Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN TERHADAP

KENYAMANAN DAN KESELAMATAN


PEKERJA DIBENGKEL LAS

Disusun Oleh :

Amir Murtadha (200130133)

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Ir. Dahlan Abdullah, S.T., M.Kom, IPM, ASEAN

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat allah swt, yang atas rahmat
dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Proposal
“PENGARUH KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN TERHADAP
KENYAMANAN DAN KESELAMATAN PEKERJA DIBENGKEL LAS”.
Shalawat beriring salam kepada junjungan salam Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan sahabat beliau sekalian serta orang-orang mukmin yang tetap
istiqamah dijalan-nya
Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan nilai dari salah satu
mata kuliah jurusan Teknik industri universitas malikussaleh. Dalam penulisan
penelitian ini, penulis relah banyak mendapat bantuan dan arahan dari banyak
pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :

1) Bapak Prof. Dr. Ir. Dahlan Abdullah, S.T., M.Kom, IPM, ASEAN selaku
pengampu mata kuliah metodelogi penelitian

Kami menyadari hasil laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca guna mendapatkan kemajuan di masa yang akan datang

Lhokseumawe 7, juni, 2023

Amir Murtadha
NIM. 200130133

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATAPENGANTARI...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3. Batasan Masalah.................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Kerja......................................4
2.2. Kebisingan..........................................................................................7
2.3. Pencahayaan.......................................................................................8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan Terdahulu......................................................................13
3.2 Metodelogi Penelitian.........................................................................15
3.3 Populasi Dan Sampel..........................................................................15
3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................15
3.5 Sumber Data.......................................................................................15
3.6 Analisis...............................................................................................18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.....................................................................................................20
4.2 Pembahasan..........................................................................................21
BAB V KESIMPUlAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..........................................................................................23
5.2 Saran.....................................................................................................23
DAFTAR PUATAKA

ii
DAFTAR TABEL

2.1 Dampak dari kekuatan suara dibawah 85 dB(A) pada suatu


Ruangan...................................................................................................8
3.1 Distribusi Hasil Berdasarkan Usia Pekerja Secara Subjektif .................14
3.2 Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan usia......15
3.3 Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran lama bekerja............15
3.4 Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan
frekuensi bekerja (hari) dalam seminggu................................................15
3.5 Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan
frekuensi bekerja (hari) dalam sehari......................................................16
3.6 Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan
ada atau tidak menggunakan alat kesehatan (pelindung telinga)............16
3.7 Distribusi identitas Bunyi (dB) dan Hasil Pemeriksaan
fungsi dari pendengaran..........................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


sektor industri sebagai salah satu bagian terpenting dalam pembangunan,
melibatkan berbagai mesin dan peralatan yang digunakan untuk melakukan sistem
produksi industri. Mesin dan peralatan tersebut di satu sisi penting bagi
pembangunan, namun di sisi lain juga dapat mengakibatkan dampak yang negatif
bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan industri melibatkan manusia, alat dan
lingkungan kerja merupakan sebuah sistem yang saling berhubungan. Sebagian
besar Industri diindonesia menggunakan mesin dan peralatan bagi proses
produksinya. Penggunaan mesin dan peralatan tersebut dapat memberikan dampak
positif selain itu juga dapat memberikan pengaruh buruk terutama apabila tidak
dikelola dengan baik. Salah satu dampak negativ dari penggunaan mesin dan
peralatan tersebut adalah dapat menjadi sumber kebisingan bagi pekerja
(Lindhi Hanifa et al., 2018)

Penggunaan mesin atau peralatan mekanik dalam dunia perbengkelan


banyak aktivitas kerja yang dapat dilakukan. Sebagai contoh sederhana yaitu
membuat pagar besi, pembuatan pagar besi dapat dilakukan dengan menggunakan
mesin las disel listrik. Hasil yang didapat dalam pembuatan pagar besi
menggunakan mesin las listrik. ini memiliki nilai estetika yang tinggi. Akan tetapi
penggunaan mesin ini mempunyai dampak yang tidak baik yaitu tingkat
kebisingan yang cukup tinggi. Kehilangan pendengaran yang bersifat sementara
dapat juga dikatakan kelelahan pendengaran, dimana kerusakan tersebut dapat
dipulihkan beberapa waktu bila berada pada tempat yang jauh dari kebisingan.
Hal demikian dapat terjadi bila dalam beberapa menit terpapar oleh kebisingan
yang kuat. Dengan lamanya paparan (bulan atau tahun) terhadap kebisingan
kemungkinan pemulihan pendengaran hanya dapat dilakukan sebagian atau dapat
menjadi gangguan pendengaran yang tetap (Syahrizal et al., 2022)
Menilai lingkungan yang sehat, salah satunya yaitu mengukur tingkat atau
intensitas kebisingan pada lingkungan itu sendiri. Tingginya tingkat intensitas
kebisingan di lingkungan kerja dapat diukur dengan cara membandingkan hasil

1
2

pengukuran dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan. NAB
untuk kebisingan yaitu sebesar 85 dBA selama 8 jam kerja perhari atau 40 jam
dalam seminggu (Ramadhan, 2019)
Pencahayaan yang kurang memadai atau terlalu berlebihan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja, salah satunya adalah kelelahan
mata. Selain itu, kelelahan mata timbul sebagai stress insentif pada fungsi – fungsi
mata seperti terhadap otot – otot akomodasi pada pekerja yang perlu pengamatan
secara teliti atau pada retina sebagai ketidaktepatan kontras
(Kurniawati Agnes Tianto et al., 2023)

Untuk pengukuran kelelahan kerja responden dilakukan menggunakan


reaction timer. Pengukuran reaction time ini menggunakan program Adobe Flash
Player 9.0 yang telah dirancang untuk mengukur waktu reaksi dari dua rangsang
yang diberikan yaitu suara atau penglihatan. Pada prinsipnya kegunaan dari
Reaction Time Tester ini sama dengan kegunaan alat ukur Reaction Time, yaitu
untuk mengukur waktu reaksi atau respon terhadap rangsang yang diberikan. Alat
Reaction Time digunakan untuk mengukur kelelahan kerja operator, dimana jika
operator sudah mengalami kelelahan maka dapat dilihat dari waktu respon atau
reaksinya terhadap suatu rangsang. Waktu reaksi yang diambil pada penelitian ini
yaitu sebelum dan setelah bekerja pada tahap 1 dan 2.
Berdasarkan semua penjelasan diatas penerapan ergonomic pada
lingkungan kerja menjadi amat penting karna pengaruhnya pada kinerja, sesuai
dengan pembahasan sebelumnya, peneliti ingin mengetahui dan mengeksplorasi
bagaimana penerapan ergonomic diruang tenaga kerja dan perindustrian sekaligus
bagaimana pengaruhnya pada kinerja mereka. Atas alasan tersebut, ditetapkan
judul penelitian “ Pengaruh Suara Dan Pencahayaan Terhadap Kenyamanan Dan
Keselamatan Pekerja Dibengkel Las”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan Ergonomi pada ruang tenaga kerja ?
2. Bagaimana Ergonomi dapat menunjang kinerja dibidang perindutrian ?
3. Adakah pengaruh besarnya intensitas cahaya terhadap aktivitas kerja ?
3

1.3 Tujuan masalah


Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengeksplorasi penerapan ergonomi pada ruang tenaga kerja.
2. Memahami bagaimana ergonomic dapat menunjang kinerja dibidang
perindustrian
3. Mengetahui pengaruh besarnya intensitas cahaya terhadap aktivitas kerja.

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan diperolehya bukti-bukti yang menjelaskan pengaruh ergonomic
terhadap kinerja kependidikan, hasil dari penelitian penelitian ini dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.
a. Bagi Mahasiswa
1) Dapat menerapkan atau mengimplementasikan bidang ilmu yang telah
didalami selama kuliah dalam kehidupan nyata.
2) Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ergonomic
b. Bagi Perguruan Tinggi
Diharapkan dapat menjadi salah satu contoh dalam bidang Pendidikan
maupun dalam kehiduoan sehari-hari mengenai ergonomic khususnya
yang berkaitan dengan pengukuran kemampuan psikomotrik, khususnya
dalam lingkup program studi Teknik industri.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Kerja


Bahaya fisik adalah salah satu jenis yang berkaitan dengan kesehatan kerja
seperti kebisingan, suhu yang ekstrim, radiasi ionisasi, radiasi nonionisasi, tekana
ekstrim, dan vibrasi yang semuanya merupakan tekanan-tekanan fisik terhadap
tubuh manusia. Bahaya fisik dapat ditemukan pada lingkungan kerja seorang atau
lebih operator. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan terhadap bahaya fisik
untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya hal tersebut
(Utami & Sugiharto, 2020)

Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhn oleh manusia untuk dapat
beraktifitas secara optimal dan produktif. Selain itu lingkungan kerja harus
ditangani dan didesain secara baik. Hal tersebut dikarenakan pengaruh buruk dari
lingkungan kerja akan memberikan dampak buruk bagi pekerja. Dapat dikatakan,
lingkungan kerja memiliki dampak langsung terhadap aktifitas pekerja.
Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi kualitas lingkungan dalam
beraktifitas, antara lain: intensitas penerangan, suhu dan kelembapan udara, dan
tingkat kebisingan tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja
dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja apabila tidak
dapat dikendalikan (Odi & Sintha Lisa Purimahua, 2017)

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia


Setiap organisasi memerlukan tenaga manusia untuk menjalankan aktivitas
sehari-harinya. Aktivitas tersebut tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber
daya manusia yang dimiliki saja, tetapi juga pada divisi-divisi lain yang juga
memerlukan karyawan. Kebutuhan akan tenaga manusia penting untuk dikelola
dengan baik, terutama jika organisasi memerlukannya dalam jumlah yang besar.
Untuk mengelola karyawan-karyawan tersebut, perlu diadakan manajemen
sumber daya manusia yang baik. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya
manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih,

4
5

memberi penghargaan, dan penilaian. Sebagai salah satu aspek yang berfungsi
memenuhi tugas dalam organisasi, peran sumber daya manusia dalam organisasi
sangatlah besar (Iswanto, 2011)
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu sistem yang bertujuan
untuk memengaruhi sikap, perilaku, dan kinerja karyawan agar mampu meberikan
kontribusi yang optimal dalam rangka mecapai sasaran-sasaran perusahaan.
Sistem tersebut adalah faktor penting dalam organisasi karena sumber daya
manusia digunakan dalam semua aspek pekerjaan. Baik divisi pemasaran,
keuangan, operasional, SDM, atau divisi lain yang mungkin dimiliki suatu
perusahaan, semua memerlukan tenaga manusia untuk menjalankannya
(Budianto, 2022)

2.1.2 Ergonomi
Organisasi manapun pasti ingin membentuk sebuah lingkungan kerja yang
kondusif bagi para karyawannya. Lingkungan kerja yang kondusif memungkinkan
karyawan dalam organsasi untuk bisa melakukan tugasnya dengan baik hingga
tuntas. Hal ini berarti bahwa kinerja mereka bisa ditingkatkan dengan lingkungan
kerja yang mendukung pekerjaan. Kecermatan organisasi dalam membentuk
lingkungan kerja yang baik akan membantu mereka dalam peningkatan
produktivitas karyawan. Pembentukan lingkungan kerja harus disesuaikan dengan
pekerjaan dari karyawannya. Satu pekerjaan pasti akan memiliki tugas yang
berbeda karena itu penanganannya harus berbeda pula. Penting bagi organisasi
untuk memahami lingkungan kerja para karyawannya. Untuk itulah mereka perlu
memahami arti dari ergonomic (Pujiyono & Sinaulan, 2019)
Ergonomi merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara manusia, mesin yang digunakan, dan lingkungan kerjanya
(KBBI). Istilah ergonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon (kerja)
dan nomos (hukum). Dari pengertian tersebut apabila dijelaskan secara singkat
ergonomi adalah peraturan dalam bekerja. Ergonomi juga dikenal sebagai human
factors oleh bangsa Amerika. Dalam kaitannya dengan organisasi, ergonomi dapat
berkontribusi dalam membentuk lingkungan kerja yang baik, dengan cara
memahami lingkungan kerjanya, alat yang digunakan dalam berkeja, serta pelaku
6

dari pekerjaan itu sendiri. Ergonomi juga memiliki dua tujuan utama yaitu tujuan
sosial (kesejahteraan manusia / well-being) dan tujuan ekonomi (peningkatan
kinerja secara menyeluruh / overall system performance) (Kuswadji, 2017).
Dalam bekerja, seorang karyawan akan banyak dipengaruhi oleh
lingkungan tempat dia berada. Misalnya seorang pekerja yang mengandalkan
penglihatannya dalam bekerja perlu didukung dengan pencahayaan yang baik.
Apabila intensitas pencahayaannya kurang baik bisa jadi dia salah dalam melihat
objek yang dikerjakannya, yang dapat menyebabkan turunnya kinerja dari pekerja
yang bersangkutan. Pekerja yang setiap hari sering mendengar suara bising
(noise) juga perlu diperhatikan. Dalam waktu dekat dampak dari suara tersebut
mungkin tidak beberapa, tetapi dalam jangka panjang kemampuan pendengaran
dari pekerja yang mendengarnya bisa menurun karena terpapar terus-menerus oleh
noise (Pujiyono & Sinaulan, 2019).
Pemberian lingkungan kerja yang nyaman memungkinkan karyawan
bekerja sebagaimana mestinya, tanpa membuat mereka mengalami akibat buruk
yang bisa menurunkan kinerja atau bahkan menciderai mereka. Beberapa aspek
lain dalam ergonomi selain pencahayaan dan kebisingan juga perlu menjadi
pertimbangan, yaitu suhu ruangan serta kondisi perangkat yang digunakan. Selain
itu penerapan ergonomi yang baik juga tidak terbatas pada negara maju saja. Di
Indonesia sendiri walaupun pada awalnya penerapan ergonomi masih jarang
karena ketidaktahuan akan ilmu tersebut, lambat laun perkembangannya semakin
meningkat. Organisasi mulai memperhatikan faktor ergonomi sebagai suatu hal
yang mempengaruhi kinerja karyawan (Odi & Sintha Lisa Purimahua, 2017).
Negara berkembang lain yang bisa dijadikan contoh akan penerapan
ergonomi adalah Malaysia, seperti yang ditunjukkan pada penelitian Ali et al.
yang menunjukkan bagaimana Universitas yang menjadi objek penelitiannya
mulai berbenah diri untuk memperhatikan faktor-faktor ergonomi dengan lebih
baik. Hal itu dikarenakan oleh bagaimana faktor-faktor ergonomi dapat
mempengaruhi kinerja. Penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh Saleem et al.
(2012) dan Hameed dan Amjad (2009) di Pakistan juga menunjukkan tentang
pentingnya faktor-faktor ergonomi untuk mendukung kinerja karyawan di
7

perkantoran. Begitu pula dengan studi dari Kingsley di salah satu korporasi di
Ghana yang memberikan
hasil yang sama.

2.2 Kebisingan
Kebisingan merupakan paparan terhadap suara-suara yang tidak
diinginkan, suatu fenomena yang bersifat subjektif. Kebisingan umumnya dapat
memberikan dsampak buruk. Kebisingan ini perlu dikendalikan dan tempat-
tempat kerja haruslah dirancang sedemikian rupa untuk memastikan bahwa para
pekerja tidak terdapat pada kebisingan yang melebihi batas yang diperbolehkan.
Pekerjaan membuat pagar besi menjadi salah satu aktivitas pekerjaan yang
menghasilkan suatu kebisingan (Koagouw et al., 2013)
Pagar besi yang indah mempunyai kepuasan tersendiri bagi pekerja. Akan
tetapi, penggunaan mesin ini mempunyai dampak yang tidak baik yaitu tingkat
kebisingan yang cukup tinggi. Pembuatan pagar dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin las yang menimbulkan kebisingan sehingga mempermudah
seorang menjadi tuli akibat terpapar bising, antara lain intensitas bising yang lebih
tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan
factor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Fisika et al., 2022)
Kebisingan dari peralatan kerja maupun lingkungan tempat kerja maupun
lingkungan tempat kerja merupakan salah satu factor fisik yang berpengaruh
terhadap keselamatan kerja. Gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan pada
mesin las antara lain gangguan pendengaran, gangguan dalam berkomunikasi dan
gangguan pada saat berkonsntrasi
Kemampuan telinga manusia dalam mendengarkan suara berbeda-beda,
tergantung dari sensitivitas pendengar dan frekuensi serta amplitudo dari suara
yang dihasilkan. Misalnya dengan level tekanan suara 40 dB (decibe- unit
logaritma yang digunakan untuk menunjukkan rasio dan kuantitas fisik, dalam hal
ini yaitu kekuatan dari sumber suara) dan frekuensi 1000 Hzz suara akan
terdeteksi oleh telinga manusia, namun jika frekuensinya rendah (missal 30 Hz)
maka suara tersebut akan lebih sulit didengar. Sebaliknya jika mplitudo suara
tinggi, walaupun frekuensinya rendah, akan tetap mudah didengar oleh telinga
8

manusia. Sebagai cintoh suara dengan level tekanan suara 70 dB pada frekuensi
100 Hz. Jika suara tersebut memiliki frekuensi rendah, maka intensitasnya harus
cukup tinggi agar mampu terdeteksi oleh telinga manusia
(Desti Minggarsari, 2019)

Tabel 2.1
Dampak dari kekuatan suara dibawah 85 dB(A) pada suatu Ruangan
Level Suara Dampak
dB (A)
80 Sulit melakukan percakapan
75 Percakapan melalui telepon menjadi sulit. Suara harus
diperkeras ketika berbicara bertatap muka
70 Batas atas yang bisa ditoleransi untuk percakapan normal.
Percakapn melalui telepon sulit untuk dilakukan, dan tidak
sesuai untuk lingkungan kerja
65 Suara keras masih bisa diterima untuk orang-orang yang
memang sudah mengetahui bahwa mereka bekerja
dilingkungan yang bising
60 Level suara yang bisa diterima untuk kegiatan sehari-hari
disiang hari.
55 Batas atas untuk orang-orang yang mengharapkan lingkungan
kerja yang tenang
50 Bisa diterima oleh pekerja yang menyukai ketenangan, sekitar
¼ dari populasi (dari penelitian woodson) akan mengalami
kesulitan untuk tidur. Jika tertidur mereka akan terbangun
40 Sangat cocok untuk berkonsentrasi. Hanya sedikit orang yang
akan mengalami gangguan saat tidur.
<30 Suara level rendah yang sesekali terdengar bisa jadi gangguan
Sumber : Data Sekunder
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki, maka dari itu
kebisingan dapat mengganggu pekerjaan dan membahayakan kesehatan
karyawan. Oleh karena itu tingkat kebisingan perlu dikendalikan untuk
9

menghindari kejadian-kejadian yang dapat mengganggu proses dan kesehatan


karyawan. Kebisingan biasanya terjadi akibat adanya gesekan pada mesin yang
yang ada dibengkel las pada saat sedang beroperasi. (Fisika et al., 2022)
2.3 Pencahayaan
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik kerja
seorang operator adalah intensitas pencahayaan. Pencahayaan merupakan
sejumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Fungsi dari pencahayaan di area kerja
antara lain memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang menjadi objek
kerja operator tersebut, seperti: mesin atau peralatan, proses produksi, dan
lingkungan kerja (Riadyani & Herbawani, 2022)
Pencahayaan atau penerangan adalah faktor yang penting untuk
menciptakan lingkungan kerja yang baik. Lingkungan kerja yang baik akan
meningkatkan produktivitas pekerja. Efisiensi kerja seorang operator ditentukan
pada ketepatan dan kecermatan saat melihat dalam bekerja, sehingga dapat
meningkatkan efektivitas kerja, serta keamanan kerja yang lebih besar. Tingkat
penerangan yang baik merupakan salah stau faktor untuk memberikan kondisi
penglihatan yang baik. Dengan tingkat penerangan yang baik akan memberikan
kemudahan bagi seorang operator dalam melihat dan memahami display, simbol-
simbol dan benda kerja secara baik pula (Nurkihsan et al., 2021).
Intensitas cahaya merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang jatuh ke
suatu permukaan. Tingkat atau intensitas pencahayaan tergantung pada sumber
pencahayaan tersebut, terdapat beberapa macam sumber pencahayaan dibengkel
las, atara lain :
1. Pencahayaan alami (sinar matahari)
2. Pencahayaan buatan
a) Percikan api yang timbul dari proses pengelasan
b) Percikan api yang disebabkan oleh gesekan mata mesin
gerinda potong
c) Lampu ruangan
Salah satu dampak negatif dari intensitas cahaya yang kurang atau berlebih
adalah kelelahan mata. Menurut Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan
10

disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan


kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai
dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman, seperti pada saat melakukan
pengelasan operator yang tidak menggunakan pelindung mata lama – kelamaan
akan mengalami sakit mata seperti perih yang disebabkan oleh cahaya dari proses
pengelasan dan mengurangi potensi untuk bekerja (Irna Tawaddud, 2020).
Kelelahan mata tersebut tentunya memiliki tanda-tanda serta karakteristik
antara lain mata berair, kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit
kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi serta akomodasi
menurun. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelelahan mata terbagi atas
faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata), faktor
karakteristik pekerjaan (durasi kerja), dan faktor perangkat kerja (jarak monitor).
Selain itu faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan
individual itu sendiri, jarak penglihatan ke objek, pencahayaan, durasi ukuran
objek, kesilauan, dan kekontrasan (Suherman et al., 2015).
Kondisi pencahayaan yang kurang dapat menimbulkan kelelahan pada
mata. Posisi dari sumber cahaya yang ada di ruang kerja juga perlu diperhatikan
dengan baik, karena apabila sumber tersebut menyebabkan pemantulan cahaya,
maka karyawan yang terkena pantulan cahaya tersebut juga harus menanggung
beban visual yang lebih berat sehingga menimbulkan kelelahan. Beban visual itu
sendiri juga bisa lebih dari satu macam tergantung dari beberapa karakteristik
berikut (Riadyani & Herbawani, 2022) :
1. Ukuran dan bentuk dari objek yang diamati
2. Kontras atara objek kerja dan latar belakang
3. Jarak pandang terhadp objek kerja
4. Apakah objek kerja diam atau bergerak (dinamis)
5. Ruang pandang
6. Seberapa sensitif suatu pekerjaan dapat menghasilkan kesalahan
7. Seberapa sering (frekuensi) pekerjaan tersebut dilakukan
8. Waktu yang tersedia unruk melakukan pekerjaan
Cahaya merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang dapat terlihat
oleh mata manusia, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk megurangi efek
11

dari silau, dapat dilakukan dengan cara menjauhkan cahaya dari garis pandangan ,
atau dengan menggunakan beberapa alat safty sperti kaca mata hitam, helm las,
masker unduk melindungi asab dari pengelasan agar tidak terhirup, dan ada lagi
beberapa safaety yang digunakan sat proses pengelasan berlangsung (Bridger,
2003)

2.3.1 Tingkat pencahayaan Minimum Ynag Timbul


Pencahayaan yang memadai menjadi faktor yang cukup penting sesuai
dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Pencahayaan yang cukup baik untuk suatu
pekerjaan belum tentu sesuai digunakan untuk jenis pekerjaan lainnya. Jenis
kegiatan yang dilakukan akan menentukan tingkat iluminasi yang dibutuhkan
karena jenis kegiatan yang berbeda akan memerlukan tingkat iluminasi yang
berbeda. Sesuai dengan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan pada kuat
penerangan, maka kebutuhan tingkat kuat penerangan (iluminasi) pada area
produksi dengan jenis pekerjaan rutin adalah 300 lux

2.2.2 Faktor Pengaruh Kelelahan Mata Pada Pekerja


a. Usia
Pada penelitian Wiyanti dan Martiana (2015) terhadap Pengrajin
Batik Tulis Jetis, kategori usia responden dibagi menjadi 3, yaitu <
45tahun, 45-50 tahun, dan 50 tahun. Kelelahan mata paling banyak terjadi
pada kelompok <45 tahun, yaitu 4 dari 6 orang. Meskipun demikian, hasil
uji statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien contingency sebesar 0,235
yang berarti hubungan bahwa usia dengan kelelahan mata rendah
b. Riwayat kesehatan mata
Gangguan kesehatan mata memiliki risiko terjadinya keluhan
kelelahan mata, seperti memiliki riwayat rabun jauh, rabun dekat, katarak,
asigmatis, dan penggunaan kacamata, pekerja yang memiliki gangguan
kesehatan mata lebih tinggi mengalami kelelahan mata dibanding yang
tidak memiliki gangguan kesehatan mata. Akan tetapi, hasil uji antara
gangguan kesehatan mata dengan risiko kelelahan mata tidak memiliki
12

hubungan yang signifikan. Hal ini diduga akibat kemampuan pekerja


untuk mengatasi atau mengendalikan masalah gangguan mata tersebut
c. Intensitas cahaya
Cahaya atau sumber penerangan adalah komponen penting dalam
melakukan pekerjaan dengan jelas, cepat, nyaman, dan aman. Intensitas
cahaya di tempat kerja harus memenuhi standar agar tidak menimbulkan
risiko K3 pada pekerja(5) . Kondisi penerangan yang tidak sesuai dengan
Kepmenkes RI nomor 1405 tahun 2002 ini dikhawatirkan dapat
menyebabkan terjadinya kelelahan mata(3). Berdasarkan jurnal-jurnal
penelitian yang digunakan, rata-rata standar intensitas cahaya yang
dibutuhkan pekerja dari berbagai bidang yaitu ≥300 lux disertai
faktorfaktor di atas, maka perlu dianalisis hubungan kesesuaian kebutuhan
intensitas cahaya ini dengan kejadian kelelahan mata pada pekerja.

2.2.3 Analisis Hubungan Tingkat Cahaya Dengan Keluhan Mata


Berdasarkan hasil korelasi Pearson, terdapat hubungan terbalik antara
intensitas cahaya dengan kejadian kelelahan mata pada perawat pada shift malam,
yaitu sebesar r = -0,179. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
intensitas cahaya, terjadi penurunan angka kelelahan mata sehingga meningkatnya
pula kualitas tidur pekerja. Apabila intensitas cahaya di tempat kerja tidak sesuai
dengan standar, pekerja terpaksa harus menekan otot mata agar dapat melanjutkan
aktivitas dengan maksimal sehingga terjadi keluhan kelelahan mata(Azmoon ddk,
2013)
Berdasarkan hasil uji statistik oleh Wiyanti dan Martiana, diketahui bahwa
nilai dari koefisien Cramer’s V sebesar 0,905 yang berarti hubungan antara
intensitas cahaya dan kelelahan mata sangat kuat. Dengan demikian, penerangan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelelahan mata dan memiliki
hubungan yang sangat kuat (wiyanti dan martina, 20
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendahuluan Terdahulu


No Tahun Judul Hasil
1 2017 Analisis Pengaruh Lingkungan kerja fisik dapat
Temperatur dan diklasifikasikan sebagai, tingkat
Kebisingan Terhadap pencahayaan, tingkat kebisingan dan
Kerja Sistem suhu lingkungan kerja, sedangkan
Cardiovascular di CV. non-fisik faktor lingkungan kerja
Bintang Terang Medan dapat diklasifikasikan dari hubungan
antara atasan dan bawahan, dan
hubungan antara karyawan.
2 2019 Analisis Ergonomi Dalam bekerja terlepas dari posisi
Lingkungan Kerja tubuh, kondisi lingkungan kerja
Fisik Berdasarkan sangat mempengaruhi tingkat
Temperatur, keamanan dan kenyamanan pekerja
Pencahayaan Dan saat bekerja. Hasil yang di dapatkan
Tingkat Kebisingan dari penelitian ini adalah posisi
Mesin pekerja saat bekerja dapat
menyebabkan MSDs, temperatur
udara tidak ergonomi, pencahayaan
sudah cukup membuat pekerja
merasa nyaman untuk bekerja
3 2020 Analisis dan Evaluasi Penerapan ergonomi diharapkan
Pengaruh Temperatur, dapat menciptakan lingkungan kerja
Pencahayaan dan yang aman, sehat dan nyaman
Kebisingan terhadap sehingga pekerjaan menjadi lebih
Jumlah Produksi pada produktif dan efisien serta
Fabrikasi Ekstrusi terjaminnya kualitas kerja.
Alumunium dengan Berdasarkan permasalahan yang
Menggunakan Metode terjadi, diperlukan suatu metode

13
14

Sugeno dalam Logika untuk mengatasi fluktuasi jumlah


Fuzzy produksi, salah satunya dengan
menggunakan logika fuzzy

4 2021 Iklim kerja, masa kerja, Kelelahan kerja merupakan suatu


dan postur kerja terhadap keadaan yang dirasakan oleh tenaga
kelelahan kerja pada kerja dan dapat menimbulkan
pekerja dibengkel las penurunan vitalitas dan
produktivitas kerja. Kelelahan kerja
bisa terjadi karena beberapa faktor
diantaranya iklim kerja, postur kerja
dan masa kerja. Salah satu pekerjaan
yang terpapar iklim kerja adalah
pekerjaan di bengkel las.
5 2022 Identifikasi human Berdasarkan data identifikasi
error yang terjadi pada potensi bahaya pada alat dan mesin
proyek konstruksi terdapat beberapa potensi yang
menggunakan metode dapat menyebabkan human
ergonomi makro error pada operator. Pada elemen
organisasi masih belum diterapkan
adanya kebijakan K3, SOP yang
lengkap serta system insentif. Hal
ini juga dapat menjadi salah satu
faktor penyebab human error yang
terjadi pada kalangan operator. Pada
elemen lingkungan, pencahayaan,
kesisingan, tempratur yang melebihi
dari ambang batas juga membuat
penyebab human error pada operator
15

3.2 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian
deskriptif hanya memaparkan kondisi sesuai dengan fakta yang diperoleh tanpa
menggunakan korelasi atau hubungan pembanding dengan faktor lain.
3.3 Populasi dan Sampel
Observasi dan pengambilan data dilakukan disebuah bengkel las, pada
bagian produksi dengan lokasi yang cukup untuk melakukan aktivitas bengkel.
Data diambil dari pengukuran yang dilakukan di titik-titik tertentu yang sering
digunakan pekerja untuk melakukan aktivitas kerjanya, misalnya: dibagian
pengelasan, bagian pemotongan besi, bagian penghalusan, dan bagian mesin
pengecatan
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi Lapangan
Observasi yang dilakukan dengan melakukan pengukuran intensitas
cahaya dan tingkat kebisingan diseluruh area produksi secara langsung dengan
mengamati jenis aktivitas yang dilakukan oleh pekerja di masing-masing sub-area
produksi
2. Wawancara
Dilakukan tanya jawab atau dialog dengan beberapa orang tenaga kerja
untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dialami yang berhubungan dengan akibat
buruk dari pencahayaan yang ditimbulkan oleh pekrjaan yang dilakukan ditempat
kerja
3. Dokumentasi
Dilakukan dengan cara mempelajai dokumen dan catatan-catatan
perusahaan yang berhubungan dengan masalah pencahayaan lingkungan kerja
4. Studi Keputusan
Dilakukan untuk memperoleh pengetahuan secara teknis, yaitu dengan
membaca literature yang berhubungan dengan masalah pencahayaan dan
kebisingan diarea kerja
3.5 Sumber Data
16

Data yang digunakan dlam penelitian diperoleh melalui beberapa cara,


antara lain:

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan.
Data primer diperoleh melalui beberapa cara, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah cara memperoleh data dengan cara melakukan
pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti. Contoh dalam
penelitian ini adalah dengan melakukan pengukuran intensitas cahaya
secara langsung pada obyek-obyek kerja yang terdapat pada bagian
produksi
b. Wawancara
Wawancara adalah cara memperoleh data dengan cara melakkukan
tanya jawab atau mendengar secara langsung penjelasan dari narasumber
yang ditunjuk oleh perusahaan. Contoh dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan tanya jawab dengan beberapa karyawan dalam bagian produksi
tentang factor bahaya yang dapat timbul dari alat yang digunakan
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengambil data dari
perusahaan atau dengan studi kepustakaan, yaitu dengan cara mengambil
data dari beberapa buku yang mempunyai keterkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja, khususnya pada bidang pencahyaan dan tingkat
kebisingan.

Tabel 3.1. Distribusi Hasil Berdasarkan Usia Pekerja Secara Subjektif


No Kelompok Ada % Tidak Ada Gangguan % Total %
Usia Gangguan Pendengaran Jumlah
Pendengaran
1 < 20 tahun 0 0 0 0 0 0
2 20-35 tahun 0 0 12 40 12 40
3 > 35 tahun 0 0 18 60 18 60
17

Total 30 10 30 100

Tabel 3.2. Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan usia


No Kelompok Ada % Tidak Ada % Total %
Usia Gangguan Gangguan Jumlah
Pendengaran Pendengaran
1 < 20 tahun 0 0 0 0 0 0
2 20-35 tahun 4 13,3 3 10 7 40
3 > 35 tahun 23 76,7 0 0 23 76,
Total 0 90 30 10 30 100

Tabel 3.3. Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran lama bekerja


Kategori Hasil pemeriksaan Total
lama bekerja fungsi pendengaran
Gangguan % Normal % Jumlah %
<10 tahun 6 20 3 10 9 30
11-12 tahun 18 60 0 0 18 60
>20 tahun 3 10 0 0 3 10
Total 27 90 3 10 30 100

Tabel 3.4. Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan


frekuensi bekerja (hari) dalam seminggu
Kategori Frekuensi Hasil pemeriksaan Total
bekerja fungsi pendengaran
seminggu(hari) Gangguan % Normal % Jumlah %
<3 hari 0 0 0 0 0 0
3-6 hari 26 8,7 3 10 29 9,7
>6 hari 1 3,3 0 0 1 3,3
Total 27 90 3 10 30 100
18

Tabel 3.5. Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan


frekuensi bekerja (hari) dalam sehari
Kategori Frekuensi Hasil pemeriksaan Total
bekerja fungsi pendengaran
seminggu(hari) Gangguan % Normal % Jumlah %
<4 jam 1 3,3 0 0 1 3,3
4-8 jam 24 80 2 6,7 26 8,7
> 8 jam 2 6,7 1 3,3 3 10
Total 27 90 3 10 30 100

Tabel 3.6. Distribusi Hasil pemeriksaan fungsi pendengaran berdasarkan ada


atau tidak menggunakan alat kesehatan (pelindung telinga)
Penggunaan alat Hasil pemeriksaan Total
kesehatan fungsi pendengaran
(pelindung telinga) Gangguan % Normal % Jumlah %
Menggunakan 0 0 0 0 1 0
Tidak menggunakan 27 90 3 10 30 100
Total 27 90 3 10 30 100

Tabel 3.7. Distribusi identitas Bunyi (dB) dan Hasil Pemeriksaan fungsi dari
pendengaran
Identitas Gangguan Pendengaran Total Fisher
Bunyi Telinga Exact test
(dB) Gangguan % Normal % Jumlah %
90-95 2 6,7 3 10 5 16,7 0,002
96-100 25 8,3 0 0 25 83,3
Total 27 90 3 10 30 100

3.6 Analisis
Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan, kemudian dilakukan
analisis terkait hasil yang didapatkan. Analisis dilakukan terhadap hubungan
19

antara faktor-faktor dengan keluhan kelelahan mata dan keluhan atau pengaruh
kebisingan terhadap kenyamanan dan keselamata pekerja serta.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan data usia yang diambil secara subjektif dengan menggunakan
kuesioner sebelum dilaksanakan pemeriksaan yang lebih lanjut, sebanyak 30
orang (100%) tidak ada gangguan pendengaran. Terbanyak pada kelompok usia
20-35 tahun (40%) didapatkan juga 12 subjek yang tidak ada gangguan
pendengaran. Pada kelompok usia>35 tahun (60%) dimana didapatkan 18 subjek
yang tidak ada gangguan pendengaran (Tabel 1). Setelah dilakukan pemeriksaan
menggunakan audiometer didapatkan hasil, yang mengalami gangguan
pendengaran terbanyak terdapat pada usia >35 tahun dimana terdapat 23 orang
pekerja yang mengalami gangguan pendengaran dengan jumlah prensentasi 76,7%
(Tabel 2).
Berdasarkan data lama bekerja sebangai pekerja bengkel las, gangguan
pendengaran terbanyak pada kelompok yang telah berprofesi sebagai pekerja
bengkel las selama 11-20 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 18 orang dengan
prensentase 60 % (Tabel 3).
Berdasarkan data frekuensinya 3-6 hari seminggu bekerja, memiliki
gangguan terbanyak dengan jumlah 26 orang dan dengan presentase sebanyak
86,7%, serta dalam kelompok ini tidak di temukannya pekerja yang tidak
mengalami gangguan pendengaran, dibandingkan dengan frekuensi bekerja 6 hari
(Tabel 4).
Berdasarkan data frekuensi kerja dalam sehari, didapatkan hasil pekerja
yang mengalami gangguan pendengaran terbanyak yaitu kelompok pekerja yang
frekuensi bekerjanya 4-8 jam sebanyak 80%. Kemudian gangguan pendengaran
terbanyak diikuti kelompok yang frekuensi bekerjanya lebih dari 8 jamperhari
dengan jumlah presentase sebanyak 6,67 % (tabel 5).
Berdasarkan data penggunaan alat keselamatan menunjukkan bahwa
gangguan pendengaran terdapat pada pekerja yang tidak menggunakan alat
keselamatan sebanyak 27 orang dengan presentase 90 %, dan sebanyak 3 orang
tidak mengalami gangguan pendengaran dengan presentase 10% (Tabel 6)

20
21

Berdasarkan data intensitas bunyi (dB) dan hasil pemeriksaan fungsi


pendengaran didapatkan 90-95 dB sebanyak 16,7% sedangkan 95-100 sebanyak
83,3%. Hasil Fisher Exact Test didapatkan p = 0,002 (Tabel 7).

4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menyatakan bahwa kelompok usia produktif yang banyak
mengalami gangguan pendengaran yang dikelompokkan yang berusia > 35 thn
dengan presentase 76,7%, dalam penelitian ini mendapatkan bahwa pekerja yang
berusia 30-40 tahun dengan presentase 58,3% berisiko mengalami gangguan
pendengaran tipe sensorineural pada Unit Produksi di PT. Kurnia Jati Utama.
Menggunakan mesin las disel listrik dalam jangka waktu yang lama, maka
akan semakin besar dampak yang akan dialami oleh pekerja. Menurut hasil
penelitian gangguan pendengaran yang cukup tinggi, terdapat kelompok yang
berprofesi sebagai pekerja bengkel las yang sudah bekerja selama >11 tahun
sebanyak 21 subjek dengan presentase total yang mengalami gangguan sebanyak
70%. Hal ini membuktikan bahwa pajanan dalam jangka waktu lama (tahun),
menurut teori lebih dari 5 tahun terpapar bising dapat menyebabkan gangguan
poendengaran.
Apabila dilihat dari frekuensi bekerja selama seminggu, maka pekerja
yang frekuensi bekerja >3 hari seminggu memiliki gangguan pendengaran yang
terbanyak dengan presentase 90% dibandingkan frekunsi bekerja 4 jam banyak
mendapat gangguan pendengaran dengan presentase 86,7%. Dari hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa semakin lama menggunakan mesin disel las listrik
besi maka berisiko mendapat gangguan pendengaran lebih besar.
Pemakaian alat pelindung telinga merupakan salah satu cara uintuk
mengurangi besarnya paparan intensitas kebisingan terhadap pekerja.Dari hasil
penelitian ditemukan 100% pekerja bengkel las tidak menggunakan alat
keselamatan (pelindung telinga) dengan presentase 90%.
Pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan sehari dengan
intensitas tidak melebihi 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Jika
melebihi batas yang diperkenankan maka akan timbul gangguan pendengaran.
22

Menurut hasil penelitian ditemukan bahwa intensitas 90- 100 dB (>85 dB) dengan
frekuensi bekerja >4 jam sehari.
Pada pengukuran fungsi pendengaran dengan menggunakan alat
audiometer didapatkan 3 orang pekerja tidak memiliki gangguan pendengaran
dengan presentase sebanyak 10% dan 27 orang pekerja mengalami gangguan
pendengaran dengan presentase sebanyak 90%. Pada intensitas bunyi didapatkan
90-100 dB. Tingkat ketulian ditentukan dengan menggunakan kriteria ISO
(International Standard Organization) yang ukuran normalnya 0-25 dB
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, didapatkan adanya hubungan yang
bermakna antara pengaruh intensitas bunyi dengan fungsi pendengaranpada
pekerja bengkel las, karena uji fisher exact testdi dapatkan nilai p= 0,002 (p= <
0,05)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Rata-rata lingkungan kerja fisik berada pada kategori sedang yang artinya
lingkungan kerja fisik sudah baik dan memenuhi kebutuhan karyawan namun
perlu ditingkatkan. Indikator yang di uji menunjukkan kondisi tata ruang, suhu
udara, pencahayaan dan suara bising berada pada kategori sedang, sedangkan
indikator kebersihan berada pada kategori tinggi
Rata-rata lingkungan kerja non-fisik berada pada kategori tinggi yang
artinya lingkungan kerja non-fisik sudah baik dimana indikator pengawasan,
hubungan antar karyawan, solidaritas, interaksi berada pada kategori tinggi,
sedangkan indikator budaya lingkungan kebun berada pada kategori sedang.
Dari hasil analisis regresi berganda menunjukkan variabel lingkungan
kerja fisik tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Sedangkan
Lingkungan kerja non-fisik berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Hal tersebut disebabkan karena adanya pengawasan yang ketat dari atasan
sehingga menimbulkan rasa takut karyawan untuk bersantai dalam bekerja.

5.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan yang
signifikan, dan juga pengaruh lama pajanan kebisingan terhadap pekerja yang
menggunakan mesin las disel listrik.Bagi pekerja yang bekerja pada tingkat
kebisingan >85 dB disarankan menggunakan alat pelindung keselamatan.Dan
perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang pengaruh kebisingan terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerja bengkel las.

23
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, N. P. (2022). PENGARUH KOMPENSASI, LINGKUNGAN KERJA, DAN


DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA POLSEK DUKUH
PAKIS SURABAYA.

Desti Minggarsari, H. (2019). HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN


KELUHAN AUDITORI PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PABRIK
FABRIKASI BAJA RELATIONSHIP OF NOISE INTENSITY WITH
AUDITORY COMPLAINTS IN WORK PARTS OF STEEL FABRICATION
FACTORY PRODUCTION. Binawan Student Journal, 1(3).

Fisika, J. P., Terapannya, D., Pitaloka, N. A., & Setiawan, A. A. (2022). Analisis
Tingkat Kebisingan Bengkel Di Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Kota
Palembang. Jurnal Penelitian Fisika Dan Terapannya (Jupiter), 4(1).
https://doi.org/10.31851/jupiter.v4i2.7622

Irna Tawaddud, B. (2020). Kajian Illuminati pada Laboratorium Teknik Grafika


Polimedia Jakarta terhadap Standar Kesehatan Kerja Industri (K3) (Vol. 2).

Iswanto, Y. (2011). Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).

Koagouw, I. A., Supit, W., & Rumampuk, J. F. (2013). PENGARUH KEBISINGAN


MESIN LAS DISEL LISTRIK TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA
PEKERJA BENGKEL LAS DI KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO.

Kurniawati Agnes Tianto, A., Qadrijati, I., Haryati, S., dan Kesehatan Kerja, K.,
Vokasi, S., & Sebelas Maret, U. (2023). FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA
KANTOR X KARANGANYAR. 11(1). https://doi.org/10.14710/jkm.v%vi%i.36786

Kuswadji, S. (2017). TANTANGAN DAN PELUANG KERJA SAMA ANTAR DISIPLIN


DALAM MENGHADAPI PERADABAN KREATIF.

Lindhi Hanifa, R., Suwandi, T., Studi, P. S., Masyarakat, K., Kesehatan Masyarakat,
F., Airlangga, U., & Keselamatan dan Kesehatan Kerja, D. (2018). HUBUNGAN
ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU
DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI MADIUN (Vol. 1,
Issue 2). http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE

Nurkihsan, R., Putra, G., Nugraha, A. E., & Herwanto, D. (2021). Analisis Pengaruh
Intensitas Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata Pekerja. IJCCS, x, No.x, 1–5.

Pujiyono, S., & Sinaulan, J. H. (2019). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
terhadap Kinerja Karyawan PT. Waskita Karya (Persero) Tbk. pada Proyek
Waskita Rajawali Tower. 21(3).

Ramadhan, A. (2019). ANALISIS INTENSITAS KEBISINGAN PENYEBAB


RISIKO NOISE INDUCED HEARING LOSS DI BANDAR UDARA
INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA. Journal of Industrial Hygiene and
Occupational Health, 3(2). http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH

Riadyani, A. P., & Herbawani, C. K. (2022). SYSTEMATIC REVIEW PENGARUH


INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KELELAHAN MATA PEKERJA.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 10(2), 167–171.
https://doi.org/10.14710/jkm.v10i2.32475

Odi, K. D., & Sintha Lisa Purimahua. (2017). The Relationship Between Work
Attitude, Lighting, And Temperature Towards Work Fatigue and Eye Fatigue at
Tailors in Kampung Solor Kupang.

Suherman, A., Nurulita, U., & Astuti, R. (2015). HUBUNGAN INTENSITAS


PENERANGAN, MASA KERJA DAN LAMA KERJA DENGAN
KETAJAMAN PENGLIHATAN RELATIONS INTENSITY LIGHTING,
YEARS OF SERVICE AND LENGTH OF WORKING WITH SHARPNESS
EYESIGHT. J. Kesehat. Masy. Indones, 10(2), 2015.

Syahrizal, S., Junaidi, J., & Nasrullah, N. (2022). Hubungan intensitas kebisingan dan
pencahayaan sinar las dengan gangguan kesehatan pada pekerja bengkel las di
Kota Banda Aceh. Jurnal SAGO Gizi Dan Kesehatan, 4(1), 64.
https://doi.org/10.30867/gikes.v4i1.1063

Utami, F. I., & Sugiharto. (2020). Identifikasi Bahaya Fisik, Mekanik, Kimia dan
Risiko. https://doi.org/10.15294/higeia.v4iSpecial%201/34581

Anda mungkin juga menyukai