OLEH
DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
3.1.1 Alat..........................................................................................................8
4.2 Pembahasan..................................................................................................11
BAB V PENUTUP...............................................................................................15
5.1 Kesimpulan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
DAFTAR GAMBAR
1
Kebisingan menyebabkan berbagai gangguan, seperti gangguan fisiologis,
gangguan psikologis, gangguan komunikasi, dan ketulian(Cepu, Tengah and
Christy, 2010). Salah satu gangguan akibat kebisingan adalah Noise Induced
Hearing Loss (NIHL). Menurut (Fausti et al., 2005), Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) adalah sebuah penyakit akibat kerja berupa gangguan pendengaran atau
ketulian akibat kebisingan. Pada tahun 2016, Centers for Disease Control and
Prevention menerangkan bahwa 82% penyakit akibat kerja yang terjadi adalah
ketulian akibat kerja.
Hubungan antara kebisingan dengan timbulnya gangguan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas kebisingan, frekuensi
kebisingan, dan lamanya seseorang terpajan oleh suara atau bunyi bising tersebut.
Kebisingan sangatlah mengganggu aktivitas apabila telah melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Sehingga perlunya mengetahui intensitas kebisingan yang
didapat, melakukan pemantauan kebisingan serta melakukan upaya pengendalian
kebisingan menggunakan hierarki pengendalian resiko K3 untuk menanggulangi
adanya bahaya kebisingan tersebut.(Meilinda Sumadika, Asnifatima and
Fathimah, 2020)
Untuk menghindari bahaya kebisingan di lingkungan tenaga kerja / industri,
pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 tahun
2018 tentang ambang batas faktor fisik dan kimia di tempat kerja. Peraturan
tersebut menetapkan ambang batas kebisingan (NAB) 85 dBA. Nilai tersebut
merupakan intensitas tertinggi yang masih dapat diterima oleh pekerja yang tidak
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari
dalam waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. (Permenaker RI,
2018)
Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengukuran kebisingan menggunakan
Noise Dosi Meter. Satuan yang dapat diukur oleh alat ini adalah desible.
Diharapkan dengan dilakukannya praktikum kebisingan ini dapat mengetahui
apakah tingkat kebisingan di suatu tempat sudah memenuhi nilai ambang batas
atau belum. Dengan demikian kita dapat mengambil tindakan berdasarkan hasil
2
pengukuran dan analisis kebisingan agar dapat memberikan manfaat bagi orang
disekitar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa
gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan
non Auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan,
menurunnya performa (kinerja), stress dan kelelahan. (Kholik and Krishna,
2012)
2. 3 Jenis-Jenis Kebisingan
Kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu
kebisingan tetap dan kebisingan tidak tetap.
a. Kebisingan tetap (steady noise), terbagi menjadi dua yaitu:
1. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise),
berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam.
2. Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus
yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).
b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Polusi udara Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan
yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
2. Intermittent noise, kebisingan yang terputus- putus dan besarnya dapat
berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas.
3. Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi
(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara
ledakan senjata api.
c. Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga
bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori (Zuhra, 2019)
1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan)
yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal
bising dari mesin ketik.
2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh
frekuensi bunyi antara 31,5 – 8.000 Hz.
3. Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi
akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan
meriam, tembakan bedil.
5
d. Berdasarkan dampaknya terhadap tubuh manusia (Zuhra, 2019),
kebisingan dapat dibedakan menjadi:
1. Kebisingan yang mengiritasi. Ini adalah kebisingan dengan intensitas
rendah, seperti bermain atau.
2. Penyamaran kebisingan adalah suara yang menutupi pendengaran
yang jelas, yang secara tidak langsung mengancam kesehatan dan
keselamatan pekerja, karena teriakan atau sinyal bahaya yang
tergenang oleh suara dari sumber lain /
3. Kebisingan berbahaya adalah suara yang intensitasnya melebihi
ambang batas, yang dapat merusak atau melemahkan pendengaran
fitur
e. Menurut (Anizar, 2009) kebisingan dapat dikelaskan dalam beberapa jenis,
antara lain yaitu:
1. Kebisingan intermiten adalah kebisingan yang terjadi sewaktu-waktu
dan terputus. Misalnya, suara pesawat terbang dan kereta api.
2. Bising secara terus menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan
tingkat intensitas bunyi di antara maksimum dan minimum 12 yang
kurang dari 3 dBA. Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh
mesin penenun tekstil.
3. Bising fluktuasi adalah bunyi bising yang mempunyai perbedaan
tingkat di antara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari
3 dBA.
4. Bising implus ialah bunyi bising yang mempunyai intensitas yang
sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata api,
lagan besi dan sebagainya
5. Bising bersela ialah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu
serta berulang. Contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti
apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi 13 daripada
jenis bunyi di atas, contohnya kebisingan berterusan dan bersela dapat
terjadi serentak.
6
2.4 Nilai Ambang Batas
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja, nilai ambang batas untuk intensitas kebisingan dalam rentang paparan 8
jam perhari adalah sebesar 85 Dba. Berikut tabel nilai ambang batas kebisingan
berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2018 :(Permenaker RI, 2018)
30 Menit 97
15 Menit 100
7,5 Menit 103
3,75 Menit 106
1,88 Menit 109
0,94 Menit 112
7
2.5 Dampak Pada Kesehatan
Dampak kebisingan terhadap kesehatan dapat berupa gangguan pada indera
pendengaran maupun non pendengaran. Pada indera pendengaran dapat
menyebabkan tuli progresif. Awalnya efek bising pada pendengaran adalah
sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising
dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja secara terus-menerus di area bising maka
akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali. Sedangkan pada
gangguan non pendengaran dapat menyebabkan gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi, dan gangguan keseimbangan (Meilinda
Sumadika, Asnifatima and Fathimah, 2020). Bising umumnya dapat merusak
telinga bagian tengah dan bagian dalam. Kerusakan telinga bagian tengah
diakibatkan oleh peradangan dan penumpukan kotoran telinga sedangkan telinga
bagian dalam ditandai dari rusaknya sel rambut telinga dalam yang kebanyakan
merusak saraf vestibulokoklear dan berakibat pada kehilangan pendengaran.
Kerusakan saraf vestibulokoklear juga dapat menyebabkan gangguan fisiologis
berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah
perifer terutama pada tangan dan kaki, serta gangguan psikologis berupa rasa
tidak nyaman, gangguan konsentrasi, cepat marah dan susah tidur. Gangguan
psikologis yang terjadi karena manusia menginterpretasikan bunyi yang
ditangkapnya pada proses terakhir pendengaran, bila terjadi kerusakan penerimaan
di pusat pendengaran yaitu dibagian otak oleh saraf vestibulokoklear, manusia
menginterprestasikan bunyi bising sebagai kondisi yang mengancam (Wahyuni,
Kurniawan and Kristiyanto, 2014)
8
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Noise Dosi Meter
b. PC atau Komputer
Atur alat pada mode SLM, atur respon time pada slow mode
1
9
3.2.2 Cara Kerja Alat
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
NAB 8
Dose
Parameter Hasil Pengukuran Jam Keterangan
Value
(Max.)
10
Gambar 4. 2 Persentase Dose
Value
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini adalah praktikum kebisingan yang dikhususkan untuk
mengukur kebisingan pada orang yang terpapar yang dimana adalah para pekerja
dengan menggunakan sebuah alat bernama Noise Dosimeter. Noise Dosimeter
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan. Terdapat
dua jenis pengukuran kebisingan. Yang pertama adalah pengukuran kebisingan
pada pekerja, dan yang kedua adalah pengukuran kebisingan pada sumber bising.
Noise dosimeter dapat digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan pada
pekerja. Noise dosimeter dapat memperlihatkan hasil pengukuran menggunakan
format digital yang terdiri dari sebuah sensor, alat, dan komputer. Pada
pengukuran kadar kebisingan terhadap pekerja, sensor diletakkan/ dikaitkan
telinga pekerja dengan sensor mengarah ke depan. Sedangkan alatnya dapat
diletakkan pada saku pekerja. Kebisingan sendiri dapat didefinisikan sebagai
bunyi yang tidak diinginkan, yang dapat mengganggu kenyamanan dan
ketenangan manusia yang terpapar olehnya. Ada beberapa jenis-jenis kebisingan,
yaitu kebisingan kontinyu (terus-menerus), intermitten (putus-putus), dan impulsif
(tiba-tiba).
Dikarenakan tidak adanya pekerja atau situasi kerja secara alami, Praktikum
kebisingan ini dilakukan di dalam ruang laboratorium Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya. Salah satu peserta praktikum menjadi
volunteer untuk diukur paparan kebisingan terhadap dirinya. Praktikum ini
dilakukan dengan mengukur intensitas kebisingan yang diterima oleh volunteer
dari musik yang diputar bukan dari situasi kerja secara alami. Musik yang kami
11
gunakan pada praktikum ini adalah sebuah lagu milik BTS berjudul “Ugh!”. Lagu
tersebut bertipe up beat dengan banyaknya hentakan yang mungkin dapat menjadi
acuan terhadap kebisingan yang terjadi di situasi alami kerja. Lagu diputar
melalui smartphone. Pengukuran dilakukan dari awal lagu hingga selesai dengan
durasi waktu sampai 3.45 menit. Setelah pengukuran selesai, hasil pengukuran
akan muncul di layar komputer. Hasil pengukuran yang muncul telah
dikonversikan oleh alat dari nilai persentase dose value ke hasil TWA dengan
satuan dBA.
Hasil pengukuran kebisingan terhadap volunteer memiliki nilai sebesar 47,1
dBA. Nilai ini didapatkan dari hasil konversi nilai dose value sebesar 1,28%. Nilai
dose value tersebut masih sangat jauh perbedaannya dibandingkan dengan total
dose value sebesar 100%. Inilah yang menyebabkan hasil konversi ke TWA
(dBA) hanya sebesar 47,1 dBA. Nilai ini masih berada di bawah nilai ambang
batas kebisingan. Nilai ambang batas kebisingan untuk paparan selama 8 jam
kerja adalah sebesar 85 dB. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Lingkungan Kerja.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.Kebisingan dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi
dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory,
misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti
gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa
(kinerja), stress dan kelelahan. (Kholik and Krishna, 2012)
Apabila seseorang menerima paparan kebisingan dengan intensitas tinggi
secara terus-menerus, maka orang tersebut akan mendapatkan gangguan
pendengaran. Contoh gangguan pendengaran yang dapat terjadi adalah ketulian
sementara, dan ketulian permanen. Tuli sementara dapat terjadi saat seseorang
berada di suatu tempat, misalnya suatu tempat kerja yang sangat bising. Awalnya,
orang tersebut akan merasa terganggu oleh kebisingan di sana. Namun lama-
12
kelamaan orang tersebut tidak lagi merasa terganggu karena telinga sudah
beradaptasi dengan lingkungan yang bising seperti itu. Gangguan pendengaran
yang dialami oleh orang tersebut sifatnya sementara (Temporary Threshold Shift).
Waktu yang diperlukan untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa
menit sampai 3-7 hari, namun paling lama tidak lebih dari 10 hari. Seseorang
yang mengalami tuli sementara, kemudian terpapar bising kembali sebelum pulih
secara lengkap maka akan terjadi akumulasi sisa ketulian. Apabila hal ini terjadi
secara berulang atau menahun, ketulian sementara ini akan berubah menjadi
menetap dan menjadi tuli permanen. Tuli permanen ini sering juga disebut NIHL
(Noise Induced Hearing Loss). NIHL pada umumnya terjadi setelah pemaparan
10 tahun atau lebih, terjadi secara perlahan, sehingga biasanya penderita tidak
akan menyadari bahwa dirinya telah menderita ketulian.
Bising umumnya dapat merusak telinga bagian tengah dan bagian dalam.
Kerusakan telinga bagian tengah diakibatkan oleh peradangan dan penumpukan
kotoran telinga sedangkan telinga bagian dalam ditandai dari rusaknya sel rambut
telinga dalam yang kebanyakan merusak saraf vestibulokoklear dan berakibat
pada kehilangan pendengaran. Kerusakan saraf vestibulokoklear juga dapat
menyebabkan gangguan fisiologis berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi, kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta
gangguan psikologis berupa rasa tidak nyaman, gangguan konsentrasi, cepat
marah dan susah tidur. Gangguan psikologis yang terjadi karena manusia
menginterpretasikan bunyi yang ditangkapnya pada proses terakhir pendengaran,
bila terjadi kerusakan penerimaan di pusat pendengaran yaitu dibagian otak oleh
saraf vestibulokoklear, manusia menginterprestasikan bunyi bising sebagai
kondisi yang mengancam (Wahyuni, Kurniawan and Kristiyanto, 2014)
13
Mengenai Kebisingan ini sendiri faktor dari lingkungan yang dapat
berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan denyut nadi adalah paparan
kebisingan di tempat kerja. Saraf simpatis yang mendapat stimulasi akan
mempengaruhi pembuluh darah arteriol dan vena sehingga menyebabkan
vasokontriksi. Vasokontriksi yang terjadi pada arteriol akan menyebabkan
peningkatan resistensi perifer total (total peripheral resistance) sehingga tekanan
darah meningkat. Ketika vena juga mengalami vasokontriksi, maka akan terjadi
peningkatan aliran balik vena, sehingga isi sekuncup (stroke volume) dan cardiac
output meningkat. Dengan meningkatnya cardiac output, mengakibatkan tekanan
darah meningkat. Jika hal ini terjadi dalam jangka waktu hingga lima tahun, maka
dapat menyebabkan hipertensi dan memiliki 60% lebih tinggi risiko kematian
akibat penyakit kardiovaskular dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun,
dibandingkan dengan pekerja yang tidak pernah terpapar kebisingan.
Walaupun hasil praktikum kali ini berada di bawah nilai ambang batas,
namun sebaiknya paparan terhadap kebisingan tetap harus diminimalisir atau
dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD). Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang tepat diperlukan untuk
mencegah paparan kebisingan yang terlalu tinggi pada pekerja. Dalam mencegah
paparan kebisingan, dapat digunakan alat pelindung telinga (APT). APT memiliki
berbagai jenis. Penggunaan APT harus sesuai dengan intensitas kebisingan yang
ada di lingkungan tersebut. Contohnya adalah penggunaan ear plug untuk
mereduksi suara sebesar 30 dB, canal caps untuk mereduksi suara sebesar 20 dB,
dan ear muff untuk mereduksi suara sebesar 25 dB. (Suma’mur, PK, 2009)
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Praktikum Lingkungan Fisik untuk mengukur intensitas kebisingan pada
pekerja dilakukan di ruang laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya.
2. Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan dengan menggunakan Noise
dosimeter.
3. Nilai ambang batas kebisingan diatur dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja.
4. Nilai ambang batas kebisingan untuk paparan selama 8 jam adalah sebesar
85 dB.
5. Hasil pengukuran pada praktikum ini sebesar 47,1 dBA dengan dose value
sebesar 1,28%.Intensitas kebisingan yang diukur memenuhi nilai ambang
batas dan aman untuk pekerja.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Kebisingan Dengan Gangguan Psikologis Pekerja Departemen Laundry
Bagian Washing Pt. X Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 2(1), pp. 75–79.
Zuhra, F. (2019) ‘Pengaruh Kebisingan Terhadap Status Pendengaran Pekerja Di
Pt. Kia Keramik Mas Plant Gresik’, Perpustakaan Universitas Airlangga,
53(9), pp. 1–119.
17