Disusun Oleh :
DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Ir. Dahlan Abdullah, S.T., M.Kom, IPM, ASEAN
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat allah swt, yang atas rahmat
dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Proposal
“PENGARUH KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN TERHADAP
KENYAMANAN DAN KESELAMATAN PEKERJA DIBENGKEL LAS”.
Shalawat beriring salam kepada junjungan salam Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan sahabat beliau sekalian serta orang-orang mukmin yang tetap
istiqamah dijalan-nya
Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan nilai dari salah satu
mata kuliah jurusan Teknik industri universitas malikussaleh. Dalam penulisan
penelitian ini, penulis relah banyak mendapat bantuan dan arahan dari banyak
pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1) Bapak Prof. Dr. Ir. Dahlan Abdullah, S.T., M.Kom, IPM, ASEAN selaku
pengampu mata kuliah metodelogi penelitian
Kami menyadari hasil laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca guna mendapatkan kemajuan di masa yang akan datang
Amir Murtadha
NIM. 200130133
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATAPENGANTARI...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3. Batasan Masalah.................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Kerja......................................4
2.2. Kebisingan..........................................................................................7
2.3. Pencahayaan.......................................................................................8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan Terdahulu......................................................................13
3.2 Metodelogi Penelitian.........................................................................15
3.3 Populasi Dan Sampel..........................................................................15
3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................15
3.5 Sumber Data.......................................................................................15
3.6 Analisis...............................................................................................18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.....................................................................................................20
4.2 Pembahasan..........................................................................................21
BAB V KESIMPUlAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..........................................................................................23
5.2 Saran.....................................................................................................23
DAFTAR PUATAKA
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
pengukuran dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan. NAB
untuk kebisingan yaitu sebesar 85 dBA selama 8 jam kerja perhari atau 40 jam
dalam seminggu (Ramadhan, 2019)
Pencahayaan yang kurang memadai atau terlalu berlebihan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja, salah satunya adalah kelelahan
mata. Selain itu, kelelahan mata timbul sebagai stress insentif pada fungsi – fungsi
mata seperti terhadap otot – otot akomodasi pada pekerja yang perlu pengamatan
secara teliti atau pada retina sebagai ketidaktepatan kontras
(Kurniawati Agnes Tianto et al., 2023)
Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhn oleh manusia untuk dapat
beraktifitas secara optimal dan produktif. Selain itu lingkungan kerja harus
ditangani dan didesain secara baik. Hal tersebut dikarenakan pengaruh buruk dari
lingkungan kerja akan memberikan dampak buruk bagi pekerja. Dapat dikatakan,
lingkungan kerja memiliki dampak langsung terhadap aktifitas pekerja.
Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi kualitas lingkungan dalam
beraktifitas, antara lain: intensitas penerangan, suhu dan kelembapan udara, dan
tingkat kebisingan tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja
dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja apabila tidak
dapat dikendalikan (Odi & Sintha Lisa Purimahua, 2017)
4
5
memberi penghargaan, dan penilaian. Sebagai salah satu aspek yang berfungsi
memenuhi tugas dalam organisasi, peran sumber daya manusia dalam organisasi
sangatlah besar (Iswanto, 2011)
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu sistem yang bertujuan
untuk memengaruhi sikap, perilaku, dan kinerja karyawan agar mampu meberikan
kontribusi yang optimal dalam rangka mecapai sasaran-sasaran perusahaan.
Sistem tersebut adalah faktor penting dalam organisasi karena sumber daya
manusia digunakan dalam semua aspek pekerjaan. Baik divisi pemasaran,
keuangan, operasional, SDM, atau divisi lain yang mungkin dimiliki suatu
perusahaan, semua memerlukan tenaga manusia untuk menjalankannya
(Budianto, 2022)
2.1.2 Ergonomi
Organisasi manapun pasti ingin membentuk sebuah lingkungan kerja yang
kondusif bagi para karyawannya. Lingkungan kerja yang kondusif memungkinkan
karyawan dalam organsasi untuk bisa melakukan tugasnya dengan baik hingga
tuntas. Hal ini berarti bahwa kinerja mereka bisa ditingkatkan dengan lingkungan
kerja yang mendukung pekerjaan. Kecermatan organisasi dalam membentuk
lingkungan kerja yang baik akan membantu mereka dalam peningkatan
produktivitas karyawan. Pembentukan lingkungan kerja harus disesuaikan dengan
pekerjaan dari karyawannya. Satu pekerjaan pasti akan memiliki tugas yang
berbeda karena itu penanganannya harus berbeda pula. Penting bagi organisasi
untuk memahami lingkungan kerja para karyawannya. Untuk itulah mereka perlu
memahami arti dari ergonomic (Pujiyono & Sinaulan, 2019)
Ergonomi merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara manusia, mesin yang digunakan, dan lingkungan kerjanya
(KBBI). Istilah ergonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon (kerja)
dan nomos (hukum). Dari pengertian tersebut apabila dijelaskan secara singkat
ergonomi adalah peraturan dalam bekerja. Ergonomi juga dikenal sebagai human
factors oleh bangsa Amerika. Dalam kaitannya dengan organisasi, ergonomi dapat
berkontribusi dalam membentuk lingkungan kerja yang baik, dengan cara
memahami lingkungan kerjanya, alat yang digunakan dalam berkeja, serta pelaku
6
dari pekerjaan itu sendiri. Ergonomi juga memiliki dua tujuan utama yaitu tujuan
sosial (kesejahteraan manusia / well-being) dan tujuan ekonomi (peningkatan
kinerja secara menyeluruh / overall system performance) (Kuswadji, 2017).
Dalam bekerja, seorang karyawan akan banyak dipengaruhi oleh
lingkungan tempat dia berada. Misalnya seorang pekerja yang mengandalkan
penglihatannya dalam bekerja perlu didukung dengan pencahayaan yang baik.
Apabila intensitas pencahayaannya kurang baik bisa jadi dia salah dalam melihat
objek yang dikerjakannya, yang dapat menyebabkan turunnya kinerja dari pekerja
yang bersangkutan. Pekerja yang setiap hari sering mendengar suara bising
(noise) juga perlu diperhatikan. Dalam waktu dekat dampak dari suara tersebut
mungkin tidak beberapa, tetapi dalam jangka panjang kemampuan pendengaran
dari pekerja yang mendengarnya bisa menurun karena terpapar terus-menerus oleh
noise (Pujiyono & Sinaulan, 2019).
Pemberian lingkungan kerja yang nyaman memungkinkan karyawan
bekerja sebagaimana mestinya, tanpa membuat mereka mengalami akibat buruk
yang bisa menurunkan kinerja atau bahkan menciderai mereka. Beberapa aspek
lain dalam ergonomi selain pencahayaan dan kebisingan juga perlu menjadi
pertimbangan, yaitu suhu ruangan serta kondisi perangkat yang digunakan. Selain
itu penerapan ergonomi yang baik juga tidak terbatas pada negara maju saja. Di
Indonesia sendiri walaupun pada awalnya penerapan ergonomi masih jarang
karena ketidaktahuan akan ilmu tersebut, lambat laun perkembangannya semakin
meningkat. Organisasi mulai memperhatikan faktor ergonomi sebagai suatu hal
yang mempengaruhi kinerja karyawan (Odi & Sintha Lisa Purimahua, 2017).
Negara berkembang lain yang bisa dijadikan contoh akan penerapan
ergonomi adalah Malaysia, seperti yang ditunjukkan pada penelitian Ali et al.
yang menunjukkan bagaimana Universitas yang menjadi objek penelitiannya
mulai berbenah diri untuk memperhatikan faktor-faktor ergonomi dengan lebih
baik. Hal itu dikarenakan oleh bagaimana faktor-faktor ergonomi dapat
mempengaruhi kinerja. Penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh Saleem et al.
(2012) dan Hameed dan Amjad (2009) di Pakistan juga menunjukkan tentang
pentingnya faktor-faktor ergonomi untuk mendukung kinerja karyawan di
7
perkantoran. Begitu pula dengan studi dari Kingsley di salah satu korporasi di
Ghana yang memberikan
hasil yang sama.
2.2 Kebisingan
Kebisingan merupakan paparan terhadap suara-suara yang tidak
diinginkan, suatu fenomena yang bersifat subjektif. Kebisingan umumnya dapat
memberikan dsampak buruk. Kebisingan ini perlu dikendalikan dan tempat-
tempat kerja haruslah dirancang sedemikian rupa untuk memastikan bahwa para
pekerja tidak terdapat pada kebisingan yang melebihi batas yang diperbolehkan.
Pekerjaan membuat pagar besi menjadi salah satu aktivitas pekerjaan yang
menghasilkan suatu kebisingan (Koagouw et al., 2013)
Pagar besi yang indah mempunyai kepuasan tersendiri bagi pekerja. Akan
tetapi, penggunaan mesin ini mempunyai dampak yang tidak baik yaitu tingkat
kebisingan yang cukup tinggi. Pembuatan pagar dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin las yang menimbulkan kebisingan sehingga mempermudah
seorang menjadi tuli akibat terpapar bising, antara lain intensitas bising yang lebih
tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan
factor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Fisika et al., 2022)
Kebisingan dari peralatan kerja maupun lingkungan tempat kerja maupun
lingkungan tempat kerja merupakan salah satu factor fisik yang berpengaruh
terhadap keselamatan kerja. Gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan pada
mesin las antara lain gangguan pendengaran, gangguan dalam berkomunikasi dan
gangguan pada saat berkonsntrasi
Kemampuan telinga manusia dalam mendengarkan suara berbeda-beda,
tergantung dari sensitivitas pendengar dan frekuensi serta amplitudo dari suara
yang dihasilkan. Misalnya dengan level tekanan suara 40 dB (decibe- unit
logaritma yang digunakan untuk menunjukkan rasio dan kuantitas fisik, dalam hal
ini yaitu kekuatan dari sumber suara) dan frekuensi 1000 Hzz suara akan
terdeteksi oleh telinga manusia, namun jika frekuensinya rendah (missal 30 Hz)
maka suara tersebut akan lebih sulit didengar. Sebaliknya jika mplitudo suara
tinggi, walaupun frekuensinya rendah, akan tetap mudah didengar oleh telinga
8
manusia. Sebagai cintoh suara dengan level tekanan suara 70 dB pada frekuensi
100 Hz. Jika suara tersebut memiliki frekuensi rendah, maka intensitasnya harus
cukup tinggi agar mampu terdeteksi oleh telinga manusia
(Desti Minggarsari, 2019)
Tabel 2.1
Dampak dari kekuatan suara dibawah 85 dB(A) pada suatu Ruangan
Level Suara Dampak
dB (A)
80 Sulit melakukan percakapan
75 Percakapan melalui telepon menjadi sulit. Suara harus
diperkeras ketika berbicara bertatap muka
70 Batas atas yang bisa ditoleransi untuk percakapan normal.
Percakapn melalui telepon sulit untuk dilakukan, dan tidak
sesuai untuk lingkungan kerja
65 Suara keras masih bisa diterima untuk orang-orang yang
memang sudah mengetahui bahwa mereka bekerja
dilingkungan yang bising
60 Level suara yang bisa diterima untuk kegiatan sehari-hari
disiang hari.
55 Batas atas untuk orang-orang yang mengharapkan lingkungan
kerja yang tenang
50 Bisa diterima oleh pekerja yang menyukai ketenangan, sekitar
¼ dari populasi (dari penelitian woodson) akan mengalami
kesulitan untuk tidur. Jika tertidur mereka akan terbangun
40 Sangat cocok untuk berkonsentrasi. Hanya sedikit orang yang
akan mengalami gangguan saat tidur.
<30 Suara level rendah yang sesekali terdengar bisa jadi gangguan
Sumber : Data Sekunder
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki, maka dari itu
kebisingan dapat mengganggu pekerjaan dan membahayakan kesehatan
karyawan. Oleh karena itu tingkat kebisingan perlu dikendalikan untuk
9
dari silau, dapat dilakukan dengan cara menjauhkan cahaya dari garis pandangan ,
atau dengan menggunakan beberapa alat safty sperti kaca mata hitam, helm las,
masker unduk melindungi asab dari pengelasan agar tidak terhirup, dan ada lagi
beberapa safaety yang digunakan sat proses pengelasan berlangsung (Bridger,
2003)
13
14
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan.
Data primer diperoleh melalui beberapa cara, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah cara memperoleh data dengan cara melakukan
pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti. Contoh dalam
penelitian ini adalah dengan melakukan pengukuran intensitas cahaya
secara langsung pada obyek-obyek kerja yang terdapat pada bagian
produksi
b. Wawancara
Wawancara adalah cara memperoleh data dengan cara melakkukan
tanya jawab atau mendengar secara langsung penjelasan dari narasumber
yang ditunjuk oleh perusahaan. Contoh dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan tanya jawab dengan beberapa karyawan dalam bagian produksi
tentang factor bahaya yang dapat timbul dari alat yang digunakan
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengambil data dari
perusahaan atau dengan studi kepustakaan, yaitu dengan cara mengambil
data dari beberapa buku yang mempunyai keterkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja, khususnya pada bidang pencahyaan dan tingkat
kebisingan.
Total 30 10 30 100
Tabel 3.7. Distribusi identitas Bunyi (dB) dan Hasil Pemeriksaan fungsi dari
pendengaran
Identitas Gangguan Pendengaran Total Fisher
Bunyi Telinga Exact test
(dB) Gangguan % Normal % Jumlah %
90-95 2 6,7 3 10 5 16,7 0,002
96-100 25 8,3 0 0 25 83,3
Total 27 90 3 10 30 100
3.6 Analisis
Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan, kemudian dilakukan
analisis terkait hasil yang didapatkan. Analisis dilakukan terhadap hubungan
19
antara faktor-faktor dengan keluhan kelelahan mata dan keluhan atau pengaruh
kebisingan terhadap kenyamanan dan keselamata pekerja serta.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan data usia yang diambil secara subjektif dengan menggunakan
kuesioner sebelum dilaksanakan pemeriksaan yang lebih lanjut, sebanyak 30
orang (100%) tidak ada gangguan pendengaran. Terbanyak pada kelompok usia
20-35 tahun (40%) didapatkan juga 12 subjek yang tidak ada gangguan
pendengaran. Pada kelompok usia>35 tahun (60%) dimana didapatkan 18 subjek
yang tidak ada gangguan pendengaran (Tabel 1). Setelah dilakukan pemeriksaan
menggunakan audiometer didapatkan hasil, yang mengalami gangguan
pendengaran terbanyak terdapat pada usia >35 tahun dimana terdapat 23 orang
pekerja yang mengalami gangguan pendengaran dengan jumlah prensentasi 76,7%
(Tabel 2).
Berdasarkan data lama bekerja sebangai pekerja bengkel las, gangguan
pendengaran terbanyak pada kelompok yang telah berprofesi sebagai pekerja
bengkel las selama 11-20 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 18 orang dengan
prensentase 60 % (Tabel 3).
Berdasarkan data frekuensinya 3-6 hari seminggu bekerja, memiliki
gangguan terbanyak dengan jumlah 26 orang dan dengan presentase sebanyak
86,7%, serta dalam kelompok ini tidak di temukannya pekerja yang tidak
mengalami gangguan pendengaran, dibandingkan dengan frekuensi bekerja 6 hari
(Tabel 4).
Berdasarkan data frekuensi kerja dalam sehari, didapatkan hasil pekerja
yang mengalami gangguan pendengaran terbanyak yaitu kelompok pekerja yang
frekuensi bekerjanya 4-8 jam sebanyak 80%. Kemudian gangguan pendengaran
terbanyak diikuti kelompok yang frekuensi bekerjanya lebih dari 8 jamperhari
dengan jumlah presentase sebanyak 6,67 % (tabel 5).
Berdasarkan data penggunaan alat keselamatan menunjukkan bahwa
gangguan pendengaran terdapat pada pekerja yang tidak menggunakan alat
keselamatan sebanyak 27 orang dengan presentase 90 %, dan sebanyak 3 orang
tidak mengalami gangguan pendengaran dengan presentase 10% (Tabel 6)
20
21
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menyatakan bahwa kelompok usia produktif yang banyak
mengalami gangguan pendengaran yang dikelompokkan yang berusia > 35 thn
dengan presentase 76,7%, dalam penelitian ini mendapatkan bahwa pekerja yang
berusia 30-40 tahun dengan presentase 58,3% berisiko mengalami gangguan
pendengaran tipe sensorineural pada Unit Produksi di PT. Kurnia Jati Utama.
Menggunakan mesin las disel listrik dalam jangka waktu yang lama, maka
akan semakin besar dampak yang akan dialami oleh pekerja. Menurut hasil
penelitian gangguan pendengaran yang cukup tinggi, terdapat kelompok yang
berprofesi sebagai pekerja bengkel las yang sudah bekerja selama >11 tahun
sebanyak 21 subjek dengan presentase total yang mengalami gangguan sebanyak
70%. Hal ini membuktikan bahwa pajanan dalam jangka waktu lama (tahun),
menurut teori lebih dari 5 tahun terpapar bising dapat menyebabkan gangguan
poendengaran.
Apabila dilihat dari frekuensi bekerja selama seminggu, maka pekerja
yang frekuensi bekerja >3 hari seminggu memiliki gangguan pendengaran yang
terbanyak dengan presentase 90% dibandingkan frekunsi bekerja 4 jam banyak
mendapat gangguan pendengaran dengan presentase 86,7%. Dari hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa semakin lama menggunakan mesin disel las listrik
besi maka berisiko mendapat gangguan pendengaran lebih besar.
Pemakaian alat pelindung telinga merupakan salah satu cara uintuk
mengurangi besarnya paparan intensitas kebisingan terhadap pekerja.Dari hasil
penelitian ditemukan 100% pekerja bengkel las tidak menggunakan alat
keselamatan (pelindung telinga) dengan presentase 90%.
Pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan sehari dengan
intensitas tidak melebihi 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Jika
melebihi batas yang diperkenankan maka akan timbul gangguan pendengaran.
22
Menurut hasil penelitian ditemukan bahwa intensitas 90- 100 dB (>85 dB) dengan
frekuensi bekerja >4 jam sehari.
Pada pengukuran fungsi pendengaran dengan menggunakan alat
audiometer didapatkan 3 orang pekerja tidak memiliki gangguan pendengaran
dengan presentase sebanyak 10% dan 27 orang pekerja mengalami gangguan
pendengaran dengan presentase sebanyak 90%. Pada intensitas bunyi didapatkan
90-100 dB. Tingkat ketulian ditentukan dengan menggunakan kriteria ISO
(International Standard Organization) yang ukuran normalnya 0-25 dB
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, didapatkan adanya hubungan yang
bermakna antara pengaruh intensitas bunyi dengan fungsi pendengaranpada
pekerja bengkel las, karena uji fisher exact testdi dapatkan nilai p= 0,002 (p= <
0,05)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Rata-rata lingkungan kerja fisik berada pada kategori sedang yang artinya
lingkungan kerja fisik sudah baik dan memenuhi kebutuhan karyawan namun
perlu ditingkatkan. Indikator yang di uji menunjukkan kondisi tata ruang, suhu
udara, pencahayaan dan suara bising berada pada kategori sedang, sedangkan
indikator kebersihan berada pada kategori tinggi
Rata-rata lingkungan kerja non-fisik berada pada kategori tinggi yang
artinya lingkungan kerja non-fisik sudah baik dimana indikator pengawasan,
hubungan antar karyawan, solidaritas, interaksi berada pada kategori tinggi,
sedangkan indikator budaya lingkungan kebun berada pada kategori sedang.
Dari hasil analisis regresi berganda menunjukkan variabel lingkungan
kerja fisik tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Sedangkan
Lingkungan kerja non-fisik berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Hal tersebut disebabkan karena adanya pengawasan yang ketat dari atasan
sehingga menimbulkan rasa takut karyawan untuk bersantai dalam bekerja.
5.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan yang
signifikan, dan juga pengaruh lama pajanan kebisingan terhadap pekerja yang
menggunakan mesin las disel listrik.Bagi pekerja yang bekerja pada tingkat
kebisingan >85 dB disarankan menggunakan alat pelindung keselamatan.Dan
perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang pengaruh kebisingan terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerja bengkel las.
23
DAFTAR PUSTAKA
Fisika, J. P., Terapannya, D., Pitaloka, N. A., & Setiawan, A. A. (2022). Analisis
Tingkat Kebisingan Bengkel Di Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Kota
Palembang. Jurnal Penelitian Fisika Dan Terapannya (Jupiter), 4(1).
https://doi.org/10.31851/jupiter.v4i2.7622
Kurniawati Agnes Tianto, A., Qadrijati, I., Haryati, S., dan Kesehatan Kerja, K.,
Vokasi, S., & Sebelas Maret, U. (2023). FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA
KANTOR X KARANGANYAR. 11(1). https://doi.org/10.14710/jkm.v%vi%i.36786
Lindhi Hanifa, R., Suwandi, T., Studi, P. S., Masyarakat, K., Kesehatan Masyarakat,
F., Airlangga, U., & Keselamatan dan Kesehatan Kerja, D. (2018). HUBUNGAN
ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU
DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI MADIUN (Vol. 1,
Issue 2). http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Nurkihsan, R., Putra, G., Nugraha, A. E., & Herwanto, D. (2021). Analisis Pengaruh
Intensitas Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata Pekerja. IJCCS, x, No.x, 1–5.
Pujiyono, S., & Sinaulan, J. H. (2019). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
terhadap Kinerja Karyawan PT. Waskita Karya (Persero) Tbk. pada Proyek
Waskita Rajawali Tower. 21(3).
Odi, K. D., & Sintha Lisa Purimahua. (2017). The Relationship Between Work
Attitude, Lighting, And Temperature Towards Work Fatigue and Eye Fatigue at
Tailors in Kampung Solor Kupang.
Syahrizal, S., Junaidi, J., & Nasrullah, N. (2022). Hubungan intensitas kebisingan dan
pencahayaan sinar las dengan gangguan kesehatan pada pekerja bengkel las di
Kota Banda Aceh. Jurnal SAGO Gizi Dan Kesehatan, 4(1), 64.
https://doi.org/10.30867/gikes.v4i1.1063
Utami, F. I., & Sugiharto. (2020). Identifikasi Bahaya Fisik, Mekanik, Kimia dan
Risiko. https://doi.org/10.15294/higeia.v4iSpecial%201/34581