Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

PRAKTIKUM KEBISINGAN (PEKERJA)

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Mata Kuliah Praktikum Lingkungan Fisik
Program Studi Kesehatan Lingkungan
OLEH

Nama : Annisa Syarani


NIM : 10031181924014
Kelompok : 3 (Tiga)
Dosen : Mona Lestari, S.K.M., M.K.K.K
Asisten : Arifqah Dhiya Ul-Haq

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i


DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3
2.1 Definisi Bunyi .............................................................................................. 3
2.2 Definisi Kebisingan ...................................................................................... 3
2.3 Jenis-Jenis Kebisingan.................................................................................. 4
2.4 Baku Mutu .................................................................................................... 5
2.5 Dampak ........................................................................................................ 6
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM .......................................................... 7
3.1 Alat dan Bahan .............................................................................................. 7
3.1.1 Alat.......................................................................................................... 7
3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................... 7
3.2.1 Kalibrasi Alat .......................................................................................... 7
3.2.2 Cara Kerja ............................................................................................... 8
3.2.3 Cara Mengganti Baterai .......................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 9
4.1 Hasil Pengukuran ......................................................................................... 9
4.1.1 Waktu dan Lokasi Pengukuran ............................................................... 9
4.1.2 Hasil Pengukuran .................................................................................... 9
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 10
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 13
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

i
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Baku mutu berdasarkan kawasan ........................................................... 5
Tabel 2. 2 Baku mutu berdasarkan lama pemaparan .............................................. 5
Tabel 4. 1 Hasil pengukuran ................................................................................... 9

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Noise Dosi Meter ............................................................................... 7
Gambar 3. 2 Flowchart Kalibrasi Alat .................................................................... 7
Gambar 3. 3 Flowchart Cara Kerja ......................................................................... 8
Gambar 3. 4 Flowchart Cara Mengganti Baterai .................................................... 8
Gambar 4. 1 Hasil pengukuran kebisingan pada pekerja ........................................ 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan mendengar ialah salah satu karunia Tuhan yang tiada habis
nilainya. Tanpa pendengaran sangatlah sulit menjalani kehidupan (Soeripto, 2008).
Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki hampir seluruh sendi-sendi manusia,
akan tetapi setiap perkembangan teknologi tentu akan memberikan dampak, baik
yang bersifat positif maupun negative (Wahyu, 2003). Peningkatan industrialisasi
tidak terlepas dari peningkatan teknologi modern. Di saat kita menerima
peningkatan dan perubahan dari pada teknologi, maka kita pun akan juga harus
menerima efek samping dari teknologi tersebut. Namun masih banyak
perusahaan/industri yang lebih berorientasi pada kegiatan produksinya
dibandingkan pengelola sumber daya manusia.
Industri tidak menyadari dampak teknologi yang mereka adopsi tidak bisa
menjamin keselamatan para tenaga kerja. Antara lain pemakaian mesin-mesin
otomatis menimbulkan suara atau bunyi yang cukup besar, dapat memberikan
dampak terhadap gangguan komunikasi, konsentrasi dan kepuasan kerja bahkan
sampai pada cacat (Anizar, 2009). Di sekitar kita terdapat berbagai sumber
kebisingan, misalnya saja bising industri (pabrik), bandar udara, jalan raya, dan
tempat-tempat hiburan. Beberapa pekerjaan yang selalu dihadapkan dengan
kebisingan antara lain penambangan, pembuatan terowongan, penggalian
(peledakan, pengeboran), pekerjaan yang menggunakan mesin-mesin berat
(percetakan, proses penempaan besi, mesin tekstil, mesin kertas), pekerjaan
mengemudikan mesin dengan tenaga pembakaran yang kuat (truk, kendaraan
konstruksi) dan uji coba mesin jet (WHO, 2004).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 mengenai kegiatan di
lingkungan kerja menyebutkan bahwa kebisingan bersumber dari alat-alat proses
produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat merusak pendengaran.
Adanya kebisingan biasanya juga diikuti dengan adanya getaran yang
merupakan gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap
suatu titik acuan (Kep. MENLH No. Kep-49/MENLH/11/1996).

1
Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja ialah kebisingan. Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang
sering dijumpai di tempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yang berlebihan dapat
merusak kemampuan untuk mendengar (menjadi tuli) dan juga dapat
mempengaruhi anggota tubuh yang kaun termasuk jantung (Soeripto, 2008).
Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan, dan ketenangan kerja,
mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan penurunan daya dengar dan
bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja
yang terpapar kebisingan.
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari karena belum mengganggu
percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan
umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat
parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama
masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Salah
satu faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas
bising. Semakin tinggi intensitas bising dan semakin lama pekerja terpajan bising,
maka risiko pekerja untuk mengalami gangguan pendengaran akan semakin tinggi
pula.
Menurut Sasongko (2000), kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga
memengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung, selain itu dapat menimbulkan
gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, serta ketakutan. Gangguan
psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan
lama kejadian kompleksitas spektrum atau kegaduhan dan tidak teraturnya suara
kebisingan. Gangguan kesehatan yang timbul akibat adanya kebisingan yaitu
gangguan pendengaran, pencernaan, stress, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
dan penurunan prestasi kerja (Gunawan, 2001). Menurut Listaningrum,
menyatakan bahwa kebisingan juga memberikan dampak berupa penurunan fungsi
pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Dampak akibat dari
pemajanan terhadap bising, kebanyakan atau umumnya tidak dapat disembuhkan.
Oleh karena itu, menghindari kebisingan yang berlebihan adalah satu-satunya cara
yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran (ketulian) (Soeripto, 2008).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bunyi


Suma’mur (2009) mengemukakan bahwa bunyi didengar sebagai rangsangan
pada sel saraf pendengar dalam telinga melalui gelombang longitudinal yang timbul
dari getaran sumber bunyi dan manakala bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka
dinyatakan sebagai kebisingan. Kualitasnya terutama ditentukan oleh frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi bunyi adalah jumlah gelombang bunyi yang lengkap yang
diterima oleh telinga setiap detik. Frekuensi bunyi yang bisa diterima oleh telinga
manusia terbatas mulai frekuensi 16-20.000 Hertz. Bunyi dengan frekuensi kurang
dari 16 Hz disebut infrasonik dan di atas 20.000 Hz disebut ultrasonic. Frekuensi
bunyi yang terutama penting untuk komunikasi (pembicaraan) yaitu sekitar 250 Hz-
3.000 Hz. Intensitas bunyi adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi.
Tekanan ini biasa diukur dengan microba. Untuk mempermudah pengukuran
digunakan satuan decibel (Anizar, 2009).

2.2 Definisi Kebisingan


Kebisingan didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat rnenyebabkan gangguan pendengaran (PER.13/MEN/X/2011).
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki
(noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja
kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).
Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai suara
yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan spektrum
pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu. Kebisingan adalah
bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu

3
kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan gangguan pendengaran
(ketulian).
Kebisingan juga didefinisikan sebagai “suara yang tidak dikehendaki”,
misalnya suara yang menghalangi terdengarnya suara-suara yang diinginkan,
seperti musik, perbincangan, perintah, dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa
tidak nyaman bagi tubuh. Bising merupakan bahaya golongan fisika yang terdapat
di lingkungan kerja sebagai efek samping pemakaian peralatan/ perlengkapan kerja
seperti mesin dan proses yang dilakukan. Efek utama yang menyertai kehadiran
bising ini ialah kemungkinan timbulnya ketulian pada pekerja yang dipengaruhi
oleh lamanya paparan dan karakteristik bising tersebut (Rachmatiah, dkk. 2015).

2.3 Jenis-Jenis Kebisingan


Di tempat kerja kebisingan diklasifikasikan kedalam dua jenis golongan besar,
yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (unsteady noise)
(Tambunan, 2005).
Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam,
contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.
2. Broad band noise, kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band
noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).
Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih
bervariasi (bukan “nada” murni).
Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagikan lagi menjadi:
1. Fluctuating noise, kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang
waktu tertentu.
2. Intermittent noise, sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah
kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah,
contohnya kebisingan lalu lintas
3. Impulsive noise, kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara
berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat,
misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.

4
2.4 Baku Mutu
Tabel 2. 1 Baku mutu berdasarkan kawasan
No. Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB
Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Permukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55
Sumber: KepMen No.48/MENLH/11/1996

Tabel 2. 2 Baku mutu berdasarkan lama pemaparan


Waktu Pemaparan Per Hari Intensitas Kebisingan Dalam dB
8 Jam 85
4 Jam 88
2 Jam 91
1 Jam 94
30 Menit 97
15 Menit 100
7,5 Menit 103
3,75 Menit 106
1,88 Menit 109
0,94 Menit 112
28,12 Detik 115
14,06 Detik 118
7,03 Detik 121
3,52 Detik 124
1,76 Detik 127
0,88 Detik 130
0,44 Detik 133
0,22 Detik 136
0,11 Detik 139
Sumber: Permenaker No. 5 Tahun 2018

5
2.5 Dampak
Dampak utama dari kebisingan terhadap kesehatan manusia adalah kerusakan
indera-indera pendengaran yang dapat mengakibatkan ketulian (Suma’mur, 2013).
Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung karakteristik fisik, karakteristik
individu, masa kerja dan lama kerja. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang
dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa
bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Pendengaran
Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan
dengan komunikasi audio/suara. Kerusakan pendengaran (ketulian)
merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus menerus
terhadap organ pendengaran.
2. Gangguan komunikasi
Kebisingan dapat mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi
komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telephone). Sebagai
pegangan, gangguan komuniakasi oleh kebisingan telah terjadi, apabila
komunikasi pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan dengan sura
yang kekuatannya tinggi dan lebih nyata lagi apabila dilakukan dengan cara
berteriak. Gangguan komunikasi seperti itu menyebabkan terganggunya
pekerjaan, bahkan mungkin mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan,
terutama pada penggunaan tenaga kerja baru oleh karena timbulnya salah
paham dan salah pengertian (Suma’mur 2013).
3. Gangguan psikologis
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan,
kecemasan dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan
tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan lama kejadian,
kompleksitas, spektrum/kegaduhan, dan ketidakteraturan kebisingan.
4. Gangguan produktivitas kerja
Kebisingan dapat mempengaruhi gangguan terhadap pekerjaan yang sedang
dilakukan seseorang yang dimulai dan gangguan psikologis dan gangguan
komunikasi sehingga menurunkan produktivitas kerja.

6
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Noise Dosi Meter

Gambar 3. 1 Noise Dosi Meter

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Kalibrasi Alat

Atur alat pada mode SLM, Atur


Pasang sensor SLM pada alat
respon time pada slow mode
kalibrasi
(S)

lalu Atur crew calibrasi hingga


Nyalakan kalibrator pada 94 dB
penunjukkan di 94 dB

Gambar 3. 2 Flowchart Kalibrasi Alat

7
3.2.2 Cara Kerja

Pastikan baterai terpasang pada Tunggu hingga display alat


alat. Hidupkan alat dengan menunjukan angka pengukuran
menekan tombol power

Simpan alat pada kantung baju Letakan sensor suara pada kerah

pekerja. Lakukan pengukuran dibawah telinga pekerja menghadap

selama jam kerja berlangsung kedepan

Jika pengukuran telah selesai dilakukan, sambungkan


alat dengan komputer untuk melihat hasil pengukuran
yang telah dilakukan

Gambar 3. 3 Flowchart Cara Kerja

3.2.3 Cara Mengganti Baterai

Lepaskan sekrup yang terdapat Angkat penutup baterai untuk


di belakang alat. membuka tempat baterai

Tutup kembali dan pasang Masukkan baterai dengan sisi


kembali sekrup kutub yang benar

Gambar 3. 4 Flowchart Cara Mengganti Baterai

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran


4.1.1 Waktu dan Lokasi Pengukuran
Hari/Tanggal : Selasa/22 Februari 2022
Waktu : 09.00 WIB
Lokasi : Laboratorium Gedung Perkuliahan FKM Unsri

4.1.2 Hasil Pengukuran


Tabel 4. 1 Hasil pengukuran
No. Tempat Pengukuran Hasil Pengukuran NAB Keterangan
1. Laboratorium FKM 61,4 dB(A) 91 Memenuhi NAB

Gambar 4. 1 Hasil pengukuran kebisingan pada pekerja

9
4.2 Pembahasan
Intensitas kebisingan mempunyai pengaruh besar pada kesehatan manusia dan
bila terpapar terlalu lama akan menyebabkan gangguan kesehatan. Gangguan
kesehatan tersebut tidak hanya pada gangguan pendengaran saja melainkan juga
menjadi penyebab hipertensi. Hipertensi dipicu oleh emosi yang tidak stabil yang
dapat mengakibatkan stres. Stres yang berkelanjutan akan menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih kersa
memompa darah ke seluruh tubuh. Bila hal tesebut terjadi terusmenerus dalam
waktu yang lama, tekanan darah akan naik dan kenaikan inilah yang disebut
hipertensi.
Kebisingan yang terus menerus akan menimbulkan ketulian secara perlahan,
dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Dengan kondisi seperti ini jarang
disadari oleh penderita sehingga ketika penderita baru menyadari menderita
ketulian stadium akhir sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Maka akan
mempengaruhi produktivitas dalam bekerja. disamping itu, ketulian juga akan
mengganggu komunikasi. Untuk mengetahui kebisingan di tempat kerja, penting
bagi mahasiswa untuk melakukan uji coba (praktikum) pengukuran kebisingan,
maka dilakukan pengukuran kebisingan di lingkungan kerja.
Praktikum kali ini mengukur kebisingan pada pekerja yang mana dilakukan di
ruangan laboratorium gedung perkuliahan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya pada sekitar pukul 09.00 WIB. Pengukuran kebisingan pada
pekerja dilakukan menggunakan alat yang Bernama Noise Dosi Meter. Cara
pengukuran menggunakan alat ini ialah pertama-tama alat harus terhubung terlebih
dahulu dengan komputer, yang mana fungsi dari computer ini ialah untuk melihat
hasil pengukuran, NAB, waktu pengukuran, dan hal lainnya. Setelah alat sudah
terhubung dengan computer, langkah selanjutnya ialah mengatur komputer dengan
settingan sesuai standar Indonesia. Negara yang memiliki standar yang sama
dengan Indonesia adalah Brazil dan Jepang. Kemudian, alat Noise Dosi Meter tadi
diletakkan di kantong pekerja dan tunggu sampai waktu kerja habis.
Kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan
dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan gangguan
pendengaran (ketulian). Kebisingan juga didefinisikan sebagai “suara yang tidak

10
dikehendaki”, misalnya suara yang menghalangi terdengarnya suara-suara yang
diinginkan, seperti musik, perbincangan, perintah, dan sebagainya atau yang
menyebabkan rasa tidak nyaman bagi tubuh. Praktikum kebisingan pada pekerja ini
didapatkan hasil uji sebesar 61,4 dB(A). Nilai ambang batas yang digunakan dalam
praktikum kali ini ialah yang diatur dalam Permenaker No 5 Tahun 2018 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja yang mana durasi waktu
kerjanya diasumsikan selama 2 jam, maka NAB yang sesuai ialah sebesar 91
dB(A).
Hasil pengukuran yang telah didapat jika dibandingkan dengan Nilai Ambang
Batas (NAB) yang diatur dalam Permenaker No 5 Tahun 2018 masih memenuhi
nilai ambang batas atau bisa juga disebut masih dalam kategori aman bagi manusia.
Nilai yang dihasilkan ini tidak menimbulkan gangguan pendengaran pada manusia
atau pekerja tersebut. Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan
pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural
tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang
berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama
pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
dapat berpengaruh. Salah satu faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intensitas bising. Semakin tinggi intensitas bising dan semakin lama
pekerja terpajan bising, maka risiko pekerja untuk mengalami gangguan
pendengaran akan semakin tinggi pula.
Kebisingan merupakan masalah yang menyertai perkembangan pembangunan
kota, sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas penduduk di
perkotaan. Kebisingan yang kita dirasakan, dapat kita kurangi tingkat gangguannya
dengan melakukan upaya pengurangan atau pengendalian kebisingan. Seiring
dengan berkembangnya pembangunan di segala bidang di Indonesia pada
khususnya, meningkatnya pertumbuhan sarana dan prasarana transportasi darat
menyebabkan kebisingan dari arus lalu lintas yang ada menjadi tidak terhindarkan.
Kebisingan ini perlu dikendalikan, sasaran pengendalian kebisingan adalah
menyediakan lingkungan akustik yang dapat diterima di dalam maupun di luar
bangunan, sehingga intensitas dan sifat semua bunyi di dalam atau sekitar suatu

11
bangunan tertentu akan cocok dengan keinginan penggunaan ruang tersebut. Bebas
bising merupakan salah satu dari kualitas lingkungan yang paling berharga yang
dapat dimiliki suatu gedung atau ruang eksterior dewasa ini.
Pengendalian kebisingan yang efektif dalam bangunan sangat diperlukan
karena kebisingan dapat menyebabkan kerusakan telinga sementara ataupun
permanen, mengganggu dalam mendengarkan pembicaraan atau musik,
menyebabkan kemunduran dalam penampilan kerja, menurunkan konsentrasi
belajar, mengalihkan perhatian atau mengganggu. Permasalahan utama dalam
pengendalian kebisingan adalah meramalkan bagaimana bising yang diduga akan
mempengaruhi penghuni ruang yang ada, menetapkan jejak penyebaran bising dan
menghindari setiap pengaruh yang merusak.
Adapun faktor-faktor yang bisa mereduksi kebisingan tersebut yaitu jarak, kita
memahami bahwa dengan semakin jauhnya jarak telinga terhadap sumber
kebisingan maka semakin lemahlah bunyi yang diterima. Reduksi kebisingan akibat
jarak akan berbeda besarnya antara sumber kebisingan tunggal atau majemuk. Yang
kedua serapan udara, Udara di sekitar kita, yang menjadi medium perambatan
gelombang bunyi, sesungguhnya mampu menyerap sebagian kecil kekuatan
gelombang bunyi yang melewatinya. Serapan juga terjadi lebih baik pada udara
dengan kelembaban relatif rendah, dibandingkan pada udara dengan kelembaban
relatif tinggi. Yang ketiga permukaan tanah, Permukaan bumi yang masih dibiarkan
sebagaimana adanya seperti tertutup tanah atau rerumputan, adalah permukaan
yang lunak. Apabila bunyi merambat dari sumber ke suatu titik melalui permukaan
lunak semacam ini, permukaan tersebut akan cukup signifikan menyerap bunyi
yang merambat, sehingga bunyi yang diteriam titik tersebut akan melemah
kekuatannya. Yang terakhir ada halangan, Reduksi bunyi akibat adanya objek
penghalang dapat dibedakan menjadi dua yaitu halangan yang terjadi secara
alamiah dan halangan buatan. Halangan alamiah terjadi ketika di antara sumber
bunyi dan suatu titik berdiri penghalang yang tidak sengaja dibangun oleh manusia,
seperti kontur alam yang membentuk bukit dan lembah. Adapun penghalang yang
sengaja dibangun oleh manusia bisa berupa pagar, tembok, dan lain sebagainya.
Sebuah penghalang sesungguhnya baru akan efektif ketika difungsikan untuk
menahan bunyi berfrekuensi tinggi.

12
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Peningkatan industrialisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi
modern. Di saat kita menerima peningkatan dan perubahan dari pada
teknologi, maka kita pun akan juga harus menerima efek samping dari
teknologi tersebut.
2. Kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan
dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (ketulian).
3. Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung karakteristik fisik,
karakteristik individu, masa kerja dan lama kerja. Pengaruh tersebut
berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan
rasa aman manusia.
4. Hasil pengukuran yang telah didapat yaitu sebesar 61,4 dB(A) jika
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang diatur dalam
Permenaker No 5 Tahun 2018 yaitu sebesar 91 dB(A) masih memenuhi nilai
ambang batas atau bisa juga disebut masih dalam kategori aman bagi
manusia.
5. Kebisingan dapat kita kendalikan, addapun faktor-faktor yang bisa
mereduksi kebisingan tersebut yaitu terdapat 4 faktor jarak, serapan udara,
permukaan tanah, dan hambatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Cetakan


Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta.

B. M, Shield & J.E, Dockrell. 2003. The Effect of Noise on Children at School.
Journal of Building Acoustics, 10(2), 97-106.
Bulunuz, N., Bulunuz, M., Orbak, A.Y., Mulu, N., & Tavşanli, Ö.F. 2017. An
evaluation of primary school students’ views about noise levels in school.
International Electronic Journal of Elementary Education, 10(4), 725-740.
Handoko, J. P. S. 2010. Pengendalian kebisingan pada fasilitas pendidikan studi
kasus gedung sekolah pascasarjana UGM Yogyakarta. Jurnal Sains dan
Teknologi Lingkungan, 2(1), 32-42.
Indah, Rachmatiah, 2015. Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang Baku
Tingkat Kebisingan.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018


Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI No. 13 Tahun 2011 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja.

Putra, F. & Lisya, S. Y. 2017. Tingkat kebisingan lalu lintas kendaraan di gedung
1 Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTInd) Padang. Jurnal Sains dan
Teknologi, 17(1), 1-7.
Suma’mur, P. K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: CV Sagung Seto.

Tambunan, S. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). Jakarta:


Andi.

14

Anda mungkin juga menyukai