (Suma’mur, 2009)
7

B. Tujuan

1. Untuk mengukur penerangan umum maupun lokal di beberapa titik tempat


kerja
2. Untuk mengetahui dampak penerangan terhadap pekerjaan
3. Untuk mengetahui tindakan penanganan terhadap pengaturan penerangan
di tempat kerja

C. Manfaat

1. Bagi Praktikan
a. Dapat mengukur penerangan umum maupun lokal di beberapa titik
tempat kerja
b. Dapat mengetahui dampak penerangan terhadap pekerjaan
c. Dapat mengetahui tindakan penanganan terhadap pengaturan
penerangan di tempat kerja

2. Bagi Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


a. Dapat menciptakan mahasiswa yang terampil dan mampu mengatur
penerangan yang baik di tempat kerja.
b. Dapat meningkatkan sistem penerangan yang baik di Kampus D4
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
c. Program D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mendidik
mahasiswanya menjadi mahasiswa yang bermutu, berdaya saing, dan
mempunyai etos kerja yang tinggi.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Secara umum yang dimaksud penerangan yang baik adalah


penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan
teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, sehingga terhindar dari penyakit
akibat kerja. Untuk mempermudah penentuan kebutuhan penerangan di
lingkungan kerja maka disusun standart intensitas penerangan di tempat kerja.
Sedangkan penerangan yang buruk yaitu penerangan dimana kita kurang dapat
melihat obyek yang dikerjakan secara tidak jelas dan memungkinkan dibantu
oleh alat bantu penglihatan. Pengaruh yang mengakibatkan penerangan yang
buruk, antara lain : kelelahan mata, kelelahan mental, kerusakan alat
penglihatan, keluhan pegal di sekitar mata, bertambahnya kecelakaan.
Penerangan yang berlebihan dapat menyebabkan kesilauan sehingga
dapat merusak mata kita. Pada umumnya kesilauan dibedakan menjadi 3, yaitu
:
1. Disability glare adalah penyebab kesilauan karena terlalu banyaknya cahaya
secara langsung masuk ke dalam mata dari sumber kesilauan sehingga
menyebabkan kehilangan sebagian dari penglihatan.
2. Discomfort glare adalah kesilauan yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan
pada mata, terutama bila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup
lama. Baik disability glare dan discomfort glare dapat dikurangi dengan cara :
a. Memperkecil luas dari permukaan yang sangat terang yang
menyebabkan kesilauan.
b. Memperbesar sudut terbentuk antara sumber kesilauan dan garis
penglihatan.
c. Meningkatkan brightness dari area yang mengelilingi sumber
kesilauan.
9

3. Reflected glare disebabkan oleh pantulan cahaya yang mengenai mata kita dan
pantulan cahaya ini berasal dari semua permukaan benda yang mengkilat.
Reflected glare dapat dikurangi dengan cara :
a. Mengurangi brightness atau luminance dari sumber cahaya.
b. Semua permukaan benda yang terdapat dalam lapangan penglihatan
hendaknya tidak dibuat mengkilap.
c. Meningkatkan penerangan umum.
Beberapa faktor yang menyebabkan kesilauan :
1. Luminance sumber cahaya dan sekitarnya, yaitu langit-langit, yang perlu
diberi warna muda dan disinari secukupnya.
2. Ukuran dari sumber cahaya.
3. Lokasi sumber cahaya pada lapangan penglihatan. Sumber cahaya di
tengah lingkungan kerja sangat mengganggu dibandingkan dengan sumber
cahaya yang berada dipinggir.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kesilauan, antara lain :
1. Pemilihan lampu yang secara tepat.
2. Penempatan sumber cahaya yang sangat tepat dan sesuai.
3. Penggunaan alat yang tidak mengkilat atau dapat memantulkan cahaya.
4. Penyaringan sinar matahari langsung.
Penerangan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok.
Penerangan menurut sumbernya dibagi menjadi , yaitu :
1. Penerangan Buatan
Penerangan yang terjadi akibat sumber cahaya yang dibuat oleh
manusia, misalnya lilin, lampu, obor. Untuk mendapatkan terang cahaya
yang memadai dalam suatu ruang kegiatan, harus dipertimbangkan
iluminasi (kuat penerangan), sudut penyinaran lampu, jenis dan jarak
penempatan lampu yang diperlukan sesuai dengan kegiatan yang ada
dalam suatu ruangan.

2. Penerangan Alami
10

Cahaya yang datang langsung dari matahari atau sumber panas


alam lainnya seperti api.
Menurut daerah yang diterangi, penerangan buatan dibedakan
menjadi dua :
1. Penerangan umum atau merata
Penerangan yang memerangi seluruh ruangan secara merata
(general lighting), biasanya digunakan untuk ruangan umum dan tidak
memerlukan ketelitian. Dalam perkantoran digunakan seperti pada ruang
tunggu, ruang servis, ruang penyimpanan dan ruang kerja secara umum.
2. Penerangan setempat atau lokal
Penerangan yang hanya menyorot tempat tertentu saja (spot
lighting), biasanya digunakan untuk tempat kerja yang memerlukan
ketelitian kerja seperti pada meja gambar dan di ruang laboratorium, atau
suatu tempat tertentu yang menarik dan sengaja ditonjolkan sebagai pusat
perhatian seperti pada ruang pamer atau tempat menyimpan contoh hasil
jadi yang dipamerkan.
Lampu penerangan ruang dalam berdasarkan cara pemberian
cahayanya dibedakan menjadi penerangan langsung, penerangan tidak
langsung, penerangan setengah langsung, dan penerangan setengah tidak
langsung. Lampu penerangan ruangan berdasarkan bola lampunya dibedakan
menjadi, lampu pijar, yakni lampu yang kawat pijarnya terlihat nyalanya dari
luar kaca, dan lampu difus, yakni lampu yang kawat/gas pijarnya tidak
kelihatan nyalanya dari luar kaca buram.
Berdasarkan cara pemasangannya, lampu penerangan dibedakan
menjadi lampu duduk yang biasanya diletakkan di atas meja atau lantai
(berdiri), lampu tempel yang menempel di dinding, di tiang, di langit-langit,
serta lampu gantung yang dipasang di plafond dan lampu tanam, yakni lampu
yang dimasukkan ke dalam plafond, dinding, dan lain-lain.
Dalam hal pemasangan lampu (armature atau luminaires) hendaknya
dipasang atau tergantung tidak terlalu rendah untuk menghindari kesilauan.
Untuk mendistribusikan serta mengendalikan cahaya, luminaires yang
11

merupakan unit penerangan yang lengkap (lampu dan peralatannya) dapat


diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Penerangan langsung (direct lighting).
Hampir semua cahaya yang diemisikan oleh luminaire ke bawah
(90 - 100%) dan ke atas (0 - 10%). Keuntungan cara ini adalah paling
efisien karena banyaknya cahaya yang mencapai permukaan kerja
maksimum. Namun kerugiannya dapat menimbulkan bayangan dan
kesilauan jika sumber cahaya terlalu kuat.
2. Penerangan semi langsung (semidirect lighting).
Distribusi cahaya ke bawah 60 - 90% dan keatas 10 - 40%.
3. General diffuse.
a. Diffusing enclore, distribusi cahaya ke atas 50%, ke bawah 50%.
b. Direct indirect, distribusi cahaya ke atas 40 - 60% dan ke bawah 40 -
60%.
4. Semidirect lighting.
Distribusi cahaya ke atas 60 - 90% dan ke bawah 10 - 40%. Pada
cara ini reflaktan langit-langit harus tinggi, agar cahaya yang dipantulkan
ke bawah cukup tinggi.
5. Indirect lighting.
Distribusi cahaya ke atas 90 - 100% dan ke bawah 0 - 10%.
Keuntungan cara ini tidak menimbulkan kesilauan, namun kerugiannya
dapat mengurangi efisiensi cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.
Dalam memasang suatu lampu (penerangan buatan) pada ruang kerja maka
perlu dipikirkan efek lampu terhadap warna obyek yang diamati.
Beberapa contoh penggunaan lampu seperti :
1. Lampu Pijar (incandescent lamp).
Keuntungan lampu pijar dapat memberikan kesan psikis yang
hangat karena warna cahayanya (kuning kemerahan) sehingga lampu ini
sangat tepat bila digunakan untuk tempat-tempat rekreasi. Kerugiannya
adalah kurang tepat apabila digunakan di tempat kerja dimana warna-
12

warna obyek harus diamati oleh seseorang dan dapat menyebabkan ruang
kerja menjadi tidak nyaman (panas).
2. Lampu pelepasan listrik atau Electric Discharge Lamp atau fluorescent
Lamp.
Komposisi warna cahaya yang dipncarkan oleh lampu TL
tergantung dari zat-zat flouresen yang melapisi bagian dalam tabung
lampu tersebut. Keuntungan lampu pelepasan listrik adalah :
a. Efisiensi lampu TL cukup tinggi dan umur desain cukup panjang.
Efisiensi (perubahan listrik menjadi cahaya yang dinyatakan dalam
lumen per watt) lampu TL lebih tinggi dari lampu pijar. Efisiensi
lampu TL kurang lebih 3 sampai 4 kali efisiensi lampu pijar.
Tabel 1. Efisiensi lampu pijar dan lampu TL
Jenis Lampu Efisiensi (Lumen atau Watt)

Carbon Filamen 3

Vacuum Tungsten Filamen 10

Frosted Filamen Lamp 14

Tungsten Argenta Filament 14

Halogen Lamp 22 - 30

Fluorescent Lamp :

Warn White 44

Day Light 49

White 50

Sumber : Buku Pedoman Praktikum Semester III Higiene Industri


13

b. Luminensi lampu TL umumnya rendah, sehingga kesilauan di tempat


kerja dapat dikurangi. Luminensi lampu TL kurang lebih 0,45 - 0,65
stilb, sedangkan luminensi lampu pijar dapat mencapai 7 - 1000 stilb.
c. Warna cahaya lampu TL menyerupai cahaya matahari, sehingga
warna objek yang diamati tidak mengalami perubahan warna (distorsi
warna).
Kerugiannya adalah :
a. Menyebabkan kedipan baik yang terlihat maupun yang tak terlihat
oleh mata. Penggunaan arus bolak-balik pada lampu TL akan
menimbulkan perubahan intensitas cahaya dengan frekuensi 50 Hz.
Frekuensi ini lebih dari frekuensi mata untuk dapat melihat kedipan
tersebut sebagai cahaya yang continue, sehingga kedipan tersebut
tidak dapat terlihat oleh mata. Kedipan dengan frekuensi 50 Hz ini
baru dapat terlihat pada obyek-obyek yang bergerak dan terutama
pada mesin-mesin atau peralatan yang permukaannya mengkilap.
Fenomena ini dinamakan Stroboscopic Effect. Efek stroboscopic ini
adalah lebih besar pada lampu TL jenis day light dari pada jenis white
tone atau warn tone. Baik kedipan terlihat maupun tidak terlihat,
keduanya sering menyebabkan iritasi pada mata, sakit kepala,
kelelahan mata, dan penurunan efisiensi kerja. Cara mencegah
stroboscopic effect yaitu dengan cara memasang lampu di tempat
kerja sebanyak 2 atau lebih yang dilengkapi dengan suatu alat (three
phase switching) untuk mengubah fase terang dan gelap sehingga
cahaya yang ditimbulkan oleh luminaiers tersebut merupakan cahaya
yang continue.
b. Cahaya yang dihasilkan oleh lampu TL sering memberi kesan psikis
yaitu suasana yang tidak/kurang ramah. Efek ini terutama akan
dirasakan bila tingkat penerangan umum di tempat kerja rendah, tetapi
akan menghilang bila tingkat penerangan umum mencapai 100 Lux
atau lebih.
14

Arah penerangan sangat penting, karena sumber-sumber cahaya yang


cukup jumlahnya sangat berguna dalam mengatur penerangan secara baik.
Sinar-sinar dari berbagai arah meniadakan terjadinya bayangan.
Intensitas yang diperlukan dalam penerangan suatu ruangan menurut
Suma’mur P.K. adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Intensitas cahaya yang diperlukan dalam penerangan
Intensitas Penerangan
Pekerjaan Contoh-contoh
(Lux)

Tidak teliti Penimbunan barang 80 – 170

Agak teliti Pemasangan (tidak teliti) 170 – 350

Teliti Membaca, menggambar 350 – 700

Sangat teliti Pemasangan 700 - 10.000

Sumber : Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


Ketentuan-ketentuan tentang besarnya intensitas penerangan
menurut PMP No. 07 Tahun 1964 adalah sebagai berikut : Intensitas
penerangan diukur dengan alat-alat pengukur yang baik setinggi tempat kerja
yang sebenarnya atau setinggi perut untuk penerangan umum. Sedang besarnya
intensitas yang diperlukan adalah :
3. Penerangan darurat paling sedikit 5 Lux.
4. Halaman dan jalan di perusahaan paling sedikit 20 Lux.
5. Pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar paling sedikit 50 Lux.
Contoh :
a. Mengerjakan bahan-bahan yang besar.
b. Mengerjakan barang atau abu.
c. Menyisihkan barang-barang yang besar.
d. Mengerjakan bahan tanah dan abu.
e. Gang-gang atau tangga di dalam gedung yang selalu dipakai.
f. Gudang-gudang untuk menyimpan barang besar atau kasar.
15

6. Pekerjaan membedakan barang-barang kecil sepintas lalu paling sedikit


100 Lux. Contoh :
a. Pemasangan yang kasar.
b. Penggilingan padi.
c. Pengupasan, pengambilan dan penyisihan bahan kapas.
d. Mengerjakan bahan-bahan pertanian lain, kira-kira setingkat dengan
di atas.
e. Kamar mesin dan uap.
f. Alat pengangkut orang dan barang.
g. Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapal.
h. Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil.
i. Kakus, tempat mandi dan uonoir.
7. Pekerjaan membedakan barang kecil agak teliti paling sedikit 200 Lux.
Contoh :
a. Pemasangan alat-alat yang sedang.
b. Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar.
c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang.
d. Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda.
e. Perusahaan dan pengawasan bahan-bahan makanan dalam kaleng.
f. Pembungkusan daging.
g. Mengerjakan kayu.
h. Melapis perabot.
8. Pekerjaan membedakan ketelitian barang kecil dan halus paling sedikit
300 Lux. Contoh :
a. Pekerjaan mesin yang teliti.
b. Pemeriksaaan yang teliti.
c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus.
d. Pembuatan tepung.
e. Penyelesaian kulit dan penerimaan barang-barang, katun atau wol
berwarna muda.
16

f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti, menulis, membaca, pekerjaan


arsip, dan seleksi surat-surat.
9. Pekerjaan membedakan barang halus dengan kontras sedang dan dalam
waktu lama, antara 500 sampai 1.000 Lux. Contoh :
a. Pemasangan yang halus.
b. Pekerjaan mesin yang halus.
c. Pemeriksaan yang halus.
d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca.
e. Pekerjaan kayu yang halus (ukuran-ukuran).
f. Menjahit barang-barang wol yang berwarna tua.
10. Pekerjaan membedakan barang sangat halus dengan kontras yang sangat
kurang untuk waktu lama paling sedikit 1.000 Lux. Contoh :
a. Pemasangan yang elastos halus (arloji dan lain-lain).
b. Pemeriksaan yang ekstra halus.
c. Percobaan alat-alat yang ekstra halus.
d. Tukang las dan intan.
e. Penilaian dan penyisihan hasil tembakau.
f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan kopi dalam percetakan.
g. Pemeriksaan dan penjahit bahan pakaian berwarna tua.
Nilai reflaktan (pantulan) yang dianjurkan menurut Suma’mur P.K.
sebagai berikut :
Tabel 3. Nilai reflaktan
No. Jenis Permukaan Reflaktan (%)

1. Langit-langit 80 – 90
2. Dinding 40 – 60
3. Perkakas (mebel) 25 – 45
4. Mesin dan perlengkapannya 30 – 50
5. Lantai 20 – 40

Sumber : Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


17

Alat untuk mengukur intensitas cahaya dinamakan Lux meter. Prinsip


kerja alat ini merupakan sebuah photo cell yang bila terkena cahaya akan
menghasilkan arus listrik. Makin kuat intensitas cahaya akan makin besar pula
arus yang dihasilkan. Besarnya intensitas cahaya dapat dilihat pada level meter.
Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan
menurut jenis kegiatanya seperti berikut:
Tabel 4. Tingkat pencahayaan lingkungan kerja
Tingkat
Jenis Kegiatan Pencahayaan Keterangan
Minimal (Lux)
Pekerjaan kasar 100 Ruang penyimpanan & ruang
dan tidak terus peralatan atau instalasi yang
menerus memerlukan pekerjaan yang
kontinyu
Pekerjaan kasar 200 Pekerjaan dengan mesin dan
dan menerus perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol,
pekerjaan mesin & perakitan atau
penyusun
Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau bekerja
halus dengan mesin kantor, pekerjaan
pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan
tekstil, pekerjaan mesin halus &
perakitan halus

Bersambung
18

lanjutan
Pekerjaan amat 1500 Mengukir dengan tangan,
halus Tidak pemeriksaan pekerjaan mesin dan
menimbulkan perakitan yang sangat halus
bayangan
Pekerjaan terinci 3000 Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
Tidak sangat halus
menimbulkan
bayangan
Sumber : Asistensi penerangan.ppt

United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Pedoman


Efisiensi Energi untuk Industri di Asia mengklasifikasikan kebutuhan tingkat
pencahayaan ruang tergantung area kegiatannya, seperti berikut :
Tabel 5. Kebutuhan pencahayaan menurut area kegiatan
Pencahayaan
Keperluan Contoh Area Kegiatan
(Lux)
Pencahayaan Layanan penerangan yang minimum
Umum untuk dalam area sirkulasi luar ruangan,
20
ruangan dan area pertokoan didaerah terbuka, halaman
yang jarang tempat penyimpanan
digunakan
atau tugas-tugas
atau 50 Tempat pejalan kaki dan panggung
visual sederhana 70 Ruang boiler

100 Halaman trafo, ruangan tungku, dll.


Area sirkulasi di industri, pertokoan
150
dan ruang penyimpan.
Pencahayaan Layanan penerangan yang minimum
200
umum untuk dalam tugas
interior
19

lanjutan
300 Meja dan mesin kerja ukuran sedang,
proses umum dalam industri kimia
Bersambung
dan makanan, kegiatan membaca dan
membuat arsip.

Gantungan baju, pemeriksaan, kantor


450 untuk menggambar, perakitan mesin
dan bagian yang halus, pekerjaan
warna, tugas menggambar kritis.

Pekerjaan mesin dan diatas meja


yang sangat halus, perakitan mesin
presisi kecil dan instrumen;
1500 komponen elektronik, pengukuran
dan pemeriksaan bagian kecil yang
rumit (sebagian mungkin diberikan
oleh tugas pencahayaan setempat)

Pencahayaan Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali,


tambahan setempat 3000 misal instrumen yang sangat kecil,
untuk tugas visual pembuatan jam tangan, pengukiran
Sumber : Asistensi penerangan.ppt
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengukuran
intensitas penerangan adalah :
1. Pengukuran dilakukan pada bidang horizontal setinggi 85 cm di atas lantai.
2. Bila pengukuran dilakukan pada tangga, maka lux meter harus diletakkan pada
lantai atau tempat pijakan kaki.
3. Bila intensitas penerangan pada bidang yang vertikal atau condong hendak
diukur, maka pembacaan harus dilakukan pada bidang yang relevan.
4. Sebelum pengukuran dilakukan pastikan bahwa alat sudah dikaliberasi.
20

5. Sebelum pembacaan dilakukan biarkan photocell terpapar oleh cahaya selama


5 menit.
6. Bila dilakukan pengukuran di tempat kerja dimana digunakan lampu TL atau
lampu merkuri sebagai sumber penerangan buatan, maka pembacaan dilakukan
paling sedikit 5 menit setelah lampu-lampu tersebut dinyalakan, sehingga
diperoleh output cahaya yang stabil.
7. Pada saat pembacaan dilakukan perlu diperhatikan bayangan operator agar
tidak tertangkap oleh lux meter.
8. Pakaian surveyor hendaknya berwarna gelap. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah pantulan cahaya dari pakaian surveyor yang mengenai lux meter
sehingga menyebabkan pembacaan hasil yang kurang akurat.
9. Pembacaan dilakukan dengan keadaan perabot kerja dan penghuni ruang pada
posisi kerja yang normal.
10. Pada alat multi-range, gunakan range dimana jarum penunjuk pada skala
menunjukkan defleksi yang paling besar.
11. Bila dalam suatu ruang kerja digunakan penerangan alami dan buatan, maka
untuk mengetahui tingkat intensitas cahaya dalam ruang kerja tersebut,
pertama adalah menyalakan semua lampu, tariklah atau bukalah semua tirai
jendela atau gorden, tunggulah paling sedikit 5 menit lalu lakukan pengukuran.
Hasil pengukuran ini menunjukkan intensitas penerangan dari gabungan
penerangan buatan dan alami. Segera setelah pembacaan dilakukan, matikan
semua lampu dan lakukan pengukuran lagi. Hasil dari pembacaan pengukuran
pertama dikurangi hasil pengukuran kedua akan menunjukkan tingkat intensitas
penerangan buatan yang digunakan. Bilamana hasil dari kedua pembacaan
adalah besar dan hampir sama, maka perlu dicek dengan melakukan
pengukuran ulang pada malam hari.

B. Perundang-undangan
21

1. Undang-Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal 3


ayat 1 (i) ”Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai”
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 86
”Keselamatan dan Kesehatan Kerja”
3. Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat
Kesehatan Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja.
4. Permenakertrans No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Penyelenggara Kesehatan.
22

BAB III
HASIL

A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Cara Pengukuran

1. Gambar Alat
Lux Meter

Keterangan :
a. Photo cell
Untuk menerima cahaya yang
masuk.
b. Switch range selection
Untuk mengetahui pengukuran
apa yang dipakai sesuai
intensitas cahaya.
c. Hold
Untuk pembacaan di display.
d. Display
Untuk mengetahui hasil
pengukuran.
e. On atau Off
Untuk menghidupkan atau
mematikan alat.

2. Cara Kerja
a. Menghidupkan Lux Meter.
b. Memilih obyek (meja, kursi, white board) yang akan diperiksa nilai
pantulannya.
c. Lux Meter dikalibrasi, apakah alat tersebut masih normal tidak untuk
digunakan.
23

d. Menekan hold setelah angka sering muncul.


e. Pengukuran menghadap cahaya.
f. Mencatat hasil yang tertera pada display.

3. Cara Pengukuran
a. Pengukuran intensitas penerangan umum : titik potong garis horizontal
pantang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi 1 meter dari
lantai.
b. Luas ruangan antara 10-100 m2 : titik potong garis horizontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 m.
c. Pengukuran dilakukan pada setiap titik pengukuran dimana photocell
menghadap sumber cahaya, alat dipegeng kuarang lebih 85 cm dari
lantai.
d. Mengukur nilai pantulan pada tengah-tengah kotak bagian usahakan
posisi praktikan tidak menghalangi cahaya yang dapat ditangkap oleh
photo cell.
e. Pembacaan hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu
beberapa saat sehingga di dapat angka yang stabil.
f. Baca dan catat hasilnya.
g. Lanjutkan pengukuran pada titik ke 2 dan seterusnya, sampai dengan titik
akhir.

B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan

1. Hasil Pengukuran
Pengukuran penerangan dilaksanakan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 17 November 2014
Pukul : 13.00 – 15.30 WIB
Tempat : Ruang Kuliah II
Hasil : Terlampir
24

Tabel 7. Hasil Pengukuran Reflaktan


Dinding Lantai Meubel
Reflaktan A B A B A B
Nomor
1 110,87 87,92 69,07 65,48 88,89 297,6
2 68,38 101,13 72,36 37,7 39,4 20,53
3 36,95 94,75 187,35 23,1 97,91 19,67
4 156,36 54,1 79,37 27,59 103,5 31,67
5 89,68 19,47 93,62 25,66 84,36 17,21
6 75,32 5,83 94,01 11,3 85,10 8,17
7 92,93 13,41 72,54 2,88 61,41 9,5
8 63,02 7,31 50 8,4 42,72 5,22
9 102,31 15,84 125 0,7 63,16 6,19

Perhitungan Reflaktan menggunakan rumus berikut :


𝑩
Reflaktan = x 100
𝑨

87,92
1. Reflaktan1 dinding = x 100 % = 79,3 %
110,87

101,13
2. Reflaktan2 dinding = x 100 % = 147,89 %
68,38
94,75
3. Reflaktan3 dinding = x 100 % = 256,42 %
36,95
54,1
4. Reflaktan4 dinding = x 100 % = 34,6 %
156,36
19,47
5. Reflaktan5 dinding = x 100 % = 21,71 %
89,68
5,83
6. Reflaktan6 dinding = x 100 % = 7,74 %
75,32
13,41
7. Reflaktan7 dinding = x 100 % = 14,43 %
92,93
7,31
8. Reflaktan8 dinding = x 100 % = 11,6 %
63,02
15,84
9. Reflaktan9 dinding = x 100 % = 15,48 %
102,31
65,48
10. Reflaktan1 lantai = x 100 % = 94,80 %
69,07
37,7
11. Reflaktan2 lantai = x 100 % = 52,10 %
72,36
25

23,1
12. Reflaktan3 lantai = x 100 % = 12,32 %
187,35
27,59
13. Reflaktan4 lantai = x 100 % = 34,76 %
79,37
25,66
14. Reflaktan5 lantai = x 100 % = 27,40 %
93,62
11,3
15. Reflaktan6 lantai = x 100 % = 12,01 %
94,01
2,88
16. Reflaktan7 lantai = x 100 % = 3,97 %
72,54
8,4
17. Reflaktan8 lantai = x 100 % = 16,8 %
50
0,7
18. Reflaktan9 lantai = x 100 % = 0,56 %
125
297,6
19. Reflaktan1 meubel = x 100 % = 334,79 %
88,89
20,53
20. Reflaktan2 meubel = x 100 % = 52,10 %
39,4
19,67
21. Reflaktan3 meubel = x 100 % = 20,08 %
97,91
31,67
22. Reflaktan4 meubel = x 100 % = 30,6 %
103,5
17,21
23. Reflaktan5 meubel = x 100 % = 20,40 %
84,36
8,17
24. Reflaktan6 meubel = x 100 % = 9,6 %
85,10
9,5
25. Reflaktan7 meubel = x 100 % = 15,47 %
61,41
5,22
26. Reflaktan8 meubel = x 100 % = 12,21 %
42,72
6,19
27. Reflaktan9 meubel = x 100 % = 9,8 %
63,16
26

BAB IV
PEMBAHASAN

Ketentuan-ketentuan tentang besarnya intensitas penerangan menurut


PMP. No. 07 Tahun 1964 adalah sebagai berikut. Intensitas penerangan yang diukur
dengan alat-alat pengukur yang baik setinggi tempat kerja yang sebenarnya atau
setinggi perut untuk penerangan umum (kurang lebih 1 m).
Dari hasil pengukuran dan perhitungan intensitas penerangan umum di
ruang kuliah II D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja maka didapat IPU = 77 Lux
dan pada penerangan local di meja diskusi perpustakaan D4 Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah 394,8 Lux. Intensitas yang diperlukan dalam penerangan
suatu ruangan menurut Suma’mur P.K. adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Jenis pekerjaan dan intensitas penerangan
Pekerjaan Contoh-contoh Intenstas Penerangan (Lux)

Tidak teliti Penimbunan barang 80 – 170

Agak teliti Pemasangan (tidak teliti) 170 – 350

Teliti Membaca, menggambar 350 – 700

Sangat teliti Pemasangan 700 - 10.000

Sumber : Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


Intensitas Penerangan Umum (IPU) pada ruang kuliah II D4 Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah 77 Lux. Angka tersebut jika dibandingkan dengan
intensitas penerangan pada pekerjaan teliti membaca dan menggambar menurut
Suma’mur P.K sangat kurang di bawah intensitas standar yaitu 350-700 Lux. Dapat
disimpulkan bahwa ruangan ini tidak cocok untuk kegiatan belajar ataupun rapat
dikarenakan penerangannya kurang baik. Sedangkan untuk penerangan local pada
meja diskusi perpustakaan D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja sudah baik dan
sesuai standar.
27

Penerangan harus cukup intensitasnya, yaitu sesuai dengan kegiatan


membaca yang intensitas penerangannya 350 Lux – 700 Lux.
Pada pengukuran reflaktan diperoleh hasil dinding belakang 36,3% ; lantai
97,41% ; dan mebel 44,4%. Di mana standar penerangan menurut Suma’mur yaitu
:
Tabel 3. Nilai reflaktan

No. Jenis Permukaan Reflaktan (%)

1. Langit-langit 80 – 90

2. Dinding 40 – 60

3. Perkakas (mebel) 25 – 45

4. Mesin dan perlengkapannya 30 – 50

5. Lantai 20 – 40

Sumber : Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


Sehingga dapat disimpulkan bahwa di antara dinding, lantai, dan mebel
hanya mebel yang sudah sesuai dengan standar. Data ini dapat menjadi acuan untuk
peninjauan kembali kelayakan tempat belajar.
Namun, ada beberapa faktor yang juga mempengaruhi dalam kegiatan
pengukuran seperti :
1. Praktikan
Praktikan kurang konsentrasi dan sungguh-sungguh dalam
pengukuran serta dalam pembacaan hasil pada display. Ada pula praktikan yang
belum terampil dalam menggunakan alat sehingga hasil yang didapatkan kurang
maksimal keakuratannya.
2. Sumber penerangan
Karena pengukuran dilakukan ketika cuaca mendung namun
terkadang ada sinar matahari sehingga perubahaan cuaca sangat mempengaruhi.
3. Warna benda
28

Semakin terang warna maka semakin bagus.


4. Ventilasi
Tempat yang digunakan dalam pengukuran belum memenuhi syarat
sehingga cahaya tidak bisa masuk dalam ruangan secara sempurna.
Beberapa syarat yang ideal untuk membaca :
1. Penerangan buatan tidak boleh menimbulkan pertambahan udara yang
berlebihan, bila hal ini terjadi diusahakan supaya suhu turun dengan
mengusahakan pengaturan ventilasi, AC, maupun kipas angin.
2. Sumber penerangan haruslah bisa memberikan pencahayaan dengan intensitas
yang tetap, merata, tidak berkedip-kedip, tidak menyilaukan, dan tidak
menimbulkan bayangan yang mengganggu.
29

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari praktikum pengukuran intensitas penerangan umum yang dilakukan pada 8


titik pengukuran di dapatkan hasil IPU adalah 211 Lux.
2. Dampak penerangan pd pkerjaan :?
3. Tindakan penanganan : ?

B. Saran

1. Hasil pengukuran intensitas cahaya di beberapa tempat, di mana salah


satunya adalah Ruang Kuliah II, menunjukkan bahwa di Ruang Kuliah II
..............................
2. Sebaiknya praktikan lebih serius dan sungguh-sungguh dalam melakukan
praktikum, belajar teori maupun teknisnya sebelum melaksanakan
praktikum.
3. Karena ruangan ini digunakan sebagai tempat kuliah di mana ada kegiatan
membaca, menulis dan lain sebagainya, maka Intensitas Penerangan Umum
harus ditingkatkan dengan penambahan penerangan buatan.
30

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia tidak lepas dari suatu kondisi lingkungan kerja yang berbeda-
beda, sehingga para pekerja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
tersebut. Manusia akan bisa mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik
dan memperoleh hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung.
Salah satunya adalah penerangan yang baik. Di beberapa tempat kerja telah
membuktikan bahwa penerangan memberikan dampak positif seperti
peningkatan produksi yang maksimal, tersedianya barang dan jasa, serta
perluasan lingkungan kerja.
Di abad ke-21 kita masih menggunakan prinsip yang sama dalam
menghasilkan panas dan cahaya melalui lampu pijar. Hanya dalam beberapa
tahun terakhir produk-produk penerangan menjadi lebih canggih dan beraneka
ragam. Perkiraan menunjukan bahwa pemakaian energi oleh penerangan
adalah 20% sampai 45% untuk pemakaian energi total oleh bangunan
komersial dan sekitar 3% hingga 10% untuk pemakaian energi total oleh plant
industri. Hampir kebanyakan pengguna energi komersial dan industri peduli
penghematan energi dalam sistem penerangan. Sering kali, penghematan
energi yang cukup berarti didapatkan dengan investasi yang minim dan masuk
akal. Mengganti lampu uap merkuri atau sumber lampu pijar dengan logam
halida atau sodium bertekanan tinggi akan menghasilkan pengurangan biaya
energi dan meningkatkan jarak penglihatan.
Penerangan yang baik yaitu penerangan yang memungkinkan kita dapat
melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak
perlu, berikut hal-hal yang menentukan penerangan yang baik, antara lain:
a. Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan
b. Pencegahan kesilauan
c. Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan
d. Arah sinar
31

e. Warna
Pengaruh dari penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata,
dan mengakibatkan berbagai akibat buruk lainnya seperti katarak, eritema, dll.
Pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan menyebabkan kepada penurunan
performansi kerja, termasuk kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah,
banyak terjadi kesalahan dan kecelakaan kerja meningkat. Sehingga pentingnya
pengukuran penerangan atau pencahayaan bagi kinerja seseorang.

B. Tujuan
a. Mengetahui pengertian Intensitas cahaya.
b. Mengetahui system pencahayaan
c. mengetahui sifat cahaya
d. Mengetahui elemen yang paling penting
e. Mengerti intensitas cahaya menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
f. Mengetahui hasil pengukuran penerangan umum
g. Mengetahui hasil pengukuran penerangan lokal

C. Manfaat
1. Bagi Praktikan
- Mendapatkan kemampuan dan keterampilan dalam pengoperasian alat
lux meter.
- Mendapatkan kemampuan dan keterampilan dalam menganalisis
kasus-kasus yang berkaitan dengan regulasi.
2. Bagi Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Mampu memberikan bekal pengetahuan bagi mahasiswa untuk
dapat memahami pengoperasian alat lux meter.
- Dapat menambah kepustakaan yang diharapkan dapat bermanfaat
untuk pengembangan ilmu dan peningkatan program belajar
mengajar.
32

- Dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran dan sumber


informasi bagi mahasiswa Program Diploma 4 Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
33

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
Penerangan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-
benda di tempat kerja (Budiono, 2003). Menurut Ching, (1996) ada tiga metode
untuk penerangan yaitu, penerangan umum, penerangan lokal dan penerangan
cahaya aksen. Penerangan umum atau baur menerangi ruangan secara merata
dan umumnya terasa baur. Penerangan lokal atau penerangan untuk kegunaan
khusus, menerangi sebagian ruang dengan sumber cahaya biasanya dipasang
dekat dengan permukaan yang diterangi. Berdasarkan sumbernya penerangan
dibedakan menjadi dua yaitu, penerangan alamiah dan penerangan buatan.
Sumber cahaya alamiah pada siang hari adalah matahari dengan cahayanya
yang kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Cahaya buatan
adalah cahaya yang dihasilkan oleh elemen-elemen buatan, dimana kualitas dan
kuantitas cahaya yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari jenisnya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, penerangan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebab itu salah satu masalah
lingkungan ditempat kerja harus diperhatikan yaitu pencahayaan. Nilai
Pencahayaan yang dipersyaratkan oleh Kep-Menkes RI No.
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux.
Dalam hal penerangan sebaiknya lebih mengutamakan penerangan alamiah
dengan merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena
alasan teknis penggunaan penerangan alamiah tidak dimungkinkan, barulah
penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat.
Dalam kaitan ini perlu diingatkan adanya penerangan umum dan penerangan
khusus atau setempat (Manuaba, 1998). Penerangan yang baik memungkinkan
tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa
upaya-upaya yang tidak perlu. Permasalahan penerangan meliputi kemampuan
manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera penglihatan, usaha-usaha
4
34

yang dilakukan untuk melihat objek lebih baik dan pengaruh penerangan
terhadap lingkungan.
Mata di dalam fungsinya untuk melihat harus tidak dihadapkan pada beban
tambahan seperti penerangan obyek yang kurang intensitasnya sesuai dengan
keperluan. Oleh karena itu penerangan merupakan faktor lingkungan yang
sangat perlu diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kelelahan mata
dalam bekerja. Penerangan yang baik penting agar pekerjaan dapat dilakukan
dengan benar dan dalam situasi yang nyaman (Manuaba,1998).
Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang
memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya
kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus
menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara
permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat,
kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu
produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan
menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1993).
Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran
objek, derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari
lapangan penglihatan, yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada
arah si pengamat, serta lamanya melihat (Suma’mur, 1995). Faktor ukuran
objek, derajat kontras antar objek dengan sekelilingnya serta penerangan adalah
faktor-faktor yang saling mengimbangi satu dengan yang lain, misalnya suatu
objek dengan kontras kurang, dapat dilihat apabila objek tersebut cukup besar
atau bila penerangannya cukup baik. Hal ini sangat perlu diperhatikan pada
setiap jenis pekerjaan agar dalam sebuah proses produksi, pekerja dapat melihat
objek kerja dengan baik dan nyaman, tanpa upayaupaya yang melelahkan.
Upaya mata yang melelahkan menjadi sebab kelelahan mental. Gejalanya
meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan
kecepatan berpikir. Lebih dari itu, apabila pekerja mencoba mendekatkan
matanya terhadap objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi
35

lebih dipaksa, dan mungkin terjadi penglihatan rangkap atau kabur yang
terkadang disertai pula perasaan sakit kepala di daerah atas mata.
Untuk mencegah kelelahan mental oleh upaya mata yang berlebihan, perlu
diusahakan beberapa cara. (Suma’mur, 1995). Ada beberapa cara untuk
mengurangi kelelahan mata, seperti perbaikan kontras, cara ini paling mudah
dan paling sederhana, serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan yang
tepat. Cara berikutnya dengan meninggikan intensitas penerangan. Biasanya
penerangan harus sekurangkurangnya dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal,
masih perlu dipakai lampu-lampu di daerah kerja untuk lebih memudahkan
penglihatan. Cara terakhir adalah pemindahan tenaga kerja dengan visus yang
setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga kerja berusia
muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan kepada pekerjaan
yang kurang diperlukan ketelitian.
Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata cara perancangan sistem
pencahayaan buatan pada bangunan gedung. Menyebutkan bahwa sistem
pencahayaan dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Sistem Pencahayaan Merata
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh
ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat
dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat
pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara
merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit.
b. Sistem Pencahyaan Setempat
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang
tidak merata. Ditempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual
yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya
yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh
dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di
atas tempat tersebut.
c. Sistem Pencahayaan Gabungan Merata Dan Setempat
36

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah


sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan
armatur yang dipasang di dekat tugas visual.
Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk :
1) tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.
2) memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya
datang dari arah tertentu.
3) pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada
tempat yang terhalang tersebut.
4) tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua
atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.
Menurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan di
ruangan, yaitu :
a. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secaralangsung ke
benda yang perlu diterangi.Sistem ini dinilai palingefektif dalam
mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannyakarena dapat
menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena
penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.Untuk efek yang
optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada di dalam
ruangan perlu diberi warnacerah agar tampak menyegarkan.
b. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada
benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-
langit dan dinding.Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan
langsung dapat dikurangi.Diketahui bahwa langitlangit dan dinding
yang diplester putih memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih
pemantulan antara 5%-90%.
c. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda
yang perlu disinari,sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan
37

dinding.Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect


yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya
keatas.Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
d. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting).
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan
dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian
bawah.Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu
diberikan perhatian serta dirawat dengan baik.Pada sistem inimasalah
bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
e. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit langit dan
dinding bagian atas kemudian dipantulkan untukmenerangi seluruh
ruangan.Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu
diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem
ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan
kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada
permukaan kerja.

1. Sumber-sumber Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat
objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya,
pencahayaan dapat dibagi menjadi :

a. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari
sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain
menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk
mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-
38

jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6


daripada luas lantai.
Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding
dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas
cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama
saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan
sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:
1) Variasi intensitas cahaya matahari
2) Distribusi dari terangnya cahaya
3) Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan
4) Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung
b. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat
diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami
atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok
pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun
yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai
berikut:
1) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat
secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara
mudah dan tepat
2) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan
aman
3) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada
tempat kerja
4) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar
secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak
menimbulkan bayang-bayang.
5) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan
prestasi.
39

2. Sifat-Sifat Penerangan
Berdasarkan SNI 03-6575-2001 sifat penerangan dibedakan menjadi 2,
yaitu :

a. Kuantitas Cahaya
Banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan yang
menyebabkan terangnya permukaan tersebut dan sekitarnya. Kuantitas
penerangan yang dibutuhkan adalah tergantung dari tingkat ketelitian
yang diperlukan, bagian yang akan diamati dan kemampuan dari objek
tersebut untuk memantulkan cahaya yang jatuh padanya, serta
brightness dari sekitar objek. Untuk melihat suatu benda atau objek
yang berwarna gelap dan kontras antara objek dan sekitarnya jelek,
diperlukan intensitas penerangan yang tinggi (beberapa ribu lux),
sedangkan untik objek/benda yang berwarna cerah kontras antara objek
dan sekitarnya cukup baik, maka diperlukan beberapa ratus lux saja.
1) Ketelitian
2) Kemampuan objek pantul
3) brightness
b. Kualitas Cahaya
Kualitas Cahaya adalah keadaan yang menyangkut warna, arah,
dan difusi, cahaya, serta jenis dan tingkat kesilauan. Kualitas
penerangan terutama ditentukan oleh ada atau tidaknya kesilauan
langsung (direct glare) atau kesilauan karena pantulan cahaya dari
permukaan yang mengkilap (reflected glare) dan bayangan (shadows)
(Suma’mur, 1996).
1) Bayangan
2) Silau terjadi jika kecerahan dari suatu bagian dari interior jauh
melebihi kecerahan dari interior tersebut pada umumnya. Sumber
silau yang paling umum adalah kecerahan yang berlebihan dari
armatur dan jendela, baik yang terlihat langsung atau melalui
pantulan. Ada dua macam silau, yaitu disability glare yang dapat
40

mengurangi kemampuan melihat, dan discomfort glare yang dapat


menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan. Kedua macam
silau ini dapat terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri.
 Disability glare ini kebanyakan terjadi jika terdapat daerah
yang dekat dengan medan penglihatan yang mempunyai
luminansi jauh diatas luminansi obyek yang dilihat. Oleh
karenanya terjadi penghamburan cahaya di dalam mata dan
perubahan adaptasi sehingga dapat menyebabkan
pengurangan kontras obyek. Pengurangan kontras ini cukup
dapat membuat beberapa detail penting menjadi tidak terlihat
sehingga kinerja tugas visual juga akan terpengaruh. Sumber
disability glare di dalam ruangan yang paling sering
dijumpai adalah cahaya matahari langsung atau langit yang
terlihat melalui jendela, sehingga jendela perlu diberi alat
pengendali/pencegah silau (screening device).
 Discomfort Glare, Ketidaknyamanan penglihatan terjadi jika
beberapa elemen interior mempunyai luminansi yang jauh
diatas luminansi elemen interior lainnya. Respon
ketidaknyamanan ini dapat terjadi segera, tetapi adakalanya
baru dirasakan setelah mata terpapar pada sumber silau
tersebut dalam waktu yang lebih lama. Tingkatan
ketidaknyamanan ini tergantung pada luminansi dan ukuran
sumber silau, luminansi latar belakang, dan posisi sumber
silau terhadap medan penglihatan. Discomfort glare akan
makin besar jika suatu sumber mempunyai luminansi yang
tinggi, ukuran yang luas, luminansi latar belakang yang
rendah dan posisi yang dekat dengan garis penglihatan. Perlu
diperhatikan bahwa variabel perancangan sistem tata cahaya
dapat merubah lebih dari satu faktor. Sebagai contoh,
penggantian armatur untuk mengurangi luminansi ternyata
juga akan menurunkan luminansi latar belakang. Namun
41

demikian, sebagai petunjuk umum, discomfort glare dapat


dicegah dengan pemilihan armatur dan perletakannya, dan
dengan penggunaan nilai reflektansi permukaan yang tinggi
untuk langit-langit dan dinding bagian atas. Ada dua
alternatif sistem pengendalian discomfort glare, yaitu Sistem
Pemilihan Armatur dan Sistem Evaluasi Silau. Kedua sistem
ini mempunyai karakteristik dan aplikasi yang berbeda.
Secara umum, Sistem Pemilihan Armatur dapat digunakan
sebagai alternatif dari Sistem Evaluasi Silau jika nilai Indeks
Kesilauan yang direkomendasikan untuk aplikasi tertentu
adalah lebih besar dari 19. Indeks kesilauan adalah angka
yang menunjukkan tingkat kesilauan dari suatu sistem
pencahayaan, dimana makin besar nilainya makin tinggi
pengaruh penyilauannnya. Berikut ini adalah tabel nilai
Indeks Kesilauan maksimum yang direkomendasikan untuk
berbagai tugas visual atau jenis interior.
Menurut Suma’mur (2009), sifat-sifat penerangan yang baik, antara lain :
a. Pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan.
b. Pencegahan kesilauan.
c. Arah sinar.
d. Warna.
e. Panas penerangan terhadap kelelahan mata.
Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress
intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada
pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat
ketidaktepatan kontras. Menurut Cok Gd Rai (2006), kelelahan mata dapat
dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas ilumiasi dan distribusi cahaya.
Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna
penerangan yang digunakan.Distribusi cahaya yang kurang baik di
lingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata.Distribusi cahaya
42

yang tidak merata sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan


kemampuan membedakan kontras.
Gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain :
Kelopak mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit
dibiarkan terbuka, merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian
mata paling dalam terasa sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur,
tidak bisa difokuskan, penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut
walau mata difokuskan, mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata
merah, jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah,
tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan
dalam mata, penglihatan tampak double, mata terasa panas, mata terasa
kering (Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 1995).

3. Komponen Pencahayaan
Elemen yang paling penting dalam perlengkapan cahaya, selain dari
lampu, adalah reflector.
Reflektor berdampak pada banyaknya cahaya lampu mencapai area
yang diterangi dan juga pola distribusi cahayanya.Reflektor biasanya
menyebar (dilapisi cat atau bubuk putih sebagai penutup)
atau specular (dilapis atau seperti kaca). Tingkat pemantulan bahan
reflector dan bentuk reflektor berpengaruh langsung terhadap efektifitas
dan efisiensi fitting.

4. Persyaratan
Intensitas cahaya di ruang kerja sebagai berikut :
JENIS TINGKAT KETERANGAN
KEGIATAN PENCAHAYAAN
MINIMAL (LUX)
43

Pekerjaan kasar 100 Ruang penyimpanan &


dan tidak terus ruang
menerus. peralatan/instalasi yang
memerlukan pekerjaan
yang
kontinyu.

Pekerjaan kasar & 200 Pekerjaan dengan mesin


terus menerus dan
perakitan kasar.

Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang


kontrol,
pekerjaan mesin &
perakitan/
penyusun.

Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau


halus berkerja dengan mesin
kantor
pekerja pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin.

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,


pemrosesan
tekstil, pekerjaan mesin
halus &
perakitan halus

Pekerjaan amat 1500 Tidak


44

halus menimbulkan
bayangan
Mengukir dengan tangan,
pemeriksaan pekerjaan
mesin
dan perakitan yang sangat
halus

Pekerjaan terinci 3000 Tidak


menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan pekerjaan,
perakitan sangat halus
Sumber : Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

5. Pengendalian Sistem Pencahayaan


a. Semua sistem pencahayaan bangunan harus dapat dikendalikan secara
manual atau otomatis kecuali yang terhubung dengan sistem darurat.
b. Pencahayaan luar bangunan dengan waktu pengoperasian terus menerus
kurang dari 24 jam, sebaiknya dapat dikendalikan secara otomatis dengan
timer, photocell, atau gabungan keduanya.
c. Armatur-armatur yang letaknya paralel terhadap dinding luar pada arah
datangnya cahaya alami dan menggunakan sakelar otomatis atau sakelar
terkendali harus juga dapat dimatikan dan dihidupkan secara manual.
d. Daerah dimana pencahayaan alami tersedia dengan cukup, sebaiknya
dilengkapi dengan sakelar pengendali otomatis yang dapat mengatur
penyalaan lampu sesuai dengan tingkat pencahayaan yang dirancang.
Berikut ini adalah hal-hal yang tidak diatur dalam ketentuan pengendalian
sistem pencahayaan :
1) Pengendalian pencahayaan yang mengatur suatu daerah kerja yang
luas secara keseluruhan dimana kebutuhan pencahayaan dan
45

pengendali dipusatkan ditempat lain (termasuk lobi umum dari


perkantoran, Hotel, Rumah Sakit, Pusat belanja, dan gudang).
2) Pengendalian otomatis atau pengendalian yang dapat diprogram.
3) Pengendalian yang memerlukan operator terlatih.
4) Pengendalian untuk kebutuhan keselamatan dan keamanan daerah
berbahaya.

6. Penentuan titik pengukuran menurut SNI 16-7062-2004


a. Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja kerja maupun
peralatan.Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas
meja yang ada.
b. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan
pada setiapjarak tertentu setinggi satu meter dari lantai.
Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:
1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal
panjangdan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter.
Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas
ruangan kurangdari 10 meter persegi seperti (Gambar 1).

1m 1m 1m 1m

1m 1m 1m 1m

Gambar 1:Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas


kurang dari 10 m2.
2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik
potong garishorizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap
3 (tiga) meter.
Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas
ruangan antara10 meter sampai 100 meter persegi seperti (Gambar 2).
46

3m 3m 3m 3m

3m 3m 3m 3m

3m

3m

Gambar 2 : Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas


antara 10 m2 – 100 m2.
3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang
dan lebarruangan adalah pada jarak 6 meter.
Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk
ruangan denganluas lebih dari 100 meter persegi seperti (Gambar 3).
6m 6m 6m 6m

6m 6m 6m 6m

6m

6m

Gambar 3:Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas > 100
m2 .
47

B. Perundang-Undangan
1. Undang - Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3
ayat 1 (i) yang berbunyi, ”Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai”.
2. Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 86
yang berbunyi, ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja”.
3. Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964 tentang Syarat - Syarat
Kesehatan Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja.
4. Permenakertrans No. 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Penyelenggara Kesehatan.
5. Undang - undang Republik Indonesia No.1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 huruf h yaitu ”memperoleh penerangan yang
cukup dan sesuai”.
6. Undang - undang No 14 tahun 1969 pasal 9 tentang Ketentuan - Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja yaitu ”Tiap - tiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan”.
48

BAB III
HASIL

C. Gambar Alat, Cara Kerja dan Prosedur Pengukuran


4. Gambar Alat
a. five in one (Lux-Meter)

Keterangan:
a. Photo cell :fungsinya untuk menerima cahaya yang
masuk.
b. Switch range selection : fungsinya untuk mengetahui pengukuran
apa yang dipakai sesuai intensitas cahaya.
c. Hold : fungsinya untuk pembacaan di display.
d. Display : fungsinya untuk mengetahui hasil
pengukuran
e. On/Off : fungsinya untuk menghidupkan atau
mematikan alat.
5. Cara Kerja
a. Melakukan kalibrasi alat sebelum melakukan pengukuran.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi alat tersebut, masihdapat
dipakai atau tidak. Caranya yaitu :
1) Alat dihidupkan terlebih dahulu dengan menekan tombol on.
2) Menutup photo cell.

20
49

3) Menekan tombol switch range selection.


4) Jika angka yang tertera pada display adalah 0, maka alat tersebut
masih dalam kondisi yang baik dan dapat digunakan.
b. Memilih obyek (langit - langit ruangan) yang akan diperiksa intensitas
penerangannya.
c. Five in one (Lux-Meter) dikalibrasi, apakah alat tersebut masih normal
tidak untuk digunakan.
d. Pengukuran menghadap cahaya.
e. Mencatat hasil yang tertera pada display.
3. Prosedur Pengukuran
a. Penerangan local
1) Laboratorium dan Kantor Diploma IV Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja
a) Membagi luas halaman menjadi beberapa bagian atau bidang di
mana tiap bidang mempunyai ukuran 3 m x 1 m. Berikut ini
gambar peta untuk penerangan lokal :

Gambar 1. Peta Penerangan Lokal


50

b) Pengukuran dilakukan pada salah satu sudut di mana setiap


photo cell menghadap sumber cahaya, alat dipegang ± 85 cm
dari lantai.
c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya.
d) Melanjutkan pengukuran pada titik ke-2 dan seterusnya, sampai
dengan titik terakhir.
e) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus.
2) Reflaktan
a) Membagi luas bidang yang bisa memantulkan cahaya menjadi 2
bagian.
b) Pengukuran dilakukan pada kedua sudut. Dimana setiap photo
cell pertama kali menghadap sumber cahaya, kemudian yang
kedua menghadap sumber reflaktan.
c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya.
d) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus.
b. Penerangan Umum
1) IPU ruang kuliah 2
a) Membagi luas halaman menjadi beberapa bagian atau bidang di
mana tiap bidang mempunyai ukuran 12m x 3 m.
51

Gambar 2.
Penerangan Umum Ruang Kuliah 2
b) Pengukuran dilakukan pada salah satu sudut di mana setiap photo
cell menghadap sumber cahaya, alat dipegang ± 85 cm dari lantai.
c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya.
d) Melanjutkan pengukuran pada titik ke-2 dan seterusnya, sampai
dengan titik terakhir.
e) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus.
2) Reflaktan
a) Membagi luas bidang yang bisa memantulkan cahaya menjadi 2
bagian.
b) Pengukuran dilakukan pada kedua sudut. Dimana setiap photo
cell pertama kali menghadap sumber cahaya, kemudian yang
kedua menghadap sumber reflaktan.
c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya.
d) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus.

A. Hasil Pengukuran dan Perhitungan


1. Hasil Pengukuran
52

Praktikum yang telah dilaksanakan pada:


Hari/tanggal : Senin, 14 Desember 2015
Pukul : 08.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang Kuliah 2
Alat : Lux-Meter
Pengukuran : Pengukuran Umum, Pengukuran Lokal, dan Reflaktan
(Alami dan Buatan)
a. Penerangan Umum
Lo Jenis Jam cu Rat Sta
kas peneran pengu ac a- nda La
Nilai
i gan kuran a Hasil pengukuran (Lux) rata r mp
Reflaktan (%)
(alami/ (Lu (Lu u
buatan) x) x)
1 2 3 4 5 6 7 8 din lan me Ju
din tai bel mla
g h
RK Alami 08.30 Ce 8 1 8 9 9 1 8 9 93, 300 41, 66 14, 7
2 dan - rah 6 0 8 8 5 0 4 0 625 8 ,1 92
D4 Buatan Selesa 6 2 2
K3 i

b. Penerangan Lokal
N Lokasi Titik Jenis Jenis Jam Cuaca Juml Nilai Hasi Rata- Standar
o peng kegiatan penerang ah Reflkta l rata (Lux)
ukur an lamp n (%) (Lux (Lux)
an u )
1 I Admini Buatan 08.30 Cerah 1 61,48 59,2
55,85 300
strasi
53

Lab.Pra II Admini Buatan 08.33 Cerah 2 40,32 70,6


ktikum strasi
D4 K3 II Admini Buatan 08.36 Cerah 2 21,67 65,7
strasi
IV Admini Buatan 08.39 Cerah 2 27,69 60,3
strasi
V Admini Buatan 08.42 Cerah 2 7,42 57,5
strasi
VI Admini Buatan 08.45 Cerah 2 22,61 37,8
strasi
VII Admini Buatan 08.48 Cerah 2 16,84 39,9
strasi

2. Hasil Perhitungan
a. Penerangan Umum pada RK2 D4 K3
Ruang Kuliah 2

86 + 106 + 88 + 98 + 95 + 102 + 84 + 90
= 93,625
8

𝐵
b. Reflaktan pada RK2 (𝐴 𝑥100% )
10
Mebel = 67 𝑥100% = 14,92
41
Lantai = 62 𝑥100% = 66,12
36
Dinding = 𝑥100% = 41,8
86

𝐵
c. Penerangan Lokal (𝐴 𝑥100%)
54

1. Meja Lab.Praktikum D4 K3 Rata-rata (Lux)


36,4 59,2+70,6+65,7+60,3+57,5+37,8+39,9
I. x 100% = 61,48% =
59,2 7
28,47 391
II. x 100% = 40,32% = 55,85
70,6 7
14,24
III. x 100% = 21,67%
65,7
16,7
IV. x 100% = 27,69%
60,3
4,27
V. x 100% = 7,42%
57,5
8,55
VI. x 100% = 22,61%
37,8
6,72
VII. x 100% = 16,84%
39,9
55

BAB IV
PEMBAHASAN

Penerangan dapat dibagi menjadi 2 macam, penerangan lokal dan


penerangan umum. Kedua penerangan ini perbedaannya dapat dilihat dari objek
yang mendapatkan penerangan. Penerangan umum misalnya pada lampu yang ada
dijalan raya, sedangkan penerangan lokal misalnya pada meja belajar atau bekerja.
Kemudian dilihat dari sumber penerangan itu sendiri dapat di bedakan menjadi 2
pula. Penerangan alami yaitu sumber penerangan dari sinar matahari dan
penerangan buatan dari lampu - lampu yang terpasang dengan listrik.
Penerangan dapat kita ukur dengan alat Lux Meter. Penggunaan dalam
mengukur penerangan alami atau buatan yaitu dengan cara memanipulasi sumber
penerangan yang ada. Apabila kita akan mengukur penerangan alami, maka yang
kita pakai adalah penerangan yang masuk kedalam ruangan dari sinar matahari
tanpa ada satu lamupu pun yang menyala. Begitu juga sebaliknya, apabila kita akan
mengukur penerangan buatan, maka lampu dinyalakan kemudian uasahakan sinara
matahari tidak dapat masuk kedalam ruangan yang akan diukur intensitas
penerangannya.
Untuk mengukur nilai reflaktan dapat ditentukan dari nilai A dan B. Nilai
A diperoleh hasil pengukuran Lux meter yang sensornya menghadap pada cahaya
dan nilai B sensornya menghadap pada dinding.Kriteria ruangan dengan
penerangan yang baik adalah yang tidak melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan dalam PMP No. 7 tahun 1964.Nilai ambang batas penerangan pada
ruangan tergantung dengan pekerjaan yang di lakukan.Semisal untuk penerangan
di ruang kuliah termasuk dalam mengerjakan bahan - bahan besar.Jadi, intensitas
penerangan yang baik yaitu sebesar 50 Lux.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa penerangan yang ada pada
lingkungan sekitar kampus masih memiliki standar pencahayaan untuk penerangan
local masih kurang dalam standar yang dianjurkan. Standar yang dianjurkan sekitar
200 – 300 lux

25
56

Sedangkan untuk refaktan dari data yang kami dapatkan untuk refaktan
yang ada sudah cukup memenuhi standar walaupun ada beberapa ruang yang masih
memiliki standar yang kurang.
Ketentuan-ketentuan tentang besarnya intensitas penerangan menurut PMP.
No. 07 Tahun 1964 adalah sebagai berikut. Intensitas penerangan yang diukur
dengan alat-alat pengukur yang baik setinggi tempat kerja yang sebenarnya atau
setinggi perut untuk penerangan umum (kurang lebih 1 m dari lantai).
Hasil tersebut dapat dianalisa menurut peraturan yang ada, sebagai berikut:
1. Menurut Suma’mur P. K., besarnya intensitas penerangan yang baik
secara umum adalah sebagai berikut :
Intensitas Penerangan
Pekerjaan Contoh-contoh
(Lux)
Tidak teliti Penimbunan barang 80 – 170
Agak teliti Pemasangan (tidak teliti) 170 – 350
Teliti Membaca, menggambar 350 – 700
Sangat teliti Pemasangan (teliti) 700 - 10.000
Berdasarkan peraturan menurut Suma’mur P. K., besarnya intensitas
penerangan pada Ruang Kuliah Kebidanan yang masuk dalam kategori dalam
pekerjaanya yang teliti membutuhkan Intensitas Penerangan sebesar 350-700
sedangkan dari hasil pengukuran kami diketahui rata-rata hanya 46,4, pada saat
dilakukan pengukuran banyak faktor yang mempengarhui penerangan diantaranya
mendung, lampu yang menyala tidak semua dan ukuran wattnya kecil, dan jendela
terlalu tinggi, sehingga rata-rata yang di dapat hanya 46,4 sangat jauh dari ketentuan
yaitu 350-700.
Menurut PMP No. 7 Tahun 1964, intensitas penerangan yang diperlukan
sebagai berikut :
a. Penerangan darurat paling sedikit harus mempunyai 5 Lux.
b. Penerangan halaman dan jalan di perusahaan paling sedikit 20 Lux.
c. Pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar paling sedikit
harus mempunyai 50 Lux.
57

d. Pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kecil sepintas


paling sedikit 100 Lux.
e. Pekerjaan yang hanya membedakan barang kecil agak teliti paling
sedikit 200 Lux.
f. Pekerjaan yang hanya membedakan ketelitian barang kecil dan
halus paling sedikit 300 Lux.
g. Pekerjaan yang hanya membedakan ketelitian barang halus dengan
kontras sedang dalam waktu lama paling sedikit 500 - 1.000 Lux.
h. Pekerjaan yang hanya membedakan barang sangat halus dengan
kontras yang sangat kurang untuk waktu lama paling sedikit harus
mempunyai 1.000 Lux.
Berdasarkan data standart menurut PMP No. 7 Tahun 1964 Ruang
kuliah masuk dalam kategori membedakan ketelitian barang kecil dan
halus paling sedikit 300 lux, dan hasil pengukuran ruang kuliah 2 D4 K3
diperoleh rata-rata 93,625. Menurut analisa dari kelompok kami hasil
tersebut sangat jauh dari standart yakni paling sedikit 300. Sehingga
perlu adanya pembenahan penerangan yang baik agar sesuai standart,
dan pekerjaan dapat dilakukan dengan nyaman tanpa adanya keluhan
dan ketidaknyamanan.

2. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Suma’mur, 2009)


mengklasifikasikan nilai reflaktan sebagai berikut :
No. Jenis Permukaan Reflaktan (%)
1 Langit-langit 80-90
2 Dinding 40-60
3 Perkakas 25-45
4 Mesin dan perlengkapannya 30-50
5 Lantai 20-40
Reflaktan yang diperoleh dalam pengukuran dinding Dinding Ruang
Kuliah 2 adalah 41,8 %. Hal ini berdasarkan keterangan Suma’mur, 2009
58

menyatakan bahwa sudah mencapai batas standart reflaktan yang


ditentukan.
Reflaktan yang diperoleh dalam pengukuran meja atau perkakas
(mebel) untuk penerangan umum adalah 14,92%. Hal ini berdasarkan
keterangan Suma’mur, 2009 menyatakan bahwa hasil kurang dari nilai
ambang batas. Untuk penerangan umum reflaktan meja berada pada titik
kurang dari nilai ambang batas padahal untuk normalnya sebesar 25% –
45%. Karena dari hasil data diperoleh nilai yang kurang dari ambang batas
jadi sebaiknya diberikan penerangan yang cukup dan penambahan watt dari
lampu.
Reflaktan yang diperoleh dalam pengukuran lantai untuk
penerangan umum 66,12%. Hal ini berdasarkan keterangan Suma’mur,
2009 menyatakan bahwa hasil diatas melebihi nilai ambang batas yang
diperbolehkan padahal normalnya dan sesuai standart NAB adalah 20-40%.
Perlu adanya pengurangan cahaya atau wattnya diperkecil.
Dari hasil analisa-analisa di atas, maka dapat dianalisa pula beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran, antara lain :
1. Kurang telitinya praktikan dalam membaca hasil pengukuran pada
display sehingga hasil pengukuran kurang valid.
2. Faktor dari alat pengukur Lux Meter yang sudah mengalami sedikit
kerusakan sehingga mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Ada beberapa lampu dalam ruang tempat melakukan praktikum yang
sebagian tidak menyala sehingga sumber cahaya berkurang.
4. Adanya sumber cahaya lain yang masuk ke dalam ruangan, seperti
cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi sehingga pengukuran
yang dilakukan tidak murni pengukuran umum buatan.
5. Keadaan cuaca yang mendung sehingga mempengaruhi hasil
pengukuran.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan masalah
intensitas di atas, antara lain :
1. Memodifikasi sistem penerangan yang sudah ada, seperti :
59

a. Menaikkan atau menurunkan letak lampu.


b. Merubah posisi lampu.
c. Menambah atau mengurangi jumlah lampu.
d. Mengganti jenis lampu yang lebih sesuai.
e. Merubah posisi jendela agar cahaya matahari yang masuk dapat maksimal.
2. Memodifikasi pekerjaan, seperti :
a. Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata.
b. Merubah posisi kerja.
c. Modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat dengan jelas.
60

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang
dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut.
2. Sistem pencahayaan ada 5 diantaranya Sistem Pencahayaan Langsung,
Pencahayaan Semi Langsung, Sistem Pencahayaan Difus, Sistem
Pencahayaan Semi Tidak Langsung, Sistem Pencahayaan Tidak Langsung.
3. Sifat-sifat pencahayaan yang baik diantaranya Pembagian luminansi dalam
lapangan penglihatan, Pencegahan kesilauan, Arah sinar, Warna, Panas
penerangan terhadap kelelahan mata.
4. Elemen yang paling penting dalam perlengkapan cahaya, selain dari lampu,
adalah reflector.
5. Persyaratan intensitas menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
JENIS TINGKAT KETERANGAN
KEGIATAN PENCAHAYAAN
MINIMAL (LUX)

Pekerjaan 100 Ruang


kasar dan penyimpanan &
tidak terus ruang
menerus. peralatan/instalasi
yang
memerlukan
pekerjaan yang
kontinyu.

Pekerjaan 200 Pekerjaan dengan


kasar & mesin dan

30
61

terus perakitan kasar.


menerus

Pekerjaan 300 R. administrasi,


rutin ruang kontrol,
pekerjaan mesin &
perakitan/
penyusun.

Pekerjaan 500 Pembuatan


agak gambar atau
halus berkerja dengan
mesin kantor
pekerja
pemeriksaan atau
pekerjaan dengan
mesin.

Pekerjaan 1000 Pemilihan warna,


halus pemrosesan
tekstil, pekerjaan
mesin halus &
perakitan halus

Pekerjaan 1500 Tidak


amat menimbulkan
halus bayangan
Mengukir dengan
tangan,
62

pemeriksaan
pekerjaan mesin
dan perakitan
yang sangat halus

Pekerjaan 3000 Tidak


terinci menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan
pekerjaan,
perakitan sangat
halus

6. Hasil Pengukuran peneranan umum


Lo Jenis Jam cu Rat Sta
kas peneran pengu ac a- nda La
Nilai
i gan kuran a Hasil pengukuran (Lux) rata r mp
Reflaktan (%)
(alami/ (Lu (Lu u
buatan) x) x)
1 2 3 4 5 6 7 8 din lan me Ju
din tai bel mla
g h
RK Alami 08.30 Ce 8 1 8 9 9 1 8 9 93, 300 41, 66 14, 7
2 dan - rah 6 0 8 8 5 0 4 0 625 8 ,1 92
D4 Buatan Selesa 6 2 2
K3 i

7. Hasil pengukuran penerangan local


63

N Lokasi Titik Jenis Jenis Jam Cuaca Juml Nilai Hasi Rata- Standar
o peng kegiatan penerang ah Reflkta l rata (Lux)
ukur an lamp n (%) (Lux (Lux)
an u )
1 Lab.Pra I Admini Buatan 08.30 Cerah 1 61,48 59,2
ktikum strasi
D4 K3 II Admini Buatan 08.33 Cerah 2 40,32 70,6
strasi
II Admini Buatan 08.36 Cerah 2 21,67 65,7
strasi
IV Admini Buatan 08.39 Cerah 2 27,69 60,3
55,85 300
strasi
V Admini Buatan 08.42 Cerah 2 7,42 57,5
strasi
VI Admini Buatan 08.45 Cerah 2 22,61 37,8
strasi
VII Admini Buatan 08.48 Cerah 2 16,84 39,9
strasi

B. Saran
1. Penerangan di tempat kerja harus di sesuaikan dan tidak terhalang obyek
yang menghalangi sumber cahaya.
2. Penerangan sebaiknya di berikan di bagian atas dan dapat menjangkau
obyek yang banyak
3. Untuk menghemat biaya, perusahaan bisa melubangi atap dan
memberikan atap yang tembus pandang di bagian tertentu sisi dari ruangan
sehingga penerangan juga dapat di terima obyek.
4. Harusnya jendela ditata tidak terlalu tinggi sehingga cahaya bisa masuk.
64

DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur. 2012. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko
Gunung Agung,p:10.
Natalia, Tifani, dkk. 2014. Hubungan Antara Intensitas Pencahayaan Dengan
Kelelahan Mata Pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal Di
Kompleks Gedung President Pasar 45 Kota Manado. Manado:
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi.
Angelina, Cory, dkk. 2009. Paparan Fisis Pencahayaan Terhadap Mata dalam
Kegiatan Pengelasan (Studi Kasus : Pengelasan di Jalan Bogor).
Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi
Bandung.
Mahmud, Syahrir, dkk. 2013. Analisis Intensitas Pencahayaan pada Bidang Kerja
Terhadap Berbagai Warna Ruangan. Makasar: Program Studi Fisika
Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin.
Suma’mur. 2012. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV.
Haji Masagung,pp:9-17.
Tim Penyusun. 2012. Buku Pedoman Praktikum Semester III. Surakarta :
Diploma IV Kesehatan Kerja,pp 10-20.

Anda mungkin juga menyukai