Anda di halaman 1dari 22

PAPER K3

“PT Ferron Par Pharmaceuticals”

DosenPengampu :

Rahmi Nurmadinisia, SKM. MKM

Disusun Oleh:

Dinda Putri Wulandari

NIM : 1320119004

Jannie Aldriana Shofia

NIM : 1320119006

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES RAFLESIA DEPOK

2020

JL. Mahkota Raya 32-B Komplek Pondok Duta 1, Cimanggis, Kota Depok,

Jawa Barat 16451


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. Tuhan semesta alam, yang telah
memberikan petunjuk, rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Saw. dan para keluarga serta sahabatnya. dan tak lupa kami
bersyukur atas tersusunnya makalah ini yang berjudul “PT Ferron Par Pharmaceuticals”.

Terima kasih kepada Ibu Rahmi Nurmadinisia, SKM. MKM selaku dosen mata kuliah
Dasar K3 program studi Kesehatan Masyarakat serta yang telah bersedia membimbing
penulis hingga sekarang. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami mengharapkan adanya kritik dan saran atas kekurangan kami dalam
penyusunan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya
bagi mahasiswa STIKES Raflesia dan semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Depok, 15 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Parameter Getaran....................................................................................................3

2.2 Parameter Kebisingan...............................................................................................5

2.3 Parameter Pencahayaan...........................................................................................9

2.4 Parameter Debu.......................................................................................................12

BAB III PENUTUP................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatnya intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja. Hal
tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beranekaragam bentuk maupun jenis
kecelakannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang telah
dilaksanakan tersebut maka disusunlah peraturan perundangan yang mengatur tentang
ketenagakerjaan sebagai upaya dalam perlindungan keselamatan kerja dan
peningkatan derajat kesehatan para tenaga kerja di lingkungan kerja.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan  petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan  baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan  prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran  pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam
kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu parameter getaran beserta contoh pekerjaannya?
2. Berapakah nilai ambang batas dari getaran?
3. Apa itu parameter kebisingan beserta contoh pekerjaannya?
4. Berapakah nilai ambang batas dari kebisingan?
5. Apa itu parameter pencahayaan beserta contoh pekerjaannya?
6. Berapakah nilai ambang batas dari pencahayaan?
7. Apa itu parameter debu beserta contoh pekerjaannya?
8. Berapakah nilai ambang batas dari debu?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui parameter getaran beserta contoh pekerjaannya
2 Untuk mengetahui nilai ambang batas dari getaran
3 Untuk mengetahui parameter kebisingan beserta contoh pekerjaannya
4 Untuk mengetahui nilai ambang batas dari kebisingan
5 Untuk mengetahui parameter pencahayaan beserta contoh pekerjaannya
6 Untuk mengetahui nilai ambang batas dari pencahayaan
7 Untuk mengetahui parameter debu beserta contoh pekerjaannya
8 Untuk mengetahui nilai ambang batas dari debu
BAB II

PEMBAHASAN

A. Parameter Getaran
Getaran adalah suatu gerak bolak-balik disekitar kesetimbangan. Kesetimbangan yang
dimaksud adalah keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya
yang bekerja pada enda tersebut. Getaran mempunyai amplitudo (jarak simpangan terjauh
dengan titik tengah) yang sama. Getaran ini menyebar pada lingkungan dan merupakan
bagian dari tenaga yang sumbernya adalah mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari
kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau benda
yang terdapat di tempat kerja dan lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis
(Suma’mur, 2009:141).
Getaran mekanis adalah getaran yang timbul karena pengoperasian peralatan mekanis
(Sujoso, 2012:60). Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang
ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat
menimbulkan akibat yang tidak diinginkan pada tubuh (Wignjosoebroto, 2000:87). Getaran
mekanis dibedakan berdasarkan jenis pajanannya. Terdapat dua bentuk yaitu getaran seluruh
tubuh (Whole Body Vibration) dan getaran pada tangan dan lengan (Hand And Arm
Vibration) (Salim, 2002:42).
1. Whole Body Vibration
Getaran seluruh tubuh atau Whole Body Vibration adalah getaran pada tubuh
pada pekerja yang bekerja sambil duduk atau sedang berdiri dimana landasannya
menimbulkan getaran, frekuensi getarannya sering terjadi sebesar 5-20 Hz (Salim,
2002:253). Pada umumnya getaran seluruh tubuh mempunyai frekuensi 1-80 Hz.
Untuk gerakan seluruh tubuh, toleransi untuk orang-orang yang sedang duduk adalah
paling rendah yaitu pada frekuensi 3-14 Hz dan resonansi pada seluruh tubuh terjadi
antara 3-6 Hz dan 10-14 Hz (Anies, 2014:138). Pajanan vibrasi pada seluruh tubuh
umumnya disebabkan oleh mesin industri/konstruksi, pertanian, atau peralatan
transportasi, dapat dibagi menjadi :
a. Vibrasi frekuensi rendah, misalnya peralatan transportasi darat (bus, truk, kereta
api).
b. Vibrasi frekuensi tinggi, misalnya mesin industri, alat-alat berat (forklift, traktor,
traktor roda gigi, Derek, skop elektrik, motor gandeng, bulldozer), peralatan
transportasi udara/laut (helicopter, kapal laut).
c. Syok, peralatan transportasi darat yang berjalan di jalanan yang tidak
rata/berlubang.
Batasan getaran yang diatur oleh Peraturan Menteri tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja tidak mengatur NAB getaran untuk
anggota tubuh yang mana terpajan langsung dengan getaran. Namun berdasarkan
PERMENAKERTRANS No. 13/MEN/X/2011 pasal 7 yang berbunyi : “NAB getaran
yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar
0,5 meter per detik kuadrat (m/s²)”.
whole body vibration atau getaran seluruh tubuh, pada umumnya dialami oleh
supir atau operator yang duduk pada suatu mesin yang bergetar seperti sarana
angkutan yang digunakan di pertanian, transportasi, pertambangan, dan kehutanan
(Joubert, 2001)
2. Hand And Arm Vibration
Getaran setempat adalah getaran yang merambat melalui tangan akibat
pemakaian peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20-500 Hz (Salim,
2002:253). Frekuensi yang paling berbahaya adalah 128 Hz, karena tubuh manusia
sangat peka pada frekuensi ini (Harringston and Gill, 2003:188). Getaran tangan
lengan merupakan bahaya pada operator gergaji rantai, tukang semprot, potong
rumput, gerindra, dan penempa palu. Efek dari getaran ini berupa sindroma getaran
tangan lengan yang terdiri atas efek vascular-pemucatan episodic pada buku jari ujung
yang bertambah parah pada suhu dingin (fenomena raynoud) serta efek neurologic
berapa buku jari ujung mengalami kesemutan dan basal. Menurut Suma’mur
(2009:147) menyatakan dua gejala sehubungan dengan pengaruh getaran mekanis
kepada tangan-lengan tersebut sebagai berikut :
a. Kelainan pada perederan darah dan persyarafan;
b. Kerusakan pada persendian dan tulang.
Nilai Ambang Batas (NAB) getaran mekanis untuk pemaparan tangan dan lengan
berdasarkan PERMENAKERTRANS No. 13/MEN/X/2011 pasal 6 butir 1 yang
berbunyi : “NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung
pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat
(m/s²)”.
B. Parameter Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di
tempat kerjamenyebutkan kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran.Definisi lain adalah bunyi yang didengar sebagai
rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan
manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai
kebisingan(Suma'mur, 1984).
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh pendengaran manusia,
kebisingan adalah suara yang mempunyai multi frekuensi dan multi amplitudo dan biasanya
terjadi pada frekuensi tinggi. Sifat kebisingan terdiri dari berbagai macamantara lain konstan,
fluktuasi, kontinu, intermiten, impulsif, random dan impact noise. Menurut Siswanto (2002)
dalam Ramdan (2013), kebisingan adalah terjadinya bunyi yang keras sehingga mengganggu
dan atau membahayakan kesehatan. Sedangkan menurut Gabriel (1996) dalam Ramdan
(2013), bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang merupakan aktivitas
alam dan buatan manusia.
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja seperti gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan pendengaran, misalnya gangguan terhadap
pendengaran dan gangguan pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya
keselamatan, menurunnya performa kerja, kelelahan dan stres. Jenis pekerjaan yang
melibatkan paparan terhadap kebisingan antara lain pertambangan, pembuatan terowongan,
mesin berat, penggalian (pengeboman, peledakan), mesin tekstil, dan uji coba mesin jet.
1. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan adalah memperoleh data tentang frekuensi dan
intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana saja serta menggunakan data hasil
pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga
tidak menimbulkan gangguan (Suma'mur, 1984). Ada dua macam cara untuk
mengukur kebisingan di tempat kerja, yaitu :
a. Instrumen pembacaan langsung
Instrumen pembacaan langsung disebut juga sound level meteryang bereaksi
terhadap suara atau bunyi, mendekati kepekaan telinga manusia. Alat ini dipakai
untuk mengukur tingkat kebisingan pada saat tertentu. Biasanya alat ini
digunakan untuk mengidentifikasi tempat-tempat yang tingkat kebisingannya
lebih tinggi dari aturan batas maksimum yaitu 85 dBA. Alat ini terdiri dari
microphone, alat penunjuk elektronik, amplifier, skala pengukuran A,B,C.
1) Skala pengukuran A, untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang
besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga
untuk intensitas rendah.
2) Skala pengukuran B, untuk memperhatikan kepekaan telinga untuk bunyi
dengan intensitas sedang.
3) Skala pengukuran C, untuk skala dengan intensitas tinggi.
b. Dosimeter personal
Dosimeter adalah alat yang dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan yang
dialami pekerja selama kerja shift. Alat ini dipakai untuk mengukur shift dengan
jam kerja selama 8 jam, 10 jam, 12 jam. Dosimeter dipasang pada ikat pingang
dan sebuah microphone kecil dipasang dekat telinga. Dosimeter mengukur
jumlah yang didengar pekerja-pekerja selama bekerja shift.
Sound level meter dan dosimeter akan memberikan hasil berupa angka yang
dapat dibandingkan dengan aturan batas maksimum (85 dBA untuk shift selama
8 jam per hari, 40 jam per minggu batasnya akan lebih rendah untuk waktu kerja
yang lebih lama (Rachmawati, 2015).
2. Jenis-jenis kebisingan
Menurut Suma'mur (1999), jenis-jenis kebisingan yang sering di temukan adalah
sebagai berikut :
1) Kebisingan kontinudengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide
bandnoise). Jenis kebisingan seperti ini dapat dijumpai misalnya pada mesin-
mesin produksi, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.
2) Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narow
bandnoise). Jenis kebisingan seperti ini dapat dijumpai pada gergaji sirkuler,
katup gasdan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermitent). Kebisingan jenis ini dapat ditemukan
misalnya pada lalu-lintas darat, suara kapal terbang dan lain-lain.
4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Jenis kebisingan seperti ini
dapat ditemukan misalnya pada pukulan mesin kontruksi, tembakan senapan, atau
suara ledakan.
5) Kebisingan impulsif berulang. Jenis kebisingan ini dapat dijumpai misalnya pada
bagian penempaan besi di perusahaan besi.
Menurut Gabriel (1996) dalam Ramdan (2013), membagi kebisingan berdasarkan
frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi. Bunyi dibagi
menjadi tiga kategori yaitu bising pendengaran (audible noise) disebabkan frekuensi
bunyi antara 31,5-8000 Hz, bising yang berhubungan dengan kesehatan (Occupational
noise) yang disebabkan bunyi mesin di tempat kerja dan bising impulsif adalah bising
yang terjadi akibat adanya bunyi menyentak misalnya pukulan palu, ledakan meriam,
tembakan bedil dan lain-lain. Gabriel juga membagi kebisingan berdasarkan waktu
terjadinya yaitu bising kontinu dengan spektrum luas, bising kontinu dengan spektrum
sempit, bising terputus-putus, bising sehari penuh, bising setengah hari, bising terus
menerus dan bising sesaat. Bising berdasarkan skala intensitasnya dibagi menjadi
sangat tenang, tenang, sedang, kuat, sangat hiruk dan menulikan.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas:
a. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras,
misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya
tenggelam dari bising dari sumber lain.
c. Bising yang merusak (damaging/injurious noise). Bunyi yang melampaui NAB.
Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi pendengaran.
3. Sumber Kebisingan
Sumber bising utama dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu :
a. Bising dalam, Bising dalam yaitu sumber bising yang berasal dari manusia,
bengkel mesin dan alat-alat rumah tangga.
b. Bising luar, Bising luar yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas,
industri, tempat pembangunan gedung dan lain sebagainya. Sumber bising
dapat dibagi dua kategori yaitu sumber bergerak seperti kendaraan bermotor
yang sedang bergerak, kereta api yang sedang melaju, pesawat terbang jenis
jet maupun jenis baling-baling. Sumber bising yang tidak bergerak adalah
perkantoran, diskotik, pabrik tenun, pabrik gula, pembangkit listrik tenaga
diesel dan perusahaan kayu (Feidihal, 2007).
4. Nilai Ambang Batas
Nilai ambang batas kebisingan merupakan nilai yang mengatur tentang
tekanan rata-rata atau level kebisingan berdasarkan durasi pajanan bising yang
mewakili koondisi dimana hampir semua pekerja terpajan bising berulang-ulang tanpa
menimbulkan gangguan pendengaran dan memahami pembicaraan normal. Adapun
nilai ambang batas kebisingan seperti pada tabel 1 :

5. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan


Adapun faktor yang memengaruhi terjadinya kebisingan antara lain :
a. Intensitas
Intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung
dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam
rentang yang dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur dengan
logaritma dalam desibel (dB).
b. Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia antara 16-20000 Hertz.
Frekuensi bicara terdapat antara 250-4000 Hertz.
c. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan
berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam
d. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, dan
intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energy bunyi dengan durasi
kurang dari 1 detik) sangat berbahaya (Rachmawati, 2015).

C. Parameter Pencahayaan
Pencahayaan atau penerangan merupakan salah satu komponen agar pekerja dapat
bekerja/mengamati benda yang sedang dikerjakan secara jelas, cepat, nyaman dan aman.
Lebih dari itu penerangan yang memadai akan memberikan kesan pemandangan yang lebih
baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan.maksud dari pencahayaan di tempat kerja
adalah agar benda terlihat jelas.pencahayaan tersebut dapat diatur sedemikian rupa agar
disesuaikan dengan kecermatan atau jenis pekerjaan sehingga memelihara kesehatan mata
dan kegairahan kerja (Haryono, 2011).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002, Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu  bidang kerja
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Satuannya adalah lux , dimana
lm adalah lumens atau lux cahaya. Pencahayaan atau penerangan ditentukan oleh faktor-
faktor berikut :
a. Pembagian Luminensi dalam lapangan penglihatan
b. Pencegahan terhadap kesilauan
c. Pengaturan arah sinar
d. Penggunaan warna yang dipakai untuk penerangan
e. Pemakaian sumber cahaya yang tidak atau minim menimbulkan panas terhadap
lingkungan. (Suma'mur, 2014)
1. Nilai Ambang Batas Pencahayaan
Nilai ambang dari bahaya fisik intensitas pencahayaan tidak ditampilkan melalui satuan
waktu paparan tetapi ditentukan melalui jenis pekerjaan dan berapa taraf standar
kebutuhan akan cahaya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Menurut IES (Illuminating
Engineering Society) dalam (Rahmayanti, 2015), sebuah area kerja dapat dikatakan
memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminansi sebesar 300 lux yang
merata pada bidang kerja. Apabila iluminansinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka
dapat menyebabkan ketidak nyamanan dalam bekerja, dan pada akhirnya menurunkan
kinerja pekerja. Contoh pekerjaan yang membutuhkan penerangan adalah pekerja
kantoran, dokter bedah, dokter forensic,dll.
Standar atau nilai ambang batas pencahayaan menurut IES, Kepmenkes Nomor 1405
Tahun 2002 dan Peraturan Menteri Perburuan Nomor 7 tahun1964 akan ditampilkan
pada tabel dibawah ini.
2. SNI Pencahayaan
Standar ini memuat ketentuan pedoman pencahayaan pada bangunan gedung sehingga
penggunaan energi dapat efisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah fungsi
bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni serta mempertimbangkan aspek
biaya. Standar ini diperuntukan bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan,
pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan gedung untuk mencapai penggunaan
energi yang efisien (Pamungkas, 2015). Berikut adalah daftar standar pencahayaan setiap
ruangan.
3. Alat ukur pencahayaan dan cara pembacaan
Dalam melakukan pengukuran terhadap intensitas pencahayaan adalah lux meter. Alat
ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk
arus listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor. Selain luxmeter
juga ada brightnessmeter untuk luminensi dan  pengukur kekuatan sumber cahaya yaitu
fotometer.
Pada tombol range ada yang dinamakan kisaran pengukuran. Terdapat 3 kisaran
pengukauran yaitu 2000, 20.000, 50.000 (lux). Hal tersebut menunjukan kisaran angka
(batasan pengukuran) yang digunakan pada pengukuran. Memilih 2000 lux, hanya dapat
dilakukan pengukuran pada kisaran cahaya kurang dari 2000 lux. Memilih 20.000 lux,
berarti pengukuran hanya dapat dilakukan pada kisaran 2000 sampai 19990 (lux).
Memilih 50.000 lux, berarti pengukuran dapat dilakukan pada kisaran 20.000 sampai
dengan 50.000 lux. Jika Ingin mengukur tingkat kekuatan cahaya alami lebih baik baik
menggunakan pilihan 2000 lux agar hasil pengukuran yang terbaca lebih akurat.
Spesifikasi ini, tergantung kecangihan alat.
Apabila dalam pengukuran menggunakan range 0-1999 maka dalam pembacaan  pada
layar panel di kalikan 1 lux. Bila menggunakan range 2000-19990 dalam membaca hasil
pada layar panel dikalikan 10 lux. Bila menggunakan range 20.000 sampai 50.000 dalam
membaca hasil dikalikan 100 lux. (Web.id, 2016)

D. Parameter Debu
Dari beberapa literatur, pengertiandebu sebagai berikut:
a. Debu adalah butiran padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam yang merupakan
hasil dari proses pemecahan suatu bahan produksi (Mukono, 2005).
b. Debu adalah partikel padat yang terbentuk dari proses penghancuran, penanganan,
grinding, impaksi cepat, peledakan, dan pemecahan dari material organik atau
anorganik seperti batu, bijih metal, batubara, kayu dan biji-bijian (Hidayat, 2000).
c. Debu adalah butiran-butiran padat yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti
penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, pengolahandan lain-
lain dari bahan organik dananorganik, contohnya debu kayu, logam, arang batu,
batu,butir-butir zat dan sebagainya. (Suma’mur, 2014).
d. Debu terbentuk dari aktivitas manusia yang dapattersebar di udara karena adanya
angin dan letusan gunung berapi (IUPAC, 1990).
e. Debu merupakan butiran yang bersifat kering, halus atau bubuk yang ringan yang
dapat melayang-layang di udara dalam waktu tertentu (Lewis, 1998).
Debu adalah partikel kecil yang berasal dari beberapa sumberyang dibawa oleh udaradan
bersifat toksik (racun). Debu umumnya timbul karena aktivitas mekanis seperti aktivitas
mesin-mesin industri, transportasi, bahkan aktivitas manusia lainnya. Berikut adalah 10
bidang pekerjaan yang rawan gangguan pernapasan.
a. Konstruksi, para pekerja yang menghirup debu di lokasi konstruksi atau renovasi
bangunan beresiko menderita kanker paru, mesothelioma dan asbestosis, penyakit
yang menyebabkan parut pada paru dan sempitnya saluran udara. Penyakit tersebut
biasanya baru berkembang 20-40 tahun setelah terpapar serat asbes dan serat itu
menumpuk di paru. Yang terpapar bisa termasuk teknisi listrik, pengecat dan juga
orang lain yang berdekatan dengan pekerja yang menangani asbes.
b. Produksi, Pekerja pabrik setiap hari terpapar polutan seperti debu, bahan kimia dan
gas yang membuat mereka beresiko menderita penyakit paru obstruktif kronis.
Penyakit ini memiliki gejala utama napas pendek-pendek dan sesak. Di pabrik
pengolahan makanan, diacetyl, sejenis zat perasa, juga bisa mengganggu paru.
c. Tenaga kesehatan, penelitian menunjukkan 8-12 persen tenaga kesehatan sensitif pada
bubuk residu yang ditemukan pada sarung tangan lateks, yang bisa memicu reaksi
asma.
d. Pabrik tekstil, mereka yang bekerja di bidang tekstil, pengolahan produksi kapas dan
serat lain, beresiko tinggi menderita bisinosis. Gejala utama penyakit ini adalah rasa
sesak di dada dan gejala mirip asma. Bisinosis diakibatkan karena menghirup serbuk
dari tumpukan bahan mentah yang berasal dari tumbuhan seperti serbuk bahan linen,
benang atau tali rami.
e. Bartender, Menyajikan minuman di dalam ruangan yang penuh oleh asap rokok
menyebabkan bartender beresiko tinggi terkena kanker paru, terutama jika ia sudah
bertahun-tahun menjadi perokok pasif.
f. Industi otomotif, risiko alergi dan asma juga dialami para pekerja di bidang otomotif,
terutama di bidang perbaikan badan mobil (auto-body repair). Menghirup partikel
industri serta bahan-bahan cat dalam periode lama juga bisa membuat partikel
menetap permanen dalam paru.
1. Jenis-jenis Debu
Kategori jenis debu berdasarkan tingkat bahayanya (Mengkidi, 2006), yaitu:
a. Debu karsigonik, adalah debu yang dapat merangsang terjadinyasel kanker.
Contohnya adalah debu arsenik, debu hasil peluruhan radon, dan asbes.
b. Debu fibrogenik, adalah debu yang dapat menimbul fibrosis pada istem
pernapasan. Contohnya adalah debu asbes, debu silika, dan batubara.
c. Debu radioaktif, adalah debu yang memiliki paparan radiasi alfa dan beta.
Contohnya bijih-bijih torium.
d. Debu eksplosif, adalah debu yang pada suhu dan kondisi tertentu mudah untuk
meledak. Contohnya debu metal, batubara, debu organik.
e. Debu yang memiliki racun terhadap organ atau jaringan tubuh. Contohnya debu
mercuri, nikel, timbal, dan lain-lain.
f. Debu inert, adalah debu yang memiliki kandungan <1% kursa yang
mengakibatkan penggangguan dalam bekerja dan juga menimbulkan iritasi pada
mata dan kulit. Contohnya adalah debu gypsum, batu kapur, dan kaolin.
g. Inhalable dust atau irrespirable dust, adalah debu yang berukuran >10 μyang
hanya tertahan di hidung.
h. Respirable dust, adalah partikel debu yang berukuran <10 μdan dapat masuk
kerongga hidung hingga ke dalam paru-paru.
2. Karakteristik Debu
Karakteristik debu dalam indutri menurut Fahmi (1990), sebagai berikut:
a. Debu Organik
Debu yang dapat merusakalveoli atau penyebab fibrosis pada paru, contohnya
adalah debu organik misalnya debu kapas, daun tembakau, rotan, padi-padian dan
lain-lain.
b. Debu Mineral
Debu ini tidak bersifat fibrosis pada paru dan terbentuk dari persenyawaan yang
kompleks seperti: SiO2, SnO2, Fe2O3.
c. Debu Logam
Debu ini terabsorbsi melalui lambung dan kulithinggadapat menyebabkan
keracunan. Contohnya adalah Pb, Hg, Cd, dan lain-lain.
3. Metode Pengukuran Paparan Debu
Fungsi pengukuran paparan debu adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat
paparan debu di suatu wilayah contohnya lingkungan kerja. Alat yang dapat digunakan
ialah LVAS (Low Volume Air Sampler) yang dinyatakan sebagai alat untuk mengukur
kadar debu lingkungan kerja. Perbandingan dengan Nilai Baku Mutu Kualitas Udara
serta Nilai Ambang Batas (NAB) yang berlaku (Peraturan Mentri Ketenagakerjaan No. 5
TentangKeselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja).
4. Low Volume Air Sampler (LVAS)
Low Volume Air Sampler merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur intensitas
paparan debu di area kerja. Low Volume Air Sampler (LVAS) terdiri daripompa hisap,
tempat filter penyaring udara dan flow meter (BSN, 2004). Pompa hisap ini sendiri
berfungsi untuk menghisap udara yang berada luar ke dalam alat tersebut. Pada alat ini
terdapat flowmeter yang berfungsi untuk mengatur laju volume udara yang dihisap
sehingga nantinya volume udara yang dihisap dapat dihitung. Filter holderberfungsiuntuk
menyimpan partikulat yang dihisap. Contoh kadar debu yang ingin diperiksa kadarnya.
Alat ini dapat mengkap debu yang berukuran hingga 10 𝜇 dengan flow rate 20
liter/menit. Gambaran bagian-bagian alat Low Volume Air Sampler tersebut terlihat pada
Gambar 2.1

Keterangan gambar:

1= Pompa hisap

2 = Selang silicon

3 = Filter holder

4 = Tripod

5. Spirometer
Spirometer merupakan alat untuk mengukur fungsi paru yang bertujuan untuk
mengetahui volume paru, kapasitas paru, dan kecepatan aliran udara (Giuliodori, 2004).
Spirometer merupakan metode pengukuran yang penting yang digunakan untuk
membuat pneumotachograpsyang berguna dalam menilai beberapa keadaan seperti asma,
fibrosis paru, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Spirometer merupakan tes
fungsi paru yang sering digunakan, yang dapat mengukur volume udara ketika
diinspirasikan atau diekspirasikan dalam satu waktu. Spirometer juga dapat digunakan
untuk mengukur forced expirationrates dan volume ekspirasi paksa serta dapat
menghitung rasio VEP1/KVP (Lasut et.al, 2016).
6. Standar Nilai Ambang Batas Paparan Debu
Nilai ambang batas (NAB) paparan debu merupakan batas nilai maksimal untuk paparan
debu sehingga masih dapat diterima oleh pernapasan dalam batas waktu tertentu. Standar
Nilai Ambang Batas paparan debu telah diatur dalam beberapa pertaruran yang terkait,
meliputi paparan debu di tempat kerja, baku tingkat paparan debu hingga paparan debu
yang berhubungan dengan kesehatan.
a. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Pada peraturan ini menetapkan Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk kadar debu total di tempat kerja adalah 10 mg/m3
dan untuk Nilai Ambang Batas (NAB) debu aluminium tidak disebut secara
spesifik dalam peraturan tersebut.
b. SNI 19-0232-2005 Tentang Nilai Amabang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara
Tempat Kerja. Menurut SNI 19-0232-2005 Nilai Ambang Batas (NAB) adalah
standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga
kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkapenyakit atau gangguan
kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari
atau 40 jam seminggu.Dalam SNI 19-0232-2005 Tentang Nilai Amabang Batas
(NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerjajuga menetapkan Nilai Ambang Batas
(NAB) untuk kadar debu total ditempatkerja adalah 10 mg/m.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Getaran adalah suatu gerak bolak-balik disekitar kesetimbangan.
Kesetimbangan yang dimaksud adalah keadaan dimana suatu benda berada pada
posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada enda tersebut. Getaran mempunyai
amplitudo (jarak simpangan terjauh dengan titik tengah) yang sama. Getaran ini
menyebar pada lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya adalah
mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan
kerja disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau benda yang terdapat di tempat kerja
dan lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis (Suma’mur, 2009:141).
Getaran seluruh tubuh atau Whole Body Vibration adalah getaran pada tubuh
pada pekerja yang bekerja sambil duduk atau sedang berdiri dimana landasannya
menimbulkan getaran, frekuensi getarannya sering terjadi sebesar 5-20 Hz (Salim,
2002:253). Pada umumnya getaran seluruh tubuh mempunyai frekuensi 1-80 Hz.
Untuk gerakan seluruh tubuh, toleransi untuk orang-orang yang sedang duduk adalah
paling rendah yaitu pada frekuensi 3-14 Hz dan resonansi pada seluruh tubuh terjadi
antara 3-6 Hz dan 10-14 Hz (Anies, 2014:138).
Getaran setempat adalah getaran yang merambat melalui tangan akibat
pemakaian peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20-500 Hz (Salim,
2002:253). Frekuensi yang paling berbahaya adalah 128 Hz, karena tubuh manusia
sangat peka pada frekuensi ini (Harringston and Gill, 2003:188).
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor
kimia di tempat kerjamenyebutkan kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002, Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Satuannya
adalah lux , dimana lm adalah lumens atau lux cahaya. Menurut IES (Illuminating
Engineering Society) dalam (Rahmayanti, 2015), sebuah area kerja dapat dikatakan
memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminansi sebesar 300 lux yang
merata pada bidang kerja. Apabila iluminansinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka
dapat menyebabkan ketidak nyamanan dalam bekerja, dan pada akhirnya menurunkan
kinerja pekerja. Contoh pekerjaan yang membutuhkan penerangan adalah pekerja
kantoran, dokter bedah, dokter forensic,dll.
Debu adalah partikel padat yang terbentuk dari proses penghancuran,
penanganan, grinding, impaksi cepat, peledakan, dan pemecahan dari material organik
atau anorganik seperti batu, bijih metal, batubara, kayu dan biji-bijian (Hidayat,
2000). SNI 19-0232-2005 Tentang Nilai Amabang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara
Tempat Kerja. Menurut SNI 19-0232-2005 Nilai Ambang Batas (NAB) adalah
standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga
kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkapenyakit atau gangguan
kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau
40 jam seminggu.Dalam SNI 19-0232-2005 Tentang Nilai Amabang Batas (NAB) Zat
Kimia di Udara Tempat Kerjajuga menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk
kadar debu total ditempatkerja adalah 10 mg/m.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/Microsoft%20Word%20-%20BAB%20I-BAB
%20IV.pdf
https://www.academia.edu/35052468/Makalah_K3_docx
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/86037/Priscalia%20Denni%20Yantri
%20-%20102110101083_.pdf?sequence=1&isAllowed=y
https://media.neliti.com/media/publications/24857-ID-hubungan-paparan-whole-body-
vibration-dan-masa-kerja-dengan-penurunan-ketajaman.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/206/3/BAB%20II.pdf
https://www.konsultasi-akustik.com/kebisingan-lingkungan-kerja/
https://media.neliti.com/media/publications/219272-analisis-tingkat-kebisingan-untuk-
meredu.pdf
https://www.academia.edu/36553127/Pencahayaan
https://bogor.kompas.com/read/2011/01/25/1121200/10.Profesi.Berbahaya.untuk.Paru?
page=2
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/14136/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai